edema cerebri
TRANSCRIPT
EDEMA CEREBRI
PENDAHULUAN
Edema cerebri merupakan suatu penyulit pada banyak gangguan atau penyakit
susunan saraf pusat yang seringkali fatal, baik kematian itu oleh karena perkembangan
edema cerebri yang amat cepat seperti pada trauma kapitis, perdarahan dan penyakit akut
yang lain, maupun oleh lesi-lesi yang berjalan kronis misalnya tumor-tumor, abses otak
dan proses desak ruang lainnya. Edema cerebri yang menyertai infark yang luas, atau
yang mengakibatkan penekanan intracranial yang massif, ataupun karena timbulnya
komplikasi yang paling ditakuti yaitu pendorongan (shift, herniasi) bagian-bagian otak
seperti uncus, cerebellum atau bagian lain sehingga menekan pusat-pusat vital dan
mengakibatkan kematian.
Jadi telah jelas bahwa edema cerebri menambah morbiditas dan mortalitas pada
berbagai gangguan cerebral. Telah banyak penyelidikan yang dilakukan pada hewan
percobaan maupun terhadap penderita-penderita dengan edema cerebri namun masih
banyak hal yang belum jelas atau memuaskan terutama perihal patofisiologi dan
terapinya.1
DEFENISI
Edema cerebri adalah meningkatnya volume otak akibat pertambahan jumlah air
di dalam jaringan otak sebagai reaksi terhadap proses-proses patologis lokal ataupun
pengaruh-pengaruh umum lainnya yang merusak. 1,2,3
ANATOMI
Sistem saraf terdiri dari sel-sel saraf (neuron) dan sel-sel penyokong (neuroglia
dan sel schwan). Kedua jenis sel tersebut demikian erat terintegrasi berkaitan sehingga
berfungsi sebagai satu unit. Neuron adalah suatu sel saraf dan merupakan unit anatomis
dan fungsional sistem saraf. Setiap neuron mempunyai badan sel yang mempunyai satu
atau beberapa tonjolan. Dendrit adalah tonjolan yang menghantarkan informasi menuju
badan sel. Tonjolan tunggal dan panjang yang menghantarkan inrormasi keluar dari
1
badan sel disebut akson. Dendrit dan akson secara kolektif disebut serabut saraf. Neuron
atau sel saraf juga mengalami proses biokimiawi seperti semua sel hidup lainnya dan
menghasilkan energi kimia dari oksidasi nutrisi-nutrisi untuk mempertahankan dan
memperbaiki dirinya sendiri.
Sistem saraf dibagi menjadi sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf tepi (SST).
SSP terdiri dari otak dan medulla spinalis. SSP dilindungi oleh tulang tengkorak dan
tulang belakang. Selanjutnya SSP dilindungi pula oleh suspensi dalam cairan
serebrospinal (CSF) yang dibentuk dalam ventrikel otak. Otak (encephalon) merupakan
bagian susunan saraf pusat yang terletak didalam cavum cranii, dilanjutkan sebagai
medulla spinalis setelah melalui foramen magnum. Bagian-bagian utama encephalon
dapat dibagi menjadi:
1. Prosencephalon
Hemispherium cerebri
Telencephalon medium
2 Mesencephalon
Tectum mesencephali
Tegmentum mesencephali
Pedunculus cerebri (crus cerebri)
3 Rhombencephalon
Metencephalon (pons dan cerebellum)
Myelencephalon (medulla oblongata)
Cerebri
Cerebri adalah bagian terbesar dari otak dan terdiri dari dua hemispherium cerebri
yang dihubungkan oleh massa substansia alba yang disebut corpus callosum. Setiap
hemispher terbentang dari os frontal sampai ke os occipitale, diatas fossa cranii anterior,
media dan posterior, diatas tentorium cerebelli. Hemispher ini dipisahkan oleh sebuah
celah dalam yaitu fissura longitudianalis cerebri, tempat menonjolnya falx cerebri.
Lapisan permukaan hemispherium cerebri disebut cortex dan disusun oleh
substansia grisea. Cortex cerebri berlipat-lipat, disebut gyrus yang dipisahkan oleh fissura
2
atau sulcus. Dengan cara demikian permukaan cortex bertambah luas. Sejumlah sulcus
yang besar membagi permukaan setiap hemispher dalam lobus-lobus.
Lobus frontalis terletak didepan sulcus centralis dan diatas sulcus lateralis. Lobus
parietalis terletak dibelakang sulcus centralis dan diatas sulcus lateralis. Lobus occipitalis
terletak dibawah sulcus parieto-occipitalis. Dibawah sulcus lateralis terdapat lobus
temporalis.
Gyrus precentralis terletak tepat anterior terhadap sulcus centralis dan dikenal
sebagai area motoris
Gambar 3.1: pembagian area pada cortex cerebri.10
Gyrus postcentralis terletak tepat posterior terhadap sulcus centralis, dikenal
sebagai area sensoris. Gyrus temporalis superior terletak tepat dibawah sulcus lateralis.
Rongga yang terdapat di setiap hemispherium cerebri disebut ventriculus lateralis.
Ventriulus lateralis berhubungan dengan ventriculus tertius melalui foramina
interventricularis (Monroe). 4
Peredaran Darah Otak
SSP seperti jaringan tubuh lainnya, sangat tergantung dari aliran darah yang
memadai untuk nutrisi dan pembuangan sisa-sisa metabolism. Suplai darah otak dijamin
oleh dua pasang arteri, yaitu arteri vertebralis dan arteri karotis interna, yang cabang-
3
cabangnya beranastomosis membentuk sirkulus arteriosus willisi. Aliran vena otak tidak
selalu parallel dengan suplai darah arteri; pembuluh vena meninggalkan otak melalui
sinus dura yang besar dan kembali ke sirkulasi umum melalui vena jugularis interna.
Arteri Karotis
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteri karotis kommunis kira-
kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis eksterna memperdarahi wajah, tiroid, lidah dan
faring. Cabang dari arteri karotis eksterna yaitu arteri meningea media, memperdarahi
struktur-struktur dalam di daerah wajah dan mengirimkan satu cabang yang besar ke dura
mater. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi
chiasma optikum, menjadi arteri cerebri anterior dan media.
Arteri Vertebrobasilaris
Arteri vertabrobasilaris kiri dan kanan berasal dari arteri subklavia sisi yang sama.
Arteri vertebrobasilaris memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi
perbatasan pons dan medulla oblongata. Kedua arteri bersatu membentuk arteri basilaris.
Arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan disini bercabang menjadi
dua membentuk sepasang aretri cerebri posterior. Cabang-cabang arteri vertebrobasilaris
ini memperdarahi medulla oblongata, pons, cerebellum, otak tengah dan sebagian
diencephalon.
Sirkulus Arteriosus Willisi
Meskipun arteri karotis interna dan vertebrobasilaris merupakan dua system arteri
terpisah yang mengalirkan darah ke otak, tetapi keduanya disatukan oleh pembuluh-
pembuluh anastomosis yang membentuk sirkulus arteriosus willisi. Arteri cerebri
posterior dihubungkan dengan arteri cerebri media (dan aretri cerebri anterior) lewat
arteri kommunikans posterior. Kedua arteri cerebri anterior dihubungkan oleh arteri
kommunikans anterior sehingga terbentuk lingkaran yang lengkap. 4
FISIOLOGI
Dalam hubungannya dengan mekanisme timbulnya edema cerebri, faktor-faktor
blood-brain barrier (BBB), Blood-liquor Barrier (BLB), Liquor-Brain Barrier (LBB),
hemodinamik otak dan biokimiawi memegang peranan penting.
4
Blood-Brain Barrier (BBB)
BBB adalah suatu mekanisme khusus yang mengatur lalu lintas berbagai zat antara
plasma dan cairan intersisial otak (CNS), dimana terlibat pembuluh-pembuluh darah otak
seutuhnya.
Gambar 4.1: sawar darah otak (blood brain barrier) yang dibentuk oleh sel
endotel yang kontinyu tanpa fenestra, aucker feet, tanpa adanya ruang perivaskuler.
Adanya BBB ini mempunyai dua peranan utama, yaitu: fungsi perlindungan dan
pengendalian homeostatik. Dengan kata lain secara umum sifat-sifat BBB menyerupai
membran sel yang dilengkapi dengan kekhususan-kekhususan dalam anatomi dan sifat-
sifat fisikokhemisnya. BBB terletak antara lumen bagian distal sistem pembuluh darah
dan bagian luar jaringan otak yang mengitari pembuluh darah tersebut. Hasil pengamatan
ultrastruktur dengan mikroskop elektron menyatakan bahwa BBB tersusun dari
komponen-komponen:
1. Sel-sel endotel kapiler otak yang kontinu (tanpa fenestrate) yang tersusun dengan
amat ketatnya oleh pengikat yang disebut tight junction atau zonula occludentes.
Tight junction ini terdiri atas anyaman serat-serat fibriler dan tidak mempunyai
celah, jadi merupakan suatu sabuk pengikat yang sempurna.
2. Pericapillary glial processes (membrana limitans superficialis/ membrana
perivaskularis dari Held). Prossesus-prossesus sel glia sering terlihat berbatasan
dengan dinding kapiler otak dan membentuk end feet atau aucker feet. Sel-sel glia
5
berfungsi sebagai penunjang dalam fungsi BBB dan pada pengangkatan aktif
molekul-molekul tertentu seperti glukosa, asam amino dan partikel-partikel besar.
Sel-sel glia terutama astrosit bekerja pula sebagai penghantar metabolit dan cairan
antara kapiler-kapiler darah dan neuron-neuron.
3. Tiadanya ruangan perivaskuler dan ruangan ekstraseluler yang jarang/longgar juga
terbilang sebagai bagian khusus dari struktur BBB.
Sifat-sifat kima-fisik dan biokimia BBB
a. Difusi pasif
Mekanisme BBB dipandang sebagai diffusion Barrier. Bila membran /BBB impermeabel
terhadap bahan-bahan yang terlarut/solutes, maka volume solutes yang melewati
membran ditentukan oleh perbedaan osmotik dan tekanan hidrostatiknya. Untuk dapat
ditembus, BBB mempunyai nilai ambang osmotik yang besarnya dengan nilai ambang
untuk zat-zat yang larut dalam lemak. Pembukaan BBB dengan perbedaan tekanan
osmose ini, terjadi dengan cara pengeriputan sel yang sifatnya reversibel.
Bila membran permeabel terhadap solutes, maka aliran cairan tergantung pada: besarnya
(diameter) molekul solutes (besarnya diameter ini tergantung pada berat molekul dan
bentuknya) dan besarnya radius/diameter porus yang efektif dari membran. Diameter
pori membran endotel ini besarnya 14-18 A (angstrom), sehingga hanya molekul-molekul
kecil saja dengan diameter kurang dari diameter porus tersebut yang bisa lolos ke dalam
otak, misalnya air, ion Na, Cl, Ca, Mg dan urea, bisa keluar masuk porus dengan mudah,
sedangkan molekul-molekul besar tidak dapat menembus BBB.
b. Kelarutan dalam lemak/air
Molekul-molekul yang larut dalam lemak lebih mudah dan cepat memasuki jaringan otak
dan cairan CSP sedangkan bahan-bahan yang tidak larut dalam lemak tidak dapat
menembus BBB. Senyawa-senyawa yang larut dalam air ditahan paling ketat. Senyawa
itu perlu sekurang-kurangnya setengah larut dalam lemak untuk dapat melewati BBB.
Daya tembusnya dalam hal ini ditentukan oleh koefisien bagian lemak/air dalam Ph
darah.
c. Sifat elektrokimia
6
BBB lebih permeabel terhadap zat-zat alkalis, sebaliknya senyawa asam sukar atau tidak
dapat menembus BBB. Kebanyakan zat-zat obat yang alkalis dan larut dalam lemak akan
mencapai konsentrasi yang tinggi dalam otak, misalnya: volatile analgesik, analgesik,
antidepresan dan sedativa. Terhadap perpindahan ion-ion dan elektrolit antara darah dan
otak, BBB membatasi sangat ketat.
Blood-Liquor Barrier (BLB)
BLB ini diduga terletak di kapiler-kapiler plexus choroideus dan kapiler-kapiler
meninges (piamater). Sel-sel endotel kapiler ini juga mempunyai tight junction
diantaranya tetapi berbeda dengan BBB, kapiler-kapiler choroidea mempunyai fenestra
dan ruang antara jaringan ikat perikapiler (pericapillary connective tissue space). Seperti
BBB, BLB juga berlaku sebagai membran lipid, walaupun sifat-sifatnya
berbeda/berlawanan dengan BBB. Misalnya BBB permeabel terhadap zat alkalis dan
impermeabel terhadap zat asam, sedangkan BLB adalah sebaliknya.
Liquor-Brain Barrier (LBB)
LBB terletak di dinding ventrikel dan pial membran pada permukaan otak.
Barrier ini mungkin hanya berlaku untuk protein karena pada umumnya mudah terjadi
perpindahan molekul antara CSP dan parenkim otak. Kadar ion-ion K+, H+, Cl-, HCO3-
yang kecil dan mudah berdifusi, kurang lebih seimbang dalam CSF dan cairan
ekstraseluler otak.
ETIOLOGI
Edema cerebri terjadi akibat keadaan abnormal dari BBB. Permeabilitas BBB
dapat meningkat dan menurun. Hal ini dapat terjadi karena berbagai faktor eksternal dan
internal,permeabilitas meningkat dapat disebabkan oleh : 1,5
1. Trauma mekanis
2. Lesi termal, karena keadaan hipertermia lebih dari 45 oC dalam jangka lama.
3. Hiperkapnia hipoksia
4. Emboli serebral, peningkatan permeabilitas disini sifatnya reversibel.
7
5. Infeksi, kebanyakan bakteri dan virus serta toksin bakteri tertentu tidak dapat atau
sukar menembus BBB yang sehat. Tetapi bila terjadi infeksi maka permeabilitas
BBB akan meningkat, mungkin primer timbul luka sebagai port d’entree kuman,
atau sekunder akibat autolisis karena infeksi yang melalui jalan lain misalnya CSF.
6. Tumor, permeabilitas pembuluh darah dalam tumor terhadap protein meningkat.
Dalam tumor otak primer maupun sekunder, kapiler/pembuluh darah otak
umumnya mempunyai celah/fenestrata. Permeabilitas yang tinggi ini lebih nyata
pada cellular meningioma den tumor-tumor metastatik dan lebih kurang pada
fibrous meningioma dan neuroma akustik.
7. PH darah, suasana yang terlalu asam dengan pH dibawah 4,0 maupun yang terlalu
alkalis (pH diatas 10) menyebabkan peninggian permeabilitas BBB.
8. Hiperosmolalitas, misalnya larutan NaCl 20% atau glukosa 40%. Terbukanya BBB
dalam hal ini masih reversibel, bila larutan polar dan irreversibel bila larutan
hipertonia atau bersifat nonpolar misalnya alkohol dan glycol.
9. Intoksikasi, racun misalnya garam empedu (pada coma hepatik), ethyl alkohol 15%
dan toksin-toksin lainnya, bisa ular, alergen dan intoksikasi obat-obatan.
10. Zat kontras untuk arteriografi
11. Gangguan enzimatis
12. Stres yang hebat
13. Radiasi
14. Electroshock
15. Hilang atau rusaknya autoregulasi: sebab dasarnya ialah hipertensi dan dilatasi
kapiler. Dalam hal ini terbukanya BBB bersifat reversibel.
Akibat langsung dari meningkatnya permeabilitas BBB, naik secara parsial maupun
komplit ialah terjadinya edema cerebri, dan faktor-faktor tersebut diatas seringkali
ditemukan baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama pada edema cerebri.
Sedangkan pada keadaan permeabiitas BBB menurun dapat disebabkan oleh: 1,5
1. Zat-zat kimia umpanya trypan red
2. Hypotermia 26-28 C (rectal)
3. Dextran
4. Anticholinestrase like substance
8
GAMBARAN PATOLOGIS ANATOMIS
Otak yang menderita edema beratnya lebih dari normal yaitu 1400 gram.Ukuran
besarnya penampang lebih dari normal misalnya pada irisan melintang dari septum
pellucidum setinggi commisura anterior ke permukaan cortex atau terlihat pada luas
penampang pons pada irisan melintang. Tetapi sebaliknya ukuran longitudinal pons agak
berkurang pada edema cerebri yang berat. 1,5
MENETAPKAN ADANYA EDEMA CEREBRI
Banyak air didalam jaringan otak diukur secara sederhana. Normal otak
mengandung air sebanyak 80% berat otak, dan kadar air dalam substantia grisea lebih
banyak daripada di substantia alba.Sedangkan pada OC penimbunan air di substantia alba
bisa lebih dari 3 kali lebih banyak di substantia grisea/cortex.
Gambaran makroskopis Edema Cerebri : 1
Ciri khas otak yang edema ialah gyri mendatar dan sulci menyempit, permukaan
otak tampak tegang dan berwarna pucat.
Pada irisan terlihat daerah otak yang edema berwarna pucat substantia alba amat lunak
dan gelantinous lapisan perifer dari substantia grisea melebar dan ventrikel biasanya
terdesak. Terbukti pembengkakan lebih mencolok pada substantia alba.Kebanyakan
kasus : substantia alba yang edema tampak basah dan agak lebih bening daripada
normal.Substantia grisea sendiri tak menunjukkan perubahan yang berarti.
Pada OC seringkali ditemukan herniasi bagian otak dan kebanyakan timbul pada
vasogenic edema. Herniasi ini bisa terjadi atas gyrus cingulata (melewati falx cerebri^
subfalcial herniation), uncus melewati hiatus tentorii (tentorial/transtentorial herniation)
cerebellum (tonsilacerebelli) ke foramen magnum (foramen magnum herniation).
Gambaran mikroskopis Edema Cerebri : 1
- Dengan mikroskop biasa
Sejumlah vacuola tampak mencolok di substantia alba dan di cortex terdapat
daerah-daerah pucat dan longgar terutama di substantia alba.
9
Perubahan-perubahan patologis tampak lebih banyak mengenai sel-sel glia
terutama astrocitt daripada neuron-neuron. Astrocitt-astrocitt dan oligodentrocyt
tidak bertambah jumlahnya, tak ada perubahan selubung myelin kecuali menjadi
longgar. Neuron-neuron masih dalam batas normal.
Ruangan Perivaskuler sangant melebar dan ruang perisellulerpun melebar.
Pada cytotoxic edema susunan substantia alba tampak longgar dengan pelebaran
ruang perivaskuer tampak pembengkakan sel-sel glia dengan vacuola-vacuola
yang bening (tak tercat).
- Dengan mikroskop elektron :
Terlihat gambaran OC pada substantia alba merenggangnya ruang interfibriler
yang dapat dipastikan sebabnya karena pertambahan cairan extraselluler. Cabang-
cabang astrocyt membengkak dan lamel-lamel myelin pecah terurai semuanya
oleh karena hydrasi, hal ini memberi gambaran spons atau loose appearrance baik
pada substantia alba maupun substantia grisea.
Normal, ukuran rata-rata ruang interselluler pada CNS adalah 100-200 (angstrom)
dimana pada substantia grisea yang lebih padat sel-selnya mempunyai ruang
interselluler lebih kecil daripada yang terdapat di substantia alba. Ruang
interselluler substantia alba irreguler dan besarnya 100-200° tetapi dapat
mencapai lebih 800° atau 500-1000A. Namun demikian, telah ditunjukkan bahwa
molekul-molekul besar pun bisa lolos dalam ruang interselluler substantia grisea
yang sempit. Pada substantia grisea yang udem penumpukan air terbatas dalam sel
terutama pada astrocyt-astrocyt. Jadi pelebaran ruang interselluler disini hanya
terjadi bila membran sel yang amat bengkak dalam substantia grisea pecah dan
isinya keluar mengisi ruang tersebut.
Pada OC tanpa kerusakan pembuluh darah, misalnya akibat asfiksia atau
intoksikasi penimbunan cairan terdapat pada substantia grisea maupun alba.
Terutama (primer) ke dalam sel-sel. Sel-sel yang sembab terutama sel glia tampak
tertumpuk padat dalam parenkim otak. Ruangan ekstraselluler otak mengecil
akibat perpindahan air ke dalam sel-sel. Robeknya BBB baru terlihat pada bila
karena hebatnya dan lamanya OC menyebabkan timbulnya infark.
Perlangsungan Edema Cerebri (mikroskopis) :
10
Dari pengamatan dari mikroskop elektron Raimondi, menetapkan tiga tahap
perlangsungan Edema Cerebri :
1. Tahap Dini (Early state)
Ialah 9 jam pertama setelah suatu trauma mekanis. Satu-satunya perubahan adalah
pada sitoplasma endotel yaitu meningkatnya kegiatan pinocytotic yang jelas
sekali. Pinocytotic vesicles ini melintasi sitoplasma endotel dan mengeluarkan
isinya ke dalam daerah lamina basalis.
2. Tahap kedua (Earliest morphological evidence of demyelinization)
10-18 jam setelah insult. Disini terjadi perubahan pinocytotic vesicles menjadi
besar dan lebih giat diikuti oleh delaminasi yang hebat dan membrana basalis.
Ruangan-ruangan ekstraselluler antara sel-sel glia perivaskuler dengan cabang-
cabang sel dalam neuropil dan yang didekat membrana basalis melebar. Terjadi
permulaan demyelinisasi pada myelin lamellae.
3. Tahap lanjut (Late stage)
19-27 jam sesudah insult. Tampak perubahan yang makin hebat dalam sel-sel
endotel lamina basalis. Sel-sel glia perivaskuler dan di sel-sel glia yang jauh dari
kapiler. Tetapi kegiatan pinocytotic terus berjalan. Perubahan-perubahan yang
lebih hebat ini mengakibatkan:
a. Total dissolution komponen-komponen dalam sitoplasma.
b. Sel merenggang dengan akibat pecahnya membran sel.
c. Ruang ekstraselluler makin membesar.
d. Terjadi total disintegrasi pada lamellae selubung myelin sehingga tampak
destruksi axon yang jelas.
Histokimia :
11
Pada VE: terjadi peningkatan Na Cl dan masuknya protein serum yang
menunjukkan pembesaran ruang intercelluler.
Naiknya kadar Na lebih nyata pada cortex (substantia grisea) daripada substantia
alba, sedangkan kadar kalium turunnya lebih hebat di cortex daripada di substantia
alba.Ini diperkuat dengan kenyataan ratio Na/K yang meningkat pada substantia alba
yang oedematous.
Hal ini dapat memberi petunjuk bahwa elektrolit lebih banyak tertumpuk diruang
ekstraselluler untuk substantia alba dan untuk substantia grisea teruta di intraselluler.
Pada OC yang bukan VE, cairan edema ternyata bebas dari protein dan
menyerupai ultrafiltrat plasma, ini sesuai dengan tiadanya pelebaran ruang ekstraselluler.
Tetapi pada peracunan dengan triethyl tin (TET),dan hypercapnic hypoxic (CE) ternyata
Na meningkat dalam jaringan yang edema.
Pada water intoxication akibat hemodialyse yang cepat terlihat pembengkakan
kedua substantia yang semata-mata karena penimbunan air, relatif tanpa perubahan kadar
Na dan K.
Senyawa-senyawa yang berperan dalam metabolisme sel-sel otak: glucose dan
fosfat kaya energi yakni creatin fosfat dan Adenosine Triphosphat (ATP), kadarnya
menurun dalam cortex yang edema sedangkan kadar fosfat-fosfat lainnya (ADP, A5MP,
dan fosfat-fosfat anorganik) meningkat. Demikian pula kadar pyruvate, laktat dan alpha-
glycerofosfat juga meningkat.
Kenyataan ini menunjukkan adanya kegiatan glycolysis anaerobik yang
bertambah berarti pada hypoxia pada jaringan yang edema.
PATOFISIOLOGI
Sesuai dengan patofisiologinya, edema cerebri dapat dibedakan dalam empat
bentuk yaitu : edema vasogenik (VE), edema sitotoksik (CE), edema osmotik (OE),
edema interstitial (IE). 1,5,6
1. Edema Vasogenik
12
Gambar 6.1: mekanisme terjadinya edema vasogenik, plasma yang terdiri dari air, protein dan elektrolit
menembus BBB dan mengisi ruang intersisial.10
Merupakan bentuk edema cerebri yang paling lazim di klinik. Edema vasogenik
adalah edema yang timbul karena meningkatnya permeabilitas pembuluh darah otak,
terbukanya BBB atau karena kerusakan pembuluh darah otak umumnya oleh lesi fokal,
dengan akibat utama (primer) masuknya air, elektrolit dan protein (plasma darah) ke
ruang ekstraseluler otak dan sekunder akibat lesi sebagai reaksi: timbul pembengkakan
sel dan perubahan metabolik. Edema vasogenik umumnya ditemukan pada
kelainan/penyakit-penyakit yang bersifat lesi fokal, tumor-tumor otak primer dan
sekunder, trauma cerebri, abses cerebri, meningitis, ensefalitis, iskemia cerebri,
venous/sinus trombosis, maupun haemorhagic cerebri, ensefalopati hipertensif, dan
encephalophaty toxic.
Dari segi hemodinamik, VE terjadi bila kecepatan cairan keluar dari kapiler
melebihi kecepatan cairan jaringan meninggalkan jaringan intersisial perivaskuler.
Pertukaran cairan melalui dinding kapiler ditentukan oleh faktor-faktor:
1. Tekanan darah
2. Tekanan (tahanan) jaringan
3. Tekanan osmotik koloid plasma dan cairan interstitial
4. Luasnya daerah kapiler/BBB yang rusak
5. Lamanya BBB terbuka, dan dipengaruhi oleh faktor
6. Autoregulasi vasomotorik otak
Cairan edema pada VE terdiri atas unsur-unsur plasma (air, elektrolit dan protein
plasma) yang ternyata lebih meluas pada substansia alba. Akibat protein dan elektrolit
13
terutama natrium yang tertumpuk dalam cairan udem, maka tekanan osmotik koloid
cairan interstitial meninggi, sehingga llef menurun, akibatnya tidak terjadi resorbsi cairan
ke dalam kapiler.
Pertambahan air ke dalam jaringan udematous, diikat oleh protein yang keluar.
Dan oleh karena tidak adanya pembuluh limfe, maka tak ada pengeluaran cairan ini oleh
limfe. Sebab lain dari retensi cairan udem adalah mungkin karena miskinnya substansia
alba akan pembuluh darah.
Edema yang telah terbentuk kemudian dapat menyebar ke sekitarnya, bahkan
dapat mencapai daerah yang jauh dari lesi asalnya. Penyebaran cairan udem ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor:
Besarnya ruangan ekstraseluler. Walaupun normal ruangan ekstraseluler di
substansia alba hanya 100-200 A, namun bentuknya yang ireguler, dan mampu
melebar sampai lebih dari 300 A, antara lain karena serat-serat saraf yang jalannya
sejajar sehingga mudah terentang, maka kapasitas yang besar ini akan menampung
banyak cairan. BBB yang utuh, diluar lesi membantu mudahnya cairan mengalir
maju. Pada substansia grisea lebih sempit.
Mekanisme penyebaran cairan, difusi dan terutama ialah ’bulk flow’ yang
merupakan mekanisme utama penyebaran cairan edema di substansia alba.
Tekanan hidrostatik darah, membantu penyebaran cairan edema.
Sebaliknya penyebaran cairan udem dihambat oleh:
Tahanan jaringan. Tekanan balik dari cairan jaringan yang tinggi akibat
bertambahnya cairan ekstraseluler ini merupakan ’pertolongan pertama’ pada
jaringan terhadap udem yang timbul akibat cedera kecil pada BBB.
Edema intraseluler yang mungkin terjadi lebih dahulu atau kemudian (sekunder).
Pada VE, cairan udem biasanya menyebar dari daerah lesi yang terdekat melalui
substansia alba ke substansia alba dalam yang diliputi substansia grisea, lalu ke
ventrikel. Pada keadaan-keadaan seperti tumor, dimana permeabilitas senantiasa
tetap tinggi, suatu tenaga pendorong cairan tetap ada (walaupun kecil), walaupun
ruangan ekstraseluler meregang dan tahanan jaringan telah merendah. Sebaliknya
pada lesi yang akut dengan gangguan BBB hanya sementara waktu, tekanan
pendorong itu akan hilang dengan pulihnya BBB.
14
Cairan ekstraseluler di substansia alba mengalir diantara sel-sel glia dan neuron-
neuron, dan menyusuri bagian-bagian yang paling lemah disepanjang serabut-serabut
bermyelin.
Bayi (infant) lebih mampu menahan kaadaan edema cerebri yang lebih luas dari
pada orang dewasa, mungkin disebabkan antara lain karena belum matangnya myelin
otak pada bayi.
Pada substansia grisea dengan elemen-elemen seluler yang lebih tebal dan kapiler
yang relatif lebih banyak rupanya lebih tahan terhadap pelebaran ruang ekstraseluler dari
pada serabut-serabut saraf substansia alba.
2. Edema Sitotoksik (CE)
Edema sitotoksik adalah edema cerebri yang timbul karena pembengkakan sel-sel
otak akibat gangguan metabolisme sel dimana terdapat kekurangan energi dan kerusakan
pompa Na-K. Sel-sel otak yang menderita adalah neuron dan sel-sel glia maupun sel
endotel. Sel-sel ini menjadi bengkak kemudian pecah dan isinya dilepas ke dalam ruang
ekstraseluler.
Gambar 6.2: mekanisme terjadinya edema sitotoksik, menunjukkan defisit ATP mengakibatkan rusaknya
pompa Na-K. Na masuk menembus membran sel diikuti air dan Cl sehingga timbul edema sel.
Penyebab edema sitotoksik yang paling sering dalam klinik adalah hipoksia dan
keracunan. Hipoksia baik lokal (iskemik hipoksia) misalnya oleh karena oklusi pembuluh
15
darah intrakranial, maupun difus akibat suatu gangguan sistemik misalnya akibat cardiac
arest, asfiksia, hiperkapnea hipoksia, oklusi arteri cerebri (pada kebanyakan kasus
terdapat bersama-sama dengan VE).
Dengan pemindahan air, maka terjadi pula pemindahan Cl ke ruang intraseluler.
Juga terjadi pemindahan Na+ ke ruang intraseluler dan sebaliknya K+ keluar sel (ke ruang
ekstraseluler). Pada anoksia Na+ lebih menumpuk, yang asalnya dari darah. Penimbunan
air intraseluler dan perpindahan ion-ion ini disebabkan oleh rusaknya pompa Na-K pada
keadaan anoksia. Pompa Na-K bekerja dengan bantuan energi yang diperoleh dari ATP,
memompa Na keluar dan K ke dalam sel.
Dengan rusaknya pompa Na-K karena anoksia, maka Na diikuti dengan Cl dan air
mengalir ke dalam sel, dan K keluar sel. Ini merupakan suatu tanda yang khas untuk CE,
dan dapat terjadi hanya dengan beberapa detik hipoksia, sel-sel otak bisa membengkak.
Rupanya iskemik dibutuhkan untuk terbetuknya edema, karena hipoksik hipoksia saja
hanya menyebabkan kerusakan kecil. Iskemik hipoksia diikuti oleh OC yang luas dan
timbulnya hipertensi intrakranial yang hebat.
Perubahan volume otak seluruhnya, baik disubstansia grisea maupun substansia
alba dapat berat, bisa ringan saja. Cairan udem di substansia alba tertimbun di selubung
myelin, jadi cairan ini tidak berhubungan dengan ruang ekstraseluler. Juga tidak ada
peningkatan permeabilitas pembuluh darah.
Bahan-bahan toksik, menimbulkan udem dengan jalan pengaruh toksik yang langsung
atas proses-proses seluler yang mengatur metabolisme myelin dengan efek inhibisi
terhadap ATP-ase dengan akibat pompa Na-K rusak.
Bila sel endotel yang terutama menderita, maka timbullah peningkatan resistensi terhadap
perfusi arteri. Pada CE akibat hiposmolalitas akut, timbulnya udem karena sel otak
menyesuaikan diri dengan hiposmolalitas plasma ini dengan menurunnya daya
osmolalitas intraseluler terutama karena keluarnya ion K+.
3. Edema Osmotik (OE)
16
Gambar 6.3: mekanisme edema osmotik, menunjukkan penurunan osmolaritas cairan intravaskuler
menyebabkan keluarnya air mengisi ruang intersisial mengikuti hukum osmotik.
Timbul karena perpindahan air ke dalam jaringan otak akibat hiposmolalitas
plasma terhadap cairan jaringan otak. Bila osmolalitas plasma menurun lebih dari 12%,
terjadilah edema disertai peningkatan tekanan intrakanial. Pada OE tidak terjadi
perubahan pada BBB, membran tetap utuh, dan yang meninggalkan pembuluh darah
hanyalah air karena mengikuti hukum osmotik. Dibedakan dengan VE dimana cairan
yang masuk ekstraseluler adalah cairan isotonis (plasma).
OE dapat timbul pada keadaan dimana kadar osmolalitas cairan jaringan otak lebih besar
daripada plasma darah, misalnya pada: koma hiperglikemik hiperosmolar nonketotik,
water intoxication, infus dengan cairan hipotonis, hipersekresi ADH.
OE dapat terjadi pada beberapa tindakan (terapi) dalam klinik, seperti:
Hemodialisa yang terlalu cepat. Ini disebabkan karena kadar ureum dalam CNS, karena
adanya BBB, tak dapat mengikuti penurunan secara cepat kadar ureum darah. Akibatnya
terdapat selisih kadar ureum (ureum gradient) yang bertambah antara jaringan otak dan
darah, menyebabkan perpindahan air secara osmotis dari darah ke otak.
Menurunkan kadar glukosa dengan cepat pada hiperglikemik, menyebabkan
penimbunan sorbitol dan fruktose yang sukar melintasi BBB. Akibatnya juga timbul
gradient kadar gula dan osmolalitas antara jaringan otak dan plasma darah dengan akibat
masuknya air secara osmotis kedalam jaringan otak. Pada pengobatan koma diabetik
asidosis sering timbul OC setelah kadar gula normal. Sebabnya belum jelas, mungkin
17
akibat asfiksia cerebral yang lama, terjadi pemindahan ion K+ dan Na+ antara ruang
intraseluler dan ekstraseluler dan perubahan pH.
4. Edema Interstitial/Edema Hidrostatik (IE)
Merupakan tipe edema cerebri dimana terjadi penimbunan cairan diruang ekstraseluler
karena produksi cairan yang berlebihan akibat tekanan filtrasi yang tinggi. Dapat
dijumpai pada :
1. Hidrosefalus baik tipe obstruktif, maupun communicating hydrocefalus.
2. Bersama dengan VE dan CE pada meningitis purulenta
3. Pada benign intracranial hypertension.
Gambar 6.4: mekanisme pengaliran CSF dan hambatan yang dapat menimbulkan hidrosefalus.
Pada hidrosefalus, akibat obstruksi aliran CSF sistem ventrikel atau produksi
berlebihan dan gangguan absorbsi liquor pada villi arachnoidales, maka tekanan CSF
yang tinggi dan disertai perubahan permeabilitas ependim, memudahkan masuknya
cairan ke dalam ruangan ekstraseluler substansia alba periventrikuler maupun substansia
grisea. Penimbunan cairan ekstraseluler serupa dapat terjadi akibat tekanan filtrasi yang
tinggi dan bila kebetulan terdapat vasodilatasi, maka cairan dengan leluasa masuk
keruang ekstraseluler. Disini cairan transudat rendah protein, dan pada hidrosefalus
cairan tersebut adalah liquor. Pada IE sel-sel utuh dan kapiler/BBB tidak rusak. Bila
kemudian BBB rusak maka terjadilah VE.
DIAGNOSIS
18
a. Anamnesis
Keluhan-keluhan dan gejala klinis pada penderita udem cerebri ditentukan oleh
perubahan patofisiologi dan patologi otak akibat udem cerebri. Jadi mencakup
hemodinamik otak, hipoksia dan gangguan keseimbangan elekrolit dan, brain shift, serta
herniasi otak. Dengan kata lain gejala-gejala gangguan fungsi neurologis pada OC adalah
hasil kerjasama yang rumit antara perubahan-perubahan hemodinamik, biokimiawi dan
kelainan petologis otak.
Manifestasi klinis OC bisa ringan sampai berat, dapat bergejala terbatas saja
(fokal) atau bisa difus, tergantung pada beratnya dan luasnya proses serta waktu (lamanya
dan cepat lambatnya) OC itu terbentuk.
Keluhan-keluhan dan gejala umum pada penderita OC adalah tanda-tanda dari
tekanan intrakranial yang meningkat sebagai gejala penekanan umum seperti, sakit
kepala, mual, muntah, gangguan kesadaran dan perubahan mental (berupa confusion
sampai sindroma otak organis). Sakit kepala dan muntah terutama timbul dipagi hari.
Pada OC yang ringan atau yang sangat terbatas bisa didapatkan sakit kepala, irritable dan
confusion. Pada edema yag berat dan luas ditemukan gejala-gejala serius: mual, muntah,
kesadaran menurun dari ringan sampai letargi, stupor sampai koma.
Kejang dapat ditemukan bersama-sama kesadaran menurun. Timbulnya biasanya
bukan karena udem sendiri, walaupun hipoksia dan gangguan keseimbangan elektrolit
sebagai penyebab edem cerebri dapat mengakibatkan serangan kejang. Edema osmotik
bergejala kesadaran menurun dan kejang-kejang. Gejala kejang paling menonjol pada
water intoxication. Pada anak dapat terjadi pada rehidrasi yang berlebihan. Juga pada
ensefalopati timbul serangan kejang umum maupun fokal. Frekuensi kejang bergantung
pada beratnya intoksikasi. Aktivitas kejang epileptis ini mempunyai hubungan kuantitatif
dengan volume jaringan perilesi (yang udem) dan hebatnya perkembangan OC.
Hiponatremia menimbulkan perubahan neurologis yang menetap.
Pada OC tipe interstitial pada hidrosefalus yang kronik, gejala-gejala gangguan
otak biasanya ringan saja, kecuali bila gangguan itu berkembang lebih lanjut bisa terdapat
gejala neurologis yang berat. Opistotonus bisa terdapat pada anak-anak bila ICP
meninggi terutama bila fossa posterior ikut terlibat.
b. Pemeriksaan Fisis
19
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis yang dikenal sebagai
’Cushing reflex’ yang merupakan bentuk kompensasi tubuh terhadap peningkatan TIK,
yaitu: naiknya tekanan darah arteri diikuti tekanan vena sistemik, bradikardia, pernafasan
tidak teratur. Klinis TIK menempuh 4 stadium dalam perkembangannya:
Stadium 1, terdapat mekanisme kompensasi. Akibat hipoksia atau hiperkapnia,
terjadi vasodilatasi pembuluh darah otak dan menyebabkan TIK sedikit meningkat.
Stadium 2, tekanan intrakranial relatif meningkat berhubungan dengan
displacement compensation (volume buffering mechanism) dari darah dan CSF.
Stadium 3, TIK mendekati tekanan arteri (BP). Terjadi penurunan kesadaran yang
nyata, pernafasan tidak teratur dan bradikadia. Gangguan pernafasan yang ringan
pada penderita OC atau space occupying process pada stadium 2 dan 3 dapat
menaikkan TIK secara dramatis dengan akibat menurunnya CBF dengan cepat.
Stadium 4, TIK sama dengan BP, akibatnya CBF terhenti dan menyebabkan
pernafasan berhenti dan kegiatan listrik otak menghilang. Perubahan PCO2 tak akan
mempengaruhi CBF maupun TIK lagi.
Selain cushing reflex, dapat pula ditemukan edema papil sebagai tanda
peningkatan TIK. Edema papil biasanya timbul setelah edema cerebri berlangsung 12-24
jam atau edema mulai meluas. Edema papil bilateral adalah gejala langsung dari TIK
yang meninggi, yang timbul bila udem menghambat aliran darah dan atau akibat
langsung dari edema atas vasa nervorum nervus optikus. 1,7,8
c. Pemeriksaan Penunjang
Sinar-X Tengkorak
Radiograf tengkorak polos adalah pemeriksaan pertama pada pasien dengan
gejala SSP dan tetap bermanfaat. Erosi dorsum sellae oleh pulsasi ventrikel ketiga
adalah gambaran khas peninggian TIK dan bila foto polos digunakan secara rutin, dapat
ditemukan pada sepertiga pasien namun hanya setelah sakit 5-6 bulan. Kelenjar pineal
yang tergeser, erosi tulang, kalsifikasi abnormal dan hiperostosis tidaklah merupakan
tanda spesifik dari lesi desak ruang, jadi tidak harus berarti peninggian TIK. Pada
anak-anak, radiograf tengkorak tetap bernilai pada tes skrining. Baik peninggian TIK
akut maupun kronik hingga usia 8-9 tahun menyebabkan diastasis (splitting) sutura dan
20
erosi dorsum sellae. Peninggian TIK kronik mungkin juga berakibat penipisan vault
tengkorak dan impresi konvolusional pada bagian atas tulang frontal dan parietal.
Tomografi Terkomputer
Yang paling berguna pada pemeriksaan pasien dengan dugaan peninggian
TIK adalah scan tomografi terkomputer (CT scan). Karena sangat akurat, cepat dan
aman, CT scan menjadi tes radiologis terpilih untuk memeriksa pasien yang diduga
dengan peninggian TIK. Ini akan memperlihatkan keadaan yang mungkin merupakan
penyebab peninggian TIK seperti clott, abses, tumor, hidrosefalus dan pembengkakan
otak. CT scan merupakan metode pertama yang mencitrakan pembengkakan otak secara
langsung. Tanda yang paling berguna dari berkurangnya cadangan TIK adalah pergeseran
garis tengah, obliterasi sisterna CSS sekeliling batang otak, dilatasi ventrikel
kontralateral, penyempitan sulci serebral, dan pada cedera kepala adanya clott kecil
multipel intraserebral. Bila obstruksi aliran CSS mulai berakibat pada ukuran
ventrikular, tanda pertama adalah dilatasi tanduk temporal.
Pencitraan Resonansi Magnetik
Magnetic Resonance Imaging (MRI) juga sangat berguna pada pemeriksaan
penderita yang diduga mempunyai peninggian TIK. Walau MRI berguna, namun bukan
pemeriksaan yang pertama pada pasien yang diduga mempunyai peninggian TIK. Ia
lebih mahal, lebih lambat dalam pengerjaannya dan lebih memerlukan kerjasama
dengan pasien dibanding CT scan; lebih rumit melaksanakannya untuk pasien yang
memerlukan pemantauan atau sistem life support. Untuk alasan ini, CT scan tetap
merupakan teknik pencitraan yang paling berguna untuk pasien. MRI mempunyai
sensitifitas yang lebih dibanding CT scan, namun spesifisitas untuk tiap-tiap lesi
mungkin kurang. 7,8
PENATALAKSANAAN
Karena edema cerebri pada umumnya merupakan keadaan yang mengancam jiwa
penderita, maka tindakan-tindakan yang tepat harus diambil segera setelah diagnosa
ditetapkan. Olehnya itu tujuan utama pengobatan OC ialah menyelamatkan jiwa
penderita yang terancam dengan membatasi sejauh mungkin berkembangnya OC dan
akibat-akibatnya. 1,8,9
21
Perkembangan edema cerebri sangat cepat seperti pada trauma kapitis, oleh
karena itu penatalaksanaan awal dilakukan seperti penanganan trauma pada umumnya,
dengan cara menilai dan menangani primary survey. Primary survey ini meliputi :
a. Airway (jalan napas) yaitu membersihkan jalan napas dari segala sumbatan.
Lakukan intubasi jika apnea dan GCS<8. Untuk melakukan intubasi pada
penderita trauma kapitis, dapat dilakukan cara yang tidak menimbulkan
peninggian TIK. Intubasi ini sebaiknya dilakukan dengan monitoring tanda vital,
didukung oleh peralatan yang memadai dan diawali dengan oksigenasi 100 %
b. Breathing dengan ventilasi yang baik
c. Circulation dengan kontrol perdarahan
Pada peninggian TIK, posisi kepala terangkat (bila mungkin 30’) untuk
mengurangi tekanan vena sentral.
d. Disability dengan pemeriksaan mini neurologis, meliputi :
- GCS setelah resusitasi
- Bentuk dan ukuran dan reflex cahaya pupil.
- Nilai kekuatan motorik
e. Exposure dengan menjaga agar tetap normotermia. 1,8
Pada edema serebri kausa trauma bila terdapat lesi desak ruang (EDH, SDH, ICH)
maka bila terdapat indikasi maka harus dilakukan evakuasi dengan tindakan dekompresi
(trepanasi) untuk mengurangi terjadinya peningkatan tekanan intrakranial lebih lanjut.
Sasaran-sasaran pengobatan OC:
Dehidrasi otak
Pada VS atau OC yang disertai dilatasi pembuluh darah otak, CBV harus
diturunkan.
Membantu dan mempercepat pemulihan BBB
Pada percobaan didapatkan bahwa BBB memerlukan waktu sekitar 48 jam untuk
pulih kembali pada OC, dan sekali BBB pulih, maka segala usaha untuk
mengembalikan keseimbangan cairan otak harus ditingkatkan, termasuk disini
usaha-usaha untuk mengatasi hipoksia dan hipokapnia serta pengobatan kausal.
Menurunkan TIK yang tinggi
22
Dengan memelihara tekanan darah, yaitu mencegah BP meningkat (yang akan
memperberat OC) dan menghindarkan hipotensi, yang berakibat iskemia (juga
memperburuk OC). Dengan menurunkan TIK berarti juga mencegah iskemia
cerebri yang sekunder. Untuk mengamankan penderita dari perubahan-perubahan
yang tiba-tiba terutama pada fase akut, maka perlu memonitor TIK.
Indikasi tindakan pengobatan OC:
Indikasi profilaksis dipertimbangkan pada keadaan-keadaan:
Preoperatif, untuk mencegah atau mengurangi OC yang timbul sewaktu atau
sesudah operasi.
Hipoksia, atau pada trauma capitis dimana dikuatirkan akan timbul OC.
Indikasi korektif, bila terjadi OC untuk mencegah herniasi atau kerusakan otak yang
permanen.
Sasaran pengobatan OC dicapai dengan kerangka terapi sebagai berikut:
Pengobatan kausal
Misalnya pada operasi tumor otak atau abses yang langsung mengurangi volume
intrakranial dan menghentikan perkembangan OC selanjutnya
Pengobatan terhadap edema cerebri sendiri
Medikamentosa (pengobatan utama) dengan steroid, obat-obat osmotik
aktif, diuretika dan obat-obat lainnya.
Umum (pengobatan panjang) pembatasan cairan, pengendalian tekanan
darah, hipotermia, hiperventilasi dan oksigen hiperbarik.
Pengobatan bedah
Medikamentosa
1. Larutan hipertonik (obat-obat osmotik aktif)
Pemberian cairan intravena dengan larutan hipertonik merupakan pengobatan
konservatif pertama untuk melawan OC. Dulu mula-mula digunakan glukosa
hipertonis dan salin fisiologis, selain itu dipakai juga fruktosa, sukrosa, dextran-40
dan isosorbide. Dewasa ini sering dipakai larutan urea dan manitol. Prinsip terapi
dengan obat-obatan ini sebagai berikut:
Tujuannya untuk menurunkan tekanan osmotik cairan otak.
23
Harus ada perbedaan derajat osmotik antara jaringan otak dan darah,
sehingga menghasilkan perpindahan air dari sel interseluler otak ke darah
dan CSF.
Perbedaan derajat osmotik yang dicapai dengan pemberian parenteral
berlangsung singkat, oleh karena sesudah beberapa waktu tertentu (beberapa
jam saja) telah tercapai keadaan isoosmotik dalam otak.
Karena mekanisme ini tergantung pada BBB yang utuh, maka cairan yang
keluar justru dari jaringan otak yang normal, sedangkan dari daerah yang
edematous tidak.
a. Manitol
Berat molekulnya 180 ml osmol. Yang sering dipakai adalah larutan 20%
dalam aqua destilata dan 25% yang tersedia dalam ampul 50 ml dan dapat dilarutkan
dalam cairan lain untuk pemberian parenteral. Dosisnya 1,5-2 gr/kgBB selama 30-60
menit. Ada pula yang memberikan manitol 20% dengan dosis 2,5-3 gr/ kgBB selama 60-
90 menit. Bila gejala neurologis memburuk, dapat diberikan lebih cepat (10 menit)
dengan dosis 1-1,5 gr/kgBB.
b. Steroid
Steroid adalah golongan obat yang paling penting dan paling banyak
digunakan dalam klinik terhadap kasus-kasus dengan OC. Mekanisme kerja yang pasti
terhadap OC belum diketahui. Hasil penelitian menunjukkan bahwa steroid mampu
mengurangi pembentukan OC dan menghalangi penyebarannya ke substansia alba. Pada
pemberian steroid yang kuat: dexamethasone dengan dosis tinggi untuk 48 jam ternyata
mampu membatasi masuknya protein ke dalam jaringan infark/nekrose, tetapi tidak
terhadap penetrasi protein kedalam jaringan iskemik periinfark. Steroid mempertahankan
keutuhan struktur jaringan otak yaitu dengan jalan secara aktif menjaga kemantapan
membran sel dengan:
Mencegah kegiatan enzim lisosomal dan efek antioksidasi, membentuk ikatan yang
erat dengan asam lemak dari fosfolipid membran sel.
Efek langung pada pompa Na-K (sistem pengangkutan ion Na dan K lewat membran
sel atau antara sel glia dan endotel kapiler) dengan menunjang mekanisme agar
bekerja dengan baik.
24
Melindungi mitokondria sel-sel korteks serebri terhadap kerusakan akibat anoksia.
Pengaruh terhadap cairan otak:
Steroid menurunkan ICP dan melindungi otak terhadap ICP yang tinggi antara lain
dengan mengurangi tekanan osmotik koloid di daerah infark dan menyusutkan CBV
dengan mengurangi cairan udem.
Meningkatkan CBF terutama di daerah edema.
Mengurangi produksi liquor, memulihkan protein CSF yang meningkat karena
bocornya BBB, dan membantu absorbsi CSF di villi arachnoidales sebagai efek dari
daya anti inflamasinya.
Dexamethasone adalah steroid pilihan untuk mengatasi OC yang paling umum
dipakai dewasa ini. Selain itu bethametasone juga dapat dipilih untuk terapi OC. Kedua
obat ini dipilih karena keduanya adalah glukokortikoid yang paling kuat terutama dalam
daya anti inflamasinya dan karena efek retensi Na dan airnya paling kecil.
Dexamethasone
Untuk orang dewasa, dosis permulaan 8-10 mg iv atau lebih tinggi sesuai keadaan
penderita dan diteruskan dengan dosis pemeliharaan 4mg/6jam selama 2-3 hari atau
7-10 hari. Dan sesudah itu dosis diturunkan. Untuk anak, dosis permulaan 1-2 mg.
Untuk anak lebih tua 4 mg iv. Dosis pemeliharaaan 0,25-0,5 mg/kgBB/hr diabagi
dalam 4 kali pemberian dengan iv, im atau peroral tergantung keadaan penderita.
Betamethasone
Dosis permulaan 10 mg dan dosis pemeliharaan 4mg/6jam im atau 2-4mg/6jam im.
Pengobatan Bedah
Perdarahan intraventrikuler dapat menyebabkan hidrosefalus akut, oleh sebab itu
harus segera dilakukan drainase ventrikular .
Pengaliran CSS
Hanya mungkin bila kateter ventrikuler pada tempatnya,
hampir selalu mengakibatkan penurunan TIK segera. Karenanya cara paling efektif untuk
mengatasi gelombang tekanan tinggi. Namun bila ventrikelnya kecil, sering pada kasus
setelah cedera kepala, hanya sedikit CSS yang didapatkan dengan konsekuensi
penurunan TIK hanya sedikit dan transien. Karena biasanya penginsersian kateter
25
adalah pada ventrikel kontralateral pada kontusi atau perdarahan intrakranial, penting
untuk menilai bahwa disaat pengaliran CSS mungkin mengontrol TIK, ia tidak
mengurangi pergeseran garis tengah otak dan bahkan mungkin memperburuknya. Ini
terjadi karena lesi massa unilateral yang menyebabkan peninggian TIK sering
bersamaan dengan pembesaran ventrikel kontralateral. CSS mungkin dialirkan
intermitten atau berkesinambungan. Pengaliran berkesinambungan harus diatur pada
tekanan sekitar 20 smH2O, untuk mencegah kolapsnya ventrikel sekitar kateter dan
menyumbatnya. Karena keterbatasan ini, aspirasi bolus dibatasi hanya pada keadaan
emergensi, dan bukan sebagai alternatif dari pengaliran yang sinambung. Pengaliran
CSS karenanya merupakan tindakan essensial saat peninggian TIK karena obstruksi jalur
CSS.8,9
KOMPLIKASI
Dapat terjadi herniasi yang terutama ditimbulkan oleh edema vasogenik, meski
pada tipe lain, misalnya pada edema sitotoksik, herniasi juga dapat terjadi.
Gambar 9.1: bentuk-bentuk herniasi pada otak5
1. Edema otak supratentorial pada satu sisi akan menekan bagian lobus temporalis,
uncus sehingga mengalami herniasi ke tentorial notch (herniasi uncal). Tanda-tanda
herniasi yang mengancam berupa dilatasi pupil, hemianopsia, hemiparese
kontralateral dan parese nervus kranialis ipsilateral, coma akibat perdarahan di
mesencefalon dan pons bagian atas, deserebrasi akibat perdarahan batang otak.
26
2. Lesi yang terletak medial atau bilateral menekan batang otak ke bawah dengan
tekukan atau oleh perdarahan menimbulkan heniasi transtentorial sentral. Perubahan
yang timbul akibat tertariknya pembuluh darah dan penekanan batang otak ke
bawah. Gejala pertama akibat penekanan formatio retikularis bagian atas
(diensefalon) berupa kesadaran menurun, pernafasan chyene stoke, pupil miosis,
mata bergerak tidak menentu, doll’s eyes phenomenon hilang dan sikap dekortikasi.
Bila mesensefalon tertekan timbul hiperventilasi, pupil midriasis dan koma. Bila
penekanan berlanjut maka pons akhirnya tertekan pula sehingga hiperventilasi
berkurang, pupil ditengah, reflex pupil tidak ada, refleks oculovestibuler
menghilang, motorik flaksid, reflex patologis bilateral dan akhirnya menuju
keadaan terminal.
3. Lesi di fossa posterior menyebabkan tonsila cerebelli melakukan herniasi melalui
foramen magnum (herniasi tonsilar). Gejalanya berupa kaku kuduk dan kepala
miring pada satu sisi. Pada penekanan medula menimbulkan gangguan pernafasan
dan sirkulasi sehingga timbul anoksia, dan penderita koma. Penderita segera
meninggal akibat respiratory dan circulatory arrest. 6,9
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Aliah A, Widjaja D. Odema Cerebri, pendekatan patogenetik dan terapeutik. 2006. Makassar: Laboratorium Saraf FKUH.
2. Godwin J. Pseudotumor. In: eMedicine, eMedicine Specialities, Neurology, headache and pain. [serial online] 2008 March. Available from URL: http://www.eMedicine/content/full.com
3. Quershi AI., Suarez JI, Cerebral Edema. In: Wikipedia. [serial online] 2008. Available from URL:http://en.wikipedia.org/wiki/cerebral_edema
4. Price S.A. Sistem saraf. In: Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 2002. Jakarta: EGC.
5. Goetz GC.Cerebrospinal Fluid And Intracranial Pressure in: Clinical Neurology
2th edition. 2003. Phlidelphia: Elsevier Science. P511-529.
6. Lindsay KW, Ian B, Robin C. Raised Intracranial Pressure in: Neurology And Neurosurgery Illustrated 3rd edition.1997. London: Curchill Livingstone.p72-80.
7. Tsai FY. Head Trauma (editor) in: Neuroradiology A Study Guide. 1996. New York: Mc Graw Hill. P235-261.
8. Japardi I. Komplikasi Cedera Kepala In: Cedera Kepala 1st edition. 2004. Jakarta. BIP. P111-117.
9. Saanin S. Pengendalian TIK yang tinggi in: Peningkatan tekanan intakranial. Ilmu Bedah Saraf. (serial online).2003. (citied 2008 juni). Available from URL: http://www.Saanin@padang wasantara.net.id.com.
10. Grant A, Anne W. The Nervous System In: Anatomy And Physiology In Health An Illness 9th Edition.2001. London: Curchill Livingstone. P148-51.
28