adhd hanan afifah h1a012019

18
BLOK NEUROPSIKIATRI TUGAS REVIEW JURNAL Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) Disusun Oleh HANAN AFIFAH H1A 012 019 Fakultas Kedokteran Universitas Mataram Nusa Tenggara Barat 2015

Upload: princesshanan

Post on 20-Dec-2015

270 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

hahahahaha

TRANSCRIPT

Page 1: Adhd Hanan Afifah h1a012019

BLOK NEUROPSIKIATRI

TUGAS REVIEW JURNAL

Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)

Disusun Oleh

HANAN AFIFAH

H1A 012 019

Fakultas Kedokteran Universitas Mataram

Nusa Tenggara Barat

2015

Page 2: Adhd Hanan Afifah h1a012019

BAB I

PENDAHULUAN

Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) ialah suatu kondisi perkembangan

dimana terjadi kurangnya perhatian dan distraktibilitas dengan atau tanpa disertai dengan

hiperaktif. Berbagai istilah sering digunakan untuk menggambarkan kondisi ini seperti

sindrom hiperaktif dan dari Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental Edisi ke-3

(DSM-III), kondisi ini kemudian berganti menjadi ADHD. Pada DSM-IV-TR, baik orang

dewasa maupun anak-anak harus memiliki gejala yang timbul sebelum usia 7 tahun yang

dapat menyebabkan gangguan secara sosial dan akademik (Soreff, 2015).

Insidensi pada anak usia sekolah untuk kasus ADHD diperkirakan 3-7%. Dari tahun

1988-2000 kemudian 2007-2009 menunjukkan bahwa persentase anak yang pernah

didiagnosis dengan ADHD meningkat hingga 7-9%. Tahun 1998 hingga 2009, prevalensi

ADHD meningkat menjadi 10% untuk anak-anak dengan pendapatan kurang dan meningkat

menjadi 11% bagi mereka dengan pendapatan keluarga yang baik (Akinbami et al, 2011)

Page 3: Adhd Hanan Afifah h1a012019

BAB II

ISI

2.1 Definisi

Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) ialah suatu kondisi perkembangan

dimana terjadi kurangnya perhatian dan distraktibilitas dengan atau tanpa disertai dengan

hiperaktif. Berbagai istilah sering digunakan untuk menggambarkan kondisi ini seperti

sindrom hiperaktif dan dari Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental Edisi ke-3

(DSM-III), kondisi ini kemudian berganti menjadi ADHD. Pada DSM-IV-TR, baik orang

dewasa maupun anak-anak harus memiliki gejala yang timbul sebelum usia 7 tahun yang

dapat menyebabkan gangguan secara sosial dan akademik (Soreff, 2015).

2.2 Epidemiologi

Insidensi pada anak usia sekolah untuk kasus ADHD diperkirakan 3-7%. Dari tahun

1988-2000 kemudian 2007-2009 menunjukkan bahwa persentase anak yang pernah

didiagnosis dengan ADHD meningkat hingga 7-9%. Tahun 1998 hingga 2009, prevalensi

ADHD meningkat menjadi 10% untuk anak-anak dengan pendapatan kurang dan meningkat

menjadi 11% bagi mereka dengan pendapatan keluarga yang baik (Akinbami et al, 2011)

Pada anak-anak, ADHD adalah 3-5 kali lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada

anak perempuan dengan perbandingan 5:1. Pada orang dewasa, perbandingan antara laki-laki

dan wanita tidak terlalu jauh.

La Sekitar 15-20% anak dengan ADHD mempertahankan diagnosis ADHD hingga

menjadi dewasa. Sebanyak 65% dari anak tersebut akan memiliki ADHD atau gejala sisa dari

ADHD pada saat menginjak usia dewasa. Tingkat prevalensi pada orang dewasa diperkirakan

2-7% (Goodman dan Thase, 2009).

2.3 Etiologi

Terdapat beberapa etiologi dari ADHD seperti (Blanca,2014) :

- Kondisi perkembangan saraf, dengan beberapa jalur yang masing-masing gejala

ditandai dan dimediasi oleh profil dari defisit yang berbeda

- Gangguan yang kompleks dan heterogen

Page 4: Adhd Hanan Afifah h1a012019

- Sistem neurotransmitter dan mengidentifikasi beberapa gen yang terlibat dalam

neurotransmisi dopamine dan serotonergik.

- Varian genetik dalam lima gen yang memiliki hubungan dengan ADHD yaitu

serotonin reseptor 1b, serotonin transporter, dopamin D4 dan D5 dan dopamine

transporter.

2.4 Patofisiologi

Patologi dari ADHD belum pasti hingga sata ini. Psikostimulan dan trisiklik

noradrenergic yang digunakan untuk mengobati kasus ini telah menimbulkan suatu spekulasi

bahwa daerah otak tertentu yang terkait dengan perhatian memiliki transmisi saraf yang

kurang baik. PET Scan telah menunjukkan bahwa metylphenidate bertindak untk

meningkatkan dopamine, dimana neurotransmitter dopamine dan norepinefrin telah sangat

dikaitkan dengan ADHD (Soreff, 2015).

Penelitian neuropsikologi menunjukan kortek frontal dan sirkuit yang

menghubungkan fungsi eksekutif bangsal ganglia.  Katekolamin adalah fungsi

neurotransmitter utama yang berkaitan dengan  fungsi  otak lobus frontalis.  Dopaminergic

dan noradrenergic neurotransmission tampaknya merupakan target utama dalam pengobatan

ADHD (Evangelia, et al., 2012).

Teori lain menyebutkan kemungkinan adanya disfungsi sirkuit neuron di otak yang

dipengaruhi oleh dopamin sebagai neurotransmitter pencetus gerakan dan sebagai kontrol

aktifitas diri. Akibat gangguan otak yang minimal, yang menyebabkan terjadinya hambatan

pada sistem kontrol perilaku anak. Dalam penelitian yang dilakukan dengan menggunakan

pemeriksaan MRI didapatkan gambaran disfungsi otak di daerah mesial kanan prefrontal dan

striae subcortical yang mengimplikasikan terjadinya hambatan terhadap respon-respon yang

tidak relefan dan fungsi-fungsi tertentu. Pada penderita ADHD terdapat kelemahan aktifitas

otak bagian korteks prefrontal kanan bawah dan kaudatus kiri yang berkaitan dengan

pengaruh keterlambatan waktu terhadap respon motorik  terhadap rangsangan sensoris

(Evangelia, et al., 2012)

2.5 Manifestasi Klinik dan Penegakan Diagnosis

Memutuskan apakah seorang anak memiliki ADHD merupakan suatu proses dengan

beberapa langkah. Tidak ada tes tunggal untuk mendiagnosa ADHD, karena memiliki

Page 5: Adhd Hanan Afifah h1a012019

beberapa gejala yang sama dengan gangguan lainnya seperti kecemasan, depresi, dan

beberapa jenis ketidak mampuan belajar. The American Psychiatric Association Diagnostik

dan Statistik Manual, Edisi Kelima (DSM-5), digunakan oleh para profesional kesehatan

mental untuk membantu mendiagnosa ADHD. Standar diagnostik ini membantu dalam

memastikan bahwa seseorang dapat didiagnosis sebagai ADHD. Kriteria DSM-5 untuk

ADHD yaitu :

Orang dengan ADHD menunjukkan kurangnya perhatian dan / atau hiperaktif-

impulsif yang mengganggu fungsi atau pengembangan:

1. Kurangnya perhatian: Enam atau lebih gejala kekurangan perhatian bagi anak-anak

hingga usia 16, atau lima atau lebih untuk remaja 17 dan lebih tua dan orang dewasa;

gejala kekurangan perhatian telah ada selama minimal 6 bulan, dan beberapa tingkat

perkembangan:

- Sering gagal atau membuat kesalahan yang ceroboh di sekolah, di tempat kerja,

atau dengan kegiatan lain.

- Sering mengalami kesulitan mendapatkan perhatian pada tugas-tugas atau

kegiatan bermain.

- Seringkali tampaknya tidak mendengarkan ketika berbicara secara langsung.

- Sering tidak menindaklanjuti instruksi dan gagal menyelesaikan tugas sekolah,

pekerjaan, atau tugas di tempat kerja (misalnya, kehilangan fokus).

- Sering mengalami kesulitan mengatur tugas dan kegiatan.

- Sering menghindari, tidak menyukai, atau enggan untuk melakukan tugas-tugas

yang membutuhkan usaha mental selama jangka waktu yang panjang (seperti

sekolah atau pekerjaan rumah).

- Sering kehilangan hal-hal yang diperlukan untuk tugas-tugas dan kegiatan (materi

misalnya sekolah, pensil, buku, alat-alat, dompet, kunci, dokumen, kacamata,

telepon seluler).

- Sering mudah terganggu

- Sering pelupa dalam aktivitas sehari-hari.

2. Hiperaktif dan Impulsif: Enam atau lebih gejala hiperaktif-impulsif untuk anak-anak

sampai usia 16, atau lima atau lebih untuk remaja 17 dan lebih tua dan orang dewasa;

gejala hiperaktif-impulsif telah ada selama minimal 6 bulan ke tingkat yang

mengganggu dan tidak pantas untuk tingkat perkembangan seseorang:

Page 6: Adhd Hanan Afifah h1a012019

- Sering gelisah dengan atau keram tangan atau kaki, atau menggeliat di kursi.

- Sering meninggalkan tempat duduk dalam situasi ketika diharapkan tetap duduk.

- Sering berjalan sekitar atau memanjat dalam situasi di mana tidak sesuai (remaja

atau orang dewasa mungkin terbatas pada perasaan gelisah).

- Sering tidak bisa bermain atau mengambil bagian dalam kegiatan rekreasi tenang.

- Sering berbicara berlebihan.

- Sering memberikan jawaban sebelum pertanyaan telah selesai.

- Sering mengalami kesulitan menunggu / giliran.

- Sering menginterupsi atau terasa menganggu orang lain

Selain itu, beberapa kondisi berikut harus dipenuhi yaitu :

- Beberapa gejala lalai atau hiperaktif-impulsif yang muncul sebelum usia 12 tahun.

- Beberapa gejala yang muncul dalam dua atau lebih pengaturan, (misalnya, di

rumah, sekolah atau bekerja, dengan teman-teman atau kerabat, dalam kegiatan

lainnya).

- Ada bukti jelas bahwa gejala mengganggu, atau mengurangi kualitas, sosial,

sekolah, atau fungsi kerja.

- Gejala tidak terjadi hanya selama skizofrenia atau gangguan psikotik lainnya.

Gejala tersebut tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan mental lain (misalnya

gangguan mood, Anxiety Disorder, Disorder disosiatif, atau gangguan

kepribadian).

Berdasarkan jenis gejala, tiga jenis (presentasi) ADHD dapat terjadi yaitu:

- Presentasi Gabungan: jika gejala cukup baik dan kriteria kurangnya perhatian dan

hiperaktif-impulsif yang muncul selama 6 bulan terakhir

- Presentasi Lalai: jika gejala cukup lalai, tetapi tidak hiperaktif-impulsif, muncul

selama enam bulan terakhir

- Presentasi hiperaktif-impulsif: jika gejala cukup hiperaktif-impulsif tetapi tidak

terdapat kurangnya perhatian yang muncul selama enam bulan terakhir.

Karena gejala dapat berubah dari waktu ke waktu, presentasi dapat berubah dari

waktu ke waktu juga.

Page 7: Adhd Hanan Afifah h1a012019

2.6 Tatalaksana

Terapi standar anak dengan ADHD terdiri dari medikasi (farmakologi) dan konseling

(non farmakologi). Terapi lainnya adalah untuk meringankan efeksi gejala ADHD.

Mengobati ADHD merupakan gabungan dari kerjasama antara pemberi pelayanan kesahatan,

orang tua atau pengasuh dengan anak itu sendiri.

1) Terapi farmakologis

Terdapat tiga obat untuk terapi ADHD yang biasa digunakan di Amerika Serikat yaitu

methylphenidate hydrochloride, dexamphetamine sulfat dan atomoxetine. Obat – obatan di

gunakan biasanya untuk anak usia 6 tahun atau lebih sedangkan utuk dexamphetamine untuk

usia 3 tahun atau lebih. Medikasi tidak direkomendasikan pada anak untuk usia pre sekolah.

Terapi farmakologis untuk ADHD dibagi dua obat pskiostimulan dan non psikostimulan.

a) Obat Psikostimulan

Obat psikostimulan merupakan obat yang sering digunakan untuk mengobati ADHD.

Obat ini bekerja dengan meningkatkan dan menyeimbangkan keadaan neurotransmitter otak,

sehingga dapat memperbaiki gejala-gejala inti. Obat ini hanya bekerja dengan waktu terbatas,

dapat bekerja dalam jangka waktu panjang dan waktu pendek. Penggunaan obat

psikostimulan jangka panjang dapat berfungsi 6-12 jam sedangkan jangka pendek kurang

lebih 4 jam. Selain itu untuk dosis sangat diberikan berbeda pada tiap anak, sehingga

membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan dosis yang optimal. Adapun contoh obat

psikostimulan ini adalah Amfetamin-dekstroamfetamin, Deksmetilfenidat,

Dekstroamfetamin, Lisdeksamfetamin dan Metilfenidat. Obat – obatan yang terdapat di

Indonesia adalah Metilfenidat dan Dekstroamfetamin.

Tabel 1. Obat-obatan Stimulan untuk Terapi ADHD

Nama Obat Sediaan

(mg)

Lama

kerja

Dosis Anjuran

Golongan Metilfenildat

Ritalin 5, 10, 15,

20

3-4 jam 0,3-1 mg/kg 3x/hari;

~60mg/hari

Ritalin-SR 20 8 jam ~60mg/hari

Concerta 18, 36, 54 12 jam ~54mg/tiap pagi

Metadate ER 10,20 8 jam ~60mg/hari

Metadate CD 20 12 jam ~60mg/tiap pagi

Page 8: Adhd Hanan Afifah h1a012019

Ritalin LA 5, 10, 15,

20

8 jam

Golongan

Deksmetilfenidat

Focalin 2,5, 5, 10 3-4 jam ~10mg

Focalin XR 5, 10, 20 6-8 jam ~20mg

Golongan

Dekstroamfetamin

Dexedrin 5, 10 3-4 jam 0,15-0,5mg/kgBB 2x/hari;

~40mg/hari

Dexedrin Spansule 5, 10, 15 8 jam ~40mg/tiap pagi

Golongan

Dekstroamfetamin&

Garam Amfetamin

Adderall 5, 10, 20,

30

4-6 jam 0,15-0,5mg/kgBB 2x/hari;

~40mg/hari

Adderall XR 10, 20, 30 12 jam ~40mg/tiap pagi

b) Obat Non Psikostimulan

Obat ini diberikan pada anak- anak yang tidak memiliki respon pada obat psikostimulan

atau memiliki efek samping pada penggunaan obat psikostimulan. Salah satu contoh

golongan obat non psikostimulan ada Atomoksetine dengan cara kerja sebagai stimulant

tetapi kemungkinan penyalahgunaannya rendah, sayangnya obat ini tidak terdapat di

Indonesia.

Tabel 2. Obat-obatan Nonstimulan untuk Terapi ADHD

Obat Sediaan (mg) Dosis Anjuran

Golongan Amoksetin

HCl

Strattera 10, 18, 25, 40 (0,5-1,8mg/kgBB) 40-80 mg/haril

boleh dibagi menjadi 2 dosis

Golongan Bupropion

Wellbutrin 75, 100 (3-6mg/kgBB) 150-300mg/hari;

Page 9: Adhd Hanan Afifah h1a012019

~150mg/x, 2x/hari

Wellbutrin SR 100, 150 (3-6mg/kgBB) 150-300mg/hari;

~150mg/tiap pagi; >150mg/hari,

2x/hari

Golongan Venlafaxin

Effexor 25, 37,5 , 50, 75,

100

25-150 mg/hari; 2x/hari

Effexor XR 37,5, 75, 150 37,5-150mg tiap pagi

Golongan Agonis α-

adrenergik

Clonidine (Catapres) 0,1, 0,2, 0,3 3-10μg/kg/hari dibagi 3dosisl hingga

0,1mg 3x/hari

Guanfacine (Tenex) 1, 2 0,5-1,5mg/hari

c) Antidepressan trisiklik

Penggunaan obat ini diberikan pada gejala behavioral ADHD dan gangguan

hiperkinetik, Pada penggunaan terapi ini tidak boleh diberikan sebagai obat rutin untuk terapi

ADHD karena obat ini memiliki efek samping seperti anoreksia, letargi, insomnia. Adapun

obat – obat yang termasuk golongan ini yaitu imipramine, desipramine, amitriptiline,

noretriptiline dan clomipramin.

Terapi nutrisi dan diet banyak dilakukan dalam penanganan penderita.  Diantaranya

adalah keseimbangan diet karbohidrat, penanganan gangguan  pencernaan (Intestinal

Permeability or "Leaky Gut Syndrome"), penanganan  alergi makanan atau reaksi simpang

makanan lainnya. Feingold Diet dapat dipakai sebagai terapi alternatif yang dilaporkan cukup

efektif.  Suatu substansi asam amino (protein), L-Tyrosine, telah diuji-cobakan dengan hasil

yang cukup memuaskan pada beberapa kasus, karena kemampuan L-Tyrosine mampu

mensitesa (memproduksi) norepinephrin (neurotransmitter) yang juga dapat ditingkatkan

produksinya dengan menggunakan golongan amphetamine.

Beberapa terapi biomedis dilakukan dengan pemberian suplemen nutrisi, defisiensi

mineral,  essential Fatty Acids, gangguan metabolisme asam amino  dan toksisitas Logam

berat. Terapi inovatif yang pernah diberikan terhadap penderita ADHD adalah terapi EEG

Page 10: Adhd Hanan Afifah h1a012019

Biofeed back, terapi herbal, pengobatan homeopatik dan pengobatan tradisional  Cina seperti

akupuntur.

Terapi yang diterapkan terhadap penderita ADHD haruslah bersifat holistik dan

menyeluruh. Penanganan ini hendaknya melibatkan multi disiplin ilmu yang dilakukan antara

dokter, orangtua, guru dan lingkungan yang berpengaruh terhadap penderita secara bersama-

sama.  Penanganan ideal harus dilakukan terapi stimulasi dan terapi perilaku secara terpadu

guna menjamin keberhasilan terapi (Visser, SN,et al, 2015).

2.7 Prognosis

Prognosis dari ADHD dapat tergantung dari derajat persistensi psikopatologi

komorbidnya. Hal ini terutama gangguan perilaku, faktor keluarga, serta disabilitas sosial.

Prognosis yang utama diketahui dapat didukung dengan perbaikan fungsi sosial anak,

mengurangi agresivitas anak, dan dengan cara memperbaiki keadaan kelurga sebaik dan

secepat mungkin (Kaplan, 2010).

Page 11: Adhd Hanan Afifah h1a012019

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) ialah suatu kondisi perkembangan

dimana terjadi kurangnya perhatian dan distraktibilitas dengan atau tanpa disertai dengan

hiperaktif. Berbagai istilah sering digunakan untuk menggambarkan kondisi ini seperti

sindrom hiperaktif dan dari Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental Edisi ke-3

(DSM-III), kondisi ini kemudian berganti menjadi ADHD. Pada DSM-IV-TR, baik orang

dewasa maupun anak-anak harus memiliki gejala yang timbul sebelum usia 7 tahun yang

dapat menyebabkan gangguan secara sosial dan akademik (Soreff, 2015).

Page 12: Adhd Hanan Afifah h1a012019

Daftar Pustaka

Akinbami LJ, Liu X, Pastor PN, Reuben CA. Attention deficit hyperactivity disorder among

children aged 5-17 years in the United States, 1998-2009. NCHS Data Brief. 2011;1-

8. [Acessed: 15 April 2015]

American Psychiatric Association: Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders,

5th edition. Arlington, VA., American Psychiatric Association, 2013. [Acessed: 15

April 2015]

Blanca Bolea Alamanac. Evidence-based guidelines for the pharmacological management of

attention deficit hyperactivity disorder: Update on recommendations from the British

Association for Psychopharmacology. Journal of Psychopharmacology. 2014. pp1–25.

[Acessed: 15 April 2015]

Evangelia S, et al. Investigating the Contribution of Common Genetic Variants to the Risk

and Pathogenesis of ADHD. 2012. Vol.169,pp., 186-194. [Acessed: 15 April 2015]

Goodman DW, Thase ME. Recognizing ADHD in adults with comorbid mood disorders:

implications for identification and management. Postgrad Med. 2009;121(5):20-30.

[Acessed: 15 April 2015]

Kaplan, H., Sadock, GRebb, J. 2010. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral

Sciences/Clinical Psychiatry. Jakarta: Bina Rupa Aksaara.

Visser, S.,N., Bitsko, R.,H.,Danielson, M.,L., et al. Treatment of Attention

Deficit/Hyperactivity Disorder among Children with Special Health Care Needs. The

Journal of Pediatrics. 2015. [Acessed: 15 April 2015]