abdurrrahman masud, -membuka-lembaran-baru dialog islam-barat telaah teologis-historis

Upload: uwes-fatoni

Post on 30-Oct-2015

211 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Membuka-lembaran-baru Dialog Islam-Barat Telaah Teologis-Historis

TRANSCRIPT

  • MEMBUKA LEMBARAN BARUDIALOG ISLAM - BARAT

    TELAAH TEOLOGIS - HISTORIS

    Prof. H. Abdurrahman Masud, M.A., Ph.D.

    PIDATO PENGUKUHAN

    Guru Besar dalam bidang Ilmu Sejarah & Kebudayaan Islam

    20 Maret 2004

  • DAFTAR ISI

    I. Pengantar ............................................................................. II. Landasan Teologis: Ideological Foundation ..........................

    III. Runut Historis: Evidensi Sejarah .......................................... Masa Nabi ................................................................. Dialog dengan Yunani, Ancient Tradition .................. Barat belajar dari Dunia Islam ................................... Carilah ilmu meskipun di negeri Barat .......................

    IV. Refleksi & Rekomendasi .......................................................

    Daftar Pustaka ............................................................................

    Biografi : Mengenal Lebih Dekat Prof. H. Abdurrahman Masud, MA, Ph.D ...................

  • MEMBUKA LEMBARAN BARU DIALOG ISLAM BARATTELAAH TEOLOGIS HISTORIS

    Prof. H. Abdurrahman Masud, M.A., Ph.D.

    Assalamualaikum wr. wb.Yang saya hormati,Bapak Dirjen Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama Republik IndonesiaBapak Ketua Umum Majelis Ulama IndonesiaBapak Gubernur Jawa TengahBapak Rektor IAIN Walisongo & Para Rektor Perguruan Tinggi Negeri dan SwastaPara kolega saya, Direktur Pasca serta Asdir se-IndonesiaPejabat di Lingkungan IAIN Walisongo SemarangAsatidh & Guru-guru, kyai-kyai saya yang tak dapat saya sebutkan satu persatuPara tamu undangan dan hadirin yang berbahagia,

    I. PengantarKajian Islam dan dunia Barat yang dulu sering dikenal dengan

    istilah Orientalisme1 dan kemudian dicounter oleh Hassan Hanafi dengan Oksidentalisme, dewasa ini sangat sedikit memperoleh perhatian baik oleh dunia Islam maupun dunia Barat itu sendiri. Apalagi penggagas dan pembongkar hegemoni imaginasi dunia Barat atas dunia Timur, Edward Said, dengan magnum opusnya Orientalism itu, belum lama ini di penghujung tahun 2003 telah meninggalkan kita semua untuk menghadap Sang Pencipta untuk selamanya, seakan semakin mempersulit wilayah tidak bertuan ini.

    Karya-karya yang do justice, objektif terhadap dialog Islam-Barat bisa dihitung jari. Di antaranya adalah Muslims and The West (2000) oleh Mahboob A. Khawaja, intelektual India; Teologi Dialog Islam-Barat: Pergumulan Muslim Eropa (1999) merupakan refleksi intelektual Muslim yang bergelut dengan kehidupan sosial-keagamaan di Eropa oleh Tariq Ramadan, cucu Hassan al-Banna tetapi keluar dari

    1 Edward Said dalam, Orientalism, memberi definisi salah satu makna Orientalisme adalah a Western Style for dominating, restructuring, and having authority over the Orient. (Massachusetts: 1997), hal.3

  • mainstream pemikiran sang kakek yang kini menjadi penduduk dan profesor di Perancis; Europe and Islam (1985) kajian kreatifnya Hichem Djait; Orientalism, Islam, and Islamicisit (1984) dengan editor Asaf Hussein, Robert Olson sebuah bunga rampai tulisan intelektual Muslim dan sarjana Barat.

    Risalah pengukuhan profesor ini merupakan upaya penerusan dan pengembangan tradisi Intelektual Muslim yang mencoba mendialogkan kearifan dunia Timur dan kreatifitas dunia Barat. Sisi buruk kontak dua dunia yang berbeda ini, dari perang Salib sampai kesewenang-wenangan George W. Bush, sengaja tidak akan dibahas karena sudah menjadi rahasia umum.

    Dialog pada era globalisasi abad 21 ini adalah sebuah keniscayaan yang tidak bisa dihindari karena dialog merupakan kemauan menerima the others, mendengar dengan tulus, dan berakhir dengan mutual learning. Dalam proses dialog ini, dunia Islam-Barat harus diposisikan sejajar, tidak ada yang merasa lebih dimuliakan sebagai sebuah peradaban. Stereotyping, bias, apriori juga harus dihindari. Sebaliknya dialog harus lebih menekankan deskripsi dan interpretasi kritis sebuah fenomena secara objektif dengan dilandasi spirit of learning, semangat saling belajar. Dalam bahasa intelektual Muslim India, Ali Engineer sebagai berikut:

    Globalization leads to much increased shifting of population and migration. Thus diversity increases and people of different religions and cultures live together. If there is no dialogue among themselves or they emphasize da'wah in place of dialogue it would lead tension, strife and conflict. And social tension would disturb social stability. It is therefore necessary to promote the spirit of dialogue among people of different faiths. 2

    (Globalisasi membawa terlalu banyak bertambahnya perpindahan penduduk dan migrasi. Jadi keragaman mendorong banyak manusia dari berbagai agama dan budaya untuk hidup bersama. Jika tidak ada dialog di antara mereka atau mereka lebih menekankan da'wah mengalahkan dialog, pasti akan terjadi ketegangan, permusuhan dan konflik. Serta tensi sosial akan mengganggu stabilitas sosial. Oleh karena itu perlulah kiranya 2 Asghfar Ali Engineer, Dawah or Dialogue?, Ihya Ulumal-Din, International

    Journal, Vol.4 No. I, July 2002, hal. 53-60.

  • mendorong semangat dialog antara umat manusia lintas agama. Wacana dan literatur yang ada tentang hubungan Islam-Barat

    pada umumnya dihiasi dengan kebencian, permusuhan, pertikaian, pertempuran, konflik, kolonialisasi serta pertumpahan darah3. Jika umat Islam selalu memiliki collective memory menghubungkan dunia Barat dengan perang Salib pada abad pertengahan, dunia Barat selalu mengasosiasikan Islam dengan jihad. Bahkan apa yang dilakukan oleh George W. Bush terhadap Afghanistan, Iraq juga sering dipandang sebagai kelanjutan perang Salib. Demikian juga dunia Barat memandang figur-figur semacam Usamah bin Laden sebagai representasi dunia Islam yang menyebarkan Jihad melawan dunia Barat.

    Memandang Barat hanya sebatas fenomena Bush adalah satu penyederhanaan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan, oversimplification. Sementara melihat Islam hanya dengan kata Jihad dengan mendistorsikan substansinya adalah satu kepicikan. Kata Jihad itu sendiri sangat disalahfahami oleh dunia Barat baik dalam wacana politik, publik maupun academic discourse. Tapi juga tidak sedikit umat Islam yang berpandangan bahwa "jihad" identik dengan perang. Karena faham ini sering terlontarkan dari mimbar ke mimbar, ilmuwan dan media Barat sering mengidentikkan "jihad" dengan kekerasan, violence. Fenomena inilah yang mendorong pemerintah AS pasca 11 September 2001 untuk memasang spionasi kamera di beberapa masjid, dan Islamic center di AS. Apalagi "Jihad" ini dihubungkan dengan upaya garis keras umat Islam Timur Tengah melawan hegemoni Barat dan kebrutalan penguasa Israel. Fenomena ini menjadikan image Islam di mata dunia Barat menjadi sah untuk dipandang sebagai "agama Jihad" atau "agama kekerasan."

    Belum lagi peristiwa-peristiwa kerusuhan dan kekerasan di Indonesia mulai dari peristiwa Tasik, Situbondo, Pekalongan, Jepara, Aceh, Maluku, Timor-Timur, dan Mataram, serta pengeboman gereja di berbagai lokasi yang menjadikan penduduk minoritas Indonesia tidak aman dan tidak nyaman. Ini semua jelas telah membawa daftar panjang yang semakin memperkuat kesan dan stereotype dunia Barat

    3 Resensi yang menunjukkan permusuhan itu diantaranya adalah Robert Fernea and James Malarkey (1975).

  • atas dunia Islam4.Sebetulnya kasus-kasus kekerasan di Indonesia dan di Timur

    Tengah jika diteliti lebih cermat belum sebanding dengan warna Islam itu sendiri yang penuh dengan kedamaian. Artinya wajah Islam dan dunia Islam secara umum tetap lebih dominan menampakkan panorama peace dari pada violence. Bahkan bisa diteorikan, jika sebuah negara berpenduduk mayoritas Muslim maka non-Muslim di negara tersebut pasti aman, terlindungi hak-haknya dan dijamin kedamaian kehidupan sosio-relijius mereka.

    Mainstream dunia Islam: Sunni, sebetulnya dalam realitas historis, selamat dari faham fundamentalisme dan terrorisme. Ciri-ciri Sunni dibawah diperoleh dari hasil studi historiografis sarjana Barat sejak abad sembilan belas sampai kini. Yakni Dari Gibbon, Goldziher sampai ke contemporary scholars tahun 1990an. Mereka berpandangan bahwa Sunni yang merupakan mayoritas Muslim world, world, tidak fundamentalis dan tidak teroris itu ditandai dengan:1. Tidak memberontak terhadap sistem pemerintahan yang mapan.2. Rigiditas, ketangguhannya dalam mempertahankan kesatuan

    melawan segala bentuk disintegrasi dan kekacauan.3. Lebih mengutamakan konsep jama'ah, majority, dan supremasi

    Sunnah hingga lebih pas disebut sebagai Ahlussunah wal Jama'ah.

    4. Memiliki sikap jalan tengah, wasitah, middle of the road, antara teologi dan politik yang ekstrim (khawarij) dan syi'ah.

    5. Lebih menampakkan diri sebagai "a normative society," kaum normatif, dengan berdiri tegak mempertahankan prinsip kebebasan spiritual dan menegakkan etika standar dan syariah.5

    Dunia Barat telah termakan image bahwa orang-orang Arab melakukan serangan kecil terhadap Israel serta pendukung-

    4 Meskipun sudah dibubarkan, paling tidak di Indonesia pernah eksis Laskar Jihad, sebuah gerakan yang ditakuti khususnya oleh turis Mancanegara karena gerakan sweeping mereka. Bahkan di beberapa pondok modern di Jateng ada juga kelompok Laskar Santri, yang diakui atau tidak merupakan prototype Laskar Jihad.

    5 Hasil penelitian individual untuk mata kuliah historigrafi Islam di bawah bimbingan Prof. Michael Morony dengan topik paper pribadi Sunnism in the Eyes of Modern Scholars, UCLA, AS 1993.

  • pendukung AS. Masa bodoh terhadap apa yang terjadi di Timur Tengah, mereka, khususnya media AS, gagal memahami bahwa terorisme Arab sesungguhnya merupakan reaksi terhadap terorisme Israel - yakni apa yang mereka lakukan ethnic cleansing of Palestine, agressi mereka terhadap tetangganya, serta penempatan mereka secara brutal di West Bank jalur Gaza.6 Kesimpulan ilmuwan AS yang "jujur" berbunyi:

    Morally, most persons believe that violence is justified in order to end violent oppression. This is the case in Palestine.7 Secara moral kebanyakan orang percaya bahwa kekerasan bisa dibenarkan dalam rangka mengakhiri penindasan dalam bentuk kekerasan.Prof. Ronald Alan Lukens-BulI, kolega penulis dari UNF, AS, juga

    menyuarakan hal yang sama: it seems to me that US policy is morally and politically undefensible.8

    Arogansi AS yang dipertontonkan diatas bumi akhir-akhir ini, semakin mempersulit tugas-tugas kemanusiaan di masa depan. Hubungan Islam-Barat semakin diliputi kabut tebal akibat ulah negara adikuasa yang mencoba menyaingi kuasa Tuhan. Selama ini salah faham, stereotyping, berdasarkan etnisitas Timur dan Barat telah dikikis sedikit demi sedikit oleh kaum bijak bangsa-bangsa khususnya oleh kaum akademisi, budayawan, dan cendikiawan. Pertukaran budaya, pemikiran, informasi, serta pengetahuan yang berada dalam wilayah pemahaman lintas budaya (cross cultural understanding) kini berada dalam situasi mission impossible, sesuatu yang hampir-hampir mustahil tercapai. Kegagalan dunia menyetop arogansi AS di Irag, adalah kegagalan demokrasi, akal sehat serta kemanusiaan. Paslah

    6 Surat terbuka berbahasa Inggris dari warga negara AS terhadap kongress dan pemerintahnya baru-baru ini: Sumber email : [email protected]. Lengkap bunyinya adalah : Americans have been assaulted for years by images of Arabs committing small scale attacks against Israelis and their American supporters. Ignorant of the history of region, they fail to understand that Arab terrorism has been a reaction to Israeli terrorism-its, its aggressions against its neighbors, and it brutal occupation of the West Bank and Gaza. There were no Arab terrorist attacks against Westerners before the Zionist began to implement their plan of conquering Palestine.

    7 Ibid.8 Abdurrahman Masud, Menuju Paradigma Islam Humanis (Gama

    Media:November 2003) hal. 38.

  • kiranya jika para akademisi AS memberi cap pemimpinnya sebagai insan yang insane, tidak waras. Sambil menunggu uluran tangan dari Tuhan, dalam keadaan seburuk apapun, manusia harus tetap menyuarakan dan mengusahakan keadilan, kebenaran, serta kedamaian di atas burru ini. Tanpa self-assertive dan affirmative action semacam ini dalam rangka penegakan keadilan, manusia sesungguhnya tidak akan eksis secara bermakna menjadi penduduk bumi ini.

    Dewasa ini peradaban dunia yang berada dibawah cengkraman hegemoni AS belum menunjukkan tanda-tanda yang beradab. Hubungan antara yang kuat dan yang lemah masih klise digambarkan sebagai survival of the fittest, hukum rimba. Jahiliyyah moderen agaknya masih menandai peradaban moderen. Renungan kontemplatif guru kedua dalam dunia Filsafat, al-Farabi, dalam karyanya the Virtuous City atau al-Madinah al-Fadilah agaknya lebih memudahkan kita memahami fenomena moderen tapi dihiasi dengan mentalitas jahiliyyah. Filosuf abad sepuluh itu yang meninggal 950 M. mengingatkan pada masyarakat dunia agar menjauhi peradaban yang tidak ideal dengan ciri-ciri 1) indispensable, peradaban yang lebih mengedepankan subsistence atau pertahanan hidup, pencarian nafkah sebagai tujuan utama dengan orientasi perut 2) vile, peradaban yang dipenuhi dengan iklim penumpukan kekayaan, keserakahan materialisme yang berlebihan. 3) base, peradaban yang penuh dengan hiburan dan petualangan sensasional, dengan ornamen nafsu syahwat dan mesum, semisal jual pinggul dan bokong menjadi idola masyarakat 4) timocratic, yang bertujuan popularitas dan kehormatan dewasa ini bukan selebritis yang haus ketenaran, menjadi orang populer agaknya sudah mewabah di mana-mana 5) tyranni-cal, dimana kekuasaan dan dominasi serta penindasan terhadap kelompok lain menjadi tujuan utama, dan 6) semu demokratis yang tidak memiliki tujuan bersama dan setiap penduduknya mencari dan berbuat sekehendak mereka (baca chaos : penuh dengan musim penjarahan).9

    Di tengah gelap gulitanya peradaban dunia saat ini, di mana ciri-ciri jahiliyah itu tidak hanya menimpa negara adikuasa, tapi agaknya juga turut mewarnai kebudayaan negeri ini, layak dipertimbangkan ulang ajaran-ajaran Nabi Muhammad saw. yang telah diakui dalam sejarah sebagai salah satu pemimpin terbesar dunia yang lahir di

    9 Majid Fakhry, History of Islamic Philosophy, (New York : 1983), hal. 107-128.

  • Mekkah 570 (M.) dan meninggal 632 (M). Memang tokoh-tokoh yang lebih mendahulukan kedamaian seperti Nabi Muhammad dan Mahatma Gandhi, juga Mother Teresia, peraih hadiah nobel kedamaian 1979, harus lebih banyak dicermati dan disosialisasi dalam melihat dunia yang penuh dengan kebencian, kemarahan, kekerasan, terrorisme serta ketidakadilan ini. Yang tidak kalah penting lagi adalah melakukan flash back dalam rangka memperoleh wisdom of the past untuk memantapkan langkah kini dan ke depan. Khususnya/7as/i back mengenai hubungan dan dialog Islam-Barat yang pernah terjadi dan saling menguntungkan kedua belah pihak (mutual benefit). Dialog semacam ini juga tidak memperoleh perhatian yang memadai atau hampir-hampir terhapus dalam rekaman sejarah peradaban bangsa-bangsa.

    Ketertarikan pemakalah terhadap subjek dialog Islam-Barat sudah terbukti dalam perjalanan akademik pemakalah untuk menempuh gelar S2-S3 di negeri Barat selama tujuh (7) tahun 1990-1997 dan enam bulan untuk Posdoct 2001-2002. Selama ini salah satu kelas favorit pemakalah adalah Cross Culture Understanding (CCU) di Sl, dan Islam and the West untuk Pasca Sarjana. Tujuan penulisan risalah ini pada dasarnya tidak berbeda dengan tujuan utama subjek Islam and the West yang meliputi.1. to bridge the gap between the Muslim world and Western

    Civilization. to bridge the two worlds here is to acquire a better mutual understanding, especially on how the West interacts with the Muslim world. (menjembatani gap dunia Islam dengan dunia Barat. Untuk menjembatani dua dunia di sini adalah untuk memperoleh saling memahami yang lebih baik, khususnya bagaimana dunia Barat berinteraksi dengan dunia Islam)

    2. to compare between Islamic and Western thoughts objectivelyand critically. By having this comparison, one will obtain wisdom from different civilizations (Untuk membandingkan pemikiran-pemikiran dunia Islam dan Barat secara objektif, kritis. Dengan memperoleh perbandingan ini, seseorang akan memperoleh pengetahuan yang bermanfaat dari berbagai peradaban yang ada).

    Referensi yang digunakan untuk penulisan ini secara umum adalah hasil riset perpustakaan, observasi, serta wawancara penulis di AS dari Agustus 2001 s/d Januari 2002 dengan beasiswa dari the

  • Fulbright Foundation di tiga tempat: North Florida, University (UNF) Jacksonville, Arizona State University, dan UCLA. Bahan-bahan riset ini telah memperoleh respons yang sangat positif khususnya dari mahasiswa-i pasca sarjana IAIN Walisongo dalam diskusi berbahasa asing kelas Islam and the West. Refleksi diskusi mereka dengan hasil paper yang cukup berkualitas bisa dilihat dan dibaca di antaranya dalam Journal Studi Islam, Pebruari 2002.II. Landasan Teologis: ideological foundation

    Nabi Muhammad saw. dengan ajaran-ajarannya di kemudian hari pada masa klasik telah melahirkan ulama-ulama besar, ilmuwan-ilmuwan Muslim dari berbagai bidang ilmu termasuk filsafat, kedokteran, falak, geografi, matematika, fisika, kimia, sastra, sosiologi, sejarah, ilmu politik dan sebagainya. Ini adalah bukti sejarah. Karya-karya tersebut sampai kini bisa ditemukan di perpustakaan-perpustakaan internasional. Sayangnya justru negara-negara non-Muslim semacam Amerika-Eropa yang secara rapi dan profesional menyimpannya. Disinilah pentingnya pelajar Muslim menimba ilmu di AS-Eropa untuk mentransfer kembali "permata" yang sementara ini "dipinjam" oleh dunia Barat. Syukurlah bahwa saat ini tidak sedikit ilmuwan yang jujur mengakui bahwa supremasi Barat saat ini tidak bisa lepas dari sumbangan dan sambungan peradaban Islam di masa lampau. Dulu orang Barat belajar dari dunia Islam, sekarang sebaliknya tidak kurang kaum Muslimin belajar dari Barat. Orang Barat tempoe doeloe, bahkan sampai di abad 19-pun sudah mengakui hal ini. Simak saja pernyataan Marqquis of Dufferin, Diplomat Inggeris (London 1890) sewaktu ia menulis: "It was to Mussulman Science, to Mussulman art, to Mussulman literature that Europe has been in agreat measure indebtedfor its extrication from the darkness of the Middle Ages".

    Apa sesungguhnya kunci kehebatan perkembangan ilmu di dunia Islam dulu. Agaknya hal itu sangat berhubungan erat dengan keberhasilan umat Islam dalam memahami dan melaksanakan ajaran-ajaran Rasul secara konsisten. Dinamika umat Islam lima abad pertama (sejak munculnya Islam abad tujuh sampai sebelas M.) dalam melaksanakan ajaran Rasul mengenai "utlubal-ilma", kegairahan mencari ilmu, benar-benar merata dari raja sampai rakyat jelata. 'Ulama dan ilmuwan-ilmuwan Islam mendapat perhatian khusus dari

  • penguasa. Al-Kindi dengan nama lengkap Abu Yusuf ibn Ishaq filosuf Muslim pertama yang meninggal 870 M misalnya, memperoleh tugas mengajar privat putra-putra raja Abbasiyyah.

    Yang menarik tentang sejarah perkembangan ilmu dalam Islam adalah hubungan yang harmonis dan dialogis antara ilmu agama dan non agama. Kedua disiplin ilmu ini ternyata saling melengkapi. Ilmu-ilmu agama secara kronologis historis berkembang terlebih dahulu dan mengisyaratkan bahwa manusia dan peradabannya harus dilandasi dengan bangunan keagamaan dan keimanan yang kokoh sebelum ilmu-ilmu yang lain mewarnai dirinya. Dalam penelitian sebelumnya, pemakalah menulis:

    The advent of those sciences in Islam responded to a religious and cultural demand in the sense that during the first four centuries of Islam, the religion had effectively encouraged and inspired men of learning, and that their intellectual exchange with other civilized peoples required it and enriched Islamic culture itself.10

    Abad pertama dan kedua ditandai dengan perkembangan ilmu agama seperti ilmu tafsir al-Qur'an, ilmu yang berhubungan dengan hadits, ilmu yang berhubungan dengan hukum Islam serta teologi Islam atau al-Tauhid. Lahirlah pakar-pakar hukum Islam yang terkenal dengan pendiri empat Mazhab yakni Abu Hanifah atau Imam Hanafi (meninggal 767 M), Malik bin Anas (meninggal 795), Imam Syafi'i (meninggal 820), serta Ahmad Ibn Hanbal (meninggal 855).

    Para pendiri Mazhab yang menciptakan frame work dasar-dasar hukum Islam ini adalah tokoh-tokoh yang memperkaya dirinya dengan ilmu al-Quran dan al-Hadits. Pengaruh pemikiran Mereka sampai saat ini menyebar di berbagai penjuru dunia Islam. Semasa hidup mereka, pengembangan dan penyebaran ilmu agama memang menjadi komitmen mereka. Semuanya adalah 'ulama besar yang mempunyai majlis ta'lim dengan ratusan jumlah siswanya.

    Pada masa yang sama para ahli Hadits bermunculan. Merekalah para genius penghafal ribuan Hadits yang mempunyai semangat luar biasa dalam mengoleksi Hadits. Semangat inilah yang mengantar Imam Bukhari (meninggal 870) meninggalkan negerinya Turkistan

    10 Abdurrahman Masud, Muslim Scholarship, paper dipresentasikan di San Fransisco 3 Juni 1995.

  • menuju Baghdad, pusat intelektual pada masanya, kemudian ke jantung Arab Mekkah Medinah, Egypt dan Syria. Selama perjalanan 16 tahun dia menyeleksi Hadits-Hadits hingga mampu merangkai 60.000 Hadits Sahih. Meskipun demikian dengan keuletannya, 60.000 hadits tersebut diseleksi dan diedit kembali oleh Bukhari hingga menjadi Sahih Bukhari seperti yang bisa kita nikmati dewasa ini, yakni menjadi 7563 versi Fath al-Bari dan 7124 versi Dr. Al-Bugho.

    Yang menarik dari perkembangan disiplin ilmu-ilmu agama ini adalah ternyata bahwa disiplin ini justru membangkitkan ilmu-ilmu lain seperti sejarah dan sebagainya. Sejarah adalah ilmu yang paling dominan yang mewarnai sejarah perkembangan ilmu dalam Islam dari abad kedua seterusnya. Di abad kedua, kita sudah bisa menemukan tokoh Ibn Ishaq (meninggal 150 H/768 M) yang terkenal dengan sejarah riwayat hidup Nabi, the life of Muhammad (Sirah al-Nabi). Kegemaran umat Islam terhadap ilmu sejarah bahkan berkesinambungan sampai abad moderen di lingkungan pesantren. Salah seorang mufassir dan arsitek dunia pesantren, Nawawi al-Bantani (meninggal 1897 M), menafsiri bahwa surat al-Fatihah juga mengandung ilmu sejarah al-qisas wa al-akhbar, yakni sejarah dan cerita tentang bangsa-bangsa pada masa lalu. Dalam disertasi penulis berbunyi:

    ... The fourth is the history and the story of nations in the past. The victorious who need to be entirely imitated were the prophets while the losers and condemned were the non-believers. The former is included in alladhina an 'amta 'alayhim, and the latter are in ghayri-l-maghdubi 'alayhim wa la-l-dallin.11

    Disiplin lain yang tidak boleh dilupakan adalah filsafat yang merupakan sumber ilrnu, the mother of knowledge. Filsafat inilah yang kemudian mentrigger ilmu-ilmu lain semacam fisika, kimia, dan matematika dalarn Islam. Di abad ketiga Islam kita sudah diperkenalkan dengan filosuf sejati al-Kindi (hidup tahun 800-870 M), al-Farabi (870-950 M) yang tradisi mereka dilanjutkan oleh Ibn Sina (980-1033 M). Dengan demikian pada masa ini tidak ditemukan dikotomi antara ilmu agama dan ilmu-ilmu umum. Pengaruh perdana Yunani Kuno, First wave o/Hellenism (meminjam istilah Montgomery

    11 Abdurrahman Masud, The Pesantren Architects and Their Socio-Religious Teachings (UCLA).

  • Watt: 1973) tidak pernah disambut dengan antagonisme dalam lima abad pertama peradaban Islam.

    Yang perlu dicatat di sini adalah bahwa seluruh ilmu-ilmu dalam Islam semakin hari semakin berkembang dari abad ke tujuh sampai ke sebelas : sebuah rentangan waktu panjang yang tidak mungkin terhapus dari sejarah kebudayaan dan peradaban manusia. Evidensi sejarah dengan jelas menunjukkan absennya dikotomi, sebagaimana hasil penelitian Bayard Dodge, ahli sejarah pendidikan Islam, yang meliputi :

    grammar, hadits (sirah genealogy), jurisprudence, translation of science and philosophy, theology dan tasawwuf (mysticisrn), science and philosophy termasuk kedokteran, sejarah dan geography, matematika, amusement/ hiburan, syair (poetry), sastra tafsir akhlaq, politik, kemasyarakatan dan pemerintahan 12

    Inilah sejarah ideal peradaban Islam empat abad pertama yang tidak mengenal dikotomi antara ilmu agama dan umum, danantaraTimur-Barat.13 Memang Islam merupakan agama universal yang melampui suku, kebangsaan, atas nama tauhid, oneness of God. Islam juga tidak mendikotomikan diri dengan agama yang diajarkan Ibrahim, Musa, dan Isa. Surat al-Isra' yang menyebutkan dua masjid,

    12 Bayard Dogde, The Subjects and Titles of Book Written During the First Four Centuries of Islam. Islamic Culture, October 1954, halaman 525-540.

    13 Pembahasan mendalam tentang dikotomi ilmu agama dan non-agama dalam perspektif intellectual history, bisa dibaca dalam Abdurrahman Masud, Menggagas Pendidikan Islam Nondikotomik (Gama Media:Nopember 202)

  • Min al-Masjid al-Hamm ila al-Masjid al-Aqsa mempunyai implikasi non-dikotomis dan menekankan kesinambungan. Dalam bahasa Moh Asad:

    The juxtaposition of these two sacred temples is meant to show that the qur'an does not inaugerate a "new" religion but represents a continuation and the ultimate development of the same divine message which was preached by the prophets of old.14

    Penyebutan kombinasi dua tempat suci ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa Qur'an tidak menyambut agama "baru" tapi kombinasi itu mewakili kesinambungan dan perkembangan akhir risalah ketuhanan yang sama didawahkan oleh nabi-nabi sebelumnya.Islam adalah agama tanpa pagar dari Arabia- Afrika, Asia, juga

    Eropa dan Amerika. Afrika dan Asia adalah sebuah contoh yang menarik. Islam telah menyatukan semenanjung Arabia menyapu Afrika, Asia dan menyatukan manusia dengan tetap menjaga keragamannya: unity in diversity dalam arti yang sebenamya. Al-Qur'an tidak membedakan Barat dan Timur: Takwa sejati bukanlah menghadapkan mukamu ke Timur atau ke Barat, tapi muttaqin hakikatnya adalah yang beriman pada Allah, hari akhir, Malaikat, wahyu, serta para nabi, dan memberikan harta yang dicintainya pada kerabatnya, anak-anak yatim, fakir miskin, musafir, peminta-minta, memerdekakan hamba sahaya, mendirikan salat, menunaikan zakat, orang-orang yang menepati janji tat kala berjanji, serta orang-orang yang sabar dalam kesulitan, penderitaan, dan dalam peperangan.15 Dari ayat ini jelas al-Qur'an tidak mendikotomikan antara Timur dan Barat, juga tidak membenarkan simbolisme yang mengalahkan fungsionalisme. Dalam hal ini seorang mufassir menerangkan "Thus the Qur'an stresses the principle that mere compliance with outward forms does not fulfil the requirements of piety 16" (Jadi al-Qur'an menekankan sebuah prinsip bahwa taat pada bentuk-bentuk kulit luar saja tidak atau belum memenuni syarat-syarat kesalihan).

    Siapapun sepakat bahwa hadits Nabi yang berbunyi "Utlub al-ilm 14 Moh Asad, Op.Cit. hal 417.15 Al-Quran : al-Bawarah 177.16 Moh Asad, The Messages of the Quran (Gibraltar:1993), hal 36.

  • walau bi al-sin"17 (Carilah ilmu meskipun ia berada di negara Cina) menekankan betapa pentingnya mencari ilmu, yang dalam era globalisasi ini disebut knowledge and information become primary industry. Cina yang demikian jauh dari dunia Islam saat itu toh diperdekat oleh Nabi demi meraih ilmu. Masyarakat yang aktif belajar (learning society) merupakan sebuah potret masyarakat religius yang memandang agama mereka sebagai elemen pokok dalam memenuhi kebutuhan dasar spiritual dan intelektual mereka.

    Bagi orang yang suka merenung sejarah mungkin bertanya-tanya mengapa Cina disebut-sebut Nabi.18 Ternyata di zaman Nabi awal abad tujuh Masehi sebenarnya sudah terjadi kontak antara bangsa Arab dengan bangsa Cina. Seperti kasus Islam Indonesia, Islam datang ke Cina juga melalui kontak perniagaan. Ini berarti kata Cina tidak asing lagi bagi pare Sahabat Nabi. Sa'ad ibnu Abi Waqqas, sahabat Nabi, datang ke Cina, tinggal di Canton serta dimakamkan di sana d: masjidnya yang dinamakan syauq al-Nabi: rindu padamu ya Rasul, dengan meninggalkan sebuah inskripsi "siapa yang meninggal dalam keadaan musafir (di negeri asing), maka ii wafat syahid." Kontak dua dunia ini semakin intensif pada era Usman bin 'Affan.19 Bahkan sebelum zaman Nabi, bangsa Arab bagian selatan, Himyariah, telah mengekspor barang barang antik dari Cina dan India. Jalan ke timur mereka melalui Teluk Iran, Persian Gulf, kemudian ke atas melewati Bukhara menuju Cina atau ke tenggara menuju India. Surat Quraisy yang menerangkan kebiasaan dan kegemaran bangsa Aral dalam "rihlah" yakni tradisi rombongan annual trade pergi ki Syiria di musim panas dan ke Yaman di musim dingin menunjukkan bahwa bangsa yang dipimpin Nabi in mempunyai kebiasaan merantau yang luar biasa. Terlebih lag sejarah mengatakan bahwa bangsa Cina pada

    17 Hadis Anas diriwayatkan al-Baihaqi dan dinyatakan sanadnya masynur serta matan dlaifni dikutip oleh al-Ghazali Ihya Ulum al-Din I, pada bab kitab alilmi (Beirut Daar al-Kutub al Alamiyyah: tanpa tahun) hal 19.

    18 Pada umumnya orang tidak begitu mengapresiasi sejarah, terbukti sewaktu peneliti belajar di Madrasah Qudsiyah Kudus kawan-kawan pada hafal kitab Alfiah tapi tidak ada satupun yang hafal Tarikh Islam (termasuk peneliti sendiri) apalagi menganalisanya. Padahal Imam SyafiI yang merupakan idola kaum madrasah belajar sejarah tidak kurang dari dua belas tahun. Bukankah Imam SyafiI lebih terkenal kehebatan usul fiqihnya. Bagaimana dengan sejarawan-sejarawan Muslim lainnya yang karangannya ratusan seperti Al-Tabari, Al-Masudi, Ibn Athir, Ibn Khaldun, tentu mereka belajar sejarah sepanjang hayatnya.

    19 Hasan Hanafi, Islam in the Modern World ,vol II (Cairo: 1995), hal. 331.

  • waktu itu sudah terlebih dahulu "maju" kebudayaan dan peradabannya. Maka tidak mustahil kalau Nabi menyebut negara yang jauh itu tapi "maju."

    Sejarawan Muslim, Baladuri (meninggal 892 M) meriwayatkan bahwa Nabi juga pernah menyuruh sekretarisnya, Zaid, untuk mempelajari bahasa orang Yahudi. Setelah dua minggu menekuni "Kitab al-Yahud", Zaid mampu berkomunikasi baca tulis dengan orang Yahudi. Manfaat dan tujuan mempelajari bahasa di sini bukan sekedar kemampuan berkomunikasi. Lebih jauh lagi perintah Nabi ini bisa ditafsirkan bahwa umat Islam seharusnya selalu mengantisipasi apa yang akan dilakukan kelompok lain seperti Yahudi. Fenomena dewasa ini menunjukan bahwa meskipun minoritas, temyata Yahudi sangat mempengaruhi dan menguasai lobi-lobi penting di negara maju semacam Amerika. Dengan memahami bahasa orang Yahudi, umat Islam di zaman Nabi selamat dari kasak-kusuk dan tipu daya mereka. Kelompok Yahudi di Madinah akhirnya diusir Nabi karena mereka melanggar Piagam Madinah, yakni semacam "Pancasila" bagi kehidupan bersama masyarakat multikultur Madinah.

    Adalah bukti sejarah pula bahwa setelah munculnya Is-lam, bangsa Cina secara bertahap mulai kehilangan kekuasaannya. Di abad tujuh dan delapan Masehi, kerajaan Cina mencapai zaman keemasannya di bawah kekuasaan dinasti T'ang, khususnya di tangan Hsuan-tsung yang memerintah tahun 713-755 M. Cina pada masa ini menguasai Turki Timur, Asia tengah. Tapi setelah kekuatan Islam muncul, daerah kekuasaan Cina mulai terkikis. Qutaibah ibn Muslim (meninggal 715 M.) misalnya mampu merebut Turki dari tangan Cina dan generasi setelah Qutaibah bahkan mendirikan benteng-benteng perang yang kokoh di Bukhara dan Samarkand yang mengakibatkan kekuasaan Cina semakin lemah. Agaknya sejak zaman Nabi sampai abad sebelas Masehi, kekuasaan Islam tidak pernah memudar atau melemah sedikitpun.

    Dua Hadis yang menyinggung Cina dan Yahudi setelah dikaitkan dengan sekilas sejarah di atas menunjukkan, seolah-olah Nabi telah memberikan isyarat atau clue bahwa Cina dan Yahudi sudah selayaknya dikuasai umat Islam. Muqaddimah penaklukannya adalah dengan mempelajari bahasa, memahami cara berfikir, mengenal peradaban mereka serta menguasai ilmu mereka. Penafsiran Hadis ini

  • barangkali terasa terlalu jauh atau dibuat-buat. Tapi memahami sebuah Hadis tanpa mengaitkan dengan konteks sejarah barangkali akan menghasilkan pemahaman yang kurang sempurna.

    Apakah kemenangan Islam atas Yahudi dan Cina di kemudian hari itu hanya merupakan "kebetulan sejarah" (historical accident) yakni Nabi tidak memainkan peran sosio-politik, atau memang merupakan "keharusan sejarah" (historical necessity) sebagai akibat yang tidak terelakkan dari kedahsyatan militansi umat Islam yang diinspirasikan oleh ajaran-ajaran Rasulullah. Bukti sejarah mengatakan poin yang kedua lebih mendekati kenyataan. Bukan hanya Yahudi dan Cina yang diantisipasi Nabi, bangsa besar lainnya seperti Romawi dan Persi yang kemudian ditaklukan oleh kekuatan Islam juga sudah diberi isyarat dalam al-Qur'an dan Hadis.20

    Akhimya perlu dipertegas di sini bahwa Islam tanpa pagar berarti Islam tanpa dinding-dinding geografis. Ummah adalah batas-batas Islam, sementara tauhid terefleksi dalam kebebasan beragama dan kebebasan dalam masyarakat. Batas-batas Islam adalah sistem keimanan dalam Islam, pelestarian value system dalam Islam, serta sistem etika universal. Monotheisme dalam teori dan praktek adalah pagar-pagar Islam, sementara batas-batas internal disatukan dengan kesalihan dan amal salih, good deed.21

    III. Runut Historis: Evidensi Sejarah Masa Nabi

    Selama ini sejarah masa Nabi yang paling banyak diungkap adalah interaksi beliau dengan kaum Yahudi pada periode Madinah. Diatas telah diberikan penjelasan bahwa interaksi Nabi dan Sahabat bukan hanya dengan kaum Yahudi, tapi juga dengan bangsa Cina baik dalam kata maupun aksi Sangat jarang diungkap dan diperhatikan bahwa Nabi telah berinteraksi dengan kaum Nasrani jauh sebelum Nabi Hijrah ke Madinah tahun 622 M. Saat-saat kritis pada periode Mekkah di mana kaum Muslimin mengalami siksaan dan penindasan yang di luar batas-batas kemanusiaan, tepatnya tahun 615 M. Nabi

    20 Jauh sebelum runtuhnya kerajaan Romawi, al-Quran sudah mengisyaratkan kekalahan ini pada Nabi dan Sabahatnya. Hal ini terlihat pada surah Rum ayat 2. ini sekaligus menunjukkan bahwa al-Quran juga terdiri dari beberapa ayat yang sifatnya anticipatif ke depan.

    21 Lihat Hanafi, Op.Cit. Hal. 340-341.

  • menyarankan para Sahabat melakukan Hijrah ke Abisinia (Habsyah). Sabda beliau: "Tempat itu diperintah seorang raja dan tidak ada orang yang dianiaya disitu. Itu bumi kejujuran : sampai nanti Allah membukakan jalan bagi kita semua."22 Ini menunjukkan bahwa Nabi tidak pernah apriori terhadap kelompok lain, Nasrani Abissinia (Ethiopia sekarang) di bawah kekuasaan Negus (al-Najashi) meskipun Nabi belum pernah bertemu dengan mereka. Hal ini menunjukkan pula bahwa beliau bahkan mengajarkan para sahabat trust pada orang lain berdasarkan husnuzan. Kalau beliau tidak memandang negatif terhadap kelompok lain, di antaranya adalah karena cara berfikir yang serba positive think-ing, open-minded dengan landasan karakter insan kamil yang penuh dengan trust. Maka tidak mengherankan bahwa Umat Islam pada waktu itu terdiri dari 11 laki-laki dan 4 perempuan melakukan migrasi ke Abissinia pada trip pertama, Rombongan kedua bahkan lebih banyak lagi dengan total 80 Sahabat tanpa wanita dan anak.23

    Sampai titik ini sudah bisa dipahami watak kosmopolitanisme Islam sejak awal. dunia Barat dalam arti non-Asia, non-Afrika, juga non-Arab, telah dikontak Nabi sejak awal pula. Sebagai latar belakang historis perlu diberi pengantar singkat bahwa kerajaan Romawi Timur, Constantinopel, mencapai kejayaannya di bawah kekuasaan Justinian I dari tahun 527-565.M Kekuasaannya meliputi Asia kecil, semananjung Balkan, Palestina, Mesir, Afrika Utara, Spanyol Selatan, dan sebagian Itali. Setelah masa ini kedigdayaan Romawi semakin memudar dan hanya menguasai Yunani dan daerah-daerah Balkan. Yang terbaca dalam sejarah adalah bahwa selama 20 tahun tepatnya dari 541 ke 561M. Kerajaan Costantinopel dan Sassaniyah Persi berada dalam peperangan perebutan kekuasaan tanpa pernah ada jeda genjatan senjata. Dua belah pihak tidak ada yang memperoleh kemenangan, bahkan keduanya tentu sama-sama mecapai kerugian besar. Tapi sekitar tahun 622 -628 Heradius, penguasa baru Byzantine berhasil mengusir Sassaniyah dari Egypt dan Syria. Struggle for power ini baru berakhir tahun 630-an, yakni saat-saat Islam sebagai potensi baru di bawah Muhammad leadership telah siap mengalahkan dua

    22 M. Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad (Jakarta: 2001), hal.105.23 Ibid.

  • raksasa tua itu.24

    Meskipun Persi dikalahkan oleh Byzantine, tapi tanpa ragu Nabi mengajak kerajaan Romawi Timur itu untuk mengikuti ajaran Islam. Padahal waktu itu posisi dan kekuatan Islam belum mencapai puncaknya atau lebih lemah dibanding hegemoni Byzantine. Memang setiap Muslim, apalagi seorang Nabi, mempunyai kewajiban menyampaikan kebenaran, tanpa harus memaksakan, apalagi dengan cara kekerasan. Sejarah mencatat meskipun Hiraclius tidak mau mengikuti ajakan Sang Rasul, tetapi sang raja menerima utusan Rasul dengan penuh sopan santun dan bereaksi secara hati-hati dan bijak. Saking etisnya penerimaan kenegaraan ini, hingga ada beberapa sejarawan yang menduga sang raja pada akhirnya memeluk Islam. Ajakan Nabi cukup tegas sebagaimana dalam teks aslinya:

    25

    Dengan nama Allah, pengasih dan penyayang. Dari Muhammad hamba Allah pada Heraclius pembesar Romawi. Salam sejahtera pada

    24 Terjemahan dari Abdurrahman Masud, Contemporary Circumtances Contributing to the Rise of Islam, paper individual mata kuliah sejarah di UCLA, AS, dengan bimbingan professor Michael Morony, Spring 1992.

    25 Husain Haekal, Op. Cit. hal. 416.

  • orang yang sudi mengikuti petunjuk kebenaran. Kemudian daripada itu, dengan ini saya mengajak tuan menuruti ajaran Islam. Terimalah ajaran Islam, tuan akan selamat, Tuhan akan memberi pahala dua kali pada tuan. Kalau tuang mengelak, maka dosa-dosa orang Arisiyin menjadi tanggung jawab tuan. Wahai orang-orang ahli kitab, marilah kita sama-sama bergabung pada kata yang sama antara kami dan kamu yakni tidak ada yang kita sembah selain Allah dan kita tidak akan mempersekutukanNya dengan apapun, bahwa yang satu tidak akan mengambil yang lain menjadi tuhan selain Allah. Tapi jika mereka mengelak juga, katakanlah pada mereka, saksikanlah bahwa kami ini orang-orang yang berserah diri (pada Allah).

    Dari teks ini bisa difahami bahwa Nabi tidak memperkenalkan ancaman secara sifik seperti agresi militer, atau paksaan coercion apalagi violence. Ajakan beliau adalah anjuran penggunaan akal sehat, hadiah dan hukuman di hari akhir nanti, serta dialog untuk mencapai kebenaran menjauhi kesesatan. Dalam bahasa komunikasi ini adalah satu tindakan self-assertiveness ekspresi respect di antara mereka. Terbukti, setelah mengorek kebenaran isi surat Nabi pada lawan Nabi, Abu Sufyan sebelum masuk Islam, Hiraclius memberi pernyataan dengan jujur baik disadari maupun tidak sebagai berikut:

    Jika jawaban yang engkau sampaikan atas pertanyaanku itu benar, maka dia akan menguasai kedua tempat kakiku berpijak saat ini. Jauh-jauh sebelumnya aku sudah menyadari bahwa orang seperti dia akan muncul, dan aku tidak menduga dia berasal dari tengah kalian (bangsa Arab). Andaikan aku bisa bebas bertemu dengannya, maka aku lebih memilih bertemu dengannya. Andaikata aku berada di hadapannya, tentu akan kubasuh kedua telapak kakinya.26

    Dialog dengan Yunani, Ancient TraditionBani Abbas yang bertahta lima abad dari abad delapan sampai

    tiga belas tidak diragukan lagi telah banyak mewarnai peradaban Islam. Sebuh saja tokoh-tokohnya seperti Abu Jfar Al-Mansur (berkuasa pada tahun 754 M), Harun al-Rashid (786-809 M) yang mashur dengan kisah-kisahnya juga sering disebut sebagai raja yang

    26 Syaifurrahman al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah (Pustaka al-Kautsar:2000), hal. 466

  • banyak memanfaatkan elemen non Arab khususnya Persi, serta al-Mamun (813-833 M.) yang terkenal Bait al-Hikmah-nya, yakni balai untuk para cendikiawan manca negara. House of wisdom ini lebih mirip Museum Ptolemi di Alexandaria dari pada universitas moderen. Lembaga ini dilengkapi dengan observatory astronomi, biro penerjemah, dan perpustakaan akbar, yang membantu para peneliti serta murid-murid ampuh mereka, bukan murid-murid ingusan. Lembaga ini sangat penting karena mampu menjadi basis koleksi manuskrip-manuskrip asing serta penerjemahan buku-buku ilmiah. Pemikir-pemikir handal semacam Plato Aristotle, Hippocrates, Galen, Ptolemy, serta ilmuwan-ilmuwan klasik lain menjadi begitu akrab bagi publik Muslim.27

    Bani Abbas tidak hanya berkuasa di Baghdad, tapi juga mengembangkan kerajaannya di Egypt yang dimulai dari al-Mustansir tahun 1261 sampai al-Mutawakkil III tahun 1517. Sebelum Abbasiyah mencapai Egypt dua dinasti yang tidak boleh dilewatkan adalah Tuluniah (868- sd- 905M.) dan Fatimiyyah yang berideologi Syi'ah mulai 905 sampai 1171. Meskipun penduduk Egypt tidak mengikuti faham Syi'i tatkala berada di bawah penguasa Syi'i, tapi dinasti ini juga cukup mengesankan dalam sejarah Islam. Fatimiyyah terkenal juga sebagai sponsor pengembangan pengetahuan melalui pendirian Dar al-'Ilmi (house of science) di tahun 1004 M. oleh al-Hakim yang mempunyai koleksi tidak kurang dari 1,600,000 buku. Perpustakaan ini terbuka untuk siapa saja demi kepentingan ilmu dan riset. Sebelumnya, Al-Azhar di Cairo juga didirikan pada tahun 972 sebagai masjid dan dalam waktu yang sama digunakan sebagai pusat kajian keagamaan dan pendidikan. Paper sebelumnya berbunyi:

    The function of Al-Azhar as a mosque and as an educational center was actually significant. Here the Fatimid Qadi (judge, the Caliph's designated representative to adjudicate disputes on the basis of lslamic law), Ali b. Nu'man, read the Shi'i Islamic jurisprudence (fiqh). Al-Azhar was followed by a number ofother similar buildingsfor the Fatimid educational and worship

    27 Baca Bayard Dodge, Muslim Education in Medieval Times, (Washington, D.C. : 1992), hal. 16.

  • purpose.28

    Mulai zaman al-Ma'mun, dunia Islam benar-benar mampu mentransfer "the ancient knowledge" yang dimulai dari usaha penerjemahan di balai tersebut. Al-Mansur bahkan menyewa tenaga khusus non-Muslim sebagai sekretaris. Tentu dialog dengan Yunani telah terjadi jauh sebelum masa al-Ma'mun. Setengah abad sebelumnya pada masa Umayyah sudah ada interaksi dua peradaban itu meskipun belum begitu massif. Pakar sejarah sosial Islam, Ira Lapidus mencatat hal yang serupa sebagai berikut:

    In Syria and in Egypt the whole administrative apparatus, including the revenue administration, and even the form of chancery documents, was Byzantine in origin. Syrian military organization also followed Byzantim models... The Umayyads borrowed Greek motifs and even Greek builders and artists to decorate their mosques and took Sassanian designs and decorations for their palaces.29

    Dalam bentuk pemikiran, pengaruh Yunani kuno juga sudah mulai masuk, terutama sebagai akibat dialog yang tidak terlelakan antara ahli kalam Muslim dengan teolog Nasrani. Pemikiran-pemikiran Hellinistik pada mulanya memikat Muslimin untuk menjawab persoalan-persoalan teologis. Debat para pakar lintas agama secara santun yang terjadi di Istana Umayyah itu memaksa mereka untuk menggunakan logika, terminologi maupun literatur Yunani. Perhelatan dini di Damaskus ini kemudian diikuti dengan berbagai penelitian ilmiah di Bahgdad, dan dengan penerjemanan karya-karya berbahasa Syiria dan Yunani kedalam bahasa Arab.30 Dengan demikian the transfer of knowledge Yunani ke dunia Islam dalam bentuk penerjemahan secara massif baru terjadi setelah Bait al-Hikmah terbuka untuk publik di perempat pertama abad sembilan M.

    Di masa al-Ma'mun Islam tidak hanya melanjutkan tradisi intelektual Byzantine dan Yunani, melainkan juga menciptakan dan mengembangkan tradisi baru. Jika Islam hanya mengambil ilmu dari Yunani, maka tidak akan lahir ilmuwan-ilmuwan besar yang justru

    28 Abdurrahman Masud, The Fatimid Educational Institution in Egypt, (UCLA : Winter 1991).

    29 Ira M. Lapidus, A. History of Islamic Societies, (Cambridge, 1988) hal. 62.30 Lihat Lapidus, hal. 93-94.

  • banyak mengkritik karya-karya Yunani seperti al-Kindi, al-Mas'udi di abad sepuluh (meninggal 956 M.), serta al-Ghazali yang paling keras mengritik tradisi Yunani di abad sebelas-dua belas (M). Dalam kitab Murujal-Dahab, al-Mas'udi menyayangkan kebangkrutan ilmu Filsafat segera setelah Kristen menjadi agama resmi negeri Romawi. Dalam penelitian paper penulis sebelumnya berbunyi: "Due to his critical thinking, al-Mas'udi criticizes not only some Greek thinkers but the Muslims as well. More significantly, he shows his regret at the decay of philosophy after the introduction of Christianity in the Roman Empir."31

    Singkatnya bisa disimpulkan bahwa guru umat Islam selain Muhammad Rasulullah saw. yang mengajarkan kedamaian, tasamuh, keadilan, dialog, kehausan mencari ilmu, pemihakan pada kebenaran, akal sehat, adalah juga bangsa lain yang lebih tua dan telah mencapai kemajuan peradaban terlebih dahulu yakni Yunani, like or dislike. Ungkapan sejarawan Montgomery Watt layak mengakhiri bagian ini: "there is no definite evidence that the first wave of Hellenism was greeted with particular antagonism. "32

    Barat belajar dari Dunia IslamDi abad pertengahan, peradaban Islam telah memberi

    konstribusi yang cukup signifikan dalam kehidupan baru peradaban dunia Barat yang meliputi:1. Sepanjang abad 12 dan sebagian abad 13, karya-karya Muslim

    dalam bidang filsafat, sains dan sebagainya telah diterjemahkan ke dalam bahasa latin, khususnya dari Spain. Penerjemahan ini sungguh telah memperkaya kurikulum pendidikan dunia Barat, khususnya di North-west Eropa.

    2. Muslim telah memberi sumbangan experimental mengenai metode-metode dan teori-teori sains ke dunia Barat.

    3. Sistem notasi dan desimal Arab dalam waktu yang samadikenalkan ke dunia Barat

    4. Karya-karya dalam bentuk terjemah, khususnya dari lbnu Sina 31 Hasil penelitian individu untuk mata kuliah histografi Islam di bawah

    bimbingan Prof K. Ismail Poonawala, dengan topik paper pribadi Muslim Scholarship in the Early Period of Islam UCLA, AS 1993, lihat al-Masudi, Muruj al-Dhawab, ed. Barbier de Meynard, Paris 1861, II, hal. 320-1.

    32 Walt, Montgomery, The Formative Periode of Islam, (Edinburgh, 1973)

  • dalam bidang kesehatan, dipakai sebagai text di lembaga-lembaga pendidikan tinggi sampai pertengahan abad 17.

    5. Ilmuwan-ilmuwan Muslim dengan karya-karya mereka telah merangsang kebangkitan Eropa, memperkaya dengan kebudayaan Romawi kuno serta literatur klasik yang pada gilirannya melahirkan Renaissance.

    6. Lembaga-lembaga pendidikan Islam yang telah didirikan jauh sebelum Eropa bangkit dalam bentuk ratusan madrasah-madrasah adalah pendulu-pendulu, forerunners, universitas-universitas college di Eropa.

    7. Para ilmuwan Muslim berhasil melestarikan pemikiran dan tradisi ilmiah Romawi-Persi sewaktu Eropa dalam kegelapan.

    8. Sarjana-sarjana Eropa belajar di pelbagai lembaga pendidikan tinggi dunia Islam dan mentransfer ilmu pengetahuan ke dunia Barat.

    9. Ilmuwan-ilmuwan Muslim telah menyumbangkan pengetahuan tentang rumah sakit, sanitasi, serta makanan keEropa.33

    Di sinilah posisi sentral konstribusi Islam yang mengantarkan ilmu Greek kuno ke dunia moderen. Guru dunia Barat dalam hampir semua ranah kebudayaan adalah tradisi intelektual Muslim. Sang Guru adalah dunia Islam, sementara sang murid adalah umat Yahudi dan Kristen. Hassan Hanafi menggambarkan hal ini dengan manis:

    Andalusian Symbiosis appeared more in the intellectual relations between Muslim and jews in Spain during the jewish golden age, in theology, philosophy, mystidsm, and science (physics, medidne, astronomy, math, etc), The impact of Muslim philosophy on Christianity did not occur in Muslim Spain. It came later after the the Reconquesta through Latin Averoism in Europe, to create another goldey age in Medieval Christian Thought.34

    (Hubungan simbiosis Spanyol lebih tampak pada hubungan kecendikiawanan antar Muslim dan Yahudi di Andalusia pada

    33 Mehdi Nakosteen, History of Islamic Origins of Western Education, (Colorado : 1964) halaman 61.

    34 Hasan Hanafi, Op.Cit. hal. 256.

  • masa keemasan Yahudi di bidang teologi, filsafat, mistisisme, serta sains yang meliputi fisika, kedokteran, falak, matematika, dan sebagainya. Dampak Filsafat Islam pada tradisi Nasrani tidak terjadi pada masa Islam Spanyol, melainkan menjadi nyata setelah masa Reconcjuesta (penaklukan kembali Spanyol Oleh Kristen abad 12 M.), melalui pemikiran Ibn Rusyd yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin di Eropa, untuk melahirkan masa keemasan kembali pada pemikiran Kristen abad pertengahan). Jika the transfer of knowledge dari Yunani ke dunia Islam banyak

    dimotori oleh para penerjemah professional demikian pula sejarah terulang (history repeats itself untuk meminjam istilah sejarawan Yunani: Thucydides) tatkala Barat belajar dari dunia Islam. Pemikiran-pemikiran ke-Islaman dan filsafat dari Spanyol dibawa ke Eropa. Dengan dikuasainya Toledo oleh umat Islam tahun 1085 dan Saragossa 1118, budaya Islam Spanyol memberi pengaruh kuat terhadap pola pikir kaum Nasrani. Para bangsawan, gerejawan membangun rumah-rumah mereka dengan cara-cara kaum Muslimin serta meminjam motif-motif Islam Spanyol untuk praktek ilmu lambang mereka. Mereka berbaju seperti orang Arab, serta literatur-literatur Islam dan Yahudi diterjemahkan ke dalam bahasa Castilian dan Latin. kisah mi'raj misalnya diterjemahkan ke dalam bahasa Castilian kemudian ke bahasa Prancis klasik dan Latin, yang kemudian bisa dimanfaatkan oleh Dante.35 Munculnya lembaga-lembaga pendidikan tinggi abad 12 Eropa, terjadi secara beruntun dengan penerjemahan karya intelektual dan keilmuan Islam kedalam bahasa Latin, dan penyebarannya ke negara-negara Prancis dan Italia.36

    Deskripsi singkat ini membuktikan bahwa dunia Barat meskipun dalam sejarah lebih banyak bersitegang dengan dunia Islam, tapi dalam masalah arts, seni dalam arti luas, tidak ada lain bagi mereka kecuali tunduk mengagumi warisan legacy dunia Islam. Kekaguman ini bukan sekedar sikap pasif semata semacam, secret admirer. Terbukti 52.000 macam koin cantik dunia Islam pada masa klasik misalnya bisa ditemukan di negera-negera Eropa utara, yang kemudan sebagian dibuat perhiasan yang terbuat dari abad delapan sampai 11 M. Karpet

    35 Lapidus, Op. Cit. hal 385-386.36 Charles Michael Stanton, Pendidikan Tinggi dalam Islam, (logos:1990), hal.

    188.

  • tertua di dunia yakni berasal dari 11 M, sampai saat ini masih bisa ditemukan di gereja pedalaman Marby Sweden Utara, Eropa yang sebagian motifnya berasal dari warisan Islam.37

    Dunia Barat lebih ta'ajub lagi dengan pesona arsitek peninggalan dunia Islam. Salah satu bukti curiosity dan amazement ini adalah bahwa pada musim panas sejarawan Prof. Micheal Morony (UCLA, AS), bersama-sama tidak kurang dari 50 mahasiswa-I AS tiap tahun memanfaatkan waktu belajar sejarah Islam mereka dengan cara langsung melihat dan menikmati trip, kelas jauh di Spanyol. Pengaruh besar arsitektur Islam jelas diakui oleh dunia Barat, seperti:

    "Externally, the impact of Islamic architecture occurred in several different ways. Specific themes of Islam architecture, such as actual writing or imitation of it, are quite common all aver the world. 38

    (Secara eksternal dampak arsitek Islam terjadi dalam macam-macam cara yangberbeda. Tema-tema khusus arsitek Islam, seperti tulisan nyata atau tiruan padanya, sangatlah umum di seluruh dunia).Bahkan menurut orientalis beken, Sir Thomas Arnold, lebih dari

    1000 tahun Eropa memandang tinggi keseniaan Islam sebagai suatu yang menakjubkan, thing of wonder. Pada awalnya warisan-warisan kesenian itu dihubungkan dengan dekatnya tempat-tempat warisan kekuasan Kristen, tapi perkembangan selanjutnya tidak terelakkan karena keindahan kesenian itu sendiri, its own intrinsic beauty.39

    Dengan demikian peradaban Barat yang telah mengalami kemajuan pesat pasca Renaissans dan revolusi Industri pada mulanya tidak bisa disangkal belajar dan kontak secara interaktif dengan dunia Islam. Para ilmuwan serta filosuf Muslim dulu demikian tertariknya pada tradisi intelektual Yunani, menerjemahkan buku-buku mereka dalam berbagai disiplin ilmu kedalam bahasa Arab. Memang peradaban bagaikan obor dan piala bergilir dari Yunani ke dunia Islam kemudian pindah ke Barat kembali di abad pertengahan. Barat moderen adalah anak Islam secara historis. Sayang hubungan bapak-

    37 Joseph Scacht, The Legacy of Islam, (Oxford: 1974), hal 292-293.38 Joseph Scacht, hal. 245.39 Thomas Arnold, The Legacy of Islam, (Oxford : 1960), hal 147.

  • anak ini jarang disadari dan belum menjadi kesadaran bersama umat manusia yang sesungguhnya harus saling belajar dan berhubungan secara empatik.

    Carilah ilmu meskipun di negeri BaratBahwa umat Islam merantau jauh ke dunia Barat untuk

    mengenal peradaban dunia lain dan belajar, sebetulnya bukan merupakan fenomena kekinian abad 20-21. Sejak abad 19 (M) sudah terjadi dialog dan interaksi kultural dunia Islam dengan kemajuan dunia Barat baik secara formal maupun informal. Turki Usmani telah mengimpor budaya, expertise, dan kreativitas budaya Eropa lebih satu abad sebelum Mustafa Kamal Attaturk (wafat 1938 M.), demikian juga kaum intelegensia Iran tidak sedikit yang berlatar belakang pendidikan Barat. Ira Lapidus mendeskripsikan:

    The new intelligentsia was represented in the 1860$ by the young Ottoman society. In the name of synthesis of Ottoman tradition and Ottoman reform, Young Ottomns such as Namik Kemal (1840-88), Ibrahim Shinasi (1826-71) and Ziya Pasha (1825-80) were committed at once to the continuity of the Ottoman regime, to the revitalization of lslam, and to modernization along European lines.

    (Kecendikiawanan baru diwakili oleh anak-anak muda Turki pada tahun 1860-an. Atas nama sistesa tradisi Usmaniyah dan reformasi Usmaniyah, Usmaniyah muda seperti Namik Kemal (1840-88), Ibrahim Shinasi (1826-71) dan Ziya Pasha (1825-80) serentak melakukan komitmen kesinambungan rejim Usmaniyah, revitalisasi Islam, serta modernisasi yang sejalan dengan bangsa Eropa). Sejarah telah membuktikan bahwa pemikir-pemikir kritis dunia

    Islam, rata-rata sudah pernah bersentuhan dengan pemikiran-pemikiran Barat baik secara langsung maupun tidak. Ciri intelektual yang terakhir ini seiring dengan teori sosiolog George A. Theodorson yang menyebut intelektual sebagai makhluk yang terbiasa dengan disiplin mengembangkan pemikiran-pemikiran orisinal dan melacak terobosan-terobosan pemikiran kreatif .40

    Jatuhnya Shah Iran Pahlavi dan naiknya revolusi Islam Iran di 40 Abdurrahman Masud, Menuju Paradigma Islam Humanis, hal 254-255.

  • bawah imamiyah Khumaini 1979, ternyata juga tidak bisa lepas dari dukungan kaum intelegensia Iran yang sedang belajar di luar negeri. Tepatnya adalah CISNU (the Confederation of lranian Students) atau konfiderasi mahasiswa Iran di luar negeri yang selalu menggelar pertemuan tahunan di Frankfurt Jerman Mereka juga memiliki publikasi bersama, Iran Report, untuk mengkonsolidasi pemikiran dan gerakan mereka. Media informasi dan komunikasi ini sangat strategis terutama pada tahun 1978 saat menjelang ambruknya Dinasti Syah Pahlavi.41

    Tokoh sekaliber Muhammad Abduh (lahir 1849 M.) misalnya juga menikmati pengasingan kehidupan di Paris beberapa tahun, serta sempat menikmati London. Saat ditanyakan kesan dan pengalaman Abduh di Eropa, dia menjawab:" Aku melihat Islam di Eropa, meskipun aku tidak melihat Muslim di sana. Sebaliknya aku tidak melihn t islam di Mesir, tapi ketemu banyak Muslim disini."

    Meskipun para cendikiawan Muslim tidak sedikit yang terpesona dengan Liberalisme dan Rasionalisme serta kivativitas dunia Barat, tapi mereka biasanya tidak larut dalam peradaban Barat. Cendikiawan Muslim abad 19 misalnya, Rifa'a al-Tahtawi (1801-73) yang memperoleh mandat dari Muhammad Ali, penguasa Mesir, untuk belajar di Paris menggambarkan Paris abad 19 dengan plus minusnya sebagai berikut:

    ... Sudah menjadi karakter orang Perancis bahwa mereka peduli, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, sangat antusias terhadap hal baru, cinta perubahan dan pembaharuan dalam segala hal, terutama dalam hal baju... perubahan sering tampak pada sifat-sifat mereka, dari gembira cepat menjadi sedih, dari serius kemudian berubah menjadi canda atau sebaliknya, maka dalam satu hari seseorang akan bersikap beberapa macam. Tapi semua ini bisa ditemukan dalam hal-hal kecil, juga dalam hal-hal besar, pandangan mereka tentang politik tidak berubah; setiap orang tetap pada pendiriannya... mereka mengingkari mukjizat, dan tidak percaya sesuatu yang bisa merusak hukum alam, juga tidak percaya bahwa agama akan membawa kebaikan ... tapi di antara pandangan yang terburuk adalah ini, akal intelek serta

    41 Baca Bassam Tibi, The Crisis of Medern Islam : A Preindustrial Culture in the Scientific Technological Age, (Utah : 1988), hal. 104-144.

  • kebaikan filosuf lebih berharga dari ilmu para Nabi. 42

    Tahtawi adalah contoh menarik pembaharu budaya Islam Timur Tengah, yang hidup dalam dua dunia yang sulit dipertemukan. Dia adalah produk proses akulturasi kontemporer.43 Pada umumnya cendikiawan Muslim berpendidikan Barat berpandangan bahwa mengambil hal-hal yang baik dari dunia Barat sah-sah saja, sementara menangkal budaya lokal dari pengaruh negatif budaya asing juga merupakan keharusan. Dengan kata lain penerimaan secara selektif terhadap budaya Barat adalah satu sikap bijaksana Hal ini tidak bisa lepas dari kaidah populer al-Muhafazah 'ala al-qadim al-salih wa al-akhdu bi al-jadid al-aslah: preserving the righteous past and to absorb or to transfer a more suitable innovations. Atau juga bersandar dari ajaran khud al-hikmta min ayyi una, ambilah hikmah darimanapun ia berasal.

    Di Barat mereka tidak hanya duduk manis pergi kuliah di bangku sekolah tapi yang tidak kalah penting adalah belajar dan mengalami nilai-nilai dinamis dan bentuk-bentuk oposisi politik dari dunia nyata. Sebagai dampaknya mereka tidak mau begitu saja saat kembali ke negerinya menyerahkan diri pada pemerintahan dan sistem budaya mereka secara tidak kritis.

    Betapapun, kaum intelektual sering ambisius, ragu untuk terlibat atau sebaliknya menjahui sebuah pemerintahan. Hal ini disebabkan ciri-ciri intelektual itu sendiri yang selalu mempunyai-ide-ide jernih untuk masa depan bangsa dan negaranya, serta setumpuk cita-cita mulia lainnya.

    Kaum intelektual pernah mengkritik diri sendiri sebagai "orang Barat" di dunia "Timur" karena ada kecenderungan di kalangan sebagian intelektual yang mengimpor ide-ide Barat tanpa memperhatikan kondisi lokal. Salah satu di antara mereka dalam sejarah Indonesia adalah Sutan Syahrir (wafat 9 April 1966) yang dengan tegas menganjurkan Indonesia untuk berkiblat ke dunia Barat sebagai jalan keluar dari keterbelakangan bangsa.44

    42 Albert Hourani, A History of the Arab Peoples (New York : 1991), hal 304-304.43 Tibi, Op.Cit., hal 104.44 Alfian, Politik Kebudayaan dan Manusia Indonesia, (Jakarta : 1979), hal. 35-

    36.

  • Kontak budaya lokal dengan budaya Barat kasus Indo-nesia sesungguhnya tidak kalah menarik. Putra Indonesia yang berhasil menggabungkan elemen-elemen asing dan pribumi bisa dilihat pada sosok Bung Karno, Bung Hatta, bahkan jauh sebelumnya Ibu kita Kartini. Mereka diakui atau tidak adalah manusia-manusia baru Indonesia yang unggul dan mampu mengantarkan Indonesia ke babakan Indonesia moderen.

    Berbeda dengan pendekatan ulama, kaum intelektual sebagaimana disinggung di atas lebih banyak menimba dan berkaca dari supremasi Barat meskipun tidak harus menerima dengan sepenuhnya. Tokoh-tokoh intelektual dekade 40-an dan 50-an sebagian besar telah melakukan perantauan mental ke Barat. Dialog pemikir Indonesia dengan dunia Barat sesungguhnya terus berlangsung hingga kini. Demikian juga para pemikir Muslim Indonesia, baik alumni Timur tengah, ilmuwan otodidak, apalagi lulusan Barat, agaknya mustahil membendung mereka dari proses dialog dengan pemikiran dan metodologi Barat. Sebut saja nama-nama besar seperti Prof. Nur Cholis Madjid, Prof. Syafi'i Ma'arif, Prof. Amin Ra'is adalah periode terjun bebas (tanpa campur tangan Depag) putra-putra bangsa merantau ke negeri Barat dalam rangka menempuh pendidikan lebih tinggi.

    Setelah itu, di lingkungan Depag memulai melirik kiblat baru, dunia Barat dengan mengirim dosen-dosen muda ke kampus-kampus Barat sejak tahun 1980-an. Periode pertama kecenderungan pengiriman ini, bisa dilihat pada mereka yang telah memperoleh kesempatan belajar di kampus Barat sebelum tahun 1988 seperti Prof. A. Qodry Azizy, Prof. Dij Syamsuddin, dan Prof. Azyumardi Azra, yang kemudian diikuti dengan program yang lebih massif dalam bentuk pembibitan dosen sejak tahun 1988 yang dimotori oleh Dr, Zamakhsyari Dhofier. Kualitas dosen yang berbobot, pengembangan pemikiran orisinal di lingkungan Depag, serta penguasaan metodologi dunia Barat agaknya menjadi substansi tujuan studi ke Barat dari para arsitek cross-culture ini. Sebagaimana diimpikan oleh motor program pembibitan, pengembangan program S2, S3 di lingkungan Depag akan mustahil terlaksana tanpa back up lulusan-lulusan doktor yang

  • berbobot.45 Buah dari angkatan pertama pembibitan di antaranya bisa dilihat alumni Barat yang saat telah memperoleh gelar profesor seperti penulis dari UCLA AS, Prof. Ahmad Minhaji, dari Mc. Gill University, Canada, dan Prof. Masykuri Abdillah, dari Hamburg University Jerman.

    Setelah berjalan lebih dari satu dekade, saat ini IAIN-IAIN kenamaan di Indonesia pasti sudah "panen" dengan doktor-doktor muda lulusan kampus Barat. Sebut saja IAIN Walisongo paling tidak telah memiliki- 25 doktor dengan minimal enam dari mereka telah mencicipi dan bahkan menikmati lingkungan akademik dunia Barat secara instens.

    Dampak dari dialog ini secara konkrit bisa dicermati seperti peningkatan kualitas pengajar, wawasan pemikiran ke-Islaman yang semakin aktual dan kaya, pengembangan kurikulum, metodologi, serta institusi. Tentu dialog dua dunia ini selama ini tidak terbatas hanya pengiriman dosen. IAIN walisongo misalnya, merencanakan dialog yang lebih intensif dengan universitas Eropa sebagai berikut: Exchanging lectures or researchers from both institutions

    (University of Hamburg and Walisongo IAIN Semarang) to further study for masters, doctor and post doctor programme. It consists in details of 50 participants for masters degree, 50 participants for doctoral degree 20for post doctoral programme within the period of partnership programme. (tukar menukar dosen, peneliti dari dua institusi, University of Hamburg dan IAIN Walisongo Semarang, untuk menempuh studi S2, S3, serta posdoct. Secara rinci akan terdiri dari 50 peserta S2, 50 peserta S3, serta 20 peserta Posdoct selama masa kemitraan)

    Carrying out 20 joint researches within the period of partnership programme relating to agreed subject theme between researches from University of Hamburg and Walisongo IAIN Semarang. (melaksanakan 20 riset gabungan dalam masa kemitraan yang berhubungan dengan topik yang akan disepakati bersama antara peneliti IAIN Walisongo dengan Hamburg University)

    Organizing 5 joint trainings such as curriculum development to develop two institutions: University of Hamburg and Walisongo

    45 Baca Wawancara dengan Zamakhsyari Dhofier di Majalah Kiblat, No. 58. 15 Juli 1991, hal.32-34.

  • IAIN Semarang. (menjalankan 5 training bersama seperti pengembangan kurikulum untuk pengembangan dua institusi, University of Hamburg dan IAIN Walisongo Semarang)

    Facilitating 5 students or researches each year within the period of partnership programme to carry out research in the country of their partner, (memfasilitasi 5 mahasiswa tiap tahun untuk melaksanakan riset di negara kemitraan).

    Publishing the experiences of dialogue and partnership of the two worlds.46 (Menerbitkan pengalaman-pengalaman dialog kemitraan dua dunia itu).

    Bisa diantisipasi di sini bahwa dialog positif dalam bentuk apapun, pasti akan membawa hikmah dan berkah pada dua dunia itu. Salah satu contoh konkrit adalah apa yang selama ini penulis lakukan menjalin dialog persahabatan dengan ilmuwan Amerika. Layak dikemukakan singkat di sini betapa antropolog Ron Lukens-Bull, dari UNF, AS yang semula dalam disertasinya hanya mendeskripsi dan menganalisa hasil studi lapangannya di beberapa pesantren Jawa Timur dalam karya akbarnya Peaceful jihad 1997,47 tapi sejak berinteraksi dengan dosen IAIN, maka ia menyesuaikan dan memperkaya diri dengan pendekatan normatif. Hal ini terlihat jelas dalam kertas kerjanya: "Islamic Ethics of leadership and Followership from Ethnographic, Historical, and Textual Sources" yang dipresentasikan di civitas akademika Pasca sarjana IAIN Walisongo semarang tahun 2001. Ternyata kitab Riyad al-Salihin, yang sering dipandang sebelah mata oleh ilmuwan IAIN bahkan menjadi rujukan utama tulisannya. Di Lingkungan IAIN tentu tradisi textual sources adalah makanan sehari-hari, tapi etnografik dan historis sebagaimana dicontohkan Prof. Ron agaknya memang masih harus digalakkan. Inilah pentingnya mendialogkan keilmuan lAIN dengan Western

    46 Dikutip dari proposal rencana kerjasama IAIN Walisongo dengan Hamburg University 2005-2009 yang disiapkan oleh Tim Afandi Mochtar, Depag tahun 2004.

    47 Saat ini disertasi tersebut dalam bentuk terjemahan Indonesia berada dalam tahap akhir penerbitan di Gama Media Jogjakarta yang segera diterbitkan insya Allah bulan April 2004.

  • scholarship.48

    Hubungan Islam-Dunia Barat Pasca 11 September 2001 di AS, ternyata tidak seburuk yang dikhawatirkan khalayak. Sebelum peristiwa serangan teroris itu pemahaman atau eksistensi Islam di Amerika tidak mendapat sorotan yang mendalam. Tapi setelah 9/11, sorotan, tinjauan, dan kritikan ataupun perhatian terhadap Islam dan komunitas muslim menjadi cukup besar. Timbul rasa ingin tahu yang lebih banyak di kalangan Barat terhadap Islam yang sering dicitrakan menyeramkan di pelbagai mass-media Barat. Ada bless in disguise dari peristiwa naas itu meskipun masih ada peristiwa lanjutan seperti bom Bali dan di beberapa negara lain telah menyusul.

    Pengetahuan warga AS tentang Islam dengan demikian makin membaik, mendalam, dan positif. Hal itu didasarkan dari hasil survei yang pernah dilakukan harian USA Today yang ternyata pemahaman mereka tentang Islam menjadi semakin baik bahkan mencapai angka 80 persen. Survei ini dilakukan dalam skala nasional tahun 2003. Belum lagi disebut disini proyek-proyek besar program kerjasama dunia Islam dengan AS di berbagai negara dari Indonesia sampai Afrika yang meliputi training dan workshop konflik resolusi, American Corner di beberapa perguruan tinggi Islam, serta pengiriman tokoh-tokoh Islam ke AS hampir tidak terhitung, Pimpinan NU-Muhammadiyah sebagai organisasi Islam terbesar di dunia, agaknya tidak terhitung mondar-mandir Jakarta-Washington DC untuk menggelar dialog dua dunia itu. Memang sebagai akibat dari globalisasi, dialog berbagai disiplin ilmu di lingkungan IAIN juga harus dipertimbangkan. Dengan dialog interaktif ini, para ilmuwan IAIN tidak lagi gatek, computer illiterate dan siap berdialog secara kritis dengan ilmuwan-ilmuwan regional maupun global serta peradaban moderen, tapi dengan tetap memegang teguh nilai-nilai Islam serta mempertahankan etika standar secara konsisten.IV. Refleksi & Rekomendasi

    Sebuah catatan awal, preliminary note, runut historis hubungan harmonis Islam-Barat telah digelar. Dengan upaya flash back semacam ini prediksi akan dialog Islam-Barat ke depan yang

    48 Baca Abdurrahman Masud, Pengembangan Ilmu Keislaman di IAIN : Sejarah dan problematikanya. Dipresentasikan 11 Juli 2003 di IAIN Walisongo dalam Bedah buku dan Simposium Nasional Pengembangan Ilmu-Ilmu keislaman di PTAI.

  • diidealkan akan lebih mendekati kebenaran. Menurut Charles van Doren,:

    The more clearly we see how knowledge has changed and grown in the past, particularly the recent past, the more accurately wt can predict the changes that are likely to occur in the future- at least the near future.49

    (Semakin jelas kita melihat pengetahuan berubah dan tumbuh di masa lalu, khususnya masa yang baru lalu, semakin akurat kita meramal perubahan-perubahan yang akan terjadi pada masa yang akan datang- paling tidak di masa mendatang jangka dekat). Menjadi pertanyaan sejarah, "kapan Islam mencapai puncak

    peradabannya." Mayoritas Muslim yang bukan ahli sejarah barangkali akan mengatakan bahwa puncak peradaban Islam berada pada masa Nabi dengan indikasi ayat al-Quran "hari ini Aku sempurnakan agamamu" (Qur'an, 5:3). Message yang terkandung dalam ayat ini bukanlah kesempurnaan peradaban dalam totalitas, civilization in toto, melainkan religiosity segi keagamaan fungsional. Lebih tegas lagi ayat al yauma akmaltu lakum dinakum itu tidak menerangkan atau merujuk sebuah peradaban, melainkan agama Islam sebagai pedoman atau religious law yang paripurna. Yakni Allah telah menyempurnakan sistem keimanan dan memberkahi pada kaum beriman anugerah yang sempurna pada mereka. Apalagi ayat ini diwahyukan di Arafah, Jumat siang 9 Zulhijjah 10 (H) yakni 81 atau 82 hari menjelang wafatnya Nabi. Tidak ada lagi wahyu setelah wahyu terakhir ini.50

    Para sejarawan sering mengatakan bahwa puncak sejarah peradaban Islam berada pada empat abad pertama sejak munculnya

    49 Charles Van Doren, A History of Knowledge, (New York : 1991), hal xviii.50 Islam sebagai agama paripurna bisa dilihat dari beberapa kenyataan bahwa

    Islam adalah sebuah ajaran universal yang ditandai dengan tiga hal. Islam mengajak pada semua umat manusia tanpa memandang turunan, ras, atau lingkungan apapun. Kedua Al-Quran tegas sekali mengajak pada akal sehat, maka tidak menganjurkan taqlid buta pada sebuah dogma yang tidak bisa dipertanggunajawabkan berdasarkan taqlid iman, dan ketiga berbeda dengan kitab-kitab suci lain yang sudah menyejarah, Quran sama sekali belum pernah berubah baik dalam kata maupun apalagi substansi sejak diwahyukan 15 abad yang lalu. Inilah makna kesempurnaan ajaran Islam sebagai final stage of all divine revelation dengan seorang Rasul pamungkas, Khatamul anbiya. Lihat Moh. Asad, Op.Cit. hal 502.

  • Islam seperti yang telah dibahas diatas. Setelah abad itu nampak ada "cultural decline" kemunduran peradaban, yakni sewaktu fenomena dikotomi "Islamic knowledge" dan "non-Islamic knowledge" mulai menghinggapi umat Islam. Misalnya Madrasah Nizam al-Mulk yang hanya mengkhususkan diri pada pengembangan ilmu-ilmu agama di paruh kedua abad 11, bisa dilihat sebagai kemajuan di bidang pendidikan agama, tapi di lain pihak bisa juga dilihat sebagai kemunduran Islamic civilization karena non-Islamic knowledge sudah tidak menjadi perhatian lagi dalam dunia pendidikan Islam. Demikian juga kondisi dan posisi "ulama. Sebelum abad dua belas (M) definisi ulama adalah makhluk multi atau bahkan transdisipliner yang mempercantik diri dengan berbagai disiplin ilmu, bisa dilihat dari sosok Hassan Basri di abad delapan sampai ke al-Ghazali di abad sebelas M. Setelah abad 12 makna 'ulama mengalami penyempitan menjadi sosok yang memperkaya diri hanya dengan ilmu-ilmu agama khususnya ilmu fiqh. Pada periode ini dan seterusnya fiqh menjadi mahkota ilmu, juga induk ilmu mengasingkan jauh-jauh ilmu-ilmu lain. Bagi Muslim yang hidup di abad 21 ini, peradaban Islam selayaknya tidak pernah dipandang final dalam puncaknya. Dengan membatasi empat abad diatas, disadari atau tidak faham Fatalisme yang merenggut etos kerja dan mengandaskan idealisme hari ini dan esok, telah merasuk ke faham dasar umat Islam. Faham inilah yang memperbesar dan memperlama hegemoni Barat atas dunia Islam. Keagungan peradaban Islam di masa lampau perlu ditekuni dengan instensif dan seksama. Kemajuan peradaban Barat yang menguasai dunia sampai hari ini juga perlu diarifi, karena Islam memberi petunjuk bahwa wisdom dari manapun berasal, min ayyi wi'a, selayaknya diserap secara bijak.

    Jika dirasakan selama ini ajaran Islam masih bersifat normatif dan formalistis yang berakibat pasif, maka upaya penciptaan iklim yang kondusif terhadap aktualisasi sistem nilai (value system) dalam rangka memusatkan manusia sebagai aktor perubahan dan peradaban merupakan proses yang tidak pernah dan tidak boleh terhenti. Dengan kata lain, putus asa terhadap realitas sosial yang korup tidak ada dalam vocabulary Islam.

    Islam pada dasarnya merekomendasikan persaudaraan kemanusiaan tanpa pandang bulu ras, kulit, agama, nasionalitas. Islam tidak bisa mentolerir prasangka-prasangka, arogansi-arogansi,

  • apalagi kekerasan berdasarkan perbedaan-perbedaan itu. Inilah yang menjadi tugas utama bersama, melembagakan jihad damai dalam tubuh umat Islam dan pada seluruh umat manusia.

    Komunikasj umat Islam yang efektif dengan membawa message ke-Islaman, kedamaian, mendialogkan kebenaran, kebaikan, dan akal sehat pada era globalisasi dan masyarakat multi kultur ini adalah identik dengan da'wah Islamiyyah yang bersandar dari ajaran wa khatibinnas 'ala qadri 'uqulihim, 'ud'u ila sabili rabbika bi- alhikmati wa al-mau'idat al-hasanah, atau juga wa jadilhum billati hiya ahsan. Proses komunikasi ini bukanlah hal yang mudah dilaksanakan. Apalagi jika komunikasi itu melibatkan aktor-aktor "musuh bebuyutan". Faktor-faktor lintas budaya, agama jelas bisa menciptakan masalah-masalah komunikasi yang cukup serius. Untuk mengurangi jika tidak boleh disebut menghindarkan mispersepsi, misinterpretasi, serta misevaluasi, perlu diperhatikan beberapa prinsip moderen seperti:

    1. Assume differences until similarity is proven. (berangkat dari asumsi berbeda hingga menemukan kesamaan)2. Emphasize description rather than interpretation or evaluation. (lebih menekankan deskripsi dari penafsiran atau evaluasi)3. Practice empathy. (lakukanlah empati/merasa sebagai sesama umat manusia)4. Treat your interpretations as a working hyphothesis.51 (perlakukanlah penafsiran-penafsiran anda sebagai hipotesa operasional).

    Petunjuk praktis teori-teori moderen ini, jika dicermati akar-akar filosofisnya sesungguhnya tidak bertentangan bahkan saling tali menali dengan ajaran dasar Islam. Surat populer dalam al-Qur'an, al-Hujurat : 13, misalnya mengindikasikan bahwa manusia diciptakan bersuku-suku, dan berbangsa-bangsa agar bisa saling belajar satu sama lain. Inilah ayat utama yang menjadi dalil dan rujukan dialog teologis disini. Dalam penelitian sebelumnya penulis menyimpulkan The interpretation of this verse, which indeed be-come the ideological foundation of this enterprise is noteworthy: Islam basically encourages brotherhood of mankind and it is Islam, which is against racial, tribal,

    51 Stephen P. Robins, Organizational Behavior, (New Jersey : 1993) hal 345

  • and national prejudice. Therefore it is part of the Muslim world's responsibilities to institutionalize this ideological foundation.52

    Sejarah telah mengajarkan bahwa saat dua dunia yang berbeda itu saling memahami, saling menghormati, dan saling belajar maka yang terjadi adalah kemajuan budaya dan peradaban khususnya pada pihak yang hendak belajar. Dunia Islam banyak belajar dari Yunani di masa klasik, sementara dunia Barat tidak akan masuk ke masa pencerahan tanpa belajar dari dunia Islam.

    Islam sebagai sebuah sistem teologi telah melengkapi umatnya untuk memperkaya dunianya dengan proses penyerapan budaya dan peradaban lain untuk kepentingan kemanusiaan bukan untuk kepentingan diri sendiri. Secara teologis Islam tidak pernah menganggap rendah dunia lain, termasuk dunia Barat. Bahkan universalisme Islam secara eksplisit tidak membedakan Timur dan Barat. Bila terjadi pembenturan budaya, pasti hal itu merupakan fenomena sosial politik. Jadi bukanlah konflik antar iman dan peradaban sebagaimana thesis Huntington tapi yang terjadi adalah konflik; power dan dominasi. Bila dash of civilization itu sahih, maka sudah tidak ada lagi pelajar-pelajar Muslim yang belajar ke dunia Barat. Tapi sebaliknya sejarah telah menunjukkan dari sejak abad 19 sampai kini kecendrungan studi ke Barat semakin menjamur. Maka vested interest, dan politiklah penyebab utama clash yang terjadi dalam sejarah. Dengan umat Kristen Nabi belum pernah terjadi konflik, kenapa karena di Madinah tidal ada orang Kristen maka tidak pernah terjadi perubatan dominasi atau kekuasaan. Nabi dengan Negus, raja Kristen Ethiopia sebagaimana dituturkan diatas terbukti saling menghormati, dan saling melindungi. Terbukti pula Nabi mengembangkan persahabatan sejati dengan umat manusia lintas iman serta memandang mereka dengan penuh hormat, respek.

    Model dialog Nabi Muhammad yang mengembangkan persahabatan, kedamaian antar umat manusia itulah yang harus dipraktekkan dalam era globalisasi ini, yakni era yang penuh dengan kebencian dan hegemoni antar sesama umat manusia. Hal inipun telah diakui oleh sastrawan kenamaan British Bernard Shaw (1856-

    52 Lihat Abdurrahman Masud, When the Muslim World and the West Learn Each Other, International Journal Ihya Ulum al Din, Vol 3, No. 2 Desember 2001, hal depan editorial.

  • 1950): If a man like Muhammad were assumed to the dictatorship of modern world he would succeed in solving its problem, in a manner which would bring it to the much needed peace in happiness. (jikalau seseorang seperti Muhammad diberi wewenang untuk memimpin dunia moderen, dia akan berhasil memecahkan masalahnya, dengan cara yang akan membawa dunia pada kedamaian dan kebahagiaan yang didambakan).

    Memang era globalisasi adalah era dialog. Siapa saja dituntut untuk merespons globalisasi. Dialog mengharuskan seseorang atau kelompok untuk mengembangkan kemampuan belajar, sebagaimana ajaran dasar Islam yang mengharuskan pemeluknya untuk selalu belajar dari sejak lahir sampai ke liang lahat. Belajar adalah proses ganda antara guru dan murid, saling memperkaya dan mengembangkan kreativitas bersama. Dialog ini tidak diragukan telah dan terus berlangsung dalam sejarah peradaban umat manusia termasuk kontak dua dunia Islam-Barat. Jika model konflik dan peperangan selama ini lebih menghiasi perjalanan sejarah peradaban manusia, kenapa mereka tidak memilih rileks menyayangi kehidupan sesama sambil menyanyikan we are the world. Lembaran baru dialog Islam-Barat harus diwujudkan dengan landasan filosofis bahwa semua budaya setara dan masing-masing bisa mencapai tujuan bersama, serta bersama-sama mengikuti undang-undang universal berdasarkan akal sehat, hak untuk belajar, alam serta penggunaan hukum alam ini.

    Jihad umat Islam dengan landasan teologis yang bisa dipertanggungjawabkan adalah jihad damai atau peaceful jihad. Dengan demikian tidak ada alasan bagi peradaban manapun untuk tidak menyokong semangat dialog antar sesama lintas iman dan lintas bangsa. Dialog semacam ini tidak ada lain kecuali ditujukan pada pencapaian saling pemahaman dan dalam waktu yang sama menegakkan Islam sebagai agama perdamaian, tasamuh dan toleran sesama antar umat manusia.

    Oleh karena itu untuk melawan kekerasan bukanlah dengan kekerasan, karena kekerasan hanya akan menghasilkan kekerasan itu sendiri, violence will breed violence, meminjam istilah Gandhi. Dunia Islam semestinya bisa bekerjasama dengan siapapun termasuk dengan dunia Barat dalam memerangi kesewenang-wenangan, kekerasan, ketidakadilan, kemiskinan, serta segala bentuk

  • ketertinggalan. Cara terbaik untuk memerangi radikalisme agama-agama adalah dengan membackup (mendukung) lembaga-lembaga demokrasi yang lebih mendahulukan kedamaian seperti kontreks Indonesia NU-Muhammadiyah.

    Akhirnya menjadi tugas perguruan tinggi Islam semacam IAIN untuk mengupayakan langkah strategis sebagai berikut: Menciptakan iklim yang sehat bagi tumbuhnya dialog, renewal dan

    gagasan-gagasan segar di lingkungan kita khususnya, dan masyarakat akademis Indonesia pada umumnya sesuai dengan landasan teologis dan histories Islam yang ideal.

    Menda'wahkan Islam humanis yang berpihak pada kemanusiaan dan keadilan, kedamaian, toleransi, saling menghargai perbedaan antar umat manusia, dan antar bangsa.

    Memperkaya modern scholarship dengan informasi dan pengetahuan tentang Islam Indonesia serta hubungan Islam dan dinamika kebudayaan lokal, serta tradisi keilmuan Barat.

    Mengupayakan bridge the gap antara sesama dunia Islam juga antara Muslim and Western scholarship dengan titik tekan pada belajar bersama networking, joined research, serta publikasi hasil studi dan penelitian orisinil.

    Melakukan profesionalisasi pusat-pusat kajian di lingkungan perguruan tinggi agama dalam rangka merespons globalisasi, otonomi daerah, serta future without shock.

    Ketua Senat, Para Anggota Senat serta hadirin yang berbahagia, Demikianlah uraian saya mengenai perlunya membuka lembaran baru dialog Islam-Barat dalam perspektif teologis-historis. Sebelum mengakhiri pidato pengukuhan ini, sekali lagi saya ingin memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi kesempatan, kekuatan, bimbingan dan petunjuk kepada saya selama berkecimpung dalam dunia ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang studi pendidikan Islam dan sejarah peradaban, begitu pula karena ridla-Nya sehingga saya mendapat anugerah dan kesempatan untuk diangkat sebagai Guru Besar Ilmu Sejarah Kebudayaan Islam di Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang: alhamdulillah wasysyukru lillah.

    Pada kesempatan yang terbaik ini sudah seharusnya saya

  • menyampaikan ucapan terima kasih kepada Pemerintah Republik Indonesia, c.q Departemen Pendidikan Nasional (juga Depag) yang telah memberi kepercayaan dan mengangkat saya untuk menduduki jabatan Guru Besar. Ucapan terima kasih yang tulus serta penghargaan yang setinggi-tingginya saya sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. H. Abdul Djamil, MA,

    Agama Islam Departemen Agama, Prof. H. A. Qodry A. Azizy, dan Menteri Agama, Prof. Dr. H. Aqil Siraj Munawar, yang telah berkenan meneruskan usulan guru besar saya kepada Menteri Diknas untuk penetepannya, dan sekaligus menghadiri upacara pengukuhan ini. Jazakumullah.

    Terimakasih serupa juga saya alamatkan pada AMINEF, the Fulbright Foundation yang telah memberi beasiswa selama saya belajar dan melakukan penelitiaan di negeri jauh AS. Kepada kolega dosen IAIN, juga mahasiswa saya di pasca dan di program S1, saya ingin berbagi terimakasih atas kebersamaannya selama ini. Juga pada seluruh jajaran panitia pengukuhan tidak boleh lupa disampaikan terimakasih

    Ucapan terima kasih juga saya haturkan kepada para Guru, ustadz, dan kyai saya sejak TK, Ibtidaiyyah, Tsanawiyah, dan 'Aliyah, serta pesantren-pesantren yang telah membentuk faham keagamaan dan tingkah laku saya.

    Selanjutnya, saya sampaikan rasa terimakasih dengan penuh rasa hormat dan tulus sedalam-dalamnya kepada orang tua saya, Ibunda Hj. Humaidah Amir Hadi, dan ayahanda al-Marhum H. Mas'ud Irsyad. Alhamdulillah hari ini Ibunda bisa menghadiri upacara pengukuhan pada siang beserta keluarga besar kami dari Kudus, Sukabumi, dan Jakarta. Do'a restu dan dorongan ibunda adalah penyebab utama segala sukses dalam kehidupan yang ananda alami. Semoga jabatan Guru besar yang saya sandang saat ini turut membahagiakan ibunda. Demikian juga doa Ibunda mertua Hj. Cicah A'isyah yang selama ini mengiringi pencerahan dan kebahagiaan kami sekeluarga, saya haturkan terimakasih. Kepada saudara-saudari kandung saya, juga terimakasih atas dukungan moril dan do'annya selama ini.

    Penghargaan dan terimakasih yang tiada terhingga saya sampaikan kepada istri saya tercinta Hj. Dra Ella Nurlaila yang selama

  • ini lebih dari 15 tahun mendampingi saya dalam segala suka dan duka. Kepada anak-anak saya terimakasih atas segala pengertiannya. Mudah-mudahan suatu saat nanti, Insya Allah, engkau semua semua dapat mengikuti jejak langkah orang tuamu.

    Semoga Allah SWT selalu memberikan limpahan taufiq dan hidayah-Nya kepada kita semua, Amin yaa rabbal alamin.

    Ketua senat, para anggota senat serta hadirin yang terhormat,Akhirnya terimakasih atas kesediaan dan kesabaran hadirin

    sekalian untuk mendengarkan dan memperhatikan pidato ini sampai selesai, disertai permohonan maaf sekiranya ada hal-hal yang kurang berkenan di hati hadirin sekalian. Sekian dan terimakasih.

    Wassalamu'alaikum w.wb. Wallahu A'lamu Bishshawab. (Al-Faqir ila rahmati Rabbihi).

  • DAFTAR PUSTAKA

    I. Primary sources

    al-Mubarakfury, Syaifurrahman, Sirah Nabawiyah (Pustaka al-Kautsar : 2000)

    Asad, Moh, The Messages of the Qur'an (Gibraltar: 1993) al-Ghazali, Ihya 'Ulum al-Din I, pada bab kitab al-'ilmi (Beirut : tt)

    al-Mas'udi, Muruj al-Dhahab, ed. Barbier de Meynard, (Paris: 1861)Al-Subki, Tabaqat tal-Shafi'iyya al-Kubra (Cairo: 1964) Al-Tabari, Ta'rikh al-Umam wa-l-Muluk (Leiden: 1881) Suyuti,Jalal al-Din, Tarikh al-Khulafa' (Cairo: 1975) Shahrastani, Al-Milal wa-l-Nihal, English translation, A.K. Kazi and J.G.

    Flynn (London: 1984)II. Secondary sources

    Alfian, Politik Kebudayaan dan Manusia Indonesia (Jakarta: 1979)Amstrong, Karen, The Battlefor God (New York: 2000) Arnold, Thomas, The Legacy of Islam (Oxford: 1960) Berkey, Jonathan, The Transmission of Kn