a1-6 jejaring dan kemitraan antara sektor pemerintah dan non-pemerintah dalam pelayanan kesehatan

22
MODUL DASAR 6 Jejaring dan Kemitraan antara Sektor Pemerintah dan Non-Pemerintah dalam Pelayanan Kesehatan Program Pengembangan Kapasitas Manajemen dan Kepemimpinan Berbasis Kinerja di Papua Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada

Upload: aan-olala-skiletto

Post on 30-Jan-2016

19 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

a1-6 Jejaring Dan Kemitraan Antara Sektor Pemerintah Dan Non-pemerintah Dalam Pelayanan Kesehatan

TRANSCRIPT

Page 1: a1-6 Jejaring Dan Kemitraan Antara Sektor Pemerintah Dan Non-pemerintah Dalam Pelayanan Kesehatan

MODUL DASAR 6

Jejaring dan Kemitraan antara Sektor Pemerintah dan Non-Pemerintah dalam Pelayanan Kesehatan

Program Pengembangan Kapasitas Manajemen dan Kepemimpinan Berbasis Kinerja di Papua

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada

Page 2: a1-6 Jejaring Dan Kemitraan Antara Sektor Pemerintah Dan Non-pemerintah Dalam Pelayanan Kesehatan
Page 3: a1-6 Jejaring Dan Kemitraan Antara Sektor Pemerintah Dan Non-pemerintah Dalam Pelayanan Kesehatan

45 | PML Papua

Ringkasan Modul Dasar

A. Deskripsi singkat

Anggaran pemerintah pusat untuk kesehatan dari tahun 2004 ke 2011 meningkat tajam. Sebelumnya adalah sekitar 7 triliun dan naik secara terus sampai menjadi sekitar 27 triliun di tahun 2011. Kenaikan ini perlu dicermati dalam konteks kerjasama antara swasta dan pemerintah. Ada kemungkinan kenaikan anggaran dapat memberikan pengaruh buruk yang penyerapan yang rendah. Kemitraan antara pemerintah swasta diperlukan dalam situasi ini. Dana pemerintah dapat dipergunakan oleh masyarakat untuk berobat di pelayanan kesehatan swasta, atau dana pemerintah dapat dipergunakan untuk membiayai pelayanan kesehatan preventif dan promotif yang dilakukan oleh lembaga swasta. Kemitraan ini perlu dipelajari dengan seksama oleh kepala dinas kesehatan. Modul ini berusaha membahas hubungan kemitraan antara swasta dan pemerintah melalui tata kelola yang baik.

Modul ini bertujuan untuk meningkatkan Kompetensi Dasar “kerjasama”, dan Kompetensi Bidang “inovasi” sesuai Permenkes No. 971/2009.

B. Tujuan pembelajaran

a. Tujuan pembelajaran umum

Para peserta memahami makna kerjasama antara pemerintah dan swasta di berbagai program kesehatan: preventif/promotif sampai kuratif.

b. Tujuan pembelajaran khusus

Peserta memahami:

• Pengertian dan lingkup kemitraan antara swasta dan pemerintah

• Situasi swasta di sektor kesehatan

Page 4: a1-6 Jejaring Dan Kemitraan Antara Sektor Pemerintah Dan Non-pemerintah Dalam Pelayanan Kesehatan

PML Papua | 46

Ringkasan Modul Dasar

• Makna dan ideologi hubungan kerjasama swasta dan pemerintah

• Kerangka konsep hubungan kerjasama swasta dan pemerintah serta kebijakannya.

• Implementasi inovasi Kemitraan Pemerintah-Swasta (Public-Private Partnership) di rumahsakit dan pelayanan kesehatan primer.

C. Pokok bahasan dan Sub-pokok bahasan

a) Pengertian dan lingkup kemitraan antara swasta dan pemerintah

b) Situasi swasta di sektor kesehatan. a. Pelayanan kesehatan primer b. Pelayanan kesehatan sekunder dan tertier.

c) Ideologi dalam kebijakan swasta dengan pemerintah a. Peran pasar dan negara dalam pelayanan

kesehatan b. Perdebatan ideologis dan pragmatisme dalam

pelayanan kesehatan d) Kerangka konsep hubungan pemerintah dan swasta serta

kebijakannya e) Berbagai kasus Kemitraan Pemerintah-Swasta (Public-

Private Partnership) di rumahsakit dan pelayanan kesehatan primer.

D. Uraian Materi

a. Pokok Bahasan 1: Pengertian dan lingkup Kemitraan Pemerintah dan Swasta (Public-Private Partnership) dan Contracting

a) Pengertian Kemitraan Pemerintah-Swasta

Berbagai bentuk kerja sama antara otoritas publik (pemerintah) dengan sektor swasta untuk membiayai, membangun, merenovasi, mengelola, menjalankan, atau

Page 5: a1-6 Jejaring Dan Kemitraan Antara Sektor Pemerintah Dan Non-pemerintah Dalam Pelayanan Kesehatan

47 | PML Papua

Ringkasan Modul Dasar

memelihara suatu infrastruktur atau pelayanan (ADB, tanpa tahun). Dalam hal ini termasuk pelayanan kesehatan.

Publik adalah: Pemerintah, Kementerian, Departemen, Pemda atau BUMN. Private: bisa lokal atau internasional, dapat melibatkan pebisnis atau investor dengan keahlian teknis dan finansial; Organisasi non-pemerintah (NGO) atau organisasi berbasis komunitas (CBO) (ADB, tanpa tahun).

b) Mengapa kemitraan kurang berjalan?

Meskipun dalam dua dekade terakhir ini Kemitraan Pemerintah-Swasta telah banyak diterapkan di dunia (ADB, tanpa tahun), tetapi di sektor kesehatan di Indonesia dan banyak negara berkembang lainnya, belum dapat diterima secara luas. Hal ini antara lain disebabkan oleh:

Kurangnya pengetahuan atau kapasitas dari sektor publik

Penolakan atau kurangnya dukungan dari staf di sektor publik

Keterbatasan dana atau mekanisme pendanaan yang tidak memungkinkan

Tidak adanya sebuah kerangka kebijakan untuk melibatkan sektor non-pemerintah

Kurang adanya dukungan pada tingkat politis Kurang tersedianya dukungan dari donor atau

lembaga teknis.

c) Bentuk Kemitraan Pemerintah dan Swasta

Ada beberapa bentuk Kemitraan Pemerintah dan Swasta yaitu mulai dari (a) Contracting; (b) manajemen swasta untuk rumah sakit pemerintah; (c) PFI (Private Financial Initiatives; Inisiatif Pembiayaan Swasta) hingga (d) co-location

Page 6: a1-6 Jejaring Dan Kemitraan Antara Sektor Pemerintah Dan Non-pemerintah Dalam Pelayanan Kesehatan

PML Papua | 48

Ringkasan Modul Dasar

atau berbagi lokasi (misalnya: fasilitas perawatan swasta di RS pemerintah).

Dari berbagai bentuk kemitraan tersebut, pembahasan akan terfokus pada “contracting”.

d) Pengertian Contracting

Pengontrakan merupakan mekanisme pembelian yang digunakan untuk:

memperoleh layanan tertentu, berdasarkan kuantitas dan kualitas yang telah

ditentukan, pada harga tertentu, untuk periode tertentu dari sebuah pemberi

layanan .

Contracting dapat dilakasanakan oleh provider publik atau swasta. Pemerintah dapat mengikat kontrak dengan institusi publik otonom atau provider swasta.

Inovasi kunci dalam model pengontrakan ini adalah pemisahan antara fungsi pembiayaan dan fungsi pelaksanaan.

b. Pokok Bahasan 2: Situasi kesehatan di sektor swasta

Secara keseluruhan, sektor swasta memiliki kontribusi sekitar 50% dalam pembiayaan pelayanan di Indonesia (Trisnantoro et al, 2011). Berbeda dengan Malaysia, Thailand, dan Vietnam, pelayanan RS swasta di Indonesia tidak hanya dinikmati oleh kelompok kaya, tetapi juga oleh kelompok menengah dan miskin (Trisnantoro et al, 2011).

Dari sisi penyedia pelayanan kesehatan sektor swasta, menurut USAID (2009), tak ada data yang bisa dipercaya tentang jumlah provider sektor swasta. Hal ini disebabkan antara lain akibat

Page 7: a1-6 Jejaring Dan Kemitraan Antara Sektor Pemerintah Dan Non-pemerintah Dalam Pelayanan Kesehatan

49 | PML Papua

Ringkasan Modul Dasar

desentralisasi; sanksi pemerintah terhadap praktek ganda, dan belum lengkapnya registrasi para profesional kesehatan.

Diperkirakan sedikitnya 60-70% SDM Kesehatan bekerja ganda baik di sektor publik maupun sektor swasta. Distribusi penyedia pelayanan kesehatan, termasuk sektor swasta, tidak merata, dan berkumpul di daerah perkotaan . Jumlah RS Swasta dan jumlah tempat tidur RS Swasta terus meningkat. Pada 2006, jumlah RS Swasta ada 626 dengan 52.300 tempat tidur. Meskipun demikian, jumlah total tempat tidur RS di Indonesia tetap rendah dibandingkan dengan negara tetangga. RS Swasta cenderung menyediakan pelayanan spesialistis yang sempit dan pelayanan kesehatan ibu. Sejumlah kecil penyedia swasta dan LSM mempunyai jaringan kerja di Indonesia tetapi skalanya kecil

a) Pelayanan Kesehatan Primer (Primary Health Care):

Non-profit: LSM Indonesia, LSM Internasional, Praktek Profesional Swasta, Yayasan Kristen/Islam/Kemanusian

For-profit: iSOS Company yang bekerja di perusahan pertambangan.

b) Pelayanan Kesehatan Sekunder (Secondary Health Care) (sekitar 700 RS):

Non-profit: RS milik Pemerintah, RS milik Yayasan (85%)

For-Profit: RS milik perusahaan (15%)

RS for-profit and non-profit seringkali sulit dibedakan. Secara umum, RS for-profit bertujuan melayani kelompok kaya.

c. Pokok Bahasan 3: Ideologi dalam kebijakan swasta dengan pemerintah

• Peran pasar dan negara dalam pelayanan kesehatan

Page 8: a1-6 Jejaring Dan Kemitraan Antara Sektor Pemerintah Dan Non-pemerintah Dalam Pelayanan Kesehatan

PML Papua | 50

Ringkasan Modul Dasar

• Perdebatan ideologis, efisiensi, dan pragmatisme dalam pelayanan kesehatan

Pandangan ideologi dalam peran negara dan sektor swasta banyak mewarnai kebijakan dalam bidang pengobatan dan pelayanan kesehatan. Sejak dimulainya sejarah tertulis, pendulum selalu bergerak dinamis antara ke dua sisi: peran negara yang minimalis atau peran negara yang dominan dalam sektor kesehatan (Preker et al, 2007).

Contracting dengan penyedia pelayanan non pemerintah sering dilihat sebagai cerminan ideologi untuk “memprivatisasi” pelayanan kesehatan yang dibiayai dana publik; dan membatasi atau mengakhiri keterlibatan pemerintah dalam pelayanan kesehatan. Pandangan lain: Pemisahan antara pembeli dan provider merupakan solusi neoliberal (didasari model “new public sector management”), sangat berfokus terhadap efisiensi, tetapi hanya memberikan perhatian kecil untuk pemerataan.

a) Peran negara di abad 20, dan 50 tahun terakhir

Dalam abad 20, pemerintah di banyak negara menjadi aktor utama dalam kebijakan kesehatan, baik pembiayaan maupun pelayanan kesehatan secara luas. Dalam 50 tahun terakhir, banyak negara berpenghasilan rendah dan menengah, menyelenggarakan sistem pelayanan kesehatan yang dibiayai negara melalui sistem birokrasi vertikal yang terintegrasi.

Mereka yang mendukung peran negara dalam pelayanan kesehatan memiliki argumentasi bahwa pelayanan terhadap orang sakit dan cacat merupakan ekspresi dari kemanusiaan dan mencerminkan aspirasi filosofikal.

b) Pendulum ke arah swasta (1980-1990an)

Pendulum bergeser ke arah swasta pada periode 1980-1990an, khususnya di era Reagen (AS) dan Thatcher (Inggris).

Page 9: a1-6 Jejaring Dan Kemitraan Antara Sektor Pemerintah Dan Non-pemerintah Dalam Pelayanan Kesehatan

51 | PML Papua

Ringkasan Modul Dasar

Banyak eksperimen menerapkan pendekatan pasar dalam sektor sosial termasuk kesehatan. Motivasinya mencakup argumentasi ideologi dan teknikal. Dari aspek ideology misalnya, dari berbagai kajian, ternyata pendekatan the welfare-state gagal untuk memenuhi kebutuhan kesehatan populasi di seluruh dunia. Muncul dilemma bagi penentu kebijakan: meskipun keterlibatan negara dalam pelayanan kesehatan jelas dibutuhkan, tetapi pelayanan yang disediakan negara banyak yang gagal. Dari aspek teknikal, pendekatan pasar dipercaya dapat meningkatkan efesiensi (Preker et al, 2007).

c) Trend: Berbagi Peran?

Kecenderungan saat ini: pemerintah mulai menilai kembali “kapan”, “di mana”, “bagaimana”, dan “berapa banyak” untuk melakukan intervensi sendiri, atau menyerahkannya kepada mekanisme pasar . Konsensus yang muncul untuk mengatasi hal ini adalah bagaimana menata ulang peran negara dan swasta, dengan mempertimbangkan kapabilitas masing-masing.

d) Ideologi atau Pragmatisme?

Terkait dengan perdebatan apakah melibatkan sector swasta dan mengurangi peran negara itu didasari alasan ideologis atau pragmatism, Loevinsohn & Harding (2004) menemukan ternyata dalam prakteknya, solusi contracting bukan didasari masalah ideology, tetapi pragmatisme. Banyak inisiatif contracting berawal dari fakta tidak adanya pelayanan pemerintah atau frustrasi dengan masalah kualitas dan cakupan pelayanan pemerintah khususnya untuk masyarakat miskin. Banyak advokasi menginginkan pembiayaan pemerintah meningkat agar pelayanan dapat dikembangkan dan ditingkatkan. Keinginan agar pemerintah melibatkan sektor

Page 10: a1-6 Jejaring Dan Kemitraan Antara Sektor Pemerintah Dan Non-pemerintah Dalam Pelayanan Kesehatan

PML Papua | 52

Ringkasan Modul Dasar

swasta yang telak eksis untuk meningkatkan mutu, akses, dan koordinasi pelayanan kesehatan.

d. Pokok Bahasan 4: Kerangka konsep hubungan pemerintah dan swasta serta kebijakannya

Suatu kerangka kerja diperlukan untuk berpikir strategis tentang hubungan pemerintah dan swasta, serta kebijakan kesehatan sektor swasta. Salah satu yang dianjurkan adalah Kerangka Kerja dari Harding-Montagu-Preker. Kerangka Kerja Harding-Montagu-Preker ini memberikan acuan yang memudahkan kita berpikir dalam menentukan strategi apa yang paling tepat berikut instrument kebijakannya.

Kerangka Kerja dari Harding-Montagu-Preker: Overview

•Distribusi(equity)

•Efisiensi

•Mutu Pelayanan

Source: Adapted from Harding & Preker, Private Participation in Health Services, 2003.

PHSA

• Mendapatkan informasi

• Identifikasi kebutuhantambahan

• Studi mendalam

Kegiatan

• RS• Primary Health Care• Lab Diagnostik• Produser / Distributor

Kepemilikan

• Perusahaan For-profit • Perusahaan kecil For-profit • Non-profit charitableFormal/ Informal

Grow (Tumbuhkan)

Harness (Manfaatkan)

Convert (Alihkan)

StrategiAssessmentGoal Fokus

SektorSwasta

SektorPublik

Restrict (Batasi)

Gambar 1. Kerangka Kerja dari Harding-Montagu-Preker

Kerangka Kerja ini berawal dari goal (tujuan) apa yang ingin dicapai atau masalah apa yang ingin dipecahkan. Dari aspek sistem kesehatan, umumnya ada 3 tujuan atau masalah yang terkait dengan distribusi, efisiensi, dan mutu pelayanan.

Page 11: a1-6 Jejaring Dan Kemitraan Antara Sektor Pemerintah Dan Non-pemerintah Dalam Pelayanan Kesehatan

53 | PML Papua

Ringkasan Modul Dasar

Sesuai dengan trend terakhir yang berkembang (pokok bahasan sebelumnya), pemerintah dan sektor swasta mulai berbagi peran untuk mengatasi masalah atau untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Meskipun demikian, upaya melibatkan sektor swasta tidak bisa dilakukan begitu saja. Salah satu kendala yang ada adalah kurang diketahuinya kapasitas sektor swasta oleh pemerintah. Oleh karena itu perlu dilakukan dahulu PHSA (Private Health Sector Assessment atau assessment sektor swasta di bidang kesehatan).

Tujuan PHSA ini adalah untuk mendapatkan informasi, identifikasi kebutuhan tambahan, dan atau studi mendalam. Hal-hal penting yang perlu diketahui adalah apa saja kegiatannya; siapa pemiliknya; bagaimana jenis pelayanannya (formal atau informal), dan lain-lain.

Berdasarkan hasil PHSA, secara teoritis akan diperoleh 4 situasi kapasitas sektor swasta yaitu:

a) sektor swasta yang telah berfungsi baik; b) sektor swasta yang telah eksis tetapi menghadapi berbagai

kendala seperti tidak berpartisipasi dalam surveilans penyakit, mutu yang dipertanyakan, dan perilaku monopolistik;

c) sektor swasta yang siap mengambilalih peran pemerintah; dan

d) sektor swasta yang sangat dominan.

Masing-masing kategori berdasarkan kapasitas ini memerlukan strategi yang berbeda untuk melibatkannya dalam pelayanan kesehatan. Strategi dasar yang dianjurkan ada 4 yaitu: tumbuhkan (growth); manfaatkan (harness); alihkan (convert); dan batasi (restrict).

Strategi tumbuhkan (growth) adalah strategi untuk mendorong penyedia pelayanan swasta untuk mengembangkan pelayanannya, dan pasien atau area yang dilayani, yang dapat mendukung tujuan program.

Page 12: a1-6 Jejaring Dan Kemitraan Antara Sektor Pemerintah Dan Non-pemerintah Dalam Pelayanan Kesehatan

PML Papua | 54

Ringkasan Modul Dasar

Strategi manfaatkan (harness) adalah strategi untuk mengambil manfaat dari keberadaan provider swasta. Strategi alihkan (convert) adalah strategi untuk mengalihkan penyediaan pelayanan dari sektor publik ke sektor swasta dengan tujuan untuk meningkatkan akses, efisiensi, atau kualitas.

Strategi batasi (restrict) adalah strategi untuk membatasi peran sektor swasta. Hal ini dapat terjadi jika sektor swasta sangat dominan tapi membahayakan seperti halnya para penjual obat antibiotik dan anti malaria yang tak terlatih di Kamboja.

Strategi yang tepat tidaklah cukup. Strategi akan bisa diimplementasikan jika disertai instrument kebijakan yang tepat. Dalam hal ini ada sejumlah instrument kebijakan yang bisa dipilih yaitu: regulasi, contracting, pelatihan/informasi, pemasaran sosial, informasi ke pasien, akreditasi, transaksi kemitraan publik-swasta, dan menciptakan lingkungan yang kondusif.

Pilihan strategi tumbuhkan (growth) dapat menggunakan instrumen kebijakan mengurangi hambatan untuk investasi dan/atau registrasi fasilitas medis swasta. Instrumen kebijakan ini dapat digunakan untuk menumbuhkan sektor swasta, karena itu dapat menjadi acuan bagi penyedia pelayanan pemerintah, dan membuka kesempatan bagi contracting out ketika kapasitas pemerintah terbatas.

Pilihan strategi perkuat (harness) dapat menggunakan instrument kebijakan pemasaran sosial. Keduanya membuka kesempatan untuk meningkatkan sumber daya yang ada di sektor swasta dan menggunakannya untuk mengembangkan akses demi keuntungan pelayanan kesehatan publik yang disubsidi.

Pilihan strategi alihkan (convert) dapat menggunakan instumen kebijakan transaksi kemitraan pemerintah swasta. Dalam hal ini pemilik baru (swasta) mungkin dikontrak pemerintah untuk melanjutkan pelayanan kesehatan publik dengan menggunakan aset publik sebelumnya. Selain itu dapat juga menggunakan instrumen kebijakan

Page 13: a1-6 Jejaring Dan Kemitraan Antara Sektor Pemerintah Dan Non-pemerintah Dalam Pelayanan Kesehatan

55 | PML Papua

Ringkasan Modul Dasar

privatisasi. Dalam hal ini pemilik baru (swasta) mungkin diijinkan tapi tidak diwajibkan untuk menyediakan pelayanan kesehatan public.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa seperti di sektor publik, kebijakan yang baik terhadap sektor swasta harus dikembangkan secara stratejik.

• Apa goal-nya? (penyakit? Kelompok populasi? Daerah?)

• Siapa providernya/ penjualnya/ produsernya? • Dengan instrumen kebijakan apa?

a) Kerangka kerja logis pemilihan strategi

Ada 6 langkah yang dianjurkan dalam pemilihan strategi yaitu menetapkan masalah/tujuan, identifikasi aktor-aktor swasta yang relevan, penilaian kegiatan sektor swasta saat ini, identifikasi perubahan perilaku yang diinginkan, seleksi strategi untuk merubah perilaku, dan implementasi strategi.

b) Berpikir stratejik tentang instrument kebijakan

Setelah ditentukan “apa” instrumen kebijakan yang akan diterapkan, yang perlu dipikirkan selanjutnya adalah “kapan” itu mulai diimplementasikan, dan untuk “siapa” instrument itu ditujukan. Selain itu harus dipikirkan pula:

Bagaimana cara kerjanya – spesifikasinya? Perilaku siapa yang ditargetkan harus diubah? Bagaimana motivasi untuk berubah? Bagaimana perubahan akan berkontribusi

terhadap tujuan? Provider atau produser mana yang efektif dalam

mempengaruhi perubahan? Goal apa yang dapat menjadi kontribusi mereka? Apa peran pemerintah dalam implementasi

kebijakan?

Page 14: a1-6 Jejaring Dan Kemitraan Antara Sektor Pemerintah Dan Non-pemerintah Dalam Pelayanan Kesehatan

PML Papua | 56

Ringkasan Modul Dasar

Kebijakan lain apa yang akan dibutuhkan Pihak-pihak mana yang dibutuhkan untuk terlibat?

e. Pokok Bahasan 5: Berbagai kasus Public-Private Partnership di rumahsakit dan pelayanan kesehatan

Kasus Kemitraan Pemerintah-Swasta Pengadaan SDM Kesehatan di Kab. Berau

Ide Kemitraan (contracting out) ini muncul sebagai suatu alternatif baru untuk mengatasi masalah ketersediaan tenaga kesehatan di daerah terpencil baik pedalaman maupun kepulauan di Kabupaaten Berau.

Tujuan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan derajad kesehatan seluruh masyarakat Kecamatan Kelay. Tujuan khususnya adalah untuk meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan, meningkatkan mutu pelayanan, dan secara epidemiologis menurunkan jumlah kasus. Sasaran seluruh masyarakat Kecamatan Kelay (5.202 jiwa).

Awalnya rencana contracting-out ini akan dilakukan dua Puskesmas yaitu Puskesmas Kelay sendiri dan Puskesmas Maratua yang terletak di daerah sangat terpencil di kepulauan sebelah timur Kabupaten Berau (Laut Sulawesi), dengan alokasi anggaran sekitar 1,5 miliar rupiah. Tetapi karena adanya tuntutan efisiensi demi suksesnya penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) XVII 6-17 Juli 2008 di Kalimantan Timur, alokasi anggaran diturunkan hingga menjadi Rp 970 juta. Dengan alokasi anggaran yang dipangkas ini, uji coba terpaksa hanya dapat dilakukan di satu Puskesmas, dan yang terpilih adalah Puskesmas Kelay dengan pertimbangan antara lain biaya transportasi yang lebih terjangkau sehingga pemantauan nantinya lebih mungkin dilakukan.

Pendekatan contracting out yang dipilih adalah

Page 15: a1-6 Jejaring Dan Kemitraan Antara Sektor Pemerintah Dan Non-pemerintah Dalam Pelayanan Kesehatan

57 | PML Papua

Ringkasan Modul Dasar

mengontrak pihak ketiga untuk menyediakan tambahan tenaga kesehatan yang dibutuhkan melalui lelang terbuka. Jumlahnya, 24 orang. Jenis tenaga yang dibutuhkan adalah para staf yang mempunyai spesifikasi umum berupa pengabdian yang tinggi, berorientasi pada tugas, mempunyia kepribadian yang baik, dan mampu beradaptasi dengan situasi daerah terpencil. Spesifikasi khususnya adalah sesuai dengan kompetensi profesional yang dibutuhkan.

Tambahan tenaga ini bersifat tim, bukan perorangan Dalam pendekatan ini, pimpinan puskesmas dan staf lama yang ada tetap dipertahankan, sementara tenaga kontrak merupakan tambahan yang tetap sebagai bagian tak terpisahkan dari SDM Puskesmas Kelay. Jika dibandingkan dengan pengalaman negara lain, pilihan pendekatan contracting out yang dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten Berau tersebut merupakan pendekatan baru yang belum pernah dilakukan di negara manapun.Kontrak yang akan dilelangkan berupa paket yaitu selain pengadaan SDM juga kontrak penyelenggaraan pelayanan dan pengadaan sarana prasarana kesehatan.

Hasil Proses Lelang

Tanggal 30 Mei 2008 Pengumuman pelelangan dilakukan melalui surat kabar propinsi dan lokal serta dilanjutkan dengan pembukaan pendaftaran. Tercatat empat perusahaan yang mendaftar yang setelah dicermati perusahaan ini berasal dari lokal Kabupaten Berau. Setelah melalui proses evaluasi baik administrasi, teknis dan penawaran, ternyata lelang dinyatakan gagal karena tidak ada satupun peserta lelang memenuhi persyaratan sebagai pemenang lelang Ketika masa sanggah diberikan beberapa pihak peserta melakukan sanggahan dan tentu saja pihak panitia dan Pejabat Pembuat Komitmen melakukan tanggungjawabnya dengan memberi jawaban sebagaimana mestinya yang tetap berpedoman pada peraturan yang ada. Oleh karena pelelangan gagal dan jika melakukan

Page 16: a1-6 Jejaring Dan Kemitraan Antara Sektor Pemerintah Dan Non-pemerintah Dalam Pelayanan Kesehatan

PML Papua | 58

Ringkasan Modul Dasar

lelang ulang memerlukan waktu yang cukup lama sehingga waktu tersisa menjadi tidak efektif maka dilakukan permohonan pada Bupati (Panggar Eksekutif) untuk mengalokasikan kembali anggaran tersebut pada tahun anggaran 2009.

a) Analisis Kegagalan

Berdasarkan literatur, ada sejumlah karakteristik dalam pendekatan Berau yang menyebabkan kegagalan yaitu:

a. Pemerintah pusat (Depkes) sendiri belum pernah melakukannya, padahal menurut Bergstrom (1999) dukungan pemerintah pusat mutlak adanya.

b. Karena baru pertama kali dilakukan di Indonesia, dukungan regulasi belum sepenuhnya ada padahal adanya regulasi baik tingkat nasional maupun lokal juga mutlak adanya (Abramson, 2004).

c. Pendekatan dengan mengontrak pihak ketiga untuk menyediakan tambahan tenaga tanpa merubah sistem pelayanan kesehatan puskesmas yang ada, berbeda misalnya dengan pendekatan SDC atau MC yang dilakukan di Cambodia (Loevinsohn & Harding, 2004).

d. Jumlah penduduk yang menjadi sasaran sangat sedikit dan hanya dalam satu kecamatan (sangat berbeda dengan pengalaman di negara lain). Dalam hal ini skala ekonomi (Loevinsohn & Harding, 2004) dalam contracting out tidak tercapai.

e. Waktu pelaksanaan hanya 1 tahun (efektif sekitar 9-10 bulan karena adanya proses lelang) sangat singkat dibandingkan pengalaman di negara lain. Dalam waktu yang singkat akan sulit melihat hasil contracting out (Loevinsohn & Harding, 2004).

Page 17: a1-6 Jejaring Dan Kemitraan Antara Sektor Pemerintah Dan Non-pemerintah Dalam Pelayanan Kesehatan

59 | PML Papua

Ringkasan Modul Dasar

f. Karena baru pertama kali diadakan, tidak banyak atau bahkan tidak ada pihak ketiga yang siap dan berpengalaman sebagai pihak ketiga. Keterbatasan calon kontraktor ini akan mengurangi persaingan yang sehat sesuai mekanisme pasar, padahal persaingan inilah yang diinginkan terjadi agar diperoleh efektivitas dan efisiensi contracting out (Zarco-Jasso, 2005).

Kasus Kemitraan Pemerintah-Swasta di 6 RSU Kabupaten di NTT

Program Sister Hospital NTT di ke-6 RSD (Soe, Larantuka, Lewoleba, Waikabubak, Ende, dan Bajawa) merupakan salah satu bagian dari Revolusi KIA di NTT. RS Mitra yang berpartisipasi dalam program ini adalah RSD dr. Soetomo, RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo, RSUP Sanglah, RSU dr. Saiful Anwar, RS Bethesda, dan RS Panti Rapih. Mengapa dilakukan program ini?

AKI dan AKB di Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) masih jauh berada di atas angka nasional dan jauh dari target MDGs tahun 2015. Usaha untuk menurunkan AKI dan AKB diperlukan upaya yang luar biasa, tidak bisa hanya dengan cara-cara seperti yang telah dilakukan selama ini. Hal ini yang menimbulkan kebijakan Revolusi KIA di NTT. Salah satu kendala utama dalam penurunan AKI dan AKB adalah terbatasnya ketersediaan dokter spesialis obstetri-ginekologi, dokter spesialis kesehatan anak, dokter spesialis anastesi dan tenaga paramedic pendukung dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak, khususnya dalam penanganan kasus gawat darurat kebidanan.

Kegiatan yang dilakukan dalam Sister Hospital NTT adalah melakukan kemitraan dengan rumah sakit di luar NTT. Sejumlah rumah sakit besar bekerja sama melakukan kontrak dalam jangka waktu tertentu untuk mengirimkan tenaga kesehatan yang dibutuhkan ke RSD di kabupaten di NTT.

Page 18: a1-6 Jejaring Dan Kemitraan Antara Sektor Pemerintah Dan Non-pemerintah Dalam Pelayanan Kesehatan

PML Papua | 60

Ringkasan Modul Dasar

Tenaga kesehatan tersebut adalah dokter spesialis/residen senior obstetri-ginekologi, dokter spesialis/residen senior kesehatan anak, dokter spesialis/residen senior anastesi, dan tenaga paramedis pendukung. Disamping itu diselenggarakan peningkatan ketrampilan teknis staf di rumah sakit melalui pelatihan dan pembudayaan teknis kerja dalam kegiatan sehari-hari dan pelatihan tim tenaga di Puskesmas dalam rangka penguatan sistem rujukan kesehatan ibu dan anak.

Bersamaan dengan kegiatan tersebut, secara jangka menengah, ada upaya agar NTT dapat mandiri menyediakan tenaga kesehatan yang dibutuhkan. Untuk itu dokter umum dari NTT perlu dididik untuk menjadi dokter spesialis melalui pendidikan spesialisasi di berbagai perguruan tinggi mitra. Pendidikan dokter umum menjadi dokter spesialis yang akan ditugaskan di RSD propinsi NTT dikembangkan melalui kerjasama dengan 4 perguruan tinggi: Universitas Hasanudin, Universitas Airlangga, Universitas Brawijaya, dan Universitas Udayana.

Untuk mencapai tiga tujuan tersebut, PMPK FK UGM dikontrak oleh AIPMNH untuk melaksanakan Paket Pekerjaan Penyediaan Jasa Koordinasi, Monitoring, Evaluasi, dan Verifikasi Bantuan Teknis Kegiatan Outsourcing Klinis Program Coordination Consultant di NTT.

Kegiatan ini merupakan sebuah reformasi sistem kesehatan dimana masalah kematian ibu dan anak dicoba diatasi dengan: Merubah pengorganisasian pelayanan kesehatan melalui kerjasama antar organisasi (model sister hospital); Merubah sistem pembayaran untuk tenaga kesehatan melalui pendekatan kontrak per kelompok; dan merubah regulasi pelayanan kesehatan ibu dan anak dan pendidikan tenaga kesehatan (spesialis) melalui kebijakan yang affirmative untuk daerah sulit seperti NTT.

Page 19: a1-6 Jejaring Dan Kemitraan Antara Sektor Pemerintah Dan Non-pemerintah Dalam Pelayanan Kesehatan

61 | PML Papua

Ringkasan Modul Dasar

Rancangan program: Menggunakan rancangan kegiatan before dan after untuk melihat dampaknya dan evaluasi input dan proses untuk pelaksanaannya.

Hasil evaluasi setelah 6 bulan program Sister Hospital NTT berjalan menunjukkan bahwa:

• Kegiatan Clinical Contracting Out keenam RS Mitra umumnya menunjukkan peningkatan dalam hal kinerja baik kinerja klinis maupun kinerja outcomeoutput-proses-input.

• Kegiatan capacity building di RSD telah berjalan meskipun di beberapa tempat keterlibatan dokter umum RSD belum optimal.

• Kegiatan capacity building untuk tenaga puskesmas umumnya telah berjalan baik meskipun di beberapa tempat tidak optimal karena ada kendala koordinasi dan kerja sama dengan pihak terkait

• Kegiatan pengiriman pendidikan dokter spesialis umumnya telah berhasil mengidentifikasi dan mengusulkan dokter umum yang akan mengikuti PPDS terkait PONEK kecuali untuk spesialisasi anastesi.

Disamping manfaat mengurangi kematian, berbagai kegiatan pengembangan kapasitas yang dilakukan di RSD dan ke Puskesmas perlu dicatat sebagai manfaat kegiatan yang dapat dirupiahkan.

Dalam perpanjangan program Sister Hospital ke tahun 2011, 5 RS Mitra telah menandatangani PKS (Perjanjian Kerja Sama) dengan pemda kabupaten masing-masing, kecuali RS Bethesda yang tidak bisa melanjutkan kerja sama ini karena keterbatasan SDM yang dimiliki. RS Bethesda digantikan oleh RSUP dr. Sardjito Yogyakarta.

Page 20: a1-6 Jejaring Dan Kemitraan Antara Sektor Pemerintah Dan Non-pemerintah Dalam Pelayanan Kesehatan

PML Papua | 62

Ringkasan Modul Dasar

Kesimpulan akhir: Program Sister Hospital Provinsi NTT sudah berjalan baik sesuai dengan harapan dan tahapan-tahapannya, serta perlu dilanjutkan dengan perbaikan.

E. Rujukan

Abramson, W. B. (2001) Monitoring and evaluation of contracts for health service delivery in Costa Rica. Health Policy and Planning [Internet], 16 (4) pp. 404-411. Available from: <http://heapol.oxfordjournals.org/cgi/reprint/16/4/404.pdf> [Accessed 30 April 2007].

ADB (tanpa tahun). Public-Private Partnership Handbook. Metro Manila: ADB.

Berman, P. (2011) Contracting: Overview. From “Strategies for Private Sector Engagement and Public Private Partnership (PPP) in Health” course in Manila.

Chee, G., Borowitz, M., and Barraclough, A. (2009). Private Sector Health in Indonesia. North Bethesda, Maryland: USAID

Harding, A. (2011). Private Health Sector Assessments (PHSA). From “Strategies for Private Sector Engagement and Public Private Partnership (PPP) in Health” course in Manila.

Harding, A. & Preker, A.S. (2003). Private Participation in Health Services. Washington D.C.: The World Bank

Langenbrunner, J. (2011) Contracting with Private Sector. From “Strategies for Private Sector Engagement and Public Private Partnership (PPP) in Health” course in Manila.

Loevinsohn, B. & Harding, A. (2004) Contracting for the Delivery of Community Health Services: A Review of Global Experience. Washington D.C: The World Bank

Page 21: a1-6 Jejaring Dan Kemitraan Antara Sektor Pemerintah Dan Non-pemerintah Dalam Pelayanan Kesehatan

63 | PML Papua

Ringkasan Modul Dasar

Murti, B. (2006) Contracting Out Pelayanan Kesehatan: Sebuah Alternatif Solusi Keterbatasan Kapasitas Sektor Publik. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 3 September 2006

PMPK FK UGM (2010) Grand Design Program Sister Hospital NTT. Yogyakarta: PMPK FK UGM.

PMPK FK UGM (2011) Laporan Akhir Program Sister Hospital NTT. Yogyakarta: PMPK FK UGM.

Praptoraharjo, I. (2011) Contracting Out Pelayanan Kesehatan

Preker, A.S; Liu, X; Velenyi, E.V; Baris, E. (2007). Public Ends, Private Means: Strategic Purchasing of Health Services. Washington D.C: The World Bank

Prinja, S. (2010). Role of Ideas and Ideologies in Evidence-Based Health Policy. Iranian J Publ Health, Vol. 39, No.1, 2010, pp. 64-69. (Available at: http://ijph.ir/pdfs/10-%20Dr_Prinja.pdf)

Trisnantoro, L., Farid ul-Hasnain, S., Herrera, M., Supakankunti, S., Berman, P., & Montagu, D. (2011). Overview on Asia-Region’s Private Sector in Health System. From “Strategies for Private Sector Engagement and Public Private Partnership (PPP) in Health” course in Manila.

Wang, H; McEuen, M., Mize, L., Cisek, C., & Barraclough, A. (2009). Private Sector Health in Indonesia: A Desk Review. North Bethesda, Maryland: USAID.

Zarco-Jasso, H. (2005) Public-private partnership: a multidimensional model for contracting [Internet]. Available from: <http://www.inderscience.com/storage/ f410126115297381.pdf> [Accessed 18 May 2007].

Page 22: a1-6 Jejaring Dan Kemitraan Antara Sektor Pemerintah Dan Non-pemerintah Dalam Pelayanan Kesehatan

PML Papua | 64

Ringkasan Modul Dasar