40444697 askep contusio cerebri

21
Contusio Cerebri A. Latar Belakang Tengkorak merupakan jaringan tulang yang berfungsi sebagai pelindung jaringan otak mempunyai daya elastisitas untuk mengatasi trauma bila dipukul atau terbentur benda tumpul. Namun pada benturan, beberapa mili detik akan terjadi depresi maksimal dan diikuti osilasi. Trauma pada kepala dapat menyebabkan fraktur pada tengkorak dan trauma jaringan otak atau kulit seperti kontusio atau memar otak, oedem otak, perdarahan dengan derajat yang bervariasi tergantung pada luas daerah trauma. Trauma kepala yaitu adanya deformitas berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi – descelarasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan percepatan, serta rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan. Side effect dari kontusio akibat trauma kepala tergantung dari bagian mana yang mengalami trauma dan sejauh mana luas kontusio dan perdarahan yang meluas atau tidak. B. Tujuan Tujuan dari laporan pendahuluan ini adalah : 1. Mampu melakukan pengkajian yaitu mengumpulkan data subyektif dan data obyektif pada pasien dengan contusion cerebri 2. Mampu menganalisa data yang diperoleh 3. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan contusio cerebri 4. Mampu membuat rencana tindakan keperawatan pada pasien dengan contusio cerebri 5. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan

Upload: arifdianperdana

Post on 09-Aug-2015

741 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: 40444697 ASKEP Contusio Cerebri

Contusio Cerebri

A. Latar Belakang

Tengkorak merupakan jaringan tulang yang berfungsi sebagai

pelindung jaringan otak mempunyai daya elastisitas untuk mengatasi trauma

bila dipukul atau terbentur benda tumpul. Namun pada benturan, beberapa mili

detik akan terjadi depresi maksimal dan diikuti osilasi. Trauma pada kepala

dapat menyebabkan fraktur pada tengkorak dan trauma jaringan otak atau kulit

seperti kontusio atau memar otak, oedem otak, perdarahan dengan derajat yang

bervariasi tergantung pada luas daerah trauma.

Trauma kepala yaitu adanya deformitas berupa penyimpangan bentuk

atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan

(accelerasi – descelarasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh

perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan percepatan,

serta rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai

akibat perputaran pada tindakan pencegahan.

Side effect dari kontusio akibat trauma kepala tergantung dari bagian

mana yang mengalami trauma dan sejauh mana luas kontusio dan perdarahan

yang meluas atau tidak.

B. Tujuan

Tujuan dari laporan pendahuluan ini adalah :

1. Mampu melakukan pengkajian yaitu

mengumpulkan data subyektif dan data

obyektif pada pasien dengan contusion

cerebri

2. Mampu menganalisa data yang diperoleh

3. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan

pada pasien dengan contusio cerebri

4. Mampu membuat rencana tindakan

keperawatan pada pasien dengan contusio

cerebri

5. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan

Page 2: 40444697 ASKEP Contusio Cerebri

sesuai dengan rencana yang ditentukan.

6. Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan

yang telah dilaksanakan

C. Pengertian

Secara definisi kontusio serebri didefinisikan sebagai gangguan fungsi

otak akibat adanya kerusakan jaringan otak disertai perdarahan yang secara

makroskopis tidak mengganggu jaringan. Kontosio sendiri biasanya

menimbulkan defisit neurologis jika mengenai daerah motorik atau sensorik

otak., secara klinis didapatkan penderita pernah atau sedang tidak sadar selama

lebih dari 15 menit atau didapatkan adanya kelainan neurologis akibat

kerusakan jaringan otak. Pada pemerikasaan CT Scan didaptkan daerah

hiperdens di jaringan otak, sedangkan istilah laserasi serebri menunjukkan

bahwa terjadi robekan membran pia-arachnoid pada daerah yang mengalami

contusio serebri yang gambaran pada CT Scan disebut “Pulp brain”.

Kontusio cerebri erat kaitannya dengan trauma kepala berikut beberapa

prinsip pada trauma kepala :

a. Tulang tengkorak sebagai pelindung jaringan otak,

mempunyai daya elastisitas untuk mengatasi adanya

pukulan.

b. Bila daya / toleransi elastisitas terlampau akan terjadi

fraktur

c. Berat / ringannya cedera tergantung pada :

1) Lokasi yang terpengaruh :

• Cedera kulit.

• Cedera jaringan tulang / tengkorak.

• Cedera jaringan otak.

2) Keadaan kepala saat terjadi benturan.

a). Masalah utama adalah

terjadinya peningkatan

tekanan intrakranial (PTIK)

b). TIK dipertahankan oleh 3

Page 3: 40444697 ASKEP Contusio Cerebri

komponen :

• Volume darah /Pembuluh darah

(± 75 - 150 ml).

• Volume Jaringan Otak (±. 1200

- 1400 ml).

• Volume LCS (± 75 - 150 ml).

2. Klasifikasi

Trauma kepala atau cedera kepala meliputi trauma kulit kepala,

tengkorak dan otak. Cedera otak terdapat dibagi dalam dua macam yaitu :

a. Cidera otak primer

Adalah kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung dari

trauma. Pada cidera primer dapat terjadi: memar otak, laserasi.

b. Cidera otak sekunder

Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia,

metabolisme, fisiologi yang timbul setelah trauma.

Berat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat ringanya gejala

yang muncul setelah cedera kepala (Alexander PM, 1995). Ada berbagai

klasifikasi yang dipakai dalam penentuan derajat cedera kepala. The Traumatic

Coma Data Bank mendifinisikan berdasarkan skor Skala Koma Glasgow

(Glasgow coma scale).

Kategori Penentuan Keparahan cedera kepala berdasarkan Glasgow coma

scale (GCS)

Penentuan Keparahan DeskripsiMinor/ Ringan GCS 13 – 15

Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit. Tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada kontusia cerebral, hematoma

Sedang GCS 9 – 12Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.

Berat GCS 3 – 8Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam. Juga meliputi kontusia serebral, laserasi

Page 4: 40444697 ASKEP Contusio Cerebri

atau hematoma intrakranial

Glasgow coma scale (GCS)

1. Membuka MataSpontanTerhadap rangsang suaraTerhadap nyeriTidak ada

4321

2. Respon Verbal Orientasi baik Orientasi terganggu Kata-kata tidak jelas Suara Tidak jelas Tidak ada respon

54321

3. Respon Motorik Mampu bergerak Melokalisasi nyeri Fleksi menarik Fleksi abnormal Ekstensi Tidak ada respon

654321

Total 3 - 15

Annegers et al (1998) membagi trauma kepala berdasarkan lama tak

sadar dan lama amnesis pasca trauma yang dibagi menjadi :

a. Cedera kepala ringan, apabila kehilangan kesadaran dan amnesia

berlangsung kurang dari 30 menit.

b. Cedera kepala sedang, apabila kehilangan kesadaran atau amnesia

terjadi 30 menit sampai 24 jam atau adanya fraktur tengkorak.

c. Cedera kepala berat, apabila kehilangan kesadaran atau amnesia

lebih dari 24 jam, perdarahan subdural dan kontusio serebri.

Penggolongan cedera kepala berdasarkan periode kehilangan kesadaran

ataupun amnesia saat ini masih kontroversional dan tidak dipakai secara luas.

Klasifikasi cedera kepala berdasarkan jumlah GCS saat masuk rumah sakit

merupakan definisi yang paling umum dipakai (Hoffman, dkk, 1996).

3. Tipe

a. Cidera kepala terbuka

1) Trauma ini dapat menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan

laserasi durameter. Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang

Page 5: 40444697 ASKEP Contusio Cerebri

tengkorak menusuk otak, misalnya akibat benda tajam atau

tembakan.

2) Fraktur linier di daerah temporal, dimana arteri meningeal media

berada dalam jalur tulang temporal, sering menyebabkan

perdarahan epidural. Fraktur linier yang melintang garis tengah,

sering menyebabkan perdarahan sinus dan robeknya sinus sagitalis

superior.

3) Fraktur di daerah basis, disebabkan karena trauma dari atas atau

kepala bagian atas yang membentur jalan atau benda diam. Fraktur

di fosa anterior, sering terjadi keluarnya liquor melalui hidung

(rhinorhoe) dan adanya brill hematom (raccon eye).

4) Fraktur pada os petrosus, berbentuk longitudinal dan transversal

(lebih jarang). Fraktur longitudinal dibagi menjadi anterior dan

posterior. Fraktur anterior biasanya karena trauma di daerah

temporal, sedang yang posterior disebabkan trauma di daerah

oksipital.

5) Fraktur longitudinal sering menyebabkan kerusakan pada meatus

akustikus interna, foramen jugularis dan tuba eustakhius. Setelah 2

– 3 hari akan nampak battle sign (warna biru di belakang telinga di

atas os mastoid) dan otorrhoe (liquor keluar dari telinga).

perdarahan dari telinga dengan trauma kepala hampir selalu

disebabkan oleh retak tulang dasar tengkorak. Pada dasarnya

fraktur tulang tengkorak itu sendiri tidaklah menimbulkan hal yang

emergensi, namun yang sering menimbulkan masalah adalah

fragmen tulang itu menyebabkan robekan pada durameter,

pembuluh darah atau jaringan otak. Hal ini dapat menyebabkan

kerusakan pusat vital, saraf kranial dan saluran saraf (nerve

pathway).

b. Cidera kepala tertutup

1) Komotio serebri (gegar otak)

2) Edema serebri traumatic

3) Kontusio serebri

Page 6: 40444697 ASKEP Contusio Cerebri

4) Perdarahan Intrakranial

• Perdarahan epidural

• Perdarahan Subdural

• Perdarahan subarahnoid

Kontusio serebri murni biasanya jarang terjadi. Diagnosa kontusio

serebri meningkat sejalan dengan meningkatnya penggunaan CT scan dalam

pemeriksaan cedera kepala. Kontusio serebri sangat sering terjadi difrontal dan

labus temporal, walaupun dapat terjadi juga pada setiap bagian otak, termasuk

batang otak dan serebelum. Batas perbedaan antara kontusio dan perdarahan

intra serebral traumatika memang tidak jelas. Kontusio serebri dapat saja

dalam waktu beberapa jam atau hari mengalami evolusi membentuk pedarahan

intra serebral.

D. Etiologi

• Kecelakaan

• Jatuh

• Trauma

E. Patofisiologi

Pada contusio cerebri (memar otak) terjadi perdarahan-perdarahan di

dalam jaringan otak tanpa adanya robekan jaringanyang kasat mata, meskipun

neuron-neuron mengalami kerusakan atau terputus. Yang penting untuk

terjadinya lesi contusion ialah adanya akselerasi kepala yang seketika itu juga

menimbulkan pergeseran otak serta pengembangan gaya kompresi yang

destruktif. Akselerasi yang kuat berarti pula hiperekstensi kepala. Oleh karena

itu, otak membentang batang otak terlalu kuat, sehingga menimbulkan

blockade reversible terhadap lintasan asendens retikularis difus. Akibat

blockade itu, otak tidak mendapat input aferen dan karena itu, kesadaran

hilang selama blockade reversible berlangsung.

Timbulnya lesi contusio di daerah coup, contrecoup, dan intermediate

menimbulkan gejala deficit neurologik yang bisa berupa refleks babinsky yang

Page 7: 40444697 ASKEP Contusio Cerebri

positif dan kelumpuhan UMN. Setelah kesadaran puli kembali, si penderita

biasanya menunjukkan organic brain syndrome.

Lesi akselerasi-deselerasi, gaya tidak langsung bekerja pada kepala

tetapi mengenai bagina tubuh yang lain, tetapi kepala tetap ikut bergerak

akibat adanya perbedaan densitas anar tulang kepala dengan densitas yang

tinggi dan jaringan otot yang densitas yang lebih rendah, maka terjadi gaya

tidak langsung maka tulang kepala akan bergerak lebih dulu sedangkan

jaringan otak dan isinya tetap berhenti, pada dasar tengkorak terdapat tonjolan-

tonjolan maka akan terjadi gesekan anatera jaringan otak dan tonjolan tulang

kepala tersebut akibatnya terjadi lesi intrakranial berupa hematom subdural,

hematom intra serebral, hematom intravertikal.kontra coup kontusio. Selain itu

gaya akselerasi dan deselarasi akan menyebabkan gaya tarik atau robekan

yang menyebabkan lesi diffuse berupa komosio serebri, diffuse axonal injuri.

Akibat gaya yang dikembangkan oleh mekanisme-mekanisme yang

beroperasi pada trauma kapitis tersebut di atas, autoregulasi pembuluh darah

cerebral terganggu, sehingga terjadi vasoparalitis. Tekanan darah menjadi

rendah dan nadi menjadi lambat, atau menjadi cepat dan lemah. Juga karena

pusat vegetatif terlibat, maka rasa mual, muntah dan gangguan pernafasan bisa

timbul.

F. Tanda dan Gejala

Manifestasi contusio bergantung pada lokasi luasnya kerusakan otak.

Akan terjadi penurunan kesadaran. Apabila kondisi berangsur kembali, maka

tingat kesadaranpun akan berangsur kembali tetapi akan memberikan gejala

sisa, tetapi banyak juga yang mengalami kesadaran kembali seperti biasanya.

Dapat pula terjadi hemiparese. Peningkatan ICP terjadi bila terjadi edema

serebral.

Gejala lain yang sering muncul :

• Gangguan kesadaran lebih lama.

• Kelainan neurologik positip, reflek patologik positip, lumpuh,

konvulsi.

• Gejala TIK meningkat.

Page 8: 40444697 ASKEP Contusio Cerebri

• Amnesia retrograd lebih nyata.

• Pasien tidak sadarkan diri

• Pasien terbaring dan kehilangan gerakkan

• Denyut nadi lemah

• Pernafsan dangkal

• Kulit dingin dan pucat

• Sering defekasi dan berkemih tanpa di sadari.

• Hemiparese/Plegi

• Aphasia disertai gejala mual-muntah

• Pusing sakit kepala

G. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang seperti CT-Scan berguna untuk melihat letak

lesi dan adanya kemungkinan komplikasi jangka pendek.

H. Pathway

Kecelakaan Jatuh Trauma persalinan

Cidera kepala TIK - oedem - hematom

Respon biologi Hypoxemia

Kelainan metabolismeCidera otak primer Cidera otak sekunderKontusio Nyeri akutLaserasi Kerusakan cel otak

Gangguan autoregulasi rangsangan simpatis Stress

Aliran darah keotak ¯ tahanan vaskuler katekolaminSistemik & TD sekresi asam

lambung

O2 ¯ à ggg metabolisme ¯ tek. Pemb.darah Mual, muntahPulmonal

Asam laktat tek. Hidrostatik Asupan nutrisi

Page 9: 40444697 ASKEP Contusio Cerebri

kurang

Oedem otak kebocoran cairan kapiler Ketidakseimbangan nutrisi:kurang

dari kebutuhan tubuhPerfusi jaringan oedema paru à cardiac out put ¯ cerebral tidak efektif

Difusi O2 terhambat Pola napas tidak efektif à hipoksemia,

hiperkapnea

I. Pengkajian

Pengumpulan data pasien baik subyektif atau obyektif pada gangguan

sistem persyarafan sehubungan dengan trauma kepala adalah sebagi berikut :

1. Identitas pasien dan keluarga (penanggung jawab)

2. Riwayat Kesehatan

Riwayat penyakit dahulu

3. Pemeriksaan Fisik

Aspek Neurologis :

Yang dikaji adalah Tingkat kesadaran, biasanya GCS kurang dari 15,

disorentasi orang/tempat dan waktu, adanya refleks babinski yang positif,

perubahan nilai tanda-tanda vital, adanya gerakan decebrasi atau

dekortikasi dan kemungkinan didapatkan kaku kuduk dengan brudzinski

positif. Adanya hemiparese.

Pada pasien sadar, dia tidak dapat membedakan berbagai

rangsangan/stimulus rasa, raba, suhu dan getaran. Terjadi gerakan-gerakan

involunter, kejang dan ataksia, karena gangguan koordinasi. Pasien juga

tidak dapat mengingat kejadian sebelum dan sesuadah trauma. Gangguan

keseimbangan dimana pasien sadar, dapat terlihat limbung atau tidak dapat

mempertahankana keseimabangan tubuh.

Nervus kranialis dapat terganggu bila trauma kepala meluas sampai batang

otak karena edema otak atau pendarahan otak. Kerusakan nervus I

Page 10: 40444697 ASKEP Contusio Cerebri

(Olfaktorius) : memperlihatkan gejala penurunan daya penciuman dan

anosmia bilateral. Nervus II (Optikus), pada trauma frontalis :

memperlihatkan gejala berupa penurunan gejala penglihatan. Nervus III

(Okulomotorius), Nervus IV (Trokhlearis) dan Nervus VI (Abducens),

kerusakannya akan menyebabkan penurunan lapang pandang, refleks

cahaya ,menurun, perubahan ukuran pupil, bola mata tidak dapat

mengikuti perintah, anisokor.

Nervus V (Trigeminus), gangguannya ditandai ; adanya anestesi daerah

dahi. Nervus VII (Fasialis), pada trauma kapitis yang mengenai neuron

motorik atas unilateral dapat menurunkan fungsinya, tidak adanya lipatan

nasolabial, melemahnya penutupan kelopak mata dan hilangnya rasa pada

2/3 bagian lidah anterior lidah.

Nervus VIII (Akustikus), pada pasien sadar gejalanya berupa menurunnya

daya pendengaran dan kesimbangan tubuh. Nervus IX (Glosofaringeus).

Nervus X (Vagus), dan Nervus XI (Assesorius), gejala jarang ditemukan

karena penderita akan meninggal apabila trauma mengenai saraf tersebut.

Adanya Hiccuping (cekungan) karena kompresi pada nervus vagus, yang

menyebabkan kompresi spasmodik dan diafragma. Hal ini terjadi karena

kompresi batang otak. Cekungan yang terjadi, biasanya yang berisiko

peningkatan tekanan intrakranial.

Nervus XII (hipoglosus), gejala yang biasa timbul, adalah jatuhnya lidah

kesalah satu sisi, disfagia dan disartria. Hal ini menyebabkan adanya

kesulitan menelan.

Aspek Kardiovaskuler :

Didapat perubahan tekanan darah menurun, kecuali apabila terjadi

peningkatan intrakranial maka tekanan darah meningkat, denyut nadi

bradikardi, kemudian takhikardia, atau iramanya tidak teratur. Selain itu

pengkajian lain yang perlu dikumpulkan adalah adanya perdarahan atau

cairan yang keluar dari mulut, hidung, telinga, mata. Adanya hipereskresi

pada rongga mulut. Adanya perdarahan terbuka/hematoma pada bagian

tubuh lainnya. Hal ini perlu pengkajian dari kepalal hingga kaki.

Page 11: 40444697 ASKEP Contusio Cerebri

Aspek sistem pernapasan :

Terjadi perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi

yaitu cepat dan dangkal, irama tidak teratur (chyne stokes, ataxia brething),

bunyi napas ronchi, wheezing atau stridor. Adanya sekret pada tracheo

brokhiolus. Peningkatan suhu tubuh dapat terjadi karena adanya infeksi

atau rangsangan terhadap hipotalamus sebagai pusat pengatur suhu tubuh.

Aspek sistem eliminasi :

Akan didapatkan retensi/inkontinen dalam hal buang air besar atau kecil.

Terdapat ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, dimana terdapat

hiponatremia atau hipokalemia. Pada sistem gastro-intestinal perlu dikaji

tanda-tanda penurunan fungsi saluran pencernaan seperti bising usus yang

tidak terdengar atau lemah, aanya mual dan muntah. Hal ini menjadi dasar

dalam pemberian makanan.

4. Pengkajian Psikologis :

Dimana pasien dnegan tingkat kesadarannya menurun, maka untuk

data psikologisnya tidak dapat dinilai, sedangkan pada pasien yang tingkat

kesadarannya agak normal akan terlihat adanya gangguan emosi,

perubahan tingkah laku, emosi yang labil, iritabel, apatis, delirium, dan

kebingungan keluarga pasien karena mengalami kecemasan sehubungan

dengan penyakitnya.

Data sosial yang diperlukan adalah bagaimana psien berhubungan

dnegan orang-orang terdekat dan yang lainnya, kemampuan

berkomunikasi dan peranannya dalam keluarga. Serta pandangan pasien

terhadap dirinya setelah mengalami trauma kepala dan rasa aman.

5. Data spiritual :

Diperlukan adalah ketaatan terhadap agamanya, semangat dan

falsafah hidup pasien serta ke-Tuhanan yang diyakininya. Tentu saja data

yang dikumpulkan bila tidak ada penurunan kesadaran.

Prinsip melakukan pengkajian dengan menggunakan 5 B yaitu :

a. Breathing

Page 12: 40444697 ASKEP Contusio Cerebri

Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung,

sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun

iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas

berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi),

cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.

b. Blood

Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi.

Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan

parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi

lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan

frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan

bradikardia, disritmia).

c. Brain

Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya

gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara,

amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan

pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan

mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka

dapat terjadi :

• Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian,

konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan

memori).

• Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia,

kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia.

• Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.

• Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.

• Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus

menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.

• Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh

kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.

d. Blader dan Bowel

Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia

Page 13: 40444697 ASKEP Contusio Cerebri

urin, ketidakmampuan menahan miksi.

Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah

(mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera.

Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi.

e. Bone

Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada

kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat

pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis

yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di

otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan

tonus otot.

J. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul

1. Nyeri akut (nyeri kepala, pusing) berhubungan dengan agen injuri fisik,

biologis, psikologis

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan faktor biologis, fisiologis

3. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan disfungsi neuromuskuler

4. Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan menurunnya curah

jantung, hipoksemia jaringan, asidosis dan kemungkinan thrombus atau

emboli

Page 14: 40444697 ASKEP Contusio Cerebri

DAFTAR PUSTAKA

Barbara, CL., 1996, Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan proses keperawatan), Bandung.

Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta.

Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, alih bahasa: Tim PSIK UNPAD Edisi-6, EGC, Jakarta

Corwin, 2000, Hand Book Of Pathofisiologi, EGC, Jakarta.

Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan Keperawatan untuk perencanaan dan pendukomentasian perawatan Pasien, Edisi-3, Alih bahasa; Kariasa,I.M., Sumarwati,N.M., EGC, Jakarta

Komite Keperawatan RSUD Dr. Soedono Madiun. 1999, Penatalaksanaan Pada Kasus Trauma Kepala. Makalah Kegawat daruratan dalam bidang bedah, Tidak dipublikasikan.

Long, B.C., 1996, Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Kperawatan), Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Bandung.

Page 15: 40444697 ASKEP Contusio Cerebri

Mansjoer, Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius FK-UI, Jakarta.

McCloskey&Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classifications, Second edisi, By Mosby-Year book.Inc,Newyork

NANDA, 2001-2002, Nursing Diagnosis: Definitions and classification, Philadelphia, USA

Reksoprodjo, S. dkk, 1995, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Bina rupa Aksara, Jakarta.

University IOWA., NIC and NOC Project., 1991, Nursing outcome Classifications, Philadelphia, USA

Wilkinson, Judith, 2007, Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC, EGC, Jakarta.

Page 16: 40444697 ASKEP Contusio Cerebri

K. Rencana Keperawatan

No Diagnosis NOC NIC

.1 Nyeri akut (nyeri kepala, pusing) berhubungan dengan agen injuri fisik, biologis, psikologis

1. Tingkat kenyamanan2. Kontrol nyeri3. Nyeri : efek yang merusak4. Tingkat nyeri

Pain Management :1. Kaji secara komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi,

karakteristik serta onset, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas / beratnya, nyeri dan faktor-faktor presipitasi.

2. Observasi isyarat-isyarat non verbal dan ketidaknyamanan, khususnya dalam ketidakmampuan untuk komunikasi secara efektif.

3. Gunakan komunikasi terapeutik agar pasien dapat mengekspresikan nyeri

4. Kaji latarbelakang budaya pasien5. Kaji pengalaman individu terhadap nyeri, keluarga dengan nyeri

kronis6. Evaluasi tentang keefektifan dan tindakan mengontrol nyeri yang

telah digunakan7. Berikan dukungan terhadap pasien dan keluarga8. Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi

respon pasien terhadap ketidaknyamanan9. Beri informasi tentang nyeri seperti penyebab, berapa lama

terjadi dan tindkaan pencegahan10. Anjutkan pasien untuk memonitor sendiri nyerinya11. Anjurkan penggunaan tekhnik non farmakologis (relaksasi,

guided imagery, terapi musik, distraksi, aplikasi panas-dingin, massase, TENS, hipnotis, terapi bermain, terapi aktivitas, akupresure)

12. Berikan analgetik sesuai anjuran

Page 17: 40444697 ASKEP Contusio Cerebri

13. Evaluasi ketidakefektifan dari tindakan mengontrol nyeri14. Modifikasi tindakan nyeri berdasarkan respon pasien15. Tingkatkan tidur / istirahat yang cukup16. Anjurkan pasien untuk berdiskusi tentang pengalaman nyeri

secara tepat17. Anjurkan pasien untuk berdiskusi tentang pengalaman nyeri

secara tepat18. Beritahu dokter jika tindakan tidak berhasil atau terjadi keluhan19. Informasikan kepada tim kesehatan lainnya / anggota kleuarga

saat tindakan non farmakologi dilakukan, untuk pendekatan prefentif

20. Monitor kenyamanan pasien terhadap manajemen nyeri21. Monitor perubahan nyeri dan bantu pasien mengidentifikasi

faktor presipitasi nyeri baik aktual dan potensial22. Lakukan pengkajian terhadap pasien dengan nyaman dan lakukan

monitoring dari rencana yang dibuat23. Turunkan dan hilangkan faktor yang dapat meningkatkan

pengalaman nyeri (rasa takut, kelelahan dan kurang pengetahuan)24. Pertimbangan pasien untuk berpartisipasi, dukungan dari

keluarga dekat dan kontraindikasi ketika strategi penurunan nyeri telah dipilih

25. Lakukan tekhnik variasi untuk mengontrol nyeri (farmakologi, non frmakologi dan interpersonal)

26. Libatkan keluarga untuk mengurangi nyeriAnalgetik administration :1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan derajat nyeri sebelum

pemberian obat.2. Cek instruksi dokter tentang pemberian obat, dosisi dan frekuensi

Page 18: 40444697 ASKEP Contusio Cerebri

3. Cek riwayat alergi4. Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik

ketika pemberian lebih dari satu5. Tentukan pilihan analgetik tergantung tipe dan beratnya nyeri6. tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal7. Pilih rute pemberian secra IV, IM untuk pengobatan nyeri secara

teratur8. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik

pertama kali9. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebatEvaluasi efektifitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)

2 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis, fisiologis

1. Nutritional Status 2. Nutritional Status : food and

Fluid Intake3. Nutritional Status : nutrient

Intake4. Weight control

Manajemen Nutrisi:1. Catat jika klien memiliki alergi makanan2. Tentukan jumlah kalori dan tipe nutrien yang dibutuhkan3. Dorong asupan kalori sesuai tipe tubuh dan gaya hidup4. Dorong asupan zat besi5. Berikan gula tambahan k/p6. Berikan makanan tinggi kalori, protein dan minuman yang

mudah dikonsumsi7. Ajarkan keluarga cara membuat catatan makanan8. Monitor asupan nutrisi dan kalori9. Timbang berat badan secara teratur10. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana

memenuhinya11. Ajarkan teknik penyiapan dan penyimpanan makanan 12. Tentukan kemampuan klien untuk memenuhi kebutuhan

nutrisinyaMonitor nutrisi

Page 19: 40444697 ASKEP Contusio Cerebri

1. BB klien dalam interval spesifik2. Monitor adanya penurunan BB 3. Monitor tipe dan jumlah nutrisi untuk aktivitas biasa4. Monitor respon emosi klien saat berada dalam situasi yang

mengharuskan makan.5. Monitor interaksi anak dengan orang tua selama makan.6. Monitor lingkungan selama makan.7. Jadwalkan pengobatan dan tindakan, tidak selama jam makan.8. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi9. Monitor turgor kulit10. Monitor kekeringan, rambut kusam dan mudah patah.11. Monitor adanya bengkak pada alat pengunyah, peningkatan

perdarahan, dll.12. Monitor mual dan muntah13. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, kadar Ht.14. Monitor kadar limfosit dan elektrolit.15. Monitor makanan kesukaan.16. Monitor pertumbuhan dan perkembangan.17. Monitor kadar energi, kelelahan, kelemahan.18. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan pada jaringan

konjungtiva.19. Monitor kalori dan intake nutrisi.20. Catat adanya edema, hiperemia, hipertropik papila lidah dan

cavitas oral.Catat jika lidah berwarna merah keunguan.

3. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan disfungsi neuromuskuler

1. Respiratory status : ventilation

2. Respiratory status : airway

Respirasory monitoring1. Monitor frekuensi, ritme dan kedalaman pernafasan2. Catat pergerakan dada, kesimetrisan, penggunaan otot nafas

Page 20: 40444697 ASKEP Contusio Cerebri

potency3. Aspiration control

tambahan dan retraksi otot intracostal3. Monitor pernafasan hidung4. Palpasi ekspansi paru5. Auskultasi bunyi nafasAirway management1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi2. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan3. Berikan bronkodilator bila perlu4. Berikan pelembab udara kasa basah NaCl lembab5. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan6. Monitor respirasi dan status O2Oxygen therapi1. Bersihkan mulut, hidung sampai trakea bila perlu2. Pertahankan jalan nafas yang paten3. Atur peralatan oksigenasi4. Monitor aliran oksigen5. Pertahankan posisi pasien6. Observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi7. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasiVital sign monitoring1. Monitor TD, nadi, suhu dan RR2. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk atau berdiri3. Monitor frekuensi dan irama pernafasan4. Monitor suara paru5. Monitor pola pernafasan abnormal6. Monitor suhu, warna dan kelembaban kulit7. Monitor sianosis periferIdentifikasi penyebab dari perubahan vital sign

Page 21: 40444697 ASKEP Contusio Cerebri

4. Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan menurunnya curah jantung, hipoksemia jaringan, asidosis dan kemungkinan thrombus atau emboli

1. Circulation status2. Tissue Prefusion : cerebral

Peripheral Sensation Management (Manajemen sensasi perifer)1. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap

panas/dingin/tajam/tumpul2. Monitor adanya paretese3. Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lsi atau

laserasi4. Gunakan sarun tangan untuk proteksi5. Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung6. Monitor kemampuan BAB7. Kolaborasi pemberian analgetik8. Monitor adanya tromboplebitis9. Diskusikan menganai penyebab perubahan sensasi

Vital sign Monitoring1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah3. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas6. Monitor kualitas dari nadi7. Monitor frekuensi dan irama pernapasan8. Monitor suara paru9. Monitor pola pernapasan abnormal10. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit11. Monitor sianosis perifer12. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar,

bradikardi, peningkatan sistolik)Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign