adat kampung cireundeu

8
  Adat Kampung Cireundeu Adat Kampung “Pangan” Cireundeu Adalah Asep Abas, sosok “Pahlawan Pangan” dari Desa Leuwi Gajah Kampung Cireundeu Kotif Cimahi. Ia seorang tokoh masyarakat di Kampung Cireundeu yang mempunyai jabatan dalam adat sebagai panitera dan mempunyai tugas sebagai pengamat, peneliti serta mengawasi kehidupan warga masyarakat di Kampung Cireundeu. Masyarakat Kampung Cireundeu merupakan suatu komunitas adat kesundaan yang mampu memelihara, melestarikan adat istiadat secara turun temurun dan tidak terpengaruhi oleh budaya dari luar. Situasi kehidupan penuh kedamaian dan kerukunan “silih asah, silih asih, silih asuh, tata, titi, duduga peryoga“ betul - betul terjelma di kampung nun jauh disana. Masyarakat disana terbuka dan selalu hormat kepada siap a pun yang datang tanpa melihat perbedaan diantara kita. Bila kita berkunjung kesana, akan banyak keistimewaan yang dapat dilihat dan ilmu yang dapat dipelajari oleh kita. Sejak zaman nenek moyang (karuhun) dan mulai tercatat pada Tahun 1918, masyarakt disana sudah mengkonsumsi ubi kayu sebagai makanan pokok serta mampu melakukan keanekaragaman pengolahan hasil dari ubi kayu tersebut, diantaranya membuat :  Peuyeum / tape yang bentuknya sama dengan beras ketan  Kripik singkong  Rangginang  Bugis  Awug  Beras Singkong (Rasi) Dengan kondisi tersebut, mereka merasa hidup lebih tentram tanpa terpengaruhi oleh krisis ekonomi negara yang tidak stabil. Selain itu, sumber makanan pokok selalu tersedia serta tidak pernah kelaparan.

Upload: zankkurniawan

Post on 09-Jul-2015

107 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Adat Kampung Cireundeu

5/10/2018 Adat Kampung Cireundeu - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/adat-kampung-cireundeu 1/8

 Adat Kampung Cireundeu

Adat Kampung “Pangan” Cireundeu

Adalah Asep Abas, sosok “Pahlawan Pangan” dari Desa

Leuwi Gajah Kampung Cireundeu Kotif Cimahi. Ia seorang tokoh masyarakat di Kampung

Cireundeu yang mempunyai jabatan dalam adat sebagai panitera dan mempunyai tugassebagai pengamat, peneliti serta mengawasi kehidupan warga masyarakat di Kampung

Cireundeu.

Masyarakat Kampung Cireundeu merupakan suatu komunitas adat kesundaan yang

mampu memelihara, melestarikan adat istiadat secara turun temurun dan tidak 

terpengaruhi oleh budaya dari luar.

Situasi kehidupan penuh kedamaian dan kerukunan “silih asah, silih asih, silih asuh, tata,titi, duduga peryoga“ betul - betul terjelma di kampung nun jauh disana.

Masyarakat disana terbuka dan selalu hormat kepada siapa pun yang datang tanpa melihat perbedaan diantara kita. Bila kita berkunjung kesana, akan banyak keistimewaan yangdapat dilihat dan ilmu yang dapat dipelajari oleh kita.

Sejak zaman nenek moyang (karuhun) dan mulai tercatat pada Tahun 1918, masyarakt 

disana sudah mengkonsumsi ubi kayu sebagai makanan pokok serta mampu melakukan

keanekaragaman pengolahan hasil dari ubi kayu tersebut, diantaranya membuat :

  Peuyeum / tape yang bentuknya sama dengan beras ketan

  Kripik singkong

  Rangginang

  Bugis  Awug

  Beras Singkong (Rasi)

Dengan kondisi tersebut, mereka merasa hidup lebih tentram tanpa terpengaruhi oleh

krisis ekonomi negara yang tidak stabil. Selain itu, sumber makanan pokok selalu tersedia

serta tidak pernah kelaparan.

Page 2: Adat Kampung Cireundeu

5/10/2018 Adat Kampung Cireundeu - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/adat-kampung-cireundeu 2/8

Kehidupan adat di Kampung Cireundeu dipimpin oleh seorang sesepuh (tokoh) dibantu

oleh seorang Ais Pangampih dan Panitren. Tokoh tersebut mengatur sistem peradaban /

sosial budaya dari dahulu sampai sekarang masih tetap eksis dan tidak terpengaruhi oleh

dunia luar. Dengan hal tersebut, saya berpendapat bahwa masyarakat cireundeu

merupakan pahlawan ketahanan pangan dan layak bila Kampung Cireundeu disebut 

Kawasan Mandiri Pangan

Nasib penganut aliran kepercayaan di Cireundeu

  aliran kepercayaan 

  Cimahi 

  Cireundeu 

  Sunda Wiwitan 

Konstitusi jelas menyatakan, negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk 

untuk memeluk dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya masing-masing. Namun ini ternyata tak berlaku di kampung Cireundeu, Cimahi, Jawa Barat.  

Para penganut kepercayaan Sunda Wiwitan di kampung ini tak dijamin kemerdekaannya

untuk menjalankan keyakinan. Anak-anak yang terlahir dari penganut kepercayaan,

bahkan tak diakui oleh negara.

Di sekolah, mereka terpaksa mengakui dan mempelajari agama lain, supaya nilai pelajaran

agama tak kosong di rapor. Reporter KBR68H Suryawijayanti berbincang dengan remaja

Sunda Wiwitan yang tak sudi jadi pengkhianat kepercayaan mereka.

Takut FPI Setahun lalu gerombolan beratribut Front Pembela Islam menyerbu Aliansi Keberagaman

di Tugu Monas Jakarta. Deis, Irma, Rini dan Enci saat itu ada di sana. Di kepala mereka,masih terekam jelas peristiwa beringas di hari jadi Pancasila itu.

Anak-anak: "Takut, kayak dilempar-lempar batu, takut saja ... Ya tegang terus, pokoknya

takut aja, ngumpet di mobil ... takut diserang. Soalnya khan pake baju adat, takutnya pas FPI 

liat langsung diserang, kita langsung pake jaket lalu masuk mudik. Sadis ah. Kenapa sihsampai begitu, meski kita beda. Apa sih salah kita ... IyaTeh, apa salah kita sih ..."  

Ya, apa salahnya? Anak-anak yang belum genap berusia tujuh belas tahun itu bertanya. Tak 

pernah terbayang, mereka harus menjadi saksi kejadian beringas. Mereka adalah anak-anak penghayat kepercayaan Sunda Wiwitan yang tinggal di Kampung Cireundeu, Cimahi,

Jawa Barat.

Di kampung Cireundeu ada sekitar 800an warga yang masih memegang teguh ajaran Sunda

Wiwitan. Kepercayaan ini dikembangkan oleh Pangeran dari Cigugur, Kuningan.

Kepercayaan ini dikenal juga sebagai Cara Karuhun Urang atau tradisi nenek moyang.

Page 3: Adat Kampung Cireundeu

5/10/2018 Adat Kampung Cireundeu - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/adat-kampung-cireundeu 3/8

Mereka percaya pada Tuhan, dan teguh menjaga kepercayaan serta menjaga jatidiri

sebagai orang Sunda.

Saling menghargai 

Menurut Abah Emen, Ketua Kampung Adat Cireundeu ajaran ini menekankan manusia

harus saling menghargai dan berdampingan dengan makhluk hidup lainnya.

Abah Emen: "Tekad, ucap dan perilaku. Yang penting adalah bagaimana perilaku kita, bukan

apa yang keluar dari mulut. Yang diucapkan harus benar, semua tak boleh berdusta dan

berbohong, jangan dilakukan semua larangan. Itu saja kok prinsipnya. Kita harus berbuat 

baik sesama manusia, tolong menolong, jangan menyakiti manusia, perkataan hati-hati, jangan asal saja."  

Selain itu masyarakat Cireundeu menghormati leluhur mereka dengan tidak memakan nasi

melainkan singkong. Bagi warga, tak makan nasi berarti menjalankan ajaran leluhur untuk 

mempertahankan apa yang mereka sebut, jati diri yang asli. Yana, pemuka Masyarakat Adat 

Kampung Cireundeu.

Yana: "Kami pun dalam kehidupan keseharian selalu menerapkan filosofi leluhur, dan selalu

diingatkan inilah garis hidup yang harus kita jaga, mengemban sampai akhir hayat hidup

kita."  

Didikskriminasi 

Sebagai penganut kepercayaan, Yana kenyang dengan perlakuan diskriminatif dari negara.

Yana: "Kami kesulitan untuk mencatatkan data sipil, pernikahan, kependudukan lah,

semuanya. Dan kami di sekolah juga kebingungan, harus mengikut ke mana. Walaupun kami

sudah mengaku sebagai penganut, tapi sekolah tak mau ngasih soal dan nilai, karena bukanagama resmi. Kami pernah datang ke sekolah, kami seperti ini, tapi katanya tak ada Undang

Undang dan dasar hukumnya."  

Maka, anak-anak Sunda Wiwitan mau tak mau harus mencantumkan salah satu agama yang

diakui oleh pemerintah ketika berada di sekolah. Itu kalau tak ingin nilai agama di rapor

kosong.

Rini baru saja lulus SMA. Pelajaran agama Islam ia pilih karena mayoritas siswa di

sekolahnya adalah Muslim.

Rini: "Rini ikut agama Islam, Dari SD sampai SMA ikut agama Islam, kalo Rini bisa ngerjain,nurutin agama lain, yak bisa sih."  

KBR68H: "Di satu kelas ada berapa penganut penghayat Rin?"

Rini: "Rini aja Teh."  

Rini mengaku pertanyaan aneh kerap dilontarkan teman-temannya atas pilihan keyakinan

yang dianutnya.

Page 4: Adat Kampung Cireundeu

5/10/2018 Adat Kampung Cireundeu - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/adat-kampung-cireundeu 4/8

KBR68H: "Suka ditanyain ama temen-temen?"

Rini: "Suka sih, paling ditanya apa sih agamanya, bagaimana cara doanya, Rini sih jawab."  

KBR68H: "Trus apa yang Rini jawab?"

Rini: "Yah Rini bilang sih kalo sama aja ama agama kalian, Cuma beda cara doanya."  

KBR68H: "Trus gimana temen menyikapinya?"

Rini: "Ada sih yang bilang penghayat sih apaan. Khan agama cuma lima doank."  

Irma Gusriani, baru saja naik kelas 3 SMA Warga Bhakti, Cimahi. Di sekolah, ia menjadi

satu-satunya penghayat kepercayaan. Di rapor tercantum nilai 80 untuk pelajaran agama

Islam.

Irma: "Di sekolah ikut agama Islam."  

KBR68H: "Susah gak?"

Irma: "Gampang-gampang susah."  

KBR68H: "Dapat nilai berapa?"

Irma: "80."  

KBR68H: "Apa sih yang dipelajari?"Irma: "Ya baca Al Qur'an, sholat, teori dan praktek-praktek, khan di situ mayoritas agama

Islam, jadi yang dipelajari agama Islam."  

KBR68H: "Suka ditanya ama teman-teman?"

Irma: "Iya, yah soal kitab-kitab dan cara doanya. Kadang dijawab kadang juga tidak."  

Meski harus mempelajari dan bergelut dengan keyakinan lain selama bertahun-tahun, Irma

dan Rini tak goyah memegang teguh keyakinan Sunda Wiwitan.

Irma: "Karena khan ini agama dari nenek moyang, jadi harus tetap dipertahankan."  Rini: "Karena Rini sudah yakin dengan agama ini, yang lain tak percaya."  

Belajar aksara Sunda 

Lalu bagaimana anak-anak ini tetap yakin memeluk Sunda Wiwitan, di tengah gempuran

ayat-ayat suci agama lain. Waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore. Belasan anak-anak 

Sekolah Dasar masih asyik bermain petak umpet di sekitar Balai Kampung Cireundeu.

Yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga. Empat remaja sudah tiba di Balai, akan

mengajarkan aksara Sunda. Ada sekitar 15an anak usia Sekolah Dasar yang ikut belajar

mengeja aksara Sunda. Tak ketinggalan lagu-lagu dengan lirik aksara Sunda kuno juga

diajarkan ke anak-anak ini.

Ini kelas rutin, seminggu sekali, tiap akhir pekan. Meskipun tak ada paksaan, namun kursi-kursi di ruangan yang bersebelahan dengan Balai Kampung Cireundeu selalu penuh.

Pengajarnya adalah anak-anak muda Cireundeu.

KBR68H: "Kenapa sih pingin tetap ngajari bahasa Sunda?"

Rini: "Rini pingin ngembangin aksara Sunda, Rini khan bisa maka ngajari aksara Sunda."  

KBR68H: "Tapi ini khan hari minggu, yang harusnya harus santai, trus mesti ngajari, hari

gini?"

Page 5: Adat Kampung Cireundeu

5/10/2018 Adat Kampung Cireundeu - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/adat-kampung-cireundeu 5/8

Rini: "Yah sudah kewajiban sih Mbak. Dulu memang kita juga diajari ... ada sih yang suka

bilang anak muda koq mau-maunya ngajari, khan gengsi ..."  

Melestarikan warisan 

Bagi penduduk Cireundeu, sekecil apapun warisan karuhun itu harus dilestarikan.

Termasuk dalam urusan bahasa dan aksara. Melalui aksara dan lagu inilah keyakinanSunda Wiwitan diturunkan dan dilestarikan. Yana, seorang pemuka Masyarakat Adat Kampung Cireundeu.

Yana: "Kami sebagai satu bangsa mempunyai, cara dan ciri, rupa, bahasa, aksara, adat 

budaya, itu adalah ciri, yang harus dipertahankan."  

Anak-anak inilah yang nantinya menjadi penerus ajaran Sunda Wiwitan agar tetap

bertahan di Bumi Cireundeu. Meskipun berbagai persoalan sudah membentang di depan

mata, bahkan sejak mereka dilahirkan dari orangtua penghayat.

Anak-anak penghayat yang tak diakui negara, bukan cerita baru lagi. Akibat perkawinanorangtuanya yang tak didaftarkan di Catatan Sipil, anak-anak ini ikut-ikutan tak 

mendapatkan pengakuan negara. Tak satu pun dari anak-anak ini yang punya AkteKelahiran, dokumen resmi pertama yang mestinya dimiliki setiap anak.

Salah seorang warga Cireundeu, Sudrajat, bercerita bagaimana susahnya penghayat 

kepercayaan harus berurusan dengan birokrasi yang diskriminatif. Negara menganggap

para penghayat kepercayaan tidak menganut salah satu agama yang diakui pemerintah.Karenanya, tak dianggap sebagai warga negara.

Sudrajat: "Kita dituntut harus punya KTP, padahal untuk bikin KTP harus punya KK. Nah

untuk punya KK harus punya akte nikah. Nah orang tua saya mah tak punya KTP,maka sayatak punya akte kelahiran. Saya juga prihatin, menjadi anak tiri di negeri sendiri."  

Sudrajat dengan senyum getir, mengaku terpaksa mengucap kalimat syahadat, agar

perkawinannya diakui di lembar negara. Tujuannya hanya satu, agar anaknya nanti tak 

dicap sebagai anak haram jadah hasil kumpul kebo.

Sudrajat: "Terpaksa berbohong memeluk agama Islam, pdahal saya bukan Islam biar saya

bisa mendapatkan surat nikah. Karena surat ini menjadi syarat untuk mendapatkan akte

kelahiran anak saya. Saya sih intinya hanya ingin anak saya punya akte, jangan seperti saya

 yang tak punya akte nikah, karena orangtua dulu nikah adat."  

Himpunan Penghayat Kepercayaan 

Kasus Sudrajat hanyalah satu dari sekian banyak yang dialami para penghayat 

kepercayaan. Sekretaris Jenderal, Himpunan Penghayat Kepercayaan, A.A. Sudirman

menyatakan hingga kini sedikitnya ada 10 juta penghayat kepercayaan yang bergabungdalam organisasi Himpunan Penghayat Kepercayaan.

Page 6: Adat Kampung Cireundeu

5/10/2018 Adat Kampung Cireundeu - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/adat-kampung-cireundeu 6/8

Dalam perkembangannya, kelompok penghayat kepercayaan ini masih saja terbentur

dengan tetek bengek urusan birokrasi.

Sudirman: "Tak tahu, lalu urusan komputer yang katanya gak ada formnya. Nah itu

berlanjut ntar pas nikah, lalu Kantor Catatan Sipil menolak. Mereka tak tahu apa-apa, saya

 pikir mereka menganggap para penghayat ini bukan warga negara."  

Di dunia pendidikan, ternyata negara masih gagap untuk menyusun kurikulum untuk anak-

anak penghanyat. Akibatnya, anak-anak dipaksa untuk mengkhianati keyakinan sendiri.

Sudirman: "Kasihan anak dipaksa, terpaksa belajar yang berbeda hati nurani, tapi soalnya

kalo di sekolah diajar keyakinan lain. Ini khan mereka menjadi pembohong-pembohong

semua. Bagi saya ini menyedihkan dan ironi."  

Garis hidup sebagai anak penghayat kepercayaan semestinya tak membuat anak-anak penghayat sulit meraih mimpi dan menggapai cita-cita mereka.

 karena pengalaman adalah hal yang paling berharga dan tidak selalu untuk dilupakan

Kampung Cireundeu

Minggu, 22 Mei 2011 lalu saya berkunjung ke sebuah perkampungan tradisional di

Kawasan Leuwigajah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Kampung ini terkenal dengan

kampung pengolah singkong di Jawa Barat. Kami berkunjung ke kampung ini karena ingin

tahu lebih banyak mengenai ragam jenis olahan singkong yang dapat dibuat. Saat itu kami

baru tahu bahwa kampung ini adalah sebuah kampung wisata yang sering didatangi

wisatawan dari luar Kabupaten bahkan mancanegara.

Sesampainya disana, ada seorang bapak yang memberitahu kami bahwa ada salam khas dikampung ini, yaitu harus mengucapkan "Sampurasun!" setiap berpapasan dengan warga

setempat. Dilarang mengucapkan kata lain, bahkan "Punten" atau "Assalamualaikum"

sekalipun. Beliau juga mengatakan bahwa masyarakat asli kampung Cireundeu ini selalu

berpakaian hitam dan berikat kepala hitam. Beliau menunjukkan jalan kepada kami

menuju rumah yang digunakan sebagai balai pertemuan di kampung ini, yaitu rumah Ibu

Elis.

Page 7: Adat Kampung Cireundeu

5/10/2018 Adat Kampung Cireundeu - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/adat-kampung-cireundeu 7/8

 

Gerbang Masuk Kampung Cireundeu

Masyarakat Kampung Cireundeu terbiasa mengkonsumsi singkong setiap harinya.

Singkong diolah menjadi butiran layaknya nasi sebagai makanan pokok, rasi namanya. Rasi

merupakan hasil terakhir dari pengolahan singkong menjadi tepung, dan renggining.

Masyarakat Kampung Cireundeu tidak pernah mengkonsumsi nasi sama sekali, bukan

karena tidak punya uang, melainkan karena adat turun-temurun. Harga rasi memang jauh

lebih murah dibandingkan beras, hanya Rp2000,00 setiap kilonya.

Selain diolah sebagai makanan pokok pengganti nasi, kampung ini juga mampu

menciptakan berbagai jenis olahan singkong lainnya, mulai dari kerupuk, opak, renggining,

semprong (egg roll), berbagai olahan makanan basah, tepung, hingga dendeng yangrasanya menyerupai daging sapi walaupun terbuat dari ikan patin. Oleh karena itu

kampung ini terkenal sebagai kampung wisata dan kampung adat. Masyarakat kampung ini

sangat ramah. Mereka akan menjamu siapa saja yang datang dengan alasan apapun.

Pengunjung diperbolehkan untuk mencicipi seluruh olahan yang mereka buat, dan

diperbolehkan untuk melihat dan mempelajari lebih lanjut bagaimana cara pengolahannya.

Page 8: Adat Kampung Cireundeu

5/10/2018 Adat Kampung Cireundeu - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/adat-kampung-cireundeu 8/8

 

Berbagai Jenis Olahan Singkong

Sayangnya ketika kunjungan itu, masyarakat setempat sedang bersiap-siap menunggu

kedatangan tamu dari Lembang dan Filipina. Oleh karena itu tidak ada warga yang

mengolah singkongnya pagi itu. Mereka mempersiapkan ruangan dan berbagai hidangan

untuk penyambutan. Lain waktu kami akan datang lagi untuk berkunjung dan mempelajari

banyak hal dikampung ini. Karena kampung ini memang dikembangkan oleh PemProv

Jabar sebagai kampung mandiri percontohan.

Sekian..