a08awu

Upload: amrah38

Post on 09-Jan-2016

220 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tugas

TRANSCRIPT

  • PENENTUAN KRITERIA KECAMBAH NORMAL YANG BERKORELASI DENGAN VIGOR BIBIT JARAK PAGAR

    (Jatropha curcas Linn.)

    Oleh Arifani Wulandari

    A34403040

    PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH

    FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2008

  • RINGKASAN

    ARIFANI WULANDARI. Penentuan Kriteria Kecambah Normal

    yang Berkorelasi dengan Vigor Bibit Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.).

    Dibimbing oleh ENDANG MURNIATI.

    Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan kriteria kecambah normal

    yang dapat digunakan untuk menentukan daya berkecambah (DB) dan berkorelasi

    dengan beberapa tolok ukur vigor bibit. Penelitian dilaksanakan di laboratorium

    dan rumah kaca Ilmu dan Teknologi Benih IPB Leuwikopo, Dramaga, Bogor.

    Pelaksanaan penelitian ini berlangsung dari bulan Juni 2007 sampai Desember

    2007.

    Terdapat tiga percobaan dalam penelitian ini. Percobaan pertama bertujuan

    untuk memperoleh beberapa macam kriteria kecambah normal yang akan

    digunakan pada percobaan tahap selanjutnya, dengan menggunakan 6 aksesi

    benih, yaitu aksesi Karanganyar, Lampung, Bengkulu, Indramayu grade A,

    Indramayu grade B, dan Indramayu grade C. Kriteria kecambah normal diperoleh

    berdasarkan kriteria kualitatifnya. Penilaian dilakukan terhadap panjang hipokotil,

    endosperma yang menutupi kotiledon, struktur perakaran, dan munculnya

    plumula. Berdasarkan pengamatan terhadap penilaian tersebut, diperoleh 4

    kriteria, yaitu kriteria A, B, C, dan D.

    Percobaan kedua bertujuan untuk memilih salah satu kriteria yang telah

    diperoleh pada percobaan pertama. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan

    Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal yaitu lot benih dengan 4 ulangan. Percobaan

    ini menggunakan 5 lot benih, yaitu IP-1P (Improved Population-1 dari Pakuwon),

    IP-1A (Improved Population-1 dari Asembagus), IP-1M (Improved Population-1

    dari Muktiharjo), aksesi dari Karanganyar dan Probolinggo. Pemilihan dilakukan

    berdasarkan uji F dan uji lanjut Duncan dengan melihat nyata atau tidaknya serta

    jumlah nilai tengah yang menunjukkan beda nyata antar perlakuan. Berdasarkan

    hasil percobaan kedua diperoleh hasil bahwa DB yang ditentukan oleh kriteria

    kecambah normal A, B, C, dan D menunjukkan beda yang nyata antar beberapa

    lot benih yang digunakan. Selanjutnya dari tabulasi tingkat kepekaan DB antar lot

    benih yang diperoleh dari jumlah notasi yang menunjukkan beda nyata, kriteria

  • kecambah normal B, C, dan D memiliki tingkat kepekaan yang lebih besar

    dibandingkan kriteria A.

    Percobaan ketiga bertujuan untuk menentukan salah satu kriteria B, C, dan

    D yang dapat digunakan untuk menentukan DB dan berkorelasi dengan tolok ukur

    vigor bibit. Penentuan ini dilakukan dengan melihat koefisien korelasi dan

    koefisien determinasi antara DB berdasarkan kriteria kecambah normal B, C, dan

    D dengan beberapa tolok ukur vigor bibit. Hasil percobaan ketiga menunjukkan

    bahwa DB berdasarkan kriteria kecambah normal D memiliki hubungan linier

    nyata dan positif dengan tolok ukur vigor bibit terbanyak dibandingkan kriteria B

    dan C, yaitu jumlah daun, jumlah tunas, dan tinggi tanaman.

  • PENENTUAN KRITERIA KECAMBAH NORMAL YANG BERKORELASI DENGAN VIGOR BIBIT JARAK PAGAR

    (Jatropha curcas Linn.)

    Skripsi sebagai salah satu syarat

    untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

    pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

    Oleh Arifani Wulandari

    A34403040

    PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH

    FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2008

  • Judul : PENENTUAN KRITERIA KECAMBAH NORMAL YANG

    BERKORELASI DENGAN VIGOR BIBIT JARAK PAGAR

    (Jatropha curcas Linn.)

    Nama : Arifani Wulandari

    NRP : A34403040

    Menyetujui,

    Dosen Pembimbing

    Dr Ir Endang Murniati, MS

    NIP. 130 813 796

    Mengetahui,

    Dekan Fakultas Pertanian

    Prof. Dr Ir Didy Sopandie, MAgr.

    NIP. 131 124 019

    Tanggal Lulus :

  • RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan di Probolinggo, Propinsi Jawa Timur pada tanggal 29

    September 1985. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari Bapak

    Slamet Riyadi dan Ibu Ain Nur Rochmiati.

    Penulis lulus SDN Sukodadi 1, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur pada

    tahun 1997. Pada tahun 2000 penulis menyelesaikan studi di SLTPN 2

    Probolinggo, kemudian penulis lulus dari SMUN 1 Probolinggo pada tahun 2003.

    Pada tahun yang sama penulis diterima di IPB melalui jalur USMI pada Program

    Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan

    Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

    Tahun 2003/2004 2004/2005 penulis aktif di organisasi UKM Pramuka

    Institut Pertanian Bogor. Tahun 2004/2005 penulis aktif di organisasi Himpunan

    Profesi Agronomi (HIMAGRON). Kemudian tahun 2005 penulis mengikuti

    Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang penelitian. Pada tahun 2005

    penulis mendapatkan pengalaman magang dari Balai Penelitian Tanaman

    Tembakau dan Serat (Balittas) Malang, Jawa Timur selama satu bulan.

  • KATA PENGANTAR

    Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan

    hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Penentuan

    Kriteria Kecambah Normal yang Berkorelasi dengan Vigor Bibit Jarak

    Pagar (Jatropha curcas Linn.). Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat

    kelulusan.

    Penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah

    memberikan pengarahan, motivasi, inspirasi, dan bantuan selama kegiatan

    penelitian dan penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih ini diucapkan kepada:

    1. Dr Ir Endang Murniati, MS sebagai pembimbing skripsi yang telah

    memberikan bimbingan dan arahan selama penelitian dan proses pembuatan

    skripsi ini.

    2. Ir. Abdul Qadir, MSt dan Dr Dra Tatiek Kartika S, MS yang bersedia untuk

    menguji dan memberikan masukan pada skripsi ini.

    3. Bapak dan Ibu tercinta, Irma, Tomi, serta saudara-saudaraku di Probolinggo

    yang telah memberikan dorongan baik moril maupun materiil, terima kasih

    untuk semuanya.

    4. Ajax, Dia Yoga, dan semua sahabat-sahabat di Probolinggo yang selalu

    memberikan semangat untuk menyelesaikan semuanya dengan baik.

    5. Hidayati, Rischa, Ninik, Vindha, Cita, Purwanti, Fauzi, dan Firin, terima kasih

    atas bantuan dan dukungannya.

    6. Dona, Silvia, Dara, Ayu, Resti, dan semua teman-teman di wisma Edelweiss

    atas kebersamaan dan kekeluargaannya.

    7. Ginting, Adit, Andari, Roni, Sita, Habib, Toni, Saipulloh, dan teman-teman

    PMTTB 40 atas bantuan dan dukungan selama penelitian dan proses

    pembuatan skripsi ini.

    8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

    Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.

    Bogor, Februari 2008

    Penulis

  • DAFTAR ISI

    Halaman PENDAHULUAN

    Latar Belakang .......................................................................................... 1 Tujuan........................................................................................................ 3 Hipotesis .................................................................................................... 3

    TINJAUAN PUSTAKA Jarak Pagar ( Jatropha curcas Linn.) Secara Umum ............................... 4 Pengujian Mutu Fisiologis Benih ............................................................ 6 Kriteria Bibit Tanaman Tahunan.............................................................. 8

    BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu................................................................................... 11 Bahan dan Alat ........................................................................................ 11 Metode Penelitian .................................................................................... 11

    HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum ........................................................................................ 16 Percobaan 1: Penentuan Berbagai Macam Kriteria Kecambah Normal... 17 Percobaan 2: Pengujian Perkecambahan pada Beberapa Lot Benih ........ 18 Percobaan 3: Uji Korelasi antara DB Kriteria Kecambah Normal

    Terpilih dengan Beberapa Tolok Ukur Vigor Bibit............ 20 Evaluasi Lot Benih yang Digunakan ........................................................ 28

    KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ............................................................................................. 35 Saran ....................................................................................................... 35

    DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 36

    LAMPIRAN..................................................................................................... 40

  • DAFTAR TABEL

    Nomor Halaman Teks

    1. Ciri-Ciri Morfologi Kriteria Kecambah Normal ........................................ 18

    2. Rekapitulasi Nilai F Pengaruh Lot Benih terhadap DB Berdasarkan Beberapa Kriteria Kecambah Normal.................................... 19

    3. Nilai Rata-Rata Daya Berkecambah Menggunakan Beberapa Kriteria Kecambah Normal pada Beberapa Lot Benih ............................... 20

    4. Jumlah Nilai Tengah Perlakuan Berdasarkan Beberapa Kriteria Kecambah Normal antar Lot Benih ............................................................ 20

    5. Nilai Koefisien Korelasi (r) antara DB Kriteria Kecambah Normal B, C, dan D dengan Beberapa Tolok Ukur Vigor Bibit.............................. 21

    6. Nilai Koefisien Determinasi (R2) Berdasarkan Analisis Regresi antara DB Kriteria Kecambah Normal B dengan Beberapa Tolok Ukur Vigor Bibit ......................................................................................... 23

    7. Nilai Koefisien Determinasi (R2) Berdasarkan Analisis Regresi antara DB Kriteria Kecambah Normal C dengan Beberapa Tolok Ukur Vigor Bibit ......................................................................................... 25

    8. Nilai Koefisien Determinasi (R2) Berdasarkan Analisis Regresi antara DB Kriteria Kecambah Normal D dengan Beberapa Tolok Ukur Vigor Bibit ......................................................................................... 26

    9. Rekapitulasi Nilai F Pengaruh Lot Benih terhadap Beberapa Tolok Ukur Vigor Bibit yang Digunakan ................................................... 29

    10. Nilai Rata-Rata Jumlah Daun Bibit Jarak Pagar pada Beberapa Lot Benih .................................................................................................... 30

    11. Nilai Rata-Rata Jumlah Tunas Bibit Jarak Pagar pada Beberapa Lot Benih .................................................................................................... 31

    12. Nilai Rata-Rata Tinggi Bibit Jarak Pagar pada Beberapa Lot Benih.......... 32

    13. Nilai Rata-Rata Diameter Batang Bibit Jarak Pagar pada Beberapa Lot Benih .................................................................................................... 32

    14. Nilai Rata-Rata Rasio Tunas/Akar Bibit Jarak Pagar pada Beberapa Lot Benih .................................................................................... 33

  • Lampiran

    1. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap DB Berdasarkan Beberapa Kriteria Kecambah Normal A................................41

    2. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap DB Berdasarkan Beberapa Kriteria Kecambah Normal B ................................41

    3. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap DB Berdasarkan Beberapa Kriteria Kecambah Normal C ................................41

    4. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap DB Berdasarkan Beberapa Kriteria Kecambah Normal D................................41

    5. Analisis Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap Jumlah Daun pada 6 MST (JD1) .............................................................................................. 41

    6. Analisis Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap Jumlah Daun pada 8 MST (JD2) .............................................................................................. 41

    7. Analisis Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap Jumlah Daun pada 10 MST (JD3) .............................................................................................42

    8. Analisis Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap Jumlah Tunas pada 6 MST (JT1)............................................................................................... 42

    9. Analisis Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap Jumlah Tunas pada 8 MST (JT2)............................................................................................... 42

    10. Analisis Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap Jumlah Tunas pada 10 MST (JT3)..............................................................................................42

    11. Analisis Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap Jumlah Tunas pada 12 MST (JT4)..............................................................................................42

    12. Analisis Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap Tinggi Tanaman pada 8 MST (TT2) ......................................................................................42

    13. Analisis Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap Diameter Batang pada 8 MST (D2) ........................................................................................43

    14. Analisis Ragam Model Regresi Y=28.10+7.67 JD2...................................43

    15. Analisis Ragam Model Regresi Y=16.10+2.23 TT2 ..................................43

    16. Analisis Ragam Model Regresi Y=35.31 + 7.33 JD2.................................43

    17. Analisis Ragam Model Regresi Y=1.93 + 3.32 TT1 ..................................43

    18. Analisis Ragam Model Regresi Y= 18.81 + 2.29 TT2 ...............................43

  • 19. Analisis Ragam Model Regresi Y=38.03 + 7.06 JD2.................................43

    20. Analisis Ragam Model Regresi Y =65.71 + 20.25 JT2 ..............................44

    21. Analisis Ragam Model Regresi Y =76.86 + 9.57 JT3 ................................44

    22. Analisis Ragam Model Regresi Y= 6.74 + 3.16 TT1 .................................44

    23. Analisis Ragam Model Regresi Y = 22.55 + 2.19 TT2 ..............................44

    24. Kolerasi antara Tolok Ukur Vigor Bibit dengan Daya Berkecambah Berdasarkan Kriteria Kecambah Normal B .........................45

    25. Kolerasi antara Tolok Ukur Vigor Bibit dengan Daya Berkecambah Berdasarkan Kriteria Kecambah Normal C .........................47

    26. Kolerasi antara Tolok Ukur Vigor Bibit dengan Daya Berkecambah Berdasarkan Kriteria Kecambah Normal D.........................49

  • DAFTAR GAMBAR

    Nomor Halaman

    Teks

    1. Kriteria Kecambah Normal A, B, C dan D................................................ 17

    Lampiran

    1. Perkecambahan Benih pada Umur 14 HST ............................................... 51

    2. Perkecambahan Benih pada Umur 21 HST (Terserang Hama Ulat) ........ 51

    3. Daun yang Terserang Hama Kutu ............................................................. 52

    4. Tanaman Terserang Virus Witches Broom ............................................... 52

  • PENDAHULUAN

    Latar Belakang

    Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki sumberdaya

    alam yang sangat potensial untuk dikembangkan. Potensi sumberdaya lahan,

    agroklimat, dan sumberdaya manusia yang memadai serta iklim yang mendukung

    dapat digunakan untuk mengoptimalkan pemanfaatan dan pengembangan usaha

    agribisnis.

    Krisis energi yang terjadi di negara ini terutama pada bahan bakar minyak

    (BBM), menyebabkan perlunya pengembangan sumber-sumber bahan bakar

    alternatif. Sumber tanaman penghasil minyak nabati yang dapat dimanfaatkan

    sebagai bahan baku biodiesel cukup banyak, yaitu jagung, kedelai, kelapa sawit,

    jarak pagar, dan lain sebagainya. Tanaman yang potensial untuk dikembangkan

    sebagai bahan baku biodiesel di Indonesia adalah jarak pagar (Jatropha curcas

    Linn), karena tanaman ini tidak bersaing dengan kebutuhan pangan dan produk-

    produk penting lainnya (Hambali, 2006).

    Jarak pagar selain sebagai sumber bahan bakar alternatif, juga dikenal

    sebagai tanaman yang memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi dan dapat

    memperbaiki lingkungan. Menurut Prihandana dan Hendroko (2006), tanaman ini

    potensial untuk dikembangkan pada daerah yang marginal atau kering. Tanaman

    pada umumnya akan mengalami stress ketika dihadapkan pada lahan yang

    ekstrim, dimana sistem perakaran belum berkembang, sehingga air dan hara yang

    diserap sangat sedikit. Hal ini menuntut tersedianya benih jarak pagar dengan

    mutu yang baik, sehingga dapat dihasilkan bibit yang sehat dan vigor.

    Lingkungan memiliki pengaruh yang cukup berarti, oleh karena itu perlu

    adanya pengujian benih di lapang dan di laboratorium. Menurut Copeland dan

    McDonald (2001), daya adaptasi benih yang baik pada kedua lingkungan tersebut

    menunjukkan bahwa benih tersebut vigor. Pengujian perkecambahan di

    laboratorium dapat digunakan untuk memperkirakan daya tumbuh tanaman di

    lapang. Hal ini sesuai dengan temuan Wang dalam Iriantono et al. (1998) yaitu

    persentase daya berkecambah hasil uji laboratorium benih Pinus resinosa

  • berkorelasi positif dengan persen jadi bibit di lapangan, apabila kecambah

    dievaluasi berdasarkan pertumbuhan struktur hipokotil, akar, dan kotiledonnya.

    Uji daya berkecambah bertujuan untuk mengetahui mutu fisiologis benih.

    Uji ini dapat dipergunakan untuk menilai mutu bibit di lapang. Umumnya

    pengujian dilakukan di laboratorium dengan menggunakan media standar, dan

    lingkungan yang optimum, sehingga seringkali dihasilkan data yang over estimate

    dan tidak sesuai dengan daya tumbuh di lapang. Menurut Kamil (1980) salah satu

    kesukaran pokok yang timbul dan sering diabaikan terutama oleh mahasiswa atau

    analis benih pada pengujian perkecambahan benih (seed germination test) ialah

    menentukan bibit atau kecambah yang termasuk normal (identification of normal

    seedling).

    Kriteria kecambah normal bervariasi antar jenis tanaman, untuk itu pada

    setiap tanaman diperlukan adanya penelitian yang nantinya menghasilkan suatu

    kriteria kecambah normal yang berkorelasi dengan vigor bibit di lapang. Kriteria

    ini nantinya dapat digunakan sebagai pedoman analis benih, sebagai metode

    pengujian rutin di laboratorium benih dalam proses sertifikasi benih, dan untuk

    menduga performa pertumbuhan benih di lapang, sehingga perhitungan kebutuhan

    benih dapat lebih tepat. Pada penelitian Aisyah (2003) dihasilkan kriteria

    kecambah normal pada benih Pinus merkusii yaitu kecambah yang telah memiliki

    struktur penting antara lain kulit benih telah terbuka sempurna dan radikula mulai

    dewasa yang terlihat berbeda dengan hipokotil dan berwarna merah kecoklatan.

    Kriteria pada pinus ini menurut Aisyah (2003) berkorelasi dengan tolok ukur

    vigor bibit yaitu tinggi bibit, jumlah daun, panjang akar serta rasio tunas dan akar.

    Penentuan standar kriteria kecambah normal pada jarak pagar sangat

    penting dilakukan, untuk membantu para konsumen benih dalam mendapatkan

    informasi tentang mutu benih yang akan digunakan. Berkembangnya usaha

    budidaya jarak pagar di masyarakat, menuntut adanya informasi tentang mutu

    benih yang lengkap. Jarak pagar adalah tanaman tahunan, apabila benih yang

    digunakan tidak sesuai dengan persyaratan mutu dapat mengakibatkan kegagalan

    dan kerugian yang besar dikemudian hari. Untuk itu penelitian tentang penentuan

    kriteria kecambah normal yang dapat digunakan untuk menentukan daya

    berkecambah (DB) dan berkorelasi dengan vigor bibit jarak pagar perlu dilakukan.

  • Tujuan

    Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kriteria kecambah normal yang

    dapat digunakan untuk menentukan daya berkecambah (DB) dan berkorelasi

    dengan beberapa tolok ukur vigor bibit.

    Hipotesis

    Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat suatu kriteria

    kecambah normal untuk menentukan daya berkecambah (DB) dan berkorelasi

    dengan tolok ukur vigor bibit.

  • TINJAUAN PUSTAKA

    Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.) Secara Umum

    Menurut Prihandana dan Hendroko (2006) jarak pagar (Jatropha curcas

    Linn.) masih satu keluarga dengan tanaman karet dan kemiri. Adapun klasifikasi

    jarak pagar adalah sebagai berikut :

    Divisi : Spermatophyta

    Sub Divisi : Angiospermae

    Kelas : Dicotyledonae

    Ordo : Euphorbiales

    Family : Euphorbiaceae

    Genus : Jatropha

    Spesies : Jatropha curcas Linn.

    Jarak pagar berbentuk pohon perdu dengan tinggi tanaman 1 - 7 m dan

    bercabang tidak teratur. Batangnya berkayu, silindris, dan bila terluka akan

    mengeluarkan getah. Daunnya berwarna hijau dengan permukaan bagian bawah

    lebih pucat dibanding bagian atas. Bunga berwarna kuning kehijauan yang berupa

    bunga majemuk berbentuk malai, berumah satu, dan bunga uniseksual. Buah

    berbentuk bulat telur dengan diameter 2 - 4 cm, berwarna hijau ketika masih

    muda, dan berwarna kuning jika masak. Buah jarak terbagi menjadi tiga ruang,

    yang masing-masing ruang berisi satu biji. Biji berbentuk bulat lonjong dan

    berwarna coklat kehitaman (Prihandana dan Hendroko, 2006).

    Menurut Bramasto (2006), produktivitas biji jarak berkisar antara 3,5 - 4,5

    kg biji/pohon/tahun dan produksinya akan stabil setelah tanaman berumur lebih

    dari 1 tahun, sedangkan menurut Hambali (2006) produksinya stabil setelah

    berumur lebih dari 5 tahun. Selanjutnya Hambali (2006) menyatakan bahwa

    produktivitasnya akan mencapai 5 - 10 ton biji/ha, apabila tingkat populasi

    tanaman 2500 pohon/ha.

    Biji jarak pagar yang baik untuk dijadikan benih harus memiliki kriteria,

    yaitu diambil dari kapsul yang berwarna kuning dan biji yang diambil adalah yang

    berwarna hitam dengan fisik utuh, tidak cacat dan tidak tergores, tidak berjamur

  • ataupun mengandung patogen. Benih harus berasal dari induk yang memiliki

    produktivitas tinggi dan telah berumur minimal 4 tahun. Kadar air yang baik

    untuk benih yang diedarkan yaitu 5 - 7% dan tidak dikeringkan di bawah sinar

    matahari langsung (Prawitasari, 2006a)

    Tanaman ini berasal dari Meksiko, Amerika Tengah, dan dibawa ke

    Indonesia pada saat pemerintahan Jepang untuk dijadikan bahan bakar minyak

    oleh tentara Jepang. Menurut Prawitasari (2006b), jarak pagar di Indonesia sudah

    beradaptasi secara alami dengan rentang penyebaran yang luas, mulai kawasan

    barat sampai dengan timur (Aceh sampai dengan Papua). Banyak masyarakat

    yang belum mengetahui potensi jarak pagar sebagai bahan baku biodiesel. Selama

    ini masyarakat hanya mengetahui manfaat jarak pagar sebagai tanaman obat

    tradisional dan dapat dimanfaatkan sebagai pagar hidup, sehingga penanamannya

    belum dilakukan secara komersial dalam skala besar.

    Tanaman jarak pagar mampu tumbuh pada lahan kritis atau marjinal dan

    beriklim panas, dari dataran rendah sampai dengan ketinggian 800 m dpl dan

    dengan tingkat keasaman tanah berkisar 5 - 7. Curah hujan optimal untuk daerah

    penanaman jarak berkisar antara 700 - 1200 mm/tahun dan kisaran suhu yang

    cocok untuk tanaman jarak adalah 20 - 26 oC (Heyne, 1987). Berdasarkan daerah

    tempat tumbuhnya, tanaman jarak pagar dapat dijadikan salah satu jenis tanaman

    pada kegiatan konservasi dan rehabilitasi lahan kritis (Bramasto, 2006). Salah satu aspek yang kurang mendapatkan perhatian serius pada tanaman jarak pagar

    adalah serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Banyak orang menganggap bahwa tanaman

    ini adalah tanaman yang beracun, sehingga tidak perlu dikhawatirkan adanya serangan OPT, namun

    dari hasil laporan diketahui adanya beberapa hama dan penyakit yang menimbulkan kerusakan, yang

    secara ekonomi merugikan bagi perkebunan jarak pagar (Anonimous, 2007).

    Penyakit pada tanaman adalah suatu kondisi dimana tanaman tidak dapat

    melakukan fungsinya akibat adanya serangan patogen dan ini berlangsung terus

    menerus. Ada beberapa patogen yang sudah diketahui menyerang tanaman jarak

    pagar diantaranya menyebabkan penyakit embun tepung, busuk Botrytis, busuk

    Rhizoctonia, busuk fusarium, Witches Broom, dan bercak daun bakteri

    (Suastika, 2006).

    Pengujian Mutu Fisiologi Benih

  • Perkecambahan benih merupakan proses pertumbuhan yang dimulai dari

    benih sampai menjadi kecambah. Kamil (1980) menyatakan bahwa secara visual

    dan morfologi suatu benih yang berkecambah umumnya ditandai dengan

    terlihatnya akar atau daun yang menonjol keluar dari benih. Byrd (1983),

    mendefinisikan perkecambahan sebagai mekar dan berkembangnya stuktur-

    struktur penting dari embrio benih yang menunjukkan kemampuannya untuk

    menghasilkan tanaman normal pada keadaan yang menguntungkan. Menurut

    Schmidt (2000) perkecambahan merupakan mata rantai terakhir dalam proses

    penanganan benih. Hal ini didasari dari pengertian bahwa perkecambahan

    merupakan batas antara benih yang masih tergantung pada sumber makanan dari

    induknya dengan tanaman yang mampu berdiri sendiri dalam mengambil hara.

    Tipe perkecambahan pada jarak pagar merupakan tipe epigeal. Ciri-ciri

    perkecambahan epigeal, yaitu hipokotil berkembang dan kemudian mendorong

    kotiledon ke atas permukaan tanah, kadang-kadang bersamaan dengan kulit benih

    dan sisa endosperma (Schmidt, 2000). Sutopo (2002) mengemukakan bahwa

    sebelum daun dapat berfungsi sebagai organ fotosintesis, maka pertumbuhan

    kecambah sangat tergantung pada kotiledon (bagian dari benih yang merupakan

    jaringan penyimpanan cadangan makanan).

    Umumnya perkecambahan tanaman memerlukan beberapa syarat khusus

    untuk memulai proses ini. Menurut Schmidt (2000) perkecambahan ditentukan

    oleh kualitas benih (vigor dan kemampuan berkecambah), perlakuan awal

    (pematahan dormansi), dan kondisi perkecambahan seperti air, suhu, media,

    cahaya, dan bebas dari hama penyakit.

    Mutu fisiologis benih dapat diketahui dengan melakukan uji

    perkecambahan (Kurniaty et al., 2005). Tujuan utama uji perkecambahan adalah

    untuk mendapatkan informasi perkiraan daya tumbuh benih di lapangan dan

    menyediakan nilai relatif suatu lot terhadap lot benih lainnya (Anonimous, 2005).

    Menurut Copeland dan McDonald (2001) uji ini memiliki keterbatasan dalam

    menentukan mutu benih. Iriantono et al. (2000) menambahkan bahwa kemampuan

    benih untuk tumbuh di lapangan lebih kecil dibandingkan apabila dikecambahkan

    di laboratorium. Hal ini disebabkan karena perkecambahan di laboratorium

    berlangsung dalam kondisi terkontrol baik dalam suhu, kelembaban, dan media

  • tumbuh, sedangkan kondisi di lapangan, banyak dipengaruhi oleh faktor luar yang

    sulit dikendalikan. Faktor luar ini merupakan faktor pembatas bagi benih untuk

    melakukan aktivitas metabolisme dengan sempurna dan membentuk kecambah

    yang normal.

    Kurniaty et al. (2005) menyatakan bahwa ciri/kriteria terpenting yang

    harus ada dan diketahui dalam pengujian perkecambahan adalah batasan tentang

    kecambah normal dan kecambah abnormal. Batasan yang jelas akan

    mempermudah penguji untuk menentukan mutu fisiologis benih, karena

    kecambah yang memiliki mutu fisiologis yang baik akan berpotensi untuk tumbuh

    menjadi tanaman sempurna jika ditanam di lapang.

    Struktur penting kecambah seperti struktur perakaran (radikula), daun

    (plumula), hipokotil, dan kotiledon merupakan suatu hal yang mutlak digunakan

    untuk menilai kemampuannya untuk tumbuh dan berkembang di lapangan.

    Menurut Kamil (1980) pertumbuhan akar adalah sangat penting, semakin cepat

    semakin baik untuk pertumbuhan bibit atau tanaman tersebut. Bramasto et al.

    (2006) menyatakan bahwa untuk mengetahui sejauh mana pembentukan struktur

    penting itu sempurna dan mampu berkembang menjadi semai bibit dan anakan

    yang vigor di lapangan, perlu adanya suatu penelitian yang nantinya dapat

    menghasilkan suatu kriteria kecambah normal yang juga bisa diuji pada tingkat

    semai atau bibit, hingga ditanam di lapangan. Penelitian Bramasto et al. (2006)

    memperoleh hasil bahwa penyapihan benih suren dapat dilakukan pada saat

    semua struktur penting kecambah telah berkembang dan bentuknya telah

    sempurna, yaitu adanya tunas, kotiledon yang telah terbuka, perakaran yang

    berkembang sempurna, serta telah munculnya daun primer. Perkembangan

    seluruh stuktur kecambah tersebut akan mendukung pertumbuhan bibit

    selanjutnya.

    Kriteria kecambah/bibit normal adalah kecambah yang memperlihatkan

    kemampuan berkembang terus hingga menjadi tanaman normal jika ditumbuhkan

    dalam kondisi yang optimum; perakaran berkembang baik dan diikuti

    perkembangan hipokotil, plumula (daun), epikotil, dan kotiledon yang tumbuh

    sehat; atau ada kerusakan sedikit pada struktur tumbuhnya tetapi secara umum

    masih menunjukkan pertumbuhan yang kuat dan seimbang antara pertumbuhan

  • struktur satu dengan yang lainnya (Sadjad, 1980). Kecambah yang akan

    menghasilkan bibit yang vigor adalah kecambah yang memiliki panjang hipokotil

    dan akar primer tiga sampai empat kali panjang benih (Anonimous, 1986).

    Menurut Iriantono dan Nurhasybi (1996) pengujian mutu fisiologis benih

    dilaksanakan untuk menentukan kriteria kuantitatif dan kualitatif kecambah

    normal. Kriteria kuantitatif didasarkan pada panjang hipokotil, epikotil, dan

    radikula, sedangkan kriteria kualitatif didasarkan pada klasifikasi struktur tumbuh

    kecambah. Penelitian Iriantono dan Nurhasybi (1996) pada tanaman tusam

    menghasilkan 9 kelas kecambah, yaitu kulit benih telah terbuka sempurna, kulit

    benih hampir lepas dari kotiledon, kotiledon telah muncul hingga setengahnya,

    batas antara hipokotil dan kotiledon mulai terlihat, kotiledon belum muncul,

    radikula mulai tumbuh, benih tidak berkecambah, kulit benih telah retak tetapi

    gagal berkecambah, dan kecambah abnormal. Kelas kecambah ini diperoleh

    berdasarkan kriteria kualitatif dan diamati pada hari ke-10 sampai hari ke-14.

    Chen dan Chen (1989) dalam menguji vigor kecambah Chinese fir pada

    wadah vertikal, memperoleh 5 kelas kecambah, yaitu kecambah dengan kulit

    benih telah terbuka sempurna, kecambah dengan kulit benih hampir terlepas,

    munculnya radikula dan hipokotil dengan kulit benih masih melekat, radikula dan

    hipokotil muncul dengan kulit benih yang masih melekat dan kotiledon belum

    terlihat, dan radikula muncul lebih panjang dari setengah ukuran benih. Pengujian

    klasifikasi tanaman Chinese fir ini berakhir pada hari ke-20, karena lebih dari hari

    ke-20, kelima kelas kecambah sudah tidak berkorelasi dengan penampilan

    tanaman di persemaian.

    Kriteria Bibit Tanaman Tahunan

    Menurut Salisbury dan Ross (1995), pertumbuhan adalah pertambahan sel

    yang pada tumbuhan berlangsung terbatas pada beberapa bagian tertentu, yang

    terdiri dari sejumlah sel yang baru saja dihasilkan melalui proses pembelahan sel

    meristem. Pembelahan sel itu sendiri tidak menyebabkan pertambahan ukuran,

    namun produk pembelahan sel itulah yang tumbuh dan menyebabkan

    pertumbuhan. Ujung akar dan ujung tajuk (apeks) adalah bagian tanaman yang

    memiliki meristem. Proses pertumbuhan ini dipengaruhi oleh faktor dalam

  • (genetik) dan faktor luar (lingkungan) yang mempengaruhi baik secara langsung

    maupun tidak langsung.

    Bibit adalah bahan tanaman vegetatif yang bukan benih atau benih yang

    sudah tumbuh, namun belum mencapai stadium kemandirian tanaman (Sadjad,

    1999). Mutu bibit dapat dievaluasi oleh ciri fisik, fisiologi, dan genetikanya. Ciri

    fisik yang biasanya digunakan untuk mengevaluasi mutu bibit diantaranya tinggi

    total, diameter pangkal batang, nisbah tinggi/diameter, nisbah bagian tunas/akar,

    kelurusan dan jumlah batang, pangkal batang berkayu, keadaan tajuk dan

    kekompakan akar. Ciri fisiologi bibit dapat dievaluasi dengan mengukur

    kandungan unsur hara pada tanaman, karbohidrat, ketahanan terhadap stres,

    potensi pertumbuhan akar dan kesehatan bibit (Hendromono, 2003). Mutu

    genetika bibit dapat dilihat dari keseragaman genotipe dan wujud fenotipenya

    (Sadjad, 1993).

    Duryea dalam Kartika (1994) berpendapat bahwa karakteristik morfologi

    yang merupakan salah satu kriteria kualitas bibit adalah bentuk fisik atau

    penampilan bibit yang dapat dilihat. Umumnya di Indonesia untuk pengujian bibit

    dilakukan dengan uji morfologi, namun menurut Hawkins dalam Nurhasybi dan

    Sudrajat (2006), uji ini tidak selalu berhasil dalam memprediksi penampilan bibit

    setelah penanaman, karena morfologi tidak mengindikasikan vitalitas saat itu,

    sehingga diperlukan uji fisiologis untuk menilai keseluruhan pengaruh perlakuan

    di persemaian terhadap kesehatan dan vigor bibit. Menurut Nurhasybi dan

    Sudrajat (2006) beberapa parameter yang menentukan kriteria mutu bibit

    sebaiknya distandarisasi dengan metode pengujian mutu bibit yang merupakan

    kombinasi dari beberapa uji agar standar mutu bibit yang dihasilkan dapat

    diaplikasikan untuk jenis tertentu yang ditanam pada tempat tertentu.

    Kartika (1994) menyatakan bahwa bibit yang normal kuat jika dipelihara

    selama sebulan di pembibitan akan tumbuh dengan kuat sehingga tetap normal

    kuat dan yang berkembangnya agak lambat akan menjadi bibit normal kurang

    kuat pula. Pada bibit normal kuat tidak ada yang berubah menjadi abnormal,

    karena bibit sudah vigor, sehingga mampu tumbuh dan berkembang dengan baik.

    Hawkins dalam Nurhasybi dan Sudrajat (2006) menambahkan bahwa penanaman

    dengan bibit yang sehat dan vigor akan menjamin tanaman memiliki kemampuan

  • terbaik untuk membentuk perakaran baru secara cepat dan membangun akses

    yang baik terhadap tanah, air, dan cadangan hara, sehingga mampu bertahan pada

    tekanan lingkungan tempat tumbuh.

    Mutu bibit tanaman untuk siap ditanam di lapang berbeda-beda, selain itu

    kondisi lingkungan juga mempengaruhi. Ukuran bibit dalam wadah yang

    umumnya dianggap siap tanam, yaitu bibit dengan tinggi total 25 - 50 cm,

    diameter pangkal batang 3 - 5 mm, nisbah bagian tunas/akar 2 - 5, nisbah

    tinggi/diameter 6.5 - 10, kecuali jenis tertentu lebih rendah (Hendromono, 2003).

    Prawitasari (2006a) menyatakan bahwa bibit jarak pagar yang bermutu baik

    memiliki ciri-ciri antara lain pertumbuhan bibit seragam, bibit tidak terserang

    hama dan penyakit, dan bibit tumbuh vigor dan baik dengan ukuran daun yang

    lebar berwarna hijau dan memiliki tunas yang besar dan kokoh.

  • BAHAN DAN METODE

    Tempat dan Waktu

    Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium dan rumah kaca Ilmu dan

    Teknologi Benih IPB Leuwikopo, Dramaga, Bogor. Penelitian ini berlangsung

    dari bulan Juni 2007 sampai Desember 2007.

    Bahan dan Alat

    Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih jarak

    pagar (Jatropha curcas Linn.), pasir, tanah, pupuk kandang, dan air. Pada

    percobaan pertama benih berasal dari enam aksesi, yaitu aksesi Karanganyar,

    Lampung, Bengkulu, Indramayu grade A, Indramayu grade B, dan Indramayu

    grade C. Pada percobaan kedua dan ketiga menggunakan lima lot benih, yaitu

    IP-1P (Improved Population-1 dari Pakuwon), IP-1A (Improved Population-1 dari

    Asembagus), IP-1M (Improved Population-1 dari Muktiharjo), aksesi dari

    Karanganyar dan Probolinggo.

    Alat-alat yang digunakan adalah boks plastik untuk mengecambahkan

    benih, polibag, penggaris, meteran, jangka sorong, timbangan, oven, dan alat ukur

    yang lain.

    Metode Penelitian

    Penelitian ini terdiri dari tiga percobaan yang dilaksanakan secara

    bertahap.

    Percobaan 1: Penentuan Berbagai Macam Kriteria Kecambah Normal

    Percobaan pertama bertujuan untuk memperoleh beberapa macam kriteria

    kecambah normal yang akan digunakan pada percobaan tahap selanjutnya, dengan

    menggunakan benih dari aksesi Karanganyar, Lampung, Bengkulu, Indramayu

    grade A, Indramayu grade B, dan Indramayu grade C.

  • Pada percobaan ini masing-masing aksesi terdiri dari 4 ulangan dan setiap

    ulangan menggunakan 25 benih. Total keseluruhan benih yang digunakan adalah

    600. Benih direndam selama satu malam sebelum ditanam, selanjutnya benih

    dikecambahkan dalam boks plastik dengan media pasir dan diletakkan di rumah

    kaca selama 21 hari.

    Pengamatan dilakukan setiap hari untuk melihat perkembangan struktur

    penting kecambah. Struktur perkecambahan yang dihasilkan hingga hari ke-21

    dikelompokkan berdasarkan morfologi kecambah. Hal ini dilakukan berdasarkan

    sifat kualitatif yaitu panjang hipokotil, endosperma yang menutupi kotiledon,

    struktur perakaran, dan munculnya plumula. Benih yang dikecambahkan

    diharapkan mampu memberikan keragaman struktur kecambah normal sehingga

    bisa diperoleh beberapa kelompok yang menunjukkan kriteria kualitatif kecambah

    normal. Kriteria tersebut nantinya dapat dijadikan panduan sementara untuk

    menentukan daya berkecambah pada lot benih yang akan diuji.

    Percobaan 2: Pengujian Perkecambahan pada Beberapa Lot Benih

    Tujuan dari percobaan kedua adalah untuk memilih salah satu kriteria

    yang telah diperoleh pada percobaan pertama. Hal ini dilakukan dengan

    mengaplikasikan beberapa kriteria kecambah normal yang telah diperoleh pada

    percobaan pertama pada beberapa lot benih.

    Percobaan ini menggunakan 5 lot benih, yaitu IP-1P (Improved

    Population-1 dari Pakuwon), IP-1A (Improved Population-1 dari Asembagus),

    IP-1M (Improved Population-1 dari Muktiharjo), aksesi dari Karanganyar dan

    Probolinggo. Kelima lot benih tersebut direndam selama satu malam sebelum

    ditanam, seperti pada percobaan pertama.

    Rancangan Percobaan

    Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL)

    faktor tunggal yaitu lot benih dengan 4 ulangan. Pemilihan salah satu kriteria yang

    telah diperoleh pada percobaan pertama dilakukan berdasarkan uji F dan uji lanjut

    Duncan dengan melihat nyata atau tidaknya serta jumlah nilai tengah yang

    menunjukkan beda nyata antar perlakuan.

  • Bentuk umum dari Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor :

    Yij = + i + ij Dimana: i = 1, 2, 3, .

    j = 1, 2, 3, 4

    Yij = Pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

    = Rataan umum

    i = Pengaruh perlakuan ke-i

    ij = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

    Pelaksanaan

    Pada percobaan kedua ini, kelima lot benih dikecambahkan di polibag

    yang sudah berisi campuran tanah, pasir, dan pupuk kandang dengan

    perbandingan 1:1:1. Masing-masing lot terdiri dari 4 ulangan dan tiap ulangan

    menggunakan 20 benih. Proses perkecambahan dilakukan selama 21 hari dengan

    menghitung daya berkecambah. Percobaan ini di laksanakan di rumah kaca.

    Pengamatan

    Pengamatan dilakukan terhadap semua lot benih yang digunakan dengan

    menghitung persen DB berdasarkan kriteria kecambah normal yang diperoleh

    pada percobaan pertama. Hitungan pertama daya berkecambah dilakukan pada

    hari ke-14 dan hitungan kedua pada hari ke-21.

    Rumus perhitungan daya berkecambah:

    DB = (KN I) + (KN II) x 100% Benih yang ditanam

    KN I = Kecambah Normal pada Hitungan I

    KN II = Kecambah Normal pada Hitungan II

    Percobaan 3: Uji Korelasi antara DB Kriteria Kecambah Normal Terpilih

    dengan Beberapa Tolok Ukur Vigor Bibit

    Percobaan ketiga bertujuan untuk menentukan kriteria kecambah normal

    yang dapat digunakan untuk menentukan DB dan berkorelasi dengan tolok ukur

    vigor bibit. Penentuan ini dilakukan dengan melihat koefisien korelasi dan

    koefisien determinasi antara DB berdasarkan kriteria kecambah normal yang

    terpilih pada percobaan kedua beberapa tolok ukur vigor bibit.

  • Rancangan Percobaan

    Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002), regresi linier sederhana adalah

    persamaan regresi yang menggambarkan hubungan antara satu peubah bebas (X,

    independent variable) dan satu peubah tak bebas (Y, dependent variable), dimana

    hubungan keduanya dapat digambarkan sebagai suatu garis lurus. Hubungan

    antara peubah-peubah dapat dirumuskan dalam bentuk persamaan :

    Yi = + Xi Keterangan: Yi = Peubah tak bebas

    = Intersep/perpotongan dengan sumbu tegak

    = Kemiringan/gradien

    Xi = Peubah bebas (i = 1, 2, ....)

    Koefisien determinasi merupakan suatu ukuran kesesuaian garis regresi

    yang dicocokkan terhadap sekumpulan data yaitu untuk mengetahui sejauh mana

    satu peubah berhubungan dengan beberapa peubah yang lainnya. Kisaran nilai R2

    mulai dari 0% sampai 100%. Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002) semakin

    besar nilai R2 berarti model semakin mampu menerangkan perilaku peubah Y.

    Koefisien korelasi (r) adalah koefisien yang menggambarkan tingkat

    keeratan hubungan linier antara dua peubah atau lebih. Nilainya berkisar antara -1

    dan 1, semakin mendekati -1 atau 1, maka semakin erat hubungan linier antara

    kedua peubah tersebut. Nilai r mendekati nol menggambarkan hubungan kedua

    peubah tersebut tidak linier (Mattjik dan Sumertajaya, 2000). Semakin tinggi nilai

    koefisien korelasi suatu tolok ukur (mendekati -1 atau 1), maka tolok ukur

    tersebut layak digunakan untuk menentukan adanya korelasi antara vigor bibit dan

    kriteria kecambah normal yang diperoleh.

    Pelaksanaan

    Kelima lot yang telah dikecambahkan pada percobaan kedua dilanjutkan

    hingga stadia bibit. Pembibitan dilakukan sampai 12 MST dan dilakukan di rumah

    kaca untuk menghindari faktor lingkungan yang berbeda-beda.

    Pengamatan

    Pengamatan dilakukan terhadap beberapa tolok ukur vigor bibit yaitu

    jumlah daun, jumlah tunas, tinggi tanaman, diameter batang, bobot basah tajuk

    dan akar, bobot kering tajuk dan akar, dan rasio tunas dan akar. Tolok ukur

  • jumlah daun, jumlah tunas, tinggi tanaman, diameter batang diamati empat kali,

    yaitu pada saat bibit berumur 6 MST, 8 MST, 10 MST, dan 12 MST.

    Pengukuran bobot basah tajuk dan akar, bobot kering tajuk dan akar, dan

    rasio tunas dan akar dilakukan pada akhir penelitian. Tajuk dan akar dipisahkan

    dan ditimbang satu persatu, kemudian dimasukkan ke dalam katong kertas.

    Tanaman yang telah ditimbang bobot basah tajuk dan akar selanjutnya di oven

    selama tiga hari dengan suhu sebesar 60 oC. Hal ini dilakukan agar tanaman

    kering dengan sempurna dan tidak terbakar. Bobot kering tajuk dan akar diperoleh

    dengan menimbang kembali tanaman yang telah di oven.

  • HASIL DAN PEMBAHASAN

    Kondisi Umum

    Enam aksesi yang digunakan dalam percobaan pertama memiliki rata-rata

    daya berkecambah (DB) sekitar 60%. Perhitungan DB ini berdasarkan kriteria

    kecambah normal secara umum, yaitu hipokotil dan radikula memiliki panjang

    dua sampai empat kali panjang benih dan semua struktur tumbuh menunjukkan

    pertumbuhan yang baik (Sadjad, 1980). Percobaan ini hanya berlangsung selama

    14 hari setelah tanam (HST), karena benih yang tersisa tidak berkecambah lagi

    dan kondisi struktur seluruh kecambah telah berkurang keragamannya.

    Daya berkecambah pada percobaan kedua sekitar 80%. Pada 14 HST

    tanaman tidak terserang hama ataupun penyakit (Gambar Lampiran 1), namun

    pada 21 HST tanaman terserang hama ulat yang memakan jaringan daun bagian

    dalam, sehingga terdapat bercak transparan (Gambar Lampiran 2). Tanaman yang

    terserang hama kurang lebih 30%, namun serangan tidak mengganggu

    pertumbuhan tanaman karena serangan dapat dikendalikan. Pengendalian hama

    dilakukan dengan menggunakan insektisida kontak dan sistemik.

    Pertumbuhan bibit pada percobaan ketiga secara garis besar baik. Namun

    pada 8 MST kutu bertepung putih (Ferrisia virgata Cockerell (Famili

    Pscudococcidae : Ordo Homoptera)) menyerang tanaman (Gambar Lampiran 3).

    Pada 10 MST tanaman terserang penyakit Witches Broom yang disebabkan oleh

    fitoplasma (Gambar Lampiran 4). Penyakit ini dapat menyebar ke tanaman lain

    dengan vektor serangga Orosius argentatus (sejenis wereng) (Suastika, 2006).

    Sebagian besar tanaman terserang penyakit ini (sekitar 80%) pada 11 MST

    dengan gejala yaitu pertumbuhan tunas-tunas lateral yang tidak diinginkan, daun

    berkeriput, dan kerdil. Menurut Suastika (2006) serangan penyakit ini

    mengganggu pertumbuhan tanaman dan cara paling efektif untuk menekan

    penyebaran penyakit ini adalah pemangkasan atau pencabutan tanaman yang sakit

    kemudian dibakar. Pada percobaan ketiga ini pengendalian tidak dilakukan karena

    masih ada beberapa pengamatan.

  • Percobaan 1

    Penentuan Berbagai Macam Kriteria Kecambah Normal

    Penilaian kriteria kecambah normal dilakukan berdasarkan kriteria

    kualitatifnya, yaitu panjang hipokotil, endosperma yang menutupi kotiledon,

    struktur perakaran, dan munculnya plumula. Berdasarkan pengamatan terhadap

    penilaian tersebut, diperoleh 4 kriteria kecambah normal, yaitu kriteria A, B, C,

    dan D (Gambar 1), sedangkan ciri-ciri morfologi kecambah normalnya

    ditunjukkan pada Tabel 1.

    A B C D

    Gambar 1. Kriteria Kecambah Normal A, B, C dan D

    Struktur kecambah yang umum diamati yaitu panjang hipokotil dan

    radikula, seperti kriteria kecambah normal pada tanaman damar yaitu panjang

    hipokotil dan akar primer 2 kali atau lebih panjang dari benih (Suita dan Sudrajad,

    2003). Pada tanaman jarak pagar diamati struktur kecambah khusus yaitu

    kotiledon yang ditutupi oleh endosperma, karena diduga endosperma ini akan

    mengganggu pertumbuhan kecambah secara keseluruhan. Pengamatan terhadap

    struktur khusus ini diharapkan bisa memperoleh kriteria yang dapat digunakan

    untuk menentukan DB dan berkorelasi dengan tolok ukur vigor bibit.

  • Tabel 1. Ciri-Ciri Morfologi Kriteria Kecambah Normal

    Kriteria Keterangan A

    a. Endosperma sudah terlepas b. Kotiledon membuka sempurna (100%) dan berjumlah dua c. Muncul satu plumula d. Panjang hipokotil lebih dari 4 kali panjang benih e. Akar adventif minimal ada 4 f. Akar primer berkembang baik dengan bulu-bulu akar yang banyak

    B a. Kriteria kecambah normal A termasuk dalam kriteria kecambah normal B

    b. Minimal kriteria kecambah normal B memiliki ciri-ciri : Endosperma masih menempel pada salah satu kotiledon, sehingga

    hanya satu kotiledon yang telah membuka sempurna (50%) Plumula sudah mulai muncul, tetapi belum terbuka Panjang hipokotil lebih dari 4 kali panjang benih Akar adventif minimal ada 4 Akar primer berkembang baik dengan bulu-bulu akar yang cukup

    banyak C a. Kriteria kecambah normal A dan B termasuk dalam kriteria

    kecambah normal C b. Minimal kriteria kecambah normal C memiliki ciri-ciri :

    Endosperma masih belum terlepas dari kotiledon, sehingga kotiledon membuka sebagian (30%)

    Plumula belum muncul Panjang hipokotil lebih dari 4 kali panjang benih Akar adventif minimal ada 4 Akar primer berkembang baik dengan bulu-bulu akar yang sedikit

    D a. Kriteria kecambah normal A, B, dan C termasuk dalam kriteria kecambah normal D

    b. Minimal kriteria kecambah normal D memiliki ciri-ciri : Endosperma masih belum terlepas, sehingga kotiledon belum

    terlihat (0%) Plumula belum muncul Panjang hipokotil lebih dari 4 kali panjang benih Akar adventif minimal ada 4 Akar primer berkembang baik dengan bulu-bulu akar sedikit

    Percobaan 2

    Pengujian Perkecambahan pada Beberapa Lot Benih

    Berdasarkan hasil rekapitulasi nilai F pengaruh lot benih terhadap DB

    menggunakan kriteria kecambah normal A, B, C, dan D, diperoleh hasil bahwa

  • semua kriteria yang telah diperoleh pada percobaan pertama mampu memberikan

    pengaruh yang sangat nyata antar lot benih yang digunakan (Tabel 2). Analisis

    sidik ragam pengaruh lot benih terhadap daya berkecambah (DB) berdasarkan

    beberapa kriteria kecambah normal A, B, C, dan D disajikan pada Tabel Lampiran

    1 - 4.

    Pada percobaan ini digunakan 5 lot benih yang diasumsikan telah

    mewakili mutu fisiologis benih. Lot benih yang berasal dari Improved Polulation-

    1 (IP-1P, IP-1A, dan IP-1M) diasumsikan memiliki mutu yang tinggi, sedangkan

    lot benih dari aksesi (aksesi dari Karanganyar dan Probolinggo) diasumsikan

    memiliki mutu yang lebih rendah.

    Tabel 2. Rekapitulasi Nilai F Pengaruh Lot Benih terhadap DB Berdasarkan Beberapa Kriteria Kecambah Normal

    Kriteria Kecambah Normal F Hitung KK % A 11.5 ** 13.12993 B 5.51 ** 9.027233 C 5.17 ** 8.937468 D 5.35 ** 8.774092

    Ket: ** berpengaruh sangat nyata pada taraf 1 %

    Pada tahap selanjutnya untuk mengetahui kriteria kecambah normal yang

    akan dipilih, maka dilakukan uji lanjut Duncan. Rata-rata DB menggunakan

    kriteria kecambah normal A, B, C, dan D pada beberapa lot benih, beserta hasil uji

    lanjutnya dapat dilihat pada Tabel 3.

    Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, terlihat bahwa semua kriteria

    menunjukkan beda yang nyata antar beberapa lot benih yang digunakan.

    Selanjutnya dilakukan tabulasi jumlah nilai tengah yang berbeda sebagai akibat

    adanya perlakuan dengan menggunakan hasil uji lanjut Duncan pada Tabel 3.

    Berdasarkan hasil tabulasi ini diperoleh 3 kriteria kecambah normal, yaitu kriteria

    B, C, dan D. Hal ini disebabkan karena kriteria B, C, dan D menunjukkan tingkat

    kepekaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kriteria A (Tabel 4).

    Kriteria kecambah normal yang dipilih harus dapat diaplikasikan untuk

    membedakan perkecambahan pada berbagai lot benih. Pada tahap selanjutnya

    untuk memilih salah satu kriteria yang telah diperoleh pada percobaan kedua,

  • dilakukan uji korelasi antara DB berdasarkan kriteria B, C, dan D dengan

    beberapa tolok ukur vigor bibit.

    Tabel 3. Nilai Rata-Rata Daya Berkecambah Menggunakan Beberapa Kriteria Kecambah Normal pada Beberapa Lot Benih

    Rata-rata (DB %) Lot A B C D L4 43.75b 71.25c 76.25c 77.50c L5 75.00a 80.00bc 82.50bc 82.50bc L1 77.50a 87.50ab 92.50ab 92.50ab L2 78.75a 86.25ab 95.00ab 97.50a L3 83.75a 95.00a 97.50a 97.50a

    Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf 5% Ket: L1 : IP-1P (dari Pakuwon) L2 : IP-1M (dari Muktiharjo) L3 : IP-1A (dari Asembagus) L4 : Aksesi dari Karanganyar L5 : Aksesi dari Probolinggo

    Tabel 4. Jumlah Nilai Tengah Perlakuan Berdasarkan Beberapa Kriteria Kecambah Normal antar Lot Benih

    Kriteria Kecambah Normal Tingkat Kepekaan ( *) ) A 2 B 3 C 3 D 3

    *) Tabulasi tingkat kepekaan DB antar lot benih diperoleh dari jumlah notasi yang menunjukkan beda nyata pada uji Duncan pada Tabel 3

    Percobaan 3

    Uji Korelasi antara DB Kriteria Kecambah Normal Terpilih dengan

    Beberapa Tolok Ukur Vigor Bibit

    Analisis korelasi antara tolok ukur vigor bibit dengan daya berkecambah

    (DB) berdasarkan kriteria kecambah normal B, C, dan D disajikan pada Tabel

    Lampiran 24 - 26. Nilai koefisien korelasi akan menggambarkan keeratan

    hubungan antar peubah, yaitu tolok ukur vigor bibit dan DB berdasarkan kriteria

    kecambah normal B, C, dan D. Rekapitulasi nilai koefisien korelasinya (r)

    terdapat pada Tabel 5.

  • Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa DB berdasarkan kriteria

    kecambah normal B memiliki hubungan dengan tolok ukur vigor bibit yaitu,

    jumlah daun dan tinggi tanaman pada saat bibit berumur 8 MST. Kedua tolok

    ukur ini memiliki keeratan yang tidak jauh berbeda. Masing-masing secara

    berurutan memiliki keeratan sebesar 0.53931 dan 0.57325.

    Tabel 5. Nilai Koefisien Korelasi (r) antara DB Kriteria Kecambah Normal B, C, dan D dengan Beberapa Tolok Ukur Vigor Bibit

    DB Berdasarkan Kriteria Kecambah Normal B C D Tolok Ukur Pr < F r Pr < F r Pr < F r

    JD1 0.0542 0.43677 0.1170 0.36179 0.1514 0.33300 JD2 0.0141 0.53931 0.0240 0.50238 0.0307 0.48371 JD3 0.0621 0.42450 0.0745 0.40754 0.0995 0.37885 JD4 0.1699 0.31935 0.2444 0.27289 0.3309 0.22928 JT1 0.2323 0.27973 0.3257 0.23166 0.1255 0.35421 JT2 0.2546 0.26730 0.1045 0.37378 0.0376 0.46770 JT3 0.2952 0.24629 0.0819 0.39840 0.0411 0.46034 JT4 0.4562 0.17667 0.1278 0.35216 0.0692 0.41444 TT1 0.0723 0.41033 0.0289 0.48835 0.0387 0.46536 TT2 0.0082 0.57325 0.0080 0.57529 0.0119 0.55057 TT3 0.1500 0.33403 0.0577 0.43122 0.0745 0.40747 TT4 0.1326 0.34807 0.0769 0.40446 0.1070 0.37133 D1 0.0569 0.43244 0.1837 0.30986 0.2757 0.25613 D2 0.1322 0.34839 0.2028 0.29744 0.3047 0.24166 D3 0.7530 0.07510 0.5517 0.14152 0.7003 0.09179 D4 0.5401 -0.14564 0.5517 0.14152 0.5481 -0.14280

    BBB 0.4096 0.19518 0.3059 0.24105 0.3561 0.21789 BKB 0.6898 -0.09517 0.6259 -0.11613 0.5396 -0.14583 BBA 0.6131 -0.12041 0.9495 0.01515 0.8541 -0.04393 BKA 0.7751 -0.06820 0.6231 0.11704 0.7285 0.08281 RT 0.7558 0.07424 0.5303 -0.14915 0.5734 -0.13396

    Ket : JD 1-4 : Jumlah Daun pada 6, 8, 10, dan 12 MST BKB : Bobot Kering Batang JT 1-4 : Jumlah Tunas pada 6, 8, 10, dan 12 MST BBA : Bobot Basah Akar TT 1-4 : Tinggi Tanaman pada 6, 8, 10, dan 12 MST BKA : Bobot Kering Akar D 1-4 : Diameter Batang pada 6, 8, 10, dan 12 MST RT : Rasio Tunas/Akar BBB : Bobot Basah Batang

    Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa DB berdasarkan kriteria

    kecambah normal C memiliki hubungan dengan tolok ukur tinggi tanaman.

    Koefisien korelasi tertinggi dicapai saat bibit berumur 8 MST yaitu 0.57529. Daya

    berkecambah berdasarkan kriteria ini juga memiliki hubungan dengan tolok ukur

  • jumlah daun pada saat bibit berumur 8 MST dan memiliki keeratan sebesar

    0.50238.

    Daya berkecambah berdasarkan kriteria kecambah normal D memiliki

    hubungan terbanyak dengan tolok ukur vigor bibit, yaitu jumlah daun pada saat

    bibit berumur 8 MST, jumlah tunas pada saat bibit berumur 8 dan 10 MST, dan

    tinggi tanaman pada saat bibit berumur 6 dan 8 MST. Tolok ukur jumlah daun

    saat bibit berumur 8 MST memiliki keeratan sebesar 0.48371. Hubungan DB

    berdasarkan kriteria D dengan tolok ukur jumlah tunas saat bibit berumur 8 dan 10

    MST memiliki nilai koefisien korelasi yang tidak jauh berbeda, yaitu 0.46770 dan

    0.46034. Koefisien korelasi tertinggi pada hubungan antara DB berdasarkan

    kriteria kecambah normal D dan tolok ukur tinggi tanaman ditunjukkan saat bibit

    berumur 8 MST, yaitu 0.55057.

    Hubungan antara DB berdasarkan kriteria kecambah normal B, C, dan D

    dengan beberapa tolok ukur vigor bibit juga dianalisis dengan regresi linier

    sederhana. Analisis regresi linier sederhana adalah persamaan regresi yang

    menggambarkan hubungan antara satu peubah bebas (X, independent variable)

    dan satu peubah tak bebas (Y, dependent variable), dimana hubungan keduanya

    dapat digambarkan sebagai suatu garis lurus (Mattjik dan Sumertajaya, 2002).

    Peubah tak bebas dalam percobaan ini adalah DB berdasarkan kriteria kecambah

    normal B, C, dan D, sedangkan peubah bebasnya adalah beberapa tolok ukur

    vigor bibit.

    Analisis regresi, hubungan antara DB yang ditentukan menggunakan

    kriteria kecambah normal B, C, D dengan beberapa tolok ukur vigor bibit

    disajikan pada Tabel Lampiran 14 - 23. Rekapitulasi nilai koefisien determinasi

    (R2) berdasarkan analisis regresinya dapat dilihat pada Tabel 6, 7, dan 8. Nilai

    koefisien determinasi akan menggambarkan seberapa besar peubah tak bebas

    dapat diterangkan oleh model yang digunakan, sedangkan besarnya koefisien

    regresi akan menunjukkan jumlah perubahan DB berdasarkan kriteria kecambah

    normal B, C, dan D (Y) untuk setiap perubahan satu satuan tolok ukur vigor bibit

    (X).

    Tolok ukur diameter batang saat bibit berumur 6 MST merupakan tolok

    ukur yang terbesar memberikan pengaruh pada jumlah perubahan DB berdasarkan

  • kriteria kecambah normal B, C, dan D. Hal ini karena masing-masing memiliki

    koefisien regresi yang lebih tinggi dibandingkan tolok ukur vigor yang lain, yaitu

    74.87 (Tabel 6), 55.06 (Tabel 7), dan 45.53 (Tabel 8).

    Tabel 6. Nilai Koefisien Determinasi (R2) Berdasarkan Analisis Regresi

    antara DB Kriteria Kecambah Normal B dengan Beberapa Tolok Ukur Vigor Bibit

    Ket : Y : DB Berdasarkan Kriteria Kecambah Normal B JD 1-4 : Jumlah Daun pada 6, 8, 10, dan 12 MST BKB : Bobot Kering Batang JT 1-4 : Jumlah Tunas pada 6, 8, 10, dan 12 MST BBA : Bobot Basah Akar TT 1-4 : Tinggi Tanaman pada 6, 8, 10, dan 12 MST BKA : Bobot Kering Akar D 1-4 : Diameter Batang pada 6, 8, 10, dan 12 MST RT : Rasio Tunas/Akar BBB : Bobot Basah Batang tn berpengaruh tidak nyata ** berpengaruh sangat nyata pada taraf 1% * berpengaruh nyata pada taraf 5%

    Besarnya koefisien regresi pada model belum tentu berpengaruh nyata

    pada jumlah perubahan DB berdasarkan kriteria kecambah normal B, C, ataupun

    D, hal ini dapat dilihat dari nilai Prob > |T|. Pada Tabel 6, dapat dilihat bahwa DB

    berdasarkan kriteria kecambah normal B memiliki nilai R2 yang memberikan

    DB Berdasarkan Kriteria Kecambah Normal B Tolok Ukur Model Regresi Prob > |T| R2

    JD1 Y=48.26+6.56 JD1 0.0542 19.08 tn JD2 Y=28.10+7.67 JD2 0.0141 29.09 * JD3 Y=28.31+3.94 JD3 0.0621 18.02 tn JD4 Y=55.84+1.67 JD4 0.1699 10.20 tn JT1 Y=49.00+33.33 JT1 0.2323 7.82 tn JT2 Y=70.75+11.27 JT2 0.2546 7.15 tn JT3 Y=77.41+4.98 JT3 0.2952 6.07 tn JT4 Y=80.73+2.22 JT4 0.4562 3.12 tn TT1 Y=12.92+2.71 TT1 0.0723 16.84 tn TT2 Y=16.10+2.23 TT2 0.0082 32.86 ** TT3 Y=42.73+0.84 TT3 0.1500 11.16 tn TT4 Y=42.76+0.72 TT4 0.1326 12.12 tn D1 Y=16.73+74.87 D1 0.0569 18.70 tn D2 Y=28.77+52.23 D2 0.1322 12.14 tn D3 Y=67.02+11.33 D3 0.7530 0.56 tn D4 Y=117.56-19.90D4 0.5401 2.12 tn

    BBB Y=72.37+0.09 BBB 0.4096 3.81 tn BKB Y=91.75-0.48 BKB 0.6131 0.91 tn BBA Y=88.19-0.04 BBA 0.6898 1.45 tn BKA Y=85.46-0.12 BKA 0.7751 0.47 tn RT Y=81.42+0.30RT 0.7558 0.55 tn

  • model regresi yang nyata pada taraf 5% yaitu pada tolok ukur jumlah daun dan

    tinggi tanaman saat bibit berumur 8 MST. Koefisien regresi terbesar yang nyata

    ditunjukkan oleh jumlah daun saat bibit berumur 8 MST, yaitu 7.67, dengan nilai

    R2 sebesar 29.09%. Nilai ini menunjukkan bahwa keragaman pada DB

    berdasarkan kriteria B dapat diterangkan 29.09% oleh tolok ukur jumlah daun

    pada saat bibit berumur 8 MST.

    Daya berkecambah berdasarkan kriteria B juga memiliki koefisien

    determinasi yang memberikan model persamaan regresi yang nyata pada taraf 1%

    yaitu pada tolok ukur tinggi tanaman saat bibit berumur 8 MST, yaitu 32.86%.

    Hal ini menunjukkan bahwa keragaman pada DB berdasarkan kriteria B dapat

    diterangkan 32.86% oleh tolok ukur tersebut.

    Tabel 7 menunjukkan bahwa DB berdasarkan kriteria kecambah normal C

    memiliki nilai R2 yang memberikan model regresi yang nyata pada taraf 5% yaitu

    pada tolok ukur jumlah daun saat bibit berumur 8 MST dan tinggi tanaman saat

    bibit berumur 6 MST, dan nilai R2 yang memberikan model regresi yang nyata

    pada taraf 1% yaitu pada tolok ukur tinggi tanaman saat bibit berumur 8 MST.

    Berdasarkan model regresi yang nyata pada Tabel 7, dapat dilihat

    koefisien regresi yang terbesar ditunjukkan oleh tolok ukur jumlah daun saat bibit

    berumur 8 MST (7.33). Besarnya nilai koefisien determinasi pada tolok ukur ini

    menunjukkan bahwa keragaman DB berdasarkan kriteria C dapat diterangkan

    25.24% oleh tolok ukur jumlah daun saat berumur 8 MST.

    Pada Tabel 7 juga dapat dilihat bahwa nilai koefisien regresi yang kecil

    (2.29) pada tolok ukur tinggi tanaman saat berumur 8 MST dapat menerangkan

    keragaman DB berdasarkan kriteria kecambah normal C sebesar 33.10%. Tolok

    ukur tinggi tanaman saat bibit berumur 6 MST yang memiliki koefisien regresi

    3.32 dapat menerangkan keragaman DB berdasarkan kriteria C sebesar 23.85%.

    Tabel 8 menunjukkan bahwa kriteria kecambah normal D memiliki nilai

    R2 yang memberikan model persamaan regresi yang nyata pada taraf 5% yaitu

    pada tolok ukur jumlah daun saat bibit berumur 8 MST, jumlah tunas saat bibit

    berumur 8 dan 10 MST, dan tinggi tanaman saat bibit berumur 6 dan 8 MST. Nilai

    koefisien regresi tertinggi ditunjukkan oleh tolok ukur jumlah tunas saat bibit

    berumur 8 MST, yaitu 20.25, dengan kemampuan menjelaskan keragaman DB

  • berdasarkan kriteria kecambah normal D sebesar 21.87%. Tolok ukur jumlah

    tunas saat bibit berumur 10 MST memiliki nilai koefisien regresi sebesar 9.57 dan

    koefisien determinasi sebesar 21.19%. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah daun

    saat bibit berumur 10 MST dapat menjelaskan 21.19% keragaman pada DB

    berdasarkan kriteria kecambah normal D. Jumlah daun saat bibit berumur 8 MST

    memiliki nilai koefisien determinasi yang cukup tinggi, yaitu 23.40%. Hal ini

    menunjukkan bahwa keragaman DB berdasarkan kriteria kecambah normal D

    dapat dijelaskan 23.40% oleh tolok ukur jumlah daun tersebut.

    Tabel 7. Nilai Koefisien Determinasi (R2) Berdasarkan Analisis Regresi

    antara DB Kriteria Kecambah Normal C dengan Beberapa Tolok Ukur Vigor Bibit

    Ket : Y : DB Berdasarkan Kriteria Kecambah Normal C JD 1-4 : Jumlah Daun pada 6, 8, 10, dan 12 MST BKB : Bobot Kering Batang JT 1-4 : Jumlah Tunas pada 6, 8, 10, dan 12 MST BBA : Bobot Basah Akar TT 1-4 : Tinggi Tanaman pada 6, 8, 10, dan 12 MST BKA : Bobot Kering Akar D 1-4 : Diameter Batang pada 6, 8, 10, dan 12 MST RT : Rasio Tunas/Akar BBB : Bobot Basah Batang tn berpengaruh tidak nyata ** berpengaruh sangat nyata pada taraf 1% * berpengaruh nyata pada taraf 5%

    DB Berdasarkan Kriteria Kecambah Normal C Tolok Ukur Model Regresi Prob > |T| R2

    JD1 Y=58.36+ 5.58 JD1 0.1170 13.09 tn JD2 Y=35.31 + 7.33 JD2 0.0240 25.24 * JD3 Y= 33.88 + 3.89 JD3 0.0745 16.61 tn JD4 Y= 64.05 +1.47 JD4 0.2444 7.45 tn JT1 Y=59.00 + 28.33 JT1 0.3257 5.37 tn JT2 Y= 69.74 +16.18 JT2 0.1045 13.97 tn JT3 Y= 77.82 + 8.28 JT3 0.0819 15.87 tn JT4 Y=82.06 + 4.53 JT4 0.1278 12.40 tn TT1 Y=1.93 + 3.32 TT1 0.0289 23.85 * TT2 Y= 18.81 + 2.29 TT2 0.0080 33.10 ** TT3 Y= 34.07 + 1.11 TT3 0.0577 18.60 tn TT4 Y=39.57 + 0.86 TT4 0.0769 16.36 tn D1 Y= 39.28 + 55.06 D1 0.1837 9.6 tn D2 Y=40.35 + 45.77 D2 0.2028 8.85 tn D3 Y= 55.91 + 21.92 D3 0.5517 2 tn D4 Y=115.18 - 15.67 D4 0.6391 1.25 tn

    BBB Y= 74.01 + 0.11 BBB 0.3059 5.81 tn BKB Y= 93.99 - 0.06 BKB 0.6259 1.35 tn BBA Y= 87.75 + 0.06 BBA 0.9495 0.02 tn BKA Y= 86.17 + 0.23 BKA 0.6231 1.37 tn RT Y= 94.07 - 0.63 RT 0.5303 2.22 tn

  • Tolok ukur lain yang juga memiliki nilai R2 yang nyata yaitu pada tolok

    ukur tinggi tanaman. Keragaman DB berdasarkan kriteria D dapat dijelaskan

    21.66% oleh tinggi tanaman saat bibit berumur 6 MST dan 30.31% saat bibit

    berumur 8 MST (Tabel 8). Koefisien regresi pada tolok ukur tinggi tanaman saat

    bibit berumur 8 MST memang kecil, namun persentase kemampuannya dalam

    menerangkan keragaman DB berdasarkan kriteria kecambah normal D cukup

    tinggi jika dibandingkan dengan tolok ukur vigor yang lain.

    Tabel 8. Nilai Koefisien Determinasi (R2) Berdasarkan Analisis Regresi

    antara DB Kriteria Kecambah Normal D dengan Beberapa Tolok Ukur Vigor Bibit

    Ket : Y : DB Berdasarkan Kriteria Kecambah Normal D JD 1-4 : Jumlah Daun pada 6, 8, 10, dan 12 MST BKB : Bobot Kering Batang JT 1-4 : Jumlah Tunas pada 6, 8, 10, dan 12 MST BBA : Bobot Basah Akar TT 1-4 : Tinggi Tanaman pada 6, 8, 10, dan 12 MST BKA : Bobot Kering Akar D 1-4 : Diameter Batang pada 6, 8, 10, dan 12 MST RT : Rasio Tunas/Akar BBB : Bobot Basah Batang tn berpengaruh tidak nyata ** berpengaruh sangat nyata pada taraf 1% * berpengaruh nyata pada taraf 5%

    DB Berdasarkan Kriteria Kecambah Normal D Tolok Ukur Model Regresi Prob > |T| R2

    JD1 Y= 61.52 + 5.14 JD1 0.1514 11.09 tn JD2 Y=38.03 + 7.06 JD2 0.0307 23.40 * JD3 Y= 38.48 + 3.61 JD3 0.0995 14.35 tn JD4 Y=68.75 + 1.23 JD4 0.3309 5.26 tn JT1 Y = 44.00 + 43.33 JT1 0.1255 12.55 tn JT2 Y =65.71 + 20.25 JT2 0.0376 21.87 * JT3 Y =76.86 + 9.57 JT3 0.0411 21.19 * JT4 Y = 81.63 + 5.34 JT4 0.0692 17.18 tn TT1 Y= 6.74 + 3.16 TT1 0.0387 21.66 * TT2 Y = 22.55 + 2.19 TT2 0.0119 30.31 * TT3 Y =37.81 + 1.05 TT3 0.0745 16.60 tn TT4 Y = 44.33 + 0.79 TT4 0.1070 13.79 tn D1 Y =48.59 + 45.53 D1 0.2757 6.56 tn D2 Y =50.17 + 37.19 D2 0.3047 5.84 tn D3 Y = 68.2 + 14.22 D3 0.7003 0.84 tn D4 Y = 123.29 - 20.03 D4 0.5481 2.04 tn

    BBB Y = 76.17 + 0.10 BBB 0.3561 4.75 tn BKB Y =96.09 - 0.08 BKB 0.5396 2.13 tn BBA Y =92.40 - 0.18 BBA 0.8541 0.19 tn BKA Y = 87.67 + 0.16 BKA 0.7285 0.69 tn RT Y = 94.28 - 0.56 RT 0.5734 1.79 tn

  • Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat bahwa kriteria kecambah normal

    D memiliki hubungan dan nilai R2 yang memberikan model persamaan regresi

    yang nyata terbanyak dibandingkan kriteria yang lain. Hal ini menunjukkan

    bahwa kriteria kecambah normal D lebih dapat diaplikasikan untuk membedakan

    perkecambahan pada berbagai lot benih.

    Menurut Schmidt (2000) dalam perkecambahan epigeal, hipokotil

    memanjang dan kemudian mendorong kotiledon ke atas permukaan tanah,

    kadang-kadang bersamaan dengan kulit benih dan sisa endosperma. Hal yang

    sama terjadi pada kecambah jarak pagar, dimana endospermanya masih menutupi

    atau sudah hampir terlepas dari kotiledon. Pada kriteria kecambah normal D,

    endosperma belum/sudah terlepas, plumula belum/mulai muncul, panjang

    hipokotil lebih dari empat kali panjang benih, akar adventif minimal ada 4, dan

    akar primer berkembang baik dengan bulu akar sedikit/banyak. Berdasarkan

    percobaan kedua, kriteria D adalah kriteria terpilih yang dapat digunakan untuk

    menentukan DB.

    Pada perkecambahan benih jarak pagar, endosperma tidak menjadi faktor

    pembatas. Kriteria ini juga digunakan oleh Bramasto et al. (2006) pada benih

    merbau (Instia bijuga) untuk menentukan kriteria kecambah normal, namun tidak

    demikian halnya pada benih suren (Toona sp). Tanaman suren memiliki kriteria

    kecambah normal yaitu kotiledon telah berkembang dan muncul sepasang daun

    dengan panjang < 0.5 cm atau kotiledon masih ada dan sepasang daun dengan

    panjang > 1 cm (Bramasto et al., 2006).

    Semua kriteria kecambah normal memiliki hubungan yang nyata dengan

    tolok ukur jumlah daun saat bibit berumur 8 MST. Hal ini menunjukkan bahwa

    jumlah daun dapat dijadikan tolok ukur pada awal pengamatan. Seperti pada

    Lakitan (2004) dimana kemampuan daun untuk berfotosintesis meningkat pada

    awal perkembangan daun, tetapi kemudian mulai turun, kadang sebelum daun

    tersebut berkembang penuh (fully developed).

    Tolok ukur tinggi tanaman juga memiliki hubungan yang nyata dengan

    DB berdasarkan kriteria B, C, dan D. Hal ini menunjukkan bahwa tolok ukur

    tinggi tanaman dapat digunakan sebagai indikator pertumbuhan. Seperti halnya

  • Sitompul dan Guritno (1995) yang menyatakan bahwa tinggi tanaman merupakan

    ukuran yang sering diamati sebagai indikator pertumbuhan.

    Evaluasi Lot Benih yang Digunakan

    Evaluasi lot benih ini bertujuan untuk mengetahui variasi antar lot benih

    yang digunakan. Lot benih yang digunakan pada penelitian ini sebagian ada yang

    berasal dari hasil Improved Population-1 yaitu IP-1A (dari Asembagus), IP-1M

    (dari Muktiharjo), dan IP-1P (dari Pakuwon). Sebagian lot benih yang lain

    merupakan benih yang berasal dari aksesi yaitu aksesi Karanganyar dan

    Probolinggo.

    Benih yang berasal dari Improved Polulation-1 merupakan hasil penelitian

    dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, dimana benihnya lebih

    vigor dibandingkan benih dari aksesi. Pemilihan benih Improved Polulation-1 ini

    dilakukan dengan eksplorasi di 10 propinsi dan menanam hasil eksplorasi tersebut

    di tiga kebun induk, yaitu Kebun Percobaan (K.P.) Asembagus, Situbondo, Jawa

    Timur, untuk mewakili wilayah iklim sangat kering; K.P. Muktiharjo, Pati, Jawa

    Tengah, mewakili wilayah iklim sedang; dan K.P. Pakuwon, Sukabumi, Jawa

    Barat, mewakili wilayah iklim basah. Para ahli benih Puslitbang Perkebunan

    melakukan seleksi massa untuk memilih individu terbaik yang akan menghasilkan

    benih populasi berikutnya. Komposit tanaman yang terpilih dijadikan sebagai

    benih sumber (Anonimous, 2006). Benih aksesi diperoleh dari berbagai daerah

    dan belum dilakukan seleksi ataupun penyeragaman. Benih hasil perbaikan

    populasi (Improved Polulation-1) secara garis besar memiliki vigor yang lebih

    baik karena telah diseleksi, sedangkan benih aksesi belum diseleksi. Hasil

    evaluasi ini diharapkan dapat mengetahui variasi dari lot benih yang digunakan.

    Evaluasi ini menggunakan beberapa tolok ukur vigor bibit yaitu jumlah

    daun, jumlah tunas, tinggi tanaman, diameter batang pada saat tanaman berumur

    6 - 12 MST, bobot basah tajuk dan akar, bobot kering tajuk dan akar, rasio tunas

    dan akar. Rekapitulasi nilai F pengaruh lot benih terhadap beberapa tolok ukur

    vigor bibit yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 9. Sidik ragam untuk masing-

    masing tolok ukur yang berpengaruh nyata ditampilkan pada Tabel Lampiran

    5 - 13.

  • Berdasarkan hasil uji F, diperoleh hasil bahwa ada beberapa tolok ukur

    yang dipengaruhi secara nyata oleh lot benih yang digunakan. Tolok ukur tersebut

    adalah jumlah daun pada saat bibit berumur 6, 8, dan 10 MST, jumlah tunas pada

    saat tanaman berumur 6, 8, 10, dan 12 MST, tinggi tanaman pada 8 MST, dan

    diameter batang pada 8 MST.

    Tabel 9. Rekapitulasi Nilai F Pengaruh Lot Benih terhadap Beberapa Tolok Ukur Vigor Bibit yang Digunakan

    Tolok Ukur F hit KK (%) JD1 6.48 ** 8.82 JD2 6.57 ** 6.93 JD3 3.90 * 6.36 JD4 1.53 tn 11.39 JT1 4.9 ** 8.82 JT2 40.06 ** 6.27 JT3 38.12 ** 13.34 JT4 20.34 ** 25.41 TT1 2.53 tn 5.32 TT2 4.54 * 6.77 TT3 2.36 tn 7.55 TT4 1.39 tn 8.59 D1 2.87 tn 5.76 D2 6.35 ** 4.58 D3 1.27 tn 4.55 D4 1.21 tn 4.50

    BBB 0.84 tn 18.07 BKB 0.45 tn 25.58 BBA 0.13 tn 18.20 BKA 0.30 tn 53.33 RT 0.31 tn 32.97

    Ket : JD 1-4 : Jumlah Daun pada 6, 8, 10, dan 12 MST BK-B : Bobot Kering Batang JT 1-4 : Jumlah Tunas pada 6, 8, 10, dan 12 MST BB-A : Bobot Basah Akar TT 1-4 : Tinggi Tanaman pada 6, 8, 10, dan 12 MST BK-A : Bobot Kering Akar D 1-4 : Diameter Batang pada 6, 8, 10, dan 12 MST RT : Rasio Tunas/Akar BB-B : Bobot Basah Batang tn berpengaruh tidak nyata ** berpengaruh sangat nyata pada taraf 1% * berpengaruh nyata pada taraf 5 %

    Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat rata-rata pertambahan jumlah daun

    pada 6 - 12 MST. Pada saat bibit berumur 6 MST lot benih IP-1A menunjukkan

    rata-rata jumlah daun yang paling banyak dibandingkan lot benih yang lain. Pada

  • saat bibit berumur 8 MST, rata-rata jumlah daun lot benih IP-1M hampir

    menyamai rata-rata jumlah daun IP-1A. Pada 10 MST semua lot benih hasil

    Improved Population-1 menunjukkan rata-rata jumlah daun yang lebih tinggi dari

    pada lot benih yang berasal dari aksesi. Namun pada 12 MST rata-rata jumlah

    daun pada lot benih hasil Improved Population-1 maupun dari aksesi tidak

    berbeda nyata.

    Tabel 10. Nilai Rata-Rata Jumlah Daun Bibit Jarak Pagar pada Beberapa Lot Benih

    Waktu Pengamatan (Minggu Setelah Tanam/MST) Lot 6 MST 8 MST 10 MST 12 MST L1 4.975 b 7.050 b 14.125 ab 17.300 a L2 5.400 b 7.550 ab 14.325 ab 16.125 a L3 6.500 a 8.300 a 15.475 a 18.650 a L4 5.100 b 6.750 b 13.350 b 15.700 a L5 5.250 b 6.800 b 13.300 b 16.275 a

    Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf 5% Ket: L1 : IP-1P (dari Pakuwon) L2 : IP-1M (dari Muktiharjo) L3 : IP-1A (dari Asembagus) L4 : Aksesi dari Karanganyar L5 : Aksesi dari Probolinggo

    Pertumbuhan tanaman setelah perkecambahan sangat di pengaruhi oleh

    lingkungan. Jumlah dan ukuran daun dipengaruhi oleh sifat genotipe tumbuhan

    dan faktor lingkungan. Salah satu faktor luar yang sangat berpengaruh adalah

    kesuburan tanah tempat tumbuh tanaman. Hal ini sesuai dengan penelitian

    Maharani (2006) yang memperoleh hasil bahwa semua parameter vegetatif

    tanaman jarak pagar yaitu tinggi tanaman, diameter batang, jumlah cabang, dan

    jumlah daun meningkat karena adanya perlakuan pupuk nitrogen.

    Pada Tabel 11 dapat dilihat nilai rata-rata jumlah tunas pada setiap waktu

    pengamatan. Pada saat bibit berumur 6 MST dapat dilihat bahwa lot benih IP-1M

    memiliki rata-rata jumlah tunas tertinggi. Pada 8 MST lot benih IP-1A dan benih

    dari aksesi karanganyar mengalami peningkatan jumlah tunas, namun tidak

    sebanyak IP-1M. Rata-rata jumlah tunas IP-1M pada pengamatan selanjutnya

    memiliki jumlah yang tertinggi dibandingkan lot benih yang lain. Hal ini

  • menunjukkan bahwa rata-rata jumlah tunas antara lot benih hasil Improved

    Population-1 maupun dari aksesi tidak berbeda nyata.

    Tabel 11. Nilai Rata-Rata Jumlah Tunas Bibit Jarak Pagar pada Beberapa Lot Benih

    Waktu Pengamatan (Minggu Setelah Tanam/MST) Lot 6 MST 8 MST 10 MST 12 MST L1 1.000 b 1.000 c 1.000 b 1.000 b L2 1.175 a 1.625 a 2.275 a 2.975 a L3 1.050 b 1.175 b 1.250 b 1.250 b L4 1.025 b 1.075 bc 1.075 b 1.150 b L5 1.000 b 1.000 c 1.000 b 1.000 b

    Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf 5% Ket: L1 : IP-1P (dari Pakuwon) L2 : IP-1M (dari Muktiharjo) L3 : IP-1A (dari Asembagus) L4 : Aksesi dari Karanganyar L5 : Aksesi dari Probolinggo

    Berdasarkan Tabel 12 dapat dilihat bahwa tinggi bibit saat berumur 8 MST

    menunjukkan beda yang nyata antar lot benih yang digunakan. Lot benih dari

    IP-1A memiliki rata-rata tinggi tanaman yang paling tinggi dibandingkan lot yang

    lain. Hal ini diduga merupakan faktor genetik dari tanaman, namun pada

    pengamatan selanjutnya tinggi tanaman semua lot benih tidak menunjukkan beda

    yang nyata. Rata-rata tinggi tanaman pada saat tanaman berumur 12 MST yaitu

    antara 53.770 - 59.875 cm.

    Rata-rata diameter batang bibit jarak pagar menunjukkan beda yang nyata

    antar lot benih yang digunakan pada saat bibit berumur 8 MST, dimana lot benih

    IP-1A memiliki rata-rata diameter paling besar dibandingkan lot benih yang lain.

    Pada Tabel 13 dapat dilihat bahwa setelah bibit berumur 8 MST, rata-rata

    diameter batang antar lot benih yang digunakan menunjukkan nilai yang tidak

    berbeda. Besar diameter batang pada akhir pengamatan berkisar antara 1.6325 -

    1.7275 cm.

  • Tabel 12. Nilai Rata-Rata Tinggi Bibit Jarak Pagar pada Beberapa Lot Benih

    Waktu Pengamatan (Minggu Setelah Tanam/MST) Lot 6 MST 8 MST 10 MST 12 MST L1 25.6075 ab 29.618 bc 51.025 a 59.275 a L2 27.2425 a 31.895 ab 51.463 a 58.063 a L3 27.3075 a 33.450 a 51.313 a 59.875 a L4 24.7375 b 27.930 c 46.938 a 53.770 a L5 25.8875 ab 29.378 bc 45.375 a 54.100 a

    Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf 5% Ket: L1 : IP-1P (dari Pakuwon) L2 : IP-1M (dari Muktiharjo) L3 : IP-1A (dari Asembagus) L4 : Aksesi dari Karanganyar L5 : Aksesi dari Probolinggo

    Sudrajat et al. (2005) menyatakan bahwa berat kering total tanaman

    merupakan cermin dari akumulasi senyawa organik yang berhasil disintesis

    tanaman dari senyawa anorganik (unsur hara, air, dan karbondioksida). Menurut

    Lakitan (2004), unsur hara yang diserap akar tanaman, baik yang digunakan

    dalam sintesis senyawa organik maupun yang masih tetap dalam bentuk ionik

    dalam jaringan tanaman tetap akan memberikan konstribusi terhadap berat kering

    tanaman.

    Tabel 13. Nilai Rata-Rata Diameter Batang Bibit Jarak Pagar pada

    Beberapa Lot Benih Waktu Pengamatan (Minggu Setelah Tanam/MST) Lot 6 MST 8 MST 10 MST 12 MST

    L1 0.8550 b 0.9975 b 1.4775 a 1.6550 a L2 0.9075 ab 1.0525 b 1.5075 a 1.6950 a L3 0.9675 a 1.1525 a 1.5575 a 1.7225 a L4 0.8675 b 1.0125 b 1.4925 a 1.7275 a L5 0.8950 ab 1.0725 b 1.4550 a 1.6325 a

    Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf 5% Ket: L1 : IP-1P (dari Pakuwon) L2 : IP-1M (dari Muktiharjo) L3 : IP-1A (dari Asembagus) L4 : Aksesi dari Karanganyar L5 : Aksesi dari Probolinggo

  • Aminah et al. (2006) menyatakan bahwa semakin banyak akar maka

    makin banyak unsur hara yang bisa diserap tanaman, sehingga bibit akan berdaya

    hidup tinggi di lapangan. Pertumbuhan akar yang cepat akan merangsang

    pertumbuhan bibit yang cepat pula.

    Tabel 14. Nilai Rata-Rata Rasio Tunas/Akar Bibit Jarak Pagar pada Beberapa Lot Benih

    Lot RT L1 8.005 a L2 7.475 a L3 8.670 a L4 8.640 a L5 9.523 a

    Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf 5% Ket: L1 : IP-1P (dari Pakuwon) L2 : IP-1M (dari Muktiharjo) L3 : IP-1A (dari Asembagus) L4 : Aksesi dari Karanganyar L5 : Aksesi dari Probolinggo

    Rasio tunas dan akar merupakan perbandingan antara bobot kering bagian

    bibit di atas dan di dalam medium. Alrasjid dalam Hendromono (2003)

    menyatakan bahwa bibit-bibit Cryptomeria japonica, Pinus densiflora,

    Chamaecyparis obtosa dan Picea sp di Jepang telah siap ditanam di lapangan

    apabila rasio tunas dan akar antara 2 sampai 5. Menurut Hendromono (2003) bibit

    yang mempunyai rasio tunas dan akar mendekati angka 5 lebih baik daripada yang

    mendekati 2, namun menurut Sudrajad et al. (2005) rasio tunas dan akar yang

    tinggi belum bisa menjamin mutu suatu bibit. Hal ini disebabkan karena rasio

    tunas dan akar merupakan cermin dari keseimbangan bibit dalam menyerap unsur

    hara dan air pada bagian akar dengan proses fotosinstesis pada bagian atas bibit

    atau pucuk. Pada Tabel 14 dapat dilihat rata-rata rasio tunas dan akar bibit jarak

    pagar pada saat bibit berumur 12 MST adalah antara 7.475 - 9.523.

    Berdasarkan hasil evaluasi ini dapat dilihat bahwa lot benih yang

    digunakan memiliki variasi/keragaman yang cukup baik. Benih hasil Improved

    Population-1 menunjukkan penampilan yang lebih baik pada awal pertumbuhan

    dibandingkan benih yang berasal dari aksesi, namun tidak berbeda nyata pada

  • pertumbuhan selanjutnya. Benih Improved Population-1 telah mewakili tiap

    daerah, yaitu kering (IP-1A), sedang (IP-1M), dan basah (IP-1P), sedangkan benih

    dari aksesi telah mewakili benih-benih yang belum diseleksi.

  • KESIMPULAN DAN SARAN

    KESIMPULAN

    Penelitian ini menunjukkan bahwa kriteria kecambah normal yang dapat

    digunakan untuk menentukan daya berkecambah (DB) jarak pagar adalah kriteria

    D, dengan ciri sebagai berikut: endosperma belum/sudah terlepas, plumula

    belum/mulai muncul/sudah terbuka, panjang hipokotil lebih dari 4 kali panjang

    benih, akar adventif minimal ada 4, dan akar primer berkembang baik dengan

    bulu akar sedikit/banyak.

    Daya berkecambah berdasarkan kriteria kecambah normal D berkorelasi

    linier positif dan nyata dengan beberapa tolok ukur vigor bibit, yaitu jumlah daun

    (r = 0.48371), jumlah tunas (r = 0.46770), dan tinggi tanaman (r = 0.55057).

    SARAN

    Kriteria kecambah normal yang disarankan untuk pengujian daya

    berkecambah benih jarak pagar yaitu pada saat endosperma belum/sudah terlepas,

    plumula belum/mulai muncul/sudah terbuka, panjang hipokotil lebih dari 4 kali

    panjang benih, akar adventif minimal ada 4, dan akar primer berkembang baik

    dengan bulu akar sedikit/banyak.

    Penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan kriteria kecambah normal

    D untuk menentukan DB pada lot benih yang lebih banyak, untuk melihat variasi

    yang ditimbulkan. Perlu dilakukan peninjauan kembali pada periode pengamatan

    daya berkecambah (DB) jarak pagar.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Aisyah, PS. 2003. Penentuan kriteria kecambah normal yang berkorelasi dengan vigor bibit tusam (Pinus merkursii Jungh et de Vriese) di persemaian. Skripsi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 44 hal.

    Aminah, A, B Budiman, M Suartana, R Kurniaty. 2006. Kriteria kecambah dalam

    penyapihan semai untuk pengadaan bibit bermutu. Prosiding Seminar Hasil-hasil Penelitian Balai Litbang Teknologi Perbenihan. Bogor, 14 Februari 2006. Hal 87 91.

    Anonimous. 1986. Penentuan saat perhitungan kecambah normal dan kriteria

    efektif secara kuantitatif untuk jenis Acacia mangium Willd. LUC no 7, Balai Teknologi Perbenihan. Bogor. 74 hal.

    Anonimous. 2005. Pedoman Standarisasi Pengujian Mutu Fisik dan Fisiologis

    Benih Tanaman Hutan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor. 57 hal.

    Anonimous. 2006. Peluncuran perdana benih unggul jarak pagar (Jatropha curcas

    L). InfoTek Jarak Pagar 1(7): 25-28. Anonimous. 2007. Pedoman Budidaya Tanaman Jarak Pagar. http://ditjenbun.

    deptan.go.id/web/tahunan. [September 2007]. Bramasto, Y. 2006. Seri Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan : Jarak Pagar

    (Jatropha curcas Linn.). Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan. 24 hal.

    Bramasto, Y, T Suharti, R Kurniaty, Samuel RS dan B Budiman. 2006.

    Klasifikasi kecambah normal untuk semai siap sapih hingga bibit siap tanam. Buletin Teknologi Perbenihan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan. Bogor. 461: 1 - 32.

    Byrd, H. W. 1983. Pedoman Teknologi Benih. Pembimbing Masa. Bandung. Chen, Y, Chen, Z. 1989. Testing chinese fir seeds by seedling vigour

    classification on vertical plates, p. 58-62. In: J. W. Turnbull (Ed). Tropical Tree Seed Research: proceedings of an international workshop held at the forestry training centre, Gympie, Old, Australia, 21-24 August 1989. Camberra: ACIAR Proceedings No. 28.

    Copeland, LO, MB McDonald. 2001. Principles of Seed Science and Technology.

    Fourth edition. Kluwer Academic Publishers. London. 425 p.

  • Fauzi, AS. 1997. Pengaruh berat bibit dan urine sapi terhadap perkecambahan dan pertumbuhan semai Pericopsis mooniana Thw pada berbagai campuran media. Skripsi. Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor. 50 hal.

    Hambali, E. 2006. Prospek pengembangan tanaman jarak pagar untuk biodiesel

    dan produk turunan lainnya. Prosiding Seminar Nasional Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi. Bogor. Hal 6-20.

    Hendromono. 2003. Kriteria penilaian mutu bibit dalam wadah yang siap tanam

    untuk rehabilitasi hutan dan lahan. Buletin Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. 4(1):11-20.

    Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia II. Badan Litbang Kehutanan.

    Departemen Kehutanan. Jakarta. Iriantono, D, Nurhasybi. 1996. Berat 1000 butir, kadar air, dan kriteria kecambah

    normal benih tusam (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) dan sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen). Buletin Teknologi Perbenihan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan. Bogor. 195: 1-34.

    Iriantono, D, ER Kartiana, E Ismiyati, M Sanusi, A Muharam. 1998. Standar

    metode pengujian mutu benih untuk jenis Pinus merkusii, Paraserianthes falcataria, Swietenia macrophylla, dan Gmelina arborea. Bul. Tek. Perbenihan. 5(2): 1-24.

    Iriantono, D, DJ Sudrajat, I Ismawati. 2000. Mutu fisik, fisiologis dan keragaman

    genetik benih Acacia mangium Willd. Asal Kebun Benih Parungpanjang, Bogor. Bul. Tek. Perbenihan. 7(2): 42-57.

    Kamil, J. 1980. Teknologi Benih I. Universitas Andalas. Angkasa Raya. Padang.

    224 hal. Kartika, E. 1994. Penentuan kriteria vigor bibit serta pengaruh tingkat devigorasi

    dan densitas benih terhadap keberhasilan persemaian Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen dan Acacia mangium Willd. Tesis. Program Pascasarjana IPB. 138 hal.

    Kurniaty, R, B Budiman, Suartana IM, ER Kartina. 2005. Klasifikasi kecambah

    normal untuk semai siap sapih. Buletin Teknologi Perbenihan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan. Bogor. 438: 1 - 42.

    Lakitan, B. 2004. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Raja Grafindo Persada.

    Jakarta. 206 hal.

  • Maharani, G. 2006. Pertumbuhan vegetatif tanaman jarak (Jatropha curcas Linn.) pada berbagai taraf dosis pupuk N dan P. Skripsi. Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. 57 hal.

    Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS

    dan Minitab. Jilid I. IPB Press. Bogor. 326 hal. Nurhasybi, DJ Sudrajad. 2006. Bagaimana mutu bibit tanaman hutan yang ideal?.

    Tinjauan singkat untuk pengadaan bibit bermutu. Prosiding Seminar Hasil-hasil Penelitian Balai Litbang Teknologi Perbenihan. Bogor, 14 Februari 2006. Hal 179 183.

    Prawitasari, T. 2006a. Teknik seleksi dan sortasi biji untuk bibit jarak pagar yang

    berkualitas. Prosiding Seminar Nasional Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi. Bogor. Hal 21 - 33.

    Prawitasari, T. 2006b. Teknologi perbanyakan bibit jarak pagar (Jatropha curcas

    Linn.) secara konvensional dan kultur jaringan. Prosiding Seminar Nasional Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi. Bogor. Hal 54 - 60.

    Prihandana, R, Hendroko R. 2006. Petunjuk Budi Daya Jarak Pagar. Agro Media

    Pustaka. Jakarta. 83 hal. Sadjad, S. 1980. Panduan Pembinaan Mutu Benih Tanaman Kehutanan di

    Indonesia. IPB. Bogor. 301 hal. Sadjad, S. 1993. Dari Benih Kepada Benih. Grasindo. Jakarta. 144 hal. Sadjad, S, E Murniati, S Ilyas. 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih dari

    Komparatif ke Simulatif. Grasindo. Jakarta. 185 hal. Salisbury, FB, CW Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. ITB. Bandung. 241 hal. Schmidt, L. 2000. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Sub

    Tropis. Direktorat RLPS dan Danida Forest Seed Centre. Jakarta. Sitompul, SM, B Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada

    University Press. Yogyakarta. 412 hal. Suastika, G. 2006. Penyakit utama dan potensial serta praktek pengendalian

    penyakit pada tanaman jarak pagar (Jatropha curcas Linn.). Prosiding Seminar Nasional Pusat Penelitian Su