acara i pembuatan larutan dan standarisasinya

24
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK ACARA I PEMBUATAN LARUTAN DAN STANDARISASINYA Disusun Oleh: KELOMPOK 12 Katarina Candy A. P. NIM H0915037 Kurniawan Eko Y. NIM H0915043 Maria Apriliana K. NIM H0915048 Naila Zulfa NIM H0915055 ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN

Upload: naila-zulfa

Post on 12-Apr-2017

257 views

Category:

Education


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: Acara I Pembuatan Larutan dan Standarisasinya

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA ANORGANIK

ACARA I

PEMBUATAN LARUTAN DAN STANDARISASINYA

Disusun Oleh:

KELOMPOK 12

Katarina Candy A. P. NIM H0915037

Kurniawan Eko Y. NIM H0915043

Maria Apriliana K. NIM H0915048

Naila Zulfa NIM H0915055

ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2015

Page 2: Acara I Pembuatan Larutan dan Standarisasinya

ACARA I

PEMBUATAN LARUTAN DAN STANDARISASINYA

A. TUJUAN

Tujuan praktikum Kimia Anorganik Acara I Pembuatan Larutan dan

Standarisasinya adalah sebagai berikut:

1. Mahasiswa dapat menstandarisasi larutan HCl dan NaOH.

2. Mahasiswa dapat menentukan kadar Na2CO3 dengan HCl.

B. TINJAUAN PUSTAKA

Reaksi kimia biasanya berlangsung antara dua campuran zat, bukannya

antara dua zat murni. Satu tipe yang lazim dari campuran adalah larutan. Suatu

larutan adalah campuran homogen dari molekul, atom, atau ion dari du zat

atau lebih. Suatu larutan disebut suatu campuran karena susunannya dapat

berubah-ubah. Disebut homogen karena susunannya begitu seragam sehingga

tidak dapat diamati adanya bagian-bagian yang berlainan, bahkan dengan

mikroskop optis sekalipun. Dalam campuran heterogen permukaan-

permukaan tertentu dapat dideteksi antara bagian-bagian atau fase-fase yang

terpisah. Biasanya dengan larutan dimaksudkan fase cair. Lazimnya salah satu

komponen (penyusun) larutan semacam itu adalah suatu cairan sebelum

campuran itu dibuat. Cairan ini disebut medium pelarut atau pelarut (solvent).

Komponen lain yang dapat bebentuk gas, cairan ataupun zat padat

dibayangkan sebagai terlarut ke dalam komponen pertama. Zat yang terlarut

disebut zat terlarut (solute) (Keenan et al., 1980).

Larutan standar adalah larutan yang konsentrasinya sudah diketahui

secara pasti. Berdasarkan kemurniannya larutan standar dibedakan menjadi

larutan standar primer dan larutan standar sekunder. Larutan standar primer

adalah larutan standar yang dipersiapkan dengan menimbang dan melarutkan

suatu zat tertentu dengan kemurnian tinggi (konsentrasi diketahui dari massa–

volume larutan). Larutan standar sekunder adalah larutan standar yang

dipersiapkan dengan menimbang dan melarutkan suatu zat tertentu dengan

Page 3: Acara I Pembuatan Larutan dan Standarisasinya

kemurnian relatif rendah sehingga konsentrasi diketahui dari hasil

standardisasi (Padmaningrum, 2006). Larutan standar primer merupakan

larutan standar yang dibuat dari zat standar dengan kemurnian sangat tinggi

yang umumnya dipasok oleh NIST, NIBCS yang dipakai untuk kalibrasi

larutan standar yang dibuat. Larutan standar sekunder merupakan larutan yang

konsentrasinya ditentukan dengan metode analitik yang dapat dipercaya

(Darlina, 1998).

Cara menyatakan konsentrasi larutan ada dua cara yaitu jumlah berat

zat yang terkandung dalam sejumlah berat tertentu zat pelarutnya (persentasi

berat, sejumlah berat zat yang terkandung dalam berat tertentu zat larutannya,

kemolalan, dan fraksi mol) dan jumlah berat zat yang terkandung dalam

volume tertentu larutannya (kenormalan dan kemolaran)

(Pringgomulyo dan Wardio, 1982).

Titrasi adalah proses penentuan banyaknya suatu larutan dengan

konsentrasi yang diketahui dan diperlukan untuk bereaksi secara lengkap

dengan sejumlah contoh tertentu yang akan dianalitik. Contoh yang akan

dianalisis dirujuk sebagai anu (tak diketahui, unknown). Prosedur analitis yang

melibatkan titrasi dengan larutan-larutan yang konsentrasinya diketahui

disebut analisis volumetri. Dalam analisis larutan asam dan basa, titrai

melibatkan pengukuran yang saksama volume-volume suatu asam dan suatu

basayang tepat saling menetralkan (Keenan et al., 1980).

Bila pada suatu larutan asam ditambahkan basa sedikit-sedikit, pH

larutan tersebut akan bertambah setiap kali menambahkan basa tersebut. Bila

pH tersebut digambarkan terhadap kuantitas basa yang ditambahkan, kenaikan

pH yang lebih curam terdapat pada titik kesetaraan (equivalence point) pada

waktu mana asam persis dinetralisasi. Daerah pertambahan curam tersebut

disebut titik akhir (end point) dan keseluruhan proses penambahan basa dan

penentuan titik akhir disebut titrasi (titration). Grafik yang menunjukkan

perubahan pH selama titrasi disebut kurva titrasi. Titrasi dapat pula

dilangsungkan dengan arah terbalik yaitu dengan menambahkan asam pada

basa. Perhitungan titik akhir pada kurva pada kurva dilakukan dengan cara

Page 4: Acara I Pembuatan Larutan dan Standarisasinya

yang sama. Titik akhir titrasi (daerah yang paling curam pada kurva titrasi)

dapat ditentukan dari percobaan jika tersedia alat untuk mengukur pH pada

setiap kali menambahkan basa. Cara yang paling sederhana adalah dengan

menambahkan sedikit indikator ke dalam larutan tersebut. Indikator tersebut

dipilih yang memberikan perubahan warna yang tajam sehubungan dengan

perubahan pH pada titik akhir (Rosenberg dan Jasjfi, 1985).

Perubahan besar dalam pH yang terjadi dalam titrasi dimanfaatkan

untuk menentukan kapan titik kesetaraan itu dicapai. Terdapat banyak asam

dan basa organik lemah yang bentuk ion dan bentuk tak-terdisosiasinya

menunjukkan warna yang berlainan. Molekul-molekul semacam itu dapat

digunakan untuk menetapkan kapan telah ditambahkan cukup titran dan

disebut indikator tampak (visual indicator). Suatu contoh sederhana adalah p-

nitrofenol yang merupakan asam lemah dengan bentuk tak terdisosiasinya tak

berwarna, namun anionnya mempunyai sistem ikatan rangkap tunggal selang-

seling (sistem konjugasi) berwarna kuning. Sehingga dapat menyerap cahaya

yang lebih panjang daripada molekul padanannya yang tak memiliki sistem

konjugasi. Cahaya yang diserap seringkali berada dalam bagian tampak dari

spektrum dan karenanya molekul atau ion tersebut berwarna. Indikator

fenolftalein adalah asam dwiprotik dan tak berwarna. Mula-mula zat ini

berdisosiasi menjadi suatu bentuk tak berwarna dan kemudian dengan

kehilangan proton kedua menjadi ion dengan sistem konjugasi timbullah

warna merah. Jingga metil merupakan suatu basa dan berwarna kuning dalam

bentuk molekulnya. Penambahan ion hidrogen akan menghasilkan kation yang

berwarna merah muda. Dalam pemilihan suatu indikator harus diperhatikan

perubahan warna kira-kira pada pH titik kesetaraan titrasi. Untuk pH asam-

asam lemah pH titik kesetaraan terletak di atas 7 dan biasanya dipilih

fenolftalein. Untuk basa lemah di mana pH titik kesetaraan di bawah 7

menggunakan merah metil atau jingga metil. Untuk asam kuat dan basa kuat,

merah metil, biru bromtimol, dan fenolftalein akan memadai (Day dan

Underwood, 1986).

Page 5: Acara I Pembuatan Larutan dan Standarisasinya

Kesalahan titrasi merupakan kesalahan yang terjadi bila titik akhir

titrasi tidak tepat sama dengan titik ekivalen (≤ 0,1%), disebabkan adanya

kelebihan titran, indikator bereaksi dengan analit atau indikator bereaksi

dengan titran, diatasi dengan titrasi larutan blanko. Larutan blanko merupakan

larutan yang terdiri atas semua pereaksi kecuali analit. Untuk mengetahui titik

ekivalen secara eksperimen biasanya dibuat kurva titrasi yaitu kurva yang

menyatakan hubungan antara –log [H+] atau –log [X-] atau –log [Ag+] atau E

(volt) terhadap volume ((Padmaningrum, 2006).

Indikator asam-basa adalah asam lemah yang asam tak terionnya

mempunyai warna yang berbeda dengan warna anionnya. Jika sedikit

indikator dimasukkan dalam larutan, larutan akan berubah warna menjadi

warna (1) atau warna (2), tergantung pada apakah kesetimbangan bergeser ke

arah bentuk asam atau anion (Petrucci, 1992). Indikator pH merupakan bahan

yang mana larutan berubah warna karena perubahan pH. Hal ini bisa juga

disebut dengan indikator penetralan (Khan and Farooqui, 2011).

Aplikasi standarisasi larutan dalam ilmu dan teknologi pangan yaitu

pada penentuan kadar asam lemak bebas atau Free Fatty Acid (FFA)

ditentukan dengan cara sebagai berikut sampel dipanaskan pada suhu 500C

diatas hotplate sampai seluruh lapisan minyak mencair lalu dihomogenkan

menggunakan Magnetic Stirrer. Sebanyak 5 gram sampel minyak

ditambahkan dengan 50 mL alkohol yang dinetralkan, kemudian dipanaskan

diatas pemanas pada suhu 500C sampai seluruh minyak larut. Ke dalam

sediaan ini ditambahkan 2-3 tetes indikator phenolptalein, lalu dtitrasi dengan

larutan standar NaOH 0,1 N (Silaban dkk, ). Titrasi asam-basa digunakan

dalam analisa vitamin C. Titrasi asam basa merupakan contoh analisis

volumetri yaitu suatu cara atau metode yang menggunakan larutan yang

disebut titran dan dilepaskan dari perangkat gelas yang disebut buret. Bila

larutan yang diuji bersifat basa, titran harus bersifat asam dan sebaliknya.

Untuk menghitung kadar vitamin C dari metode ini adalah dengan mol NaOH

= mol asam askorbat (Dia, 2009).

Page 6: Acara I Pembuatan Larutan dan Standarisasinya

C. METODE PENELITIAN

1. Tempat dan Waktu

Praktikum Acara I Pembuatan Larutan dan Standarisasinya

dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan

Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta

pada hari Senin, tanggal 2 November 2015, pukul 15.10 – 17. 10 WIB.

2. Bahan dan Alat

a. Bahan

1) Aquades

2) Asam Oksalat 0,1 gram

3) Borax (Na2B4O7.10H2O) 0,4 gram

4) Indikator Methyl Orange (MO)

5) Indikator Phenolphtalein (PP)

6) Larutan HCl

7) Larutan NaOH

8) Natrium Karbonat (Na2CO3 ) 0,75 gram

b. Alat

1) Buret

2) Corong

3) Erlenmeyer

4) Gelas Ukur

5) Labu Takar

6) Pipet tetes

7) Pipet volume

8) Statif

9) Timbangan analitik

Page 7: Acara I Pembuatan Larutan dan Standarisasinya

Borax murni 0,4 gram

50 ml aquades

3 tetes MO

HCl

Pengambilan bahan

Pemasukan dalam labu takar 50 ml dan

dilarutkan

Pemindahan 10 ml larutan ke erlenmeyer

Pentitrasian hingga berubah warna

Asam oksalat 0,1 gram

50 ml aquades

3 tetes PP

NaOH

Pengambilan bahan

Pemasukan dalam labu takar 50 ml dan

dilarutkan

Pemindahan larutan ke erlenmeyer

Pentitrasian hingga berubah warna

3. Cara kerja

1. Standarisasi 0,1 N HCl dengan Borax (Na2B4O7.10H2O)

Gambar 1.1 Diagram Alir Proses Standarisasi HCl dengan Borax

2. Standarisasi larutan NaOH

Gambar 1.2 Diagram Alir Proses Standarisasi NaOH dengan Asam

Oksalat

Page 8: Acara I Pembuatan Larutan dan Standarisasinya

Na2CO3 0,75 gram

20 ml aquades

3 tetes MO

HCl

Pengambilan bahan

Pemasukan dalam labu takar 50 ml dan

dilarutkan

Pemindahan10 ml larutan ke erlenmeyer

Pentitrasian hingga berubah warna

AquadesPemasukan dalam labu takar sampai volume

50 ml

3. Penentuan kadar Na2CO3

Gambar 1.3 Diagram Alir Proses Penentuan Kadar Na2CO3

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

Standarisasi larutan merupakan proses saat konsentrasi larutan standar

sekunder ditentukan dengan tepat dengan cara mentitrasi dengan larutan

standar primer Titran atau titer adalah larutan yang digunakan untuk mentitrasi

(biasanya sudah diketahui secara pasti konsentrasinya). Dalam proses titrasi

suatu zat berfungsi sebagai titran dan yang lain sebagai titrat. Titrat adalah

larutan yang dititrasi untuk diketahui konsentrasi komponen tertentu. Titik

ekivalen adalah titik yang menyatakan banyaknya titran secara kimia setara

dengan banyaknya analit. Analit adalah spesies (atom, unsur, ion, gugus,

molekul) yang dianalisis atau ditentukan konsentrasinya atau strukturnya

(Padmaningrum, 2006).

Tabel 1.1 Standarisasi Larutan HCl dengan Borax

m Borax (g)

V HCl (ml) N HCl Warna Larutan

Awal Proses Akhir

0,400 9,1 0,046 orange semburat jingga jingga

0,400 12,3 0,034 orange semburat jingga

Page 9: Acara I Pembuatan Larutan dan Standarisasinya

jingga

0,407 9,4 0,045 orange semburat jingga jingga

Sumber: Laporan Sementara

Pada Tabel 1.1 dapat diketahui bahwa warna larutan pada ketiga data

yaitu sama. Pada awalnya berwarna orange, pada proses titrasi berwarna

semburat jingga, dan di akhir titrasi berwarna jingga. Untuk nilai N HCl pada

data pertama yaitu 0,046, data kedua yaitu 0,034, dan data ketiga yaitu 0,045.

Rata-rata nilai N HCl yaitu sebesar 0,042. Nilai N HCl pada data pertama dan

ketiga hampir serupa nilainya, sedangkan pada data kedua nilai N HCl cukup

berbeda karena jumlah volume HCl yang digunakan untuk titrasi lebih banyak

yaitu sebesar 12,3 ml sedangkan pada data pertama dan kedua menggunakan

HCl sebesar 9,4 ml. Reaksi standarisasi larutan HCl dengan borax yaitu

sebagai berikut:

Na2B4O7.10H2O (aq) + HCl (aq) → 2 NaCl (aq) + 4 H3BO3 (aq) + 5 H2O (l)

(Wahyuni, 2014).

Tabel 1.2 Standarisasi Larutan NaOH dengan Asam Oksalat

m Asam

Oksalat (g)

V NaOH (ml) N NaOH

Warna Larutan

Awal Proses Akhir

0,106 15,2 0,111 bening semburat pink pink muda

0,109 15,5 0,112 bening semburat pink pink muda

0,105 15,4 0,108 bening semburat pink pink muda

Sumber: Laporan Sementara

Pada Tabel 1.2 dapat diketahui bahwa warna larutan pada ketiga data

sama, yaitu pada awal titrasi berwarna bening (tak berwarna), pada proses

titrasi berwarna semburat pink, dan di akhir titrasi berwarna pink. Nilai N

NaOH pada ketiga data cukup serupa. Yaitu pada data pertama N NaOH

sebesar 0,111, pada data kedua sebesar 0,112, dan data ketiga sebesar 0,108.

Page 10: Acara I Pembuatan Larutan dan Standarisasinya

Dengan rata-rata nilai N NaOH sebesar 0,110. Hasil dari N NaOH cukup

serupa karena massa asam oksalat dan volume NaOH yang digunakan juga

tidak jauh berbeda. Reaksi standarisasi larutan NaOH dengan asam oksalat

adalah sebagai berikut:

2 NaOH + (COOH)2 → 2(COONa) + 2H2O

(Wahyuni, 2014).

Tabel 1.3 Penentuan Kadar Na2CO3

N HClV HCl (ml)

N Na2CO3

Warna LarutanAwal Proses Akhir

0,046 16,5 134,090% orange jingga jingga

0,034 20,4 122,536% orange jingga jingga

0,045 18,5 147,075% orange jingga jingga

Sumber: Laporan Sementara

Pada Tabel 1.3 dapat diketahui warna larutan pada ketiga data juga

sama yaitu pada awal proses berwarna orange, pada proses berwarna jingga,

dan di akhir berwarna jingga dengna nilai N Na2CO3 yang cukup bervariasi.

Yaitu pada data pertama N Na2CO3 sebesar 134,090%, pada data kedua

sebesar 122,536%, dan pada data ketiga sebesar 147,075% dengan rata-rata N

Na2CO3 sebesar 134,567%. Reaksi yang terjadi dalam penentuan kadar

Na2CO3 adalah sebagai berikut:

Na2CO3 (aq) + HCl (aq) → NaCl (aq) + NaHCO3 (aq)

(Wahyuni, 2014).

Faktor yang berpengaruh pada titrasi yaitu komposisi massa dan

volume pelarut yang menyatakan konsentrasi ekstrak zat warna

(Padmaningrum, 2011). Konsentrasi larutan dan zat yang dititrasi

mempengaruhi ∆pH. Dengan berkurangnya konsentrasi analit dan titran,

berkurang pula ∆pH, sehingga juga berpengaruh pada titik titrasi

(Day dan Underwood, 1986).

Fungsi indikator dan trayek pH adalah untuk menentukan derajat

keasaman atau kebasaan dari suatu larutan (Debataraja dan Manurung, 2011).

Page 11: Acara I Pembuatan Larutan dan Standarisasinya

Indikator membantu untuk mengetahui titik ekivalen asam-basa (titrasi

penetralan). Indikator memperlihatkan perubahan warna yang jelas seiring

dengan perubahan pH (Abbas, 2012). Contoh indikator pH yaitu metil jingga

(mengetahui perubahan pH dengan batas antara 0,0 – 1,6 dengan perubahan

warna dari kuning menjadi biru), thymol biru (mengetahui perubahan pH pada

batas pH 1,2 – 2,8 dengan perubhan warna dari merah menjadi kuning) , metil

orange (mengetahui perubahan pH pada batas pH 3,2 – 4,4 dengan perubahan

warna dari merah menjadi kuning), metil merah (mengetahui perubahan pH

pada batas pH 4,8-6,0 dengan perubahan warna dari merah menjadi kuning) ,

litmus (mengetahui perubahan pH pada batas pH 5,0-8,0 dengan perubahan

warna dari merah menjadi biru), bromtimol biru (mengetahui perubahan pH

pada batas 6,0-7,6 dengan perubahan warna dari kuning menjadi biru), timol

biru (mengetahui perubahan pH pada batas pH 8,0-9,6 dengan perubahan

warna dari kuning menjadi biru), phenolphtalein (mengetahui perubahan pH

pada batas pH 8,2-10,0 dengan perubahan warna dari tak berwarna menjadi

merah), timolphtalein (mengetahui perubahan pH pada batas pH 9,4-10,6

dengan perubahan warna dari tak berwarna menjadi biru), alizarin kuning R

(mengetahui perubahan pH pada batas pH 10,1-12,0 dengan perubahan warna

dari kuning menjadi merah) (Khan and Farooqui, 2011).

Saat standarisasi HCl memakai indikator MO karena larutan yang

dititrasi merupakan asam kuat dan basa lemah. Sedangkan standarisasi NaOH

memakai indikator PP karena larutan yang dititrasi merupakan larutan basa

kuat dan asam kuat (Harjanti, 2008). Metil orange berfungsi untuk mengetahui

perubahan pH pada batas pH 3,2 – 4,4 dengan perubahan warna dari merah

menjadi kunin dan phenolphtalein untuk mengetahui perubahan pH pada batas

pH 8,2-10,0 dengan perubahan warna dari tak berwarna menjadi merah

(Khan and Farooqui, 2011).

Perubahan warna indikator pada titrasi asam-basa terjadi ketika pH

sebanding dengan nilai pKa indikator, keduanya Hind dan Ind- menunujukkan

perbandingan 1:1. Jika pH di atas nilai pKa, konsentrasi basa penyangga lebih

besar daripada konsentrasi asam dan warna tergantung dengan basa penyangga

Page 12: Acara I Pembuatan Larutan dan Standarisasinya

dominan. Jika pH di bawah nilai pKa, kebalikannya yang terjadi (Pradeep dan

dave, 2013). Indikator asam-basa dapat berubah warna bila lingkungan pH

berubah karena indikator asam basa merupakan asam organik lemah atau basa

organik lemah sehingga dalam larutan terionisasi dan bentuk molekul

indikator mempunyai warna yang berbeda dengan warna indikatornya. Letak

trayek berbeda pH bergantung pada besar kecilnya tetapan kesetimbangan

asam (Ka) atau tetapan kesetimbangan basa (Kb). Trayek pH terjadi akibat

terjadinya kesetimbangan dan keterbatasan mata membedakan campuran

warna (Padmaningrum, 2006).

Pada Tabel 1.1 dapat diketahui bahwa warna larutan pada ketiga data

yaitu sama. Pada awalnya berwarna orange, pada proses titrasi berwarna

semburat jingga, dan di akhir titrasi berwarna jingga. Perubahan warna larutan

tersebut tidak sesuai teori, bahwa metil orange akan merubah warna larutan

dari merah menjadi kuning (Khan and Farooqui, 2011). Perbedaan hasil

praktikum dengan teori terjadi karena adanya faktor kesalahan dalam

praktikum Kimia Anorganik Acara I ini. Pada Tabel 1.2 dapat diketahui

bahwa warna larutan pada ketiga data sama, yaitu pada awal titrasi berwarna

bening (tak berwarna), pada proses titrasi berwarna semburat pink, dan di

akhir titrasi berwarna pink. Hasil tersebut sesuai dengan teori yang

menyatakan bahwa phenolphtalein akan mengubah warna larutan dari tak

berwarna menjadi merah (Khan and Farooqui, 2011). Sedangkan pada Tabel

1.3 dapat diketahui warna larutan pada ketiga data juga sama yaitu pada awal

proses berwarna orange, pada proses berwarna jingga, dan di akhir berwarna

jingga. Hasil tersebut tidak sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa

metil orange akan merubah warna larutan dari merah menjadi kuning

(Khan and Farooqui, 2011). Ketidaksamaan hasil antara hasil praktikum

dengan teori disebabkan oleh faktor kesalahan dan kekurangtelitian dalam

penentuan titik tepat terjadinya titrasi dalam praktikum Kimia Anorganik

Acara I ini.

Aplikasi standarisasi larutan dalam ilmu dan teknologi pangan yaitu

pada penentuan kadar asam lemak bebas atau Free Fatty Acid (FFA)

Page 13: Acara I Pembuatan Larutan dan Standarisasinya

ditentukan dengan cara sebagai berikut sampel dipanaskan pada suhu 500C

diatas hotplate sampai seluruh lapisan minyak mencair lalu dihomogenkan

menggunakan Magnetic Stirrer. Sebanyak 5 gram sampel minyak

ditambahkan dengan 50 mL alkohol yang dinetralkan, kemudian dipanaskan

diatas pemanas pada suhu 500C sampai seluruh minyak larut. Ke dalam

sediaan ini ditambahkan 2-3 tetes indikator phenolptalein, lalu dtitrasi dengan

larutan standar NaOH 0,1 N (Silaban dkk, 2011). Titrasi asam-basa digunakan

dalam analisa vitamin C (Dia, 2009).

E. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil praktikum Kimia Anorganik Acara I Pembuatan

Larutan dan Standarisasinya dapat disimpulkan sebagi berikut:

1. Standarisasi larutan HCl dengan borax diperoleh rata-rata nilai N HCl

yaitu 0,042.

2. Standarisasi larutan NaOH dengan asam oksalat diperoleh rata-rata nilai N

NaOH sebesar 0,110.

3. Rata-rata kadar N Na2CO3 yaitu 134,567%.

LAMPIRAN

Perhitungan

1. N HCl

Page 14: Acara I Pembuatan Larutan dan Standarisasinya

N HCl=mborax . valborax .1000

BM borax . V HCl

N(1) = 0,400× 2× 1000

382× 9,1× 10

50=0,046

N(2) = 0,400× 2× 1000

382× 12,3× 10

50=0,034

N(3) = 0,407 ×2 ×1000

382× 9,4× 10

50=0,045

2. N NaOH

N NaOH=masamoksalat . valasam oksalat .1000

BM asam oksalat .V NaOH

N(1) = 0,106 ×2 ×1000

126 ×15,2=0,111

N(2) = 0,109× 2× 1000

126× 15,5=0,112

N(3) = 0,105× 2× 1000

126 × 15,4=0,108

3. Kadar Na2CO3

a=v Na2 CO3 yang dititrasi

vNa2 CO3 yang dibuat× mNa2 CO3

b=v HCl. NHCl .BM Na2 CO3

valNa2 CO3×1000

kadar Na2CO3=ba

× 100 %

a. Data 1

a=1050

× 1050

× 0,75=0,03

b=16,5 × 0,046 ×1062× 1000 = 0,040227

Page 15: Acara I Pembuatan Larutan dan Standarisasinya

kadar Na2CO3=0,040227

0,03× 100 %=134,090 %

b. Data 2

a=1050

× 1050

× 0,75=0,03

b=20,4 ×0,034 × 1062×1000 = 0,036761

kadar Na2CO3=0,036761

0,03×100 %=122,536 %

c. Data 3

a=1050

× 1050

× 0,75=0,03

b=18,5× 0,045× 1062× 1000 = 0,044123

kadar Na2CO3=0,044123

0,03×100 %=147,075 %

Page 16: Acara I Pembuatan Larutan dan Standarisasinya

DOKUMENTASI PRAKTIKUM

Gambar 1.1 Penimbangan Borax Gambar 1.2 Pentitrasian Larutan NaOH

Gambar 1.3 Hasil Titrasi Larutan NaOH dengan PP

Page 17: Acara I Pembuatan Larutan dan Standarisasinya