documenta

23
A. Judul Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas XI Pada Konsep Fluida Statis. B. Masalah Penelitian 1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu bentuk upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan, dalam arti usaha sadar dan terencana mewujudkan proses belajar sepanjang hayat, menyentuh semau sendi kehidupan, semua lapisan masyarakat, dan segala usia.[1] Kesadaran tentang pentingnya pendidikan telah mendorong berbagai upaya dan perhatian seluruh lapisan masyarakat terhadap setiap perkembangan dunia pendidikan, terutama perkembangan dalam bidang teknologi dan informasi, dimana pengetahuan tentang ilmu fisika yang sangat erat kaitannya dengan IPTEK sangat perlu untuk dikembangkan mulai dari tingkat dasar untuk dapat bersaing dan dapat bertahan dengan kondisi jaman yang selalu berkembang seiring berjalannya waktu, maka dalam proses pembelajaran harus dapat mengembangkan kemampuan siswa seutuhnya agar memiliki kualitas sumber daya manusia yang baik untuk menjawab tantangan-tantangan yang ada. Dalam proses pembelajaran guru dituntut untuk bisa memilih model pembelajaran yang tepat sesuai dengan situasi dan kondisi siswa agar mencapai keberhasilan dalam belajar. Keberhasilan yang dimaksud adalah siswa dapat membangun konsep-konsep fisika dengan bahasanya sendiri, mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari, serta mampu menyelesaikan masalah-masalah fisika yang ia temukan. Pelajaran fisika adalah pelajaran yang mengajarkan berbagai pengetahuan yang dapat mengembangkan daya nalar, analisa, sehingga hampir semua persoalan yang berkaitan dengan alam dapat dimengerti. Untuk dapat mengerti fisika secara luas, maka harus dimulai dengan kemampuan pemahaman konsep dasar yang ada pada pelajaran fisika. Berhasil atau tidaknya seorang

Upload: nopita-sari

Post on 08-Feb-2016

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: DocumentA

A. Judul

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas XI Pada Konsep Fluida Statis.

B. Masalah Penelitian

1. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu bentuk upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan, dalam arti usaha sadar dan terencana mewujudkan proses belajar sepanjang hayat, menyentuh semau sendi kehidupan, semua lapisan masyarakat, dan segala usia.[1] Kesadaran tentang pentingnya pendidikan telah mendorong berbagai upaya dan perhatian seluruh lapisan masyarakat terhadap setiap perkembangan dunia pendidikan, terutama perkembangan dalam bidang teknologi dan informasi, dimana pengetahuan tentang ilmu fisika yang sangat erat kaitannya dengan IPTEK sangat perlu untuk dikembangkan mulai dari tingkat dasar untuk dapat bersaing dan dapat bertahan dengan kondisi jaman yang selalu berkembang seiring berjalannya waktu, maka dalam proses pembelajaran harus dapat mengembangkan kemampuan siswa seutuhnya agar memiliki kualitas sumber daya manusia yang baik untuk menjawab tantangan-tantangan yang ada.

Dalam proses pembelajaran guru dituntut untuk bisa memilih model pembelajaran yang tepat sesuai dengan situasi dan kondisi siswa agar mencapai keberhasilan dalam belajar. Keberhasilan yang dimaksud adalah siswa dapat membangun konsep-konsep fisika dengan bahasanya sendiri, mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari, serta mampu menyelesaikan masalah-masalah fisika yang ia temukan.

Pelajaran fisika adalah pelajaran yang mengajarkan berbagai pengetahuan yang dapat mengembangkan daya nalar, analisa, sehingga hampir semua persoalan yang berkaitan dengan alam dapat dimengerti. Untuk dapat mengerti fisika secara luas, maka harus dimulai dengan kemampuan pemahaman konsep dasar yang ada pada pelajaran fisika. Berhasil atau tidaknya seorang siswa dalam memahami tentang pelajaran fisika sangat ditentukan oleh pemahaman konsep.

Dalam belajar fisika hendaknya fakta konsep dan prinsip-prinsip fakta tidak diterima secara prosedural tanpa pemahaman dan penalaran. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak seseorang (guru) ke kepala orang lain (siswa). Siswa sendirilah yang harus mengartikan apa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalaman-pengalaman mereka. Pengetahuan atau pengertian dibentuk oleh siswa secara aktif, bukan hanya diterima secara pasif dari guru mereka.

Konsep fluida statis merupakan konsep yang cukup penting dalam kurikulum pembelajaran fisika. Konsep ini diperkenalkan sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP) dan merupakan konsep yang sangat dekat dengan fenomena yang sering ditemui siswa dalam kehidupan sehari-hari. Namun demikian, pada kenyataannya tidak sedikit siswa yang mengalami kesulitan dalam menguasai konsep-konsep fluida ststis dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Page 2: DocumentA

Seorang siswa dalam belajar fisika dikatakan kurang berhasil apabila perubahan tingkah laku yang terjadi belum mampu menentukan kebijaksanaannya untuk mencapai suatu hasil yang telah ditetapkan secara tepat dalam waktu yang telah ditentukan. Untuk mencapai suatu hasil belajar yang maksimal, banyak aspek yang mempengaruhinya, di antaranya aspek guru, siswa, metode pembelajaran dan lain-lain.

Menurut Gage (1984), belajar dapat di definisikan sebagai suatu proses dimana satu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman.[2]

Belajar merupakan suatu proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Tingkat keberhasilan pendidikan tidak terlepas dari proses belajar dan pembelajaran yang dilakukan oleh siswa.

Masalah yang di hadapi oleh siswa dalam proses belajar mengajar yaitu kesulitan siswa dalam memahami materi yang di ajarkan guru dengan menggunakan model pembelajaran yang belum mengaktifkan seluruh siswa. Selama ini guru masih menggunakan model pembelajaran kelompok yang konvensional. Model pembelajaran seperti ini menyebabkan keterlibatan seluruh siswa dalam aktivitas pembelajaran yang sangat kecil, karena kegiatan pembelajaran di dominasi oleh siswa yang memiliki kemampuan tinggi sementara yang memiliki kemampuan rendah hanya menonton saja (pasif). Hal ini berarti dalam suatu kelompok belajar masih banyak siswa yang belum melakukan keterampilan kooperatif. Hal ini menyebabkan sebagian besar siswa terutama yang memiliki kemampuan rendah enggan berpikir, sehingga timbul perasaan jenuh dan bosan dalam mengikuti pelajaran fisika.akibat dari sikap siswa tersebut, maka hasil belajarpun kurang memuaskan, dalam arti tidak memenuhi batas tuntas yang di tetapkan sekolah.

Suasana kelas perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa sehingga siswa mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain. Dalam interaksi ini, siswa akan membentuk komunitas yang memungkinkan mereka mencintai proses belajar dan mencintai satu sama lain.

Dalam proses belajar mengajar melibatkan berbagai macam aktivitas yang harus dilakukan, terutama jika menginginkan hasil yang optimal. Salah satu cara yang dapat dipakai agar mendapatkan hasil yang optimal seperti yang diinginkan adalah memberi tekanan dalam proses pembelajaran. Hal ini dapat dilaksanakan dengan memilih salah satu model pembelajaran yang tepat karena pemilihan model pembelajaran yang tepat pada hakikatnya merupakan salah satu upaya dalam mengoptimalkan hasil belajar siswa.

Salah satu model pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk berinteraksi satu sama lain adalah model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif dapat memotivasi siswa, memanfaatkan seluruh energi sosial siswa, saling mengambil tanggung jawab. Model pembelajaran kooperatif membantu siswa belajar mulai dari keterampilan dasar sampai pemecahan masalah yang kompleks. Ironisnya, model pembelajaran kooperatif belum banyak diterapkan dalam pendidikan walaupun orang indonesia sangat membanggakan sifat gotong-royong dalam kehidupan bermasyarakat.

Page 3: DocumentA

Model Pembelajaran kooperatif memiliki beberapa tipe. Salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yang dapat membangun kepercayaan diri siswa dan mendorong partisipasi mereka dalam kelas adalah model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share. Model Pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share membantu siswa mengintepretasikan ide mereka bersama dan memperbaiki pemahaman.[3] Dalam hal ini, guru sangat berperan penting untuk membimbing siswa melakukan diskusi, sehingga terciptanya suasana belajar yang lebih hidup, aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Dengan demikian jelas bahwa melalui model pembelajaran Think-Pair-Share, siswa secara langsung dapat memecahkan masalah, memahami suatu materi secara berkelompok dan saling membantu antara satu dengan yang lainnya, membuat kesimpulan (diskusi) serta mempresentasikan di depan kelas sebagai salah satu langkah evaluasi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran Think-Pair-Share sebagai salah satu upaya dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share cocok digunakan di SMA karena kondisi siswa SMA yang masih dalam masa remaja membuat mereka menyukai hal baru dan lebih terbuka dengan teman sebaya dalam memecahkan permasalahan yang mereka hadapi.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya dan sebagai salah satu alternatif pembelajaran inovatif yang dapat mengembangkan keterampilan berkomunikasi dan proses interaksi di antara individu yang dapat digunakan sebagai sarana interaksi sosial di antara siswa dan sekaligus menjawab masalah yang ada di sekolah, penulis bermaksud mengadakan penelitian dengan judul Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) Teradap Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas XI Pada Konsep Fluida Statis.

2. Identitas Masalah

Berdasarkan latar belakang terjadinya masalah yang telah dipaparkan, penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut :

a) Siswa masih menganggap fisika sebagai mata pelajaran yang sulit.

b) Kemampuan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep fisika yang masih kurang.

c) Proses pembelajaran fisika lebih menekankan pada pencapaian tuntutan kurikulum dan penyampaian materi semata, sehingga menyebabkan rendahnya hasil belajar fisika siswa.

d) Guru belum menerapkan model pembelajaran yang mampu menciptakan suasana pembelajaranan yang menarik dan menyenangkan.

3. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan, terdapat berbagai masalah yang harus dihadapi. Sehingga pembatasan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

a. Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe think pair share (TPS) terhadap hasil belajar fisika siswa kelas XI pada konsep fluida statis.

Page 4: DocumentA

b. Hasil belajar fisika yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil tes kognitif saja. Adapun ranah kognitif yang dinilai adalah berdasarkan taksonomi bloom yg sudah direvisi oleh Madaus, dkk yaitu mengingat (C1), memahami (C2), menerapkan (C3), dan evaluasi (C4).[4]

c. Peneliti akan memfokuskan pada penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share (TPS).

4. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang telah diuraikan, maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian sebagai berikut: “Apakah Terdapat Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas XI Pada Konsep Fluida Statis ?”

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui prestasi belajar siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share.

b. Untuk mengetahui kemampuan siswa dalam mencapai indikator setelah mengikuti kegiatan pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-share pada pokok bahasan fluida statis.

c. Untuk mengetahui respon siswa terhadap model pembelajaran kooperatif tipe Think - Pair – Share pada pokok bahasan fluida statis.

2. Kegunaan penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini sebagai berikut:

a. Merupakan sumbangan yang berharga bagi lembaga pendidikan SMA 12 Tangsel dalam rangka memperbaiki dan mengembangkan proses belajar mengajar terutama untuk meningkatkan prestasi belajar siswa terhadap mata pelajaran fisika.

b. Dengan metode pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share siswa akan terbiasa untuk belajar mandiri dan berdiskusi tanpa harus di dekte oleh guru.

c. Mendorong guru untuk pro-aktif dalam menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share dan memotivasi siswa dalam meningkatkan prestasi belajar.

d. Menambah pengalaman dan wawasan berpikir bagi penulis terutama tentang penelitian ilmiah.

Page 5: DocumentA

D. Kajian teoritis dan Kerangka teoritis

1. Kajian teoritis

a. Model Pembelajaran

Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologis pendidikan dan teori belajar yang di rancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas. Seiring dengan berkembangnya zaman dan kurikulum yang terus mengalami perubahan. Adapun berikut ini adalah pengertian model pembelajaran menurut pendapat para tokoh pendidikan antara lain:

Menurut Agus Suprijono model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial.

Menurut Mills model adalah bentuk representasi akurat sebagai proses actual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu.

Menurut Richard I Arends model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap kegiatan di dalam pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan kelas.

Dari beberapa definisi para ahli di atas dapat di simpulkan bahwa model pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar bagi para siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.

Secara harfiah model pembelajaran merupakan strategi yang di gunakan untuk meningkatkan motivasi belajar, sikap belajar di kalangan siswa, mampu berpikir kritis, memiliki keterampilan sosial, dan pencapaian hasil pembelajaran yang optimal. Model pembelajaran adalah betuk penjabaran yang tergambar dari awal sampe akhir yang disajikan secara khas oleh guru kelas. Dalam model pembelajaran terdapat strategi pencapaian kompetensi siswa dengan pendekatan, metode dan teknik pembelajaran.

b. Jenis- jenis model pembelajaran

Sugiyanto (2008) mengemukakan bahwa ada banyak model pembelajaran yang dikembangkan oleh para ahli dalam usaha mengoptimalkan hasil belajar siswa. Model pembelajaran tersebut antara lain terdiri dari:

1. Model Pembelajaran Kontekstual

Model pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa. Pembelajaran ini juga mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh dari usaha siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru ketika siswa belajar.

Page 6: DocumentA

2. Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif merupakan pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.

3. Model Pembelajaran Kuantum

Model pembelajaran kuantum merupakan rakitan dari berbagai teori atau pandangan psikologi kognitif dan pemrograman neurologi yang jauh sebelumnya sudah ada.

4. Model Pembelajaran Terpadu

Model pembelajaran terpadu merupakan pembelajaran yang memungkinkan siswa baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip secara holistik. Pembelajaran ini merupakan model yang mencoba memadukan beberapa pokok bahasan.

5. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning – PBL)

Model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning – PBL) merupakan pembelajaran yang mengambil psikologi kognitif sebagai dukungan teoritisnya. Fokusnya tidak banyak pada apa yang sedang dikerjakan siswa tetapi pada apa yang siswa pikirkan selama mereka mengerjakannya. Guru memfungsikan diri sebagai pembimbing dan fasilitator sehingga siswa dapat belajar untuk berfikir dan menyelesaikan masalahnya sendiri.

c. Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang saling asuh antar siswa untuk menghindari ketersinggungan dan kesalah pahaman yang dapat menimbulkan permusuhan[5].

Secara sederhana, kata kooperatif berarti mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu tim. Jadi, pembelajaran kooperatif dapat diartikan belajar bersama, saling membantu satu sama lain dalam belajar dan memastikan bahwa setiap orang dalam kelompok mencapai tujuan atau tugas yang telah di tentukan sebelumnya.

Lie menyebut pembelajaran kooperatif dengan istilah pembelajaran gotong royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan teman-teman yang lainnya dalam tugas yang terstruktur. Sedangkan pendapat jahiri menyebutkan bahwa pembelajaran kooperatif sebagai pembelajaran kooperatif yang menuntut di terapkannya pendekatan belajar siswa yang sentris, humanistik dan demokratis serta disesuaikan pada kemampuan siswa dan lingkungan belajarnya. Dengan demikian, pembelajaran kooperatif mampu membelajarkan diri dan kehidupan siswa baik di kelasatau di sekolah.

Pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam memepelajari materi pelajaran[6]bit. Dalam kelas kooperatif, para siswa diharapkan

Page 7: DocumentA

dapat saling membantu, saling mendiskusikan dan berargumentasi, untuk masalah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing. Pembelajaran koopertif bukanlah gagasan baru dalam dunia pendidikan, tetapi sebelum msa belakangan ini metode ini hanya digunakan oleh beberapa guru untuk tujuan-tujuan tertentu, seperti tugas-tugas atau laporan kelompok tertentu.[7]

Ada banyak alasan yang membuat pembelajaran kooperatif memasuki jalur utama praktik pendidikann kooperat. Salah satunya adalah berdasarkan penelitian dasar yang mendukung penggunaan pembelajaran kooperatif untuk meningkatkan pencapaian prestasi para siswa, dan juga akibat-akibat positif lainnya yang dapat mengembangkan hubungan antar kelompok, penerimaan terhadap teman sekelas yang lemah dalam bidang akademik, dan meningkatkan rasa harga diri.

Inilah inti dari pembelajaran kooperatif (Slavin, 1928a,b)[8]. Dalam metode pembelajaran kooperatif, para siswa akan duduk bersama dalam kelompok yang beranggotakan empat orang untuk menguasai materi yang disampaikan oleh guru. Anggota timnya heterogen yang terdiri dari siswa yang berprestasi tinggi, sedang, dan rendah, laki-laki dan perempuan, dan berasal dari latar belakang etnik yang berbeda.

Metode pembelajaran kooperatif tentu saja bukan hal baru. Para guru sudah menggunakannya selama bertahun-tahun dalam bentuk laboratorium, kelompok tugas, kelompok diskusi, dan sebagainya. Namun penelitian terakhir di Amerika dan beberapa negara lain telah menciptakan metode-metode pembelajaran kooperatif yang sistematik dan praktis yang ditujukan untuk digunakan sebagai elemen utama dalam pola pengaturan di kelas, pengruh penerapan metode-metode ini juga telah di dokumentasikan, dan telah di aplikasikan ada kurikulum pengajaran yang lebih luas. Metode-metode ini sekarang telah digunakan secara ekstensif dalam setiap subjek yang dapat dikonsepkan, pada tingkat kelas mulai dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi, dan pada berbagai macam sekolah di seluruh dunia[9].

d. Metode Think Pair Share (TPS)

Tipe ini di kembangkan oleh Frank Lyman, dkk. Dari universitas Maryland 1981 yang mampu mengubah asumsi bahwa metode resitasi dan diskusi perlu diselenggarakan dalam seting kelompok kelas secara keseluruhan. Tipe ini memberikan kepada para siswa waktu untuk berpikir dan merespon serta salaing bantu satu sama lain.[10]

Dikemukakan oleh Lie bahwa, “Think Pair Share adalah pembelajaran yang memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri dan bekerjasama dengan orang lain”.

Sedangkan menurut gunter Think-Pair-Share adalah pembelajaran dengan cara siswa saling belajar satu sama lain dan mendapatkan jalan keluar dari ide mereka setelah berdiskusi dan membuat ide mereka untuk didiskusikan dalam seluruh kelas.

Hal senada juga disampaikan oleh Ibrahim, dkk, mereka menyatakan bahwa TPS (Think Pair Share) atau (Berfikir Berpasangan Berbagi) merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Think-Pair-Share menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam kelompok kecil (2-6 anggota) dan lebih dirincikan oleh penghargaan kooperatif, dari pada penghargaan individual.

Page 8: DocumentA

Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran koopratif learning tipe Think Pair Share (TPS) adalah Model Pembelajaran yang menggunakan metode diskusi berpasangan yang dilanjutkan dengan diskusi pleno. Dengan model pembelajaran ini siswa dilatih bagaimana mengutarakan pendapat dan siswa juga belajar menghargai pendapat orang lain dengan tetap mengacu pada materi atau tujuan pembelajaran.[11]

Think-Pair-Share merupakan model pembelajaran yang menggunakan teknik sederhana namun menghasilkan keuntungan yang besar. Think-Pair-Share dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengingat suatu informasi dan seorang siswa juga dapat belajar dari siswa lain serta saling menyampaikan idenya untuk didiskusikan sebelum disampaikan di depan kelas. Selain itu, Think-Pair-Share juga dapat memperbaiki rasa percaya diri dan semua siswa diberi kesempatan berpartisipasi dalam kelas.

Think-Pair-Share digunakan untuk mengajarkan isi akademik atau untuk mengecek pemahaman siswa terhadap isi tertentu. Guru menciptakan interaksi yang dapat mendorong rasa ingin tahu, ingin mencoba, bersikap mandiri, dan ingin maju. Guru memberi informasi, hanya informasi yang mendasar saja, sebagai dasar pijakan bagi anak didik dalam mencari dan menemukan sendiri informasi lainnya. Atau guru menjelaskan materi dengan mengaitkannya dengan pengalaman dan pengetahuan anak sehingga memudahkan mereka menanggapi dan memahami pengalaman yang baru bahkan membuat anak didik mudah memusatkan perhatian. Karenanya guru sangat perlu memperhatikan pengalaman dan pengetahuan anak didik yang didapatinya dalam kehidupan sehari-hari.

Hasil dari Think-Pair-Share adalah untuk mengembangkan partisipasi siswa dalam kelas dengan berdiskusi dan meningkatkan pemahaman konsep. Dengan cara siswa saling belajar satu sama lain dan mendapatkan jalan keluar dari ide mereka setelah berdiskusi dan membuat ide mereka untuk didiskusikan dalam kelas (Gunter, 1999).

Langkah-langkah (syntaks) model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share terdiri dari lima langkah, dengan tiga langkah utama sebagai ciri khas yaitu think, pair, dan share. Kelima tahapan pembelajaran dalam model pembelajaran kooperatif tipe think pair share dapat dilihat pada tabel berikut :

Fase Atau Tahapan

Perilaku Guru

Fase 1: Memberikan orientasi kepada peserta didik

Ø Guru menjelaskan aturan main dan batasan waktu untuk tiap

Ø kegiatan, memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah

Ø Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai oleh siswa

Fase 2:

Think (berfikir secara individu)

Page 9: DocumentA

Ø Guru menggali pengetahuan awal siswa melalui kegiatan demonstrasi

Ø Guru memberikan Lembar Kerja Siswa (LKS) kepada seluruh siswa

Ø Siswa mengerjakan LKS tersebut secara individu

Fase 3:

Pair (berpasangan dengan teman sebangku)

Ø Siswa dikelompokkan dengan teman sebangkunya

Ø Siswa berdiskusi dengan pasangannya mengenai jawaban tugas yang telah dikerjakan

Fase 4:

Share (berbagi jawaban dengan pasangan lain)

Ø Satu pasang siswa dipanggil secara acak untuk berbagi pendapat kepada seluruh siswa di kelas dengan dipandu oleh guru.

Fase 5:

Penghargaan

Ø Siswa dinilai secara individu dan kelompok

e. Pengertian Belajar

Balajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangant fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri.

Oleh karenanya, pemahaman yang benar mengenai arti belajar dengan segala aspek, bentuk, dan manifestasinya mutlak diperlukan oleh para pendidik khususnya para guru. Kekeliruan atau ketidaklengkapan persepsi mereka terhadap proses belajar dan hal-hal yang berkaitan dengannya mungkin akan mengakibatkan kurang bermutunya hasil pembelajaran yang dicapai peserta didik.

Menurut Gage (1984) belajar dapat di definisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akiba pengalaman[12].

Menurut W.S. Winkel, belajar merupakan kegiatan mental yang tidak dapat disaksikan dari luar. Apa yang terjadi dalam diri seseorang yang sedang belajar, tidak dapat diketahui secara langsung hanya dengan mengamati orang tersebut[13].

Menurut Arief S. Sadiman, dkk. belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak dia masih bayi hingga ke liang lahat nanti. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar adalah adanya prubahan tingkah laku

Page 10: DocumentA

dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut baik perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif).[14]

Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah lakusebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkahlaku[15].

Dari beberapa pengertian belajar diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Belajar adalah kunci yang paling vital dalam setiap usaha pendidikan, sehingga tanpa belajar sesungguhnya tidak pernah ada pendidikan. Sebagai suatu proses, belajar hampir selalu mendapat tempat yang luas dalam berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan upaya pendidikan, misalnya psikologi pendidikan. Perubahan dan kemampuan untuk berubah merupakan batasan dan makna yang terkandung dalam belajar. Karena kemampuan berubahlah, manusia terbebas dari kemandegan fungsinya sebagai khalifah dibumi. Selain itu, dengan kemampuan berubah melalui belajar itu, manusia secara bebas dapat mengeksplorasi, memilih, dan menetapkan keputusan penting untuk kehidupannya. E.L. Thorndike meramalkan, jika kemampuan belajar umat manusia dikurangi setengahnya saja maka peradaban yang ada sekarang tak akan berguna bagi generasi mendatang. Bahkan, mungkin peradaban itu sendiri akan lenyap ditelan zaman[16].

f. Hasil Belajar

Belajar dan mengajar merupakan konsep yang tidak bisa dipisahkan. Belajar merujuk pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subyek dalam belajar. Sedangkan mengajar merujuk pada apa yang seharusnya dilakukan seseorang guru sebagai pengajar. Dua konsep belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru terpadu dalam satu kegiatan. Diantara keduannya itu terjadi interaksi dengan guru. Kemampuan yang dimiliki siswa dari proses belajar mengajar saja harus bisa mendapatkan hasil bisa juga melalui kreatifitas seseorang itu tanpa adanya intervensi orang lain sebagai pengajar. Oleh karena itu hasil belajar yang dimaksud disini adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki seorang siswa setelah ia menerima perlakukan dari pengajar (guru).

Jadi hasil belajar adalah kemampuan keterampilan, sikap dan keterampilan yang diperoleh siswa setelah ia menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dapat mengkonstruksikan pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari.

Nana Sudjana mengemukakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia memperoleh pengalaman belajarnya. Dalam belajar terjadi proses berpikir dan terjadi kegiatan mental, dan dalam kegiatan menyusun hubungan-hubungan antara bagian-bagian informasi yang diperoleh sebagai pengertian. Karena itu orang menjadi memahami dan menguasai hubungan-hubungan tersebut. Dengan demikian dapat

Page 11: DocumentA

menampilkan pemahaman dan penguasaan bahan yang dipelajari tersebut, inilah yang disebut hasil belajar.

Gagne mengelompokan hasil belajar menjadi lima bagian dalam bentuk kapabilitas. Gagne dan Briggs (1978 : 49-55) menerangkan bahwa hasil belajar yang berkaitan dengan lima kategori tersebut adalah [17]:

a) Keterampilan Intelektual adalah kecakapan yang berkenaan dengan pengetahuan prosedural yang terdiri atas deskriminasi jamak, konsep konkret dan terdefinisi, kaidahserta konsep.

b) Strategi Kognitif adalah kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah baru dengan jalan mengatur proses internal masing-masing individu dalam memperhatikan, mengingat dan berpikir.

c) Informsi Verbal adalah kemampuan untuk mendeskripsikan sesuatu dengan kata-kata dengan jalan mengatur informasi-informasi yang relevan.

d) Keterampilan motorik adalah kemampuan untuk melaksanakan dan mengkoordinasikan gerakan-gerakan yang berhubungan dengan otot.

e) Sikap merupakan kemampuan internal yang berperan dalam mengambil tindakan untuk menerima atau menolak berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut.

Bloom membagi hasil belajar menjadi tiga kawasan yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Kawasan kognitif berkenaan dengan ingatan atau pengetahuan dan kemampuan intelektual serta keterampilan-keterampilan. Kawasan psikomotorik adalah kemampuan-kemampuan menggiatkan dan mengkoordinasikan gerak. Kawasan kognitif dibagi atas enam macam kemampuan intelektual mengenai lingkungan yang disusun secara hierarkis dari yang paling sederhana sampai kepada yang paling kompleks, yaitu 1) pengetahuan adalah kemampuan mengingat kembali hal-hal yang telah dipelajari, 2) pemahaman adalah kemampuan menangkap makna atau arti suatu hal, 3) penerapan adalah kemampuan mempergunakan hal-hal yang telah dipelajari untuk menghadapi situasi-situasi baru dan nyata, 4) analisis adalah kemampuan menjabarkan sesuatu menjadi bagian-bagian sehingga struktur organisasinya dapat dipahami, 5) sintesis adalah kemampuan untuk memadukan bagian-bagian menjadi satu keseluruhan yang berarti, 6) penelitian adalah kemampuan memberi harga sesuatu hal berdasarkan kriteria intern atau kelompok atau ekstern maupun yang yang ditetapkan terlebih dahulu.

G. Hakikat hasil belajar

Menurut Gagne, hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan berupa penampilan yang dapat diamati, kemampuan-kemampuan itu dapat bersifat kognitif, afektif dan psikomotorik[18]. Hakikat hasil belajar fisika adalah untuk mengantarkan siswa mengausai konsep-konsep, teori-teori,dan hukum-hukum fisika serta keterkaitannya agar agar dapat memecahkan masalah dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini, kata menguasai mengisyaratkan bahwa peserta didik tidak hanya sekedar tahu dan hafal tentang konsep-konsep, teori-teori, dan hukum-hukum fisika, melainkan peserta didik harus bisa memahami dan mengerti konsep-konsep, teori-teori, dan hukum-hukum fisika dan

Page 12: DocumentA

menghubungkan keterkaitan satu konsep dengan konsep yang lainya dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Hasil belajar menumbuhkan pengetahuan dan pengertian dalam diri seseorang sehingga ia dapat mempunyai kemampuan berupa keterampilan dalam bentuk kebiasaan, sikap dan cita-cita hidupnya. Dengan menilai hasil belajar peserta didiknya, sebenarnya guru tidak hanya menilai hasil usaha peserta didiknya saja tetapi sekaligus juga menilai hasil usahanya sendiri.

Hasil belajar menempatkan seseorang dari tingkat abilitas yang satu ke tingkat abilitas yang lain. Mengenai perubahan tingkat abilitas menurut Bloom meliputi tiga ranah, yaitu[19]:

1. Kognitif, meliputi: pengetahuan, pemahaman, analisis, sintesis, menilai, dan menerapkan.

2. Afektif, meliputi : sikap menerima, respon, menilai, organisasi, dan karakterisasi.

3. Psikomotorik, meliputi : persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, gerakan pola penyesuaian, dan kreativitas.

Sebenarnya hasil belajar merupakan realisasi pemekaran dari kecakapan atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan hasil belajar dari seseorang dapat dilihat dari perilakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan, maupun yang menyangkut nilai dalam sikap[20]. Hasil belajar diakibatkan oleh adanya kegiatan evaluasi belajar, dan evaluasi tersebut dilakukan karena adanya kegiatan balajar. Jadi, hasil belajar fisika siswa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengetahuan yang dicapai siswa pada mata pelajaran fisika setelah mengalami proses pembelajaran di sekolah dan dari hasil evaluasi (tes) atau ujian yang diberika setelah melewati proses belajar pada akhir rumusan tertentu.

2. Kerangka teoritis

Think-Pair-Share merupakan model pembelajaran yang menggunakan teknik sederhana namun menghasilkan keuntungan yang besar. Think-Pair-Share dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengingat suatu informasi dan seorang siswa juga dapat belajar dari siswa lain serta saling menyampaikan idenya untuk didiskusikan sebelum disampaikan di depan kelas. Selain itu, Think-Pair-Share juga dapat memperbaiki rasa percaya diri dan semua siswa diberi kesempatan berpartisipasi dalam kelas. Think-Pair-Share sebagai salah satu metode pembelajaran kooperatif yang terdiri dari 3 tahapan, yaitu thingking, pairing, dan sharing. Guru tidak lagi sebagai satu-satunya sumber pembelajaran (teacher oriented), tetapi justru siswa dituntut untuk dapat menemukan dan memahami konsep-konsep baru (student oriented).

Think-Pair-Share digunakan untuk mengajarkan isi akademik atau untuk mengecek pemahaman siswa terhadap isi tertentu. Guru menciptakan interaksi yang dapat mendorong rasa ingin tahu, ingin mencoba, bersikap mandiri, dan ingin maju. Guru memberi informasi, hanya informasi yang mendasar saja, sebagai dasar pijakan bagi anak didik dalam mencari dan menemukan sendiri informasi lainnya. Atau guru menjelaskan materi dengan mengaitkannya dengan pengalaman dan pengetahuan anak sehingga memudahkan mereka menanggapi dan memahami pengalaman yang baru bahkan membuat anak didik mudah

Page 13: DocumentA

memusatkan perhatian. Karenanya guru sangat perlu memperhatikan pengalaman dan pengetahuan anak didik yang didapatinya dalam kehidupan sehari-hari.

Penerapan suatu strategi, model dalam pembelajaran fisika merupakan hal yang sangat penting dalam meningkatkan kemampuan siswa secara konstruktif dan mengarah kepada penguasaan materi, kareena itu dalam proses belajar mengajar guru harus memiliki strategi dan model pembelajaran yang tepat, efisisen, efektif dan mengena pada tujuan yang diharapkan. Salah satunya dapat melibatkan siswa mengembangakan motifasi siswa sehingga dapat meningkatkan prestasi siswa. Salah satunya adalah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan krangka pikir di bawah ini

Model pembelajaran kooperatif tipe think pair share

H. Daftar Pustaka

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Satu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Dahar, Ratna Wilis. 1996. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Kunandar. 2007. Guru Profesional Implementasi KTSP dan Sukses Dalam Sertifikasi guru.

Makmun, Abin Syamsuddin. 2007. Psikologi Kependidikan Perangkat Sistem Pengajaran Modul. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Makmun, Abin Syamsuddin. 2007. Psikologi Kependidikan Perangkat Sistem Pengajaran Modul. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Slavin, Robert E. 2008. Cooperative Learning. Bandung: Nusa Media.

Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Sudijono, Anas. 2010. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta

Syah, Muhibbin. 2011. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Walpole, Ronald E. 1992. Pengantar Statistika. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.

Nik Azlina. 2010. Supporting Collaborative Activities Among Students and Teachers Through the Use of Think-Pair-Share Techniques. International Journal of Computer Science Issues, Vol. 7, Issue 5, September 2010

Page 14: DocumentA

Arianti, Peni. 2007. Pengaruh Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (Tps) Terhadap Hasil Belajar Siswa Sma Negeri 8 Surakarta. Jurnal pendidikan biologi.

[1] Soedijarto, Landasan dan Arah Pendidikan Nasional Kita, (Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2008) hal. vii

[2] Ratna wilis Dahar, Teori – Teori Belajar, (Bandung: PT. Gelora Aksara Pratama, 1996) hal. 11

[3] Kunandar, Guru Profesional, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007)hal. 367

[4] Suharsimi arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009) h.121

[5] Kunandar, Guru Profesional, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007)hal. 359

[6] Slavin, Cooperative Learning, (Bandung: Penerbit Nusa Media, 2008) hal. 4

[7] Ibid. Hal 4

[8] Ibid, hal. 8

[9] Ibid, hal. 9

[10] Kunandar, Guru Profesional implementasi kurikulum KTSP dan sukses dalam sertifikasi guru, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007) hal. 37

[11] http://desyhandayanii.blogspot.com/2012/04/think-pair-share-tps0.html (di akses tanggal 12-01-2013, jam 09.50)

[12] Ratna wilis Dahar, Teori – Teori Belajar, (Bandung: PT. Gelora Aksara Pratama, 1996) hal. 11

[13] W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran, (Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 1996) hal. 52

[14] Arief S. Sadiman, dkk. Media Pendidikan (pengertian, pengembangan dan pemanfaatannya), (Jakarta: Rajawali Press, 2010) hal. 23

[15] Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya (Jakarta: Rineka Cipta, 2010) hal. 2

[16] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2010) hal. 92

[17] Ratna Wilis Dahar, Teori-Teori Belajar, (Bandung: Erlangga, 1996) hal. 135-140

Page 15: DocumentA

[18] Ratna Wilis Dahar, Teori-Teori Belajar, (Jakarta: Erlangga, 1996), hal. 134

[19] Hisyam Zaini,dkk., Desain Pembelajaran, (Yogyakarta: IAIN Sunan Kali Jaga Yogyakarta, 2002), hal. 68

[20] Arief S. Sadiman, dkk. Media Pendidikan (pengertian, pengembangan dan pemanfaatannya), (Jakarta: Rajawali Press, 2010) hal. 2

[21] Nana syaodih sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007) hal. 58

[22] Nana Sudjana dan Ibrohim, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2007) hal. 43-44

[23] Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2011) hal. 60

[24] Ibid hal.112-113

[25] Ibid, hal. 117

[26] Ronald E. Walpole, Pengantar Statistika, (Jakarta: GramediaPustaka Utama. 1992), hal. 7

[27] Ibid hal. 118

[28] Ruseffendi, Statistika Dasar Untuk Penelitian Pendidikan, (Bandung: IKIP Bnadung Pess, 1994), hal. 8

[29] Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2011) hal. 148

[30] Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hal 52

[31] Ibid hal. 53.

[32] Ruseffendi, Statistika Dasar Untuk Penelitian Pendidikan, (Bandung: IKIP Bnadung Pess, 1994), hal. 24.

[33] Ibid, hal.24

[34] Ruseffendi, Statistika Dasar Untuk Penelitian Pendidikan, (Bandung: IKIP Bnadung Pess, 1994), hal. 132.

[35] Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hal 100

[36] Ibid, h. 208

[37] Anas Suditjono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers 2010), h.298

[38] Sudjana, Metoda Statistika, (Bandung: Tarsito2005), h. 263

Posted in: