acara 2 pengenalan hewan avertebrata dan vertebrata pada berbagai habitat

24
PENGENALAN HEWAN AVERTEBRATA DAN VERTEBRATA PADA BERBAGAI HABITAT Oleh : Nama : Hanifah Kholid Basalamah NIM : B1J011156 Rombongan : IV Kelompok : 2 Asisten : Kukuh Riyan Maulana LAPORAN PRAKTIKUM TAKSONOMI HEWAN

Upload: hanifah-basalamah

Post on 27-Oct-2015

362 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Acara 2 Pengenalan Hewan Avertebrata Dan Vertebrata Pada Berbagai Habitat

TRANSCRIPT

Page 1: Acara 2 Pengenalan Hewan Avertebrata Dan Vertebrata Pada Berbagai Habitat

PENGENALAN HEWAN AVERTEBRATA DAN VERTEBRATA PADA BERBAGAI HABITAT

Oleh :

Nama : Hanifah Kholid BasalamahNIM : B1J011156Rombongan : IVKelompok : 2Asisten : Kukuh Riyan Maulana

LAPORAN PRAKTIKUM TAKSONOMI HEWAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO

2013

Page 2: Acara 2 Pengenalan Hewan Avertebrata Dan Vertebrata Pada Berbagai Habitat

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hewan avertebrata pertama kali dikelompokkan berdasarkan banyaknya

sel penyusun tubuh. Hewan avertebrata bersel satu dikelompokkan ke dalam

hewan uniseluler, sedangkan yang tersusun dari banyak sel dikelompokkan ke

dalam hewan multiseluler. Hewan uniseluler atau Protozoa dibedakan atas cara

lokomosinya yaitu menggunakan silia, flagella, atau pseudopodia. Pembedaan

hewan yang lainnya dilakukan berdasarkan kesimetrian tubuhnya, yaitu simetri

radial atau bilateral, berdasarkan bentuk tubuh (bulat, memanjang, elips), ada

tidaknya insang segmen, cangkang, antenna, dan ciri pembeda lainnya (Soeseno,

1990).

Hewan avertebrata dari kelompok Protozoa, Cnidaria, Protostomata dan

Deuterostomata sebagian besar hidup di daerah perairan, walaupun ada yang

hidup di darat. Protozoa yang umum dapat ditemukan jika media air diberi bahan

pakan adalah Trichodina, Tetrahymena, Paramecium, Spirostomata, Stentor,

Euglena, Volvox, Phacus dan Vorticella. Classis Rotifera dari Pseudocelomata

cukup banyak yang hidup di perairan tawar, sebagai contoh Branchionus, Rotaria,

Keratella, Polyartha dan Fitinia (Soeseno, 1990). Mollusca terutama dari classis

Gastropoda memiliki anggota yang hidup di air tawar. Sebagai contih : Bellamya,

Pila, Brotia, Melanoides dan Lymnea. Disamping itu juga hidup di air tawar dari

anggota Classsis Pelecypoda, antara lain Contradens, Corbicula dan Anadonta

( Suhardi, 1983).

Hewan vertebrata sebagian besar memiliki habitat terestrial (Amfibia,

Reptilia, Aves dan Mamalia). Adapun yang aktivitasnya lebih banyak di habitat

akuatik antara lain adalah anggota dari Pisces, vertebrata semi-akuatik diantaranya

adalah anggota dari Amibia. Habitat aboreal antara lain adalah anggota Amfibia

(katak pohon) dan Aves (Jasin, 1989).

Page 3: Acara 2 Pengenalan Hewan Avertebrata Dan Vertebrata Pada Berbagai Habitat

B. Tujuan

Tujuan praktikum acara pengenalan hewan avertebrata dan vertebrata di

berbagai habitat adalah untuk mengenali ciri-ciri yang tampak pada hewan

avertebrata dan vertebrata yang hidup di habitat terrestrial, semi-akuatik, akuatik,

dan aboreal serta mendeskripsikan ciri-ciri tempat hidup hewan avertebrata dan

vertebrata yang diamati.

Page 4: Acara 2 Pengenalan Hewan Avertebrata Dan Vertebrata Pada Berbagai Habitat

II. MATERI DAN METODE

A. Materi

Materi yang diamati adalah hewan avertebrata yang hidup di habitat

terrestrial, semi-akuatik, akuatik, dan aboreal (bekicot, capung, keong mas,

burung hantu, kalajengking dan ikan pari.

Alat yang digunakan yaitu bak preparat, pinset, jarum preparat, buku

gambar, dan alat tulis.

B. Metode

1. Mempersiapkan preparat yang akan diamati, minimal 2 jenis hewan

avertebrata dan vertebrata dari masing-masing habitat.

2. Menegenali dan mencatat tempat hidup hewan avertebrata dan vertebrata yang

diperoleh.

3. Mengenali dan menggambar hewan avertebrata dan vertebrata yang diamati

berdasarkan ciri-ciri morfologi spesifik yang dimiliki dan memberi keterangan

tempat hidupnya.

4. Preparat yang telah diamati selanjutnya diklasifikasikan.

Page 5: Acara 2 Pengenalan Hewan Avertebrata Dan Vertebrata Pada Berbagai Habitat

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 1. Hasil Pengamatan Pengelompokkan Hewan Avertebrata Dan Vertebrata berdasarkan habitat

Terestrial AkuatikSemi

AkuatikAboreal

Avertebrata

Achatina

fulica

Heteromethrus

sp.

Pomacea

canaliculataAnax junius

Vertebrata Himantura sp. Tyto alba

Tyto alba Himantura sp

Pomaceae canaliculata Anax junius

Achatina fulica Heteromethrus sp.

Page 6: Acara 2 Pengenalan Hewan Avertebrata Dan Vertebrata Pada Berbagai Habitat

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil praktikum didapatkan hasil bahwa setiap hewan baik

vertebrata maupun avertebrata mempunyai tempat hidupnya masing-masing.

Berdasarkan lingkungan hidupnya, tempat hidup organisme di bedakan menjadi

beberapa kelompok yaitu terestrial, akuatik, semi-akuatik, dan aboreal.

Lingkungan terrestrial yaitu lingkungan dimana hewan hidup di daratan atau

sebagian besar aktifitasnya di daratan. Lingkungan akuatik yaitu lingkungan

dimana hewan hidup di lingkungan perairan atau sebagian besar aktifitasnya

berada di perairan. Lingkungan semi-akuatik yaitu lingkungan dimana hewan

hidup pada dua lingkungan secara seimbang yaitu lingkungan akuatik dan

lingkungan semi akuatik. Lingkungan aboreal yaitu lingkungan dimana hewan

hidup sebagian besar di pepohonan.

Karakter ekologi merupakan karakter non struktural yang meliputi habitat,

inang, kebiasaan makan, variasi makanan, parasit maupun reaksi inang.

Sedangkan habitat yang dimaksud adalah tempat hidup dari suatu organisme atau

komunitas organisme. Di bumi ini, pada dasarnya dikenal dua tipe habitat daratan

dan perairan. Tetapi, karena suatu organisme adakalnya membutuhkan beberapa

macam habitat dan siklus hidupnya sehingga dikenal pula adanya habitat akuatik,

semi-akuatik, daratan (terestial) dan aboreal (Radiopoetro, 1991).

Perbedaan hewan vertebrata dan avertebrata adalah adanya rangka internal

yang tersusun atas tulang rawan dan tulang sejati. Vertebrata memiliki cranium

(wadah otak) yang membungkus dan melindungi otak, serabut-serabut saraf halus

bagian dorsal yang membesar di ujung anteriornya. Hewan avertebrata sebagian

besar sistem sirkulasinya terbuka, sedangkan pada vertebrata sirkulasinya tertutup

(Siwi, 1991). Hewan vertebrata merupakan hewan bertulang belakang dengan

struktur tubuh yang jauh lebih sempurna dibandingkan dengan hewan avertebrata.

Hewan vertebrata memiliki tali yang merupakan susunan tempat terkumpulnya

sel-sel saraf, dan memiliki perpanjangan kumpulan saraf dari otak. Sistem kerja

yang sempurna, sistem peredaran darah yang terpusat pada organ jantung dengan

pembuluh-pembuluh menjadi salurannya merupakan kemampuan hewan

vertebrata dalam pemenuhan kebutuhan (Jasin, 1989). Habitat adalah tempat

Page 7: Acara 2 Pengenalan Hewan Avertebrata Dan Vertebrata Pada Berbagai Habitat

hidup suatu organisme atau komunitas organisme. Habitat juga merupakan tempat

hewan tinggal dan berkembang biak. Dasarnya, habitat adalah lingkungan fisik di

sekeliling populasi suatu spesies yang mempengaruhi dan dimanfaatkan oleh

spesies tersebut (Costello, 2009). Habitat hewan avertebrata dan vertebrata dapat

dikelompokkan menjadi hewan akuatik, semiakuatik, terrestrial dan arboreal.

Hewan akuatik merupakan hewan yang lebih banyak berada di air untuk aktivitas

hidupnya. Habitat ini hampir seluruhnya terdiri dari air, umumnya dengan lahan

kecil untuk berjemur atau beristirahat (Hickman, 1972). Pemahaman tentang

morfologi, karakter taksonomi dan habitat diperlukan guna mengungkap potensi

hewan tersebut. Studi taksonomi membutuhkan pemahaman aspek morfologi,

terutama yang terkait dengan karakter taksonomi (Hadiyanto, 2010).

Terestrial (terrestrial) berarti terkait dengan tanah atau permukaan tanah

(terra, tanah). Hewan terestrial adalah hewan-hewan yang biasa berkeliaran di

atas tanah, seperti harimau, biawak dan lain-lain. Tumbuhan terestrial adalah

tumbuhan yang hidup di permukaan tanah, seperti kebanyakan jenis tanaman serta

pohon. Semi akuatik merupakan habitat dimana aktivitas hewan dilakukan secara

seimbang antara di air dan di darat. Arboreal merupakan daerah untuk aktivitas

hewan yang lebih menyukai hidup diketinggian seperti pepohonanan (Siwi, 1991).

Dari hasil pengamatan hewan avertebrata yang hidup di habitat terestrial

adalah Achatina fulica (Bekicot), Heteromethrus sp. (Kalajengking). Avertebrata

yang hidup di habitat akuatik adalah Pomacea canaliculata (Keong mas), yang

hidup di habitat semi-akuatik adalah Anax junius (Capung). Sedangkan hewan

vertebrata yang hidup di habitat akuatik adalah Lacrymaria sp. (Ikan Pari), dan

yang hidup di habitat arboreal adalah Tyto alba (Burung Hantu).

1. Bekicot (Achatina fulica)

Klasifikasi bekicot adalah sebagai berikut (Beng, 1982) :

Kingdom : Animalia Species : Achatina fulica

Phylum : Mollusca

Classis : Gastropoda

Ordo : Pulmonata

Familia : Achatinidae

Genus : Achatina

Page 8: Acara 2 Pengenalan Hewan Avertebrata Dan Vertebrata Pada Berbagai Habitat

Moluska adalah binatang yang berukuran relatif besar yang hidup pada

dasar perairan. Kebanyakan mererka tidak dijumpai sebagai plankton pada waktu

dewasa dan hanya menjadi plankton untuk sementara waktu ketika masih berupa

larva. Walaupun demikian, gastropoda yang merupakan salah satu hewan dari

group ini adalah plankton sejati yang bersifat pelagik. Kebanyakan mereka dapat

dikenal dari cangkang (shell) yang mengandung zat kapur (calcareous). Shell ini

kadang-kadang tidak dapat dijumpai pada beberapa spesies. Gastropoda

cenderung untuk mengerut dan melingkar di dalam awetan yang membuat mereka

sulit dikenal (Hutabarat, 1986).

Larva gastropoda mempunyai cangkang yang seperti agar-agar dan jernih

tetapi bentuknya kahas seperti cangkang siput. Binatangnya sendiri agak mengerut

berbentuk seperti garis hitam dalam cangkang ketika diawetkan. Cangkang (shell)

membentuk lingkaran yang berputar seperti arah jarum jam (dextral) dan terdapat

sebuah titik mata yang menyolok. Panjang larva ini berkisar antara 0,5-3 mm

(Hutabarat, 1986).

Bekicot adalah binatang malam. Semua kegiatannya dilakukan pada

malam hari. Siang hari digunakan sebagai waktu istirahat dan tidur. Makanan

pokoknya berupa sisa-sisa tumbuhan dan daun-daun lunak terutama daun muda.

Bekas gigitannya berbentuk lubang atau lekukan bergerigi kecil-kecil sesuai

dengna lidahnya yang bergerigi lembut (Beng, 1982).

Cangkok kerang ini terdiri dari dua belahan, sedangkan cangkok siput

berbentuk seperti kerucut yang melingkar. Perbedaan lainnya, kaki siput tipis dan

rata. Fungsinya adalah untuk berjalan dengan cara kontraksi otot. Lain halnya

dengan kerang yang mempunyai kaki seperti mata kapak yang dipergunakan

untuk berjalan di lumpur atau pasir. Sementara itu cumi-cumi dan sotong tidak

punya cangkok, kakinya terletak di bagian kepala yang berfungsi untuk

menangkap mangsa. Mollusca memiliki alat pencernaan sempurna mulai dari

mulut yang mempunyai radula (lidah parut) sampai dengan anus terbuka di

daerah rongga mantel. Di samping itu juga terdapat kelenjar pencernaan yang

sudah berkembang baik. Peredaran darah terbuka ini terjadi pada semua kelas

Mollusca kecuali kelas Cephalopoda (Beng, 1982).

Page 9: Acara 2 Pengenalan Hewan Avertebrata Dan Vertebrata Pada Berbagai Habitat

Pernafasan dilakukan dengan menggunakan insang atau “paru-paru”,

mantel atau oleh bagian epidermis. Alat ekskresi berupa ginjal. Sistem saraf terdiri

atas tiga pasang ganglion yaitu ganglion cerebral, ganglion visceral dan ganglion

pedal yang ketiganya dihubungkan oleh tali-tali saraf longitudinal. Alat

reproduksi umumnya terpisah atau bersatu dan pembuahan internal atau eksternal.

Berdasarkan simetri tubuh, ciri kaki dan cangkoknya, Mollusca dibagi menjadi

lima kelas, yaitu kelas Gastropoda, Cephalopoda, Bivalvia atau Pelecypoda,

Amphineura dan kelas Scaphopoda (Jasin, 1989).

2. Kalajengking (Heterometrus sp.)

Menurut (Hutabarat, 1986) Klasifikasi dari kalajengking adalah sebagai

berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Subfilum : Chelicerata

Kelas : Arachnida

Ordo : Scorpiones

Genus : Heterometrus

Spesies : Heterometrus sp.

Kalajengking adalah sebuah arthropoda dengan delapan kaki, termasuk

dalam ordo Scorpiones dalam kelas Arachnida. Dalam kelas ini juga termasuk

laba-laba, harvestmen, mites, dan tick. Ada sekitar 2000 spesies kalajengking.

Mereka banyak ditemukan selatan dari 49° U, kecuali New Zealand dan

Antarctica. Tubuh kalajengking dibagi menjadi dua segmen: cephalothorax dan

abdomen. Abdomen terdiri dari mesosoma dan metasoma. Seluruh spesies

kalajengking memiliki bisa. Umumnya, bisa kalajengking termasuk sebagai

neurotoxin. Suatu pengecualian adalah Hemiscorpius lepturus yang memiliki

bisa cytotoxic. Neurotoxin terdiri dari protein kecil dan juga sodium dan

potassium, yang berguna untuk mengganggu transmisi neuro sang korban.

Kalajengking menggunakan bisanya untuk membunuh atau melumpuhkan mangsa

mereka agar mudah dimakan. Bisa kalajengking lebih berfungsi terhadap

arthropod lainnya dan kebanyakan kalajengking tidak berbahaya bagi manusia;

sengatan menghasilkan efek lokal (seperti rasa sakit, pembengkakan). Namun

Page 10: Acara 2 Pengenalan Hewan Avertebrata Dan Vertebrata Pada Berbagai Habitat

beberapa spesies kalajengking, terutama dalam keluarga Buthidae dapat

berbahaya bagi manusia. Salah satu yang paling berbahaya adalah Leiurus

quinquestriatus, dan anggota dari genera Parabuthus, Tityus, Centruroides, dan

terutama Androctonus. Kalajengking yang paling banyak menyebabkan kematian

manusia adalah Androctonus australis (Hutabarat, 1986).

3. Burung Hantu (Tyto alba)

Menurut Anonymous (2008), klasifikasi Burung Hantu adalah sebagai

berikut :

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Kelas : Aves

Ordo : Strigiformes

Familia : Tytonidae

Genus : Tyto

Spesies : Tyto alba

Burung Hantu adalah kelompok burung yang merupakan anggota ordo

Strigiformes. Burung ini termasuk golongan burung buas (karnivora, pemakan

daging) dan merupakan hewan malam (nokturnal). Seluruhnya, terdapat sekitar

222 spesies yang telah diketahui, yang menyebar di seluruh dunia kecuali

Antartika, sebagian besar Greenland, dan beberapa pulau-pulau terpencil

(MacKinnon, 1993).

Di dunia barat, hewan ini dianggap simbol kebijaksanaan, tetapi di

beberapa tempat di Indonesia dianggap pembawa pratanda maut, maka namanya

Burung Hantu. Walau begitu tidak di semua tempat di Nusantara burung ini

disebut sebagai burung hantu. Di Jawa misalnya, nama burung ini adalah darès

atau manuk. Burung hantu amat dikenal karena matanya besar dan menghadap ke

depan, tak seperti umumnya jenis burung lain yang matanya menghadap ke

samping. Bersama paruh yang bengkok tajam seperti paruh elang dan susunan

bulu di kepala yang membentuk lingkaran wajah, tampilan ‘wajah’ burung hantu

ini demikian mengesankan dan terkadang menyeramkan. Apalagi leher burung ini

demikian lentur sehingga wajahnya dapat berputar 180 derajat ke belakang

(MacKinnon, 1993).

Page 11: Acara 2 Pengenalan Hewan Avertebrata Dan Vertebrata Pada Berbagai Habitat

Umumnya burung hantu berbulu burik, kecoklatan atau abu-abu dengan

bercak-bercak hitam dan putih. Dipadukan dengan perilakunya yang kerap

mematung dan tidak banyak bergerak, menjadikan burung ini tidak mudah

kelihatan; begitu pun ketika tidur di siang hari di bawah lindungan daun-daun.

Ekor burung hantu umumnya pendek, namun sayapnya besar dan lebar. Rentang

sayapnya mencapai sekitar tiga kali panjang tubuhnya. Walau begitu tidak di

semua tempat di Nusantara burung ini disebut sebagai burung hantu (MacKinnon

et al., 2000).

Kebanyakan jenis burung hantu berburu di malam hari, meski sebagiannya

berburu ketika hari remang-remang di waktu subuh dan sore (krepuskular) dan

ada pula beberapa yang berburu di siang hari. Mata yang menghadap ke depan,

sehingga memungkinkan mengukur jarak dengan tepat; paruh yang kuat dan

tajam; kaki yang cekatan dan mampu mencengkeram dengan kuat; dan

kemampuan terbang tanpa berisik, merupakan modal dasar bagi kemampuan

berburu dalam gelapnya malam. Beberapa jenis bahkan dapat memperkirakan

jarak dan posisi mangsa dalam kegelapan total, hanya berdasarkan indera

pendengaran dibantu oleh bulu-bulu wajahnya untuk mengarahkan suara

(MacKinnon et al., 2000).

Burung hantu berburu aneka binatang seperti serangga, kodok, tikus, dan

lain-lain.Sarang terutama dibuat di lubang-lubang pohon, atau di antara pelepah

daun bangsa palem. Beberapa jenis juga kerap memanfaatkan ruang-ruang pada

bangunan, seperti di bawah atap atau lubang-lubang yang kosong. Bergantung

pada jenisnya, bertelur antara satu hingga empat butir, kebanyakan berwarna putih

atau putih berbercak. Ordo Strigiformes terdiri dari dua suku (familia), yakni suku

burung serak atau burung-hantu gudang (Tytonidae) dan suku burung hantu sejati

(Strigidae). Banyak dari jenis-jenis burung hantu ini yang merupakan jenis

endemik (menyebar terbatas di satu pulau atau satu region saja) di Indonesia,

terutama dari marga Tyto, Otus, dan Ninox (MacKinnon, 1993).

4. Ikan Pari (Himantura sp.)

Klasifikasi ikan pari menurut Wikipedia (2012),

adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Page 12: Acara 2 Pengenalan Hewan Avertebrata Dan Vertebrata Pada Berbagai Habitat

Phylum : Chordata

Class : Chondrichthyes

Subclass : Elasmobranchii

Order : Myliobatiformes

Family : Dasyatidae

Genus : Himantura

Species : Himantura sp.

Ikan pari merupakan salah satu jenis ikan yang termasuk kelas

Elasmobranchii. Ikan ini dikenal sebagai ikan batoid, yaitu sekelompok ikan

bertulang rawan yang mempunyai ekor seperti cambuk. Ikan pari memiliki celah

insang yang terletak disisi ventral kepala. Sirip dada ikan ini melebar menyerupai

sayap, dengan sisi bagian depan bergabung dengan kepala. Bagian tubuh sangat

pipih sehingga memungkinkan untuk hidup di dasar laut. Bentuk ekor seperti

cambuk pada beberapa spesies dengan sebuah atau lebih duri tajam di bagian

ventral dan dorsal (Anonim, 2004).

Ikan pari (famili Dasyatidae) mempunyai variasi habitat yang sangat luas

dengan pola sebaran yang unik. Daerah sebaran ikan pari adalah perairan pantai

dan kadang masuk ke daerah pasang surut. Ikan pari biasa ditemukan di perairan

laut tropis. Di perairan tropis Asia Tenggara (Thailand; Indonesia; Papua Nugini)

dan Amerika Selatan (Sungai Amazon), sejumlah spesies ikan pari bermigrasi dari

perairan ( Anonymous, 2008).

5. Keong Emas (Pomaceae canaliculata)

Klasifikasi keong mas menurut Jasin (1989) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Phylum : Mollusca

Classis : Gastropoda

Ordo : Architaenioglosa

Family : Ampullariidae

Genus : Pomaceae

Subgenus : Pomacea

Spesies : Pomaceae Canaliculata

Page 13: Acara 2 Pengenalan Hewan Avertebrata Dan Vertebrata Pada Berbagai Habitat

Keong mas atau siput murbai merupakan hewan lunak (Mollusca) dari

kelas Gastropoda yang berarti berjalan dengan perut. Secara rinci klasifikasi

bekicot termasuk dalam divisio Mollusca, kelas Gastropoda, ordo Pulmonata,

famili Pomaceatidae, genus Pomacea, spesies Pomacea canaliculata Lamarck.

Siklus hidup yang pendek, keperidian tinggi dan toleransi yang luas terhadap

lingkungan membuat hewan ini mampu bereproduksi dengan cepat dan

kosmopolit. Selama ini keong emas dikenal sebagai hama tanaman padi. Padahal

keong emas ini memiliki kandungan gizi yang tak dapat disepelekan. Fertilitas

yang tinggi dipadu dengan siklus hidup yang pendek membuat hewan ini mampu

bereproduksi dengan cepat. Selain itu siput ini memiliki toleransi dan daya

adaptasi yang tinggi terhadap perubahan lingkungan di sekitarnya sedemikian

rupa sehingga mampu terdistribusi di seluruh wilayah tanah air (Jasin, 1989).

Siput murbai dapat hidup antara 2 sampai 6 tahun dengan keperidian

(fertilitas) yang tinggi. Rumah siput (cangkang) berwarna coklat muda, dagingnya

berwarna putih susu sampai merah keemasan atau oranye. Ukuran siput murbai

sangat tergantung pada ketersediaan makanan. Tutup rumah siput (operculum)

siput murbai betina) (a1) berwarna putih cekung dan yang jantan cembung (a2).

Stadia yang paling merusak ketika rumah siput berukuran 10 mm (kira kira

sebesar biji jagung) sampai 40 mm ( kira kira sebesar bola pingpong). Tepi mulut

rumah siput betina dewasa melengkung kedalam (b1), sedangkan tepi rumah siput

yang jantan melengkung keluar (Wikipedia, 2012).

Habitat keong mas yaitu dikolam, rawa, sawah, irigasi, saluran air, dan

areal yang selalu tergenang. Mereka mengubur diri dalam tanah yang lembab

selama musim kemarau. Mereka kemudian berdiapause selama 6 bulan, kemudian

aktif kembali jika tanah diairi. Mereka bisa bertahan hidup paadaa lingkungan

yang ganas seperti air yang terpolusi atau kurang kandungan oksigen (Wikipedia,

2012).

6. Capung (Anax junius)

Klasifikasi Capung ( Anax junius) menurut

Anonymous (2008) adalah :

Phylum : Arthropoda

Classis : Insecta

Page 14: Acara 2 Pengenalan Hewan Avertebrata Dan Vertebrata Pada Berbagai Habitat

Ordo : Odonata

Familia : Aeshnidae

Genus : Anax

Spesies : Anax junius

Seperti serangga pada umumnya, tubuh capung terdiri dari tiga

bagian. kepala dengan mata faset (mata majemuk), dada atau thorax dengan

empat sayap panjang yang tidak bisa dilipat dan dilengkapi tiga pasang kaki,

dan abdomen dengan sepuluh segmen. Memiliki dua pasang sayap tipis seperti

selaput. Mengalami metamorfosis tidak sempurna merupakan metamorphosis

yang melewati 2 tahapan yaitu dari telur menjadi nimfa kemudian menjadi hewan

dewasa. Biasanya metamorfosis ini terjadi pada serangga seperti capung, belalang,

jangkrik dan lainnya. Tipe mulut pada capung adalah menggigit (Anonymous,

2008).

Capung dan capung jarum menyebar luas, di hutan-hutan, kebun, sawah,

sungai dan danau, hingga ke pekarangan rumah dan lingkungan perkotaan.

Ditemukan mulai dari tepi pantai hingga ketinggian lebih dari 3.000 m dpl.

Beberapa jenisnya, umumnya jenis capung, merupakan penerbang yang kuat dan

luas wilayah jelajahnya. Beberapa jenis yang lain memiliki habitat yang spesifik

dan wilayah hidup yang sempit. Capung jarum biasanya terbang dengan lemah,

dan jarang menjelajah sampai jauh (Wikipedia, 2012).

Sebagian besar siklus hidup capung dihabiskan dalam bentuk nimfa, di

bawah permukaan air, dengan menggunakan insang internal untuk bernafas.

Tempayak dan nimfa capung hidup sebagai hewan karnivora yang ganas. Nimfa

capung yang berukuran besar bahkan dapat memburu dan memangsa berudu dan

anak ikan. Setelah dewasa, capung hanya mampu hidup maksimal selama empat

bulan (Anonim, 2004).

Page 15: Acara 2 Pengenalan Hewan Avertebrata Dan Vertebrata Pada Berbagai Habitat

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa:

1. Hewan avertebrata yang hidup di habitat terestrial adalah Achatina fulica

(Bekicot), Heteromethrus sp. (Kalajengking). Avertebrata yang hidup akuatik

adalah Pomacea canaliculata (Keong mas), yang hidup semi akuatik Anax

junius (Capung).

2. Hewan vertebrata yang hidup di akuatik adalah Himantura sp. (Ikan Pari), dan

yang hidup arboreal adalah Tyto alba (Burung Hantu).

3. Habitat terrestrial adalah mayoritas berupa daratan, akuatik adalah habitat

lebih banyak perairan daripada daratan, semi akuatik adalah habitat dimana

hewan membagi waktu secara seimbang antara darat dan air, sedangkan

arboreal merupakan habitat dimana hewannya banyak berada dipepohonan.

B. Saran

1. Sebaiknya untuk praktikum pengenalan hewan avertebrata dan vertebrata

diberbagai habitat, spesimen yang disediakan jumlahnya diperbanyak supaya

praktikan tidak berebut dalam menggambar.

2. Sebaiknya dalam menggambar harus lebih cermat lagi agar tidak keliru dalam

mengelompokkan .

Page 16: Acara 2 Pengenalan Hewan Avertebrata Dan Vertebrata Pada Berbagai Habitat

DAFTAR REFERENSI

Anonim. 2004. Anax junius. www.zipcodezoo.com. Diakses tanggal 30 Maret 2013.

Anonim. 2008. Capung. http://www.wikipedia. org. Diakses tanggal 30 Maret 2013.

Costello, MJ. 2009. Distinguishing Marine Habitat Classification Concept for Ecological Data Management. Mar Ecol Prog Ser Vol. 397: 253-268

Beng, A. A. 1982. Bekicot Budidaya dan Pemanfaatannya. PT Penebar Swadaya, Jakarta.

Hadiyanto. 2010. Biologi, Ekologi dan Peranan Suku Capitellidae Grube 1862 (Annelida: Polychaeta). LIPI, Jakarta. Oseana Vol XXXV Nomor 3 Tahun 2010: 29-38

Hickman, C. F. 1972. Biology of Animal. The C. V. Mosby Company, Saint Louis.

Hutabarat, S. 1986. Kunci Identifikasi Zooplankton. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Jasin, M. 1989. Sistematika Hewan. Sinar Jaya, Surabaya.

MacKinnon, J. 1993. Panduan Lapangan Pengenalan Burung-Burung Di Jawa Dan Bali. Gadjah Mada University Press, Jogyakarta.

MacKinnon, J., K. Phillipps, and B. van Balen. 2000. Burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan. LIPI dan BirdLife IP, Bogor.

Radiopoetro. 1977. Zoologi. Erlangga, Jakarta.

Siwi, S. S . 1991. Kunci Determinasi Serangga. Kanisius, Yogyakarta.

Soeseno, 1990. Burung Hias Aneka Jenis dan Perawatannya. Penebar Swadaya, Jakarta Suhardi, 1983. Evolusi Avertebrata. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Suhardi, 1983. Evolusi Avertebrata. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Wikipedia. 2010. http://wikipediaklasifikasi.org. Diakses tanggal 29 Maret

2013.