absisi daun
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan suatu proses alamiah yang dialami
oleh semua makhluk hidup yang ada di bumi. Makhluk hidup diberikan kemampuan
untuk tumbuh dan berkembang sampai mencapai ukuran tertentu. Pada tumbuhan
terdapat keistimewaan khusus yang diberikan oleh sang pencipta terkait masalah
pertumbuhan ini. Tumbuhan memiliki struktur jaringan meristem yang terus menerus
membelah selama tumbuhan itu masih hidup, artinya proses pertumbuhan yang
terjadi terus menerus. Hal ini berbeda dengan makhluk hidup lain seperti hewan dana
manusia yang mengalami proses pertumbuhan terbatas sampai usia tertentu.
Proses pertumbuhan yang terjadi pada makhluk hidup memang suatu saat tetap
akan mengalami suatu titik pemberhentian yakni kematian. Pada tumbuhan meskipun
struktur penyusunnya berasal daru jaringan meristem yang selalu aktif membelah dan
tumbuh, titik akhir berupa kematian akan tetap dialami dalam proses kehidupannya.
Jaringan meristem pada tumbuhan tidak mengalami yang namanya penuaan dan
kematian, akan tetapi jaringan-jaringan yang merupakan hasil differensiasi dari
jaringan meristem akan tetap mancapai tahap penuaan dan menuju kematian.
Proses penuaan pada jaringan tumbuhan dapat terjadi dengan berbagai
mekanisme, salah satunya adalah absisi. Absisi adalah suatu proses secara alami
terjadinya pemisahan bagian/organ tanaman dari tanaman, seperti ; daun, bunga,
buah atau batang. Dalam proses absisi faktor alami seperti ; dingin, panas,
kekeringan, akan berpengaruh terhadap absisi. Dalam hubungannya dengan hormon
tumbuh, maka terdapat jenis hormon yang menghambat terjadinya proses absisi ada
juga yang justru mempercepat terjadinya proses absisi itu sendiri.
Salah satu organ pada tumbuhan yang tidak lepas dari mekanisme absisi ini
adalah daun. Daun merupakan organ dari tanaman yang berperan penting dalam
fotosintesis untuk menghasilkan bahan makanan bagi kelangsungan hidup tanaman.
Pada daun Gymnospermae dan Dicotyledoneae umumnya sebelum mati akan gugur
terlebih dahulu sebagai akibat adanya perubahan di pangkal daun atau helaian daun.
Bagian tangkai tersebut dinamakan daerah pengguguran yang mempunyai struktur
berbeda dengan sekitarnya. Daerah pengguguran merupakan bagian paling lemah
dari tangkai daun. Di daerah tersebut diameter berkas pengangkut lebih kecil dari
bagian lain.
Secara umum terbentuknya zona absisi dapat mempengaruhi proses
pengguguran daun, sehingga diduga ada keterlibatan hormon di dalam proses
tersebut. Salah satu hormon yang diduga berpengaruh adalah hormon AIA. Hormon
ini dapat memacu proses pemanjangan jaringan, akan tetapi ketika kita mengamati
tahapan selanjutnya, hormon AIA ini ternyata juga dapat mempengaruhi kerja dari
etilen. Sedangkan etilen merupakan suatu zat yang memegang peranan penting dalam
terjadinya mekanisme absisi.
Dari berbagai hal diatas maka kami merancang sebuah penelitian yang kami
laksanakan di Laboratorium Fisiologi jurusan biologi FMIPA UNESA gedung C10
untuk mengetahui dan selanjutnya dapat mendeskripsikan pengaruh hormon AIA
terhadap proses absisi yang terjadi pada daun. Tanaman yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Coleus sp.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, maka dapat disimpulkan rumusan maslah
sebagai berikut :
“Bagaimanakah pengaruh hormonAIA terhadap proses absisi pada daun?”
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh hormon
AIA terhadap proses absisi pada daun.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. ABSISI
Absisi merupakan suatu proses pemisahan bagian/organ tanaman dari tanaman,
seperti daun, bunga, buah atau batang secara alami. Dalam proses absisi faktor alam
atau eksternal seperti dingin, panas, kekeringan, akan berpengaruh terhadap proses
absisi. Di dalam proses absisi, akan terjadi perubahan-perubahan metabolisme dalam
dinding sel dan perubahan secara kimia dari pektin dalam midle lamela (lamela
tengah). Pembentukan lapisan absisi (abscission layer), kadang-kadang diikuti oleh
susunan sel division proximal. Disini sel-sel baru akan berdiferensiasi ke dalam
periderm dan membentuk suatu lapisan pelindung Mengenai hubungan antara absisi
dengan zat tumbuh auxin, Absisi akan terjadi apabila jumlah auxin yang ada di
daerah proksimal (proximal region) sama atau lebih dari jumlah auxin yang terdapat
di daerah distal (distal region). Tetapi apabila jumlah auxin yang berada di daerah
distal lebih besar dari daerah proximal, maka tidak akan terjadi absisi. Dengan kata
lain proses absisi ini akan terlambat. Teori lain (Biggs dan Leopold 1957, 1958)
menerangkan bahwa pengaruh auxin terhadap absisi ditentukan oleh konsentrasi
auxin itu sendiri. Konsentrasi auxin yang tinggi akan menghambat terjadinya absisi,
sedangkan auxin dengan konsentrasi rendah akan mempercepat terjadinya absisi.
B. MEKANISME ABSISI PADA DAUN
Daun merupakan organ dari tanaman yang berperan penting dalam fotosintesis
untuk menghasilkan bahan makanan bagi kelangsungan hidup tanaman. Daun pada
tanaman secara berkala akan mengalami proses pengguguran. Selama pengguguran,
daun terlepas dari batang tanpa menimbulkan kerusakan terhadap jaringan hidup di
batang dan permukaan yang baru terbuka itu juga dilindungi dari pengeringan dan
infeksi. Daun tidak gugur begitu saja pada waktu mati. Suatu daerah pembelahan
yang disebut daerah absisi berkembang di daerah dekat pangkal tangkai daun.
Sehingga sejumlah dinding sel yang melintang tegak lurus terhadap sumbu panjang
tangkai daun terbentuk.
Daerah absisi terdiri atas lapisan pemisah dan lapisan pelindung. Pada lapisan
pemisah tersebut terjadi pelepasan daun yang sebenarnya. Pada daerah ini
merupakan bagian terlemah dari tangkai daun. Setelah daun menjadi dewasa, maka
daerah absisi menjadin nyata dan terjadi lekukan dangkal di luar dan di daerah
absisi ini terjadi perubahan warna epidermis. Diameter berkas vaskuler di daerah
absisi mengalami pereduksian. Kolenkim tidak ada dan sklerenkim menjadi lemah
atau tidak ada sama sekali. Sel-sel parenkim absisi mempunyai sitoplasma yang
lebih padat.
Sebelum daun gugur terjadi lapisan pemisah pada daerah pengguguran
tersebut. Lapisan pemisah berlanjut melintasi sel-sel parenkim di dalam berkas
vaskuler. Sel-sel parenkim di tempat tersebut membelah menjadi sel yang lebih
kecil, pipih, mengandung tepung dan plasmanya kental. Di daerah ini unsur-unsur
xilem dan floem serta sel-sel mati lainnya telah rusak secara mekanik. Sebelum
daun benar-benar gugur, silosis dan getah menyumbat terutama sel-sel pengangkut
primer pada berkas vaskuler, namun pengangkutan tetap dipertahankan melalui
unsure-unsur sekunder sehingga daun tetap segar dan tidak layu sampai pada
akhirnya pemisahan tersebut sempurna. Segera sebelum pengguguran daun, dinding
luar dan lamella tengah sel-sel penyusun lapisan pemisah menjadi bergelatin dan
pada akhir sebelum daun gugur gelatin tadi hancur dan terlarut. Akibat pelarutan
substansi antar sel dan dinding sel luar, maka sel-sel menjadi renggang dan lepas
antara satu dengan yang lain. Akhirnya, daun hanya diperkuat oleh unsure-unsur
vaskuler yang segera putus akibat tenaga mekanis atau gravitasi, sehingga tangkai
daun akan terputus karena angin dan berat daunnya sendiri yang mengakibatkan
pemisahan daun dari batang.
Pada daerah pemisahan terbentuklah leaf scar. Scar terbentuk karena terjadi
penimbunan substansi yang melindungi permukaan baru tersebut dari kerusakan,
infeksi dan kehilangan air. Substansi ini terdapat di bawah lapisan pemisah dalam
sel-sel yang berupa suberin dan lignin. Lapisan pemisah yang tersisa di batang akan
membentu lapisan pelindung, dapat berupa jaringan pelindung primer atau
pelindung sekunder berupa periderm. Di bawah lapisan pelindung primer kemudian
diendapkan suberin dan lignin sebagai penghalang keluarnya air dan masuknya
infeksi penyakit. Lapisan sekunder ini bersambungan dengan periderm batang.
Lapisan pelindung primer dan lapisan pelindung sekunder digunakan sebagai
penutup luka akibat tangkai daun yang gugur.
Daun yang terletak paling bawah dari suatu tanaman atau daun paling tua akan
segera gugur. Hal ini disebabkan karena daun paling tua berada paling bawah,
dimana cahaya matahari tidak dapat mengenai seluruh permukaan daun karena
terhalang oleh daun di atasnya. Akibatnya, daun paling tua tidak dapat melakukan
fotosintesis dengan baik, dan selanjutnya akan segera gugur. Sebelum gugur, daun
paling tua segera mengirimkan semua unsur hara yang dimiliki ke daun di atasnya
atau terjadi transfer unsure hara. Hal ini juga akan dilakukan oleh daun-daun
berikutnya setelah tua dan sebelum gugur.
Gugurnya daun juga dipicu oleh faktor lingkungan, termasuk panjang hari yang
pendek pada musim gugur dan suhu yang rendah. Rangsangan dari faktor
lingkungan ini menyebabkan perubahan keseimbangan antara etilen dan auksin.
Auksin mencegah absisi dan tetap mempertahankan proses metabolisme daun,
tetapi dengan bertambahnya umur daun jumlah etilen yang dihasilkan juga akan
meningkat. Sedangkan etilen sangat berperan dalam proses pengguguran daun. Sel-
sel yang mulai menghasilkan eilen akan mendorong pembentukan lapisan absisi.
Selanjutnya etilen akan merangsang lapisan absisi terpisah dengan memacu sintesis
enzim yang merusak dinding-dinding sel pad lapisan absisi. Gugur daun pada
musim gugur merupakan adaptasi tumbuhan untuk mencegah kehilangan air
melalui penguapan pada musim salju karena pada saat itu akar tidak mampu
menyerap air pada tanah yang membeku.
Teori tentang mekanisme absisi pada daun juga dijelaskan oleh Robinstein dan
Leopold (1964). Kedua ilmuwan ini menerangkan bahwa respon abscission pada
daun terhadap auxin dapat dibagi kedalam dua fase jika perlakuan auxin diberikan
setelah daun terlepas. Fase pertama, auxin akan menghambat absisi, dan fase kedua
auxin dengan konsentrasi yang sama akan mendukung terjadinya absisi. Menurut
Alex Comport (1956) dalam Leopold (1961) "senescence" adalah suatu penurunan
kemampuan tumbuh (viability) disertai dengan kenaikan vulnerability suatu
organisme. Namun di dalam tanaman, istilah ini diartikan; menurunnya fase
pertumbuhan (growth rate) dan kemampuan tumbuh (vigor) serta diikuti dengan
kepekaan (susceptibility) terhadap tantangan lingkungan, penyakit atau perubahan
fisik lainnya. Ciri-ciri terjadinya senescence dapat ditemukan pada morfologi dan
perubahan di dalam organ atau seluruh tubuh tanaman. Keadaan seperti ini diikuti
oleh meningkatnya abscission serta daun dan buah berguguran dari batang pokok.
Begitu pula pertumbuhan dan pigmentasi warna hijau berubah menjadi warna
kuning, yang akhirnya buah dan daun terlepas dari batang pokok.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian yang kami lakukan merupakan kegiatan ekperimental karena
menggunakan pembanding dan memperhatikan adanya variabel, yaitu variabel
kontrol, variabel manipulasi, dan variabel respon.
B. Variabel-Variabel Penelitian
Variabel kontrol : jenis tanaman yang digunakan untuk penelitian adalah
Coleus sp, kondisi tanaman yang sama, waktu pemotongan daun.
Variabel manipulasi : letak daun yang dipotong (nodus), pemberian lanolin
atau lanolin + AIA.
Variabel respon : waktu gugurnya tangkai daun
C. Alat dan Bahan
Alat :
1. Pisau atau silet tajam
2. Kertas label
Bahan :
1. Tanaman Coleus sp dengan kondisi yang sama 2 pot
2. Lanolin
3. AIA 1 ppm dalam lanolin
D. Langkah-Langkah Penelitian
1. Mengambil dua pot tanaman Coleus sp yang memiliki kondisi yang sama.
2. Pot 1 : memotong satu pasang lamina yang terletak paling bawah
Pot 2 : memotong satu pasang lamina yang terletak tepat di atas lamina yang
paling bawah (kedua dari bawah).
3. Mengolesi salah satu bekas potongan pada Pot 1 tersebut dengan lanolin dan
yang satu sisi lainnya dengan lanolin + AIA. Begitu juga dengan Pot 2.
4. Memberi tanda agar tidak tertukar.
5. Mengamati setiap hari dan mencatat waktu gugurnya tangkai-tangkai daun
tersebut.
E. Desain Eksperimen
Tumbuhan Coleus sp,
F.
G.
Olesi bekas potongan, dengan :
- lanolin (1 potongan)
- 1 ppm AIA dalam lanolin (potongan yang lain)
H.
Beri tanda pada setiap potongan
Amati tiap hari dan catat waktu gugurnya tangkai-tangkai daun tersebut
potong satu pasang lamina
paling bawah
potong satu pasang lamina
nomor 2 dari bawah
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel hasil pengamatan pengaruh AIA terhadap proses absisi pada daun Coleus sp.
Posisi tangkai
daunPerlakuan
Waktu absisi daun (hari ke-)
1 2 3 4 5 6 7 8
Tangkai daun
terbawah
Lanolin
Lanolin + AIA
Tangkai daun ke-
2 dari bawah
Lanolin
Lanolin + AIA
Keterangan : tanda menunjukkan tanda gugurnya daun Coleus sp.
Histogram pengaruh AIA terhadap proses absisi pada daun Coleus sp.
Lanolin Lanolin + AIA
0
1
2
3
4
5
6
7
8
Tangkai paling bawah
Tangkai Kedua dari bawah
Perlakuan
Wa
ktu
gu
gu
rny
a d
au
n C
ole
us
s
p p
ad
a h
ari
ke
-
B. Analisis Data
Berdasarkan data hasil percobaan yang telah disajikan dalam tabel diketahui
bahwa terjadi perbedaan waktu gugurnya tangkai daun Coleus sp. yang diberi
perlakuan yang berbeda. Pada tangkai daun terbawah, bagian tangkai yang lebih
cepat gugur adalah tangkai yang diberi lanolin, yaitu gugur pada hari ke-4.
Sedangkan tangkai yang diberi lanolin + AIA baru gugur pada hari ke-6. Sedanhkan
pada tangkai daun ke-2 dari bawah, bagian tangkai yang lebih cepat gugur adalah
tangkai yang diberi lanolin, yaitu gugur pada hari ke-5. Sedangkan tangkai yang
diberi lanolin + AIA baru gugur pada hari ke-7.
Dari data diatas tersebut juga dapat diketahui bahwa daun yang lebih cepat
gugur adalah pada tangkai daun terbawah daripada tangkai daun ke-2 dari bawah.
C. Pembahasan
Berdasarkan analisis di atas diketahui bahwa tangkai daun yang diolesi dengan
lanolin lebih cepat gugurnya daripada tangkai daun yang diolesi dengan lanolin +
AIA. Hal ini dapat diindikasikan bahwa hormon AIA menghambat proses
pengguguran tangkai daun, sedangkan lanolin mempercepat atau memicu proses
pengguguran tangkai daun.
Bagian pangkal tangkai daun yang diolesi dengan lanolin akan membentuk
daerah absisi. Daerah ini merupakan bagian yang terlemah dan diameter berkas
pengangkut lebih kecil dari bagian lain, tidak mengandung kolenkim maupun
sklerenkim (sebagai jaringan penguat) sehingga lamela tengahnya larut yang
mengakibatkan tangkai daun dapat putus atau gugur. Putus atau gugurnya tangkai
daun pada daerah absisi yang tidak mengalami penebalan oleh lignin, suberin, dan
selulosa serta dipicu oleh angin atau karena berat dari jaringan itu sendiri. Selain itu,
disebabkan karena lanolin merupakan salah satu campuran zat yang sifatnya sama
dengan ABA dan etilen yaitu mempercepat penuaan prematur pada sel organ yang
akan gugur, termasuk daun.
Pada tangkai daun yang diolesi dengan lanolin + AIA waktu gugurnya tangkai
daun lebih lama daripada tangkai daun yang diolesi dengan lanolin saja karena AIA
atau auksin menghalangi induksi ABA. Sifat dari auksin adalah mengatur berbagai
proses pertumbuhan antara lain kecepatan pertumbuhan, pembentukan akar,
dormansi, pembentukan bunga, penentuan jenis kelamin bunga, gerak tropi dan lain-
lain. Pada daun, aksin ditranspor dari hlaian daun ke pangkal daun melalui tangkai
daun dan mekanismenya menjadi salah satu cara mencegah pengguguran daun. Jadi,
AIA atau auksin mencegah absisi dan tetap mempertahankan metabolisme daun
sehingga, proses pengguguran daun lebih lama daripada tangki daun yang diolesi
dengan lanolin saja.
Tangkai daun yang terletak paling bawah atau daun paling tua gugur lebih
dahulu daripada tangkai daun yang letaknya di atas daun terbawah atau ke-2 dari
bawah. Hal ini disebabkan karena daun paling tua berada paling bawah, dimana
cahaya matahari tidak dapat mengenai seluruh permukaan daun karena terhalang
oleh daun di atasnya. Akibatnya, daun paling tua tidak dapat melakukan fotosintesis
dengan baik, dan selanjutnya akan segera gugur. Sebelum gugur, daun paling tua
segera mengirimkan semua unsur hara yang dimiliki ke daun di atasnya atau terjadi
transfer unsur hara. Hal ini juga akan dilakukan oleh daun-daun berikutnya setelah
tua dan sebelum gugur.
D. Diskusi
Adakah perbedaan waktu gugurnya daun pada percobaan saudara? Jelaskan
pendapat saudara disertai dengan teori yang mendukung.
Jawab :
Dalam percobaan yang kami lakukan diketahui terdapat perbedaan waktu gugurnya
daun pada tanaman Coleus. Pada tangkai daun yang diolesi dengan lanolin waktu
gugurnya lebih cepat daripada tangkai daun yang diolesi dengan lanolin + AIA. Hal
ini disebabkan karena bagian pangkal tangkai daun yang diolesi dengan lanolin akan
membentuk daerah absisi. Daerah ini merupakan bagian yang terlemah dan diameter
berkas pengangkut lebih kecil dari bagian lain, tidak mengandung kolenkim maupun
sklerenkim (sebagai jaringan penguat) sehingga lamela tengahnya larut yang
mengakibatkan tangkai daun dapat putus atau gugur. Putus atau gugurnya tangkai
daun pada daerah absisi yang tidak mengalami penebalan oleh lignin, suberin, dan
selulosa serta dipicu oleh angin atau karena berat dari jaringan itu sendiri. Selain itu,
disebabkan karena lanolin merupakan salah satu campuran zat yang sifatnya sama
dengan ABA dan etilen yaitu mempercepat penuaan prematur pada sel organ yang
akan gugur, termasuk daun.
Pada tangkai daun yang diolesi dengan lanolin + AIA waktu gugurnya tangkai daun
lebih lama daripada tangkai daun yang diolesi dengan lanolin saja karena AIA atau
auksin menghalangi induksi ABA. Hal ini dapat diindikasikan bahwa hormon AIA
menghambat proses pengguguran tangkai daun. Selain hormon yang berpengaruh
pada proses pengguguran daun, letak atau posisi daun juga berpengaruh yaitu tangkai
daun yang terletak paling bawah atau daun paling tua gugur lebih dahulu daripada
tangkai daun yang letaknya di atas daun terbawah atau ke-2 dari bawah. Hal ini
disebabkan karena daun paling tua berada paling bawah, dimana cahaya matahari
tidak dapat mengenai seluruh permukaan daun karena terhalang oleh daun di atasnya.
Akibatnya, daun paling tua tidak dapat melakukan fotosintesis dengan baik, dan
selanjutnya akan segera gugur.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil dari praktikum yang telah kami laksanakan, maka dapat
disimpulkan bahwa :
Tangkai daun yang diberi lanolin saja mengalami absisi lebih cepat daripada
tangkai daun yang diberi dengan lanolin + AIA.
Tangkai daun paling bawah mengalami absisi paling cepat dibandingkan dengan
tangkai kedua dari bawah.
B. Saran
Dalam penelitian sebaiknya digunakan tanaman yang memiliki kondisi yang
sama sehingga tidak mempersulit kita dalam melakukan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Kimbal, Jhon W. 1983. Biologi Jilid 2 Edisi kelima. Bogor : Erlangga
Lovelles, A. R. 1999. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik. Jakarta:
PT. Gramedia Indonesia.
Sallisbury dan Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Bandung: ITB Press.
Sasmitamihardja, Dardjat dan Arbasyah Siregar. 1996. Fisiologi Tumbuhan. Bandung:
ITB Press.
Rahayu, Yuni Sri; Yuliani dan Lukas S Budipramana. 2007. Petunjuk Praktikum
Fisiologi Tumbuhan. Surabaya: Laboratorium Fistum-Biologi-Unesa.
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN
Pengaruh AIA Terhadap Proses Absisi Daun
OLEH :
SILVIA ESTUNINGSIH
093204017
PRODI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2011