adaptasi ejas sel

21
BAB I INFLAMASI, ADAPTASI DAN NEKROSIS a. Inflamasi Sel normal merupakan mikrokosmos yang berdenyut tanpa berhenti, secara tetap mengubah struktur dan fungsinya untuk memberi reaksi terhadap tantangan dan tekanan yang selalu berubah. Kecuali jika tekanan yang terjadi terlalu berat, maka struktur dan fungsi sel cenderung bertahan dalam jangkauan yang relative sempit, dinyatakan sebagai “normal”. Dalam keterbatsannya, penyesuaian sel mencapai perubahan yang menetap, mempertahankan kesehatan sel meskipun tekanan berlanjut. Tetapi bila batas kemampuan adaptasi sel terlampaui, akan terjadi jejas ( injuri ) terhadap sel atau bahkan kematian sel. Dalam bereaksi terhadap tekanan yang progresif, sel akan menyesuaikan diri, terjadi jejas yang dapat pulih kembali ( reversible ), atau mati. Kelangsungan fungsi dan struktur sel normal, beradaptasi, terjejas dan yang terjejas irreversible atau mati, merupakan keadaan yang berbatas kabur. Dalam bereaksi terhadap tekanan sedang, sel dapat mengalami berbagai tahapan adaptasi dan jejas, sedangkan tekanan yang lebih berat dapat menyebabkan jejas langsung dan tentu saja jejas yang hebat dapat segera mematikan. Radang ialah reaksi lokal jaringan tubuh terhadap jejas. Kadaan ini bukanlah suatu penyakit namun merupakan 1

Upload: aliyah-adek-rahmah

Post on 29-Sep-2015

260 views

Category:

Documents


30 download

DESCRIPTION

adaptasi jejas sel

TRANSCRIPT

BAB IINFLAMASI, ADAPTASI DAN NEKROSISa. Inflamasi

Sel normal merupakan mikrokosmos yang berdenyut tanpa berhenti, secara tetap mengubah struktur dan fungsinya untuk memberi reaksi terhadap tantangan dan tekanan yang selalu berubah. Kecuali jika tekanan yang terjadi terlalu berat, maka struktur dan fungsi sel cenderung bertahan dalam jangkauan yang relative sempit, dinyatakan sebagai normal. Dalam keterbatsannya, penyesuaian sel mencapai perubahan yang menetap, mempertahankan kesehatan sel meskipun tekanan berlanjut. Tetapi bila batas kemampuan adaptasi sel terlampaui, akan terjadi jejas ( injuri ) terhadap sel atau bahkan kematian sel. Dalam bereaksi terhadap tekanan yang progresif, sel akan menyesuaikan diri, terjadi jejas yang dapat pulih kembali ( reversible ), atau mati. Kelangsungan fungsi dan struktur sel normal, beradaptasi, terjejas dan yang terjejas irreversible atau mati, merupakan keadaan yang berbatas kabur. Dalam bereaksi terhadap tekanan sedang, sel dapat mengalami berbagai tahapan adaptasi dan jejas, sedangkan tekanan yang lebih berat dapat menyebabkan jejas langsung dan tentu saja jejas yang hebat dapat segera mematikan.

Radang ialah reaksi lokal jaringan tubuh terhadap jejas. Kadaan ini bukanlah suatu penyakit namun merupakan manifestasi adanya penyakit. Reaksi ini merupakan upaya pertahanan tubuh baik untuk menghilangkan penyebab jejas maupun akibat jejas. Pemulihan jaringan reaksi radang akan diikuti oleh upaya pemulihan jaringan, yaitu upaya untuk penggantian sel baru melalui regenerasi atau menggantinya dengan jaringan ikat. Reaksi radang akan berhenti bila penyebab dapat musnah.

Tekanan-tekanan yang menyebabkan perubahan morfologi sel berkisar dari ruda paksa fisik kasar berupa pukulan yang menghancurkan sampai pergeseran halus akibat tidak ada suatu enzim, seperti yang terjadi pada banyak keadaan genetic. Golongan besar pengaruh merugikan yang dikenal mempengaruhi fungsi sel diantranya yaitu :

1) Hipoksia

Hipoksia adalah penyebab jejas dan kematian sel paling penting dan sering mempengaruhi respirasi oksidasi aerob. Hilangnya perbekalan darah, yang dapat terjadi bila aliran arteri atau aliran vena dihalangi oleh penyakit vascular atau bekuan didalam lumen, ialah penyebab hipoksia yang paling sering. Penyebab lain adalah oksigenasi darah yang tidak memadai karena kegagalan kardiorespirasi dan hilangnya kemampuan darah mengagkut oksigen seperti pada anemiadan keracunan karbon monoksida. Penyesuaian sel terjadi bergantung pada derajat hipoksia yang terjadi

2) Bahan-bahan kimia ( termasuk obat-obatan )

Bahan kimia dan obat-obatan merupakan penyebab penting adaptasi, jejas dan kematian sel. Agen-agen yang sering dketahui sebagai racun dapat menyebabkan kerusakan hebat terhadap sel dan kemungkinan kematian seluruh organisme. Bayak bahan kimia dan obat-obatan yang berdampak terjadinya perubahan pada beberapa fungsi vital sel, seperti permeablitas selaput, homeostasis osmosa atau keutuhan enzim dan kofaktor.

3) Agen fisik

Beberapa agen fisik yang dapat menimbulkan jejas atau bahkan kematian diantaranya yaitu, trauma mekanik yang dapat menyebabkan sedikit pergeseran tetapi nyata, pada organisasi organel intrasel atau pada keadaan lain yang ekstrem dapat merusak sel secara keseluruhan; dingin dan panas terbukti merupakan penyebab tekanan, jejas dan bahkan kematian. Suhu rendah dapat mengakibatkan vasokontriksi dan mengacau perbekalan darah untuk sel-sel, jejas pada pengaturan vasomotor dan bila suhu menjadi cukup rendah air intrasel akan mengalami kristalisasi. Sedangkan suhu tinggi dapat merusak dan membakar jaringan juga menyebabkan hipermetabolisme sel; perubahan mendadak tekanan atmosfer juga dapat berakibat gangguan perbekalan darah untuk sel-sel; tenaga radiasi secara fantastis dapat juga menyebabkan jejas, baik akibat ionisasi langsung senyawa kimia yang terkandungdalam sel maupun karena ionisasi air sel yang menghasilkan radikal panas bebas secara sekunder yang bereaksi dengan komponen intrasel, tenaga radiasi juga menyebabkan berbagai mutasi yang dapat menjejas atau bahkan membunuh sel; tenaga listrik dapat memancarkan panas bila melewati tubuh dan oleh karena itu dapat menyebabkan luka bakar, tetapi lebih penting lagi dapat mengganggu jalur konduksi saraf dan sering berakibat kematian akibat aritmia jantung.

4) Agen mikrobiologi

Penumpangan oleh agen hidup, yang berkisar ukuran dari virus submikroskopi sampai nematode yang tampak dengan mata telanjang dapat menyerang manusia dan mengakibatkan jejas, kematian sel, atau kematian individu. Virus yang menyebabkan perubahan pada sel dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu agen yang mampu menyebabkan kematian sel ( sitolisis ) dan agen yang merangsang replikasi el dan mungkin berakibat tumor ( onkogen ). Selain virus, kuman juga dapat menyebabkan jeas terhadap sel, namun pada kuman belum ditemukan dengan jelas bagaimana kuman dapat menyebabkan jejas pada sel. Beberapa organisme membebaskan eksotoksin yang mempu mengakibatkan jejas sel mulai dari tempat implantasi kuman, agen lain melepaskan endotoksin yang hanya dibebaskan pada keadaan disintregrasi organisme, selain itu beberpa kuman dapat merusak sel dengan melepaskan berbagai macam enzim seperti lesitinase ( clostridium perfringens ) yang mempu merusak selaput sel atau hemolisin ( streptococcus beta hemoliticus ) yang melisiskan sel drah merah. Mekanisme potensial lain yang menimbulkan jejas oleh kuman ialah timbulnya hipersensitivitas terhadap agen, yang berakibat reaksi imunologi yang menghancurkan. Selain virus dan kuman, agen infeksius lain yang dapat menyebabkan jejas paa sel adalah jamur, protozoa dan cacing.

5) Mekanisme imun

Reaksi imun sering dikenal sebagai penyebab kerusakan dan penyakit pada sel. Antigen penyulut mungkin berasal dari eksogen, seperti resin tanaman beracun, atau dapat endogen ( misalnya antigen sel ), yang terakhir ini menyababkan autoimun.

6) Gangguan genetic

Yang penting bagi homeostatis sel ialah aparat genetic yang normal. Mutasi, apa pun asalnya, dapat tanpa dampak yang diketahui, dapat mengurangi suatu enzin sel ( kesalahan metabolism keturunan ), atau dapat sedemikian parah yang menyebabkan kelangsungan hidup sel tiak sesuai. Mutasi dapat tampak semasa gametogenesis, pada tahap awal zigot atau dalam sel dewasa ( mutasi somatic ). Jelas diketahui beberapa keadaan abnormal genetika diturunkan sebagai sifat keluarga, seperti pada anemia sel sabit.

7) Ketidak seimbangan nutrisi

Terjadinya ketidak seimbangan nutrisi dapat menyebabkan timbulya jejas pada sel. Tak hanya pada defisiensi nutrisi yang menimbulkan jejas, namun adanya kelebihan nutrisi seperti pada orang dengan obesitas juga dapat menyebabkan jejas bahkan ematian terhadap sel.

8) Penuaan

Pada waktu tertentu sebuah sel akan mengalami maturai dan secara progresif akan kehilangan kemampuan fungsionalnya secara alami yang khas untuk penuaan dan akhirnya kematian. Penuaan sel salah satunya dapat dipicu dengan adanya penimbunan rogresif perubahan-perubahan struktur dan fungsi selama bertahun-tahun yang akan mengakibatkan kematian sel atau setidak-tidaknya pengurangan kemampuan sel bereaksi terhadap jejas ( adaptasi sel ).

Saat terjadi jejas, hal yang pertama kali terjadi adalah respon inflamasi, dimana terdapat bermacam-macam respon inflamasi yang ditunjukkan, diantaraya yaitu : 1) Kemerahan (rubor), kemerahan terjadi pada tahap pertama inflamasi. Waktu reaksi peradangan mulai timbul, maka arteriol yang mensuplai darah itu melebar, dengan demikian banyak darah mengalir ke dalam mikrosirkulasi lokal, kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong atau sebagian saja yang meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini dinamakan hyperemia atau kongesti, menyebabkan warna merah lokal. Timbulnya hyperemia diatur oleh tubuh baik secara kimia melalui pelepasan mediator kimia tubuh seperti kinin, histamine, dan prostaglandin.

2) Panas (kolor), merupa kan tahap kedua inflamasi. Panas merupakan sifat reaksi peradangan yang hanya terjadi pada permukaan tubuh, kulit pada daerah peradangan menjadi lebih panas dari daerah sekitarnya, sebab darah (pada suhu 37C) yang disalurkan tubuh ke permukaan daerah yang terkena lebih banyak daripada yang disalurkan ke daerah normal.

3) Nyeri (dolor), rasa sakit dapat disebabkan oleh pembengkakan dan pelepasan mediator kimia seperti histamine atau zat kimia bioaktif lain yang juga dapat merangsang saraf .

4) Pembengkakan (odema), timbul karena pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan interstitial.

5) Hilangnya fungsi (functio laesa), seperti yang pertama-tama ditunjukkan oleh Virchow dan ditekankan oleh John Hunter disebabkan oleh penumpukan cairan pada tempat cedera jaringan dan karena rasa nyeri yang mengurangi mobilitas pada daerah yang terkena.Terjadinya radang dilalui oleh serangkaian eristiwa secara kompleks, yaitu bila sel-sel atau jaringan tubuh mengalami cedera atau mati, selama hospes tetap hidup ada respon yang menyolok pada jaringan hidup disekitarnya. Respon terhadap cedera ini dinamakan peradangan. Yang lebih khusus peradangan adalah reaksi vascular yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat yang terlarut dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial pada daerah cedera atau nekrosis. Peradangan sebenarnya adalah gejala yang menguntungkan dan pertahanan, hasilnya adalah netralisasi dan pembuangan agen penyerang,penghancuran jaringan nekrosis dan pembentukan keadaan yang dibutuhkan untuk perbaikan dan pemulihan. Reaksi peradangan itu sebenarnya adalah peristiwa yang dikoordinasi dengan baik yang dinamis dan kontinue . Untuk menimbulkan reaksi peradangan maka jaringan harus hidup dan khususnya harus memiliki mikrosirkulasi fungsional. Sehingga dimaksud dengan radang adalah rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat jaringan cedera.

Pada proses peradangan terjadi pelepasan histamine dan zat-zat humoral lain kedalam cairan jaringan sekitarnya.

Akibat dari sekresi histamine tersebut berupa:

1) Peningkatan aliran darah lokal.

2) Peningkatan permeabilitas kapiler.

3) Perembesan ateri dan fibrinogen kedalam jaringan interstitial.

4) Edema ekstraseluler lokal.

5) Pembekuan cairan ekstraseluler dan cairan limfe.

Proses terjadinya peradangan yakni pada setiap luka pada jaringan akan timbul reaksi inflamasi atau reaksi vaskuler.Mula-mula terjadi dilatasi lokal dari arteriole dan kapiler sehingga plasma akan merembes keluar. Selanjutnya cairan edema akan terkumpul di daerah sekitar luka, kemudian fibrin akan membentuk semacam jala, struktur ini akan menutupi saluran limfe sehingga penyebaran mikroorganisme dapat dibatasi. Dalam proses inflamasi juga terjadi phagositosis, mula-mula phagosit membungkus mikroorganisme, kemudian dimulailah digesti dalam sel. Hal ini akan mengakibatkan perubahan pH menjadi asam. Selanjutnya akan keluar protease selluler yang akan menyebabkan lysis leukosit.Setelah itu makrofag mononuclear besar akan tiba di lokasi infeksi untuk membungkus sisa-sisa leukosit. Dan akhirnya terjadilah pencairan (resolusi) hasil proses inflamasi lokal. Cairan kaya protein dan sel darah putih yang tertimbun dalam ruang ekstravaskular sebagai akibat reaksi radang disebut eksudat. Perbedaan antara Eksudat dan Transudat yaitu, Eksudat adalah cairan radang ekstravaskular dengan berat jenis tinggi (diatas 1.020) dan seringkali mengandung protein 2-4 mg % serta sel-sel darah putih yang melakukan emigrasi. Cairan ini tertimbun sebagai akibat permeabilitas vascular (yang memungkinkan protein plasma dengan molekul besar dapat terlepas), bertambahnya tekanan hidrostatik intravascular sebagai akibat aliran lokal yang meningkat pula dan serentetan peristiwa rumit leukosit yang menyebabkan emigrasinya. Sedangkan Transudat adalah cairan dalam ruang interstitial yang terjadi hanya sebagai akibat tekanan hidrostatik atau turunnya protein plasma intravascular yang meningkat (tidak disebabkan proses peradangan/inflamasi). Berat jenis transudat pada umumnya kurang dari 1.012 yang mencerminkan kandungan protein yang rendah. Contoh transudat terdapat pada wanita hamil dimana terjadi penekanan dalam cairan tubuh.

Bisa juga proses peradangan diawali dengan masuknya racun kedalam tubuh kita. Contoh racunyang paling mudah adalah mikroorganisme penyebab sakit.

Mikroorganisme (MO) yang masuk ke dalam tubuh umumnya memiliki suatu zat toksin/racun tertentu yang dikenal sebagai pirogen eksogen. Dengan masuknya MO tersebut, tubuh akan berusaha melawan dan mencegahnya yakni dengan memerintahkan tentara pertahanan tubuh antara lain berupa leukosit, makrofag, dan limfosit untuk memakannya (fagositosit).

Dengan adanya proses fagositosit ini, tentara-tentara tubuh itu akan mengelurkan senjata berupa zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen (khususnya interleukin 1/ IL-1) yang berfungsi sebagai anti infeksi. Pirogen endogen yang keluar, selanjutnya akan merangsang sel-sel endotel hipotalamus (sel penyusun hipotalamus) untuk mengeluarkan suatu substansi yakni asam arakhidonat. Asam arakhidonat bisa keluar dengan adanya bantuan enzim fosfolipase A2.

Proses selanjutnya adalah, asam arakhidonat yang dikeluarkan oleh hipotalamus akan pemacu pengeluaran prostaglandin (PGE2). Pengeluaran prostaglandin pun berkat bantuan dan campur tangan dari enzim siklooksigenase (COX). Pengeluaran prostaglandin ternyata akan mempengaruhi kerja dari termostat hipotalamus.

Sebagai kompensasinya, hipotalamus selanjutnya akan meningkatkan titik patokan suhu tubuh (di atas suhu normal). Adanya peningkatan titik patakan ini dikarenakan mesin tersebut merasa bahwa suhu tubuh sekarang dibawah batas normal. Akibatnya terjadilah respon dingin/ menggigil. Adanya proses mengigil ini ditujukan utuk menghasilkan panas tubuh yang lebih banyak. Adanya perubahan suhu tubuh di atas normal karena memang setting hipotalamus yang mengalami gangguan oleh mekanisme di atas inilah yang disebut dengan demam atau febris. Demam yang tinggi pada nantinya akan menimbulkan manifestasi klinik (akibat) berupa kejang (umumnya dialami oleh bayi atau anak-anak yang disebut dengan kejang demam).

Dari jenisnya, radang dapat dibagi menjadi dua yaitu radang akut dan radag kronis. Radang akut adalah radang yang terjadi sesaat setelah terjadinya jejas, sedangkan radang kronis adalah radang yang terjadi disaat penyembhan primer jejas gagal terjadi, radang berlangsung lama (bermingguminggu, berbulanbulan) sedangkan proses peradangan, kerusakan jaringan serta penyembuhan terjadi serentak

1) Perubahan vaskuler yang terjadi pada radang akut

Perubahan yang terjadi pada pembuluh darah, dapat dipelajari dengn baik, dengan menggunakan pembuluh darah yang transparan.Urutan peristiwa yang terjadi adalah sebagai berikut :

a) Mula mula akan terjadi vasokontriksi yaiatu penyempitan pembulauh darah terutama pembuluh darh kecil (arteriol). Proses ini hanya berlangsung selama beberapa detik sampai beberpa menit tergantung jejas.

b) Kemudian akan terjadi vasodilantasi yang dimulai dari pembuluh arteriol yang terjadinya menyempit lalu diikuti oleh bagian lain pembuluh darah itu. Akibat dilantasi ini, maka aliran darah akan bertambah sehingga pembuluh darah itu penuh berisi darh dan tekanan hidrostatiknya meningkat, yang selanjutnya dapat menyebabkan keluarnya cairan plasma dari pembuluh darh itu.

c) Aliran darah menjadi lambat. Karena permeabilitas kapiler juga bertanbah, maka cairan darah dan protein akan keluar dari pembuluh darah dan mengakibatkan darah menjadi kental. Pembuluh darah yang melebar itu tampak penuh dengn sel darah (hiperemia).

d) Marginasi leokosit. Leokosit bergerak mendekati dinding pembuluh darah dan akhirnya melekat pada sel edotel. Kemudian akan terjadi emigrasi yaitu leokosit keluar dari pembuluh darah.

Keseluruhan proses ini sebenarnya terjadi akibat adanya zat kimia yang menyerupai histamine dan zat prostaglandin. Peningkatan permeabilitas terjadi pada pembuluh darah kecil yaitu pembuluh kapiler, arteriaol, dan vena kecil. Akibat paninggian npermeabilitas ini maka akan terjadi proses eksudasi yaitu proses keluarnya cairan plasma dan protein dari pembuluh darah. Cairan yang telah keluar dari pembuluh darah ini, tidak mudah masuk lagi ke dalam pembuluh darah seperti halnya pada keadaan normal. Hal ini disebabkan karena tekanan osmosis di luar pembuluh darah makin tinggi sedangkan tekanan hidrostatiska makin rendah. Berbagai bentuk radang akut diantaranya yaitu :

a) Radang kataral, ditandai dengan pembentukan mucus yang berlebihan, pada mukosa misalnya mukosa hidung atau mata.

b) Radang supuratifa, ditandai dengan pembentukan eksudat purulenta, biasanya terjadi abses yaitu pencairan jaringan nekrotik oleh enzim yang lepas kerena kerusakan atau pecahan leokosit sehingga terbentuk rongga yang berisi nanah. Pada rongga tubuh dapat menyebabkan empiema, misalnya akibat pleuritis supuratifa, peritonsis supuratifa.

c) Radang fibrinosa, biasanya terjadi pada permukaan yang dilapisi lapisan serosa (pleura, pericardium dan peritoneum), ditandai dengan pembentukan eksudat fibrinosa.

d) Radang pseudomembranosa, ditandai dengan pembentukan pseudomembran pada permukaan mukosa yaitu nekrosis epitel permukaan mukosa disertai endapan fibrin dan leokosit.

e) Radang serosa , ditandai dengan pembentukan eksudat serosa.

2) Petanda radang kronik ditandai dengan :

a) Infiltrasi sel mononuclear, yaitu makrofag monosit, limfosit dan sel plasma,

b) Kerusakan jaringan, dan

c) Terbentuknya jaringan granulasi dengan proliferasi fibroblast dan pengendapan kolagen.

Bila sel utama pada radang akut ialah netrofil maka pada radang kronik ialah sel makrofag. Sel magrofak dapa berasal dari pembuluh darah dan monosit yang mengalami proliferasi setelah keluar pembuluh darah atau sel monosit yang menetap pada tempat radang. Sebagai diketahui netrofil pada radang akut hanya mampu memfagositosis mikroorganisme dan mengakibatkan kematian sel akibat kerusakan selnya sendiri serta umur netrofil hanya 3 hari. Sedangkan makrofag mampu melakukan fagositosis benda lebih banyak dari netrofil disamping mikroorganisme. Sel makrofag menghasilkan zat aktif yang merupakan zat toksis untuk sel.

Akibat suatu radang tergantung kuat reaksi radang, lamanya dan luasnya serta organ yang terlibat. Luka akibat pisau oprasi yang steril akan sembuh segera dan disebut penyembuhan per primam, sedangkan luka yang luas akibat trauma memerlukan waktu lebih lama dan tidak akan sembuh dengan sempurna (penyembuhan per sekunder).

1) Penyembuhan PrimerTerjadi melalui beberapa tahap yaitu :a) Timbulnya pendarahan dan pembekuan darah pada daerah luka. Darah akan keluar dari pembuluh darah yang rusak dan mengisi jaringan interstisial. Fibrin akan terbentuk mengisi daerah yang rusak.b) Radang. Terjadi fagositosis jaringan nekrotik oleh sel radang serta tempat untuk tumbuhnya pemuluh darh baru.c) Pembentukan jaringan granulasi. Sel radang terutama sel makrofag akan mengeluarkan zat yang akan memicu timbulnya angioblas dan fibroblast. Pada awal penyembuhan, fibroblast mempunyai kemampuan kontraktil dan disebut myofibroblas, yang mengakibatan tepi luka akan melekat. Jaringan granulasi kaya akan pembuluh darah, dan akan membawa makrofag yang kemudian akan menstimulasi prolifersi fibroblast dan angioblas.d) Pembentukan jaringan parut. Dengan berlangsungnya penyembuhan, mak fibroblast bertambah. Sel ini menghasilkan kolagen, sehingga terjadi perubahan dari jaringan granulasi menjadi jaringan parut kolagen.e) Perbaikan jaringan parut. Terjadi melalui reorganisasi sehingga jaringan tersebut mempunyai kekuatan dan daya elastic.f) Regenerasi epitel permukaan.2) Penyembuhan skunder

Terjadi pada luka yang luas, tepi luka berjauhan, sehingga terbentuk rongga yang diisi oleh darah beku dan jaringan nekrotik. Proses selanjutnya sama dengan penyembuhan per primam tetapi memekan waktu lebih lama dan pembentukan jaringan granulasi lebih mencolok.b. Adaptasi Apabila sel diberi tekanan, sel akan menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan perubahan mikronnya. Fungsi dan morfologi sel normal tidak berada dalam keadaan yang kaku, tetapi mengikuti perubahan struktur dan fungsi cairan yang mencerminkan perubahan adaptasi. Organel menjadi tua dan diganti oleh yang baru untuk menyesuaikan diri dengan tantangan metabolic. Bila tekanan dan pengaruh yang merusak mengenai sel, bila memungkinkan sel akan menyesuaikan diri dan siap berubah, memungkinkan sel hidup dalam lingkungan yang berubah. Adanya jejas akan menimbulkan peralihan berkesinambungan substruktur sel untuk penyeuaian jumlah organel yang sesuai dengan jeni tekanan. Keseimbangan baru tetapi berubah akan dicapai. Beberapa adaptasi sel diantranya yaitu :

1) Atrofi

Pengisutan ukuran sel akibat kehilangan bahan sel dikenal sebagai atrofi. Keadaan ini mencerminkan bentuk reaksi adaptasi. Bila jumlah sel yang terlibat cukup, seluruh jaringan dan alat tubuh berkurang atau mengalami atrofi. Penyebab atrofi yang jelas diantaranya yaitu berkurangnya beban kerja, hilangnya persyarafan, berkurangnya perbekalan darah, nutrisi yang tidak adekuat dan hilangnya rangsang hormone. Semua perubahan yang mendasari memiliki sifat yang sama, berupa kemunduran sel sampai ukuran yang lebih kecil disertai kemampuan hidup yang masih dimungkinkan. Sel mengandung sedikit mitokondria dan miofilamin serta pengurangan reticulum endoplasma. Konsentrasi protease hidrolitik dapat meningkatkan atrofi, akan tetapi enzim-enzim ini tidak mudah dilepaskan kedalam sitoplasma, karena hal ini dapat mengakibatka perusakan sel yang tidak terkendali. Enzim ini tergabung dalam vakuol autofagi. Jadi, pada banyak keadaan atrofi disertai kenaikan nyata jumlah vakuol autofagi

2) Hipertofi

Hipertrofi menyatakan peningkatan ukuran sel dan perubahan ini meningkatkan ukuran alat tubuh. Hipertrofi dapat disebabkan oleh kenaikan tantangan fungsi atau rangsangan hormone khas dan dapat terjadi dalam keadaan fisiologi dan patologi. Penurunan degradasi protein disertai sintesis protein normal atau agak meningkat dapat juga menyebabkan hipertrofi. Factor pembatas agar hipertrofi tidsk berlanjut dan penyebab perubahan regresi tidak diketahui selengkapnya, dapat karena pembatasan perbekalan vascular serat-serat yang membesar ( sel otot ), pengurangan kemampuan oksidasi mitokondria atau oleh perubahan sintesis dan degradasi protein.

c. Nekrosis Sel dapat dianggap mati apabila dengan mikroskop cahaya terlihat terjadinya proses nekrosis. Nekrosis dapat didefinisikan sebagai perubahan morfologi oleh enzim-enzim pada sel yang terjejas letal. Dua proses penting yang menunjukkn perubahan nekrosis adalah pencernaan sel oleh enzim dan denaturasi protein. Enzim katalitik yang berasal dari lisosom sel mati, yang mencrna secara enzimatik dinamakan sebagai autolysis atau dari lisosom leukosit imigran, dan disebut juga heterolysis. Tergntung apakah pencernaan enzimatik atau denaturasi protein yang menyolok, terjadi dua gambaran bentuk nekrosis sel. Yang pertama katalisis proresif atruktur sel menyebabkan apa yang disebut dengan nekrosis koagulatif. Kedua, proses ini memerlukan waktu beberapa jam, dengan demikian perubahan tidak dapat dijumpai dalam sel bila, sebagai contoh, infark miokardium menyebabkan kematian mendadak. Tanda jelas kemtian sel terdapat dalam inti. Pada jejas tahap lanjut tetapi reversible, kromatin sering menggumpal pada membrane inti. Selanjutnya dengan kematian sel perubahan inti tampak sebagai salah satu dari tiga gambaran, yaitu kromatin basophil menjai pucat ( kariolisis ), perubahan yang diduga mencerminkan aktivitas DNAse pada penurunan pH sel; gambaran kedua ialah piknosis, ditandai oleh pengisutan inti dan bertambah basophil. Di sini DNA agaknya menggumpal menjadi massa solid, dan basophil mengisut; kemungkinan gambaran ketiga dikenal sebagai karioreksis, inti piknosis atau sebagian yang piknosis yang mengalami fragmentasi. Dengan perjalanan waktu ( satu atau dua hari ), dengan cara yang sama atau cara lainnya, inti pada sel yang nekrosis sama sekali menghilang. Sementara itu sitoplasma berubah menjadi massa asidofil suram bergranula. Asidofil ini mencerminkan afinitas terhadap zat warna asam ( eosinophil ) yang sebagian sebagai akibat denturasi protein sitoplasma, yang gugus basanya terbuka dan bagian akibat aktivasi ribonuklease asam yang menghancurkan RNA sitoplasma, yang normal basofilnya. Dalam keadaan ini sel nekrosis berubah menjadi bangkai asidofil tanpa inti. Bila sel mati dan mengalami perubahan awal seperti disebutkan di atas, timbul salah satu dari tiga rangkaian peristiwa berikut, yaitu :

1) Nekrosis koagulasi

Nekrosis koagulasi menyatakan pemeliharaan garis besar atas sel yang digumpalkan minimal beberapa hari. Diduga jejas atau asidosis inrasel yang meningkat secara berkesinambungan yang mengakibatkan denturasi tidak hanya protein struktur tetapi juga protein enzim, dengan demikian menghambat proteolysis sel. Selanjtnya untuk sementara waktu, bentuk morfologi sel seuthnya jelas sekali dipertahankan. Proses koaguasi khas untuk kematian hipoksia sel pada semua jaringan kecuali otak.

2) Nekrosis likuefaktif

Nekrosis likuefaktif terjadi sebagai akibat dari autolysis atau heterolysis terutama khas pada infeksi fokal kuman, karena kuman memiliki rangsang kuat pengumpulan sel darah putih. Likuefaksi pada hakekatnya mencerna bangkai kematian sel dan sering meninggalkan cacat jaringan yang diisi leukosit imigran dan menimbulkan abses

3) Nekrosis kaseosa

Nekrosis kaseosa merupakan bentuk lain dari nekrosis koagulatf, dijumpai paling sering pada focus-fokus infeksi tuberculosis. Istilah kaseosa berasal dari gambaran makro ( yaitu putih seperti kiju ) daerah-daerah nekrosis. Histologi focus nekrosis tampak sebagai debris bergranula amorf yang tampaknya tersusun oleh sel-sel berfragmentasi dan menggumpal dengan radang nyata meliputi tepi yang dikenal sebagai reaksi granulomatosa.

Apoptosis ialah gambaran morfologi nyata kematian sel yang tidak lazim ( berasal dari Yunani yang berarti keruntuhan ). Biasanya mengenai satu sel atau kelompok sel dan tampak pada potongan sediaan HE sebagai massa bulat atau oval, sitoplasma jelas eosinophil, kadang-kadang disertai fragmen-fragmen inti piknosis. Ada beberapa macam nekrosis, diantaranya yaitu nekrosis lemak oleh enzim, menyatakan area-area fokal kerusakan lemak sebagai akibat dilepaskan secara abnormal enzim-enzim pancreas yang diaktifkan ke dalam jaringan pancreas dan rongga peritoneum; nekrosis fibrinoid adalah istilah yang paling sering diterapkan dlam jejas imunologi terhadap arteri dan arteriol yang ditandai oleh penimbunan massa fibrin yang berwarna merah muda homogeny, protein plasma, immunoglobulin, dalam dinding pembuluh yang terkena; nekrosis gangrenosa biasanya terjadi pada tungkai bawah yang kehilangan perbekalan darah yang selanjutnya diserang kuman. Akhirnya, pada penderita yang hidup, kebanyakan sel nekrosis dan debris akan menghilang, meskipun sel-sel mengalami koagulasi selanjutnya disingkirkan oleh proses gabungan pencernaan oleh enzim dan fragmentasi secara fagositosis debris utama oleh leukosit pembersih. Bila sel nekrosis dan debris sel tidak selengkapnya dihancurkan dan direabsorpsi, cenderung menarik garam kalsium dan mineral lain dan menjadi berkpur, peristiwa ini disebut dengan klasifikasi distrofi.

1