taat pola permukiman pada kampung tradisonal adat sunda

14
POLA TATANAN MASSA PEMUKIMAN PADA KAMPUNG URUG DI BOGOR - JAWA BARAT Andri Wangsit Dewanto, Antariksa [email protected] Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya Abstrak Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang sangat luas, tidak bisa dipungkiri jika Indonesia memiliki ratusan sampai ribuan suku yang tersebar di berbagai pulau pulau. Dengan banyaknya suku yang berbeda naungan tempat mereka untuk berlindung pun dapat berbeda-beda, Di Jawa Barat memiliki suku Sunda yang mempunya naungan yang masih bertahan hingga saat ini, salah satu kampung yang masih bertahan adalah Kampung Urug. Karena sudah banyak arsitektur tradisional yang hanya asal pengunaannya maka perlu di pelajari lebih dalam tentang makna- makna yang terdapat pada rumah adat nusantara. Tujuan dari penulisan artikel ini adalah dapat mengidentifikasi pola tatanan massa pemukiman pada Kampung Urug di Bogor, Jawa Barat. Metode yang digunakan yaitu deskriptif analitis Pendahuluan Indonesia merupakan Negara kepulauan yang sangat luas, tidak bisa dipungkiri jika Indonesia memiliki ratusan sampai ribuan suku yang tersebar di berbagai pulau pulau. Dengan banyaknya suku yang berbeda naungan tempat mereka untuk berlindung pun dapat berbeda-beda, namun keberadaannya saat ini sudah hampir tidak diperhatikan dalam hal perawatan, penjagaan serta pelestariannya, apalagi selama perkembangan arsitektur di Indonesia. Rumah adat yang ada saat ini banyak yang tidak terawat, selain karena terkena bencana alam ada baberapa hal lain yang menyebabkan rumah- rumah rumah tradisional tidak terawat, seperti permasalahan ekonomi pemilik rumah yang tidak mampu dalam menjaga dan merawat rumah-rumah adat tersebut. Permasalahan sosial dan budaya juga mempengaruhi kelangsungan keberadaan rumah adat ini. Kebiasaan masyarakat yang sudah mulai berubah karena terpengaruh secara global dapat meghilangkan atau mengurangi pelaksanaan adat 1

Upload: andriwangsit

Post on 10-Dec-2015

151 views

Category:

Documents


29 download

DESCRIPTION

kampung sunda

TRANSCRIPT

Page 1: taat pola permukiman pada kampung tradisonal adat sunda

POLA TATANAN MASSA PEMUKIMAN PADA KAMPUNG URUG DI BOGOR - JAWA BARAT

Andri Wangsit Dewanto, [email protected]

Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya

AbstrakIndonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang sangat luas, tidak bisa dipungkiri jika Indonesia memiliki ratusan sampai ribuan suku yang tersebar di berbagai pulau pulau. Dengan banyaknya suku yang berbeda naungan tempat mereka untuk berlindung pun dapat berbeda-beda, Di Jawa Barat memiliki suku Sunda yang mempunya naungan yang masih bertahan hingga saat ini, salah satu kampung yang masih bertahan adalah Kampung Urug. Karena sudah banyak arsitektur tradisional yang hanya asal pengunaannya maka perlu di pelajari lebih dalam tentang makna-makna yang terdapat pada rumah adat nusantara. Tujuan dari penulisan artikel ini adalah dapat mengidentifikasi pola tatanan massa pemukiman pada Kampung Urug di Bogor, Jawa Barat. Metode yang digunakan yaitu deskriptif analitis

PendahuluanIndonesia merupakan Negara kepulauan

yang sangat luas, tidak bisa dipungkiri jika Indonesia memiliki ratusan sampai ribuan suku yang tersebar di berbagai pulau pulau. Dengan banyaknya suku yang berbeda naungan tempat mereka untuk berlindung pun dapat berbeda-beda, namun keberadaannya saat ini sudah hampir tidak diperhatikan dalam hal perawatan, penjagaan serta pelestariannya, apalagi selama perkembangan arsitektur di Indonesia. Rumah adat yang ada saat ini banyak yang tidak terawat, selain karena terkena bencana alam ada baberapa hal lain yang menyebabkan rumah-rumah rumah tradisional tidak terawat, seperti permasalahan ekonomi pemilik rumah yang tidak mampu dalam menjaga dan merawat rumah-rumah adat tersebut. Permasalahan sosial dan budaya juga mempengaruhi kelangsungan keberadaan rumah adat ini. Kebiasaan masyarakat yang sudah mulai berubah karena terpengaruh secara global dapat meghilangkan atau mengurangi pelaksanaan adat yang dahulu sangat dihargai dan diagungkan, serta menghilangkan fungsi rumah adat sehingga

keberadaan rumah ada tersebut diganti dengan bangunan baru.

Di daerah Jawa Barat memiliki beberapa kampung adat tradisional yang masih mencoba bertahan dari perkembangan arsitektur modern saat ini diantaranya Kampung Dukuh, Kampung Cipta Gelar, Kampung Mahmud dan lainya yang masing-masing memiliki keistimewaaan. Salah satu yang masih mencoba untuk bertahan adalah Kampung Urug yang berada di Kabupaten Bogor yang merupakan kampung adat tradisional Sunda yang masih memegang teguh ajaran leluhur dan tidak tepengaruh perkembangan zaman, di lihat dari segi arsitekturalnya yang masih tetap mempergunakan material alam sekitarnya.

Kampung Urug yang merupakan kampung adat yang masih mempertahankan nilai nilai tradisinya diantaranya adalah kekerabatan, kepemimpinan, dan pola pemukiman. Dilihat dari segi arsitekturnya kampung ini juga masih menggunakan material yanag ada di alam sekitarnya.

Semakin sedikitnya kampung adat tradisional Sunda yang masih baik sebagai

1

Page 2: taat pola permukiman pada kampung tradisonal adat sunda

contoh kampung adata tradisional,dengan perkembangan pola pikir masyrakat banayak rumah-rumah dan kampung-kampung adat yang ditinggalkan begitu saja. Sebelum kampung-kampung tradisional hilang makan perlu dilakukan penelitian untuk menyimpan keadaan pola permukiman kampung tradisional tersebut

Penerapan arsitektur tradisional biasanya hanya menerapkan bagian kecil ornament saja tidak terkecuali arsitektur Sunda. Hal ini dapat memberikan pemahaman yang kurang tepat tentang bangunan tradisiona

Kajian ini dibuat sebagai slaah satu cara untuk mengidentifikasi pola penataan massa pemukiman pada Kampung Urug di Bogor, Jawa Barat. diharapkan dapat menjadi salah satu upaya untuk mempertahankan dan melestarikan perkampungan adat yang masih ada.

Pola Perkampungan Tradisional Sunda

Sunda Pola perkampungan masyarkat Sunda di pedesaan biasanya dipengaruhi oleh mata pencahariannya. Suku Sunda biasanya hidup bercocok tanam dan kebanyakan tidak suka merantau atau hidup terpisah dengan kerabatnya. Bagi masyarakat Sunda, terbentuknya kampung melalui empat proses. Pertama; diawali dengan terbentuknya umbulan, yaitu pemukiman yang terdiri dari 1-3 rumah. Kedua; dari umbulan berkembang menjadi babakan, yaitu kesatuan permukiman yang terdiri dari 4-10 rumah. Ketiga; babakan berkembang lagi menjadi lembur, yaitu kesatua permukiman yang terdiri dari 10-20 rumah. Keempat; terbentuklah kampung dari perkembangan lembur yang terdiri lebih dari 20 rumah beserta lingkungannya [ Garna, 1984 ].

Jenis dan pola kampung di Tatar Sunda, sebagaimana di wilayah Indonesia lainnya beraneka ragam. Faktor budaya serta

lingkungan sekitar turut mempengaruhi keaneka ragaman jenis dan pola kampungnya. Hal ini seperti apa yang di paparkan oleh Ekadjati [ 1995 ], bahwa jenis dan pola kampung Sunda dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: sejarah terbentuk dan perkembangan kampung yang bersangkutan, letak geografis serta mata pencaharian utama penduduknya. Kampung Sunda dibagi berdasarkan letak geografisnya menjadi 3 bagian, yaitu:

a. Kampung pegununganKampung yang terletak di daerah pegunungan dan dataran tinggi.

b. Kampung dataran rendahKampung yang terletak di dataran rendah

c. Kampung pantaiKampung yang terletak di tepi pantai.

Bentuk Bangunan Tradisional SundaTipologi bangunan rumah adat

Sunda dibagi menjadi beberapa tipe bangunan, bentuk atap dan peletakan pintu masuk pada bangunan. Tipologi dibagi menjadi dua tipe bangunan, yaitu [ Badudu, 1982 ]:

a. Tipe rumah untuk keteduhan, banyak tersebar di daerah-daerah datar dan pantai di Jawa Barat. Ciri-ciri bangunan uuntuk keteduan ini adalah:1) Lantai rumah langsung

beralaskan tanah.2) Di sekeliling rumah terdapat

serambi yang memberikan keteduhan inti rumah.

3) Serambi depan dapat berbentuk pendopo dengan bubungan atap yang terpisah.

4) Inti rumah terbagi menjadi beberapa ruangan yang simetris kiri dan kanan yang digunakan sebagai tempat

2

Page 3: taat pola permukiman pada kampung tradisonal adat sunda

menerima tamu serta kamar tidur keluarga.

5) Bentuk atapnya, umumnya pelana atau limas yang merupakan pengaruh dari bentuk atap tradisional Jawa.

6) Bahan bangunan untuk dinding terbuat dari kayu atau bambu dengan atap dari daun lang-alang atau daun enau.

b. Tipe bangunan untuk kehangatan, tersebar di daerah-daerah bukit dan pegunungan, khususnya di daerah Sunda Priangan, Ciri-ciri bangunan untuk kehangatan adalah:1) Rumah memiliki bentuk yang

kompak dengan serambi kecil yang terbuka. Ruang inti lebih sering tidak terbagi. Dapur termasuk sebagai ruang berkumpul keluarga.

2) Rumah dibangun diatas umpak denga tinggi 40cm - 60cm.

3) Rumah inti ada bangunan lumbung padi (leuit), kandang ternak, pendopo menumbuk padi, kolam ikan (banlong) dan bagi orang berda juga memiliki bangunan mushola kecil, di dekat kolam ikan.

4) Bahan bangunannya secara tradisional terbuat dari kayu atau bambu sebagai bahan kerangka dan dinding. Untuk atap umumnya menggunakan ijuk.

Filosofi Penempatan Bangunan Adat Sunda

Dalam masyarakat Sunda di pedesaan yang jauh dari perkembangan zaman masih mempercayai filosofi-filosofi

mengenai peletakan atau penempatan yang hingga kini masih di pegang teguh oleh masyarakat desa tersebut. Filosofi-filosofi Sunda tentang penempatan bangunan adat tersebut memiliki makna dan nilai-nilai spiritual yang sangat dipercayai oleh masyrakat desa.

Lemah – Cai

Filosofi ini biasa digunakan untuk konsep kampung halaman atau tanah kelahiran. Filosofi ini tebentuk dari dua elemen yaitu lemah (tanah) yang layak untuk dijadikan ladang dan tempat hunian dan elemen cai (air) yang selalu tersedia agar dapat menghidupi tanah dan manusia.

Filosofi ini biasa diterapkan dalam bentuk fisik berupa ladang atau sawah mewakili elemen tanah (lemah) dan kolam, mata air atau sungai yang mengalir sebagai elemen air (cai).

Gambar .1 Filosofi lemah-cai

Luhur – HandapPada kenyataannya filososfi tentang

penempatan ini dapat berbeda-beda terapannya pada daerah yang satu dengan yang lainnya, namun secara umum penerapan ini menggambarkan konsep tempat yang berada lebih atas (luhur) adalah lebih tinggi nilainya dibandingkan dengan tempat yang ada dibawahnya (handap).

3

Page 4: taat pola permukiman pada kampung tradisonal adat sunda

Konsep tempat ini biasanya diterapkan pada pemilihan tempat-tempat yang dinilai memiliki derajat lebih tinggi atau memiliki nilai luhur seperti makam keramat atau masjid yang ditempat kan lebih tinggi dibandingkan permukiman, ladang atau lapanagan yang dinilai memiliki derajat lebih rendah.

Gambar.2 Filosofi luhur-handap

Wadah – EusiFilosofi ini memiliki makna bahwa

setiap tempat selalu menjadi wadah yang juga memiliki isi (eusi) atau kekuatan supranatural. Dalam konsep ini menjelaskan isi akan selalu membutuhkan wadah, namun isi tersebut dapat bertukar atau berpindah dari wadah satu dengan yang lainnya.

Secara fisik terapan konsep ini biasanya berupa makam-makam keramat atau suatau gejala alam seperti air terjun, gua, atau batu prasasti dipercaya memiliki kekuatan supranatural sehingga wadah tersebut diperlakuakn lebi oleh masyarakat disekitarnya.

Gambar.3 Filosofi wadah-eusi

Kaca – KacaKonsep ini dapat diartikan sebagai

batas dalam arti luas. Batas ini dapat berarti batas antar ketinggian atau batas suatu tempat dengan tempat yang lainnya, perbedaaan material tempat, atau suatu benda yang sengaja diletakan pada tempat tertentu agar menjadi symbol perbedaan antara tempat yang satu dengan tempat yang lainnya.

Gambar.4 Filosofi kaca-kaca

MetodePenelitian tentang pola tatanan massa

permukiman pada Kampung Urug ini, dilakukan dengan mengamati pola tatanan bangunan melewati gambar siteplan, observasi langsung dan wawancara dengan masyarakat kampung untuk mencari kembali informasi-informasi tentang kampung tersebut, dengan mengunakan metode survei deskriptif. Metode survei deskriptif bertujuan untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan suatu keadaan yang memberi pengaruh pada pola tatanan massa.

Hasil dan Pembahasan

1. KAJIAN POLA TATANAN MASSA PADA KAMPUNG CIBOLEGER, BADUY (Tias, et al. 2014)

1.1. Analisa zoning pada kampung Ciboleger, Baduy

Pada kampung adat Ciboleger, Baduy, terdapat beberapa kawasan yang di bagi

4

Page 5: taat pola permukiman pada kampung tradisonal adat sunda

secara khusus. Ada kawasan yang digunakan untuk daerah pemukiman penduduk, ada daerah yang digunakan untuk penghijauan atau orang baduy sendiri menyebutnya sebagai hutan adat.Pembagian zoning pada kawasan ini berdasarkan filosofi dan kebutuhan penduduk kampung adat Ciboleger itu sendiri, seperti tata guna lahan hutan tetap, lahan ini tidak boleh dirubahataupun dialihfungsikan ke fungsi yang lain.

Gambar.5 zoning kampung adat ciboleger

Pembagian kawasan/zoning di dalam kampung Ciboleger itu sendiri terdapat 3 jenis, yaitu tempat lumbung padi (leuit), daerah pemukiman penduduk, dimana tata letak bangunan pada pemukiman ini mengikuti bentuk kontur pada kawasan perkampungan Ciboleger, serta kawasan hutan adat, kawasan yang didirikan berdasarkan filosofi terdahulu. Kawasan hutan adat merupakan kawasan hutan yang padat dengan vegetasi atau area hijau.

A. Kaca – Kaca

Konsep filosofi kaca-kaca ini dipahami sebagai batas suatu teritori, meliputi batas antara ketinggian tempat, perbedaan material tempat, dan benda yang diletakkan pada tempat tertentu sebagai simbol dua arah yang berbeda. Di Kampung Ciboleger konsep kaca – kaca ini diterapkan pada sebuah gerbang

saat memasuki kawasan kampung Ciboleger.

Gambar.6 Filosofi kaca-kaca

B. Lemah – CaiKonsep filosofi Lemah – Cai

mengandung pengertian tanah air. Lemah berarti tanah dan cai berarti air. Dalam sebuah perkampungan dibutuhkan dua elemen utama yaitu tanah dan air. Filosofi ini biasanya ada di perkampungan yang letak perkampungannya berada di pegunungan. Dalam konsep filosofi lemah – cai, kampung ciboleger memiliki konsep filosofi ini.

Gambar.7 Filosofi lemah-cai

C. Luhur – HandapKonsep filosofi Luhur – Handap

dalam bahasa sunda luhur berarti atas, sementara handap memiliki pengertian bawah. Konsep ini menunjukan bahwa area atas lebih penting dibandingkan dengan area bawah. Di kampung

5

Page 6: taat pola permukiman pada kampung tradisonal adat sunda

Ciboleger terdapat penempatan yang sesuai dengan filosofi luhur – handap seperti hutan adat terdapat di tempat yang paling tinggi, di tengahnya adalah rumah – rumah penduduk dan paling bawah adalah sawah, ladang dan sungai. Sangat terasa konsep filosofi luhur – handap ini pada kampung Ciboleger dan kampung Baduy dalam.

Gambar.8 Filosofi luhur-handap

4.2. Pola Perletakan Massa BangunanPerletakan massa bangunan pada

kampung adat Ciboleger, Baduy memakai pola linier, pola yang terbentuk berdasarkan bentuk kontur yang ada di kawasan tersebut, mereka mengikuti bentuk kontur untuk mendirikan bangunan, dimana sirkulasi utama di kampung Ciboleger, Baduy adalah axis.

Gambar.9 pola peltakan massa bangunan

4.3. DrainaseDrainase aliran air di kampung

Ciboleger ini cukup tertata dengan terencana. Masyarakat baduy membuat

jalur drainase buatan berupa selokan aliran air yang terbuat dari batu kali yang disusun di pinggir jalan berukuran 30cm, sehingga pada saat hujan air limpahan mengalir dengan lancar melewati drainase yang dibuat.

Gambar.10 Drainase

4.4. Orientasi Massa BangunanDilihat dari kondisi massa – massa

bangunan di kampung Ciboleger, hampir semua bangunannya menghadap ke jalan utama yaitu ke arah barat. Dengan orientasi menghadap matahari sore, bangunan mendapat cahaya matahari secara langsung. Sehingga massa bangunan menyesuaikan dengan bentukan atap tropis dan sirip tirisan yang yang lebar ke depan untuk melindungi sinar yang masuk. Sedangkan massa bangunan yang terletak di barat orientasinya menghadap arah timur ke jalan utama. Dengan bentukan massa yang sama dengan bangunan sekitarnya.

6

Page 7: taat pola permukiman pada kampung tradisonal adat sunda

Gambar.11 Orientasi massa bangunan

4.5. SirkulasiBentuk sirkulasi di kampung

Ciboleger didapat dari hasil observasi langsung di lapangan yang mengacu pada teori bentuk sirkulasi di perkampungan, bahwa sirkulasi di kampung Ciboleger ini mempunyai sirkulasi primer dan sekunder.

A. Sirkulasi primerPola sirkulasi pada kampung

Ciboleger ini, dilihat pada pola sirkulasi aktifitas warganya yangditempuh dengan berjalan kaki. Pola sirkulasi terarah terdapat pada sirkulasi yang terbentang dari utara ke selatan menuju kampung baduy lainnya. Sirkulasi utama digunakansebagai jalur penghubung antar desa, dan menuju ladang berupa jalan yang tersusun oleh batu dengan lebar 5m.

Gambar.12 Pola sirkulasi primer

B. Sirkulasi sekunderPola sirkulasi tidak terarah

terdapat di antara rumah penduduk berupa tanah perkerasan dengan lebar 1.2-1.5 m. terbentuk di antara perletakan massa rumah penduduk yang di jadikan sebagai jalur sikulasi antara rumah tetangga atau menuju ruas jalan utama menuju luar kampung. Pola sirkulasi sekunder di kampung Ciboleger lebih banyak digunakan sebagai penghubung menuju rumah sekitar yang terdapat di area pinggir tempat tinggal.

Gambar.13 Pola sirkulasi sekunder

5. KESIMPULANKesimpulan yang di dapat adalah,

kampung adat Ciboleger, Baduy memiliki pola tatanan massa yang mengikuti bentuk kontur di daerah tersebut. Pola tatanan massanya menghadap ke arah jalan utama, jalur sirkulasi atau jalur utama, dan memiliki bentuk linier. Filosofi Sunda yang dikenal dengan nama Lemah Cai, Luhur Handap, Kaca-Kaca, dan Wadah Eusi memang dianut dan diterapkan di dalam pola tatanan massa kampung adat Ciboleger, Baduy, baik dalam hal bangunannya maupun kawasannya. Hal ini merupakan ajaran turun -temurun yang berasal dari para leluhur mereka. Orientasi massa bangunan di Kampung Ciboleger, Baduy rata-rata menghadap ke arah barat, akan tetapi orientasi beberapa massa bangunan menghadap ke timur. Namun

7

Page 8: taat pola permukiman pada kampung tradisonal adat sunda

orientasi utama mereka adalah ke arah jalan utama. Aspek seperti bangunan maupun kawasan dibangun berdasarkan filosofi para leluhur mereka, di saat membangun sebuah bangunan atau menata kawasan mereka melakukannya dengan cara bergotong royong. Semua hal tersebut dilakukan dengan cara tradisional. Aturan-aturan yang ada di kampung Ciboleger, Baduy, wajib ditaati oleh semua warga Baduy. Mereka terikat erat dengan adat istiadat yang sudah ada sejak jaman nenek moyang mereka, hingga saat ini.

2. POLA PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN DESA TEGGANAN, BALI

Pola Pemukiman Desa TengananSecara umum pola desa Tenganan

merupakan sistem core yang membujur dari utara ke selatan.Terdiri atas tiga bagian, yaitu: Banjar. Kauh, banjar Tengah dan banjar Pande. Banjar Kauhterletak pada core yang paling barat, sekaligus merupakan core utama.Perumahan di banjar Kauh terletak berderet mengapit dan menghadap core utama. Banjar Tengah dengan beberapa bangunan pada corenya terletak di sebelah Timur dari banjar Kauh. Banjar Tengah dengan beberapa bangunan pada corenya terletak di sebelah timur dari banjar Kauh. Perumahannya berderet di kiri kanan core tengah. Banjar Pande ada pada core yang paling timur, dengan perumahan yang ada 2 deret pula menghadap dan mengapit core dari utara ke selatan. Pada core terdapat beberapa bangunan fasilitas umum untuk keperluan kegiatan masyarakat di Banjar Pande. Secara keseluruhan bentuk pola pemukimanya adalah sistem core, di mana fasilitas umum diapit oleh persilpersil perumahan penduduk. Persil-persil ini terletak di sebelah kiri dan

kanan berderet sepanjang utara sampai selatan sampai berakhir di batas lawang atau pintu gerbang desa

Gambar.14 Pola perumahan masyarakat desa tengganan

Pola Perumahan Penduduk Desa Tenganan

Rumah dalam arsitektur tradisional Bali, adalah satu kompleks rumah yang terdiri dari beberapabangunan, dikelilingi oleh tembok yang disebut tembok penyengker (Gambar 4).Perumahan adalah kumpulan beberapa rumah di dalam kesatuan wilayah yang disebut banjar adat atau desa adat, juga merupakan kesatuan keagamaan dengan pura kayangan tiga yakni; pura desa, pura puseh, pura dalem (Dewa Nyoman Wastika 2005). Desa Tenganan memunyai susunan pemukiman yangmerupakan pola kompleks yang terkurung (terbentengi oleh beton), dengan masing-masing memiliki satupintu keluar/masuk pada masing-masing pekarangan untuk setiap posisi mata angina Manusia Bali dan alam semesta adalah suatu hal yang tidak dapat dipisahkan, begitu pula dengan arsitekturnya. Manusia Bali tradisional tinggal di sebuah perkampungan yang ditata dengan pola-pola tertentu mengikuti kaidah-kaidah tertentu yangmengacu pada alam semesta, yaitu kaidah arah angina Kaja-Kelod, Kauh-Kangin. Dan kaidah sumbu Utama Gunung Agung yang diyakini sebagai

8

Page 9: taat pola permukiman pada kampung tradisonal adat sunda

tempat bersemayamnya para dewa dan leluhur sucu mereka

Gambar.15 Desai ruamh antar penduduk desa tengganan

Ditemui bahwa desa Tenganan memiliki 3 kelompok perumahan, yaitu: (1) kelompok pola menetap, (2) kelompok pola perkebunan, dan (3)kelompok persawahan. Pada pola menetap terdapat sebuah jalan besar yang disebut awangan yang sebenarnya adalah rangkaian halaman depan yangmasing-masing merupakan bagian dari unit-unit rumah pada kompleks tersebut. Awangan tersebut berundakundak, makin ke utara makin tinggi. Terdapat dua awangan, yang batasnya ke dua awangan ini adalah sebuah selokan. Jumlah awangan yang membujurdari Utara ke Selatan ada 3, yaitu: awangan Barat, awangan Tengah dan awangan Timur.

Leret pekarangan rumah ada 6 Leret “a” paling barat, leret “b” bertolak belakang dengan leret “c”, leret “d” bertolak belakang dengan leret “e” dan leret “f” paling timur. Warga desa adatTenganan hanya menempati leret “a” sampai leret “d”, sedangkan leret “d” dan “f” (banjar pande) adalah tempat menetap warga desa yang telah disingkirkan, karena pelanggaran adat.

Tanah pekarangan tempat menetap itu adalah hak milik desa (hak ulayat). Bentuk pola-pola menetap satu sama lain seragam, karena luas dan struktur

bangunannya mirip. Bangunan dalampekarangan berupa “bale boga” dan “bale tengah”

Keduanya merupakan bangunan yangbersyarat yang ditentukan letak, bentuk serta bahanbahannya. Satu lagi bangunan yang ada adalah paon (dapur) dan umah meten. Rumah tinggal masyarakat Bali sangat unik karena rumah tinggaltidak merupakan satu kesatuan dalam satu atap tetapi terbagi dalam beberapa ruang-ruang yang berdiri sendiri dalam pola ruang yang diatur menurut konsep arah angin dan sumbu gunung Agung. Rumah tradisional Bali selain menampung aktivitas kebutuhan hidup seperti: tidur, makan, istirahat juga untuk menampung kegiatan yang bertujuan untuk kepentingan psikologis, seperti melaksanakan upacara keagamaan dan adat. (Sulistyawati. dkk, 1985:15).Dengan demikian rumah tradisional sebagai perwujudan budaya sangat kuat dengan landasan filosofi yang berakar dari agama Hindu.

Agama Hindu mengajarkan agar manusia mengharmoniskan alam semesta dengan segala isinya yakni bhuana agung (Makro kosmos) dengan bhuanaalit (Mikro kosmos), dalam kaitan ini bhuana agung adalah lingkungan buatan/bangunan dan bhuana alitadalah manusia yang mendirikan dan menggunakan wadah tersebut (Subandi, 1990).

Gambar.16 Bangunan-bangunan yanag

9

Page 10: taat pola permukiman pada kampung tradisonal adat sunda

ada di dalam kavling masyarakat desa tengganan

Daftar Pustaka

Ekadjati, Dr. Edi S. MASYARAKAT SUNDA DAN KEBUDAYAANNYA. PT.Girimukti Pasaka,1984 : Jakarta.

Badudu, J.S, dkk. 1982. Tipe rumah Tradisional khas Sunda di Jawa Barat. Bandung : ITB Fakultas Teknik Arsitektur.

Muanas, D.,dkk. 1984. Arsitektur Tradisional Daerah Jawa Barat, Bandung:Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Barat

10