abses cerebri[1]

43
BAB I PENDAHULUAN Abses otak (abses cerebri) adalah suatu proses pernanahan yang terlokalisir di antara jaringan otak yang dapat disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri, fungus dan protozoa. Biasanya tumpukan nanah ini mempunyai selubung yang disebut sebagai kapsul. Tumpukan nanah tersebut bisa tunggal atau terletak beberapa tempat di dalam otak. Abses otak timbul karena ada infeksi pada otak. Infeksi ini dapat berasal dari bagian tubuh lain, menyebar lewat jaringan secara langsung atau melalui pembuluh darah. Infeksi juga dapat timbul karena ada benturan hebat pada kepala, misalnya pada kecelakaan lalu lintas. Pada beberapa sumber dikatakan bahwa abses otak dapat terjadi tanpa faktor atau dari sumber yang tidak diketahui. Organisme penyebab abses otak yang paling sering adalah dari golongan Streptococci. Kebanyakan bakteri ini tidak membutuhkan oksigen dalam hidupnya (anaerobik). Bakteri Streptococci ini seringkali berkombinasi dengan bakteri anaerobik lainnya seperti Bacteriodes, Propinobacterium dan Proteus. Beberapa jenis jamur yang berperan terhadap pembentukan abses otak antara lain Candida, Mucor, dan Aspergilus. Walaupun kemajuan dalam hal diagnostik dan antibiotika cukup pesat saat ini. Insiden abses otak tidak terlihat menurun dan kenyataannya masih banyak dijumpai kasus ini di dalam masyarakat. Diagnosa dan pengelolaan abses otak tetap masih merupakan tantangan, walaupun dengan kemajuan-kemajuan dalam hal 1

Upload: pongidae

Post on 22-Nov-2015

50 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

a

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN Abses otak (abses cerebri) adalah suatu proses pernanahan yang terlokalisir di antara jaringan otak yang dapat disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri, fungus dan protozoa. Biasanya tumpukan nanah ini mempunyai selubung yang disebut sebagai kapsul. Tumpukan nanah tersebut bisa tunggal atau terletak beberapa tempat di dalam otak. Abses otak timbul karena ada infeksi pada otak. Infeksi ini dapat berasal dari bagian tubuh lain, menyebar lewat jaringan secara langsung atau melalui pembuluh darah. Infeksi juga dapat timbul karena ada benturan hebat pada kepala, misalnya pada kecelakaan lalu lintas. Pada beberapa sumber dikatakan bahwa abses otak dapat terjadi tanpa faktor atau dari sumber yang tidak diketahui. Organisme penyebab abses otak yang paling sering adalah dari golongan Streptococci. Kebanyakan bakteri ini tidak membutuhkan oksigen dalam hidupnya (anaerobik). Bakteri Streptococci ini seringkali berkombinasi dengan bakteri anaerobik lainnya seperti Bacteriodes, Propinobacterium dan Proteus. Beberapa jenis jamur yang berperan terhadap pembentukan abses otak antara lain Candida, Mucor, dan Aspergilus. Walaupun kemajuan dalam hal diagnostik dan antibiotika cukup pesat saat ini. Insiden abses otak tidak terlihat menurun dan kenyataannya masih banyak dijumpai kasus ini di dalam masyarakat. Diagnosa dan pengelolaan abses otak tetap masih merupakan tantangan, walaupun dengan kemajuan-kemajuan dalam hal cara diagnostik radiologis dengan memakai CT Scan kepala dan didapatkannya berbagai antibiotika yang bekerja luas, angka kematian masih tetap tinggi, antara 40% atau lebih. Maka pengenalan dini dari suatu abses otak sangat memegang peranan penting di dalam pengelolaannya. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Definisi Abses otak ( abses serebri ) adalah infeksi pada otak yang diselubungi kapsul dan terlokalisasi pada satu atau lebih area di dalam otak. Abses otak terdapat pada semua usia. Terbanyak pada usia dekade kedua dari kehidupan, antara 20-50 tahun. Perbandingan antara penderita laki-laki dengan perempuan adalah 3 : 1 atau 3 : 2. 1.2 Faktor Etiologi dan Predisposisi Sebagian besar abses otak timbul secara penyebaran langsung dari infeksi telinga tengah, sinusitis, atau mastoiditis. Sinusitis dapat berupa sinusitis paranasal, sinusitis etmoidalis, sfenoidalis dan maksilaris. Juga dapat diakibatkan oleh infeksi paru sistemik, endokarditis bakterial akut dan subakut, serta sepsis mikroemboli menuju ke otak. Penyebab lain tetapi jarang adalah osteomielitis tulang tengkorak, sellulitis, erisipelas pada wajah, infeksi gigi, luka tembus pada tengkorak oleh trauma. Bahkan masih banyak penulis lain yang masih belum menemukan penyebab yang jelas. Berdasarkan sumber infeksi tersebut, dapat ditentukan kira-kira dari lobus mana dari otak abses tersebut bakal timbul. Infeksi pada sinus paranasal, dapat menyebar secara retrograd tromboflebitis melalui klep vena-vena diploika menuju frontal atau lobus temporal. Biasanya bentuk absesnya tunggal, terletak suferfisial di otak, dekat dengan sumber infeksinya. Sinusitis frontal dapat menyebabkan abses di bagian anterior atau inferior dari lobus- lobus frontalis. Sinusitis sfenoidalis, biasanya abses didapati pada lobus frontalis atau temporalis. Sinusitis maksilaris absesnya didapati pada lobus temporalis. Sinusitis etmoidalis absesnya didapati pada lobus frontalis. Infeksi pada telinga tengah dapat menyebar ke lobus temporalis. Infeksi pada mastoid dapat mebnyebar ke dalam serebelum. Kadang-kadang kerusakan tengkorak kepala oleh karena kelainan bawaan, seperti kerusakan tegmentum timpani atau karena kelainan yang didapat seperti pada kerusakan tulang temporal oleh kolesteatoma, memberi jalan untuk penyebaran infeksi ke dalam lobus frontalis atau serebelum. Infeksi juga dapat menyebar secara retrograd tromboflebitis pada cabang-cabang vena di temporal. Cabangcabang vena ini bergabung menuju vana-vena kortikal atau ke salah satu sinus venosus (lateral, inferior, atau petrosal superior). Abses otak dapat juga timbul akibat penyebaran secara hematogen dari infeksi yang letaknya jauh dari otak seperti pada infeksi paru sistemik (empiema, abses paru, bronkiektasis, pneumonia) atau pada endokarditis bakterialis akut dan subakut dan pada penyakit-penyakit jantung lain seperti Tertalogi Fallot. Abses yang terbentuk sering sekali multipel dan terdapat pada substansia alba dan substansis grisea dari jaringan otak.

Dibeberapa negara, penyebaran infeksi secara sistemik ini frekuensinya terlihat meningkat. Lokalisasi abses otak yang penyebarannya secara hematogen ini sesuai dengan peredaran darah, paling sering pada daerah yang didistribusi oleh arteri serebri media, terutama pada lobus parietalis. Bisa juga pada daerah lain seperti serebelum dan batang otak. Krayenbuhl dan Garfiels mendapatkan endokarditis subakut bersama sama dengan penyakit jantung bawaan ataupun penyakit jantung rematik yang amenjadi penyebab abses otak ini. Lesi primer lainnya bisa juga akibat pustula kulit, infeksi gigi, abses tonsil, osteomielitis dan septikemia. Sebaga penyebab abses otak yang tidak diketahui, persentasenya cukup tinggi, antara 20-37%. Pada penderita penyakit jantung bawaan ataupun kelainan bentuk arteri dan vena paru terutama yang didapati adanya aliran darah pintas dari kanan ke kiri, sangat mudah terkena abses otak, oleh karena darahnya tidak disaring melalui kapiler-kapiler paru. Polisitemia dapat menyebabkan infark-infark kecil di otak yang mengakibatkan daerah iskemik untuk perkembangan organisme. Pada keadaan bakterimia jarang menyebabkan terbentuknya abses otak oleh karena Blood brain barrier yang masih baik sangat resisten terhadap infeksi. Sebagai faktor pencetus lain adalah terjadinya trauma tembus pada kepala, terutama bila didapatkan adanya benda asing yang tertinggal di dalam jaringan otak, umpamanya tulang. Luka tembak akibat senjata api dapat menyebabkan abses otak setelah beberapa lama dari kejadiannya, tetapi ini jarang di jumpai oleh karena biasanya logam panas tersebut steril. Untuk mencegah terjadinya abses otak akibat trauma tembus kepala, dinjurkan untuk segera melakukan debridenment . Patah tulang dasar tengkorak yang disertai dengan kebocoran cairan serebrospinal dapat menyebabkan meningitis yang mengakibatkan terjadinya abses otak. Pada kraniotomi, bila terjadi infeksi osteomielitis dari bone flap, kemungkinan dapat menyebabkan abses otak. Demikian pula dengan pemakaian implan, bila terinfeksi dapat menyebabkan abses otak. Akhir-akhir ini terlihat adanya peningkatan insiden abses otak pada penderita penyakit imunologik. Termasuk dalam kelompok ini yaitu penderita dengan penyakit kronis seperti pada penderita yang menggunakan kemoterapi untuk penyakit-penyakit malignan yang dapat menekan kekebalan tubuh, penderita yang mendapat pengobatan dengan steroid ataupun bahan sitotoksik, antibiotika dengan kerja luas dan penderita dengan sindroma kegagalan sistem kekebalan tubuh (AIDS). Pernah dilaporkan abses otak disebabkan oleh organisme parasit, seperti Schistosomiasis atau amoeba, tetapi sangat jarang. Juga oleh jamur seperti Aktinimikosis, okardiosis, Candida Albicans dan lain-lain . Abses otak oleh bakteri multosida yang tumbuh saprofit pada saluran pencernaan binatang piaraan seperti anjing dan kucing pernah juga dilaporkan. Infeksi biasanya karena gigitan hewan tersebut. 1.3 Europatologi dan Gambaran CT Scan Perjalanan bentuk abses otak oleh infreksi Streptococcus alfa hemolitikus secara histologis dibagi dalam 4 fase, dan ini memerlukan waktu sampai 2 minggu untuk terbentuknya kapsul dari abses. Keempat fase tersebut ailah : 1. Early cerebritis ( hari ke 1 - 3 ) 2. Late cerebritis ( hari ke 4 9 ) 3. Early capsule formation ( hari ke 10 13 ) 4. Late capsule formation ( hari ke 14 atau lebih ) a. Early cerebritis Terjadi reaksi radang lokal dengan infiltrasi polimorfonuklear leukosit, limfosit dan plasma sel dengan pergeseran aliran darah tepi. Dimulai pada hari pertama dan meningkat pada hari ke-tiga. Sel-sel radang terdapat pada tunika adventisia dari pembuluh darah dan mengelilingi daerah nekrosis infeksi. Peradangan perivaskuler ini disebut cerebritis. Pada waktu ini terjadi edema sekitar otak dan peningkatan efek dari massa oleh karena pengembangan abses. Gambaran CT Scan : Pada hari pertama terlihat daerah yang hipodens dengan sebagian gambaran seperti cincin. Pada hari ketiga gambaran cincin lebih jelas, sesuai derngan diameter cerebritisnya, didapati mengelilingi pusat nekrosis. b. Late Cerebritis Pada wakti ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti. Daerah pusat nekrosis membesar oleh karena meningkatnya acellular debris dan pembentukan nanah oleh karena perlepasan enzim-enzim dari sel radang. Pada tepi-tepi pusat nekrosis didapati daerah sel-sel radang, makrofagmafrofag besar dan gambaran fibroblas yang terpencar-pencar. Fibroblas mulai menjadi anyaman retikulum, yang akan membentuk kapsul kollagen, lesi menjadi sangat besar. Gambaran CT Scan : - Gambaran cincin sempurna, 10 menit setelah pemberian kontras perinfus. Kontras masuk ke daerah sentral dengan gambaran lesi yang homogen. Gambaran ini menunjukkan adanya cerebritis. c. Early Capsule Formation Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag-makrofag menelan acelluler debris dan fibroblas meningkat dalam pembentukan kapsul. Lapisan fibroblas membentuk anyaman retikulum, mengelilingi pusat nekrosis. Di dalam ventrikel, pembentukan dinding sangat lambat oleh karena kurangnya vaskularisasi di daerah substansi alba dibandingkan dengan substansi grisea. Pembentukan kapsul yang terlambat dipermukaan tengah memungkinkan abses membesar ke dalam substansia alba. Bila abses cukup besar, dapat robek ke dalam ventrikel lateralis. Pada pembentukan kapsul, terlihat daerah anyaman retikulum yang tersebar membentuk kapsul kollagen. Mulai meningkatnya reaksi astrosit di sekitar otak. Gambaran CT Scan : Hampir sama dengan fase cerebritis, tetapi pusat nekrosis terlihat lebih kecil. Kapsul terlihat lebih tebal. d. Late Capsule Formation Terjadi perkembangan lengkap dari abses otak dengan gambaran histologisnya berupa : Bentuk pusat nekrosis diisi oleh acelluler debris dan sel-sel radang. Daerah tepi dari sel radang, mafrofag, dan fibroblas. Kapsul kolagen yang tebal. Lapisan neovaskuler sehubungan dengan cerebritis yang berlanjut. Reaksi astrosit, gliosis, dan edema otak di luar kapsul.

Gambaran CT Scan : Gambaran kapsul dari abses jelas terlihat, sedangkan daerah nekrosis diisi oleh kontras. 1.4 Gambaran KlinisPenderita datang dengan keluhan berupa sakit kepala, mintah-muntah, kejang dan bisa disertai gangguan penglihatan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan demam, kaku kuduk, papil bendung, bisa pula dijumpai pupil anisokor, afasia, hemiparese, parastesia, nistagmus ataupun ataksis. Gejalagejala tersebut tergantung pada berbagai faktor seperti lokasi abses, virulensi dari bakteri penyebab, apakah edema otak hebat dan kondisi tubuh atau daya tahan si penderita sendiri. Tidak dijumpai tanda-tanda spesifik dan gejala yang khas untuk suatu abses otak. Paling sering dijumpai tanda-tanda umum peningkatan tekanan intrakranial. Bisa dijumpai tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial tanpa tanda-tanda infeksi pada waktu penderita datang ke rumah sakit. Pada umumnya peningkatan tekanan intrakranial oleh tumor jinak lebih pelan daripada oleh abses otak. Pada abses yang letaknya pada silent area dari otak seperti pada lobus frontalis atau lobus temporal non dominan, mungkin didapati pembesaran abses sebelum adanya gejala-gejala dan tanda-tanda. Gejala sakit kepala yang hebat pada penderita abses otak ini sering tidak dapat diatasi hanya dngan pengobatan simptomatis saja. Hampir seluruh penderita didapati keluhan sakit kepala. Beberapa penulis mendapatkan gejala-gejala dengan persentase sebagai berikut : muntah (25-50%), kejang-kejang (30-50%). Pada penderita dengan abses serebelli, didapatkan gejala-gejala pusing, vertigo, ataksis, dan gejalagejala serebelar lainnya. Gejala fokal yang sering ditemukan (61%) pada kasus dengan abses supratentorial. Pada abses temporal dapat dijumpai gangguan bicara pada 19,6% kasus, hemianopsia pada 31% kasus, 20,5% kasus dijumpai unilateral midriasis yang merupakan indikasi terjadinya herniasi tentorial. 30% dari kasus tidak didapati tanda-tanda fokal. 1.5 Pemeriksaan Penunjang Untuk mencari sumber infeksi primer dari suatu abses otak dapat dibuat suatu foto rontgen polos kepala, sinus ataupun mastoid. Pada foto rontgen polos kepala, mungkin terlihat pergeseran letak glandula pinealis yang mengalami kalsifikasi. Didapatkan pneumosefali kalau penyebarannya bakteri anaerob. Pada anak-anak kemungkinan sutura melebar oleh karena peninggian tekanan intrakranial. Kalau ada indikasi, kemungkinan dapat dibuat foto rontgen toraks untuk mencari apakah ada infeksi dari paru. Dengan ultrasonografi didapatkan gambaran lateralisasi pada 34,5% kasus. Dengan angiografi dapat ditentukan lokalisasi abses secara tepat pada 34% kasus. Pemeriksaan dengan Computerized Tomography Scanning(CT Scan) dapat terlihat lokasi yang tepat dari abses dan juga fase dari abses tersebut, apakah pada fase cerebritis atau pada fase sudah terbentuknya kapsul. Dengan adanya CT Scan ini, pengelolaan abses otak dapat dilakukan secara cepat dan tepat. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan jumlah leukosit dan laju endap darah hasilnya selalu abnormal. Pada 60-70% kasus dijumpai jumlah leukosit antara 10.000-20.000/cm3. Sampai 40% kasus dijumpai normal atau sedikit meningkat. Laju endap darah meningkat pada 75-90% kasus, rata-rata 45 mm/jam. Cairan serebrospinal tidak dianjurkan untuk diperiksa. Abnormalnya hasil LP tidak spesifik untuk abses otak. Penderita abses otak dengan peninggian tekanan intrakranial, terlalu riskan untuk dilakukan LP ( lumbal pungsi ). Yang S.Y melaporkan beberapa kasus yang dilakukan lumbal pungsi dengan cepat menunjukkan tanda-tanda herniasi otak, oleh karena itu pada penderita dengan sangkaan meningitis dan dijumpai tanda-tanda neurologis abnormal, sebaiknya lebih dulu dilakukan pemeriksaan CT Scan untuk menyingkirkan diagnosa abses otak. Bila ditemkan abses dengan efek massa yang jelas, maka tidak dianjurkan untuk melakukan LP. 1.6 Diagnosa Banding Dari gejala-gejala dan keluhan yang umum pada penderita dengan peningkatan tekanan intrakranial serta kemungkinan didapatkan tanda-tanda infeksi, maka abses otak ini didiagnosis banding antra lain dengan tumor, terutama tumor ganas yang tumbuh dengan cepat, tromboflebitis intra serebral, empiema subdural, abses ektra dural dan ensefalitis. 1.7 Komplikasi Sebagai komplikasi didapati robeknya kapsul abses kedalam ventrikel atau keruangan subarakhnoidal, penyumbatan cairan serebrospinalis mengakibatakan hidrosefalus, edema otak dan terjadinya herniasi tentorial oleh massa abses otak tersebut.1.8 Pengobatan Abses Otak Pengobatan abses otak ditujukan kepada menghilangkan proses infeksi dan mengurangkan atau menghilangkan efek massa pada otak dan oleh edema otak, sebagian besar infeksi ini diobati dengan antibiotika yang tepat dan dihilangkan dengan tindakan pembedahan, baik dengan aspirasi maupun dengan eksisi. Williams-Maurice RS melaporkan bahwa tindakan bedah yang memuaskan hasilnya adalah evakuasi, eksisi total beserta kapsul abses, mereka melakukan pembedahan semua kasus dengan pembiusan umum. Pendekatan dengan osteoplastik supratentorial dan intratentorial, ataupun suboksipital osteoklastik luas dengan membuang arkus dari atlas untuk dekompresi. Pengobatan medikamentosa disesuaikan dengan hasil kultur dari abses otak, kultur darah ataupun sekret nasofaring. Beberapa peneliti melaporkan hasil pengobatan hanya dengan medikamentosa saja pada beberapa kasus berhasil, tetapi ini banyak yang menentang. Heineman et al (1971) memperkenalkan cara pengobatan hanya dengan antibiotika tanpa tindakan pembedahan. Dilaporkan, pada abses otak dengan fase cerebritis pengobatan hanya dengan antibiotika. Diperiksa kultur darah, cairan serebrospinal, sesuai dengan kultur luka apabila ditemukan. Tidak diperiksa bakteriologis dari nanah abses intrakranial. Untuk mengurangi edema otak, digunakan kortikosteroid. Rosenblum dkk menemukan pengobatan medikamentosa pada abses yang kecil dengan diameter rata-rata 1,7 cm ( 0,8 2,5 cm ). Kalau diameter lebih besar antara 2 6 cm ( rata-rata 4,2 cm ) dianjurkan untuk dilakukan tindakan bedah. Sebagai tambahan bahwa ada beberapa abses otak yang kecil yang tidak berhasil dengan pengobatan antibiotika, bahkan absesnya bertambah besar, pada pengobatan dengan hanya antibiotika ini diperlukan pemeriksaan CT Scan secara serial. Kalau dari hasil CT Scan memperlihatkan keadaan bertambah buruk, maka ini merupakan indikasi untuk dilakukan pembedahan. Penderita dengan abses otak yang multipel, kemungkinan hanya abses yang besar saja yang dapat dilakukan aspirasi atau eksisi dan ini sangat riskan. Maka selain tindakan pembedahan, untuk abses yang dalam dan riskan diperlukan pemberian antibiotika. Adapun antibiotika yang dianjurkan diantara nya : Kombinasi penisilin dan metronidazol/kloramfenikol adalah pilihan pertama. Kombinasi alternatif adalah sefalosporin generasi III seperti seftriakson/sefotaksim dan metronidazol. Penisilin G atau sefalosporin generasi III ( sefotaksim, seftriakson ) dapat digunakan untuk Streptococci sp. Dosis penisilin G 20-24 juta unit, dan juga 4-6 juta unit. Kloramfenikol atau metronidazol dapat dierikan secara intravena dengan loading dose 15 mg/kg diikuti 7,5 mg/kg setiap 6 jam. Golongan penisilin resisten beta laktam ( oksasilin, metisilin, nafilin ) dengan dosis 1,5 g setiap 4 jam IV atau vankomisin dosis 1 g setiap 12 jam IV, diberikan untuk Staphylococcus aureus, paska operasi saraf, trauma, atau endokarditis bakterialis. Metronidazol dosis 500 mg setiap 6 jam dapat menembus sawar darah otak dan tidak dipengaruhi oleh kortikosteroid, tetapi hanya aktif untuk bakteri Streptococcus anaerob, aerob, dan mikroaerofilik, Sefalosporin generasi III ( sefotaksim, seftriakson ) umumnya adekuat untuk organisme gram negatif aerob. Jika terdapat Pseudomonas, sefalosporin parenteral pilihan adalah seftazidim atau sefepim. Trimetoprim-sulfametoksazol dosis tinggi 15 mg/kg/hari dari komponen trimetoprim dibagi 3 - 5 dosis untuk abses otak dengan penyebab ikardia sp. Dosis dapat diturunkan 1/2 selama 3-6 bulan pada pasien tanpa penekanan imun dan selama 1 tahun pada pasien dengan penekanan imun.

Apabila didapatkan sinusitis, mastoiditis, dilakukan drainase. Pada kasus-kasus abses otak yang dilakukan tindakan pembedahan digunakan dua cara yaitu aspirasi melalui pengeboran tulang tengkorak dan eksisi melalui kraniotomi.

Tindakan Pembedahan Aspirasi

Lebih dahulu dilakukan desinfeksi dan penentuan lokasi yang akan diaspirasi. Dengan hasil CT Scan yang ada, dapat ditentukan secara pasti. Dilakukan pembuisan lokal dengan memakai prokain 1 %, diinfiltrasikan ke kulit di daerah yang akan dilakukan pengbeboran. Kemudian dibuat insisi kulit kulit kepala sebesar 3-5 cm lapis demi lapis sampai pada periosteum. Setelah tulang tampak jelas, daerah operasi tersebut dengan alat dibuka selebar-lebarnya. Dengan alat dilakukan pengeboran tulang sampai terlihat duramater. Duramater dibersihkan, kalau ada perdarahan dirawat sampai benar-benar bersih. Dengan pisau runcing perlahan-lahan duramater diiiris sampai lapisan arakniod. Setelah korteks serebri terlihat jelas, daerah yang akan dilakukan pungsi atau aspirasi dibakar dengan alat elektris. Dengan jarum pungsi khusus, dilakukan aspirasi nanah pada abses. Jarum pungsi tetap di dalam kapsul abses, dengan semprit 10 cc dilakukan aspirasi berulangulang kemudian diirigasi dengan larutan garam fisiologis sampai bersih. Akhirnya ke dalam rongga abses dimasukkan larutan 3 cc Garamicin 10 mg. Dipasang drain, dan setiap hari drain diawasi dan dilakuan irigasi dengan larutan Garamicin 20 mg. Kalau sampai 3-5 hari hail dari irigasi terlihat jernih, tidak terbentuk pernanahan baru maka drain dapat dilepaskan. Drain dapat dipertahankan sampai gari ke-7 -10 dengan dijaga kesterilannya. Disamping itu sejak sebelum pembedahan penderita telah mulai diberi antibiotika dengan dosis tinggi seperti ampicillin 6x1 g, kloramfenikol 4 x 500 mg, metronidazol 2 x 500 mg. Sampai menunggu hasil kultur, obat-obat tersebut terus diteruskan. Pemberian antibiotika yang sesuai diberikan sampai dengan 6 minggu setelah tindakan pembedahan. Pemberian deksametason 4 x 5 mg diturunkan perlahan-lahan setelah pembedahan Kraniotomi Osteoplastik Penderita dipersiapkan dengan persiapan bedah selengkap-lengkapnya. pembedahan dilakukan dengan pembiusan umum. Tergantung dari lokasi absesnya, kita melakukan kraniotomi osteoplastik dan flap kulit dipersiapkan. untuk abses fosa posterior/serebellum dilakukan suboksipital kraniotomi yang luas, sampai membuang arkus dari tulang atlas bila diperlukan. Setelah insisi kulit sesuai dengan lokasi absesnya, dilakukan pengeboran dibeberapa tempat untuk kraniotomi tersebut. Tulang dilepaskan, duramater dibuka lebar. Dengan jarum fungsi khusus dilakukan penusukan pada absesnya. Dilakukan aspirasi, disediakan untuk dikultur. Kemudian melalui bekas pungsi, diikuti dengan spatel sampai dinding abses tersebut terlihat. Korteks serebri diinsisi sepanjang 2-4 cm sampai dinding abses yang paling permukaan ditemukan. Secara perlahan-lahan dinding abses dibebaskan dari jaringan otak yang normal sampai terlepas keseluruhannya. Daerah bekas abses dicuci dengan larutan antibiotika seperti Garamycin. Setalah perdarahan dihentikan dan luka pembedahan bersih, duramater ditutup rapat kembali, dijahit dengan cara interupted suture dengan benang sutura 03. Tulang dikembalikan, periosteum dijahit. Kulit dijahit lapis demi lapis. Dipasang drain subkutan. Pemberian antibiotika diteruskan sambil menunggu hasil kultur dan sensitivitas test. Sebagai pencegahan, diberi anti konvulsan Dilantin 5 mg/kgBB. Setelah satu minggu kemudian, dibuat CT Scan sebagai kontrol. ABSES OTAK OTOGENIK ( KOMPLIKASI OTITIS MEDIA SUPURATIF )Abses otak otogenik sebagai komplikasi otitis media dan mastoiditis dapat ditemukan di serebelum, fosa cranial posterior atau di lobus temporal, di fosa cranial media. Keadaan ini sering berhubungan dengan tromboflebitis sinus lateralis, petrositis, atau meningitis. Abses otak biasanya merupakan perluasan langsung dari infeksi telinga dan mastoiditis atau tromboflebitis. Umumnya didahului oleh suatu abses ekstradural.Komplikasi otitis media biasanya didapatkan pada pasien OMSK tipe bahaya, tetapi OMSK tipe aman pun dapat menyebabkan suatu komplikasi, bila terinfeksi kuman yang virulen. Hal ini terjadi apabila sawar pertahanan telinga tengah yang normal dilewati, sehingga memungkinkan infeksi menjalar ke struktur disekitarnya. Pertahanan pertama ialah mukosa kavum timpani yang mempu melokalisasi infeksi. Bila sawar ini runtuh, ada dinding tulang kavum timpani dan sel mastoid. Bila sawar ini runtuh maka jaringan lunak disekitarnya akan terkena. Runtuhnya periostium akan menyebabkan abses subperiosteal; apabila infeksi mengarah ke dalam yaitu tulang temporal, akan menyebabkan paresis n.fasialis atau labirinitis. Bila kearah cranial, akan menyebabkan abses ekstradural, tromboflebitis sinus lateralis, meningitis dan abses otak.Bila sawar tulang terlampaui, suatu dinding pertahanan ketiga yaitu jaringan granulasi akan terbentuk. Pada OMSA penyebaran biasanya melalui osteotromboflebitis ( hematogen ). Sedangkan pada kasus yang kronis, terjadi melalui erosi tulang. Cara lainnya ialah toksin masuk melalui fenestra rotundum, meatus akustikus internus, duktus perilimfatik dan duktus endolimfatik.Penyebaran Hematogen.1. Komplikasi terjadi pada awal suatu infeksi atau eksaserbasi akut, dapat terjadi pada hari pertama atau kedua sampai hari kesepuluh.2. Gejala prodromal tidak jelas seperti didapatkan pada meningitis lokal.3. Pada operasi, didapatkan dinding tulang telinga tengah utuh, tulang serta lapisan mukoperiosteal meradang dan mudah berdarah, sehingga disebut juga mastoiditis hemoragika.Penyebaran melalui Erosi Tulang.1. Komplikasi terjadi beberapa minggu atau lebih setelah awal penyakit.2. Gejala prodromal infeksi lokal biasanya mendahului gejala infeksi yang lebih luas.3. Pada iperasi dapat ditemukan lapisan tulang yang rusak diantara focus supurasi dengan struktur sekitarnya. Struktur jaringan lunak yang terbuka biasanya dilapisi oleh jaringan granulasi.Penyebaran melalui Jalan yang Sudah Ada.1. Komplikasi pada awal penyakit.2. Ada serangan labirinitis atau meningitis berulang, mungkin ditemukan fraktur tengkorak, riwayat operasi tulang atau riwayat otitis media yang sudah sembuh.3. Pada operasi dapat ditemukan jalan penjalaran melalui sawar tulang yang bukan oleh karena erosi.EPIDEMIOLOGI.Pada era sebelum antibiotika, angka kejadian ASO sekitar 2.3% dari seluruh komplikasi otits media kronik, namun pada era antibiotik dan perkembangan tehnik operasi yang baik, kejadian komplikasi ASO ini berkurang manjadi 0.15 0.04%.Angka kejadian ASO diperkirakan 1 per 10000 komplikasi intrakranial akibat otitis media, dan rata-rata ditemukan 4-5 kasus pertahun dari laporan bagian bedah saraf di negara-negara maju. Kejadian ASO didominasi oleh pria dengan perbandingan 2:1, dan terbanyak dijumpai pada usia 30-45 tahun.

ETIOLOGI.

Streptococcus faecalis, Proteus spp, and Bacteroides fragilis adalah kuman-kuman yang sering ditemukan pada abses serebri. Penelitian yang dilakukan di rumah sakit Greek pada 21 pasien dengan abses serebri menunjukkan kuman pathogen yang sering ditemukan adalah kuman gram negative anaerob seperti Bacteroides and Fusobacterlum and aerobic Streptococcus yang diduga kuman ini bergantung dari dari mana asal abses tersebut.Pada kolesteatoma merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman jenis Proteus dan Pseudomonas aeruginosa.GEJALA KLINIS.Gejala klinis ASO meliputi gejala lokal di lobus temporalis dan gejala serebritis. Gejala klinis dini yang patut dicurigai ASO antara lain : riwayat OMKS disertaidemam. Gejala umum akibat tokiskasi : nyeri kepala, mual dan muntah. Tanda nyata suatu abses otak ialah nadi yang lambat serta adanya serangan kejang Gejala akibat lesi di lobus temporalis ; aphasia, kesulitan dalam memahami kata-kata (kelainan bicara umumnya sensoris dan tak pernah motorik), gangguan pendengaran sentral yang umumnya dapat identifikasi, halusinasi akustik, gangguan penciuman, gangguan penglihatan seperti hemianopsia, neuropati saraf-saraf kranial mulai dari N.III s/d N.VII, lesi silang pada traktus piramidalis. Gejala-gejala serebritis, atau adanya abses serebelum yang dapat ditemukan antara lain ; gangguan okulomotor, sistem postural, adanya nistagmus spontan pada sisi lesi, ataksia, tremor, dismetria, hipotonia, lesi yang menunjukkan perluasan ke regio sekitarnya seperti paralisis N. III, V, VI, VII, IX dan X.

Pada stadium akut, naiknya suhu tubuh, nyeri kepala atau adanya tanda toksisitas seperti malaise, perasaan mengantuk, somnolen atau gelisah yang menetap. Timbulnya nyeri kepala di daerah parietal atau oksipital dan adanya keluhan mual, muntah yang proyektil serta kenaikan suhu tubuh yang menetap selama terapi diberikan merupakan tanda komplikasi intracranial.

Pembagian gejala klinis berdasarkan stadium :1. stadium awaldengan tanda-tanda meningismus, nause, nyeri kepala, perubahan psikologi, demam.2. Stadium dua/latenjika ditemukan serangan epileptikal, tanda defisit neurologis.3. Stadium tiga/manifestasidapat ditemukan papil edema, perubahan-perubahan psikis, tanda-tanda kelainan fokal seperti aphasia, alexia, agraphia, hemiplegia, serangan epilepsi dan ataksia pada abses yang meluas ke sereberal, dapat juga ditemukan gejala-gejala penyebaran ke organ-organ sekitar seperti paralisis nervi kraniales, gangguan lapang pandang, gangguan sistem okulomotor danposture.4. Stadium empat/terminaldapat ditemukan tanda-tanda stupor, koma, bradikardia dan pernafasancheyne stokes (pernafasan yang lambat dan semakin cepat tanpa adanya pola apneu).

Gejala abses serebelum biasanya lebih jelas daripada abses lobus temporal. Abses serebelum dapat ditandai dengan ataksia, diddiadokokinetis, tremor intensif dan tidak tepat menunjuk suatu objek.Afasia dapat terjadi pada abses lobus temporal. Gejala lain yang menunjukkan adanya toksisitas, berupa nyeri kepala, demam, muntah serta keadaan letargik. Selain itu sebagai tanda yang nyata suatu abses otak ialah nadi yang lambat serta serangan kejang.

PEMERIKSAAN PENUNJANG.Pemeriksaan penunjang untuk mendeteksi adanya abses otak ialah CT Scan, MRI, Angiografi, radiologi. Pemeriksaan LCS mungkin akan memperlihatkan kadar protein yang meninggi serta tekanan yang meningkat. Pemeriksaan paling akurat adalah melalui CT scan.Pada stadium-stadium awal, gambarannya mungkin hampir sama dengan meningitis, dimana tidak ditemukanenhancment pada pemberian kontras.Pada stadium awal terbentuknya abses, mulai terdeteksi adanyaireguler enhancmentpada tepi abses.Pada abses yang nyata akan ditemukan enhancment berupa cincin yang merupakan gambaran kapsul kolagen yang mengelilingi abses. Namun perlu pula di pikirkan kemungkinan lain adanyaenhancmentcincin ini selain abses yaitu metastasis tumor otak, tumor-rumor otak primer (utamanya adalah astrositoma drajat 4), granuloma, hematom serebri yang mulai mengalami resolusi.

PENGOBATAN.Pengobatan abses otak ialah dengan antibiotika parenteral dosis tinggi ( protocol terapi komplikasi intrakanial ), dengan tanpa operasi untuk melakukan drainase dari lesi. Selain itu, pengobatan dengan antibiotika harus intensif. Mastoidektomi dilakukan untuk membuang sumber infeksi, pada waktu keadaan umum lebih baik. Singkatnya, pengobatan terdiri dari pemberian antibiotic dosis tinggi secepatnya, penatalaksanaan operasi infeksi primer di mastoid pada saat yang optimum, bedah saraf bila perlu.

1. Antibiotik.Pasien harus dirawat dan diberi Ab dosis secara IV. Dimullai dari ampisilin 4 x 200-400 mg/kgBB/hari, Kloramfenikol 4 x 0,5-1 g/hari untuk orang dewasa atau 60-100 mg/kgBB/hari untuk anak. Pemberian metronidazol 3 x 400-600 mg/hari juga dipertimbangkan. ( 7-15 hari )Ab diberikan disesuaikan dengan kemjuan klinis dan hasil biakan dari secret telinga ataupun LCS. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan lab, foto mastoid, dan CT Scan.

Jika CT Scan ada terlihat tanda abses, pasien segera dikonsul ke Bedah Saraf untuk drainase otak segera. Mastoidektomi dapat dilakukan bersama-sama atau kemudian. Bila bedah saraf tak segera melakukan operasi, pengobatan medikamentosa dilanjutkan sampai 2 minggu, lalu dikonsul lagi ke bedah saraf. Mastoidektomi dilakukan sebelum atau sesudah bedah saraf melakukan operasi otak. Bila saat itu KU pasien buruk atau suhu tinggi, maka dilakukan analgesia lokal. Jika CT Scan tak terlihat ada abses dan KU pasien baik, maka segera dilakukan mastoidektomi dengan anesthesia umum atau analgesia lokal. Bila KU pasien buruk atau suhu tinggi, maka pengobatan medikamentosa dilanjutkan sampai 2 minggu, lalu segera dilakukan mastoidektomi dengan analgesia lokal. Jika CT Scan tak dapat dibuat, pengobatan medikamentosa diteruskan sampai 2 minggu untuk kemudian dilakukan mastoidektomi. Bila KU tetap buruk atau suhu tetap tinggi, dilakukan mastoidektomi dengan analgesia lokal.

BAB IILAPORAN KASUS

2.1 Identitas PasienNama:Tn. REPJenis Kelamin:Laki-LakiUsia:24 tahunNo. MR: 86.45.78Suku: MinangAlamat:Jl. Piai atas cubadak tangah, PauhMasuk RS Tanggal:2 Agustus 2014

2.2 Anamnesis (Autoanamnesis) Telah dirawat seorang pasien laki-laki berusia 24 tahun di Bangsal Neurologi RSUP Dr. M. Djamil Padang sejak tanggal 2 Agustus 2014 dengan:

Keluhan Utama:Nyeri kepalaRiwayat Penyakit Sekarang: Nyeri kepala yang bertambah berat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit Nyeri kepala sudah dirasakan sejak 2 minggu yang lalu, nyeri terutama dirasakan di telinga bagian kanan yang menyebar ke seluruh bagian kepala, nyeri terasa berdenyut-denyut seperti ditekan, terus menerus, dan kadang disertai rasa mual, muntah tidak ada, aura tidak ada, penglihatan ganda tidak ada. Keluar cairan berwarna merah dari telingan sebelah kanan sejak 2 hari yang lalu. Penurunan kesadaran dan kejang saat onset tidak ada Kelemahan anggota gerak tidak ada BAB dan BAK biasa Pasien sebelumnya dirawat dibagian THT dengan diagnosis OMSK tipe bahaya dan telah dilakukan operasi mastoidektomi radikal 2 minggu yang lalu

Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat nyeri kepala pertama kali dirasakan sejak 4 bulan yang lalu, sebelumnya pasien pernah berobat ke RSUP Dr M Djamil dan didiagnosis menderita abses cerebri, kemudian dilakukan pembedahan oleh bedah syaraf. Riwayat keluar cairan dari telinga ada sejak 8 tahun yang lalu, cairan berwarna kuning kehijauan dan berbau. Riwayat menderita hipertensi, DM, penyakit jantung sebelumnya tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga: Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan nyeri kepala seperti pasien. Tidak ada anggota keluarga yang menderita DM, stroke, penyakit jantung, dan hipertensi.

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi, Kejiwaan, dan Kebiasaan: Pasien adalah seorang freelance, tamatan SMA Riwayat merokok tidak ada Minum kopi (-), minum Alkohol (-)

2.3 Pemeriksaan FisikPemeriksaan Umum Keadaan Umum: Tampak sakit sedang Kesadaran: CMC, GCS 15 (E4M6V5) Tekanan Darah: 120/80 mmHg Frekuensi Nadi: 74 kali/menit, teratur Frekuensi Nafas: 21 kali/menit Suhu: 37,4o CStatus InternusKulit: Turgor kulit normalKelenjar getah bening:Tidak ada pembesaran pada KGB leher, aksila, dan inguinalKepala: NormocephalRambut: Hitam, tidak mudah dicabut Mata: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterikTelinga: tampak luka bekas operasi pada daerah mastoid kanan, cairan (-). Darah (-)Hidung: Tidak ada kelainanTenggorokan: Tidak ada kelainanLeher: JVP 5-2 cmH2O, bruit karotis (-)Thoraks:NormothoraksPulmo:Inspeksi: Simetris kiri dan kanan dalam keadaan statis dan dinamisPalpasi: Fremitus normal, kiri = kananPerkusi: Sonor di seluruh lapangan paruAuskultasi:Vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)Cor:Inspeksi: Ictus cordis tidak terlihatPalpasi: Ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC VPerkusi: Batas jantung dalam batas normalAuskultasi: Irama reguler, bising (-), gallop (-)Abdomen:Inspeksi:Perut tidak tampak membuncitAuskultasi:Bising usus (+) normalPalpasi:Supel, hepar dan lien tidak terabaPerkusi:TimpaniCorpus Vertebrae:Inspeksi:Deformitas (-)Palpasi:Massa (-), deformitas (-)

Status NeurologikusKesadaran: GCS 15 (E4M6V5)Tanda Rangsangan Meningeal : Kaku kuduk: - Brudzinski I: - Brudzinski II: - Kernig: -Tanda Peningkatan Tekanan Intrakranial :Pupil: Isokor, 3mm/3mm, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+Nyeri kepala progresif (+)Muntah Proyektil (-)Pemeriksaan Nn. Cranialis:N. I: Penciuman normal kiri dan kananN. II: Tajam penglihatan, lapangan pandang dan melihat warna dalam batas normal.N. III, IV, VI: - bola mata posisi ortho, Pupil bulat, isokor, diameter 3mm/3mm, refleks cahaya langsung (+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+)-Gerakan oculi dekstra dan sinistra bebas ke segala arah-Diplopia (-), ptosis (-), strabismus (-), nistagmus (-)N. V:Membuka mulut (+), menggerakkan rahang (+), menggigit (+), mengunyah (+), sensorik dalam batas normal, refleks kornea (+/+)N. VII:Raut muka simetris, plika nasolabialis kiri sama dengan kanan, mengerutkan dahi (+), menutup mata (+), bersiul (+), memperlihatkan gigi (+), sekresi air mata (+), sensasi lidah 2/3 depan (+). N. VIII:suara berbisik (+), detik arloji (+), test rinne, weber, scwabach tidak dilakukan.N. IX:Refleks muntah (+), sensasi lidah 1/3 belakang (+)N. X: Arkus faring simetris kiri dan kanan, uvula di tengah, menelan (+), disfagia (-), disfonia (-)N. XI:menoleh ke kanan dan kiri (+), mengangkat bahu (+)N. XII:Kedudukan lidah di dalam ditengah, kedudukan lidah saat dijulurkan ditengah. Tremor (-), fasikulasi (-), atropi (-).

Pemeriksaan Koordinasi :Cara berjalanNormalDisartria(-)

Romberg tes(-)Disgrafia (-)

Ataksia (-)Supinasi-pronasi-

Rebound phenomen(-)Tes jari hidung-

Test tumit lutut-Tes hidung jari-

Pemeriksaan Motorik: 555 555, eutonus, eutrofi. 555 555

Pemeriksaan Sensorik: Eksteroseptif dan propioseptif dalam batas normalPemeriksaan Otonom: Miksi : neurogenic bladder (-) Defekasi : baik Sekresi keringat : baikRefleks Fisiologis Biceps : ++/++ Triceps: ++/++ APR: ++/++ KPR: ++/++

Refleks Patologis Babinski : -/- Chaddok: -/- Oppenheim : -/- Gordon: -/- Schaeffer: -/- Hoffman Tromner: -/-2.4 Pemeriksaan RutinLaboratorium

28

Hemoglobin:13,2 gr/dLHematokrit:40%Leukosit:8.300/mm3Trombosit: 274.000/mmHasil konsul bagian THT : A/ Cephalgia post drainase absesPost mastoidektomi AD ec OMSK tipe bahaya 2.5 Diagnosis KerjaDiagnosis klinis:Cephalgia ( traction headache)Diagnosis topik:Lobus temporoparietal dekstraDiagnosis etiologi:Recurent brain abses Diagnosis sekunder:post mastoidektomi a.i OMSK tipe bahayaPemeriksaan penunjangCT Scan Mastoid

Brain CT Scan

2.6 TatalaksanaUmum: IVFD RL 12 jam/kolf Diet MB 1800 KkalKhusus : Drip Tramadol 1 ampul dalam 500 cc Rl habis dalam 8 jam Ofloxacin 2 x gtt 5 AD Paracetamol 3 x 500 mg (po) Tramadol 2 x 50 mg (po) Lansoprazol 2 x 40 mg (po)

2.7 Anjuran Pemeriksaan Rontgen Mastoid posisi schuller Brain CT Scan dengan kontras

2.8 Follow Up3 agustus 2014S/ Nyeri kepala (+) Mual (+)Muntah (-)Demam (-)Kejang (-)Keluar darah dari telinga kanan (+)O/ KUKesTDNadiNafasSuhu

SedangCMC120/8075x/menit20x/menit36,5o C

SI: Cor dan pulmo dalam batas normalSN: GCS 15 E4M6V5, TRM (-), Peningkatan TIK (-)Nn. Cranialis: Pupil isokor, diameter 3 mm/ 3mm, RC +/+, nistagmus (-) Gerakan bola mata bebas ke segala arah Plika nasolabialis kiri sama dengan kanan Deviasi lidah tidak adaMotorik:555 555, eutonus, eutrofi555 555Sensorik : Eksteroseptif dan propioseptif baikOtonom : Neurogenik bladder (-)A/- Traction headache ec susp recurent abses cerebri- Post radikal mastoidektomi ai OMSK tipe bahayaP/ Brain CT Scan dengan kontrasTh/Umum: IVFD Nacl 0,9 % 24 jam/kolf Diet MB 1800 KkalKhusus: Ofloxacin 2 x gtt 5 AD Paracetamol 4 x 500 mg (po) Tramadol 2 x 50 mg (po) Lansoprazol 2 x 30 mg (po)4 Agustus 2014S/ Nyeri kepala (+)Mual muntah (-)Demam (-)Nyeri perut (-)O/ KUKesTDNadiNafasSuhu

SedangCMC120/8076x/menit21x/menit36,8o C

SI: Cor dan pulmo dalam batas normalSN: GCS 15 E4M6V5, TRM (-), Peningkatan TIK (-)Nn. Cranialis: Pupil isokor, diameter 3 mm/ 3mm, RC +/+, nistagmus (-) Gerakan bola mata bebas ke segala arah Plika nasolabialis kiri lebih datar dibandingkan kanan Deviasi lidah ke kiri saat dijulurkanMotorik:555 555, eutonus, eutrofi555 555Sensorik : Eksteroseptif dan propioseptif baikOtonom : Neurogenik bladder (-)Rf fisiologis : ++ / ++Rf patologis : - / - A/- Traction headache ec susp recurent abses cerebri - Post radikal mastoidektomi ai OMSK tipe bahaya P/ Brain CT Scan dengan kontrasTh/Umum: IVFD Nacl 0,9 % 12 jam/kolf Diet MB 1800 KkalKhusus: Paracetamol 4 x 500 mg (po) Codein 3 x 30 mg (po) Ranitidine 2 x 150 mg (po)

BAB IIIDISKUSI

Telah dirawat seorang pasien laki-laki berusia 24 tahun di Bangsal Neurologi RSUP Dr. M. Djamil Padang sejak tanggal 2 Agustus 2014 dengan keluhan utama nyeri kepalaRiwayat Penyakit Sekarang, nyeri kepala yang bertambah berat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, Nyeri kepala sudah dirasakan sejak 2 minggu yang lalu, nyeri terutama dirasakan di telinga bagian kanan yang menyebar ke seluruh bagian kepala, nyeri terasa berdenyut-denyut seperti ditekan, terus menerus, dan kadang disertai rasa mual, muntah tidak ada, aura tidak ada, penglihatan ganda tidak ada, Keluar cairan berwarna merah dari telingan sebelah kanan sejak 2 hari yang lalu, penurunan kesadaran dan kejang saat onset tidak ada, Kelemahan anggota gerak tidak ada, BAB dan BAK biasa. Pasien sebelumnya dirawat dibagian THT dengan diagnosis OMSK tipe bahaya dan telah dilakukan operasi mastoidektomi radikal 2 minggu yang laluRiwayat Penyakit Dahulu, riwayat nyeri kepala pertama kali dirasakan sejak 4 bulan yang lalu, sebelumnya pasien pernah berobat ke RSUP Dr M Djamil dan didiagnosis menderita abses cerebri, kemudian dilakukan pembedahan oleh bedah syaraf. Riwayat keluar cairan dari telinga ada sejak 8 tahun yang lalu, cairan berwarna kuning kehijauan dan berbau. Riwayat menderita hipertensi, DM, penyakit jantung sebelumnya tidak ada.Riwayat Penyakit Keluarga, Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan nyeri kepala seperti pasien. Tidak ada anggota keluarga yang menderita DM, stroke, penyakit jantung, dan hipertensi.

Pada kasus ini diketahui seorang laki-laki, usia 24 tahun mengeluhkan Sakit kepala yang telah dirasakan selama 2 minggu ini dan dirasakan semakin memberat. Sakit kepala terkadang dirasakan berdenyut dan terasa seperti kepala sedang ditekan. Sakit kepala dirasakan di semua bagian kepala terutama pada kepala bagian belakang telinga. Apabila sakit kepalanya timbul, Os terkadang sampai menelungkupkan kepalanya dan memegangi kepalanya dengan kedua tangannya. Sakit kepalanya timbul terus-menerus dan menetap serta lebih sering terasa semakin memberat pada pagi hari dan menjelang malam hari sehingga membuat Os tidak dapat beristirahat. Untuk mengurangi sakit kepalanya, Os lebih senang berbaring pada sisi sebelah kiri. Os juga muntah hebat pada saat pertama kali merasakan sakit kepala tersebut. Dan keluhan tersebut berlanjut sampai Os di rawat di rumah sakit, terkadang didahului oleh rasa mual sebelum akhirnya Os muntah. Dari keterangan di atas, dapat diketahui bahwa telah terjadi peningkatan TIK pada pasien ini. Gejala peningkatan tekanan intrakranial diantaranya berupa nyeri kepala, mual dan muntah. Nyeri kepala yang terjadi dikarenakan terjadinya peregangan duramater akibat terjadinya penambahan massa di dalam otak. Duramater merupakan salah satu dari bangunan yang peka nyeri di dalam otak. Os lebih senang berbaring pada sisi sebelah kiri untuk mengurangi sakit kepala, pada penderita yang mengalami sakit kepala dikarenakan oleh massa atau tumor di otak, penderita lebih suka berbaring pada posisi tertentu dan menghindari perubahan-perubahan posisi terutama bangkit dari tempat tidur. Dari hasil pemeriksaan fisik tidak didapatkan adanya kelainan neurologis pada pasien, hanya didapatkan adanya kaku kuduk. Dari hasil penelitian Adril pada pengamatan pengelolaan abses otak di RSUD dr. Soetomo Surabaya didapatkan tanda-tanda klinis kaku kuduk sebanyak 9%. Dari hasil pemeriksaan CT Scan kepala didapatkan midline shift ke kiri, juga tampak gambaran hipodens di temporofrontalis dekstra dan temporooksipitalis sinistra yang pada pemberian larutan kontras tampak gambaran enhancement di frontalis dekstra dengan ukuran 3,5 x 2,8 cm. Kesimpulan terdapat abses otak multipel pada pasien ini. Pada gambaran CT Scan tersebut, tampak gambaran abses otak tersebut telah membentuk cincin dan terlihat kapsul serta terjadi edema di luar dari kapsul tersebut. Berdasarkan gambaran ini maka dapat dikatakan abses otak tersebut berada pada fase late capsule formation. Late capsule formation dapat terbentuk pada hari ke-14 atau lebih. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dengan CT Scan yang merupakan golden standar, dapat disimpulkan bahwa pasien menderita Abses Otak Multiple yang berada pada fase late capsule formation. Terapi medikamentosa yang diberikan berupa kombinasi antara sefaloporin generasi III yaitu ceftriakson dengan metronidazol yang merupakan pilihan kombinasi alternatif pada penderita abses otak. Diberikan juga kortikosteroid yang berupa deksametason yang berguna untuk mengurangi edema serebri yang terjadi. Walaupun pemberian kortikosteroid masih kontroversional. Dosisnya adalah 16 mg/hari pada orang dewasa dan 0,5 mg/kg/hari pada anak. Pada edema serebri oleh karena abses otak deksametason dapat diberikan 10 mg IV, dilanjutkan 4-6 mg setiap 6 jam. Kerugian dari pemberian kortikosteroid adalah berkurangnya kemampuan penetrasi antibiotik, berkurangnya pembentukan kapsul, dan meningkatkan nekrosis, penggunaan kortikosteroid sebaiknya berdurasi singkat dan dosisnya perlu dikurangi secara bertahap ( tapering off ). Diberikan juga Phenitoin yang digunakan untuk pencegahan terjadinya kejang. diberikan secara parenteral dengan dosis loading pada dewasa 18 mg/kgBB secara perlahan-lahan untuk menghindari atau mengurangi resiko terjadinya aritmia dan hipotensi. Dosis maintenance 200-500 mg perhari dalam dosis terbagi. Sebagian besar penderita dewasa cukup dengan 100 mg dua atau tiga kali sehari. Pada pasien ini, terdapat indikasi untuk dilakukan pembedahan. Indikasi untuk dilakukan pembedahan pada abses serebri adalah apabila ditemukan abses dengan diameter > 2,5 cm dan telah terbentuk kapsul definitif yang tampak pada pencitraan. Kedua hal in telah terdapat pada pasien ini. tindakan pembedahan yang dilakukan dapat dengan aspirasi atau eksisi atau kedua-duanya. Tindakan terapi ini bermanfaat untuk mengisolasi organisme dan menurunkan TIK. Prognosis pada pasien ini kemungkinan baik. Karena dengan penatalaksanaan yang baik, mayoritas pasien abses serebri dapat disembuhkan. Prognosis akan lebih baik lagi pada usia muda, pada kasus yang tidak disertai defisit neurologis yang berat, tidak terjadi perburukan gejala pada awal terapi, dan tidak ada faktor komorbid.

BAB IVKESIMPULAN