adhd
DESCRIPTION
adhd/ gpphTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Anak merupakan sumber daya manusia yang harus sejak dini disiapkan
untuk dapat berkembang secara optimal sesuai kemampuan yang dimilikinya,
namun tidak setiap anak terlahir dalam kondisi normal. Beberapa anak terlahir
dengan kondisi mengalami hambatan dan keterbatasan, di antaranya adalah anak
dengan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif (GPPH).1
Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas, atau sering dikenal
dengan Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) merupakan gangguan
perilaku yang paling banyak didiagnosis pada anak-anak dan remaja. Prevalensi
ADHD pada anak usia sekolah adalah 8 - 10 persen, hal tersebut menjadikan ADHD
sebagai salah satu gangguan yang paling umum pada masa kanak-kanak.2,3
Attention deficit hyperactivity disorder - (ADHD) ditandai oleh
ketidakmampuan untuk mempertahankan perhatian, mengatur tingkat aktivitas,
dan tindakan impulsif. Hasilnya adalah perilaku maladaptif yang tidak sesuai
dengan usia dan tingkat perkembangan. Faktor genetik tampaknya memainkan
peran penting. Bayi berat lahir sangat rendah (kurang dari 1000 g) dan kondisi
lingkungan, seperti trauma kepala dan paparan timbal, juga terkait dengan gejala
ADHD.4
Diagnosis ADHD memerlukan identifikasi perilaku tertentu yang
memenuhi kriteria Pedoman Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental,
edisi keempat, revisi (DSM-IV-R). Ada tiga jenis ADHD terdiagnosis: gabungan
antara kurang perhatian, hiperaktif, dan impulsif (sekitar 80 persen pasien); di
1
dominasi kurang perhatian (sekitar 10-15 persen); dan tingkat maladaptif dari
hiperaktivitas-impulsivitas (tipe hiperaktif-impulsif dominan) (sekitar 5 persen).4
ADHD adalah satu di antara gangguan perilaku yang paling sering
didiagnosis pada anak-anak dan orang muda. Gejala inti meliputi tingkat aktivitas
yang tidak sesuai dengan tahapan perkembangan, impulsivitas, dan gangguan
kemampuan dalam mempertahankan perhatian. Anak yang mengalami ADHD
mengalami kesulitan untuk mengatur kegiatan mereka agar sesuai dengan norma-
norma yang diharapkan dan sebagai hasilnya sering tidak disukai oleh orang
dewasa maupun teman sebaya. Mereka sering gagal untuk mencapai potensi
mereka dan banyak memiliki kesulitan penyerta seperti keterlambatan
perkembangan, masalah belajar, dan gangguan emosi dan perilaku lainnya.5
BAB II
2
ISI
A. Definisi
GPPH/ADHD adalah keadaan neurologik-perilaku dan merupakan kondisi
kesehatan yang kompleks. GPPH memiliki gejala yang beragam seperti
hiperaktivitas, penurunan prestasi belajar, menganggu hubungan sosial, dan
kesulitan motorik. Kata hiperaktivitas (hyperactivity) digunakan untuk
menyatakan suatu pola perilaku pada seseorang yang menunjukkan sikap tidak
mau diam, tidak menaruh perhatian dan impulsif. Anak hiperaktif selalu bergerak
dan tidak mau diam bahkan dalam situasi-situasi ketika sedang mengikuti
pelajaran di kelas, yang menuntut agar mereka bersikap tenang. Mereka tidak
pernah merasakan asyiknya permainan atau mainan yang umumnya disukai oleh
anak-anak seusia mereka, perhatian mereka mudah teralih dari permainan atau
mainan yang satu ke yang lainnya. Anak dengan GPPH mengalami gangguan
perilaku yang ditandai dengan inatensi, hiperaktivitas, impulsivitas. Gangguan ini
bersifat persisten dan akan terus berlanjut hingga dewasa apabila tidak segera
ditangani. 6,7,8,9
B. Epidemiologi
Angka prevalensi GPPH cukup bervariasi, disebabkan kriteria diagnostik yang
terus direvisi dan juga perbedaan lokasi geografis serta estimasi sampel yang
dipakai. Prevalensi GPPH diperkirakan 3-7% dari semua anak. Anak laki-laki
lebih sering terkena dibandingkan anak perempuan. Penelitian Polazanczyk et al,
prevalensi GPPH diseluruh dunia diperkirakan 5,29%. Data kunjungan rawat jalan
3
di klinik tumbuh kembang RSUP Sanglah Denpasar selama periode 2001-2005
menunjukkan peningkatan jumlah kasus GPPH masing-masing berturut-turut
tahun 2001-2005 sebagai berikut 19 (6,7%), 32 (10,1%), 40 (11,2%), 57 (14,3%),
71 (14,1%).4,10,11
C. Etiologi
Etiologi GPPH sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Faktor
neurobiologis diduga berperan penting timbulnya gangguan ini. Pemaparan zat
toksik prenatal, prematuritas, dan mekanisme kelahiran yang mengganggu sistem
saraf diperkirakan berhubungan dengan gangguan ini. Faktor psikososial juga
dapat menyebabkan dan memperburuk gejala GPPH.12
Faktor yang diduga berhubungan atau sebagai penyebab GPPH antara lain:12,13
1. Faktor Genetik
GPPH lebih sering didapatkan pada keluarga yang menderita GPPH. Keluarga
keturunan GPPH didapatkan lima kali lebih banyak menderita GPPH daripada
keluarga normal. Orang tua dan saudara yang masa kecilnya hiperaktif akan
menurun pada anak, hal ini juga terlihat pada anak kembar. Anak laki-laki dengan
ekstra kromosom Y yaitu XYY, kembar satu telur lebih memungkinkan
hiperaktif dibanding kembar dua telur .
2. Faktor Neurobiologis
Insiden hiperaktif yang lebih tinggi didapatkan pada bayi yang lahir dengan
masalah-masalah prenatal seperti lamanya proses persalinan, distres fetal,
persalinan dengan cara ekstraksi forcep, toksimia gravidarum atau eklamsia
dibandingkan dengan kehamilan dan persalinan normal. Faktor-faktor seperti bayi
4
yang lahir dengan berat badan rendah, ibu yang terlalu muda, ibu yang merokok
dan minum alkohol juga meninggikan insiden hiperaktif. Penelitian di Swedia
menunjukkan 3-5% anak yang lahir prematur mengalami gangguan GPPH.
Faktor neurologi yang menyebabkan GPPH adalah terjadinya disfungsi pada
salah satu neurotransmiter di otak yang bernama dopamin. Dopamin merupakan
zat aktif yang berguna untuk memelihara proses konsentrasi. Studi menunjukkan
terjadinya gangguan perfusi darah di daerah tertentu pada anak hiperaktif, yaitu di
daerah striatum, daerah orbital-prefrontal, daerah orbital-limbik otak, khususnya
sisi sebelah kanan.
3. Faktor Toksik
Zat makanan seperti salisilat dan bahan-bahan pengawet memiliki potensi
untuk membentuk perilaku hiperaktif pada anak. Kadar timah (lead) dalam serum
darah anak yang meningkat, ibu yang merokok dan mengkonsumsi alkohol,
terpapar radiasi pada saat hamil juga dapat melahirkan calon anak hiperaktif.
4. Faktor Psikososial
Pendidikan ibu yang rendah, kelas sosial ekonomi yang rendah, orang tua
tunggal adalah faktor yang penting sebagai penyebab timbulnya gejala GPPH.
Konflik yang kronis, keakraban keluarga yang menurun, adanya kelainan
psikopatologis orang tua, lebih sering terjadi pada keluarga anak GPPH dibanding
keluarga anak yang normal.
D. Kriteria
5
ADHD adalah gangguan neurobehavioral paling umum dari masa kanak-
kanak. ADHD merupakan salah satu kondisi yang paling umum dari kesehatan
kronis yang mempengaruhi anak usia sekolah. Gejala inti ADHD yaitu :13,14
1. Inatensi (gangguan pemusatan perhatian)
Inatensi adalah bahwa sebagai individu penyandang gangguan ini tampak
mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatiannya. Mereka sangat mudah
teralihkan oleh rangsangan yang tiba-tiba diterima oleh alat inderanya atau oleh
perasaan yang timbul pada saat itu. Dengan demikian mereka hanya mampu
mempertahankan suatu aktivitas atau tugas dalam jangka waktu yang pendek,
sehingga akan mempengaruhi proses penerimaan informasi dari lingkungannya.
2. Hiperaktif (gangguan dengan aktivitas yang berlebihan)
Hiperaktivitas adalah suatu gerakan yang berlebihan melebihi gerakan
yang dilakukan secara umum anak seusianya. Biasanya sejak bayi mereka banyak
bergerak dan sulit untuk ditenangkan. Jika dibandingkan dengan individu yang
aktif tapi produktif, perilaku hiperaktif tampak tidak bertujuan. Mereka tidak
mampu mengontrol dan melakukan koordinasi dalam aktivitas motoriknya,
sehingga tidak dapat dibedakan gerakan yang penting dan tidak penting.
Gerakannya dilakukan terus menerus tanpa lelah, sehingga kesulitan untuk
memusatkan perhatian.
3. Impulsivitas (gangguan pengendalian diri)
Impulsifitas adalah suatu gangguan perilaku berupa tindakan yang tidak
disertai dengan pemikiran. Mereka sangat dikuasai oleh perasaannya sehingga
sangat cepat bereaksi. Mereka sulit untuk memberi prioritas kegiatan, sulit untuk
6
mempertimbangkan atau memikirkan terlebih dahulu perilaku yang akan
ditampilkannya. Perilaku ini biasanya menyulitkan yang bersangkutan maupun
lingkungannya.
E. Gambaran Klinis
Perilaku anak dengan GPPH seringkali berlebihan dibandingkan dengan anak
tanpa GPPH. Gejala kesulitan memusatkan perhatian, hiperaktivitas, impulsivitas
dan kesulitan berinteraksi dengan lingkungannya sangat tergantung dengan usia
anak. Semakin muda usia anak, semakin kurang kemampuan anak untuk
mengontrol perilakunya. Anak usia prasekolah dengan GPPH akan bergerak
dengan aktif di dalam ruangan dan terangsang untuk menyentuh dan
memanipulasi semua benda, sesuka hati. Anak-anak ini sering melompat-lompat,
berlari-lari atau memanjat-manjat tanpa kontrol. Mereka menjadi liar, berisik dan
sulit dikendalikan saat berinteraksi dengan teman-teman sebayanya. Anak-anak
usia sekolah mungkin menunjukkan perilaku hiperaktif dan impulsivitas yang
lebih ringan. Gejala yang paling sering nampak pada GPPH yaitu hiperaktivitas,
gangguan persepsi motorik, labilitas emosional, penurunan koordinasi secara
umum, gangguan pemusatan perhatian secara umum (kemampuan memusatkan
perhatian pendek, mudah teralih perhatian, gagal dalam menyelesaikan pekerjaan,
kurang perhatian, konsentrasi yang buruk), impulsivitas (bertindak sebelum
berpikir, berganti aktivitas tiba-tiba, melompat-lompat dalam kelas), gangguan
daya ingat dan proses berpikir, kesulitan dalam belajar spesifik.10,16
F. Diagnosis
7
Pemeriksaan dan penilaian pada anak GPPH dengan melakukan wawancara
klinis dengan orang tua/pengasuh untuk memperoleh keterangan lengkap tentang
pasien, yaitu tentang keadaan pasien dalam melaksanakan tugasnya, menilai
adanya kondisi komorboid, dan memperoleh riwayat keluarga, sosial dan
kesehatan/penyakitnya.17
Algoritma pemeriksan GPPH:17
1. Rujukan datang dari sekolah atau keluarga/orang tua.
2. Penilaian/observasi perilaku anak berdasarkan kuesioner untuk orang
tua/pengasuh anak/guru (Abberviated Conner’s Teacher Rating Scale).
3. Dirujuk kepada psikiater anak atau dokter spesialis anak atau keduanya untuk
dilakukan pemeriksaan:
a. Pemeriksaan fisik.
b. Wawancara riwayat penyakit.
c. Pemeriksaan intelegensi, kesulitan belajar dan sindrom otak organik.
d. Pemeriksaan psikometrik/kognitif-peseptual.
e. Evaluasi situasi rumah untuk melihat ada atau tidaknya pengaruh faktor
lingkungan.
f. Apabila hasil pemeriksaan sesuai kriteria diagnosis GPPH (berdasarkan
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV (DSM IV) atau
Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III
(PPDGJ III)/ICD-10) segera dimulai pengobatan dengan psikostimulan.
g. Pemeriksaan dan monitor efek samping pengobatan setiap 3 bulan.
Pengobatan dengan farmakoterapi yang lain dapat dipertimbangkan.
8
Kriteria diagnostik GPPH menurut DSM IV, yaitu:16
1. Salah satu atau keduanya (a) atau (b)
a. Enam (atau lebih) dari gejala tidak mampu memusatkan perhatian seperti
di bawah ini menetap selama paling sedikit 6 bulan pada derajat
maladaptif dan tidak sesuai dengan tingkat perkembangan:
i. Sering gagal memusatkan perhatian pada hal-hal kecil atau membuat
kesalahan yang ceroboh (tidak hati-hati) dalam pekerjaan sekolah,
pekerjaan, kegiatan lain.
ii. Sering sulit memperhatikan perhatian pada waktu melaksanakan tugas
atau kegiatan bermain.
iii. Sering seperti tidak mendengarkan pada waktu diajak bicara langsung.
iv. Sering tidak mengikuti petunjuk dan gagal menyelesaikan pekerjaan
sekolah dan tugas (tidak disebabkan oleh perilaku menentang atau
kegagalan memahami petunjuk).
v. Sering sulit untuk mengatur tugas dan kegiatan.
vi. Sering menghindar, tidak suka atau enggan melibatkan diri dalam tugas
yang memerlukan ketekunan yang berkesinambungan (seperti
melakukan pekerjaan rumah atau pekerjaan sekolah).
vii. Sering menghilangkan benda-benda yang diperlukan untuk
melaksanakan tugas atau kegiatan.
viii. Perhatiannya sering mudah dialihkan oleh rangsangan dari luar.
ix. Sering lupa dalam kegiatan sehari-hari.
9
b. Enam (atau lebih) dari gejala hiperaktivitas dan impulsivitas seperti
dibawah ini menetap selama paling sedikit 6 bulan pada derajat adaptif dan
tidak sesuai dengan tingkat perkembangan:
i. Sering tangan dan kakinya tidak bisa diam atau tidak bisa duduk diam.
ii. Sering meninggalkan tepat duduk didalam kelas atau di situasi lain pada
saat diharapkan ia untuk duduk diam.
iii. Sering berlari-lari atau memanjat secara berlebihan dalam situasi yang
tidak sesuai untuk hal tersebut.
iv. Sering mengalami kesulitan bermain atau mengikuti kegiatan waktu
senggang dengan tenang.
v. Sering dalam keadaan “siap gerak” (atau bertindak seperti digerakkan
oleh mesin).
vi. Sering bicara berlebihan
vii. Sering melontarkan jawaban sebelum pertanyaan selesai ditanyakan.
viii. Sering sulit menunggu giliran.
ix. Sering menyelak atau memaksakan diri terhadap orang lain (misalnya
memotong percakapan atau menganggu permainan).
2. Gejala hiperaktif-impulsif atau tidak mampu memusatkan perhatian yang
menimbulkan masalah telah ada sebelum usia 7 tahun.
3. Kegagalan yang ditimbulkan oleh gejala-gejala tersebut tampak pada dua
atau lebih tempat (misalnya di sekolah atau tempat kerja dan di rumah).
4. Didapatkan bukti yang jelas adanya kegagalan yang bermakna secara klinis
pada fungsi sosial, akademik, dan okupasional.
10
5. Gejala-gejala tersebut tidak disebabkan oleh gangguan perkembangan
perfasif, gangguan skizofrenia atau gangguan psikotik dan tidak diakibatkan
oleh adanya gangguan mental lain (misalnya gangguan alam perasaan,
gangguan cemas, gangguan disosiatif, gangguan kepribadian).
Berdasarkan PPDGJ III, gangguan hiperkinetik dimasukkan dalam satu
kelompok besar yang disebut sebagai gangguan perilaku dan emosional dengan
onset biasanya pada masa kanak dan remaja. Gangguan ini terdiri atas beberapa
jenis, yaitu:16
1. Gangguan aktivitas dan perhatian.
2. Gangguan tingkah laku hiperkinetik.
3. Gangguan hiperkinetik lainnya.
4. Gangguan hiperkinetikyang tak terinci.
Pedoman diagnosis gangguan hiperkinetik ini berdasarkan PPDGJ III adalah:16
1. Ciri-ciri utama ialah berkurangnya perhatian dan aktivitas berlebihan. Kedua
ciri ini menjadi syarat mutlak untuk diagnosis dan harus nyata ada pada lebih
dari satu situasi (misalnya di rumah, di kelas, di klinik).
2. Berkurangnya perhatian tampak jelas dari terlalu cepat dihentikannya tugas
dan ditinggalkannya suatu kegiatan sebelum selesai. Anak-anak ini seralih dari
satu kegiatan ke kegiatan lain, kehilangan minat terhadap tugas yang satu
karena perhatiannya tertarik kepada kegiatan yang lain. Berkurangnya
perhatian ini didiagnosis bila sifatnya berlebihan pada anak dengan usia dan
IQ yang sama.
11
3. Hiperaktivitas yaitu anak tidak bisa diam dalam situasi yang menuntut
keadaan yang relative tenang. Ciri khas perilaku ini paling nyata di dalam
situasi yang terstruktur dan diatur yang menuntut suatu tingkat pengendalian
diri yang tinggi.
4. Gambaran penyerta seperti kecerobohan dalam hubungan-hubungan sosial,
kesembronoan dalam situasi yang berbahaya dan sikap impulsive melanggar
tata tertib sosial (yang diperlihatkan dengan mencampuri urusan atau
mengganggu kegiatan orang lain, menjawab pertanyaan yang belum lengkap
diucapkan orang lain, atau tidak sabar menunggu gilirannya).
G. Terapi
Terapi pada GPPH dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:18,19
1. Terapi perilaku
Terapi yang diterapkan pada penderita GPPH haruslah bersifat holistik dan
menyeluruh. Penanganan ini hendaknya melibatkan multidisiplin ilmu yang
dilakukan antara dokter, psikologi, orang tua, guru dan lingkungan yang
berpengaruh terhadap penderita secara bersama-sama. Penanganan ideal harus
dilakukan terapi perilaku secara terpadu guna menjamin keberhasilan terapi.
2. Terapi farmakologis
Terapi farmakologis tergantung pada agen yang mempengaruhinya, seperti
dopaminergik dan noradrenergik. Terapi farmakologis GPPH biasanya
menggunakan metilfenidat (ritalin, ritalin la, ritalin sr, focalin, methylin er,
metadata cd) dan golongan amfetamin seperti adderall, adderallxr, dexedrine
spansule, dan dextrostat. Terapi farmakologis dimulai dengan dosis yang paling
12
rendah dan kemudian ditingkatkan secara perlahan. Terapi ini terbukti 70%
efektif. Efek samping yang sering terjadi seperti penekanan nafsu makan,
gangguan tidur, nyeri perut.
BAB III
KESIMPULAN
13
Dari tinjauan pustaka di atas, didapatkan beberapa simpulan yaitu:
1. Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktif (GPPH) adalah keadaan
neurologik-perilaku dan merupakan kondisi kesehatan yang kompleks, yang
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor genetik, faktor neurologik,
faktor toksik, faktor kultural dan psikososial.
2. GPPH merupakan gangguan tingkah laku yang paling banyak terjadi.
Diagnosis GPPH dapat ditegakkan minimal pada usia 3 tahun.
3. Anak dengan GPPH adalah anak yang menunjukkan perilaku hiperaktif,
impulsif, sulit memusatkan perhatian yang timbulnya lebih sering, lebih
persisten dengan tingkat yang lebih berat jika dibandingkan dengan anak-
anak lain seusianya. Gejala kesulitan memusatkan perhatian, hiperaktivitas,
impulsivitas dan kesulitan berinteraksi dengan lingkungannya sangat
tergantung dengan usia anak. Semakin muda usia anak, semakin kurang
kemampuan anak untuk mengontrol perilakunya.
4. Anak laki-laki lebih sering terkena dibandingkan anak perempuan.
5. Anak dengan GPPH mengalami gangguan perilaku yang ditandai dengan
inatensi, hiperaktivitas, impulsivitas. Gangguan ini bersifat persisten dan akan
terus berlanjut hingga dewasa apabila tidak segera ditangani.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Rohmah FA, Widuri EL. Perbedaan pengetahuan tentang gangguan hiperaktivitas pada orang tua anak GPPH. KTI. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Ahmad Dahlan, 2010.
2. Merikangas KR, He JP, Brody D, et al. Prevalence and treatment of mental disorders among US children in the 2001-2004 NHANES. Pediatrics 2010; 125:75.
3. Pliszka S, AACAP Work Group on Quality Issues. Practice parameter for the assessment and treatment of children and adolescents with attention-deficit/hyperactivity disorder. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry 2007; 46:894.
4. Marsha D. Rappley, M.D. Attention Deficit–Hyperactivity Disorder. N Engl J Med 2005;352:165-73.
5. Scottish Intercollegiate Guidelines Network. Management of attention deficit and hyperkinetic disorders in children and young people. A national clinical guideline. 2009.
6. Racine MB, Majnemer A, Shevell M, et al. Handwriting performance in children with deficit hyperactivity disorder (ADHD). Journal of Child Neurology 2008; 23: 399-406.
7. Suwanda, D. Media bermain tarik ulur untuk peningkatan daya konsentrasi anak hiperaktif: penelitian anak kelas V SDLB PGRI Sumedang. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2011.
8. Pelham WE. Attention-deficit/hyperactivity disorder. Canadian journal of psychiatry 1999; 44 (10): 981-990.
9. Sitholey P, Agarwal V, Tripathi A. Adult attention deficit/hyperactivity disorder: one year follow up. Indian J Med Res 2010; 131: 6952-695.
10. Kaplan & Sadock. Sinopsis psikiatri edisi 7. Jakarta: Binarupa Aksara, 1997.
11. Polanczyk G, Lima MSD, Horta BL, et al. The worldwide prevalence of ADHD: A Systematic Review and Metaregression Analysis. Am J Psychiatry 2007;164 (6): 942-948.
15
12. Setyawan AB. Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD). Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma, 2010.
13. Lindstrom K, Lindblad F, Hjern A. Preterm birth and attention-deficit/hyperactivity disorder in school children. Pediatrics 2011; 127: 858-865.
14. Reiff MI, Banez GA, Culbert TP. Children who have attentional disorders: diagnosis and evaluation. Pediatr Rev. 1993;14:455–465
15. Barkley RA. Attention Deficit Hyperactivity Disorder: A Handbook for Diagnosis and Treatment. 2nd ed. New York, NY: Guilford Press; 1996
16. Elvira SD, Hadisukanto G. Buku ajar psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010.
17. Sedyaningsih ER. Pedoman deteksi dini dan penanganan anak dengan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH). Menteri Kesehatan Republik Indonesia 2011; 107: 1-35.
18. Judarwanto W. Deteksi dini ADHD (attention deficit hyperactive disorder) (online), (http://informasisehat.wordpress.com/2009/05/09/deteksi-dini-adhd-attention-deficit-hyperactive-disorders/, diakses 11 mei 2014).
19. Wolraich ML, Wibbelsman CJ, Brown TE, et al. Attention-deficit/ hyperactivity disorder among adolescent: a review of the diagnosis, treatment, and clinical implication. Pediatrics 2005; 115: 1734-1746.
16