abstrak
TRANSCRIPT
ABSTRAK
Gliserolisis secara kimia antara RBD PO dan gliserol telah dilakukan denga
menggunakan katalis kalsium karbonat ( CaCO3 ) pada temperatur 210 215 oC dalam
suasana nitrogen sehingga diperoleh monogliserida ( MG ) dan digliserida ( DG ) dan
DG yang diperoleh dianalisa dengan kromatografi gas. Untuk menghasilkan kandu MG
dan DG yang paling maksimum maka dilakukan dengan variasi katalis CaCO3 pereaksi
gliserol dan RBD PO. Hasil kromatografi gas menunjukkan bahwa kandungan MG DG
yang maksimum diperoleh pada pemakaian katalis CaCO3 sebayak 0,25% (w/w) y
sebesar 50,91 % dimana kandungan MG sebesar 1,06 % dan DG sebesar 49 Katalis
CaCO3 sebesar 0,25% digunakan pada reaksi gliserolisis dengan variasi perband mol
antara g RBD PO dan gliserol. Kandungan MG dan DG yang paling maks diperoleh
pada perbandingan 2 mol RBD PO dan 4 mol gliserol, yaitu sebesar 83,26 % de rincian
komposisi 3,56 % MG dan 79,70 % DG dan trigliserida ( TG ) sebesar 16,74 %. akhir
reaksi masih ditemukan TG awal ataupun TG hasil interesterifikasi. MG dan DG y
diperoleh akan dapat dimanfaatkan sebagai emulsifier pada industri pangan, non pa dan kosmetik. BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Kelapa sawit merupakan komoditi non migas yang telah ditetapkan sebagai salah
satu komoditi yang dikembangkan menjadi produk lain untuk tujuan ekspor. Produksi
kelapa sawit di Indonesia selalu mengalami peningkatan dari tahun ketahun yang saat ini
menempati urutan kedua produksi dunia setelah Malaysia.
Peningkatan produksi akan memberikan dampak yang sangat berarti terhadap
pendapatan masyarakat Indonesia pada umumnya dan khususnya kepada para petani kelapa
sawit. Jika peningkatan produksi minyak sawit diikuti dengan peningkatan nilai ekonomi
minyak sawit melalui peningkatan daya guna minyak sawit yang menghasilkan produk yang
bernilai ekonomi relatif tinggi, maka perlu dilakukan suatu upaya tertentu dalam mencapai
hal tersebut. (Hasanuddin, A., 2001)
Didalam prakteknya upaya peningkatan daya guna minyak sawit yang
menghasilkan produk yang bernilai ekonomi lebih tinggi dapat dilakukan dengan berbagai
macam modifikasi minyak sawit untuk mendapatkan produk hasil yang sesuai dengan sifat
produk yang diinginkan, modifikasi dari minyak dan lemak yang berasal dari minyak sawit
dapat dicapai dengan cara mengubah komposisi asam lemak dan mengubah distribusi asam
lemak didalam molekul gliserida untuk membentuk suatu minyak atau lemak yang baru dengan sifat sifat yang berbeda, misalnya untuk mandapatkan minyak yang lebih cair
ataupun lemak yang lebih padat untuk tujuan tertentu. (Jansen, S., 2000)
Lemak dan minyak dapat dimodifikasi menjadi monogliserida dan digliserida
melalui reaksi antara gliserol dan trigliserida. Untuk memperoleh senyawa monogliserida
dan digliserida telah banyak diupayakan melalui reaksi gliserolisis dengan lemak maupun
metil ester atau etil ester asam lemak, baik secara reaksi kimia menggunakan katalis maupun
secara bioteknologi dengan enzim lipase sebagai katalis. ( Yumin, 2003 )
Monogliserida ( MG ) dan digliserida ( DG ) termasuk produk yang bernilai
ekonomi tinggi dan mempunyai prospek pasar yang cukup cerah pada era global. Krog
(1990) memprediksikan kebutuhan MG dan DG sebagai emulsifier pangan pada era pasar
global sekitar 132.000 ton/tahun. (Hasanuddin, A., 2001)
MG dan DG didalam penglohan pangan digunakan sebagai emulsifier dalam pembuatan produk produk pangan berlemak seperti margarin, roti, biskuit dan es krim.
Disamping sebagai emulsifier, DG telah banyak digunakan sebagai minyak diasilgliserol
yang lebih sehat untuk dikonsumsi jika dibandingkan dengan minyak goreng tradisional
yang kaya akan kandungan triasilgliserol. Sejauh ini lebih dari 63.000 ton minyak goreng
diasilgliserol telah dipasarkan di Jepang sejak minyak tersebut diperkenalkan pada Februari
1999. Komponen utama dari minyak diasilgliserol adalah 80 % Sn-1,3 dan Sn-1,2 (2,3)
diasilgliserol (pada perbandingan 7:3). Minyak diasilgliserol ini diproduksi secara komersial
melalui reaksi esterifikasi asam lemak dengan gliserol atau penambahan monoasilgliserol
pada lipase maupun melauli reaksi yang disebut dengan reaksi gliserolisis dari lemak dan
minyak dengan bantuan sejumlah kecil katalis yang berfungsi untuk mempercepat reaksi.
(Tiangkui, Y., dkk., 2004)
Katalis yang biasa digunakan dalam pembuatan MG dan DG adalah NaOH dan
KOH, menurut G.J. Suppes katalis tersebut hanya efektif digunakan jika reaksi
menggunakan monoalkohol seperti metanol dan etanol akan tetapi tidak efektif jika
digunakan dalam reaksi yang menggunakan etilen glikol sebagai alkohol dan reaksi
dilakukan pada temperatur di atas 200 OC. (Suppes, 2001). Namun dalam hal ini kami akan
menggunakan katalis kalsium karbonat (CaCO3). Katalis kalsium karbonat merupakan salah satu katalis yang paling diminati didalam memodifikasi lemak dan minyak, karena katalis
ini dapat diperoleh dengan harga yang lebih murah, memiliki struktur yang lebih besar untuk
digunakan di dalam reaktor sehingga mudah untuk dipisahkan dan tidak bersifat racun.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk menggunakan katalis
kalsium karbonat dalam reaksi gliserolisis, apakah MG dan DG dapat dihasilkan dari reaksi
gliserolisis antara RBD PO dan gliserol dengan menggunakan katalis kalsium karbonat, dan
berapakah katalis yang digunakan untuk menghasilkan MG dan DG yang paling maksimum,
serta ingin mengetahui perbandingan jumlah mol RBD PO dan gliserol yang direaksikan
untuk menghasilkan MG dan DG yang paling maksimum.
1.2 Permasalahan
a. Berapa banyakkah katalis kalsium karbonat yang digunakan untuk menghasilkan MG dan DG dari reaksi gliserolisis antara RBD PO den Gliserol pada temperatur 210 215
o
C selama 2 jam yang paling maksimum.
b. Berapakah perbandingan jumlah mol RBD PO dan gliserol yang digunakan dalam
reaksi untuk menghasilkan MG dan DG yang paling maksimum.
1.3 Pembatasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada :
a. Pengamatan dan penentuan kadar MG dan DG yang dihasilkan dari reaksi antara RBD PO dan gliserol dengan menggunakan katalis kalsium karbonat pada temperatur 210
215 OC, dan jumlah katalis yang digunakan divariasikan pada 0,10 ; 0,15 ; 0,20 ; 0,25 ;
dan 0,30 % (w/w).
b. Perbandingan jumlah mol RBD PO dan gliserol yang digunakan divariasikan pada
(
1 : 4 ) ( 2 : 4 ) ( 3 : 4 ) ( 4 : 4 ) ( 4 : 3 ) ( 4 : 2 ) ( 4 : 1 ) mol.
c. Penentuan kadar MG dan DG ditentukan dengan menggunakan metode kromatografi
gas.
1.4 Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui jumlah katalis kalsium karbonat yang digunakan untuk
menghasilkan MG dan DG yang paling maksimum.
b. Untuk mengetahui perbandingan jumlah mol RBD PO dan gliserol yang digunakan
dalam reaksi untuk menghasilkan MG dan DG yang paling maksimum.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber informasi yang
berguna untuk pengembangan produk dari industri pengolahan minyak sawit dan dalam
perkembangan industri oleokimia.
1.6 Metedologi Penelitian Penelitian ini dilakukan malalui eksperimen laboratorium, dimana bahan bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini umumnya merupakan produk dari EMerck.
Gliserol yang digunakan diperoleh dari PT. DOMAS AGROINTI PRIMA, suatu pabrik
pengolahan minyak nabati dan RBD PO yang digunakan diperoleh dari PT.PALMCOCO
LABORATORIES. Hasil gliserolisis yang diperoleh ditentukan kadar MG, DG dan TG nya
dengan menggunakan metode analisis kromatografi gas.
1.7 Lokasi Penilitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Organik F-MIPA Universitas Sumatera
Utara. Dan pengujian hasil penelitian dilakukan disalah satu perusahaan swasta yang
bergerak dalam industri minyak nabati di Medan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Minyak Kelapa Sawit
Salah satu dari beberapa tanaman golongan palm yang dapat menghasilkan minyak
adalah kelapa sawit ( Elaeis guinensis JAQC ). Kelapa sawit dikenal terdiri dari empat
macam tipe atau varietas yang berbeda, yaitu tipe macrocarya, dura, tenera dan psifera. Masing masing tipe dibedakan berdasarkan tebal tempurung. (Ketaren, S.,1998)
Minyak kelapa sawit dapat dihasilkan dari inti kelapa sawit yang dinamakan minyak
inti kelapa sawit ( crude palm kernel oil, CPKO ) dan juga dapat dihasilkan dari daging buah
kelapa sawit yang dinamakan minyak sawit kasar ( crude palm oil, CPO ) (Ketaren,
S.,1998) CPO mengandung sekitar 500 700 ppm karoten dan merupakan bahan pangan
sumber karoten alami terbesar. Oleh karena itu CPO berwarna merah jingga. Disamping itu
jumlahnya juga cukup tinggi. Minyak sawit ini diperoleh dari mesokarp buah kelapa sawit
melalui ekstraksi dan mengandung sedikit air serta serat halus, yang berwarna kuning
sampai merah dan berbentuk semi padat pada suhu ruang. Dengan adanya air dan serat halus
tersebut menyebabkan minyak sawit mentah tidak dapat langsung digunakan sebagai bahan
pangan maupun non pangan.
Bentuk semi padat minyak sawit mentah disebabkan oleh kandungan asam lemak
jenuh yang tinggi, sebagaimana tersaji pada tabel 2.1. Pada tabel tersebut teramati sekitar 50
persen asam lemak yang ada merupakan asam lemak jenuh dengan komponen utama asam
palmitat, sekitar 40 persen asam lemak tidak jenuh tunggal ( asam oleat ) dan sekitar 10
persen asam lemak tidak jenuh jamak ( asam linoleat ). Asam palmitat bentuk bebas dan
bentuk terikat sebagai monopalmitin, dipalmitin dan tripalmitin memiliki titik leleh yang
relatif tinggi ( diatas 60 oC ), sehingga pada suhu ruang senyawa tersebut berbentuk padat.
Tabel 2.1. Komposisi asam lemak minyak sawit mentah ( November 2001, Asriani H. )
Minyak kelapa sawit dapat digunakan untuk menghasilkan berbagai jenis produk
olahan, baik yang digunakan sebagai bahan yang dapat dikonsumsi maupun produk olahan
yang tidak dapat dikonsumsi. Pada umumnya produk olahan minyak sawit yang ditujukan
sebagai bahan yang dapat dikonsumsi dimurnikan melauli beberapa proses sebagai berikut:
1. Pemisahan bahan suspensi dan dispersi koloid dengan cara penguapan, deguming
No 1
dan pencucian dengan Asam Lemak Jenis asam.
Persen Komposisi 0 0,4 0,6 1,7 41,1 47 3,7 5,6 38,2 43,6
Asam Laurat ( C12:0 ) 2. Pemisahan asam lemak bebas dengan netralisasi. 2 Asam Miristat ( C14:0 ) 3 3. Dekolorinasi dengan proses pemucatan. Asam Palmitat ( C16:0 ) 4 5 6 7 Asam Stearat ( C18:0 ) 4. Deodorisasi ( proses penghilangan bau ), dan Asam Oleat ( C18:1 )
5. Pemisahan bahan gliserida jenuh dengan cara pendinginan ( fraksinasi ). Asam Linoleat ( C18:2 ) 6,6 11,9 Asam Linolenat ( C18:3 ) 0,0 0,6 Minyak sawit kasar yang telah melalui keseluruhan tahapan proses pemurnian akan
menghasilkan suatu produk olahan jadi yang siap untuk langsung dikonsumsi berupa RBD
Palm Olein ( minyak goreng ), sedangkan minyak sawit kasar yang telah melalui tahapan
proses hingga pada proses deodorisasi ( penghilangan bau ) akan menghasilkan bahan
setengah jadi yang disebut sebagai RBD PO yang dapat digunakan sebagai bahan baku
dalam proses pembuatan margarin, shortening ( mentega putih ), serta berbagai jenis produk
olahan lainnya. (Hasanuddin, A., 2001 ).
Minyak kelapa sawit merupakan komoditi nonmigas yang telah ditetapkan sebagai
salah satu komoditi yang dikembangkan menjadi produk lain, didalam prakteknya upaya
peningkatan daya guna minyak kelapa sawit yang menghasilkan produk yang bernilai
ekonomi yang lebih tinggi. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai macam modifikasi
minyak sawit untuk mendapatkan produk hasil yang sesuai dengan sifat produk yang
diinginkan, modifikasi dari minyak dan lemak dapat dilakukan dengan cara mengubah
komposisi asam lemak dan mengubah distribusi asam lemak didalam molekul gliserida untuk membentuk suatu minyak dan lemak yang baru dengan sifat sifat yang berbeda,
misalnya untuk mendapatkan minyak yang lebih cair, untuk mendapatkan lemak yang lebih
padat ataupun minyak dan lemak yang lebih spesifik untuk tujuan tertentu. Dalam hal ini
telah dilakukan beberapa metode dalam modifikasi minyak dan lemak, yaitu antara lain :
Gliserolisis, fraksinasi, hidrogenasi, esterifikasi dan kombinasinya. (Silalahi, J., 2000)
2.2. Gliserolisis
Gliserolisis adalah reaksi transesterifikasi, dimana suatu ester direaksikan dengan
suatu alkohol dengan bantuan sejumlah kecil katalis yang berguna untuk mempercepat
reaksi untuk menghasilkan suatu ester yang baru, akan tetapi didalam gliserolisis alkohol
yang digunakan sebagai reaktan adalah gliserol. Gliserolisis minyak dan lemak merupakan reaksi tranesterifikasi antara trigliserida
dengan gliserol dengan bantuan sejumlah kecil katalis untuk mempercepat reaksi untuk menghasilkan monogliserida dan digliserida. Ada tiga langkah reaksi bolak balik yang
dapat terjadi pada proses gliserolisis, yaitu :
O OC R1 O OC R2 O R3 OC Trigliserida + OH Gliserol OH OH OH OH OC
O R1 OH
OC
O R2
+ OC
O R3
Monogliserida O
Digliserida
OH O OC R2 O R3 OC Digliserida +
OH
OC
R1
OH
OH
OH Gliserol O OO
OH Monogliserida R2 O R3
OC
C
R1 O C
O + OC R1 OH
OH
OC
O R2 O
OH Trigliserida
OC
R3 Digliserida
Monogliserida
Gambar. 2.1. Reaksi bolak balik yang dapat terjadi dalam gliserolisis
(Noureddini,H.,and Medikonduru, 1997)
Reaksi gliserolisis merupakan reaksi yang paling banyak digunakan dalam
memprodukasi monogliserida dan digliserida dari trigliserida atau minyak dan lemak.
Didalam reaksi ini, minyak dan lemak yang akan direaksikan dicampur dengan gliserol
berlebih dalam kondisi temperatur yang tinggi sehingga dapat meningkatkan kelarutan
gliserol pada fasa minyak dimana kelarutan gliserol dalam minyak hanya sekitar 4% pada
temperatur kamar dan dengan penambahan suatu katalis basa untuk mempercepat reaksi,
katalis yang biasa digunakan adalah natrium hidroksida (NaOH), kalium hidroksida (KOH)
dan kalsium hidroksida (Ca(OH)2). Campuran reaksi dijaga pada temperatur yang tinggi
hingga radikal asam lemak dari trigliserida didistribusikan secara acak pada gugus hidroksil
yang tersedia pada molekul gliserol. Setelah kesetimbangan reaksi tercapai, campuran reaksi
didinginkan dengan
cepat dan
katalis yang digunakan
dinetralisasikan dengan
menambahkan zat asam, garam yang terbentuk dari reaksi penetralan katalis harus
dipisahkan serta gliserol sisa yang tidak habis bereaksi juga harus dipisahkan, gliserol yang
terlarut didalam campuran reaksi juga harus dipisahkan guna mengurangi asam lemak bebas
yang terbentuk.
Perbandingan hasil proses gliserolisis dalam bentuk monogliserida dan digliserida
serta termasuk juga trigliserida dapat dikontrol berdasarkan perbandingan jumlah reaktan
yang digunakan, temperatur, waktu reaksi, katalis dan penggunaan gas inert. Distribusi
normal pada hasil gliserolisis adalah 50 % monogliserida , 40 % digliserida dan 10 %
trigliserida
Gliserolisis juga merupakan langkah awal untuk menghasilkan resin alkali dalam
beberapa deterjen dan reaksi ini telah digunakan dalam skala industri. Suhu yang tinggi
dalam reaksi ini biasanya menghasilkan produk yang berwarna merah tua (Feral, T., 1996)
Gliserolisis secara bioteknologi juga dapat dilakukan dengan pemanfaatan lipase
terjebak (fase immobile) pada pembentukan monogliserida dari minyak zaitun. Pada reaksi
enzimatis ini, pembentukan monogliserida dilakukan dengan menggunakan fasa padat
penjebak mikroba agar dapat dipisahkan kembali dari campurannya dengan hasil reaksi
untuk digunakan kembali sehingga menurunkan biaya produksi. Bahan penopang padat
yang berfungsi sebagai adsorben berpori adalah CaCO3, CaSO4.2H2O, Ca2P2O7 dan celite.
Mikroba yang digunakan adalah Pseudomonas sp. KWI-56 lipase (PSL), Chromobacterium
viscosum lipase (CPL) dan Pseudomonas pseudoalkali lipase (PPL). Reaksi gliserolisis
minyak zaitun secara enzimatik diatas dapat menghasilkan 90% monogliserida dengan lama
reaksi 72 jam (Rosu, 1997).
2.3. Gliserida
Gliserida disebut juga asil gliserol merupakan senyawa ester antara gliserol dan asam
lemak. Gliserida yang bersifat padat pada suhu kamar disebut lamak sedangkan gliserida
yang bersifat cair disebut minyak. Gliserida dengan satu rantai asam lemak disebut
mongliserida, dua rantai asam lemak disebut digliserida dan tiga rantai asam lemak disebut
dengan trigliserida, seperi yang tertera pada gambar dibawah ini :
O O H OC R OC
OH O R O
OH
OC
R
O OC R1 O OC R2 O OC R3 Monogliserida Digliserida Trigliserida
Gambar 2.2. Jenis jenis gliserida
Penamaan gliserida ditentukan oleh komponen asam lemak yang membentuknya,
misalnya tripalmitogliserol atau dengan nama umumnya tripalmitin merupakan suatu
trigliserida yang dibentuk oleh gliserol dan tiga asam lemak palmitat.
(Wirahadikusumah,1985)
Gliserida secara alami dapat ditemukan dalam semua lemak hewan maupun tumbuhan,
seperti minyak nabati dan minyak ikan. Sehingga gliserida merupakan suatu sumber
penghasil gliserol, yang memiliki banyak kegunaan pada industri oleokimia. (Austin, 1985).
Gliserida terdiri dari monogliserida, digliserida, trigliserida dan fosfogliserida.
2.3.1. Monogliserida
Monogliserida adalah ester gliserol dari asam lemak dimana hanya satu gugus asam
lemak yang terikat pada molekul gliserol, monogliserida memiliki struktur sebagai berikut:
O OC R
OH
OH
Monogliserida
Gambar 2.3. Struktur monogliserida (Arthur, 1968)
Monogliserida pertama sekali disintesis pada tahun 1853, dan baru pada tahun 1960
dibuat dalam skala industri melalui reaksi gliserolisis trigliserida. Monogliserida dapat
dihasilkan melalui reaksi antara berbagai substrat dengan gliserol. Berdasarkan jenis
substratnya, monogliserida dapat dibuat melalui reaksi esterifikasi langsung antara asam
lemak dengan gliserol, reaksi transesterifikasi trigliserida dengan gliserol, reaksi
transesterifikasi metil ester asam lemak dengan gliserol, reaksi hidrolisis trigliserida atau lemak dan reaksi kondensasi asam lemak dengan glisidol atau dengan senyawa senyawa
turunannya. (Awang, R., dkk., 2004) Monogliserida (sering disebut monoasilgliserol) terdapat dalam dua bentuk alfa ( ) (Sn-1 dan Sn-3) dan beta ( ) (Sn-2). Hal ini tergantung pada posisi primer ( ) maupun sekunder ( ). Molekul yang tidak simetris disebut kiral dan terdapat dua enansiomer yang
simetris dengan gugus aslinya pada posisi Sn-1 dan Sn-3. Isomer dan dan dapat mengalami perubahan yang cepat melalui campuran 90 : 10 ( : ) dari dua senyawa
tersebut. 2-monogliserida terbentuk dalam usus selama pencernaan lemak dan selanjutnya
diserap dan diangkut sebelum diubah kembali menjadi trigliserida untuk proses
pengangkutan melalui darah.
O OC R OH O OH OC R OH O OH OH OC R OH
Sn-1
Sn-2
Sn-3
Gambar 2.4. Stereoisomer monogliserida Sn-1, Sn-2 dan Sn-3
Pembuatan monogliserida dapat dilakukan dengan cara yang sangat sederhana, yaitu
dengan mencampurkan minyak atau lemak dengan gliserol menggunakan katalis natrium
metoksida (sekitar 0.1% dari berat minyak yang digunakan). Campuran ini kemudian dipanaskan pada suhu 87,7 121 oC pada kondisi udara yang lembab sampai tercapai kesetimbangan reaksi. Pada proses penghasilan monogliserida secara besar besaran
dilakukan penyaringan secara bertahap untuk mendapatkan monogliserida dengan konsentarsi yang tinggi. (OBrein, R.D., 1998)
2.3.2. Digliserida
Digliserida adalah ester gliserol dari asam lemak dimana terdapat dua gugus asam
lemak yang terikat pada molekul gliserol.
Digliserida ( sering disebut diasilgliserol) terdapat dalam dua bentuk, bentuk simetris
(Sn-1,3) dan bentuk tidak simetris (Sn-1,2 dan Sn-2,3) seperi yang terlihat pada gambar
sebagai berikut : O OC R O OC R OC O R O OH Sn-1,2 OC Sn-2,3 R OC Sn-1,3 O R OH OH OC O R
Gambar 2.5. Isomer digliserida Sn-1,2, Sn-2,3 dan Sn1,3.
Digliserida merupakan lemak atau minyak yang baik untuk kesehatan jika
dibandingkan dengan minyak goreng tradisional yang kaya akan kandungan trigliserida.
Studi yang dilakukan pada hewan maupun manusia, menunjukkan bahwa digliserida
memiliki sejumlah efek yang menguntungkan pada metabolisme lemak didalam tubuh jika
dikonsumsi. Pemilihan untuk mengkonsumsi minyak digliserida akan dapat mencegah
kenaikan berat badan dan mengurangi penumpukan lemak didalam tubuh. Disamping itu
digliserida juga memiliki sifat biologis dan sifat fisiologis yang sama dengan trigliserida
dalam penggunaannya untuk dapat dimodifikasi sebagai bahan baku pembuatan bahan bakar
atau biodisel. (Tiankui, Y., dkk., 2004)
Monogliserida dan digliserida, keduanya memiliki sifat hidrofilik karena gugus
hidroksil bebas yang dimilikinya dan juga bersifat hidrofobik karena adanya residu asam
lemak. Monogliserida dan digliserida larut parsial dalam air dan dalam lemak, sehingga
monogliserida dan digliserida merupakan zat pengemulsi yang baik. Monogliserida dan
digliserida biasanya ditambahkan sebagai shortening dan sebagai pengemulsi dalam
beberapa produk makanan (Potter, N., 1986). Monogliserida dan digliserida sangat penting sebagai bahan pencampur dalam
pembuatan kue dan juga penting sebagai shortening (termasuk cairan dalam susu dan telur).
Monogliserida dan digliserida yang ditambahkan sebagai shortening sangat penting untuk
memberikan sifat emulsifikasi dalam pembuatan kue yang berkualitas tinggi, juga dalam
pembuatan es krim dan ragi. Emulsifier ini juga bertindak sebagai pelembut dalam roti.
(Lawson, H., 1985).
2.3.3. Trigliserida
Trigliserida adalah hasil esterifikasi dimana ketiga gugus OH pada gliserol diesterkan.
Trigliserida yang tersusun dari asam lemak tidak jenuh akan berwujud cair dan mempunyai
titik cair yang rendah, umumnya trigliserida ini terdapat pada minyak nabati. Trigliserida
yang tersusun dari asam lemak jenuh akan berwujud padat dan mempunyai titik cair yang
lebih tinggi, umumnya trigliserida ini terdapat pada minyak hewan. (Christie, 1982)
Trigliserida secara alami terdapat pada hewan dan minyak nabati. Minyak nabati
seperti minyak jarak yang tidak dapat dimakan, sedangkan minyak nabati yang dapat
dimakan seperi minyak kelapa, minyak kelapa sawit, minyak kacang kedelai dan
sebagainya. Trigliserida yang dapat dimakan biasanya digunakan dalam bentuk margarin,
minyak goreng, dan dalam bentuk olesan selai roti dan juga pada mentega. (Austin, 1998)
2.3.4. Fosfogliserida
Fosfogliserida merupakan gliserida yang mengandung ester asam lemak pada kedua
posisi gliserol dengan suatu ester posfat pada posisi ketiga. Fosfogliserida bersifat sebagai surfaktan netral karena molekul molekulnya terdiri dari dua gugus hidrofobik dan gugus
hidrofilik yang bersifat sangat polar. Oleh karena itu Fosfogliserida merupakan pengemulsi
yang sangat baik. Fospogliserida terdapat dalam kuning telur. (Fessenden and
fessenden,1986)
Lesitin merupakan fospogliserida yang terdapat dalam kuning telur dan kacang
kedelai. Lesitin digunakan sebagai pengemulsi dalam es krim. Proses emulsifikasi terjadi
karena kepala dari lesitin bersifat hidrofilik yang larut dalam air dan ekor dari lesitin bersifat
hidrofobik yang larut dalam trigliserida. (Denniston, K.,1997).
2.4. Gliserol
Gliserol memiliki rumus kimia C3H5(OH)3. Gliserol merupakan trihidrat alkohol,
dimana mempunyai dua gugus hidroksil primer dan satu gugus hidroksil sekunder.
OH
OH
OH
Gambar 2.6. Struktur kimia gliserol
Gliserol merupakan anhidrous, mimiliki titik lebur 18,2 oC dan titik didihnya 290 oC
yang diikuti dengan adanya dekomposisi. (Bonnardeaux, J., 2006)
Gliserol alami merupakan hasil samping proses konversi lemak dan minyak. Dari proses splitting lemak dapat diperoleh 15 20 % larutan gliserol dalam air. Proses transesterifikasi menghasilkan 75 90 % gliserol dalam alkohol. Proses ini tergantung pada
perbandingan jumlah alkohol dan lemak ataupun minyak dan konsentrasi katalis.
(Noureddini, H., and Medikonduru, 1997)
Fungsi utama dari gliserol adalah sebagai humectant (suatu zat yang berfungsi untuk
menjaga kelembutan dan kelambaban). Gliserol juga dapat digunakan sebagai pelarut,
pemanis, pangawet dalam makanan serta sebagai zat emollient dalam kosmetik. Berdasarkan
sifatnya, gliserol banyak digunakan sebagai zat pemlestis (plasticizer) dan minyak pelumas
dalam mesin pengolahan makanan dan minuman. Hal ini disebabkan karena gliserol tidak
beracun. Gloserol juga digunakan dalam industri resin alkil untuk menjaga sifat kelarutan.
Resin alkil merupakan suatu bahan pengikat dalam cat dan tinta. Dalam penggunaannya
secara keseluruhan, baik sebagai zat aditif, sifat gliserol yang tidak beracun dan aman selalu
menjadi suatu hal yang menguntungkan. (Bonnardeaux, J., 2006)
2.5. Emulsifier
Emulsi didefinisiskan sebagai suatu sistem yang terdiri dari dua fasa cairan yang tidak saling malarut, dimana salah satu cairan terdispersi dalam bentuk globula globula didalam cairan lainnya. Cairan yang terpecah menjadi globula globula dinamakan fasa terdispersi
sedangkan cairan yang mengelilingi globula dinamakan fasa kontuniu atau medium dispersi. Fungsi fungsi pengemulsi pangan dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan
utama, yaitu :
1. Untuk mengurangi tegangan permukaan, pada permukaan minyak dan air yang
mendorong pembentukan emulsi dan pembentukan kesetimbangan fasa antara minyak,
air dan pengemulsi pada permukaan yang memantapkan antara emulsi. 2. Untuk sedikit merubah sifat sifat tekstur, awetan dan sifat sifat reologi produk pangan, dengan pembentukan senyawa kompleks dengan komponen komponen pati
dan protein.
3. Untuk memperbaiki tekstur produk pangan yang bahan utamanya lemak dengan
mengendalikan keadaan polimorf lemak.
Pada dasarnya emulsifier merupakan surfaktan yang mempuyai dua gugus yaitu gugus
hidrofilik dan gugus lipofilik. Gugus hidrofilik bersifat polar dan mudah bersenyawa dengan
air, sedangkan gugus lipofilik bersifat nonpolar dan mudah bersenyawa dengan minyak.
Didalam molekul emulsifier salah satu gugu harus lebih dominan jumlahnya. Bila gugus polarnya yang lebih dominan maka molekul molekul emulsifier tersebut akan diadsorpsi lebih kuat oleh air dibandingkan dengan minyak. Banyak cara cara yang telah
dikembangkan untuk mendapatkan pengemulsi atau campuran emulsi untuk mendapatkan
sifat khusus suatu produk pangan yang tepat atau campuran emulsi yang tepat untuk mendapatkan sifat sifat khusus produk pangan.
Berikut ini adalah beberapa contoh emulsifier yang umum digunakan dalam bahan
pangan :
1. Monogliserida dan digliserida, merupakan zat pengemulsi yang umum digunakan. Yang
tergolong monogliserida dan digliserida diantaranya adalah : gliserol monolaurat,
polietilen monogliserol, gliseril laktil palmitat. 2. Stearoil lactylat, yang sering digunakan dalam produk produk bakery.
3. Sorbitan ester, pada umumnya digunakan dalam pembuatan kue, pelindung buah dan
sayuran segar.
4. Poligliserol ester, yang digunakan dalam pangan yang diaerasi mengandung lemak. 5. Ester ester sukrosa, penggunaannya dalam pangan umumnya pada pembuatan roti dan
produk olahan susu.
6. Lesitin, paling banyak diperoleh dari kacang kedelai dan kuning telur. Biasanya digunakan untuk emulsifier pada margarin, roti, kue dan lain lain. (OBrein, R.D., 1998)
2.6. Katalis
Katalis adalah suatu bahan yang dapat menambah kecepatan reaksi. Didalam rekasi
untuk memodifikasi minyak dan lemak kehadiran katalis sangat berguna dalam
mempercepat reaksi, sehingga untuk memodifikasi minyak dan lemak dapat diperoleh dalam
waktu yang lebih singkat.
Didalam reaksi gliserolisis katalis yang biasa digunakan adalah katalis basa Bronsted
seperti NaOH, KOH dan Ca(OH)2, menggunakan katalis ini merupakan metode yang paling
umum untuk merubah trigliserida menjadi monoester dan diester gliserida. Asam Lewis kuat
seperti Titanium alkoksida (Ti(OR)4) dapat digunakan sebagai katalis alternatif untuk
menggantikan katalis basa NaOH, KOH dan Ca(OH)2. Katalis Ti(OR)4 lebih tahan lama jika
dibandingakan dengan NaOH, KOH dan Ca(OH)2 akan tetapi katalis ini memiliki beberapa
kekurangan seperti harga yang lebih mahal, bersifat racun dan sukar untuk dipisahkan dari
produk hasil. (Suppes, G., 2001)
Beberapa jenis katalis yang tersebut diatas merupakan jenis katalis homogen (satu fasa
katalis). Didalam industri katalis ini kurang efisien untuk digunakan jika dipandang dari
sifat ketahanan, harga, sifat racun dan kemudahannya untuk dipisahkan dari produk. Katalis
heterogen (dua fasa katalis) lebih memberikan keuntungan pada industri untuk memproduksi
monogliserida dan digliserida melalui reaksi gliserolisis pada skala industri.
Kalsium oksida adalah salah satu katalis heterogen yang sering digunakan oleh industri
dalam memproduksi monogliserida dan digliserida. Katalis ini diaktifkan dalam reaksi pada temperatur 200 220 oC selama 1 4 jam. Kalsium oksida dalam jumlah yang besar dapat
dijumpai sebagai bentuk katalis padat dan asam fospat sering digunakan untuk menetralkan
residu basa dari katalis ini dalam campuran reaksi. (Suppes, G., 2001)
Kalsium dan barium karbonat, asetat, oksida dan hidroksida merupakan katalis aktif
pada reaksi ester sorbitol dari asam lemak bebas. Kalsium karbonat merupakan katalis
heterogen yang paling diminati, karena memiliki kelarutan yang rendah didalam minyak dan
lemak dan dapat diperoleh dengan harga yang lebih murah serta memiliki struktur yang
lebih besar jika dibandingkan dengan kalsium oksida sehingga akan lebih mudah dalam
proses pemisahannya. Kalsium karbonat dapat berfungsi sebagai katalis basa Bronsted, hal
ini dapat ditunjukkan oleh anion karbonat yang merupakan basa yang sangat kuat, dilain sisi
ion kalsium juga ikut serta dalam kinetika reaksi yang berfungsi sebagai asam Lewis
terhadap gugus karbonil dari trigliserida serta kalsium karbonat aman untuk lingkungan, jika
dibandingkan dengan katalis logam seperti platinum. Sejumlah kecil kalsium karbonat dapat
diterima oleh lingkungan karena hanya memberikan dampak yang sangat kecil terhadap
lingkungan. (Suppes, G., 2001)
BAB III
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1.
Alat - alat
Alat alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Labu leher tiga
Neraca analitis
Thermometer 360 OC
Gelas Erlenmeyer
Gelas Beaker
Gelas ukur
Corong pisah
Magnetic bar
Botol akuades
Pendingin bola
Hot plate stirer
Rotarievaporator Pyrex Statif dan klem Mettler PM 200 Alat vakum Fisher Scientific Pipet tetes Pyrex Tabung N2 Pyrex Seperangkat alat GC Pyrex
Pyrex
Pyrex
Fisons
Heidolph VV2000
Fisons
Agilent 6890 N
3.2.
Bahan bahan
Bahan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : p.a.EMerck
Gliserol
RBD PO
Dietil eter p.a.EMerck Asam sitrat Fisons Kalsium karbonat p.a.EMerck Akuades
Nitrogen
Prosedur Penelitian
3.3.
3.3.1. Pembuatan Asam sitrat 10%
Ditimbang 10 gram kristal asam sitrat dilarutkan dengan akuades dalam labu takar
100 ml sampai garis tanda.
3.3.2. Gliserolisis RBD Palm Oil
3.3.2.1.Perbandingan jumlah katalis kalsium karbonat
Sebanyak 89 gr ( 0,090 mol ) RBD PO (diperoleh dari berat molekul trigliserida)
dimasukkan ke dalam labu leher tiga kemudian ditambahkan 16 gram ( 0.170 mol ) gliserol
dan 0.10 % katalis kalsium karbonat sebanyak 0.105 gram. Lalu dihubungkan dengan
pendingin bola yang dialiri dengan gas nitrogen. Selanjutnya dipanaskan pada suhu 210-215O
C selama 2 jam. Hasil reaksi didinginkan pada suhu kamar, kemudian dimasukkan kedalam
corong pisah dan diekstraksi dengan dietil eter dengan. Fase dietil eter ditambahkan dengan
larutan asam sitrat 10% sebanyak 20 ml. selanjutnya dicuci dengan akuades. Kemudian diuapkan pelarutnya dengan menggunakan rotarievaporator hasil yang diperoleh dianalisis
kadar MG dan DG menggunakan GC.
Perlakuan yang sama seperti diatas dilakukan untuk perbandingan jumlah katalis 0.15% ;
0.20% ; 0.25% ; 0.30%. dan diambil data dimana dihasilkan jumlah MG dan DG yang
paling maksimum, untuk digunakan pada prosedur selanjutnya.
3.3.2.2. Perbandingan jumlah RBD PO dan Gliserol
Sebanyak 98.095 gr ( 0,100 mol ) RBD PO (diperoleh dari berat molekul trigliserida)
dimasukkan kedalam labu leher tiga kemudian ditambahkan 2.300 gram
( 0,025 mol )
gliserol dan 0.25 % katalis kalsium karbonat sebanyak 0.251 gram. Lalu dihubungkan
dengan pendingin bola yang dialiri dengan gas nitrogen. Selanjutnya dipanaskan pada suhu
210-215 OC selama 2 jam. Hasil reaksi didinginkan pada suhu kamar, kemudian dimasukkan
kedalam corong pisah dan diekstraksi dengan dietil eter. Fase dietil eter ditambahkan
dengan larutan asam sitrat 10% sebanyak 20 ml. selanjutnya dicuci dengan akuades.
Kemudian diuapkan pelarutnya dengan menggunakan rotarievaporator hasil yang diperoleh
dianalisis kadar MG dan DG nya menggunakan GC
Perlakuan yang sama seperti diatas dilakukan untuk perbandingan jumlah
RBD
PO : Gliserol pada ( 4 : 2 ) ( 4 : 3 ) ( 4 : 4 ) ( 3 : 4 ) ( 2 : 4 ) ( 1 : 4 ) mol
3.4.
Bagan Penelitian
3.4.1. Gliserolisis RBD PO dan Gliserol dengan perbandingan jumlah katalis
Labu leher tiga
Dimasukkan 2.0 mol RBD PO Ditambahkan 4.0 mol Gliserol Ditambahkan 0,1% w/w katalis CaCO3 Dirangkai alat refluks dengan pendingin bola Dialirkan gas N2 secara perlahan pada rangkaian reaksi Direfluks selama 2 jam pada temperatur 210-215 OC.
Campuran Reaksi
Didinginkan sampai pada temperatur kamar Dimasukkan kedalam corong pisah Diekstraksi dengan dietil eter. Dipisahkan
Lapisan atas
Lapisan bawah
Ditambahkan asam sitrat 10 % sebanyak 20 ml Dicuci dengan Akuadest sebanyak 3 kali masing masing 25 ml Pelarut dietil eter diuapkan dengan menggunakan rotarievaporator
Campuran
Destilat (eter) MG, DG dan TG
Dianalisis dengan Kromatografi Gas.
Persentase MG, DG dan TG
Prosedur yang sama seperti diatas dilakukan untuk perbandingan jumlah katalis 0.15% ; 0.20% ; 0.25% dan 0.30%.
3.4.2. Gliserolisis dengan perbandingan jumlah mol RBD Palm Oil dan Gliserol
Labu leher tiga
Dimasukkan 4.0 mol RBD Palm Oil Ditambahkan 1.0 mol Gliserol Ditambahkan 0.25% w/w katalis CaCO3 Dirangkai alat refluks dengan pendingin bola Dialirkan gas N2 secara perlahan pada rangkaian reaksi Direfluks selama 2 jam pada temperatur 210-215 OC.
Campuran Reaksi
Didinginkan sampai pada temperatur kamar Dimasukkan kedalam corong pisah Diekstraksi dengan dietil eter. Dipisahkan
Lapisan atas
Lapisan bawah
Ditambahkan asam sitrat 10 % sebanyak 20 ml Dicuci dengan Akuadest sebanyak 3 kali masing masing 25 ml
Pelarut dietil eter diuapkan dengan menggunakan rotarievaporator
Campuran
Destilat (eter)
MG, DG dan TG
Dianalisis dengan Kromatografi Gas.
Persentase MG, DG dan TG
Perlakuan yang sama seperti diatas dilakukan untuk perbandingan jumlah RBD PO:Gliserol
pada ( 4 : 2 ) ( 4 : 3 ) ( 4 : 4 ) ( 3 : 4 ) ( 2 : 4 ) ( 1 : 4 ) mol