tesisrepository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789...15. para rekanan kerja penulis...
TRANSCRIPT
PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH
DI TINGKAT PENGADILAN AGAMA, BANDING DAN KASASI TAHUN 2015-2019
(STUDI KASUS PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN, PENGADILAN
TINGGI AGAMA DKI JAKARTA DAN MAHKAMAH AGUNG RI)
Tesis
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
Magister Ekonomi (M.E) pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Program Studi Magister Perbankan Syariah
Diajukan Oleh :
SRI SABBAHATUN
NIM 21170850000033
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/2019 M
iv
ABSTRACT
This writing discusses how the settlement on any dispute of sharia economy at religious
court, appeal and cassation levels is settled. the population of sample is a judge‟s decision at
south Jakarta district court number 1957/Pdt.G/2018/PA.JS in which the dispute was won by
customer and number 3353/Pdt.G/2018/PA.JS in which the dispute was won by Sharia financial
institute. the decisions of DKI Jakarta high religious court‟s judge number 5/Pdt.G/2014/PTA.JK
concerning default and the supreme court number 272 K/Ag/2015 the same case with that of
PTA Jakarta. the method of analysis used in this study was descriptive qualitative. the aim was to
find out how far was a judge‟s decision was based on civil principle, i.e. legal certainty, justive
and usefulness principles/. The result was the judge‟s decision had included the three principles
even though there was still less of justice element as not listening the defendant‟s argumentations
but when a cassation was filed it was reviewed and decded on fairly/.
In addition, which principle of sharia economic legal compilation (KHES) not conducted
by both parties so there occurred a dispute. there are 11 sharia economic legal compilation
(KHES) principles namely: ichtiyari / voluntary, amānah / not defaulting any promise, iḥṭiyātī /
carefulness, luzūm / unchanged, mutually beneficial, taswiyah / equality, transparency and
capability, taisīr, good faith and the halal cause. the result was that a dispute frequently
occurred since either party did not perform the amānah, good faith, luzūm and transparency
principles. author also analyzed the formal law and material law being the considerations in
judge‟s decision.
The contracts on which it frequently occurred a dispute on sharia economy were
muḍārabah and murābaḥah but the cause of dispute was not due to the contract but the actor
either customer or sharia financial institute who default or break the law.
Keywords : ikhtiyārī, iḥṭiyātī, luzūm
انهخص
االعتئبف انغت انذخ انحكخ يشحهخ ف انششعخ االقتصبدخ ع انضاع حم كفخ جحث انجحث زا
أ ة/2012/غ د د ة/1391 سقى انجثخ جبكشتب دخ يحكخ ف انحبكى تقشش يجعخ انثم أيب. انقط انغت
تقشش اإلعاليخ انبنخ انؤعغبد فبص انضاع ط ج أ ة/2012/غ د د ة/3393 سقى انضث فبص انضاع ع ط ج
ف انضاغ فظ 2019/غ أ/ك/212 سقى انعهب انحكخ ف تقششانحبكى انتقصشخ ع انعهب انذخ انحكخ ف انحبكى
انحبكى تقشش نعشفخ انجحث ي انغشض . انع انصف انجحث زا ف انتحهم طشقخ . انعهب انذخ انحكخ
شبيم انحبكى تقشش أ انتجخ . انفعخ أعبط انعذل أعبط انقب انق أعبط انذ انتحكى أعظ حغت
انحكخ إن قذو حب نك انطشف أحذ ي غع ال أل انعذل أعبط شم ال جذ ن انزكسح انثالثخ األعظ عه
.ثبنعذل فقشس ثبنتحقق قبو انعهب
أ.ثب انضاع حصم حت انطشف أحذ عه ال انز يبرا انششعخ االقتصبدخ األحكبو يجعخ أعظ ي
انتجبدنخ انفعخ انهضو االحتبط األيبخ االختبسخ4 11 انششعخ االقتصبدخ األحكبو يجعخ أعظ
عم ال انطشف أحذ أل انضاغ جد أ انتجخ أيب. انحالل انغجت انصبنحخ انخ انتغش انقذسح انشفبفخ انتغخ
انحكبو تقشش ي انتبثعخ األحكبو انششع األحكبو ع تجحث انكبتجخ. انشفبفخ انهضو انصبنحخ انخ األيبخ أعبط
أحذ ثم انقعذ ف نظ انضاع عجت نك انشاثحخ انضبسثخ انششعخ االقتصبدخ انضاع ف كثش انعقذ أيب
اإلعاليخ. انبنخ انؤعغبد أ انضث إيب انطشف
.
نضو احتبط، اختبس،4 األعبعخ انكهخ
ABSTRAK
Tulisan ini membahas bagaimana penyelesaian sengketa ekonomi syariah di tingkat
Pengadilan Agama, banding dan kasasi. Populasi sampel yaitu putusan hakim di Pengadilan
Agama Jakarta Selatan Nomor 1957/Pdt.G/2018/PA.JS sengketa yang dimenangkan nasabah dan
nomor 3353/Pdt.G/2018/PA.JS. sengketa yang dimenangkan Lembaga Keuangan Syariah,
putusan hakim Pengadilan Tinggi Agama DKI Jakarta nomor 5/Pdt.G/2014/PTA.JK tentang
wanprestasi dan Mahkamah Agung nomor 272 K/Ag/2015 satu kasus dengan yang di PTA
Jakarta. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif.
Tujuannya untuk mengetahui sejauh mana keputusan hakim berdasarkan asas perdata yaitu asas
kepastian hukum, keadilan dan manfaat. Hasilnya bahwa putusan hakim sudah mengandung
ketiga asas tersebut walau ada yang kurang memenuhi unsur keadilan karena tidak mendengar
dari Tergugat tetapi ketika diajukan kasasi ditinjau ulang dan diputuskan dengan adil.
Selain itu penulis menganalisa asas Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) apa
yang tidak dilakukan kedua belah pihak sehingga terjadi sengketa. Asas Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah (KHES) ada 11 yaitu : ikhtiyārī/sukarela, amānah/menepati janji,
iḥṭiyātī/kehati-hatian, luzūm/tidak berubah, Al manfa„ah al mutabādilah / saling
menguntungkan, taswiyah/kesetaraan, syafāfiyyah / transparansi dan qudrah / kemampuan,
taisīr, ḥusnun niyyah / itikad baik dan as sabab al halāl / sebab yang halal . Hasilnya yaitu
sengketa sering terjadi karena salah satu pihak tidak melaksanakan asas amānah, iktikad baik,
luzūm dan transparansi. Penulis juga menganalisa hukum formal dan hukum materiel yang
menjadi pertimbangan putusan hakim.
Akad yang sering terjadi pada sengketa ekonomi syariah adalah muḍārabah dan
murābaḥah tetapi penyebab sengketa bukan karena akad tetapi pelakunya baik nasabah ataupun
Lembaga Keuangan Syariah yang melakukan wanprestasi atau melanggar hukum.
Kata kunci : ikhtiyārī,iḥṭiyātī, luzūm
KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
ذ لل سة انعبن بنبانح سئبد أع ي فسب س أ شش ر ثبلل ي ع سزغفش ذ ح ىلح انص
إن رجع ثئحسب ي أصحبث عه آن شسه ان جبء و انسلو عه أششف األ ب ثعذ انذ ، أي
Alhamdulillah puji syukur kepada Allah swt, karena kehendak dan ridha-Nya penulis
dapat menyelesaikan Tesis ini. Shalawat dan salam terhaturkan ke haribaan baginda Rasulullah
SAW. beserta seluruh keluarga dan sahabatnya yang telah memberi tuntutan kepada jalan yang
diridlai Ilahi. Penulis sadari tesis ini jauh dari kesempurnaan. Tesis tidak akan selesai tanpa doa,
dukungan dan dorongan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
banyak terima kasih kepada:
1. Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Bapak DR. Herni Ali HT, SE, MM, selaku Ketua Program Studi Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah.
4. Bapak DR. Asyari Hasan M.Ag, selalu Sekretaris Ketua Progam Studi Fakultas Ekonomi
dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah.
5. Bapak Dr. Sofyan Rizal, MSi, selaku penguji ahli dalam sidang final tesis penulis.
6. Ibu Nur Hidayah MA PhD, selalu pembimbing tesis penulis yang banyak memberi
arahan dan bimbingan kepada penulis dan mendampingi penulis ketika melakukan
penelitian ke Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Pengadilan Tinggi Agama DKI Jakarta
dan Mahkamah Agung.
7. Almarhum ayahanda tercinta Abdul Qadir Subangsa dan ibunda tercinta Hj. Susantin
Fajariah yang sudah banyak mendukung penulis untuk terus menimbah ilmu.
8. Ananda tercinta Maimunah Raihan yang sudah banyak mendukung, membantu dan
mengantar penulis untuk melakukan penelitian dan bimbingan, juga kepada ananda
Muhammad Zamakhsyari yang selalu mendukung penulis dan menghibur penulis di kala
penat.
9. Adinda tercinta H. Achmad Sulaiman yang sudah banyak membantu penulis secara
financial, jika tanpa bantuannya mungkin penulis tidak bisa menyelesaikan tesis ini.
10. Adinda tercinta Bachraini yang selalu mendukung dan mendoakan penulis.
11. Eka Santi, saudara penulis yang dengan sabarnya selalu mengantar penulis untuk
penelitian dan bimbingan.
12. Keluarga besar Bani Ummah, Keluarga besar KH. Zainal Arifin dan keluarga Kalianget
Madura yang selalu mensuprot dan mendoakan penulis.
13. Sahabat-sahabat seperjuangan yang sekelas dengan penulis yang selalu memotivasi
penulis agar cepat menyelesaikan tesis ini sampai membuat group khusus untuk teman-
teman yang ingin tesis bulan Juni 2019.
14. Sahabat-sahabat dari Cairo yang selalu mensuprot dan mendoakan penulis.
15. Para rekanan kerja penulis PT Yes Logistis, PT General Trading, PT Agility
Internatioanl, PT Mister Eksportir, ISABC dan sebagainya yang selalu mensuport dan
mendoakan penulis.
16. Para kyai dan guru penulis dari TK sampai sekarang yang banyak mendidik dan
mengarahkan penulis, tanpa peran mereka penulis tidak akan sampai ke titik ini.
17. Para tetangga komplek Ciputat Residence One yang selalu mensuprot dan mendoakan
penulis, alhamdulillah kami hidup rukun dan damai sehingga memberikan ketenangan
kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini.
18. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas segalanya.
Penulis tidak bisa membalas jasa semua pihak, tanpa peran semua pihak penulis tidak
mungkin berada di titik ini. Semoga Allah SWT. membalas semua kebaikan semuanya berkali-
kali lipat di dunia dan akhirat, amien.
Wassalamu‟alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Ciputat, 28 Juli 2019
Sri Sabbahatun
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ................................................................................................................... iiiv
ABSTRACT ................................................................................................................................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ................................................................................................................................ vii
DAFTAR ISI ................................................................................................................................................ ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................................................... xii
BAB I ............................................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ........................................................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................................... 1
1.2 Batasan Penelitian ..................................................................................................................... 5
1.3 Rumusan Masalah ..................................................................................................................... 6
1.4 Tujuan Penelitan ....................................................................................................................... 7
1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................................................... 7
BAB II ........................................................................................................................................................... 9
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................................... 9
2.1. Dasar Hukum ............................................................................................................................ 9
2.1.1 Al Qur`an...................................................................................................................................9
2.1.2 As-Sunnah ..............................................................................................................................12
2.2. Ekonomi Syariah .....................................................................................................................12
2.2.1 Pengertian Ekonomi Syariah ..................................................................................................12
2.2.2 Sejarah Ekonomi Syariah .........................................................................................................13
2.3. Tiga Asas Hukum Perdata ....................................................................................................... 16
2.4. Asas Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) ............................................................... 17
2.5. Hukum Formal dan Hukum Materiel ...................................................................................... 21
2.6. Akad Dalam Transaksi Bank Syariah ..................................................................................... 22
2.7. Perdamaian ( as-Ṣulḥ ) ............................................................................................................ 37
2.8. Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) ...................................................................... 38
2.9. Pengadilan Agama .................................................................................................................. 40
2.10. Pengadilan Tinggi Agama ....................................................................................................... 51
2.11. Direktorat Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung Republik ..............................................
Indonesia Atau Ditjen Badilag MA RI.................................................................................. 52
2.12. Kerangka Pemikiran ................................................................................................................ 56
2.13 Pemikiran Terdahulu ...............................................................................................................5
BAB III ................................................................................................................................................... 7170
METODE PENELITIAN ............................................................................................................................ 70
3.1 Pendekatan Penelitian ............................................................................................................. 70
3.2 Jenis Data ................................................................................................................................ 71
3.3 Teknik Pengumpulan Data ...................................................................................................... 73
3.4 Analisis Data ........................................................................................................................... 73
3.5 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................................................. 74
3.6 Teknik Pengumpulan Data ...................................................................................................... 74
3.7 Populasi dan Sampel ............................................................................................................. 77
3.8 Metode Pengolahan dan Analisis Data .................................................................................. 78
BAB IV ....................................................................................................................................................... 79
PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH .......................................................................... 79
4.1 Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dan Direktorat Badan
Peradilan Agama Mahkamah Agung RI (Ditjen Badilag RI) ..................................................79
4.1.1 Pengadilan Agama Jakarta Selatan ..........................................................................................79
4.1.2 Pengadilan Tinggi Agama DKI Jakarta ..................................................................................95
4.1.3 Direktorat Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung Republik Indonesia atau Ditjen
Badilag RI ..............................................................................................................................103
4.2 Analisa Putusan Secara Asas Hukum Perdata ...................................................................... 112
4.3 Analisa Putusan Secara Asas Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) ....................... 117
4.4 Analisa Secara Hukum Formal dan Hukum Materiel ........................................................... 125
4.5 Akad Yang Banyak Terjadi Sengketa ................................................................................... 129
4.6 Upaya Memilisir Terjadinya Sengketa Ekonomi Syariah ..................................................... 130
BAB V ...................................................................................................................................................... 133
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................................................. 133
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................... 136
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Sengketa ekonomi syariah yang diajukan ke Pengadilan Negeri ............................ 43
Tabel 2.2 Undang-undang tentang wewenang Pengadilan Agama
dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah ................................................... 46
Tabel 2.3 Proses pengajuan sengketa ekonomi syariah ........................................................... 56
Tabel 3.1 Daftar yang diwawancarai penulis ........................................................................... 75
Tabel 3.2 Daftar putusan yang dijadikan sample oleh penulis ................................................. 77
Tabel 4.1 Daftar perkara sengketa ekonomi syariah di PA Jakarta Selatan ............................ 79
Tabel 4.2 Matrik perbedaan cara biasa dan cara sederhana di Pengadilan Agama ................. 81
Tabel 4.3 Matriks putusan nomor 1957/Pdt.G/2018/PA.JS ..................................................... 89
Tabel 4.4 Matriks putusan nomor 3353/Pdt.G/2018/PA/JS ..................................................... 92
Tabel 4.5 Data perkara sengketa ekonomi syariah Pengadilan Tinggi Agama
DKI Jakarta .............................................................................................................. 96
Tabel 4.6. Matriks putusan nomor : 5/Pdt/G/2014/PTA.JK .................................................... 100
Tabel 4.7 Matriks putusan nomor : 272 K/Ag/2015 ............................................................... 112
Tabel 4.8 Tabel asas hukum perdata perkara nomor 1957/Pdt.G/2018/PA.JS ...................... 113
Tabel 4.9 Tabel asas hukum perdata perkara nomor 3353/Pdt.G/2018/PA.JS....................... 114
Tabel 4.10 Tabel asas hukum perdata perkara nomor 5/Pdt.G/2014/PTA.JK ......................... 110
Tabel 4.11 Tabel asas hukum perdata perkata nomor 272 K/Ag/2015 ................................... 115
Tabel 4.12 Analisa asas Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah pada putusan
Nomor157/Pdt.G/2018/PA.JS................................................................................ 117
Tabel 4.13 Analisa asas Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah pada putusan
Nomor 3353/Pdt.G/2018/PA.JS. ........................................................................... 119
Tabel 4.14 Analisa asas Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah pada putusan
Nomor 5/Pdt.G/2014/PTA.JK ................................................................................ 121
Tabel 4.15 Analisa asas Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah pada putusan
Nomor 272 K/Ag/2015 ......................................................................................... 123
Tabel 4.16 Analisa hukum formal dan hukum materil putusan
Nomor1957/Pdt.G/2018/PA.JS ............................................................................. 125
Tabel 4.17 Analisa hukum formal dan hukum materil putusan
Nomor3353/Pdt.G/2018/PA.JS.............................................................................. 126
Tabel 4.18 Analisa hukum formal dan hukum materil putusan
Nomor5/Pdt.G/2014/PTA.JK................................................................................. 127
Tabel 4.19 Analisa hukum formal dan hukum materil putusan Nomor
272K/Ag/2015 ....................................................................................................... 128
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Wawancara dengan hakim Drs. Faizal Kamil, SH MH.
Lampiran 2 Wawancara dengan hakim Drs. H. Ahmad Hanifah
Lampiran 3 Wawancara dengan hakim M.MES dan DR. Ahmad Fathoni SH M.Hum.
Lampiran 4 Putusan Nomor 1957/Pdt.G/2018/PA.JS sengketa di Pengadilan Agama Jakarta
Selatan yang dimenangkan nasabah.
Lampiran 5 Putusan Nomor 3353/Pdt.G/2018/PA.JS Sengketa Di Pengadilan Agama Jakarta
Selatan Yang Dimenangkan Lembaga Keuangan Syariah
Lampiran 6 Nomor 5/Pdt.G/2014/PTA.JK Sengketa di PTA DKI Jakarta Dari PA Jakarta Selatan
Lampiran 7 Putusan Nomor 272 K/Ag/2015 sengketa di MA tentang wanprestasi (satu kasus
dengan yang di PTA DKI Jakarta)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ekonomi syariah saat ini berkembang dengan pesat. Berkembang pesatnya
ekonomi syariah berpotensi memunculkan berbagai sengketa yang tidak dapat
dihindarkan. Di Indonesia, lembaga peradilan yang berwenang menyelesaikan
sengketa ekonomi syariah adalah pengadilan agama. Pengadilan agama mempunyai
kewenangan menyelesaikan sengketa ekonomi syariah dimulai sejak
diamandemennya UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dengan UU No. 3
Tahun 2006. Menurut Mu`alim dan Yusdani (2001 : 20) bahwa perubahan sosial
secara sosiologis merupakan ciri yang melekat dalam masyarakat yang disebabkan
karena masyarakat itu mengalami suatu perkembangan. Oleh karena itu,
perkembangan tersebut perlu direspon juga oleh hukum Islam. Pada gilirannya
hukum Islam diharapkan memiliki kemampuan fungsi sebagai social engineering
selain sebagai social control. Hal tersebut karena hukum Islam sangat berpengaruh
dan efektif dalam membentuk tatanan sosial dan kehidupan komunitas kaum
muslimin.
Hukum Islam dalam merespon perkembangan zaman dituntut untuk memiliki
fleksibilitas yang memadai agar tidak kehilangan daya jangkaunya, baik dalam
fungsinya sebagai social control maupun dalam batas-batas tertentu sebagai social
engineering (Rofiq 2001:12). Sengketa ekonomi syariah merupakan suatu
2
pertentangan antara satu pihak atau lebih pelaku kegiatan ekonomi, dimana kegiatan
ekonomi tersebut berlandaskan pada prinsip-prinsip syariah dan ajaran hukum
ekonomi syariah yang ditimbulkan oleh adanya perbedaan pendapat tentang suatu hal
yang dapat mengakibatkan adanya sanksi hukum terhadap salah satu pihak yang
bersangkutan. Dan terjadinya suatu sengketa tersebut karena salah satu pihak
melakukan wanprestasi atau melakukan perbuatan melawan hukum atau kesalahan
lainnya sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pihak yang lain. Wanprestasi
adalah kelalaian pihak kreditur dalam memenuhi prestasi yang telah ditentukan dalam
perjanjian.
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 2016 tentang Tata Cata
Penyelesaian Perkara Ekonomi Syariah, disebutkan di Pasal 1 angka 6 bahwa
pengadilan tempat penyelesaian sengketa ekonomi syariah adalah pengadilan di
lingkungan peradilan agama. Di Undang-undang Nomor 21 Tahun Tentang
Perbankan Syariah di Pasal 55 ayat 1 yang menyebutkan penyelesaian sengketa
perbankan syariah dilakukan oleh pengadilan di lingkungan peradilan agama.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 Pasal 49 huruf (i) dimana pasal
dan isinya tidak dirubah dalam Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 Tentang
Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama,
dalam Undang-Undang tersebut disebutkan bahwa Peradilan Agama bertugas dan
berwenang mengadili dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-
orang yang beragama Islam dalam bidang ekonomi syariah, diantaranya : Bank
Syariah, Lembaga Keuangan Mikro syariah, Asuransi Syariah, Reasuransi Syariah,
3
Reksadana syariah, Obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah,
Sekuritas Syariah, Pembiayaan syariah, Pegadaian Syariah, Dana Pensiun Lembaga
Keuangan Syariah, dan Bisnis Syariah.
Perkembangan dunia usaha yang menggunakan akad-akad syariah secara
signifikan faktanya, mengakibatkan tidak sedikit terjadi sengketa diantara para pelaku
ekonomi syariah, sehingga Mahkamah Agung mengeluarkan Peraturan Mahkamah
Agung Nomor 14 Tahun 2016 pada tanggal 22 Desember 2016 Tentang Penyelesaian
Perkara Ekonomi Syariah. Di tahun 2016, Mahkamah Agung (MA) juga
menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 14 Tahun 2016 tentang Tata
Cara Penyelesaian Perkara Ekonomi Syariah. Perma ini diteken (disahkan) Ketua MA
M. Hatta Ali pada 22 Desember dan baru diundangkan pada 29 Desember 2016.
Intinya, mengatur prosedur penyelesaian sengketa ekonomi syariah di pengadilan
agama diantara para pelaku ekonomi syariah yang terikat perjanjian akad syariah atas
dasar prinsip-prinsip syariah. Perkara sengketa ekonomi syariah ditangani hakim
peradilan agama yang telah mengantongi sertifikat hakim ekonomi syariah sesuai
syarat-syarat yang ditentukan Perma No. 5 Tahun 2016 tentang Sertifikasi Hakim
Ekonomi Syariah. Hakimnya harus bersertifikasi hakim ekonomi syariah, atau
minimal hakim agama yang telah mengikuti diklat fungsional ekonomi syariah
apabila jumlah sertifikasi hakimnya belum cukup.
Terbitnya Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 14 Tahun 2016 ini
melengkapi berlakunya Perma No. 2 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah (KHES). Kumpulan hukum materil bidang ekonomi syariah yang
4
bersumber dari fiqih mu„amalah dan fatwa DSN-MUI ini sebagai implementasi Pasal
49 UU No. 3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama yang memperluas kewenangan
Pengadilan Agama akibat berkembangnya ekonomi syariah. Sebab, selama ini
penyelesaian sengketa ekonomi atau bisnis syariah sebagian besar mengacu hukum
acara perdata yang biasa diterapkan di pengadilan negeri.
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah yang efektif (win win solution)
merupakan suatu keniscayaan dalam setiap aktifitas bisnis. Semakin berkembang
ekonomi syariah dan aktifitas bisnis maka kemungkinan jumlah sengketapun akan
meningkat. Berkembangnya ekonomi dan bisnis yang didasarkan prinsip syariah
menyebabkan jenis-jenis sengketa juga semakin beragam baik pola dan jenisnya.
Pengadilan Agama sebagai lembaga litigasi yang memiliki kewenangan absolut
dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah menjadi perhatian mengingat selama
ini dikenal sebagai lembaga litigasi yang hanya menyelesaikan sengketa dalam
bidang hukum keluarga.
Dengan adanya Undang-Undang dan Peraturan Mahkamah Agung (Perma)
yang baru penulis ingin menganalisa bagaimana efektifitas penyelesaiakan sengketa
ekonomi syariah yang dilakukan di tingkat Pengadilan Agama, banding dan kasasi
khususnya Pengadilan Agama Jakarta Selatan dan di Peradilan Tinggi Agama DKI
Jakarta serta di Mahkamah Agung RI. Selain itu apakah Pengadilan Agama Jakarta
Selatan , Pengadilan Tinggi Agama dan Mahkamah Agung sudah memutuskan sesuai
asas hukum perdata yaitu asas kepastian hukum, keadilan dan manfaat.
5
Penulis akan meneliti sejauh mana ketiga asas tersebut diaplikasikan pada
putusan di Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Pengadilan Tinggi Agama DKI Jakarta
dan Mahkamah Agung RI. Dengan mengetahui proses penyelesaian sengketa pada
keuangan syariah diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan pelaku usaha agar
tidak ragu bertraksi pada ekonomi syariah. Sebelum meyakinkan pelaku usaha,
penulis ingin melakukan penelitian terkait sejauh mana efektifas penyelesaian
sengketa pada ekonomi syariah yang sudah dilakukan Pengadilan Agama khususnya
Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Pengadilan Tinggi Agama (PTA) DKI Jakarta dan
Mahkamah Agung RI untuk meningkatkan kepercayaan dari para pelaku usaha dan
agar bisa memberi masukan pada lembaga ekonomi syariah.
Selain itu penulis ingin meneliti akad apa yang banyak terjadi sengketa dan
bagaimana upaya meminimalisir untuk menghindari sengketa tersebut. Penulis juga
ingin meneliti asas Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) apa yang tidak
diaplikasikan nasabah atau Lembaga Keuangan Syariah sehingga terjadi sengketa
ekonomi syariah, dan menganalisa hukum formal dan materiel yang digunakan hakim
dalam memutuskan perkara.
1.2 Batasan Penelitian
Sesuai judul ini, batasan pada penelitian ini adalah mengetahui bagaimana
proses penyelesaian sengketa ekonomi syariah yang sudah dilakukan Pengadilan
Agama Jakarta Selatan, Pengadilan Tinggi Agama DKI Jakarta dan Mahkamah
Agung RI dari tahun 2015 sampai 2019 dan analisa putusan secara asas perdata yaitu
asas kepastian hukum, manfaat dan keadialn. Dan asas KHES apa yang tidak
6
dilakukan nasabah atau Lembaga Keuangan Syariah sehingga terjadi sengketa. Dan
analisa hukum formal dan materiel yang digunakan hakim dalam memutuskan
perkara.
1.3 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang menjadi bahan penelitian sebagai berikut :
1. Akad apa yang banyak terjadi sengketa ekonomi syariah dan bagaimana
upaya meminilisir sengketa ekonomi syariah ?
2. Bagaimana prosedur berperkara di Pengadilan Agama, Pengadilan Tinggi
Agama dan Mahkamah Agung ?
3. Bagaimana penerapaan asas hukum perdata yaitu kepastian hukum, keadilan
dan manfaat dalam putusan hakim ?
4. Asas Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) apa yang tidak dilakukan
nasabah atau Lembaga Keuangan Syariah sehingga terjadi sengketa ?
5. Bagaimana analisa hukum formal dan hukum materiel pada salah satu putusan
di Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Pengadilan Tinggi Agama DKI Jakarta
dan Mahkamah Agung ?
7
1.4 Tujuan Penelitan
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui :
1. Akad yang banyak terjadi sengketa ekonomi syariah dan upaya meminilisir
sengketa ekonomi syariah.
2. Prosedur berperkara di Pengadilan Agama, Pengadilan Tinggi Agama dan
Mahkamah Agung.
3. Penerapaan asas hukum perdata yaitu kepastian hukum, keadilan dan manfaat
dalam putusan hakim.
4. Asas KHES yang tidak dilakukan nasabah atau Lembaga Keuangan Syariah
sehingga terjadi sengketa.
5. Analisa hukum formal dan hukum materiel pada salah satu putusan di
Pengadilan Agama Jakarta Selatan, PTA DKI Jakarta dan Mahkamah Agung.
1.5 Manfaat Penelitian
Dilihat dari aspek manfaat hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat serta kontribusi sebagai berikut:
1. Manfaat secara teoritis :
a. Dapat meningkatkan kompetensi serta sumbangsih pemikiran pada kajian
ekonomi syariah, khususnya analisa dasar hukum perdata yaitu kepastian
hukum, keadilan dan manfaat, juga analisa penerapan Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah (KHES) serta analisa hukum formal dan hukum materiel.
8
b. Dapat meningkatkan peran kegiatan literasi dalam meningkatkan minat
membaca dan menulis serta memperluas khasanah kepustakaan.
2. Manfaat secara praktisi :
a. Bagi pelaku ekonomi syariah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangsih bagaimana prosedur berperkara di tingkat Pengadilan Agama,
banding dan kasasi.
b. Bagi nasabah dan Lembaga Keuangan Syariah agar menghindari asas
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) yang tidak diterapkan agar
tidak terjadi sengketa ekonomi syariah di kemudian hari.
c. Bagi nasabah agar berupaya meminilisir sengketa ekonomi syariah di
kemudian hari ketika memutuskan mengajukan pembiayaan kepada Lembaga
Ekonomi Syariah.
9
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Dasar Hukum
2.1.1. Al-Qur’an
a. Surah Al-Hujurat ayat 9
ب عه األخش فمبره إ ثغذ إحذا ب فئ الززها فبصهحا ث ؤي ان ي ء طبئفزب رف ا انز رجغ حز
هللا السطا إ ب ثبنعذل فبءد فبصهحا ث إن أيش هللا فئ مسط حت ان
“Dan apabila ada dua golongan mukmin berperang maka damaikanlah
keduanya dan jika salah satu keduanya berbuat dzalim terhadap (golongan) yang
lain, maka perangilah (golongan) yang berbuat dzalim itu sehingga golongan itu
kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali kepada perintah
Allah, maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlakulah adil,
sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil”.
Menurut Ibnu Katsir (2002:7:378) bahwa Allah SWT. memerintahkan
berdamai diantara kaum muslimin jika terjadi perselisihan diantara mereka jika
terjadi saling membunuh. Ini yang menjadi dalil bagi imam Bukhari bahwa pertikaian
yang terjadi tidak keluar dari iman, pertikaian hanya berkisar masalah maksiat walau
besar. Ini juga menurut pendapat kaum Khawarij dan pengikutnya. Sedangkan
menurut Imam al-Baidhawi (2002:2:416) Allah Swt. memerintahkan berdamai
dengan nasehat dan doa agar kembali kepada hukum Allah Swt dan Allah Swt.
memerintahkan hakim berbuat adil dalam segala urusan, kaitan perdamaian dan adil
karena kondisi setelah saling berperang. Pada ayat ini Allah Swt. memerintahkan
11
berdamai diantara kaum muslimin walaupun sudah terjadi peperangan yang saling
membunuh diantara mereka.
b. Surah An-Nisa ayat 35
خفزى شمبق ث إ ب إ فك هللا ث ذا اصلحب رش هب إ أ ب ي حك ه أ ب ي ب فبثعثا حك هللا اب
شا ب خج عه
“Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka
kirimlah seorang hakam (juru damai) dari keluarga laki-laki dan seorang hakam
(juru damai) dari keluarga perempuan. Jika keduanya bermaksud mengadakan
perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti”.
Menurut al-Baidlawi (2002:1:214) bahwa jika terjadi perselisihan diantara
wanita dan suaminya agar mengutus seorang hakim agar menjelaskan masalah yang
terjadi dan mendamaikan keduanya. Seorang laki-laki yang menjadi penengah yang
bisa mendamaikan keluarga wanita dan keluarga suaminya. Boleh dari kerabat atau
orang luar juga dibolehkan. Sedangkan menurut Ibnu Katsir (2002:2: 328) bahwa
menurut ulama fikih jika terjadi perselisihan diantara suami istri maka mencari hakim
yang dipercaya yang bisa melihat duduk persoalan kedua belah pihak dan melarang
orang yang berbuat dhalim. Jika perselisihan terus memuncak maka memanggil
hakim yang dipercaya dari pihak istri dan hakim yang dipercaya dari pihak suami.
Kedua hakim tersebut berkumpul dan melihat permasalahan yang terjadi dan
melakukan perdamaian agar terhindar dari perpisahan kedua suami istri.
12
c. Surah An Nisa ayat 135
انذ ان فسكى أ عه أ ن ثبنمسط شذاء لل اي ا ل أيا ا ب انز ب أ ب أ ك إ األلشث
إ رعذنا أ ب فل رزجعا ان ن ث شا فبلل أ هللا فم رعشضا فئ ا أ ره ه ب رع ش اب ث اخج
“Wahai orang-orang yang beriman jadilah kamu penegak keadilan, menjadi
saksi karena Allah walau terhadap dirimu sendiri, atau kedua orang tuamu atau
kerabatmu, jika dia (terdakwah) kaya atau miskin, maka Allah Maha Mengetahui
kemaslahatannya, maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, kamu harus tetap
adil, dan jika memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka
ketahuilah Allah Maha Meneliti terhadap segala yang kamu kerjakan”.
Menurut Ibnu Katsir (2002:2:482) bahwa Allah Swt. memerintahkan
hambaNya agar berbuat adil, tidak condong ke kanan atau ke kiri, tidak menimbulkan
cacian dan penyimpangan, agar menjadi penolong dan saling membantu satu sama
lainnya. Sedangkan menurut al-Baidhawi (2002:1:242) bahwa Allah Swt.
memerintahkan agar konsisten dengan sikap adil bersungguh-sungguh berupaya
melakukan keadilan dengan benar dan mengadakan persaksian untuk mendapat ridla
Allah Swt. kesaksian seharusnya selalu melekat pada diri kalian karena kesaksian
adalah bukti kebenaran baik kepada dirinya maupun kepada orang lain.
Ketiga ayat tersebut arahan untuk berdamai dan memanggil hakim baik dalam
keadaan berperang maupun perselisihan diantara suami dan istri. Keberadaan hakim
dibutuhkan untuk mencapai mufakat dan perdamaian kedua belah pihak yang
berselisih.
13
2.1.2. As-Sunnah
و حل إل صهحب حش سه ان هح جبئز ث سهى : "انص ل هللا صه هللا عه لبل سس أحم حشايب ل أ
أحم حشايب )سا انزشيز( و حلل أ ى إل ششطب حش ط عه شش سه ان
“Shulh (penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat) boleh
dilakukan diantara kaum muslimin kecuali shulh yang mengharamkan yang halal
atau menghalalkan yang haram, dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat
mereka kecuali syarat yang diharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram. (
HR Turmudzi)
Dalam hadits ini Rasulullah Saw. menganjurkan berdamai diantara kaum
muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan
yang haram. Rasulullah Saw. sangat menginginkan kehidupan yang yang tentram dan
damai diantara kaum muslimin selama tidak melanggar apa yang diperintahkan Allah
Swt. Berdamai tetap berada dalam hukum dan ajaran Islam bukan berdamai untuk
melanggar ketentuan ajaran Islam.
2.2. Ekonomi Syariah
2.2.1. Pengertian Ekonomi Syariah
Al Arabi (1980:11) mengemukakan bahwa ekonomi Islam merupakan
sekumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang kita simpulkan dari Al Qur`an dan as
Sunnah dan merupakan bangunan perekonomian yang kita didirikan di atas landasan
dasar-dasar tersebut sesuai dengan tiap lingkungan dan masa. Menurut Suma
(2006:33) bahwa ekonomi Islam atau syariah adalah suatu ekonomi yang dilihat dari
sudut pandang keislaman (filsafat, etika dan lain-lain) terutama dalam bidang hukum
14
atau syariahnya. Itulah sebabnya mengapa ekonomi Islam sering pula disebut
ekonomi syariah.
Dalam pengistilahan ada yang menyebut bahwa ekonomi yang berdasarkan
pada ide-ide dan nilai-nilai Islam ini adalah ekonomi Islam akan tetapi ada yang
menyebutkannya dengan sebutan ekonomi syariah. Sebenarnya perbedaan
penyebutan tidak signifikan karena kedua sebutan tersebut mempunyai maqāṣid
(tujuan) yang sama dan pembahasan yang sama.
Dalam bahasa Arab ekonomi syariah disebut ي ل س ل ا بد ص ز ل ال . Di berbagai
negara menyebutkan ekonomi Islam tetapi di Indonesia menyebutkan ekonomi
syariah sebagaimana ijtihad para ulama di Indonesia yang dalam hal ini diorganisir
dalam suatu lembaga bernama Majelis Ulama Indonesia (MUI).
2.2.2. Sejarah Ekonomi Syariah
Ekonomi syariah lahir sejak Islam diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw.
Dimana dalam kandungan ajaran Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw.
juga terkandung ajaran tentang ekonomi syariah namun masih belum tersistem
sebagaimana sekarang. Namun dalam perkembangan zaman yang begitu pesat, ajaran
tentang ekonomi syariah yang masuk dalam lingkup syariah, mulai dikembangkan
sejalan dengan perkembangan ekonomi dunia. Dimana dalam perkembangan dunia
ekonomi menjadi jargon untuk memajukan bangsa sehingg suatu negara yang
menguasai pasar ekonomi dunia maka negara tersebut yang mengendalikan dunia.
Bank merupakan salah satu lembaga ekonomi yang menjadi aikon terpenting
dalam mengembangkan ekonomi negara. Bank merupakan lembaga keuangan yang
15
mempunyai peran strategis dimana kegiatan utama dari perbankan adalah menyerap
dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali kepada masyarakat. Menurut
Mukharom (2006:39) bahwa peranan yang penting tersebut menjadikan negara-
negara untuk mengembangkan bank sebagai alat untuk ekspansi ke negara-negara
lainnya. Namun bank-bank yang berkembang selalu menggunakan bunga, dimana
dalam hal ini sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang mengharamkan riba.
Keberadaan bunga bank lambat laun mulai meresahkan masyarakat, sehingga hal ini
membutuhkan umat muslim untuk berani menggali hukum-hukum yang ada dalam Al
Qur`an, hadits, ijma` dan qiyas yang sudah ada agar diterapkan di situasi yang
kongkrit.
Menurut Syafi`ie (2001:24) bahwa upaya penerapan sistem profit and loss
sharing tercatat di Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 1940-an yaitu adanya upaya
mengelola dana haji secara non konvensional. Sejarah perbankan syariah pertama kali
berdirinya sebuah bank di Mesir yaitu didirikannya Islamic Rural Bank di desa Mit
Ghamr pada tahun 1963 di Kairo Mesir. Keberanian Mesir dalam mengembangkan
bank syariah ini menjadikan keberanian untuk mengajukan sebuah proposal pendirian
bank syariah internasional untuk perdagangan dan pembangunan berupa International
Islamic Bank for Trade and Development serta proposal pendirian Federasi Bank
Islam (Federation of Bank Islamic Banks) pada pertemuan sidang menteri luar negeri
yang diselenggarakan oleh Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Karachi, Pakistan.
Pada sidang Organisasi Konferensi Islam (OKI) berikutnya yang diadakan di Jeddah,
menyetujui pendirian Islamic Development Bank (IDB) dengan modal 2 (dua) miliar
16
dinar Islam atau setara $ 2 (dua) miliar sebagai SDR (Special Drawing Right) atau
penyertaan modal semua anggota OKI menjadi anggota IDB.
Mendekati awal dekade 1980-an, bank-bank Islam bermunculan di Mesir,
Sudan, negara-negara teluk, Pakistan, Iran, Malayasia, Bangladesh dan Turki. Secara
garis besar lembaga-lembaga perbankan Islam yang bermunculan itu dapat
dikategorikan ke dalam dua jenis, yakni sebagai Bank Islam Komersial (Islamic
Commercial Bank) atau sebagai lembagi investasi dengan bentuk International
Holding Companies.
Di Indonesia menurut Arifin (2006:6) bahwa awal mula muncul ekonomi
syariah secara kelembagaan ditandai dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia
(BMI) yang merupakan desakan dari kalangan umat muslim Indonesia yang terbentuk
dalam berbagai organisasi kemasyarakatan Islam Indonesia. Setelah adanya
rekomendasi dari lokakarya ulama tentang bunga bank dan perbankan di Cisarua
(Bogor) pada tanggal 19-22 Agustus 1990, yang kemudian diikuti dengan
diundangkannya Undang-Undang nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan dimana
perbankan bagi hasil mulai diakomodasikan, maka berdirilah Bank Muamalat
Indonesia (BMI) yang merupakan bank umum Islam yang pertama yang beroperasi di
Indonesia. Pembentukan BMI ini diikuti oleh pendirian Bank Perkreditan Rakyat
Syariah (BPRS). Namun karena lembaga ini masih dirasakan kurang mencukupi dan
belum sanggup menjangkau masyarakat Islam lapisan bawah, maka dibangunlah
lembaga-lembaga simpan pinjam yang disebut Bait al Māl wat tamwīl (BMT) atau
Bait al Qiradh menurut masyarakat Aceh.
17
2.3. Tiga Asas Hukum Perdata
A. Asas Kepastian Hukum
Menurut Abdullah (2009:05) bahwa politik hukum sebagai arah kebijakan
pembangunan hukum harus dijadikan sebagai ukuran untuk dapat melihat hasil yang
telah diraih pembangunan hukum saat ini. Penegakan hukum merupakan salah satu
tonggak utama dalam negara bahkan yang ditempatkan sebagai satu bagian tersendiri
dalam sistem hukum. Eksistensi penegakan hukum mengakibatkan setiap sengketa
yang ada dapat diselesaikan, baik itu sengketa antar sesama warga, antar warga
negara dan negara, negara dengan negara lain, dengan demikian penegakan hukum
merupakan syarat mutlak bagi usaha penciptaan negara Indonesia yang damai dan
sejahtera.
B. Asas Keadilan
Menurut Wantu (2007:391) bahwa konsep keadilan dalam putusan hakim
tidak mudah mencari tolak ukurnya. Adil bagi satu pihak belum tentu adil dirasakan
adil sama oleh pihak lain. Keadilan berdasarkan Pancasila demi terselenggaranya
negara hukum Republik Indonesia.
C. Asas Manfaat
Menurut Riyanto (2008:52) bahwa hakim sebagai salah satu pejabat
kekuasaan kehakiman yang melaksanakan proses peradilan, termasuk juga proses
peradilan perdata, sudah tentu mempunyai tanggung jawab besar pada putusannya.
Sedangkan menurut Sutiyoso (2010:201) bahwa putusan yang dihasilkan oleh hakim
18
di pengadilan idealnya tidak menimbulkan masalah-masalah baru di lingkungan
masyarakat, artinya kualitas putusan hakim berpengaruh penting pada lingkungan
masyarakat dan berpengaruh pada kewibawaan dan kreadilibilas lembaga peradilan
itu sendiri.
2.4 Asas Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES)
Pada pasal 21 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES), asas suatu akad
ada 11 yaitu :
A. Ikhtiyārī / sukarela.
Setiap akad dilakukan atas kehendak para pihak, terhindar dari keterpaksaan
karena tekanan salah satu pihak atau pihak lain. Ketika kedua belah pihak sepakat
untuk melakukan traksasi akad, kedua belah pihak harus melakukan dengan sukarela
tanpa paksaan dari pihak manapun karena unsur paksaan bisa membatalkan akad
yang sudah ditandatangani kedua belah pihak.
B. Amānah / menepati janji.
Setiap akad wajib dilaksanakan oleh para pihak sesuai dengan kesepakatan
yang ditetapkan oleh yang bersangkutan dan pada saat yang sama terhindar dari
cidera-janji. Ketika nasabah menandatangani kontrak akad maka nasabah harus
konsekwensi membayar bagi hasil yang disepakati dalam dalam kontrak baik dari
segi nominal yang harus dibayarkan dan tanggal batas akhir pembayaran. Begitu juga
ketika nasabah sudah menyelesaikan pembayaran bagi hasil, maka Lembaga
Keuangan Syariah harus mengembalikan jaminan yang sudah diserahkan nasabah
19
tanpa dikurangi sedikitpun. Kedua belah pihak harus melaksanakan kontrak dengan
amānah sesuai kesepatakan yang sudah ditandatangani.
C. Iḥṭiyātī / kehati-hatian.
Setiap akad dilakukan dengan pertimbangan yang matang dan dilaksanakan
secara tepat dan cermat. Lembaga Keuangan Syariah harus mengecek keabsahan
jaminan yang diserahkan nasabah. Sebelum menerima jaminan seperti sertifikat tanah
harus dicek ke notaris setempat keabsahan sertifikat tersebut jangan sampai itu
merupakan sertifikat duplikat atau ternyata lahan tersebut milik orang lain bukan
milik nasabah. Selain itu nasabah harus benar-benar memahahi kontrak yang akan
ditandatangani. Jangan tanda tangan sebelum benar-benar memahami, jika ada hal
yang keberatan atau tidak setuju sebaiknya disampaikan kepada Lembaga Keuangan
Syariah agar dimusyarahkan bagaimana penyelesaiannya.
D. Luzūm / tidak berubah.
Setiap akad dilakukan dengan tujuan yang jelas dan perhitungan yang cermat,
sehingga terhindar dari praktik spekulasi atau maisir. Kedua belah pihak harus
berkonsenwensi dan berkomitmen apa sudah mereka tandatangani. Tidak merubah
secara sepihak dari apa yang sudah disepakati bersama. Kedua pihak tidak boleh
merubah sepihak, jika ada sesuatu hal yang perlu direvisi mungkin karena kondisi
atau hambatan di lapangan maka disampaikan sejelas mungkin sehingga kedua belah
pihak paham betul kesepatan baru yang mereka tanda tangani.
20
F. Al manfa‘ah al mutabādilah / Saling menguntungkan.
Setiap akad dilakukan untuk memenuhi kepentingan para pihak sehingga
tercegah dari praktek manipulasi dan merugikan salah satu pihak. Tujuan kedua belah
pihak melakukan transaksi agar masing-masing mendapat keuntungan. Jangan sampai
ternyata ada pihak yang dirugikan. Apabila terjadi ada pihak yang dirugikan maka
diperbolehkan mengajukan gugatan secara litigasi dan non litigasi. Jika litigasi
dengan musyawarah atau ke Basyarnas dan jika non litigasi ke pengadilan agama.
G. Taswiyah / Kesetaraan.
Para pihak dalam setiap akad memiliki kedudukan yang setara, dan
mempunyai hak dan kewajiban yang seimbang. Baik nasabah maupun Lembaga
Keuangan Syariah memiliki kedudukan yang sama di mata hukum, siapa yang benar
akan dimenangkan dan siapa yang salah akan dikalahkan jika mengajukan gugatan
secara litigasi dan non litigasi. Tidak boleh salah satu pihak bersikap semena-mena
karena kedua belah pihak berada pada strata yang setara tidak ada yang lebih
dominan dari yang lain.
H. Syafāfiyyah / Transparansi.
Setiap akad dilakukan dengan pertanggungjawaban para pihak secara terbuka.
Kedua belah pihak harus benar-benar memahami kontrak yang akan mereka tanda
tangani. Semuanya harus disampaikan secara terbuka tidak ada hal yang ditutup-
tutupi. Sebaiknya Lembaga Keuangan Syariah membacakan dan menjelaskan akad
yang akan mereka tandatangani bersama. Jika ada hal yang kurang setujui atau
merasa keberatan bisa dirembukkan untuk mencari solusi bagi kedua belah pihak.
21
I. Qudrah / Kemampuan.
Setiap akad dilakukan sesuai dengan kemampuan para pihak, sehingga tidak
menjadi beban yang berlebihan bagi yang bersangkutan. Ketika nasabah akan
mengajukan pembiayaan kepada Lembaga Keuangan Syariah maka harus melihat
kemampuan membayar bagi hasil setiap bulan sampai tempo yang disepakati bukan
karena besaran jaminan yang diserahkan kepada Lembaga Keuangan Syariah. Karena
konsekwensinya jika nasabah tidak melihat kemampuannya maka jaminan yang
diserahkan ke Lembaga Keuangan Syariah bisa disita atas wanprestasi yang
dilakukan nasabah. Begitu pula Lembaga Keuangan Syariah jika menyetujui
pembiayaan dari nasabah maka dana tersebut memang sudah tersedia bukan dana
yang masih akan mereka peroleh tanpa kepastian. Kedua belah pihak bertransaksi
sesuai kemampuan masing-masing.
J. Taisīr / Kemudahan.
Setiap akad dilakukan dengan cara saling memberi kemudahan kepada masing
masing pihak untuk dapat melaksanakannya sesuai dengan kesepakatan. Jika ada
kesulitan maka dicari solusi agar dipermudah. Jangan sampai ada pihak mengalami
kesulitan baik menghubungi pihak lainnya ataupun jaminan dan bagi hasil yang harus
disetorkan. Semaksimal mungkin diupayakan semudah mungkin sehingga tidak
memberatkan kedua belah pihak atau salah satu pihak.
22
K. Ḥusnun Niyyah / I`tikad baik.
Akad dilakukan dalam rangka menegakan kemaslahatan, tidak mengandung
unsur jebakan dan perbuatan buruk lainnya. Ketika kedua belah pihak akan
melakukan akad, maka keduanya harus dilandasi i`tikad yang baik bukan niatan
jahat seperti menipu, membohongi dan sebagainya. I`tikad baik merupakan awal
terjadinya akad yang baik. Jika di awal tidak ada i`tikad baik maka tidak heran jika di
kemudian hari terjadi perselisihan.
L. As Sababul Ḥalāl / Sebab yang halal.
Pembiayaan yang diajukan tidak bertentangan dengan hukum, tidak dilarang
oleh hukum dan tidak haram. Dalam akad akan tertulis tujuan pembiayaan untuk apa.
Jangan sampai pembiayaan yang dicairkan untuk usaha yang tidak halal atau
perjudian dan sebagainya. Dalam Islam segala aspek harus halal semuanya baik
tujuan maupun cara. Pembiayaan yang diajukan untuk usaha yang halal yang
dibenarkan oleh syariat Islam bukan usaha yang diharamkan.
2.5 Hukum Formal dan Hukum Materiel
Hukum formal yaitu ketentuan yang mengatur tata cara memeriksa dan
mengadili suatu perkara. Dalam perkara perdata, hakim wajib mematuhi ketentuan
hukum acara perdata yang ada dan ketentuan hukum acara lainnya, sebab dalam
menjalankan hukum acara, yakni dalam rangka mewujudkan keadilan prosedural.
Keadilan prosedural tersebut penting untuk untuk menjaga kepastian hukum. Dalam
kepastian hukum, maka keadilan akan terjamin. Misalnya mendengar kedua belah
23
pihak di persidangan sesuai asas audi et alteram partem, memberikan hak seluas-
luasnya kepada kedua pihak untuk membuktikan dalil-dalil secara berimbang. Dalam
mengajukan upaya hukum ada tanggang waktu yang tidak boleh dilewati. Hal ini
dimaksudkan untuk menjaga kepastian hukum demi keadilan.
Hukum materiel yaitu hukum yang mengatur akibat hukum dari suatu
hubungan hukum atau suatu peristiwa. Hukum materiel dimaksudkan untuk
mewujudkan keadilan subtansial, baik tertulis maupun yang tidak tertulis yang
bersumber dari kesadaran hukum masyarakat. Hakim dalam menerapkan hukum
materiel dibekali ilmu hukum seperti interpretasi, argumentasi analogi, a contrario
dan penghalusan hukum, teori-teori hukum dan filsafat hukum. Hakim tidak boleh
gegabah menyimpang ketentuan hukum formal meskipun dengan alasan demi
keadilan, sebab keadilan itu relatif sifatnya. (Mappiasse:2017).
2.6 Akad Dalam Transaksi Bank Syariah
A.Wadī‘ah
Kata wadī„ah berasal dari wada„asy syai`a, yaitu meninggalkan sesuatu.
Sesuatu yang seseorang tinggalkan pada orang lain agar dijaga disebut wadī„ah,
karena dia meninggalkannya pada orang yang sanggup menjaga. Secara bahasa Al-
wadī„ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak yang lain, baik
individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si
penitip menghendakinya.
24
Ada dua definisi yang dikemukakan oleh ulama fikih, yaitu :
1. Ulama madzhab hanafi mendefinisikan :
دلنخ صبسحب أ ش عه حفظ يبن ط انغ رسه
“Mengikutsertakan orang lain dalam memelihara harta baik dengan ungkapan
yang jelas maupun isyarat”
Umpamanya ada seseorang menitipkan sesuatu pada seseorang dan si
penerima titipan menjawab ia atau mengangguk atau dengan diam yang berarti
setuju, maka akad tersebut sah hukumnya.
1. MadzhabHambali,Syafi‟IdanMāliki ( jumhūr ulama ) mendefinisikan wadī„ah
sebagai berikut :
ج ن عه ه م ف حفظ ي ا ص ر يخص
“Mewakilkan orang lain untuk memelihara harta tertentu dengan cara tertentu”
Menurut Hasbi Ashidiqie al-wadī„ah ialah : Akad yang intinya minta
pertolongan pada seseorang dalam memelihara harta penitip. Menurut Syekh Syihab
al Din al Qalyubi dan Syekh Umairah bahwa al-wadī„ah ialah : Benda yang
diletakkan pada orang lain untuk dipeliharanya. Menurut Ibrahim al Bajuri yang
dimaksud al-wadī„ah ialah akad yang dilakukan untuk penjagaan. Menurut Addris
Ahmad bahwa al-wadī„ah adalah barang yang diserahkan (diamanahkan) kepada
seseorang supaya barang itu dijaga baik-baik. Tokoh-tokoh ekonomi perbankan
berpendapat bahwa wadī„ah adalah akad penitipan barang atau uang kepada pihak
yang diberi kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga keselamatan, keamanan dan
keutuhan barang atau uang tersebut.
25
Landasan hukum wadī„ah :
1. “Sesungguhnya Allah telah menyuruh kamu agar menyampaikan amanat
kepada ahlinya.”(QS4:58).“Dan hendaklah orang yang diberikan amanat
itu menyampaikan amanatnya”(QS2:283).
2. “Tunaikanlah amānah yang dipercayakan kepadamu dan janganlah kamu
mengkhiatani terhadap orang yang telah mengkhianatimu” (HR. Abu Dawud
dan Tirmidzi).
3. Ijma‟ ulama dari zaman dulu sampai sekarang telah menyepakati akad
wadī„ah ini karena manusia memerlukannya dalam kehidupan muamalah.
Rukun wadī„ah :
1. Muwaddi„ ( Orang yang menitipkan).
2. Wadī„ ( Orang yang dititipi barang).
3. Wadī„ah ( Barang yang dititipkan).
4. Ṣīghah ( Ijab dan qobul).
Jenis-jenis wadī„ah :
1. Wadī„ah yad amānah. Pada keadaan ini barang yang dititipkan merupakan
bentuk amānah belaka dan tidak ada kewajiban bagi wadī„ untuk menanggung
kerusakan kecuali karena kelalaiannya.
2. Wadī„ah yad ḍamānah. Wadī„ah dapat berubah menjadi yad ḍamānah, yaitu
wadī„ harus menanggung kerusakan atau kehilangan pada wadī„ah, oleh
sebab-sebab berikut ini:
26
a. Wadī„ menitipkan barang kepada orang lain yang tidak biasa dititipi
barang.
b. Wadī„ meninggalkan barang titipan sehingga rusak.
c. Memanfaatkan barang titipan.
d. Bepergian dengan membawa barang titipan.
e. Jika wadī„ tidak mau menyerahkan barang ketika diminta muwaddi‟,
maka ia harus menanggung jika barang itu rusak.
f. Mencampur dengan barang lain yang tidak dapat dipisahkan.
B. Murābaḥah
Murābaḥah adalah perjanjian jual-beli antara bank dengan nasabah. Bank
syariah membeli barang yang diperlukan nasabah kemudian menjualnya kepada
nasabah yang bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan margin
keuntungan yang disepakati antara bank syariah dan nasabah. Murābaḥah dalam
konotasi Islam pada dasarnya berarti penjualan. Satu hal yang membedakannya
dengan cara penjualan yang lain adalah bahwa penjual dalam murābaḥah secara jelas
memberi tahu kepada pembeli berapa nilai pokok barang tersebut dan berapa besar
keuntungan yang dibebankannya pada nilai tersebut. Keuntungan tersebut bisa berupa
lump sum atau berdasarkan persentase. Jika seseorang melakukan penjualan
komoditi/barang dengan harga lump sum tanpa memberi tahu berapa nilai pokoknya,
maka bukan termasuk murābaḥah, walaupun ia juga mengambil keuntungan dari
penjualan tersebut. Penjualan ini disebut musāwamah.
27
Ketentuan umum murābaḥah dalam bank syari'ah :
1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murābaḥah yang bebas riba.
2. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah Islam.
3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah
disepakati kualifikasinya.
4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan
pembelian ini harus sah dan bebas riba.
5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian,
misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang.
6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan
harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus
memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah beserta biaya
tambahan yang diperlukan, misal ongkos angkut barang.
7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka
waktu tertentu.
8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut,
pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang.
C. Musyārakah
Musyārakah secara bahasa diambil dari bahasa Arab yang berarti mencampur.
Dalam hal ini mencampur satu modal dengan modal yang lain sehingga tidak dapat
dipisahkan satu sama lain. Kata syirkah dalam bahasa Arab berasal dari kata syarika
28
(fi„il māḍi), yashruku (fi„il muḍāri„) syarikan/syirkatan/syarikatan (maṣdar/kata
dasar) artinya menjadi sekutu atau syarikat (kamus al Munawir). Menurut arti asli
bahasa Arab, syirkah berarti mencampurkan dua bagian atau lebih sehingga tidak
boleh dibedakan lagi satu bagian dengan bagian lainnya (An –Nabhani).
Adapun menurut makna syara‟, syirkah adalah suatu akad antara 2 pihak atau
lebih yang sepakat untuk melakukan kerja dengan tujuan memperoleh keuntungan.
(An-Nabhani). Syirkah hukumnya mubāḥ. Ini berdasarkan dalil hadits Nabi
Muhammad S.A.W berupa taqrīr (ketetapan) terhadap syirkah. Pada saat Baginda
diutus oleh Allah sebagai nabi, orang-orang pada masa itu telah bermuamalah dengan
cara ber-syirkah dan Nabi Muhammad S.A.W membenarkannya. Sabda Beliau
sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah Ra., “Allah „Azza wa jalla telah
berfirman; Aku adalah pihak ketiga dari 2 pihak yang bersyirkah selama salah
satunya tidak mengkhianati yang lainnya, kalau salah satunya khianat, aku keluar
dari keduanya. (Hr Abu dawud, al-Baihaqi dan ad-Daruquthni). Imam Bukhari
meriwayatkanbahwaAbaManhalpernahmengatakan,“Akudanrekanpembagianku
telahmembeli sesuatu dengan cara tunai dan utang.” Lalu kami didatangi olehAl
Barra‟bin azib. Kami lalu bertanya kepadanya. Dia menjawab, “ Aku dan rekan
kongsiku, Zaiq bin Arqam, telah mengadakan pembagian. Kemudian kami bertanya
kepada Nabi S.A.W tentang tindakan kami, baginda menjawab: “Barang yang
(diperoleh) dengan cara tunai silahkan kalian ambil, sedangkan yang (diperoleh)
secara utang, silahkan kalianbayar”.
29
Hukum melakukan syirkah dengan kafir żimmi juga adalah mubāḥ. Imam
Muslim pernah meriwayatkan dari Abdullah bin Umar yangmengatakan:“Rasulullah
Saw. pernah memperkerjakan penduduk Khaibar (penduduk Yahudi) dengan
mendapat bagian dari hasiltuaianbuahdantanaman”
Rukun syirkah :
1. Akad (ijab-kabul) juga disebut ṣīghah.
2. Dua pihak yang berakad („āqidāni), mesti memiliki kecakapan melakukan
pengelolaan harta.
3. Objek aqad juga disebut ma„qūd „alaihi, modal atau pekerjaan
Jenis syirkah :
1. Syirkah „Inān yaitu syirkah yang mana 2 pihak atau lebih, setiap pihak
menyumbangkan modal dan menjalankan kerja. Kerja sama ini dibangun oleh
konsep perwakilan (wakālah) dan kepercayaan (amānah). Sebab masing-
masing pihak, dengan memberi/berkongsi modal kepada rekan kongsinya
berarti telah memberikan kepercayaan dan mewakilkan kepada rekan
kongsinya untuk mengelola perniagaan. Keuntungan adalah berdasarkan
kesepakatan semua pihak yang bekerja sama manakala kerugian berdasarkan
peratusan modal yang dikeluarkan. Abdurrazzak dalam kitab Al-Jami‟
meriwayatkandariAliRa. yangmengatakan: “Kerugianbergantungkepada
modal,sedangkankeuntunganbergantungkepadaapayangmerekasepakati”.
2. Syirkah Abdān yaitu syirkah yang dilakukan oleh 2 orang atau lebih, yang
hanya melibat tenaga(badan) mereka tanpa melibatkan perkongsian modal.
30
Sebagai contoh: Jalal adalah tukang buat rumah dan Rafi adalah juru elektrik
yang berkongsi menyiapkan proyek sebuah rumah. Keuntungan adalah
berdasarkan persetujuan mereka. Syirkah abdān hukumnya mubāḥ
berdasarkan dalil As-sunnah. IbnuMas‟ud pernah berkata, ”Aku berkongsi
dengan Ammar bin Yasir dan Saad bin Abi Waqqash mengenai harta
rampasanperangBadar,Sa‟admembawaduaorang tawanan sementara aku
danAmmar tidakmembawaapapun” (HR Abu Dawud dan Atsram). Hadits
ini diketahui Rasulullah Saw. dan beliau membenarkannya.
3. Syirkah Muḍārabah yaitu syirkah dua pihak atau lebih dengan ketentuan, satu
pihak menjalankan kerja („amal) sedangkan pihak lain mengeluarkan modal
(māl). (An-Nabhani, 1990: 152). Ada 2 bentuk syirkah muḍārabah. Pertama,
2 pihak (misalnya A dan B) sama-sama memberikan mengeluarkan modal
sementara pihak ketiga (katakanlah C) memberikan menjalankan kerja sahaja.
Kedua, pihak pertama (misalnya A) memberikan konstribusi modal dan kerja
sekaligus, sedangkan pihak kedua (misalnya B) hanya memberikan
konstribusi modal tanpa konstribusi kerja. Kedua-dua bentuk syirkah ini
masih tergolong dalam syirkah muḍārabah. Dalam syirkah muḍārabah, hak
melakukan taṣarruf hanyalah menjadi hak pengelola. Pemodal tidak berhak
turut campur dalam taṣarruf. Namun, pengelola terikat dengan syarat-syarat
yang ditetapkan oleh pemodal. Jika ada keuntungan, dibagi sesuai
kesepakatan diantara pemodal dan pengelola, sedangkan kerugian ditanggung
hanya oleh pemodal. Sebab, dalam muḍārabah berlaku wakālah (perwakilan),
31
sementara seorang wakil tidak menanggung kerusakan harta atau kerugian
dana yang diwakilkan kepadanya (An-Nabhani, 1990: 152). Namun,
pengelola turut menanggung kerugian jika kerugian itu terjadi kerana
melanggar syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemodal.
4. Syirkah wujūh karena didasarkan pada kedudukan, ketokohan atau keahlian
(wujūh) seseorang di tengah masyarakat. Syirkah wujūh adalah syirkah antara
2 pihak (misalnya A dan B) yang sama-sama melakukan kerja (amal), dengan
pihak ketiga (misalnya C) yang mengeluarkan modal (mal). Dalam hal ini,
pihak A dan B adalah tokoh masyarakat. Syirkah ini hakikatnya termasuk
dalam syirkah muḍārabah sehingga berlaku ketentuan-ketentuan syirkah
muḍārabah padanya. (An-Nabhani, 1990:154)
5. Syirkah Mufāwaḍah adalah syirkah antara 2 pihak atau lebih yang
menggabungkan semua jenis syirkah di atas (syirkah „inān, „abdān,
muḍārabah dan wujūh). Syirkah mufāwaḍah menurut An-Nabhani adalah
boleh. Sebab, setiap jenis syirkah yang sah berdiri sendiri maka sah pula
ketika digabungkan dengan jenis syirkah lainnya. Keuntungan yang diperoleh
dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung oleh
pemodal sesuai dengan nisbah modal (jika berupa syirkah „inān) atau
ditanggung pemodal sahaja (jika berupa syirkah muḍārabah) atau ditanggung
pengusaha usaha berdasarkan peratusan barang dagangan yang dimiliki (jika
berupa syirkah wujūh). Bentuk syirkah seperti ini telah menggabungkan
semua jenis syirkah yang ada yang disebut syirkah mufāwaḍah.
32
6. Syirkah Al Milk mengandung arti kepemilikan bersama (co-ownership) yang
keberadaannya muncul apabila dua orang atau lebih memperoleh kepemilikan
bersama (joint ownership) atau suatu kekayaan (aset). Misalnya, dua orang
atau lebih menerima warisan/hibah/wasiat sebidang tanah atau harta kekayaan
atau perusahaan baik yang dapat dibagi atau tidak dapat dibagi-bagi. Dalam
hal ini, para mitra harus berbagi atas harta kekayaan tersebut berikut
pendapatan yang dapat dihasilkannya sesuai dengan porsi masing-masing
sampai mereka memutuskan untuk membagi atau menjualnya. Untuk tetap
menjaga kelangsungan kerja sama, pengambilan keputusan yang menyangkut
harta bersama harus mendapat persetujuan semua mitra. Syirkah al milk
kadang bersifat ikhtiyārīyyah (ikhtiari/sukarela/voluntary) atau jabariyyah
(jabari/tidak sukarela/involuntary). Apabila harta bersama
(warisan/hibah/wasiat) dapat dibagi, namun para mitra memutuskan untuk
tetap memilikinya bersama, maka syirkah al milk tersebut bersifat ikhtiyārī
(sukarela/voluntary).
D. Muḍārabah
Dalam fatwa DSN MUI nomer 1 1 5/DSN-MUI/LX/2017 bahwa akad
muḍārabah adalah akad kerja sama suatu usaha antara pemilik modal (mālik/ṣāhib al-
māl) yang menyediakan seluruh modal dengan pengelola ('amil/muḍārib) dan
keuntungan usaha dibagi diantara mereka sesuai nisbah yang disepakati dalam akad.
Ṣāhib al-māl/mālik adalah pihak penyedia dana dalam usaha kerja sama usaha
33
muḍārabah, baik berupa orang (Syakhṣiyyah ṭabī'iyyah natuur like persoon) maupun
yang dipersamakan dengan orang, baik berbadan hukum maupun tidak berbadan
hukum (Syakhṣiyyah i'tibāriyyah/syakhṣiyyah ḥukmiyyah). „Amil/muḍārib adalah
pihak pengelola dana dalam usaha kerja sama usaha muḍārabah, baik berupa orang
(syakhṣiyyah ṭabī‟iyyah / natuur like persoon) maupun yang disamakan dengan
orang, baik berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum (syakhṣiyyah
i‟tibāriyyah/syakhṣiyyah ḥukmiyyah. Muḍārabah boleh dilakukan dalam bentuk-
bentuk berikut : l. Muḍārabah-muqayyadah. 2. Muḍārabah-muṭlaqah. 3. Muḍārabah-
tsunā'iyyah. 4. Muḍārabah -musytarakah.
E. Salam
Kata salam berasal dari kata at-taslīm (ى -Kata ini semakna dengan as .(انزسه
salaf (انسهف) yang bermakna memberikan sesuatu dengan mengharapkan hasil
dikemudian hari. Salam dalam akuntansi syariah adalah akad jual beli barang pesanan
(muslam fīh) dengan pengiriman di kemudian hari oleh penjual (muslam ilaihi) dan
pelunasannya dilakukan oleh pembeli pada saat akad disepakati sesuai dengan syarat-
syarat tertentu. Menurut para ulama, definisi bai‟us salam yaitu jual beli barang yang
disifati (dengan kriteria tertentu/spek tertentu) dalam tanggungan (penjual) dengan
pembayaran kontan di majlis akad. Dengan istilah lain, bai‟us salam adalah akad
pemesanan suatu barang dengan kriteria yang telah disepakati dan dengan
pembayaran tunai pada saat akad berlangsung.
34
Bai‟us salam memiliki kriteria khusus bila dibandingkan dengan jenis jual
beli lainnya, diantaranya:
1. Pembayaran dilakukan di depan (kontan di tempat akad), oleh karena itu jual
beli ini dinamakan juga as-salaf.
2. Serah terima barang ditunda sampai waktu yang telah ditentukan dalam majlis
akad.
F. Istiṣnā‘
Akad istiṣnā„ ialah akad yang terjalin antara pemesan sebagai pihak 1 dengan
seorang produsen suatu barang atau yang serupa sebagai pihak ke-2, agar pihak ke-2
membuatkan suatu barang sesuai yang diinginkan oleh pihak 1 dengan harga yang
disepakati antara keduanya. (Al Kasaani 5/2 & Ibnu Nujaim 6/185)
Ulama fikih sejak dahulu telah berbeda pendapat dalam permasalahan ini ke
dalam dua pendapat:
1. Pendapat pertama: Istiṣnā„ ialah akad yang tidak benar alias batil dalam
syari‟at islam. Pendapat ini dianut oleh para pengikutmazhab Hambali dan
Zufar salah seorang tokoh mazhab Hanafi. ( Ibnu Muflih 4/18, Al Murdawi
4/300, Ibnul Humaam 7/114 & Ibnu Nujaim 6/185). Ulama mazhab
Hambali melarang akad ini berdalilkan dengan Hadits Hakim bin Hizam Ra.:
س ذن ل رجع يب ن ع “Janganlahengkaumenjualsesuatuyangtidakadapadamu.”
(Riwayat Ahmad, Abu Dawud, An Nasa‟i, At Tirmizy, Ibnu Majah, As
Syafi‟i,IbnulJarud,AdDaraquthny,AlBaihaqy8/519danIbnuHazem)
35
2. Pendapat kedua: Istiṣnā„ adalah salah satu bentuk akad salam, dengan
demikian akad ini boleh dijalankan bila memenuhi berbagai persyaratan akad
salam. Dan bila tidak memenuhi persyaratan salam, maka tidak dibenarkan
alias batil. Ini adalah pendapat yang dianut dalam mazhab MālikidanSyafi‟i.
(Al Hatthab 4/514, As Syairozi 1/297, An Nawawi 4/26.).Ulama‟ yang
berfatwa dengan pendapat kedua ini berdalilkan dengan dalil-dalil yang
berkaitan dengan akad salam.
3. Pendapat ketiga: Istiṣnā„ adalah akad yang benar dan halal, ini adalah
pendapat kebanyakan ulama‟ penganut mazhab Hanafi dan kebanyakan
ulama‟ahlifiqihzamansekarang.(AsSarakhsi12/138,IbnulHumaam7/114,
Ibnu Nujaim 6/185, Dr Khursyid Asyraf Iqbal 448)
G. Ijārah
Secara bahasa ijārah memiliki arti nama untuk sebuah upah. Sedangkan
secara istilah syariat adalah transaksi terhadap kemanfaatan yang maqṣūdah, maklum,
bisa untuk diserahkan dan mubāḥ dengan „iwaḍ (upah) yang maklum” (Syekh an-
Nawawi Banten : 257). Rukun ijārah ada lima:
1. Ṣīghah (kalimat yang digunakan transaksi) seperti perkataan pihak yang
menyewakan “Sayamenyewakanmobil ini padamu selama sebulan dengan
biaya/upahsatujutarupiah.”Danpihakpenyewamenjawab“Sayaterima.”
36
2. ujrah (upah/ongkos/biaya).
3. Manfaat (Kemanfaatan barang atau orang yang disewa).
4. mukri/mu′jir (pihak yang menyewakan).
5. Muktari/musta′jir (pihak yang menyewa
H. Ijārah Muntahiyah Bit Tamlīk
At-ta′jīr menurut bahasa diambil dari kata al-ajr yaitu imbalan atas sebuah
pekerjaan, dan juga dimaksudkan dengan pahala. Adapun al ijārah : nama untuk
upah, yaitu suatu yang diberikan berupa upah terhadap pekerjaan. Sedangkan al-
ijārah dalam istilah para ulama ialah suatu akad yang mendatangkan manfaat yang
jelas lagi mubāḥ berupa suatu dzat yang ditentukan ataupun yang disifati dalam
sebuah tanggungan, atau akad terhadap pekerjaan yang jelas dengan imbalan yang
jelas serta tempo waktu yang jelas pula.
Sedangkan at-tamlīk secara bahasa bermakna menjadikan orang lain memiliki
sesuatu. Adapun menurut istilah ia tidak keluar dari maknanya secara bahasa, dan at-
tamlīk bisa berupa kepemilikan terhadap benda, kepemilikan terhadap manfaat, bisa
dengan ganti atau tidak. Jika kepemilikan terhadap sesuatu terjadi dengan adanya
ganti terhadap nilai barang maka bisa disebut dengan akad jual beli. Apabila
kepemilikan terhadap suatu manfaat dengan adanya ganti atas manfaat tersebut maka
bisa disebut dengan persewaan.
Ijārah Muntahiyah Bit Tamlīk (IMBT) adalah akad sewa barang dalam jangka
waktu tertentu yang diikuti dengan kepemilikan dari barang yang disewa. Misalnya
37
seseorang melakukan akad IMBT untuk sebuah rumah, ia membayar uang sewa
selama 20 tahun, lalu setelah 20 tahun rumah tersebut menjadi miliknya. Akad
penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu
barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan kepemilikan
barang.
Syarat dalam akad Ijārah Muntahiya Bittamlīk suatu benda antara mu′jir/pihak
yang menyewakan dengan musta′jir/pihak penyewa diakhiri dengan pembelian
ma′jur/obyek ijārah oleh musta′jir/pihak penyewa. Ijārah Muntahiya Bittamlīk harus
dinyatakan secara eksplisit dalam akad. Akad pemindahan kepemilikan hanya dapat
dilakukan setelah masa Ijārah Muntahiya Bittamlīk berakhir. Musta′jir/penyewa
dalam akad ijārah muntahiyah bittamlik dilarang menyewakan dan atau menjual
ma′jur/benda yang disewa. Harga ijārah dalam akad Ijārah Muntahiya Bittamlīk
sudah termasuk dalam pembayaran benda secara angsuran.
I. Qarḍ
Al-Qarḍ adalah suatu akad pinjaman (penyaluran dana) kepada nasabah
dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya
kepada Lembaga Keuangan Syariah (LKS) pada waktu yang telah disepakati antara
nasabah dan LKS. Al-Qarḍ merupakan perwujudan LKS yang di samping sebagai
Lembaga Komersial juga sebagai Lembaga Sosial yang dapat meningkatkan
perekonomian secara maksimal. Ketentuan umum:
38
1. Pinjaman diberikan kepada nasabah (muqtariḍ) yang memerlukan.
2. Wajib mengembalikan jumlah pokok yang diterima pada waktu yang telah
disepakati.
3. LKS dapat meminta jaminan kepada nasabah bila dipandang perlu.
4. Nasabah dapat memberikan tambahan (sumbangan) dengan sukarela kepada
LKS sepanjang tidak diperjanjikan dalam akad.
5. Jika nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya
pada saat yang telah disepakati dan LKS telah memastikan
ketidakmampuannya, maka LKS dapat:
a. Memperpanjang jangka waktu pengembalian, atau
b. Menghapus (write off) sebagian atau seluruh kewajibannya.
2.7 Perdamaian ( as-Ṣulḥ )
Secara bahasa, “ṣulḥ” berarti meredam pertikaian, sedangkanmenurut istilah
“ṣulḥ” berarti suatu jenis akad atau perjanjian untuk mengakhiri
perselisihan/pertengkaran antara dua pihak yang bersengketa secara damai.
Menyelesaikan sengketa berdasarkan perdamaian untuk mengakhiri suatu perkara
sangat dianjurkan oleh Allah Swt. sebagaimana tersebutdalamsurahAnNisa‟ayat
126 ش" هح خ انص " yang artinya “Perdamaian itu adalah hal yang baik“. Ada tiga
rukun yang harus dipenuhi dalam perjanjian perdamaian yang harus dilakukan oleh
orang melakukan perdamaian, yakni ijab, qabul dan lafadz dari perjanjian damai
tersebut. Jika ketiga hal ini sudah terpenuhi, maka perjanjian itu telah berlangsung
39
sebagaimana yang diharapkan. (Ibnu Farhum Muhammad : 19). Dari perjanjian
damai itu lahir suatu ikatan hukum, yang masing-masing pihak berkewajiban untuk
melaksanakannya. Perlu diketahui bahwa perjanjian damai yang sudah disepakati itu
tidak bisa dibatalkan secara sepihak. Jika ada pihak yang tidak menyetujui isi
perjanjian itu, maka pembatalan perjanjian itu harus atas persetujuan kedua belah
pihak.
2.8 Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas)
Melalui Rapat Kerja Nasional (Rankarnas) MUI tahun 1992 dengan
mengundang praktisi hukum meminta untuk bertukar pikiran tentang perlu tidaknya
dibentuk arbitrase Islam. Kemudian MUI dengan SK. No. Kep. 392/MUI/V/1992,
tanggal 4 mei 1992, telah membentuk kelompok kerja pembentukan badan arbitrase
hukum islam, yang terdiri atas lima narasumber Prof. KH. Ali Yafie, Prof KH.
Ibrahim Husen, LML, H. Andi Lolo Tonang, S.H, H. Hartono Mardjono, S.H, Jimly
Asshiddiqie, SH, MH lalu kemudian berdirilah Badan Arbitrase Muamalah Indonesia
(BAMUI) yang kemudian berubah nama menjadi Badan Arbitrase Syariah Nasional
(Basyarnas).
BAMUI dibentuk oleh MUI berdasarkan Rapat Kerja Nasional (Rakernas)
MUI Tahun 1992. Perubahan nama dari BAMUI menjadi Basyarnas diputuskan
dalam Rakernas MUI tahun 2002. Perubahan nama, perubahan bentuk dan pengurus
BAMUI dituangkan dalam SK. MUI No. Kep-09/MUI/XII/2003 Tanggal 24
Desember 2003. Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) adalah perubahan
40
dari nama Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) yang merupakan salah
satu wujud dari Arbitrase Islam yangpertama kali didirikan di Indonesia oleh MUI
tanggal 21 Oktober 1993. Sebelumnya Badan Arbitrase Muamalat Indonesia
(BAMUI) didirikan dalam bentuk badan hukum yayasan sesuai dengan akta notaris
Yudo Paripurno, S.H. Nomor 175 tanggal 21 Oktober 1993 yang saat itu peresmian
nama BAMUI juga dilangsungkan. Akte pendiriannya ditandatangani oleh Ketua
MUI Bpk. KH. Basri dan Sekretaris Umum Bpk. HS. Prodjokusumo.
Karena pembinaan pengurusan BAMUI sudah banyak yang meninggal dunia
sebagai badan hukum yayasan yang diatur dalam undang- undang Nomor 16 Tahun
2001 tentang yayasan, tentu sudah tidak sesuai dengan kedudukan BAMUI tersebut,
sehingga dengan keputusan Rapat Dewan Pimpinan Majlis Ulama Indonesia yaitu
Kep-09/MUI/XII/2003 tanggal 24 Desember 2003 nama Badan Arbitrase Muamalat
Indonesia (BAMUI) diubah menjadi Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas).
Kehadiran Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) sangat diperlukan oleh
umat Islam Indonesia mengingat pentingnya melaksanakan syariat Islam untuk
kesejahteraan masyarakat dan juga menjadi suatu kebutuhan yang riil sejalan dengan
perkembangan kehidupan perekonomian dan keuangan mayarakat. Untuk itu, tujuan
didirikan Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) sebagai badan permanen dan
independen yang berfungsi :
a. Menyelesaikan kemungkinan terjadinya sengketa muamalat yang timbul
dalam hubungan perdagangan, industri keuangan, jasa dan lain-lain
dikalangan umat Islam.
41
b. Menyelesaikan perselisihan atau sengketa-sengketa keperdataan dengan
prinsip mengutamakan usaha-usaha perdamaian.
c. Lahirnya Badan Arbitrase Syari'ah Nasional ini, menurut Prof. Mariam Darus
Badrulzaman, sangat tepat karena melalui Badan Arbitrase tersebut, sengketa-
sengketa bisnis yang operasionalnya menggunakan hukum islam dapat
diselesaikan dengan mempergunakan hukum islam.
d. Menyelesaikan kemungkinan terjadinya sengketa perdata diantara bank-bank
syariah dengan para nasabahnya atau pengguna jasa mereka pada khususnya.
2.9 Pengadilan Agama
A. Pengertian Pengadilan Agama
Pengadilan Agama adalah pengadilan tingkat pertama yang melaksanakan
kekuasaan kehakiman di lingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di ibu kota
kabupaten atau kota. Pengadilan Agama dibentuk dengan Keputusan Presiden. Sejak
1 Maret 2003 Pengadilan Agama di Aceh berbentuk Pengadilan Khusus dengan nama
Mahkamah Syar'iyah. Pembentukan tersebut berdasarkan UU No. 18 Tahun 2001 dan
Keppres No. 11 Tahun 2003 tentang Mahkamah Syar'iyah dan Mahkamah Syar'iyah
Provinsi.
42
B. Wewenang Pengadilan Agama Dalam Menyelesaikan Sengketa Ekonomi
Syariah
Di Indonesia, pengadilan yang berwenang menyelesaikan sengketa perbankan
syariah adalah Pengadilan Agama. Semenjak tahun 2006, dengan diamendemennya
UU No. 7 Tahun 1989 dengan UU No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama,
kewenangan Peradilan Agama diperluas. Di samping berwenang memeriksa,
memutus dan menyelesaikan sengketa di tingkat pertama antara orang-orang yang
beragama Islam di bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infak, dan
shadaqah, Pengadilan Agama juga berwenang untuk memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan sengketa di bidang ekonomi syariah (Pasal 49 ayat [i] UU No. 3
Tahun 2006).
Dalam penjelasannya, yang dimaksud dengan “ekonomi syariah” adalah
perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah, antara lain
meliputi:
a. Bank Syariah.
b. Lembagakeuanganmikrosyari‟ah.
c. Asuransi syariah.
d. Reasuransi syariah.
e. Reksadana syariah.
f. Obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah.
g. Sekuritas syariah.
h. Pembiayaan syariah.
43
i. Pegadaian syariah.
j. Dana pensiunan lembaga keuangan syariah.
k. Bisnis syariah.
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa Pengadilan Agama berwenang
tidak hanya dibatasi di bidang perbankan syariah saja, tapi juga di bidang ekonomi
syariah lainnya. Kemudian, kewenangan Pengadilan Agama diperkuat kembali dalam
Pasal 55 [1] UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang menyatakan
bahwa penyelesaian sengketa perbankan syariah dilakukan oleh Pengadilan dalam
lingkungan Peradilan Agama. Namun, Pasal 55 [2] UU ini memberi peluang kepada
para pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan perkara mereka di luar Pengadilan
Agama apabila disepakati bersama dalam isi akad. Sengketa tersebut bisa
diselesaikan melalui musyawarah, mediasi perbankan, Badan Arbitrase Syariah
Nasional (Basyarnas) atau lembaga arbitrase lain dan/atau melalui pengadilan dalam
lingkungan Peradilan Umum.
Penyelesaian sengketa perbankan syariah melalui mekanisme penyelesaian
sengketa alternatif di luar pengadilan seperti musyawarah, mediasi, dan arbitrase
syariah merupakan langkah yang tepat dan layak untuk diapresasi. Akan tetapi,
masalah muncul ketika Pengadilan Negeri juga diberikan kewenangan yang sama
dalam menyelesaikan sengketa perbankan syariah. Terjadi dualisme penyelesaian
sengketa dan ketidakpastian hukum serta tumpang tindih kewenangan dalam
menyelesaikan suatu perkara yang sama oleh dua lembaga peradilan yang berbeda.
Padahal, kewenangan ini jelas merupakan kewenangan Pengadilan Agama
44
sebagaimana diatur dalam Pasal 49 (i) UU No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan
Agama.
Pada direktori putusan sengketa ekonomi syariah di website Mahkamah
Agung yang ternyata sengketa ekonomi syariah juga ditangani oleh di Pengadilan
Negeri walaupun pada keputusan dinyatakan kalau perkara yang diajukan bukan
wewenang Pengadilan Negeri tetapi mengapa mereka menerima gugatan tersebut,
seharusnya dari awal mereka langsung mengarahkan penggugat agar mengajukan
gugatan mereka ke Pengadilan Agama.
Tabel 2.1. Sengketa ekonomi syariah yang diajukan ke Pengadilan Negeri
No Nomor
Putusan
Pengadilan Negeri Perkara
1. Nomor :
16/Pdt.G/2014/
PN.Tsm.
Pengadilan Negeri
Kelas I B
Tasikmalaya
Rizali Noor melawan PT Bank
Tabungan Negara (Persero) Tbk
Kantor Cabang Syariah Tasikmalaya,
Penggugat menunggak pembayaran
KPR selama 5 bulan sehingga
Tergugat mencoret rumah yang
dijadikan jaminan dan Penggugat
merasa rugi secara moril dan menuntut
Tergugat membayar kerugian moril
sebesar 1 milyar rupiah, Putusan
menyatakan Pengadilan Negeri tidak
berwenang untuk mengadili perkara
2. Nomor:47/Pdt.
G/2013/PN Klt
Pengadilan Negeri
Klaten
Lembaga Perlindungan Konsumen
Nasional Indonesia danEndang
Purwanti melawan PT. Bank Rakyat
Indonesia Syariah Kantor Cabang Yos
Sudarso Yogyakarta, Penggugat II
pinjam uang pada Tergugat sebesar
Rp.130.000.000 dengan akad
pembiayaan Al-Murābaḥah tetapi
konsumen tidak diberi copy perjanjian,
hak atas informasi yang benar,jelas
dan jujur sehingga konsumen 2, tidak
45
memahami isi perjanjian dengan
demikian Tergugat
telah memenuhi kualifikasi perbuatan
melawan
hukum, Putusan menyatakan
Pengadilan Negeri tidak berwenang
untuk mengadili perkara ini
3. Nomor:75/Pdt.
G/2014/PN Krg
Pengadilan Negeri
Karangayar
Albertus Heru Sediarto, SE dan
G.K. Hestiningrum melawan PT. Bank
Mega Syariah, Kantor Pusat Jakarta,
Unit Pasar Legi, Pemerintah Republik
Indonesia c.q Kepala
Kantor Pelayanan Kekayaan Negara
dan Lelang (KPKNL) Surakarta,
Penggugat I pembiayaan murabahan
sebesar Rp. 240.000.000 dari Tergugat
I, Tergugat I dengan bantuan Tergugat
II akan menjual melalui lelang
benda yang menjadi obyek sengketa,
putusan menyatakan Pengadilan
Negeri tidak
berwenang mengadili perkara ini
4. Nomor
98/Pdt.G/2017/
PN Unr
Pengadilan Negeri
Ungaran
Siti Nur Zubaedah melawan Kepala
Kantor Cabang Pembantu Ungaran,
PT. Bank Syariah Mandiri, Penggugat
mengajukan pembiayaan dan kredit
macet, Penggugat keberatan lelang
jaminan, hasil putusan bahwa
Pengadilan Negeri tidak berwenang
menangani perkara ini
Sumber:www.putusan.mahkamahagung.go.id
Karena adanya ketidakpastian hukum, Dadang Achmad, Direktur CV Benua
Engineering Consultant, pernah mengajukan judicial review ke Mahkamah
Konstitusi, memohon pembatalan Pasal 55 ayat [2]&[3] UU No. 21 Tahun 2008
tentang Perbankan syariah dengan alasan bertentangan dengan Pasal 28 UUD 1945.
Pada tanggal 29 Agustus 2013, Majelis Mahkamah Konstitusi membuat putusan atas
46
perkara Nomor 93/PUU-X/2012, mengabulkan sebagian permohonan Dadang
Achmad, menyatakan bahwa penjelasan Pasal 55 ayat [2] UU 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat. Lebih lanjut dalam salah satu pertimbangannya, Mahkamah
Konstitusi menyatakan bahwa adanya pilihan tempat penyelesaian sengketa (choice
of forum) untuk menyelesaikan sengketa perbankan syariah sebagaimana tersebut
dalam Penjelasan Pasal 55 ayat (2) UU 21 Tahun 2008 pada akhirnya akan
menyebabkan adanya tumpang tindih kewenangan untuk mengadili, karena ada dua
peradilan yang diberikan kewenangan untuk menyelesaikan sengketa perbankan
syariah, padahal dalam UU 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama secara khusus
perbankan syariah pada tahun 2008 diterbitkan UU No. 21 tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah. Penjelasan Pasal 55 ayat (2) UU Perbankan Syariah menyatakan
bahwa apabila terjadi persengketaan perbankan syariah, selain diselesaikan
pengadilan agama, juga dapat diselesaikan melalui pengadilan dalam lingkungan
pengadilan umum sehingga terjadi dualisme pengaturan penyelesaian sengketa
perkara ekonomi syariah. Ketidakharmonisan undang-undang ini akhirnya
diselesaikan dengan putusan MK No. 93/PUU-X/2012 tegas dinyatakan bahwa
peradilan agama yang berwenang menyelesaikan tersebut dengan putusan sebagai
berikut :
47
Tabel 2.2 Undang-undang tentang Wewenang Pengadilan Agama dalam
Menyelesaikan Sengketa Ekonomi Syariah
No Nomor Keterangan
1. Pasal 49 (i) UU No. 3
Tahun 2006
Tentang Kewenangan Peradilan Agama
menangani sengketa ekonomi syariah
2. Pasal 55 ayat [2]&[3]
UU No. 21 Tahun
2008
Ada dua peradilan yang diberikan kewenangan
untuk menyelesaikan sengketa perbankan
syariah
3. MK 93/PUU-X/2012 Pengadilan Agama menjadi satu-satunya
pengadilan yang berwenang dalam
menyelesaikan sengketa Perbankan syariah.
Sumber : diolah penulis
Dengan adanya putusan Mahkamah Kontitusi tersebut, maka tidak ada lagi
dualisme dalam penyelesaian sengketa Perbankan Syariah. Pengadilan Agama
menjadi satu-satunya pengadilan yang berwenang dalam menyelesaikan sengketa
Perbankan syariah. Hal ini semakin mengokohkan eksistensi Pengadilan Agama di
Indonesia, akan tetapi di sisi lain menjadi tantangan tersendiri, karena bidang
perbankan syariah secara khusus dan ekonomi secara umum merupakan bidang baru
yang sangat kompleks permasalahannya.
Keraguan banyak pihak akan kemampuan Peradilan Agama dalam
menyelesaikan sengketa perbankan syariah harus dihilangkan dengan membuktikan
kecakapan para hakim di lingkungan peradilan agama dalam menyelesaikan
sengketa-sengketa yang diputuskanya. Para hakim harus memiliki pengetahuan yang
mendalam tentang ilmu ekonomi syariah, baik dari segi teori maupun praktek.
Apabila diperlukan, di setiap pengadilan dibentuk hakim khusus dalam
menyelesaikan sengketa perbankan dan keuangan syariah. Penandatangan Surat
48
Keputusan Bersama [SKB] yang dilakukan oleh Mahkamah Agung dengan Otoritas
Jasa Keuangan dan Bank Indonesia tentang Kerjasama Pelatihan Hakim di Bidang
Kebanksentralan dan Sektor Jasa Keuangan pada bulan Juli 2014 lalu adalah langkah
yang patut diapresiasi dan harus ditindaklanjuti.
Dalam penjelasan pasal 49 UU Peradilan Agama, ekonomi syariah juga
menjadi kewenangan peradilan agama. Penyelesaian sengketa tidak hanya dibatasi di
bidang perbankan melainkan juga di bidang ekonomi syari‟ah lainnya. Lalu yang
dimaksuddengan„antara orang-orangyangberagamaIslam‟adalahtermasukorang
atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan diri dengan sukarela kepada
hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan Peradilan Agama. Maka
subjek hukum tidak terbatas pada orang Islam namun yang terpenting adalah adanya
penundukkan diri secara sukarela kepada hukum Islam, yaitu perikatan atau akad
syari‟ah,makatermasukkewenanganperadilanagama.
Pada tanggal 22 Desember 2016 Mahkamah Agung (MA) menerbitkan
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelesaian
Sengketa Ekonomi Syariah. Perma ini lalu diundangkan pada tanggal 29 Desember
2016. Apabila kita menilik ke belakang, lahirnya Perma ini terkait erat dengan
diperluasnya kewenangan Peradilan Agama dalam menyelesaikan sengketa ekonomi
syariah melalui perubahan UU No. 7 Tahun 1989 dengan UU No. 3 Tahun 2006
tentang Peradilan Agama dan diterbitkannya Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
(KHES) pada tahun 2008 berdasarkan Perma No. 2 Tahun 2008 tentang Kompilasi
49
Hukum Ekonomi Syariah yang menjadi sumber hukum materil para hakim di
Peradilan Agama dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah.
Berdasarkan pertimbangan di atas, muncul keinginan untuk membuat
Kompilasi Hukum Acara Ekonomi Syariah (KHAES) sebagai hukum formil (hukum
acara) dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah. Tim Pokja lalu dibentuk guna
menyusun Kompilasi Hukum Acara Ekonomi Syariah (KHAES) diketuai oleh Prof.
Dr. Abdul Manan. Kompilasi Hukum Acara Ekonomi Syariah (KHAES)
direncanakan selesai dibuat pada tahun 2011 dan diundangkan dalam bentuk
Peraturan Mahkamah Agung. Namun, dikarenakan beberapa kendala yang dihadapi
maka tim Pokja belum bisa merealisasikan target. Menurut Prof. Abdul Manan Draft
Kompilasi Hukum Acara Ekonomi Syariah (KHAES) yang merupakan hasil
pembahasan lima tahun yang lalu disepakati berubah menjadi Peraturan Mahkamah
Agung tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Ekonomi Syariah yang didasari
semangat penyelesaian perkara ekonomi syariah yang cepat, sederhana dan biaya
ringan.
C. Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah pada Pengadilan Agama
Dalam Perma Nomor 14 Tahun 2016 tentang tata cara penyelesaian sengketa
ekonomi syariah adalah terkait dengan tata cara pemeriksaan perkara. Perma ini
mengatur secara eksplisit bahwa perkara ekonomi syariah dapat diajukan dengan dua
mekanisme, yakni melalui gugatan sederhana (small claim court) dan gugatan dengan
acara biasa. Pengaturan ini pada prinsipnya membedakan tata cara pemeriksaan
perkara dengan nilai objek materil yang nilainya kecil dan besar dengan tujuan
50
supaya perkara ekonomi syariah dapat diselesaikan dengan cepat, sederhana dan
biaya murah. Di samping itu, pembagian dua mekanisme tersebut dilakukan karena
hukum acara perdata yang ada, seperti Reglemen Indonesia yang diperbarui Herzien
Inlandsch Reglement, Rechtreglement voor de Buitengewesten (RBg) tidak mengatur
secara jelas tentang itu.
Terkait dengan tata cara pemeriksaan perkara dengan gugatan sederhana,
Pasal 3 (2) Perma No. 14 Tahun 2016 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan
pemeriksaanperkaradenganacara/gugatansederhanaadalah“pemeriksaan terhadap
perkara ekonomi syariah dengan nilainya paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus
juta rupiah). Selanjutnya, Pasal 3(3) menyatakan bahwa pemeriksaan perkara/gugatan
sederhana tersebut merujuk kepada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun
2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana kecuali hal-hal yang diatur
secara khusus dalam Peraturan Mahkamah Agung ini. Berdasarkan Pasal di atas,
dapat dipahami bahwa perkara ekonomi syariah dengan nilai maksimal dua ratus juta
rupiah dapat diselesaikan dengan tata cara sederhana. Pemeriksaan dengan acara
sederhana harus selesai paling lama dua puluh lima hari sejak hari sidang pertama.
Adapun perkara ekonomi syariah yang nilainya di atas dua ratus juta rupiah,
diselesaikan dengan acara biasa yang dilakukan dengan berpedoman pada hukum
acara yang berlaku.
Hakim yang memeriksa perkara ekonomi syariah harus hakim yang telah
bersertifikasi hakim ekonomi syariah sesuai dengan Perma Nomor 5 Tahun 2016
tentang Sertifikasi Hakim Ekonomi Syariah. Jika jumlah hakim yang bersertifikasi
51
Hakim Ekonomi Syariah belum mencukupi, maka dapat ditunjuk hakim yang telah
mengikuti diklat fungsional ekonomi syariah. Hakim yang memeriksa perkara
ekonomi syariah sekurang-kurangnya terdiri dari tiga orang kecuali undang-undang
menentukan lain. Satu dari tiga hakim tersebut menjadi hakim ketua. Dalam
memutuskan perkara ekonomi syariah, selain memuat alasan dan dasar putusan,
hakim juga harus memuat prinsip-prinsip syariah yang dijadikan sebagai dasar untuk
mengadili. Hal ini penting dilakukan untuk memastikan bahwa putusan benar-benar
berdasarkan kepada prinsip syariah.
Demi mewujudkan proses penyelesaian perkara ekonomi syariah yang cepat,
sederhana dan biaya ringan, Perma No. 14 Tahun 2016 telah mengadopsi metode
yang cukup inovatif dengan menggunakan fasilitas perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi dalam proses beracara. Berbagai peraturan penggunaan
alat teknologi dimasukkan dalam Perma agar bisa diimplementasikan denga baik.
Sebagai contoh, terkait dengan pendaftaran, Perma memfasilitasi para penggugat
untuk melakukan registrasi perkaranya tidak hanya melalui lisan atau tertulis dalam
bentuk cetak saja, tapi juga dapat melalui elektronik (e-registration). Hal ini tentu
sangat membantu para penggugat karena mereka tidak harus datang langsung ke
pengadilan untuk melakukan registrasi sehingga bisa menghemat waktu dan biaya.
Demikian juga dalam hal pembuktian dengan menghadirkan para ahli. Para ahli dapat
diminta keterangannya dengan menggunakan teknologi informasi. Mekanisme ini
tentu sangat efisien sekali dan tentunya juga bisa menekan biaya secara signifikan,
karena para ahli dapat memberikan keterangan sesuai degan keahliannya dimanapun
52
tanpa harus datang ke pengadilan. Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi
sudah semestinya digunakan di semua lingkungan peradilan di Indonesia dengan
harapan dapat membantu proses penyelesaian sengketa.
2.10 Pengadilan Tinggi Agama
A. Pengertian Pengadilan Tinggi Agama
Pengadilan Tinggi Agama merupakan sebuah lembaga peradilan di
lingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di ibu kota Provinsi. Sebagai
Pengadilan Tingkat Banding, Pengadilan Tinggi Agama memiliki tugas dan
wewenang untuk mengadili perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama
dalam tingkat banding. Selain itu, Pengadilan Tinggi Agama juga bertugas dan
berwenang untuk mengadili di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan
mengadili antar Pengadilan Agama di daerah hukumnya.
Pengadilan Tinggi Agama dibentuk melalui Undang-Undang dengan daerah
hukum meliputi wilayah Provinsi. Susunan Pengadilan Tinggi Agama terdiri dari
Pimpinan (Ketua dan Wakil Ketua), Hakim Anggota, Panitera, dan Sekretaris. Saat
ini terdapat 28 Pengadilan Tinggi Agama di seluruh Indonesia. Khusus untuk
Provinsi Aceh, sejak tanggal 3 Maret 2003 Pengadilan Tinggi Agama Banda Aceh
diubah menjadi Mahkamah Syar'iyah Provinsi Aceh.
B. Tugas Dan Wewenang Pengadilan Tinggi Agama
Pengadilan Tinggi Agama bertugas dan berwenang :
53
1. Mengadili perkara yang menjadi kewenanga Pengadilan Agama dalam tingkat
banding.
2. Mengadili di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili
antar Pengadilan Agama di daerah hukumnya .
Tugas dan kewenangan lain yang diberikan oleh atau berdasarkan undang-
undang. (www.badilag.mahkamahagung.go.id/)
2.11 Direktorat Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung Republik
Indonesia Atau Ditjen Badilag MA RI
A. Sejarah Ditjen Badilag Mahkamah Agung RI
Direktorat Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung Republik Indonesia
atau Ditjen Badilag MA RI terlahir karena tuntutan reformasi di bidang hukum dan
peradilan pada tahun 2004. Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama sebagai
pembina peradilan agama berada dalam satu atap di bawah Mahkamah Agung RI
bersama dengan Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum yang membina peradilan
umum dan Direktorat Jenderal Badan Peradilan Militer dan Tata Usaha Negara yang
membina peradilan militer dan Tata Usaha Negara. Di samping itu, pola pembinaanya
satu atap di bawah Mahkamah Agung RI. Era satu atap merubah sistem pembinaan
peradilan di Indonesia. Pembinaan peradilan baik dalam aspek teknik yustisial
maupun organisasi, administrasi dan finansial semuanya dilakukan oleh kekuasaan
yudikatif yaitu Mahkamah Agung RI. Sejak era tersebut kekuasaan yudikatif telah
terlepas dari kekuasaan eksekutif dalam membina peradilan di Indonesia.
54
Sekitar 34 (tiga puluh empat) tahun sebelum lahirnya Direktorat Jenderal
Badan Peradilan Agama, yaitu sejak tahun 1970 sd 2004, berlaku era dualisme
pembinaan peradilan agama. Saat itu Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama
masih merupakan satu direktorat saja di Departemen Agama dan dipimpin oleh
seorang direktur yang melakukan pembinaan peradilan agama hanya dalam aspek
organisasi, administrasi dan finansial. Sementara dalam aspek yustisial pembinaan
peradilan agama dilakukan oleh Mahkamah Agung RI
(www.badilag.mahkamahagung.go.id)
B. Himpunan Peraturan Penyelesaian Perkara Ekonomi Syariah
Peraturan tentang penyelesaian sengketa ekonomi syariah termaktub dalam
Surat Edaran Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Nomor 1 Tahun 2017 tentang
formulir, SOP dan register induk penyelesaian gugatan sederhana berupa :
a. Gugatan Perkara Sederhana
b. Jawaban Terhadap Gugatan Sederhana
c. Penetapan Perkara Dismissal
d. Penetapan Perkara Gugur
e. Putusan Hakim Majelis Hakim Tunggal
f. Memori Keberatan
g. Kontra Memori Keberatan
h. Putusan Hakim Majelis
i. Akta Perdamaian
j. Akta Perdamaian di Luar Sidang
55
k. Draft SOP Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana oleh Hakim Tunggal
l. Draft SOP Tata Cara Penyelesaian Keberatan Perkara Gugatan Sederhana
m. Register Induk Perkara Gugatan Sederhana
Selain itu banyak Peraturan Mahkamah Agung (Perma) dan Undang-Undang
tentang penyelesaian sengketa ekonomi syariah yaitu :
a. Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Cara
Penyelesaian Perkara Ekonomi Syari'ah.
b. Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas
Tanah Berserta Benda-benda yang Berkaitan Dengan Tanah.
c. Undang-Undang RI Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa.
d. Undang-Undang RI Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia Perma
Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana.
e. Peraturan Mahkamah Agung (Perma) nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur
Mediasi di Pengadilan.
f. Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 5 Tahun 2016 Tentang
Sertifikasi hakim Ekonomi Syari'ah.
g. Sema Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Penyelesaian Perkara di Pengadilan
Tingkat Pertama dan Tingkat Banding pada 4 Lingkungan Peradilan.
h. Sema Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Penanganan Bantuan
Panggilan/Pemberitahuan.
56
i. Sema Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat
Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2016 Sebagai Pedoman Pelaksanaan
Tugas Bagi Pengadilan (www.badilag.mahkamahagung.go.id)
57
2.12 Kerangka Pemikiran
Penulis ingin melakukan penelitian terkait penyelesaian sengketa ekonomi
syariah yang dilakukan Pengadilan Agama khusunya Pengadilan Agama Jakarta
Selatan, PengadilanTinggi Agama DKI Jakarta dan Mahkamah Agung RI. Ini penting
untuk memberi kepastian hukum kepada pelaku usaha pada ekonomi syariah apabila
nantinya terjadi sengketa dan sejauh ini apakah sudah seefek apa yang sudah
dilakukan oleh Pengadilan Agama khususnya Pengadilan Agama Jakarta Selatan,
Pengadilan Agama Tinggi DKI Jakarta dan Mahkamah Agung RI.
Tabel 3.3 Proses Pengajuan sengketa ekonomi syariah
Sumber : diolah penulis
SENGKETA
EKONOMI
SYARIAH
PA
PTA
MA
HAKIM
PENGGUGAT TERGUGAT
DITERIMA DIUPAYA HUKUM
BANDING PTA
DITERIMA UPAYA HUKUM
KASASI MA
PENINJAUAN
KEMBALI MA
58
2.13 Penelitian Terdahulu
No Jurnal Persamaan Perbedaan Hasil
1 Choice of
forum dalam
penyelesaian
sengketa
perbankan
syariah, Neni
Sri Imaniyati
dan
Badruddin,
Jurnal Hukum
dan
Pembangunan
tahun ke 40 no
3
Persamaan
pembahasan
penulis
dengan
pembahasan
ini keduanya
membahas
penyelesai
sengketa
keuangan
syariah
melalui jalur
ligitasi
(peradilan)
Perbedaannya,
pembahasan
penulis
membandingkan
bagaimana
penyelesaikan
sengketa
keuangan syariah
melalui
Pengadilan
Agama,
Pengadilan
Tinggi Agama
dan Mahkamah
Agung RI
sedangkan dalam
pembahasan ini
perbandingan
antara Pengadilan
Umum dan
Pengadilan
Agama
1.Metode penyelesaian
sengketa perbankan
syariah menurut UU No 3
Tahun 2006 dan UU No.
21 Tahun 2008 secara
prinsip dilakukan melalui
litigasi ke pengadila dalam
lingkungan Peradilan
Agama dan Peradilan
Umum, namun dapat pula
dilakukan melalui proses
nonlitigas yakni melalui
musyawarah,mediasi
perbankan, Basyarnas atau
arbitrase lain dan alternatif
penyelesaian sengketa
dengan ketentuan tidak
bertentangan dengan
syariah Islam.
2. Asas lex posteriorie
derogat lex priori dan asas
lex specialis derogat lex
generalis tidak dapat
digunakan dalam Choice of
Forum antara Peradilan
Agama dan Peradilan
umum dalam penyelesaian
sengketa perbankan
syariah. Hal ini
dikarenakan kedua
undang-undang tersebut
masih berlaku efektif,
sehingga tidak ada undang-
undang yang lama dan
tidak ada pula undang-
undang yang baru dan
karena kedua undang-
undang tersebut mengatur
59
hal yang berbeda, tidak ada
undang-undang yang
bersifat umum dan tidak
ada pula undang-undang
yang bersifat umum.
2. Kecendrungan
Masyarakat
Memilih
Lembaga
Penyelesain
Sengketa
Ekonomi
Syariah,
Nurhasanah
dan Hotnidah
Nasution,
Jurnal Ahkam:
Vol. XVI, No.
2, Juli 2016
Persamaan
pembahasan
penulis
dengan
pembahasan
ini keduanya
membahas
penyelesai
sengketa
keuangan
syariah
melalui
Basyarnas
dan
Pengadilan
Agama
Perbedaannya
pembahasan ini
terfokus pada
Basyarnas dan
Pengadilan
Agama Jakarta
Selatan dengan
tujuan riset di
lapangan agar
hasilnya lebih
akurat sedangkan
pembahasan ini
antar Basyarnas
dengan
Pengadilan
Agama DKI
Jakarta dan
Pengadilan
Negeri yang
bersifat umum
Dengan beragamnya
penafsiran para ahli hukum
dan legal officer serta
praktisi hukum lainnya
untukmenterjemahkan
UU No. 3 Tahun 2006
yang mempertegas
kompetensi absolut
peradilan agama dalam hal
ekonomi syariah dan UU
No. 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah
meskipun penjelasan ayat
2 Pasal 55 UU No. 21
Tahun 2008 tentang
Perbankan syariah sudah
dibatalkan oleh Mahkamah
Konstitusi dengan
keputusan No. 93/PUU-
X/2012 sehingga masih
ditemukan penyelesaian
sengketa ekonomi syariah
diselesaikan melalui
pengadilan negeri bahkan
eksekusi Basyarnaspun
masih ada yang dilakukan
oleh pengadilan negeri.
Seyogyanya Mahkamah
Agung secara tegas
melalui surat edaran ke
pengadilan negeri untuk
tidak menerima
penyelesaian sengketa
terkait dengan bisnis dan
ekonomi syariah.
60
3. Teori dan
Implementasi
Penyelesaian
Sengketa
Ekonomi
Syariah,
Mukharom,
SHI MH,
Pustaka
Amma
Alamia,
Januari 2019
Persamaan
pembahasan
penulis dan
pembahasan
ini keduanya
membahas
penyelesaian
sengketa
ekonomi
syariah
Perbedaannya
pada pembahasan
penulis tentang
penyelesaian
sengketa
ekonomi syariah
pada Pengadilan
Agama Jakarta
Selatan,
Pengadilan
Tinggi Agama
DKI Jakarta dan
Mahkamah
Agung RI,
sedang pada
pembahasan ini
di Peradilan
Agama
Purbalingga
1.Peranan Peradilan
Agama yang diberi
wewenang memeriksa,
mengadili dan
menyelesaikan perkara
sengketa ekonomi syariah
2.Faktor yang
melatarbelakangi peranan
pengadilan agama
Purbalingga dalam
penyelesaian sengketa
ekonomi syariah, salah
satu faktor pendukungnya
yaitu besarnya jumlah
umat Islam di Indonesia,
salah satu penghambatnya
yaitu kurangnya perhatian
pemerintah dan salah satu
kendalanya yaitu keadaan
sumber daya manusia dari
para hakim yang memadai.
4. Penyelesaian
Sengketa
Ekonomi
Syariah Di
Indonesia,
Erie
Hariyanto,
Jurnal
Ekonomi dan
Perbankan
Syariah
STAIN
Pamekasan,
2014
Keduanya
membahas
penyelesaian
sengketa
ekonomi
syariah di
Indonesia
Penyelesaian
sengketa
ekonomi syariah
menggunakan
jalur litigasi dan
non-litigasi. Jalur
litigasi melalui
Peradilan Agama
dan melalui jalur
non-litigasi
melalui
musyawarah-
mufakat,alternatif
penyelesaian
sengketa ataupun
Basyarnas.
Perlu pembentukan
Pengadilan Niaga Syariah
yang memang khusus
menyelesaikan perkara
sengketa ekonomi syariah
sehingga proses peradilan
lebih cepat sehingga tidak
menggangu jalannya
perekonomian nasional
utamanya dalam bidang
ekonomi khususnya
perbankan syariah.
5. Kepastian
Hukum,
Keadilan dan
kemanfaatan
dalam putusan
Keduanya
membahas
peradilan
perdata
bukan
Tulisan ini
menekankan asas
hukum sesuai
aturan hukum
perdata sedang
Seorang hakim dalam
memeriksa dan
memutuskan perkara tidak
selamanya terpaku pada
satu asas saja tapi juga
61
hakim di
peradilan
perdata, Fence
M. Wantu,
Jurnal
Dinamika
Hukum Vol.
23, 3
September
2012
pidana. penulis juga
memadukan
dengan
Kompiliasi
Hukum Ekonomi
Syariah (KHES).
melihat asas yang lain.
Setiap perkara secara
kasuistis hakim dapat juga
berubah-ubah dari asas
satu ke asas yang lain.
Hakim harus
memperhatikan
pertimbangan hukum
dengan dengan nalar yang
baik.
6. Penyelesain
sengketa
dalam praktek
ekonomi
syariah di luar
pengadilan
menurut
hukum Islam,
H.
Darwinsyah
Minin, Kanun
Jurnal Ilmu
Hukum
No. 53, Th.
XIII (April,
2011), pp. 1-
22
Keduanya
membahas
penyelesaian
sengketa
ekonomi
syariah.
Pada pembahasan
ini tentang
penyelesai
sengketa
ekonomi syariah
di luar
pengadilan
agama sedang
pada pembahasan
penulis pada
pengadilan
agama.
Penyelesaian sengketa
dalam praktek ekonomi
syariah di luar pengadilan
menurut hukum Islam,
dalam al-Qur‟an terdapat
berbagai ayat yang
membahas tentang
ekonomi berdasarkan
prinsip syariah yang dapat
dipergunakan
menyelesaikan berbagai
masalah ekonomi dan
keuangan. Di samping
sumber hukum ekonomi
syariah yang terdapat di
al-Qur‟an juga di dalam
kitab-kitab al-Hadits,
masih banyak lagi al-
Hadits yang terdapat dalam
kitab lain seperti Sunan al
Daruquthni, Sahih Ibnu
Khuzaimah, Musnad
Ahmad, Musnad Abu
Ya‟la al Musili, Musnad
Abu, Awanah, Musnad
Abu Daud al Yayalisi,
Musnad al Bazzar, dan
masih banyak yang lain
yang semuanya merupakan
sumber hukum ekonomi
syariah yang dapat
dijadikan Pedoman dalam
62
menyelesaikan perkara di
Peradilan Agama.
7. Model
Penyelesaian
Sengketa
Ekonomi
Syariah Yang
Efektif
Dikaitkan
Dengan
Kompetensi
Di Peradilan
Agama Dalam
Rangka
Pertumbuhan
Ekonomi
Nasional,
Renny
Supriyatni B,
Andi Fariana,
Jurnal
Jurisprudence
Keduanya
membahas
penyelesaian
sengketa
ekonomi
syariah pada
jalur litigasi
yaitu jalur
peradilan
agama.
Perbedaannya
pada pembahasan
ini menunjukkan
pengaruh pada
pertumbuhan
ekonomi nasional
sedang
pembahasan
penulis fokus
pada bagaimana
pelaksaan
penyelesaian
sengketa
ekonomi syariah
yang sudah
dilakukan oleh
PA Jakarta
Selatan, apa
sudah efektif atau
belum.
Penyelesaian sengketa
yang cepat, murah,
transparan, adil serta
menjamin kepastian
hukum menjadi tolok ukur
bagi para investor.
Peradilan Agama penting
untuk menerapkan model
mediasi di dalam
Pengadilan yang ditangani
oleh mediator-mediator
independent bersertifikat
dan berstatus hakim yang
memiliki kompetensi
absolut, serta didukung
oleh putusan yang
memiliki kepastian dan
kekuatan hukum mengikat.
Saran diajukan, dibentuk
Peradilan Niaga Syariah
Adhoc yang akan
menerapkan proses
mediasi syariah untuk
menyelesaikan sengketa
ekonomi syariah, sehingga
pada akhirnya akan lahir
kepercayaan yang tinggi
terhadap proses
penyelesaian sengketa di
Pengadilan Agama.
8. Penyelesaian
sengketa
ekonomi
syariah di
pengadilan
Agama
Bekasi, Ummi
Azma, Nurani,
Jurnal Syariah
dan
Keduanya
membahas
penyelesaian
sengketa
ekonomi
syariah pada
jalur litigasi
yaitu jalur
peradilan
agama.
Pembahasan ini
pada Pengadilan
Agama Bekasi
dan penulis pada
Pengadilan
Agama Jakarta
Selatan.
Penyelesaian sengketa
ekonomi syariah dapat
diselesaikan secara litigasi
melalui Pengadilan Agama
dan nonlitigasi melalui
Alternatif Penyelesaian
Sengketa (APS) atau
dikenal dengan Alternative
Dispute Resolution (ADR),
penyelesaian melalui
63
Kemasyarakat
an 22/2/2018
Arbitrase Syariah, dan
melalui Lembaga
Konsumen. Dalam
penyelesaian sengketa
ekonomi syariah secara
litigasi di Pengadilan
Agama, yang merupakan
kewenangan absolut
Pengadilan Agama,
dikenal ada 2 tata cara
penyelesaian sengketa
ekonomi syariah tersebut
yaitu pertama dengan acara
sederhana dan kedua
dengan acara biasa. Di
dalam hukum acara
peradilan agama dikenal
adanya asas personalitas
keislaman. Asas ini
berbeda penerapannya
pada perkara ekonomi
syariah dengan perkara
cerai.
9. Penyelesaian
sengketa
perbankan
syariah di
Indonesia,
Murtadho
Ridwan,
Jurnal Malia,
2017
Keduanya
membahas
penyelesaian
sengketa
ekonomi
syariah.
Pembahasan ini
mengkhususkan
pada sengketa
perbankan sedang
penulis pada
ekonomi syariah
secara
menyeluruh.
Penyelesaian sengketa
perbankan syariah di
Indonesia dapat dilakukan
melalui dua jalur, baik
jalur litigasi maupun jalur
non ligitasi. Peradilan
Agama merupakan
lingkungan peradilan yang
berwenang untuk
menyelesaikan sengketa
perbankan syariah pada
jalur ligitasi, sementara
melalui jalur non-ligitasi
dapat dilakukan melalui
musyawarah, mediasi
perbankan, arbitrase
syariah, dan peradilan
dalam lingkungan
Peradilan Umum. Badan
64
Arbitrase Syariah Nasional
(Basyarnas) merupakan
forum paling strategis
untuk menyelesaikan
sengketa perbankan
syariah. karena basyarnas
dapat menyelesaikan
sengketa dengan cepat,
sederhana, dan biaya
ringan. Selain itu,
penyelesaian melalui
arbitrase syariah juga dapat
lebih menjaga rahasia
masing- masing pihak.
Namun demikian,
kurangnya sosialisasi
Basyarnas kepada
masyarakat, dan jaringan
kantor Basyarnas yang
masih terbatas di ibu kota
menjadikan Basyarnas
kurang dikenal sebagai
lembaga arbiter dalam
penyelesaian sengketa
perbankan syariah.
10. Penyelesaian
Sengketa
Ekonomi
Syariah
Melalui
Pengadilan
Khusus
Ekonomi
Syariah di
Lingkungan
Peradilan
Agama
Ahkam, Saut
Maruli Tua
Manik,
Yaswirman,
Busra Azheri,
Keduanya
membahas
penyelesaian
sengketa
ekonomi
syariah.
Pada pembahasan
ini berbicara
Pengadilan
Agama secara
umum sedang
pembahasan
penulis meneliti
bagaima
penyelesaian
sengketa
ekonomi syariah
khusus di PA
Jakarta Selatan.
Pertama, pembentukan
pengadilan khusus
ekonomi syariah di
lingkungan Peradilan
Agama dapat mencapai
efisiensi dan terwujudnya
profesionalitas sehingga
kepercayaan masyarakat
ekonomi syariah terhadap
Pengadilan Agama
terwujudkan. Kedua,
konstruksi hukum
pengadilan khusus
ekonomi syariah di
lingkungan Peradilan
Agama adalah UUD NRI
1945 dan UU No. 48
65
Ikhwan, Jurnal
Ilmu Syariah,
UIN Syarif
Hidatullah
Jakarta, 2017
Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman,
UU No. 3 Tahun 2006
tentang
Perubahan Atas UU No. 7
Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama jo UU
No. 50 Tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua Atas UU
No. 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama.
11. Penyelesaian
sengketa
ekonomi
syariah
melalui jalur
non ligitasi,
Parman
Komarudin,
Al
Iqtishadiyah,
Jurnal
Ekonomi
Syariah dan
Hukum
Ekonomi
Syariah, UIN
Banjarmasin,
Desember
2014
Keduanya
membahas
penyelesaian
sengketa
ekonomi
syariah.
Pembahasan ini
penyelesain
melalui non
ligitasi sedang
penulis melalui
jalur ligitasi.
Undang-undang Nomor 30
Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa
dapat dikatakan sebagai
wujud yang paling riil dan
lebih spesifik dalam upaya
negara mengaplikasiakan
dan mensosialisasikan
institusi perdamaian dalam
sengketa bisnis. Dalam
undang-undang ini pula
dikemukakan bahwa
negara memberi kebebasan
kepada masyarakat untuk
menyelesaikan masalah
sengketa bisnisnya di luar
pengadilan, baik melalui
konsultasi, mediasi,
negoisasi, konsiliasi atau
penilaian para ahli.
Undang-undang tersebut
ditujukan untuk mengatur
penyelesaian sengketa di
luar forum pengadilan
dengan memberikan
kemungkinan dan hak bagi
para pihak yang
bersengketa untuk
menyelesaikan
persengketaan atau
66
perselisihan atau
perbedaan pendapat
diantara para pihak dalam
forum yang lebih sesuai
dengan maksud para pihak.
12. Sengketa
ekonomi
syariah di
Indonesua
pasca putusan
Mahkamah
Konstitusi
Nomor
93/PUU-
X/2012, Imam
Yahya, 22
Februari 2017.
Keduanya
membahas
penyelesaian
sengketa
ekonomi
syariah.
Pembahasan ini
penyelesaian
pada Pengadilan
Agama dan
Pengadilan
Umum,
pembahasan
penulis pada
Pengadilan
Agama Jakarta
Selatan.
Bagi Pengadilan Agama,
putusan MK ini menjadi
momen penting untuk
meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat dengan
mempersiapkan; 1)
penguatan SDM Hakim
dan Panitera, 2) penguatan
hukum materiil dan hukum
acaranya yakni Kompilasi
Hukum Ekonomi Syariah
(KHES) serta Kompilasi
Hukum Acara Ekonomi
Syariah (KHAES), serta 3)
adanya dukungan
masyarakat yang
maksimal. Secarahukum,
sengketa ekonomi syariah
menjadi kompetensi
Pengadilan Agama sejak
berlakunya Undang-
Undang RI Nomor 3
Tahun 2006 tahun. Namun
faktanya sengketa ekonomi
syariah tidak serta merta
diselesaikan di Pengadilan
Agama karena banyak
peraturan dan tafsir yang
berbeda.
13 Penyelesaian
sengketa
ekonomi
syariah secara
litigasi,
Suryati
Dzuluqy,
Mahkamah
Keduanya
membahas
penyelesaian
sengketa
ekonomi
syariah
melalui jalur
litigasi.
Pembahasan ini
kasus di PA kota
Tasikmalaya dan
penulis di PA
Jakarta Selatan.
Setiap perkara yang
diselesaikan melalui
Peradilan Agama sebelum
diregestrasi harus
diperhatikan : pertama,
pastikan terlebih dahulu
perkara tersebut bukan
perkara perjanjian yang
67
Agung
Republik
Indonesia
Direktoral
Jendral Badan
Peradilan
Agama, 11
Januari 2019.
mengandung klausula
arbitrase. Kedua, pelajari
secara cermat, perjanjian
atau akad yang mendasari
kerjasama antar para
pihak. Perkara nomor
175/Pdt.G.2016/PA.TmK
dinyatakan sebagai perkara
NO (Niet Onvanklijke
Verklaard) karena tidak
memenuhi salah satu
syarat formil sehingga
gugatannya menjadi tidak
jelas.
14 Tinjauan
Hukum Islam
terhadap
Musyawarah
dalam
Penyelesaian
Sengketa
Ekonomi
Syariah,
Musyfikah
Ilyas, Jurnal
Al Qadau,
Peradilan dan
Hukum
Keluarga
Islam, 2018
Keduanya
membahas
penyelesaian
sengketa
ekonomi
bisnis.
Pembahasan ini
pada
penyelesaian
melalui
musyawarah,
pembahasan
penulis
penyelesaian
melalui jalur
litigasi.
Manfaat musyawarah
menggunakan biaya yang
ringan, sengketa ekonomi
syariah diselesaikan tanpa
melibatkan pengadilan
agama dan kemenangan
didapatkan dari kedua
belah pihak sehingga tetap
terjalin silahturahmi.
Musyawarah sangat
dianjurkan dalam hukum
Islam untuk mengakhiri
pertikaian dan
mengedepankan
musyawarah dalam
menyelesaiakan persoalan
umat.
15 Penyelesaian
Sengketa
Ekonomi
Islam Berbasis
Nilai
Kepastian
Hukum,
Misbahul
Huda,Jurnal
Ius
Constituendu
Keduanya
membahas
wewenang
Pengadilan
Agama
dalam
menyelesaik
an sengketa
ekonomi
syariah.
Pembahasan ini
berbicara
Pengadilan
Agama secara
umum penulis
membahas
khusus pada
Pengadilan
Agama Jakarta
Selatan.
Meskipun Mahkamah
Konstitusi telah
membatalkan Pasal 55 ayat
(2) Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah,
namun masih banyak
peraturan yang masih perlu
diharmonisasikan/sinkroni
sasikan terutama UU
Kekuasaan Kehakiman,
68
m Volume 2
Nomor 2 2017
UU Alternatif
Penyelesaian Sengketa,
UU Perbankan Syari‟ah
pasca pergantian
kekuasaan eksekutif dan
legislatif. Penguatan
regulasi ini sangatlah
penting dan strategis dalam
menjadikan penyelesaian
sengketa ekonomi islam di
pengadilan agama
memiliki nilai kepastian
hukum. Kebutuhan yang
kedua dalam memperkuat
penyelesaian ekonomi
Islam adalah kebutuhan
memperkuat bidang
struktural.
16 Iitihad Hakim
Dalam
Menyelesaika
n Sengketa
Ekonomi
Syariah Di
Lingkungan
Peradilan
Agama,
Rusliani
Rusliani dan
Juhrotul
Khulwah,
Jurnal
Ekonomi
Islam,
November
2017.
Keduanya
membahas
penyelesaian
sengketa
ekonomi
syariah.
Pembahasan ini
menekankan
peran hakim
dalam
menyelesaikan
sengketa sedang
penulis peran
Peradilan Agama.
Hakim dalam
menyelesaikan sengketa
ekonomi syariah
menggunakan sumber
hukum yang ada, baik
sumber formal maupun
material. tetapi sumber-
sumber hukum yang ada
tidak akan dapat berjalan
secara optimal tanpa
kompetensi hukum yang
memadai. diharapkan
masyarakat harus
memprioritaskan perilaku
yang baik dalam
melakukan transaksi untuk
menghindari perselisihan
yang dapat timbul dalam
transaksi untuk
menciptakan kehidupan
yang aman dan damai.
17 Mediasi
sebagai Solusi
dalam
Keduanya
membahas
penyelesaian
Pembahasan ini
penyelesaian
melalui mediasi
Hasil penelitiannya
menemukan bahwa
terdapat persamaan dan
69
Sengketa
Perbankan
Syariah,
Admin,
Universitas
Indonesia,
Jum`at, 4 mei
2018.
sengketa
ekonomi
syariah.
sedang penulis
melalui jalur
Pengadilan
Agama.
perbedaan antara konsep
mediasi menurut hukum di
Indonesia dan konsep Islah
menurut hukum Islam.
Persamaannya adalah
keduanya memiliki
persamaan dengan cara
damai yang dapat diterima
dan memuaskan kedua
belah pihak.
18 Hubungan
Antara Fakta,
Norma, Moral,
dan Doktrin
Hukum Dalam
Pertimbangan
Putusan
Hakim, A
Salman
Maggalatung,
Jurnal Cita
Hukum, Vol.
II No. 2
Desember
2014.
Keduanya
membahas
putusan
hakim dalam
memutuskan
perkara.
Pada tulisan ini
menekankan
profil ideal bagi
hakim dalam
memutuskan
perkara ditinjau
secara hukum
perdata
sedangkan
penulis
menekankan
hakim pada
pengadilan
agama yang
memadukan
antara hukum dan
ajaran agama
Islam.
Jabatan Hakim merupakan
suatu pekerjaan atau
amānah yang memiliki
tanggung jawab yang
cukup besar terhadap
pelaksanaan penegakan
hukum, dalam artian
hakim merupakan benteng
terakhir dari penegakan
hukum. Oleh karena itu,
apabila hakim di suatu
negara memiliki integritas
yang tinggi, kapasitas
keilmuan yang memadai,
perilaku yang akhlakiah,
jujur dan berani, akan
sangat dimungkinkan
terwujudnya sebuah
keadilan. Sebaliknya,
maka wibawa hukum di
negara tersebut akan lemah
dan rapuh pula, sehingga
keadilan sebagai buah dari
penegakan hukum jauh
panggang dari api.
19. An Analisis of
The Courts`
Decisions On
Islamic
Finance
Disputes,
Zulkifli Hasan
Keduanya
membahas
analisa
putusan
pengadilan
tentang
sengketa
Pada tulisan ini
pengadilan di
Malaysia sedang
penulis di
pengadilan
agama Indonesia
Tulisan ini membahas
perkembangan kasus
keuangan Islam di empat
yurisdiksi berbeda. Tulisan
ini menunjukkan bahwa
yurisdiksi dengan
kerangka peraturan yang
70
dan Mehmet
Asutay, ISRA
International
Journal of
Islamic
Finance Vol.
3 Issue 2
2011
ekonomi
syariah
fleksibel dan komprehensif
dengan hukum yang tepat
infrastruktur untuk
mendukung implementasi
keuangan Islam
menyediakan lingkungan
yang lebih baik untuk
pengembangan dan
keberlanjutan dari industri.
Ini sebenarnya didukung
oleh laporan gubernur
bank sentral negara-negara
OKI pada tahun 1981
pada"Promosi, Regulasi
dan Pengawasan Bank
Syariah"
20. Relevance of
Islamic
Dispute
Resolution
Processes
in Islamic
Banking and
Finance,
Abdul Rasyid,
Arab Law
Quarterly 27
(2013) 343-
369
Keduanya
membahas
Proses
Penyelesaian
Sengketa
Islam
dalam
Perbankan
dan
Keuangan
Islam
Tulisan ini proses
penyelesaian
sengketa
ekonomi syariah
di Malaysia
sedang tulisan
penulis di
Indonesia
Penyelesaian sengketa
telah berkembang sejak
awal Islam itu sendiri.
Penyelesaian sengketa
dalam Islam
terdiri dari berbagai
mekanisme seperti al-
qāḍāʾ,sụ lḥ, taḥkīm,
kombinasi
sụ lḥ dan taḥkīm,
muḥtasib,danfatwāsoleh
seorang Mufti. Peran
mereka adalah
diakui dalam Al-Qur'an
dan hadits.
71
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif berdasarkan metode analisisnya
dimana datanya diteliti dengan analisis kualitatif yang bersifat deskriptif.
Mendeskripsikan tentang proses penyelesaian sengketa ekonomi syariah melalui
Pengadilan Agama khususnya Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Pengadilan Tinggi
Agama DKI Jakarta dan Mahkamah Agung RI.
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis empiris yang mengkaji
pelaksanaan atau implementasi positif (perundang-undangan). Penelitian hukum
yuridis empiris yaitu memandang hukum bukan saja seperangkat kaidah yang
normatif atau apa yang menjadi teks undang-undang akan tetapi juga melihat
bagaimana hukum berinteraksi dengan masyarakat (law in action). Atau dengan kata
lain untuk mengetahui terjadi gap (kesenjangan) antara kenyataan (das sain) dengan
seharusnya ( das sollen ) dan bagaimana cara mengatasi suatu kesulitan. Penelitian
ini “social legal research” yaitu gabungan antara penelitian normatif dan sosilogis
disebut dengan penelitian empiris.
72
3.2 Jenis Data
Dalam suatu penelitian umumnya dibedakan antara data yang diperoleh dari
lembaga dan pihak yang berperkara dengan bahan-bahan pustaka. Sumber data yang
langsung didapat dari lembaga dan pihak yang berperkata disebut data primer
sedangkan data yang didapat dari pustaka disebut sekunder.
A. Bahan primer
Yaitu data yang diperoleh langsung dari lembaga (Soekanto 2009:12) dan
pihak yang berperkara. Yakni data yang diperoleh melalui sumber data secara
langsung dengan pihak-pihak yang berkaitan, dalam hal ini Pengadilan Agama
Jakarta Selatan, Pengadilan Tinggi Agama DKI Jakarta dan Mahkamah Agung RI.
Hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat meliputi : Sumber hukum
mengenai Pengadilan Agama yang meliputi :
a. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
b. UU No 3 Tahun 2006 tentang Pengadilan Agama
c. UU No 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
d. UU No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
e. UU No 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)
f. Peratutan Mahkamah Agung (PERMA) No 2 Tahun 2008 tentang Kompilasi
Hukum Ekonomi Syariah
g. Sumber-sumber hukum mengenai ekonomi dan ekonomi syariah yang
meliputi : Undang-Undang No 10 tahun 1998 tentang perbankan, Undang-
73
Undang No 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia serta peraturan perundang-
undangan lain yang berhubungan dengan penelitian di atas.
h. Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Pengadilan Tinggi Agama DKI
Jakarta dan Mahkamah Agung RI terkait sengketa ekonomi syariah.
Selain itu diperlukan data primer untuk melengkapi sajian kajian di atas yang
meliputi wawancara dengan para panitera, hakim pada Pengadilan Agama untuk
memahami sejauh mana para hakim dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah
pasca diperluasnya kewenangan Peradilan Agama di bidang ekonomi syariah.
B. Bahan Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan. Bahan
hukum sekunder yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yaitu
meliputi buku-buku tentang hukum ekonomi syariah.
a. Tulisan atau pendapat para pakar hukum mengenai kewenangan Pengadilan
Agama di bidang ekonomi syariah.
b. Tulisan atau pendapat pakar hukum dan ekonomi mengenai ekonomi syariah.
c. Bahan hukum tertier yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder.
74
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Semua data yang terkumpul baik data sekunder maupun data primer secara
garis besar dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif. Sesuai dengan metode
pendekatan yang digunakan, maka dalam penelitian ini analisis yang digunakan
sebagai berikut :
Pada tahap ini terutama peneliti melakukan inventarisasi terhadap
penyelesaian sengketa ekonomi syariah di Pengadilan Agama sesuai dengan Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2006 terkait dengan ekonomi syariah dengan kewenangan
Pengadilan Agama dalam memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan suatu perkara
tingkat pertama yang berlaku bagi orang-orang yang beragama Islam. Dalam hal ini
dilakukan pengumpulan terhadap semua asas atau kaidah yang terkait dengan
permasalahannya untuk kemudian diorganisir ke dalam suatu sistem komprehenshif
setelah sebelumnya dilakukan koleksi terhadap seluruh asas dan kaidah yang
terkumpul.
3.4 Analisis Data
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian maka analisa data
dilakukan secara kualitatif. Untuk menunjang hal tersebut diperlukan kajian empirik
sehingga analisa data lebih bersifat komperatif. Metode yang digunakan adalah
metode deduktif, kemudian mengkontruksikan data/fakta. Analisa data putusan
pengadilan berdasarkan pada asas hukum dan asas Kompilasi Hukum Ekonomi
Syariah (KHES) dimana ini merupakan perbedaan antara hukum perdata di
pengadilan negeri dan penangan sengketa ekonomi syariah di Pengadilan Agama.
75
3.5 Lokasi dan Waktu Penelitian
Dalam penelitian yang akan dilakukan oleh penulis bertempat :
a. Pengadilan Agama Jakarta Selatan beralamat di Jl. Harsono RM No. 1,
Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, 12550 Telp: 021-78840013 Fax:
021-78839743.
b. Pengadilan Tinggi Agama DKI Jakarta beralamat di Jl. adin Inten II No.3
Duren Sawit, Jakarta Timur, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Indonesia
Telp: (021) 8690231 Fax: (021) 86902314 Email :
c. Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung Republik
Indonesia, beralamat di Jalan Ahmad Yani Kav 58 Jakarta Pusat, Telp : 021-
29079177 Fax : 021-29079277
Adapun waktunya dari Maret- Juli 2019.
3.6 Teknik Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan data dari sampel penelitian, perlu dilakukan teknik-
teknik atau metode tertentu sesuai dengan tujuan. Ada beberapa metode yang telah
kita kenal antara lain wawancara, pengamatan (observasi), kuesioner, dan
dokumenter. Adapun teknik yang digunakan dalam pengumpulan data untuk
penelitian ini adalah :
76
A. Observasi / Pengamatan Langsung
Pengamatan (observasi) adalah metode pengumpulan data dimana peneliti
atau kolaboratornya mencatat informasi sebagaimana yang mereka saksikan selama
penelitian. Dimana penulis melakukan pengamatan secara langsung ke lapangan
terhadap kinerja yang dilakukan di Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Pengadilan
Tinggi Agama DKI Jakarta dan Mahkamah Agung RI.
B. Wawancara/ Interview
Dalam penelitian yang akan dilakukan ini menggunakan metode wawancara
mendalam yang mendasarkan pada kriteria teknis wawancara. Metode wawancara
yang digunakan adalah wawancara bebas terpimpin, yakni pewawancara hanya
membawa pedoman yang merupakan garis besar tentang hal-hal yang akan
ditanyakan. Wawancara tidak selalu dilakukan dalam situasi yang formal, namun juga
dikembangkan pertanyaan-pertanyaan aksidental sesuai dengan alur pembicaraan.
Wawancara ini dilakukan demi mendukung data yang diperoleh dan wawancara ini
ditujukan kepada pihak Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Pengadilan Tinggi Agama
DKI Jakarta dan Mahkamah Agung RI dan segala sesuatu demi memenuhi kebutuhan
data dalam penelitian ini. Wawancara yang sudah dilakukan penulis yaitu :
Tabel 3.1 Daftar yang diwawancarai penulis
No Tanggal Nama Jabatan Peradilan
01. 10 Mei 2019 Nova Asrul
Lutfi SH
Panitera
Muda
Hukum
Pengadilan Agama Jakarta
Selatan
77
02. 25 Juni 2019 Drs. Faizal
Kamil SH
MH.
Hakim Pengadilan Agama Jakarta
Selatan
03. 24 Mei 2019 Drs. H.
Ahmad
Hanifah
M.MES
Hakim
bersertifikat
ekonomi
syariah
Pengadilan Tinggi Agama
DKI Jakarta
04. 24 Juli 2019 DR. H.
Ahmad
Fathoni SH.
MH
Hakim
bersertifikat
ekonomi
syariah
Pengadilan Tinggi Agama
DKI Jakarta
05. 27 Mei 2019 Abdul Halim
SH MH
Staf Litbang Ditjen Badilag MA
Sumber : diolah penulis
C. Studi Kepustakaan (Libary research)
Studi kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang dilakukan
hubungannya dengan penelitian ini. Hal tersebut dimaksudkan sebagai sumber acuan
untuk membahas teori yang mendasari pembahasan masalah dalam penelitian ini.
Untuk melengkapi informasi, peneliti juga mengutip beberapa artikel yang diakses
pada berbagai situs di internet.
D. Dokumentasi
Dalam metode pengumpulan data ini penulis menggunakan cara dokumentasi
berupa mengumpulkan sumber data dari dokumen-dokumen dari lembaga terkait,
seperti Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Pengadilan Tinggi Agama DKI Jakarta
dan Mahkamah Agung RI.
78
3.7. Populasi dan Sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh penulis untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Berdasarkan pengertian populasi
diatas maka populasi pada penelitian ini adalah instansi dan putusan Pengadilan
Agama Jakarta Selatan, Pengadilan Tinggi Agama DKI Jakarta dan Mahkamah
Agung RI. Dalam teknik penentuan sample, teknik yang digunakan adalah teknik
Purposive Sampling yaitu teknik pangambilan sampel sumber data yang didasarkan
dengan pertimbangan bahwa ada orang yang diharapkan atau orang tersebut
penguasa sehingga mempermudah untuk menjelajahi objek atau situasi yang diteliti.
Adapun putusan yang dijadilan sample oleh penulis yaitu :
Tabel 3.2 Daftar putusan yang dijadikan sample oleh penulis
No Nomor Perkara PA/PTA/MA SENGKETA
01. 1957/Pdt.G/2018/PA.JS PA Jakarta Selatan Sengketa yang dimenangkan
nasabah karena melanggar
hukum
02. 3353/Pdt.G/2018/PA.JS PA Jakarta Selatan Sengketa yang dimenangkan
Lembaga Keuangan Syariah
karena nasabah wan prestasi
03. 5/Pdt.G/2014/PTA.JK PTA DKI Jakarta Wan prestasi
04. 272 K/Ag/2015 MA RI Wan prestasi (satu sengketa
dengan yang di PTA DKI
Jakarta
Sumber : diolah penulis
79
3.8. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
pendekatan analisis kualitatif. Pendekatan analisis kualitatif digunakan untuk
mengumpulkan data-data fakta dari hasil wawancara dan kuesioner yang didapat dari
pihak Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Pengadilan Tinggi Agama DKI Jakarta dan
Mahkamah Agung RI.
80
BAB IV
PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH
4.1 Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Pengadilan Tinggi Agama DKI Jakarta
dan Direktorat Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI (Ditjen
Badilag RI)
4.1.1 Pengadilan Agama Jakarta Selatan
A. Gambaran Umum
Pengadilan Agama Jakarta Selatan beralamat di Jl. Harsono RM No. 1
Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, 12550 dengan nomer Telp: 021-78840013
Fax: 021-78839743 dan Website : www.pa-jakartaselatan.go.id Email : office@pa-
jakartaselatan.go.id, Facebook : pajakartaselatan,Youtube : pajakartaselatan
B. Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Di Pengadilan Agama Jakarta
Selatan
Adapun jumlah perkara yang ditangani Pengadilan Agama Jakarta Selatan
selama lima tahun terakhir sebagai berikut :
Tabel 4.1 Daftar perkara sengketa ekonomi syariah di PA Jakarta Selatan
Tahun No Nomor Perkara Status Akhir
2015 1. 1687/Pdt.G/2015/PA.JS Putusan
2. 1755/Pdt.G/2015/PA.JS Minutasi
3. 2152/Pdt.G/2015/PA.JS Pengiriman berkas banding
2016 1. 0644/Pdt.G/2016/PA.JS Minutasi
2. 1008/Pdt.G/2016/PA.JS Minutasi
3. 1586/Pdt.G/2016/PA.JS Minutasi
4. 1871/Pdt.G/2016/PA.JS Persidangan
81
5. 1901/Pdt.G/2016/PA.JS Minutasi
6. 3823/Pdt.G/2016/PA.JS Pemberitahuan Permohonan banding
2017 1. 1878/Pdt.G/2017/PA.JS Minutasi
2018 1. 1511/Pdt.G/2018/PA.JS Minutasi
2. 1902/Pdt.G/201 8/PA.JS Perdaftaran Perkara
3. 1957/Pdt.G/2018/PA.JS Persidangan
4. 3353/Pdt.G/2018/PA.JS Persidangan
2019 - - -
Sumber : www.pa-jakartaselatan.go.id
Ketika peneliti mewawancarai salah satu hakim di Pengadilan Agama Jakarta
Selatan yaitu Drs. Faizal Kamil SH. MH. Pada tanggal 25 Juni 2019, “Antusias
masyarakat dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah di Pengadilan Agama
Jakarta Selatan cukup tinggi walaupun masih ada yang mengajukan sengketa mereka
ke Pengadilan Negeri dan Pengadilan Niaga, sebab terjadinya sengketa kebanyakan
karena wanprestasi dan perbuatan melawan hukum, sedangkan akad yang sering
menjadi sengketa yaitu akad murābaḥah dan muḍārabah, dan kendala yang banyak
dihadapi yaitu subjek hukum yang berbeda domisili dan objek sengketa yang berbeda
lokasi sehingga sering terjadi perbedaan pendapat di pengadilan agama mana
seharusnyasengketadiselesaikan”.
Adapun pelaksaan penyelesaian perkara sebagaimana acuan dari Mahkamah
Agung bahwa perkara dibagi dua menjadi cara sederhana untuk sengketa di bawah
200 juta rupiah dan cara biasa untuk sengketa di atas 200 juta. Berikut Matrik
perbedaan Cara Sederhana dengan Cara Biasa :
82
Tabel 4.2 Matrik perbedaan cara biasa dan cara sederhana di Pengadilan Agama
Aspek Cara Sederhana Cara Biasa
Nilai gugatan Paling banyak Rp 200 juta Lebih dari Rp 200 juta
Domisili para pihak Penggugat dan tergugat
berdomisili di wilayah
hukum yang sama
Penggugat dan tergugat
tidak harus berdomisili di
wilayah hukum yang sama
Jumlah para pihak Penggugat dan tergugat
masing-masing tidak boleh
lebih dari satu, kecuali
punya kepentingan hukum
yang sama
Penggugat dan tergugat
masing-masing boleh lebih
dari satu
Alamat tergugat Harus diketahui Tidak harus diketahui
Pendaftaran perkara Menggunakan blanko
gugatan
Membuat surat gugatan
Pengajuan bukti-bukti Harus bersamaan dengan
pendaftaran perkara
Pada saat sidang beragenda
pembuktian
Pendaftaran perkara,
penunjukan hakim dan
panitera sidang
Paling lama 2 hari Paling lama hari
Pemeriksa dan
pemutus
Hakim tunggal Majelis hakim
Pemeriksaan
pendahuluan
Ada Tidak ada
Mediasi Tidak ada Ada
Kehadiran para pihak Penggugat dan tergugat
wajib menghadiri setiap
persidangan secara
langsung (impersonal),
meski punya kuasa hukum
Penggugat dan tergugat
tidak wajib menghadiri
setiap persidangan secara
langsung (impersonal)
Konsekwensi
ketidakhadiran
penggugat pada sidang
pertama tanpa alasan
yang sah
Gugatan dinyatakan gugur Gugatan tidak dinyatakan
gugur
Pemeriksaan perkara Hanya gugatan dan
jawaban
Dimungkinkan adanya
tuntutan provisi, eksepsi,
rekonvensi, intervensi,
83
replik, duplik, dan
kesimpulan
Batas waktu
penyelesaian perkara
25 hari sejak sidang
pertama
5 bulan
Penyampaian putusan Paling lambat 2 hari sejak
putusan diucapkan
Paling lambat 7 hari sejak
putusan diucapkan
Upaya hukum dan
batas waktu
penyelesaiannya
Keberatan (7 hari sejak
majelis hakim ditetapkan)
Banding (3 bulan), kasasi
(3 bulan) dan peninjauan
kembali (3 bulan)
Batas waktu
pendaftaran upaya
hukum
7 hari sejak putusan
diucapkan atau
diberitahukan
14 hari sejak putusan
diucapkan atau
diberitahukan
Kewenangan
pengadilan tingkat
banding dan MA
Tidak ada Ada
Sumber :www.pa-jakartaselatan.go.id
Penanganan perkara ekonomi syariah dengan cara sederhana mengacu kepada
Perma 2/2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana atau biasa dikenal
dengan istilah small claims court. Sementara itu, penanganan perkara ekonomi
syariah dengan cara biasa tetap mengacu kepada pelbagai peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Baik dalam hal gugatan sederhana maupun gugatan biasa,
penggugat dapat mengajukan perkaranya dengan datang ke kepaniteraan PA/MS atau
melalui pendaftaran elektronik. Bedanya, jika hendak mendaftarkan gugatan
sederhana, penggugat cukup mengisi formulir atau blanko gugatan yang disediakan
pengadilan. Isinya menguraikan identitas penggugat dan tergugat; penjelasan ringkas
duduk perkara (posita); dan tuntutan penggugat (petitum). Selain itu, ketika
mendaftarkan perkaranya, penggugat wajib melampirkan bukti surat yang sudah
dilegalisasi.
84
Pendaftaran perkara secara elektronik sesungguhnya bukan hal baru lagi di
peradilan agama. Sejumlah pengadilan sudah menerapkannya, dengan beberapa
varian. Namun, sejauh ini belum ada satupun regulasi yang mengaturnya. Perma
14/2016 menjadi regulasi pertama yang mengakomodasi kemungkinan pengajuan
perkara dengan memanfaatkan internet di lingkungan peradilan agama. Mengenai
formulir atau blanko gugatan, sebagian pengadilan sudah menyediakannya dan
sebagian yang lain belum. Biasanya, blanko-blanko gugatan itu dibuat dalam
beberapa versi, mengikuti jenis-jenis perkara yang menjadi kompetensi absolut
peradilan agama. Hanya, sejauh ini memang belum ada regulasi yang mengaturnya,
sehingga formatnya bervariasi.
Bukti-bukti surat dari penggugat, dalam gugatan sederhana, wajib dilampirkan
pada surat gugatan pada saat mendaftarkan gugatan. Hal ini sejalan dengan konsep
dasar small claims court, yang hanya membebankan penggugat untuk mengurai fakta
hukum beserta bukti-buktinya, tanpa dengan urusan dasar hukum. Selain itu,
keharusan menyediakan bukti-bukti saat pendaftaran bertujuan untuk memberikan
kesempatan yang lebih dini kepada tergugat untuk menyiapkan jawaban. Dengan
begitu, pemeriksaan perkara gugatan sederhana bisa lebih hemat waktu.
Jika tergolong small claims court, ketua pengadilan cukup menunjuk satu
orang hakim, sedangkan jika termasuk gugatan biasa, ketua pengadilan menunjuk
majelis hakim. Hakim tunggal dalam perkara gugatan sederhana dan majelis hakim
dalam perkara gugatan biasa harus sudah bersertifikat. Artinya, mereka harus lulus
dalam sertifikasi hakim ekonomi syariah yang diselenggarakan MA, berdasarkan
85
Perma 5/2016. Kalau di PA tersebut belum ada hakim yang bersertifikat, maka ketua
pengadilan dapat menunjuk hakim yang pernah mengikuti diklat fungsional ekonomi
syariah.
Saat ini, hakim peradilan agama yang bersertifikat ekonomi syariah berjumlah
117 orang. Mereka terdiri atas 40 hakim tinggi dan 77 hakim tingkat pertama.
Sementara itu, hakim peradilan agama yang pernah mengikuti diklat ekonomi syariah
berjumlah lebih dari 1000 orang. Yang menarik, Perma 14/2016 sangat akomodatif
terhadap perkembangan teknologi informasi. Selain melegitimasi pendaftaran perkara
online, Perma yang berisi 15 pasal pada 11 bab ini juga memberi peluang
pemeriksaan ahli melalui teknologi informasi, misalnya via teleconference. Bahkan,
atas kesepakatan para pihak yang berperkara, pemanggilan lanjutan untuk menghadiri
persidangan dapat memanfaatkan teknologi informasi. Jadi, mungkin saja, pada
sidang ke-2 dan seterusnya, penggugat dan tergugat cukup dipanggil dengan
menggunakan e-mail atau Whatsapp. Tentu, dari segi teknis yudisial dan
administrasi, hal-hal semacam ini perlu pengaturan lebih lanjut.
Hal-hal lain berkaitan dengan gugatan sederhana dalam perkara ekonomi
syariah yang perlu pengaturan lebih spesifik diantaranya adalah format blanko
gugatan sederhana, komponen-komponen dan nominal panjar biaya perkara, register
perkara, format penetapan oleh hakim tunggal mengenai kelayakan berperkara secara
sederhana, format berita acara sidang dan putusan, juga prosedur dan biaya upaya
hukum keberatan. (www.badilag.mahkamahagung.go.id)
86
C. Studi Kasus Sengketa Ekonomi Syariah di Pengadilan Agama Jakarta
Selatan
a. Studi kasus yang dimenangkan nasabah
i. Nomor Putusan : Nomor 1957/Pdt.G/2018/PA.JS.
ii. Penggugat : Pariyo (Haji Muhammad Pariyo), SE., MSc di Kota Bekasi
iii. Tergugat :
1. PT. Bank Victoria Syariah, di Tomang, Grogol Petamburan, Jakarta Barat,
diwakili kuasa hukumnya Agus Setyo Purwoko SH MH, Sangap Jonathais
Tamba SH. Dan Franciskus Ravellino SH, para Advokat pada Kantor
Hukum Purwoko & Associates, Lawyers, di Komplek Rukan Permata
Senayan Jakarta.
2. Francisca Susi Setiawati, SH., Notaris, beralamat kantor Kelapa Gading, Kota
Jakarta Utara, dalam hal ini diwakili kuasa hukumnya Mohamad Mochtar SH
MSI Advokat/Penasehat Hukum, berkantor di Kota Malang.
iv. Penjelasan ringkas duduk perkara (Posita)
Tergugat I menyetujui Permohonan Pengajuan Pembiayaan yang diajukan
oleh Penggugat kepada Tergugat I dengan ketentuan dan persyaratan. Nasabah yaitu
PT. Panah Jaya Steel (Penggugat). Fasilitas Pembiayaa Investasi Take Over dengan
skema murābaḥah, penyediaan dana Fasilitas : Rp. 30.000.000.000 Penggunaan
Fasilitas untuk Take Over Fasilitas CV. Rezky Mandiri & CV. Bulu-bulu Raya
Jangka Waktu selama 60 Bulan. Jaminan berupa 47 Unit kendaraan dan alat berat
senilai Rp. 43.256.900.000. Selain itu Tergugat memaksa minta jaminan tambahan
87
dan Penggugat dengan berat hati menyerahkan jaminan tambahan berupa sertifkat
tanah SHM seluas 13.676 M2 dan seluas 37.618 M di Sulawesi Selatan.
Penggugat dan Tergugat I membuat kontrak di hadapan Tergugat II. Sejak
awal akad Penggugat sudah mengetahui kendaraan dan alat-alat berat yang harus
diberikan, dan diserahkan oleh Tergugat I kepada Penggugat sejumlah 47 kendaraan
dan alat-alat berat. Tergugat I tidak memberikan salinan ataupun foto copy yang
merupakan hak Penggugat atas akta Akad Pembiayaan Investasi Pengalihan
Pembiayaan kepada Penggugat, kendati berkali-kali Penggugat meminta salinan
tersebut secara lisan kepada Tergugat I, padahal salinan akta akad tersebut oleh
Tergugat II telah diberikan kepada Tergugat I dari 2 salinan, seharusnya salinan akta
akad tersebut diberikan kepada Penggugat, ternyata tidak diberikan oleh Tergugat I
yang menjadi hak Penggugat. Akhirnya Penggugat mendapat salinan tersebut dari
staf Tergugat I.
Walaupun Penggugat tidak diberikan salinan asli ataupun foto copy dari
seluruh Akta Notaris dan seluruh perjanjian akad tersebut oleh Tergugat I, akan tetapi
Penggugat tetap memenuhi kewajibannya kepada Tergugat I dengan melunasi
pembiayaan yang diajukan Penggugat kepada Tergugat I. Tetapi setelah Pengugat
menulasi pembiayaan tersebut ternyata hingga saat diajukan gugatan ini Tergugat I
hanya menyerahkan 37 unit kendaraan dan alat-alat berat. Dengan alasan Tergugat I
menyebutkan adanya rekonstruksi atas pembiayaan investasi dengan prinsip
murābaḥah, dengan merubah fasilitas pembiayaan investasi murābaḥah Penggugat
diminta untuk menyerahkan jaminan tambahan kepada Tergugat I, sehingga dengan
88
berat hati terpaksa Penggugat menyerahkan Jaminan tambahan kepada Tergugat I,
karenaberbagai“tekanan-tekanandanpaksaan”dariTergugatI.JaminanTambahan
yang diserahkan sertifikat hak miliki sebanyak dua lahan tanah. Tanpa alasan yang
sah dan tanpa adanya permasalahan secara tiba-tiba Tergugat I menyodorkan untuk
ditanda tangani Penggugat berupa Addendum Perjanjian Pembiayaan Murābaḥah dan
Addendum Jaminan Fiducia yang isinya : Merubah tentang jaminan yang awalnya 47
unit kendaraan dan alat berat menjadi 37 unit kendaraan dan alat berat. Dari dokumen
tersebut didapatkan dari jaminan berupa 47 unit kendaraan dan alat berat menjadi 37
unit kendaraan dan alat berat, sedang nilai akad tidak berkurang. Ternyata isi dan
halaman akta akad no 229 tanggal 31 Juli 2013 telah sengaja dirubah secara sepihak
oleh Tergugat I dan Tergugat II.
Penggugat meminta Tergugat menyerahkan kekurangan 10 unit kendaraan
dan alat berat namun hingga gugatan diajukan Tergugat I tidak menyerahkan 10 unit
kendaraan dan alat berat tersebut sehingga Penggugat rugi Rp. 10.500.000.000. Jika
kendaraan dan alat berat itu disewakan Penggugat mendapat Rp. 10.800.000.000 .
Jadi kerugian Penggugat Rp. 21.300.000.000 . Jadi Penggugat menuntut kerugian
materil kepada Tergugat I Rp. 21.300.000.000 secara tunai dan seketika saat putusan
telah mendapat hukum tetap. Perbuatan Tergugat I telah melakukan perbuatan
melawan hukum dengan tidak menyerahkan 10 unit kendaraan dan alat berat dan
merubah akta secara sepihak. Untuk perbuatan melawan hukum Penggugat
mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri sedang untuk kerugian material Penggugat
mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
89
Penggugat memohon kepada Pengadilan Agama Jakarta Selatan untuk sita
jaminan terhadap gedung milik Tergugat I yaitu gedung The Victoria di Grogol
Petamburan Jakarta Barat, dan Tergugat II diminta membayar kerugian secara
immaterial kepada Penggugat sebanyak Rp. 500.000.000 dan agar Tergugat I
mengganti rugi atas kerugian yang dialama Penggugat dari 10 unit kendaraan dan alat
berat yang tidak diserahkan oleh Tergugat I sebanyak Rp. 21.300.000.000
v. Akad Yang Digunakan : Akad murābaḥah
vi. Putusan :
1. Menyatakan Tergugat I telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum, karena
telah merubah Isi Akta Akad Pembiayaan Investasi Pengalihan Pembiayaan
DenganMenggunakanPrinsip“Murābaḥah”Nomor.229, tertanggal,31Juli
2013, yang dibuat di hadapan Tergugat II Konvensi secara sepihak.
2. Menyatakan Addendum Perjanjian Pembiayaan Murābaḥah No. 285B/ADD-
MRB/BVIS-KPO/X/2015, tertanggal 23 November 2015, dan Addendum
Jaminan Fiducia No. 285A/ADD-FDC/BVIS-KPO/X/2015, tertanggal 23
November 2015, cacat hukum dan batal demi hukum serta tidak mempunyai
kekuatan mengikat bagi Penggugat.
3. Menyatakan semua perjanjian yang dibuat oleh Penggugat Konvensi dan
Tergugat I Konvensi batal demi hukum dan tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat.
4. Menyatakan Penggugat Konvensi tidak lagi mempunyai kewajiban atas
pembayaran angsuran kepada Tergugat I Konvensi.
90
Matriks sengketa yaitu :
Tabel : 4.3 Matriks putusan nomor 1957/Pdt.G/2018/PA.JS
Penggugat Tergugat Putusan Hakim
Menuntut tergugat yang
merubah akta secara
sepihak tanggal 31 Juli
2013 Pasal 4 “jaminan”
jumlahnya menjadi 27 unit
kendaraan dan alat berat
dan tanggal23 November
2015 jumlahnya menjadi
37 unit kendaraan dan alat
berat, padahal Penggugat
sudah menyerahkan 47 unit
kendaraan dan alat berat.
Tergugat menyatakan
setelah diperiksa 10 unit
kendaraan dan alat berat
tersebut menjadi jamina
Penggugat di bank yang
lain.
Menolak eksepsi Tergugat
dan menyatakan addendum
tersebut cacat hukum dan
batal demi hukum serta
tidak mempunyai kekuatan
mengikat bagi Penggugat.
Menuntut Tergugat
membayar ganti rugi atas
10 unit kendaraan dan alat
berat sejumlah
Rp. 21.300.000.000
Menyatakan hutang pokok
Tergugat Rekonvensi
kepada Penggugat
Rekonvensi sebesar
Rp. 21.243.190.173
Menutut Tergugat II
membayar ganti rugi Rp.
500.000.000 karena
karena diharuskan
menunjuk untuk
membiayai
Pengacara/Advokat dengan
biaya sebesar Rp.
500.000.000 untuk
mengajukan Gugatan
Perbuatan Melawan
Hukum terhadap Tergugat
I dan Tergugat II, guna
melindungi Hak Penggugat
secara hukum, akibat
perubahan akta akad secara
sepihak tersebut.
Melakukan addendum
sepihak tanpa menjelaskan
Penggugat meminta ganti
rugi materiil kepada
Tergugat II untuk
membayar kerugian biaya
Pengacara sebesar
Rp.250.000.000,- adalah
petitum yang tidak
berdarkan hukum karena
berdasarkan yurisprodensi
Mahkamah Agung RI
biaya pengacara tidak
dimintakan kerugian
kepada pihak lawan karena
sebenarnya penggugat
sebagai subyek hukum bisa
melakukan gugatan sendiri
tanpa menggunakan jasa
pengacara .Dan petum 13
Penggugat minta ganti rugi
Tidak mengabulkan
tuntutan itu.
91
isinya secara lengkap
kepada Pengggugat
immateriel kepada
Tergugat II sebesar Rp.
500.000.000 adalah
petitum yang tidak
beralasan karena Tergugat
II sudah menunjukkan
kebenaran Materiel Akta
Notaris No : 229 dan akta
Notaris No : 231 dan 232
sesuai minut Akta Notaris
Tergugat II dan Tergugat II
sudah melakukan Standart
operasional (SOP) Notaris
dan pula sudah sesuai
dengan peraturan jabatan
notaris.
Menuntut sita bangunan
tergugat yaitu gedung
Victoria di Petamburan
sebagai jaminan apalagi
Tergugat tidak membayar
ganti rugi kepada
Penggugat
Permohonan Sita Jaminan
(Conservatoir Beslag) yang
diajukan Penggugat harus
ditolak karena gugatan
Penggugat tidak didukung
bukti yang kuat sehingga
sangat tidak beralasan
menurut hukum.
Tidak mengabulkan
tuntutan Penggugat
Menuntut Tergugat
membuat pernyataan maaf
kepada Penggugat di koran
Kompas selama tiga hari
berturut-turut
Tidak perlu minta maaf Tidak mengabulkan
tuntuan Penggugat
Penandatangan kedua
addendum yang diminta
Tergugat I secara paksa
kepada Penggugat
Tidak benar adanya unsur
paksaan
Menyatakan kedua
addentum tersebut cacat
hukum dan tidak sah
karena dilakukan sepihak
Sumber : diolah oleh penulis
b. Studi Kasus Yang Dimenangkan Lembaga Keuangan Syariah
i. Nomor Perkara : Nomor 3353/Pdt.G/2018/PA.JS.
ii. Penggugat : PT. Al Ijārah Indonesia Finance di Kuningan Jakarta Selatan
92
iii. Tergugat
I : Abdul Haris Gani berlamat di Kabupaten Pankajene Kepulauan, Provinsi
Sulawesi Selatan.
II : Ny.Hj.Andriani Nur S.S di Kabupaten Pankajene Kepulauan, Provinsi
Sulawesi Selatan Tergugat
iv. Penjelasan ringkas duduk perkara (Posita)
Penggugat dan Tergugat telah membuat Perjanjian Pembiayaan Al Murābaḥah
Nomor. 001/ALIF/MRBH/10/2013 Tanggal 25 Oktober 2013, dan Lampiran Surat
Nomor.022/ALIF/SPP/10/13 Tanggal 25 Oktober 2013. (Selanjutnya disebut akad
murābaḥah No.001/2013) Peruntukan Pembelian 601.250 Liter Solar Industri harga
beli Rp 2.999.700.000 Margin Rp 900.000.000 Harga Jual Rp 3.899.700.000. Jangka
Waktu selama 36 bulan. Total kewajiban/hutang murābaḥah yang harus dibayar oleh
Tergugat adalah Rp3.899.700.000 Dengan jaminan 2 sertifikat tanah. Dari total
hutang Murābaḥah sebesar Rp 3.899.700.000 tetapi dari bulan Nopember 2013
sampai dengan bulan Januari 2015 Tergugat baru membayar sebesar Rp 400.000.000
sehingga total hutang Murābaḥah masih sebesar Rp. 3.499.700.000
v. Akad yang digunakan : AkadalMurābaḥah
vi. Putusan
1. Menyatakan Tergugat dan Turut Tergugat telah dipanggil secara resmi dan
patut ternyata tidak hadir.
2. Menyatakan Tergugat telah Melakukan Perbuatan Cidera Janji /Wanprestasi
terhadap Akad Perjanjian Pembiayaan Al Murābaḥah Nomor
93
001/ALIF/MRBH/10/2013 tanggal 25 Oktober 2013, yang dibuat oleh
Penggugat dan Tergugat, dengan sisa kewajiban hutang murābaḥah yang
harus dibayar oleh Tergugat Rp. 3.499.700.000.
3. Menghukum Tergugat membayar sisa kewajiban hutang murābaḥah yang
harus dibayar sebesar Rp. 3.499.700.000 kepada Penggugat langsung setelah
putusan mempunyai kekuatan hukum tetap.
Tabel 4.4 Matriks Putusan Nomor 3353/Pdt.G/2018/PA.JS.
Penggugat Tergugat
Putusan Hakim
Tergugat mengajukan
pembiayaan Rp.
3.899.700.000 tetapi hanya
membayar Rp 400.000.000
Tergugat dikategorikan
tidak lagi mempunyai
kemampuan untuk
melunasi pembayaran
hutang murābaḥah kepada
Penggugat.
Hakim memutuskan agar
Tergugat melunasi sisanya
Rp. 3.4899.700
Menuntut sita jaminan
berupa 7 tanah SHM milik
Tergugat.
Tidak mengabulkan
tuntutan Penggugat
Sumber : diolah oleh penulis
D. Pembahasan
Perkembangan yang cukup baik dalam penyelesaian sengketa ekonomi
syariah di Pengadilan Agama khusus Pengadilan Agama Jakarta Selatan, dimana
masyarakat sudah mempercayakan penyelesaian sengketa mereka di Pengadilan
Agama Jakarta Selatan. Selain perangkat dari Pengadilan Agama Jakarta Selatan
berupa prosedur berperkara, SOP berperkara yang dengan mudah dapat diakses
masyarakat pada website resmi mereka apalagi sekarang juga diberlakukan
pendaftran online sehingga penggugat dan tergugat yang memiliki kendala waktu dan
94
jarak tetap bisa melaporkan sengketa mereka secara online. Dan putusan hakim yang
cukup adil tanpa memandang nasabah dan Lembaga Keuangan Syariah, siapa yang
benar akan dimenangkan.
Pelaksanaan sengketa ekonomi syariah di Pengadilan Agama Jakarta Selatan
prosedur berperkara sengketa ekonomi syariah yang dapat dengan mudah diketahui
masyarakat di website Pengadilan Agama Jakarta Selatan dan acuan berperkara yang
membedakan antara sengketa sederhana untuk perkara maksimal 200 jt dan sengketa
biasa untuk perkara di atas 200 jt, berikut SOP masing-masing. Dengan demikian
memberi kepastian kepada masyarakat proses perkara yang mereka ajukan sehingga
masyarakat tahu batas waktu ketentuan dan segala yang berkaitan dengan itu. Walau
terkadang pengadilan melebihi batas waktu yang ditentukan, mungkin karena situasi
dan kondisi yang ada.
Sumber Daya Manusia di Pengadilan Agama Jakarta Selatan cukup memadai.
Walaupun tidak semua para hakim mengikuti memiliki sertifikasi ekonomi syariah
namun mereka berupaya dengan sendirinya mempelajari ekonomi syariah agar tetap
adil dan profesional dalam memutuskan perkara. Demikian disampaikan hakim Faizal
Kami, ”Para hakim yangmenyidangkan perkara ekonomi syariah terusmembekali
diri dengan cara mempelajari regulasi yang ada, pengetahuan tentang ekonomi
syariah, baik dari buku panduan, makalah di internet, penelitian, diskusi dan
sebagainya.” (wawancara 25 Juni 2019). Faktor Tingkat kepercayaan Masyarakat
Terhadap Pengadilan Agama cukup tinggi. Hari persidangan di Pengadilan Agama
Jakarta Selatan dari hari Senin sampai Kamis.
95
Ketika penulis mengunjungi Pengadilan Agama Jakarta Selatan di hari senin
banyak sekali masyarakat yang mengadukan perkara mereka walaupun kebanyakan
perkara perceraian tetapi ada juga perkara sengketa ekonomi syariah. Ini
menunjukkan antusias masyarakat dan kepercayaan masyarakat yang tinggi kepada
Pengadilan Agama Jakarta walaupun menurut hakim Faizal Kamil “Ada juga
masyarakat yang mengadukan sengketa ekonomi syariah mereka ke Pengadilan
Negeri dan Pengadilan Niaga tetapi antusias mereka ke Pengadilan Agama Jakarta
Selatan cukup tinggi”. Hal ini kita juga bisa lihat pada direktori putusan di
Mahkamah Agung bahwa yang mengajukan kasasi sengketa ekonomi syariah tidak
semua dari Pengadilan Agama tetapi ada yang mengadukan ke Pengadilan Negeri
walaupun dalam putusan kalau Pengadilan Negeri tidak memiliki wewenang
menyelesaikan sengketa ekonomi syariah. (www.putusan.mahkamahagung.go.id)
Menurut Panitera Muda bernama Nova Asrul Sani,“WalauUndang-Undang
tersebut sejak 2006 tetapi perkara sengketa ekonomi syariah mulai banyak ke
Pengadilan Agama Jakarta Selatan sejak tahun 2015 dan pada tahun 2009 -2013
terjadi tarik ulur antara Pengadilan Agama dan PengadilanNegeri”.(wawancara 10
Mei 2019).
96
4.1.2 Pengadilan Tinggi Agama DKI Jakarta (PTA DKI Jakarta)
A. Gambaran Umum
Lingkungan Peradilan Peradilan Agama
Tingkat Banding
Yurisdiksi Provinsi DKI Jakarta
Pengajuan kasasi/PK ke Mahkamah Agung Republik Indonesia
Jumlah Hakim 22 Hakim Tinggi
Jumlah Perkara 166 perkara (2014)
Ketua Drs. H. Mohammad Yamin Awie,SH.,MH
Alamat Lokasi Jl. Radin Inten II No.3 Duren Sawit, Jakarta Timur,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Indonesia
Situs web Situs Resmi PTA DKI Jakarta
Pengadilan Tinggi Agama Jakarta (disingkat PTA Jakarta) adalah Lembaga
Peradilan tingkat banding yang berwenang mengadili perkara yang menjadi
kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat banding di wilayah hukum Provinsi
DKI Jakarta.
Daftar Pengadilan Agama di Jakarta
No. Pengadilan Agama Yurisdiksi Situs Resmi
1 Pengadilan Agama Jakarta Barat Jakarta Barat http://www.pa-
jakartabarat.go.id/
2 Pengadilan Agama Jakarta Pusat Jakarta Pusat http://pa-jakartapusat.go.id/
3 Pengadilan Agama Jakarta
Selatan
Jakarta
Selatan http://pa-jakartaselatan.go.id/
4 Pengadilan Agama Jakarta
Timur Jakarta Timur http://pa-jakartatimur.go.id/
5 Pengadilan Agama Jakarta Utara Jakarta Utara http://pa-jakartautara.go.id/
97
Jumlah Perkara Tahun 2014
No. Pengadilan Agama Jumlah Perkara
1 Pengadilan Agama Jakarta Timur 4209
2 Pengadilan Agama Jakarta Selatan 4063
3 Pengadilan Agama Jakarta Barat 2565
4 Pengadilan Agama Jakarta Utara 2073
5 Pengadilan Agama Jakarta Pusat 1721
( www.pta-jakarta.go.id
B. Sengketa Ekonomi Syariah Yang Diajukan Banding Ke Pengadilan Agama
DKI Jakarta
Tabel 4.5 Data Perkara Ekonomi Syariah Pengadilan Tinggi Agama DKI Jakarta
NO TAHUN NO PERKARA PA
PENGAJU
JENIS PUTUSAN
1. 2016 115/Pdt.G/2016/PTA.JK PA JP Dicabut
2. 2017 114/Pdt.G/2017/PTA.JK PAJS Menguatkan dengan
perbaikan amar
3. 2018 - - -
4. 2019 33/Pdt.G/2019/PTA.JK PAJS Menguatkan
Sumber : Wawancara dengan Hakim Drs. H. Achmad Hanifah M.H.E.S 24 Mei 2019
C. Prosedur Berperkara Tingkat Banding
1. Permohonan Banding harus disampaikan secara tertulis/lisan kepada
Pengadilan Agama dalam tenggang waktu 14 hari, terhitung mulai hari
berikutnya dari hari pengucapan putusan/pemberitahuan putusan kepada yang
berkepentingan.
2. Membayar biaya perkara Banding, dan selanjutnya Panitera melalui juru sita
memberitahukan adanya permohonan banding kepada terbanding.
98
3. Pemohon Banding dapat mengajukan memori banding, dan termohon
banding dapat mengajukan kontra memori banding.
4. Selambat-lambatnya 14 hari setelah permohonan diberitahukan kepada pihak
lawan, Panitera memberi kesempatan kepada kedua belah pihak untuk
melihat surat-surat berkas perkara di Pengadilan Agama (inzage).
5. Berkas perkara banding dalam bentuk bundel A dan bundel B dikirim ke
Pengadilan Tinggi Agama selambat-lambatnya dalam waktu 1 bulan sejak
diterima perkara banding.
6. Salinan putusan banding Pengadilan Tinggi Agama dikirim ke
Pengadilan Agama untuk disampaikan kepada para pihak.
7. Pengadilan Agama menyampaikan putusan Banding kepada para pihak, dan
dalam waktu 14 hari setelah disampaikan, pembanding maupun terbanding
dapat mengajukan kasasi. (www.badilag.mahkamahagung.go.id)
D. Studi Kasus
i. Nomor Perkara : Nomor perkara di PA Jakarta Selatan yaitu
1695/Pdt.G/2012/PA.JS pada tanggal 31Juli 2013 bertepatan tanggal 22
Ramadhan 1434 H. Sedangkan nomor perkara di PTA Jakarta yaitu
5/Pdt/G/2014/PTA.JK tanggal 8 April 2014 bertepatan tanggal 8 Jumadal
Akhir 1435 H.
99
ii. Penggugat :
I. Toto Saptori, beralamat di Kab. Majalengka Jawa Barat.
II. Koperasi Baitul Maal Wat Tamwil Babussalam (BMT Babussalam) di
Majalengka
III. H. Nana Suryana, di Majalengka, Jawa Barat
IV. Mamat Rahmat, di Majalengka, Jawa Barat
iii. Tergugat :
PT. Permodalan BMT Ventera, beralamat di Jl. Jend. Sudirman Jakarta
iv. Penjelasan ringkas duduk perkara (Posita) :
Mengajukan banding atas putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang
menyatakan Pembanding ingkar janji dan menghukum Pembanding membayar Rp.
1.426.846.507 dan sita jaminan Pembanding. Pada putusan Pengadilan Agama
Jakarta Selatan bahwa Terbading mendapat pembiayaan dari Tergugat sebanyak Rp.
1.800.000.000 tetapi Pembanding tidak melakukan pembayaran pokok dan bagi hasil
sehingga Tergugat mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama Jakarta Selatan dan
diputuskan Pembanding membayar sebanyak Rp. 1.426.846.507 dan sita jaminan
milik Terbanding.
Argumentasi Pembanding bahwa di dalam akad bab perselisihan disebutkan
“JikaterjadiperselisihanmakadiajukankeBadanArbitraseatauPengadilanAgama
tempat domisili atau Pengadilan di wilayah Republik Indonesis”. Pembanding
beragumen harus ke Badan Arbitrase bukan Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
100
v. Akad Yang Digunakan
Muḍārabah Muqayyadah
vi. Putusan
Menyatakan permohonan banding Pembanding dapat diterima, membatalkan
Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Nomor 1695/Pdt.G/2012/PA.JS,
Menghukum Pembanding membayar biaya perkara Rp. 9.316.0000
Mengadili sendiri :
1. Menyatakan pengadilan agama tidak berwenang mengadili perkara tersebut.
2. Menyatakan sita jaminan yang dilakukan oleh Pengadilan Agama Jakarta
Selatan melalui Pengadilan Agama Cirebon yang dituangkan dalam Berita
Acara Sita Nomor 1695/Pdt.G/2012/PA.JS tanggal 30 Mei 2013, Pengadilan
Agama Kuningan dengan Berita Acara Sita Jaminan Nomor
1695/Pdt.G/2012/PA.JS tanggal 20 Juni 2013 dan Pengadilan Agama
Majalengka dengan Berita Acara Sita Jaminan Nomor
1695/Pdt.G/2012/PA.JS tanggal 24 Juni 2013 tidak sah dan tidak berharga.
3. Memerintahkan Pengadilan Agama Jakarta Selatan untuk mengangkat sita
jaminan tersebut.
4. Menghukum Tenggugat untuk membayar biaya perkara dalam tingkat
pertama sejumlah Rp 9.316.000
5. Membebankan biaya perkara dalam tingkat banding kepada Terbanding
sejumlah Rp150,000.00
101
Tabel 4.6 Matriks putusan nomor : 5/Pdt/G/2014/PTA.JK
Pembanding
Tergugat Putusan Hakim
Pembanding tidak
terima putusan
Pengadilan Agama
Jakarta Selatan yang
menghukum agar
membayar Rp.
1.426.846.507 kepada
Tergugat dan sita
jaminan milik
Pembanding
Meminta Pembading
membayar Rp.
1.426.846.507 dan sita
jamilan karena Pembading
tidak membayar pembiayaan
yang diberikan Tergugat
sebanyak Rp. 1.800.000.000
Menyatakan sita jaminan
tidak sah dan tidak
berharga
Pembanding
menganggap batal
Putusan Pengadilan
Agama Jakarta Selatan
karena dalam akad di
bab perselisihan
disebutkan “ jika
terjadi perselisihan
maka mengadukan
gugatan ke Badan
Arbitrase atau
Pengadilan Agama
tempat domisili atau
Pengadilan di wilayah
Republik Indonesia”.
Pembanding ingin
yang menyelesaikan
adalah Badan
Arbitrase bukan
Pengadilan Agama
Jakarta Selatan
Tergugat ambil point
“pengadilan di seluruh
wilayah Republik
Indonesia”. Pengadilan
Agama Jakarta Selatan
adalah salah satu pengadilan
di wilayah Republik
Indonesia
*Membatalkan Putusan
Pengadilan Agama Jakarta
Selatan nomor
1695/Pdt.G/2012/PA.JS
dan menyatakn yang
berwenang adalah Badan
Arbitrase bukan
Pengadilan Agama Jakarta
Selatan
Sumber : diolah oleh penulis
102
E. Pembahasan
Perkara banding sengketa ekonomi yang ditangani Pengadilan Tinggi Agama
DKI Jakarta cukup sedikit setiap tahunnya hanya satu dan di tahun 2018 tidak ada. Ini
menunjukkan bisa saja masyarakat sudah cukup menerima putusan dari Pengadilan
Agama di Jakarta Selatan, Jakarta Utara, Jakarta Pusat, Jakarta Barat dan Jakarta
Timur sehingga mereka menilai tidak perlu melakukan banding ke tingkat Pengadilan
Tinggi Agama DKI Jakarta.
Menurut hakim Ahmad Hanifah tanggal 24 Mei 2019 bahwa “Kebanyakan
sengketa ekonomi syariah terjadi karena kreditur kurang memahami kontrak yang
biasanya dibuat debitur, mereka langsung tanda tangan tanpa melihat apa isinya
sehingga jika terjadi sengketa dan lainnya debitur mengacu pada kontrak sedang
kreditur tidak sadar atau tidak mengetahuinya apa yang mereka tanda tangani”.
Sedangkan menurut hakim Ahmad Fathoni tanggal 24 Juli 2019, “Sengketa
ekonomi syariah banyak terjadi karena debitur memberi peluang yang besar kepada
kreditur banyaknya pembiayaan berdasarkan jaminan kreditur bukan berdasarkan
kemampuan kreditur dalam membayar nisbah bagi hasil dari pembiayaan tersebut.
Sehingga jika terjadi kredit macet maka debitur mau melelang jaminan tersebut
sedang kreditur keberatan akhirnya mereka mengajukan ke Pengadilan Agama dan
banding”.Menurutbeliau“Kebanyakanperkarayangadakarenawanprestasidimana
terjadi kredit macet karena kreditur tidak sanggup membayar bagi hasil kepada
debitur”.
103
Proses sidang di Pengadilan Tinggi Agama DKI Jakarta menurut hakim
Ahmad Hanifah, “Kebanyakan sidang hanya dihadiri pengacara masing-masing”,
sehingga Pengadilan Tinggi Agama DKI Jakarta sehari-harinya nampak lengang tidak
banyak masyarakat yang datang sebagaimana di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
Menurutbeliau,“Untukmenghindari sengketaekonomisyariahsebaiknyakreditur
harus benar-benar memahami apa yang tertulis dalam kontrak mereka jangan
langsung tanda tangan agar pembiayaan cepat cair mengingat kita harus
mengutamakan kehati-hatian jika di kemudian hari ada perselisihan yang tidak
diinginkan”. Sedangkan menurut hakim Ahmad Fathoni,”Sebaiknya kreditur
mengajukan besar pembiayaan berdasarkan kemampuan mereka dalam membayar
bagi hasil perbulan bukan berdasarkan jaminan yang mereka miliki dan tidak tergiur
ajakan debitur yang kerap menawarkan besarnya pembiayaan tanpa melihat
kesanggupankreditur”.
Pada Pengadilan Tinggi Agama DKI Jakarta sudah banyak hakim yang
bersertifikat ekonomi syariah termasuk Ahmad Hanifah dan Ahmad Fathoni boleh
dikata SDM dari segi hakim yang bersertifikat ekonomi syariah di sini lebih banyak
daripada hakim yang bersertifikat ekonomi syariah di Jakarta Selatan yang mana
hanya pada pimpinan saja.
104
4.1.3 Direktorat Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung Republik
Indonesia atau Ditjen Badilag RI
A. Gambaran Umum
Direktorat Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI (Badilag RI)
berkantor di Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8) Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass
Jakarta Pusat Telp: 021-29079177 Fax: 021-29079277 Email Redaksi
[email protected] Email Ditjen : [email protected]
B. Prosedur Berperkara Tingkat Kasasi
1. Pemohon mengajukan permohonan kasasi secara tertulis/lisan melalui
Pengadilan Agama (yang memutus perkara) dalam tenggang waktu 14 hari
sesudah Putusan/Penetapan Pengadilan Tinggi Agama diberitahukan kepada
Pemohon.
2. Pemohon membayar biaya kasasi.
3. Panitera Pengadilan Tingkat Pertama memberitahukan secara tertulis kepada
pihak lawan (Termohon Kasasi), selambat-lambatnya 7 hari setelah
permohonan kasasi terdaftar.
4. Panitera Pengadilan Tingkat Pertama, menyampaikan memori kasasi kepada
Termohon Kasasi selambat-lambatnya dalam tenggang waktu 14 hari sejak
tanggal diterimanya memori kasasi tersebut, kemudian pihak
Lawan/Termohon Kasasi menyampaikan jawabannya (kontra memori kasasi)
paling lambat 14 hari setelah diterimanya memori kasasi.
105
5. Berkas perkara kasasi berupa bundel A dan bundel B dikirim Panitera
Pengadilan Tingkat Pertama ke Mahkamah Agung selambat-lambatnya dalam
tenggang waktu 60 hari sejak diterimanya permohonan kasasi.
6. Mahkamah Agung RI mengirimkan salinan putusan kepada Pengadilan
Agama untuk selanjutnya disampaikan kepada para pihak (Pemohon Kasasi
dan Termohon Kasasi). (www.badilag.mahkamahagung.go.id)
C. Studi Kasus Sengketa ekonomi syariah dari Pengadilan Agama Jakarta
Selatan yang diajukan Kasasi ke Mahkamah Agung RI
i. Nomor Perkara : Nomor perkara di Pengadilan Agama Jakarta Selatan
1695/Pdt.G/2012/PA.JS pada tanggal 31Juli 2013 bertepatan tanggal 22
Ramadhan 1434 H. Sedangkan nomor perkara di Pengadilan Tinggi Agama
Jakarta yaitu 5/Pdt/G/2014/PTA.JK tanggal 8 April 2014 bertepatan tanggal 8
Jumadal Akhir 1435H. Putusan kasasi bernomor 272 K/Ag/2015 hari Rabu
tanggal 29 April 2015.
ii. Penggugat : PT. Permodalan BMT Ventera, di Jl. Jend. Sudirman Jakarta
iii. Tergugat :
I. Toto Saptori, beralamat di Kab. Majalengka Jawa Barat.
II. Koperasi Baitul Maal Wat Tamwil Babussalam(BMT Babussalam) di
Majalengka
III. H. Nana Suryana, beralamat di Kab. Majalengka, Jawa Barat
IV. Mamat Rahmat, beralamat di Kab. Majalengka, Jawa Barat
106
iv. Penjelasan ringkas duduk perkara (Posita)
1. Sekitar tahun 2010 Penggugat memberikan dua kali fasilitas pembiayaan
untuk keperluan pembiayaan untuk keperluan modal kerja kepada Tergugat I
sebesar Rp. 1.800.000.000 dengan jaminan :
i. Sertifikat hak milik No 0060 atas nama Dadi Mulyadi atas tanah di
Majalengka
ii. Personal Garantee ( Jaminan Pribadi ) yang masing-masing diberikan
oleh Tergugat II,III dan IV untuk dua fasilitas pembiayaan
iii. Tagihan pembiayaan Tergugat kepada anggotanya senilai Rp.
1.040.000.000 dan Rp. 1.300.000.000 untuk dua fasilitas
pembiayaan dimana jaminan (i), (ii) dan (iii) telah diberikan tanpa
syarat guna kepentingan menjamin, qoud non jika segalanya dengan
penuh iktikad baik berjalan lancar, penulasan fasilitas pembiayaan
likuiditas tersebut.
2. Tergugat secara tegas telah melanggar Perjanjian Fasilitas Pembiayaan
dengan tidak membayarkan pokok fasilitas pembiayaan beserta bagi hasil
(nisbah) yang harus dibayarkan setiap bulannya kepada Penggugat
berdasarkan lampiran dari Perjanjian Fasilitas Pembiayaan tersebut.
3. Berbagai fasilitas pembiayaan yang diberikan oleh Penggugat kepada
Tergugat I seharusnya menjadi modal kerja dan dapat digunakan untuk
memperluas kegiatan usahanya namun ternyata fasilitas pembiayaan likuiditas
tersebut tidak digunakan sesuai dengan peruntukannya yang mengakibatkan
107
Tergugat I sampai saat itu belum membayarkan seluruh kewajiban yang ada
kepada Penggugat.
v. Akad Yang Digunakan : Muḍārabah muqayyadah
vi. Putusan
Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT Permodalan BMT
Ventura dan membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta Nomor
5/Pdt.G/2014/PTA.JK tanggal 8 April 2014, bertepatan tanggal 8 Jumadil Akhir 1435
H. yang membatalkan putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Nomor
1695/Pdt.G/2012 PA JS tanggal 31 Juli 2013 M. Bertepatan dengan tanggal 22
Ramadhan 1434 H.
Putusannya :
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian
2. Menyatakan sah akad pembiayaan muḍārabah muqayyadah No
81/muḍārabahmuqayyadah/PBMT/V/2010 tanggal 1 Mei 2010 dan No.
081/Tmb1/muḍārabah muqayyadah/PBMT/VII/2010 tanggal 3 Juli 2010
antara Penggungat dan para Tergugat.
3. Menyatakan bahwa Tergugat I tidak melaksanakan isi akad (ingkar janji).
4. Menghukum para Tergugat untuk membayar kepada Penggugat uang
sejumlah Rp. 1.426.846.507
5. Menyatakan sita jaminan yang dilaksanakan dengan berita acara sita tanggal
30 Mei 2013, tanggal 20 Juni 2013 dan tanggal 24 Juni 2013, sah dan
berharga.
108
Tabel 4.7 Matriks putusan nomor : 272 K/Ag/2015
Penggugat Tergugat
Putusan Hakim
Pengugat menuntut
pembayaran pembiayaan Rp.
1.800.000.000 menuntut
ganti rugi dan sita jaminan
Memutuskan Tergugat
membayat ganti rugi Rp.
1.426.846.507 dan sita
jaminan
Pengadilan Agama Jakarta
Selatan adalah satu satu
pengadilan di wilayah
Republik Indonesia
Dalam akad pada pada
penyelesaian
perselisihan
diserahkan ke
Arbitrase atau
Pengadilan Agama
tempat domisili atau
Pengadilan Agama
lainnya di Jawa Barat
atau Pengadilan di
wilayah Republik
Indonesia
Pengadilan Agama
Jakarta Selatan
berwenang menyelesaikan
sengketa ekonomi syariah
karena salah satu
pengadilan di wilayah
Republik Indonesia
Sumber : diolah oleh penulis
Ditinjau dari KHES sebagaimana yang penulis sampaikan bahwa Tergugat
telahmelakukankesalahanpadaasas “Amānah, Saling Menguntungkan dan iktikad
baik”. Ketika pembiayaan yang diberikan Penggugat kepada Tergugat untuk
operasional Tergugat ternyata disalahgunakan maka Tergugat sudah tidak memiliki
iktikad yang baik pada pembiayaan tersebut. Tergugat sudah melakukan wan prestasi/
ingkar janji atas apa yang sudah disepakati oleh Penggugat dan Tergugat dalam akad
mereka.
Mahkamah Agung tepat dengan menyatakan Pengadilan Tinggi Agama
Jakarta telah salah menerapkan hukum bahwa ketika terjadi dua akad. Ketika dalam
akad disebutkan bahwa jika terjadi persilisihan kedua belah pihak bebas memilih ke
109
lembaga mana yang diajukan gugatannya baik arbitrase maupun pengadilan agama..
Maka Pengadilan Agama Jakarta Selatan adalah berwenang untuk menerima dan
mengadili perkara walaupun Pengadilan Agama Jakarta Selatan bukan sesuai domisili
kedua belah pihak. Hal ini sesuai ketentuan pasal 10 ayat (1) dan pasal 14 ayat (1)
Undang-Undang no 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman yang menyatakan :
Pasal 10 ayat (1) : Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili dan
memutuskan suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau
kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadili. Sedangkan pasal 14
ayat (1) : Susunan, kekuasaan dan hukum acara Mahkamah Agung dan badan
peradilan yang berada di bawahnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 diatur
dengan undang-undang tersendiri.
Apabila para pihak telah memilih dan tidak ada eksepsi dari pihak lawan,
maka hakim tidak dapat menafsirkan lagi tentang ke lembaga mana diajukan
penyelesaian sengketa melainkan wajib untuk menyelesaiakn keinginan para pihak
tersebut. Sehingga keputusan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta harus dibatalkan oleh
Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara ini. Mahkamah Agung menilai
pertimbangan dan putusan Majelis Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan telah
tepat dan benar sehingga diambil alih sebagai pertimbangan dan putusan Mahkamah
Agung. Penyatakan putusan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta sebagai tindakan yang
terlarang karena melanggar dan bertentangan dengan asas hukum acara perdata yakni
asas : hakim harus mendengar kedua belah pihak Hakim tidak boleh menerima
keterangan dari salah satu pihak sebagai benar bila pihak lawan tidak didengar. Di
110
sini Pengadilan Tinggi Agama Jakarta melanggar asas “kesetaraan” dimana para
pihak dalam setiap akad harus setara memiliki kedudukan yang sama, sementara
Pengadilan harus mendengar kedua belah pihak bukan hanya satu pihak saja.
Sesuai fatwa DSN MUI tentang akad muḍārabah muqayyadah adalah akad
muḍārabah yang dibatasi jenis usaha, jangka waktu (waktu), dan/atau tempat usaha.
Tergugat dinilai wanprestasi melanggar janji tidak tepat waktu sebagaimana yang
dituangkan dalam kontrak mereka. Karena akad muḍārabah muqayyadah dibatasi
jenis usaha, jangka waktu dan tempat usaha. Dalam hal ini tergugat seharusnya
membayar pokok kewajiban dan bagi hasil kepada penggugat sebagaimana yang
tertuang dalam kontrak.
Maka Putusan Mahkamah Agung yang Menghukum para Tergugat untuk
membayar kepada Penggugat uang sejumlah Rp. 1.426.846.507 dan sita jaminan
yang dilaksanakan dengan berita acara sita tanggal 30 Mei 2013, tanggal 20 Juni
2013 dan tanggal 24 Juni 2013 adalah putusan yang tepat sebagaimana dalam ayat Al
Qur`an Surah An-Nisa' (4) ayat 29,Q.S. al-Ma'idah (5) ayat 1 dan Q.S. Al-Baqarah
(2) ayat 283. Allah SWT. memerintahkan orang-orang yang beriman agar menepati
janji karena setiap janji ada pertanggung jawabannya. Tidak bisa seseorang lepas dari
tanggung jawab pada janji yang sudah mereka lakukan. Allah SWT. sangat
menekankan amānah dalam menjalankan perjanjian yang sudah disepakati. Ketika
tergugat tidak melaksanakan amānah yang sudah disepakati dan menyalahgunakan
pembiayaan yang diberikan oleh tergugat maka tergugat sudah menyalahi kontrak
dan tidak mematuhi perintah Allah SWT.
111
Maka hak dari Penggugat agar pembiayaan yang sudah diserahkan kepada
Tergugat agar dikembalikan sebagaiman kontrak yang telah mereka sepakati dan
Penggugat berhak melelang jaminan Tergugat untuk mengembalikan pembiayaan
yang sudah diberikan kepada Tergugat.
D. Pembahasan
Ketika penulis berkesempatan mewawancarai salah satu staf Ditjen Badilag,
Abdul Halim tanggal 28 Mei 2019 mengatakan, “Prosedur berperkara kasasi di
Mahkamah Agung sesuai SOP yang mereka tetapkan, Penggugat ataupun Tergugat
ataupun pengacara masing-masing tidak menghadiri sidang hanya mengirimkan
berkas mereka dan hakim memutuskan berdasarkan data yang ada dari bukti-bukti
dan argumen yang mereka sampaikan dalam berkas tersebut, dan semua putusan
kasasi sudah dimuat secara online di website Mahkamah Agung di Direktori
Putusan”.Penulissendiribanyakmendapatkanputusanyangterlampir dari Direktori
Putusan di website Mahkamah Agung RI. Sedangkan di Pengadilan Agama Jakarta
Selatan penulis mendapatkan putusan dengan meminta kepada panitera hukum.
Proses berperkara di Mahkamah Agung khususnya di Ditjen Badan Peradilan
Agama sudah transparansi, semua orang bisa mengakses keputusan kasasi yang sudah
diputuskan Mahkamah Agung. Dengan adanya undang-undang menyatakan bahwa
pengadilan agama satu-satunya yang mengadili sengketa ekonomi syariah ditambah
revisi MK No. 93/PUU-X/2012 yang menyatakan sengketa perbankan syariah hanya
diselesaikan Pengadilan Agama bukan Pengadilan Negeri, ini adalah tantangan
tersendiri bagi peradilan agama kesanggupan peradilan agama untuk bisa
112
memutuskan dengan adil, kepastian hukum dan manfaat. Maka kemampuan hakim
menjadi tantangan tersendiri. Sementara sampai saat ini Indonesia yang terdiri dari 36
provensi hakim yang bersertifikat ekonomi syariah hanyalah berjumlah 117 orang.
Mereka terdiri atas 40 hakim tinggi dan 77 hakim tingkat pertama. Sementara itu,
hakim peradilan agama yang pernah mengikuti diklat ekonomi syariah berjumlah
lebih dari 1000 orang. (www.badilag.mahkamahagung.go.id)
Ketika penulis sampaikan kurangnya hakim yang bersertifikat ekonomi
syariah kata Abdul Halim, “Itu terkendala dari saranadan prasarana, karena ketika
pelatihan pembelajaran ekonomi syariah setiap ruangan hanya berkapasitas 40 orang,
maka hakim yang bisa mengikuti pelatihan ekonomi syariah hanya terbatas”.
Sedangkan menurut hakim Faizal Kamil “Perlu ada tambahan anggaran untuk
sertfikasi ekonomi syariah kepada hakim dan pelatihan yang berkaitan dengan tujuan
meningkatkan kemampuan SDM di kalangan peradilan agama dalam menyelesaikan
sengketaekonomisyariah”.
Walau demikian menurutnya, “Mahkamah Agung terus mengupayakan
peningkatan jumlah SDM hakim yang bersertifikat ekonomi syariah dengan berusaha
terus mengadakan pelatihan ekonomi syariah kepada para hakim dan personal di
peradilanagama”.
113
4.2 Analisa Putusan Secara Asas Hukum Perdata
A. Nomor 1957/Pdt.G/2018/PA.JS sengketa di Pengadilan Agama Jakarta
Selatan yang dimenangkan nasabah.
Tabel 4.8 Tabel asas hukum perdata perkara nomor 1957/Pdt.G/2018/PA.JS
Kepastian hukum Menyatakan perbuatan melawan hukum karena merubah isi akta
akad secara sepihak
Keadilan Hakim memutuskan Tergugat mengembalikan kerugian
Penggugat sebesar Rp. 21. 243.190.173 atas kerugian Penggugat
karena selisih 10 unit kendaraan dan alat berat yang tidak
diberikan Tergugat kepada Penggugat.
Manfaat *Dengan putusan ini Penggugat mendapat manfaat ganti rugi
yang telah dialaminya.
* Memberi pelajaran kepada lembangan keuangan syariah yang
lain agar jika melakukan addeundum harus dijelaskan duduk
perkara agar tidak terjadi perselihan di kemudian hari.
Sumber : diolah oleh penulis
Sengketa ini mengandung kepastian hukum dimana dalam putusan
menghukum Tergugat I mengembalikan kerugian yang dialami Penggugat atas
kurangnya pengembalian jaminan padahal Penggugat sudah melunasi kewajibannya
kepada Tergugat I. Juga mengandung keadilan yang memberi pengingatan tegas
kepada Tergugat II agat menjalankan profesinya secara profesional tanda
dikendalikan Tergugat dimana tidak memberikan salinan fotokopi akad kepada
Tergugat dan tidak menjelaskan addendum yang harus ditanda tangani oleh
Penggugat.
Selain itu mengandung manfaat dimana dengan putusan ini Penggugat
mendapat ganti rugi atas kerugian yang dialami karena Tergugat kurang dalam
mengembalikan jaminan yang sudah diberikan Penggugat.
114
B. Nomor 3353/Pdt.G/2018/PA.JS. sengketa yang dimenangkan Lembaga
Keuangan Syariah
Tabel 4.9 Tabel asas hukum perdata perkara nomor 3353/Pdt.G/2018/PA.JS
Kepastian hukum Hakim menyatakanTergugat telah melakukan perbuatan cidera
janji /wanpretasi terhadap Akad Perjanjian Pembiayaan Al
Murābaḥah Nomor.001/ALIF/MRBH/10/2013 tanggal 25
Oktober 2013,
Manfaat Hakim memberikan manfaat kepada Penggugat untuk
mendapatkan haknya yang seharusnya diterima oleh Penggugat
pada akad ini.
Keadilan Hakim memutuskan dengan adil agar Tergugat melaksanakan
kewajibannya melunasi kekurangan pembayaran yang seharusnya
diserahkan kepada Penggugat
Sumber : Diolah oleh penulis
Dalam putusan ini hakim sudah melaksanakan asas kepastian hukum, keadilan
dan manfaat. “Kepastian hukum” dimana hakim menghukum Tergugat membayar
sisa kewajibannya yang seharusnya diberikan kepada Penggugat. Hakim sudah
melaksanakan “keadilan” dengan meminta Penggugat membayar sisa pembayaran
bukan dari keseluruhan pada transaksi kedua belah pihak. Dengan putusan ini
memberikan “manfaat” kepada Penggugat untuk mendapatkan haknya yang
seharusnya diterima dari Tergugat atas pembiayaan yang sudah diberikan kepada
Tergugat. Tergugat dinilai wan prestasi tidak melaksanakan kontrak yang sudah
disepakati kedua belah pihak.
115
C. Nomor 5/Pdt.G/2014/PTA.JK sengketa di PTA DKI Jakarta Dari PA
Jakarta Selatan
Tabel 4.10 Tabel asas hukum perdata perkara nomor 5/Pdt.G/2014/PTA.JK
Kepastian
hukum
Berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang nomor 30 tahun 1999
tentang Arbitrase bahwa pengadilan agama tidak berwenang
mengadili perkara dan sita jaminan tidak sah dan tidak berharga
Keadilan
a.Hakim kurang adil karena sita jaminan yang diputuskan PA
Jaksel untuk mengembalikan pembiayaan yang diberikan
Terbanding kepada Pembanding
b.Hakim kurang adil karena hanya mendengar aduan dari
Pembanding tidak mendengar argumen dari Terbanding. Selain
itu dalam dua akad yang dilakukan pada bab perselisihan
disebutkan jika terjadi perselihan maka menyelesaikan di Badan
Arbitrase atauPengadilan Agama tempat Penggugat dan
Tergugat berdomisili yaitu Pengadilan Agama Majalengka atau
Pengadilan Agama yang lain. Pengadilan Agama Jakarta Selatan
termasuk Pengadilan Agam yang lain yang juga berwenang
menyelesaikan sengketa ekonomi syariah
Manfaat Hakim memberikan manfaat sita jaminan dinyatakan tidak sah
dan tidak berharga
Sumber : Diolah oleh penulis
Pada sengketa ini mengandung asas kepastian hukum karena putusan
menyatakan hukuman Pembanding yang harus bayar Rp. 9.316.000 dan sita jaminan
yang dilakukan Pengadilan Agama Jakarta Selatan tidak sah dan tidak berharga.
Namun di balik kepastian hukum tersebut, putusan ini tidak mengandung keadilan
karena pada hakekatnya sita jaminan berfungsi mengembalikan pembiayaan yang
diberikan Tergugat kepada Pembanding. Dimana Pembanding tidak membayarkan
nisbah bagi hasil kepada Tergugat maka jaminan yang disebutkan dalam akad adalah
hak Tergugat. Keadilan artinya memberikan hak kepada yang berhak menerima.
Tergugat berhak menyita jaminan karena Pembanding tidak membayar nisbah bagi
116
hasil yang sudah disepakati kedua belah dalam kontrak mereka. Selain itu dinilai
kurang mengandung keadilan dimana Pengadilan Tinggi Agama Jakarta hanya
mendengar gugatan sepihak dari Pembanding tanpa mendengar dari Tergugat. Dalam
putusan pengadilan seharusnya melibatkan kedua belah pihak bukan satu pihak saja.
Walau dalam akad tersebut disebutkan bahwa jika terjadi perselisihan bisa ke
Badan Arbitrase atau Peradilan Agama maka Pengadilan Agama Jakarta Selatan
merupakan salah satu dari Peradilan Agama bukan seperti Pengadilan Negeri atau
Pengadilan Niaga. Maka keputusan Tergugat yang mengadukan sengketa ini ke
Pengadilan Agama Jakarta Selatan adalah keputusan yang dibenarkan dan tidak
menyalahi akad kecuali jika tergugat mengajukan ke Pengadilan Negeri atau
Pengadilan Niaga karena tidak termuat dalam akad atau kontrak kedua belah pihak.
Berdasarkan itu ketika dalam akad terjadi kesepakatan bahwa jika terjadi perselisihan
boleh mengajudukan ke Badan Arbitrase dan Pengadilan Agama, maka sebenarnya
tidak salah jika tergugat mengajukan sengketa ini ke Pengadilan Agama Jakarta
Selatan karena merupakan salah satu Peradilan Agama yang diakui Undang-Undang.
D. Nomor 272 K/Ag/2015 sengketa di MA tentang wanprestasi (satu kasus
dengan yang di PTA DKI Jakarta)
Tabel 4.11 Tabel asas hukum perdata perkara nomor 272 K/Ag/2015
Kepastian hukum Hakim memutuskan sah akad muḍārabah muqayyadah,
menyatakan Tergugat wanprestasi
Keadilan Hakim menghukum Tergugat membayar Rp.
1.426.846.507 sebagai nisbah bagi hasil yang tidak
dibayar oleh Tergugat. Juga menyatakan sita jaminan
sah sebagai pengembalian pembiayaan yang diberikan
117
Penggugat kepada Tergugat
Manfaat Hakim memberi manfaat kepada Penggugat mendapat
bagi hasil dan sita jaminan sebagai pengganti dari
pembiayaan yang sudah diberikan kepada Tergugat
Sumber : Diolah oleh penulis
Jika dilihat dari asas hukum yaitu kepastian hukum, manfaat dan keadilan
bahwa keputusan ini mengandung ketiga asas tersebut. Kepastian hukum karena
putusan menyatakan sita jaminan yang semula menurut putusan Pengadilan Tinggi
Agama adalah tidak sah dan tidak berharga, pada putusan kasasi menjadi sah dan
berharga. Hal ini karena tergugat tidak melaksanakan kewajiban mereka membayar
kewajiban pokok dan bagi hasil kepada Penggugat sebagaimana yang disepakati
dalam akad. Dengan putusan tersebut Penggugat mendapat kepastian hukum untuk
menyita jaminan yang diberikan Tergugat kepada Penggugat.
Putusan ini juga mengandung keadilan karena memberikan hak kepada yang
berhak menerima. Karena Tergugat tidak melaksanakan kewajibannya dalam
membayar bagi hasil bagi Penggugat berhak menyita jaminan sebagai ganti dari
kewajiban pembayaran bagi hasil yang tidak dilakukan Tergugat. Dalam kasus
tersebut Mahkamah Agung melihat kebenaran pokok perkara sesuai Undang-Undag
No 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 5 :”Pengadilan mengadili
menurut hukum dengan tidak membeda-bedakanorang”.
Asas manfaat juga terkandung dalam putusan ini dimana Penggugat
mendapatkan manfaat dari putusan ini dengan menyita jaminan Tergugat untuk
mengembalikan tunggakan pembayaran yang tidak dilakukan Tergugat. Selain itu
118
juga bermanfaat dan memberi pelajaran bagi masyarakat umum bahwa jika putusan
banding ada pihak yang tidak menerima maka boleh melakukan kasasi ke Mahkamah
Agung. Dan Mahkamah Agung akan melihat perkara secara cermat dan adil.
4.3 Analisa Putusan Secara Asas Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES)
A. Nomor 1957/Pdt.G/2018/PA.JS Sengketa Di Pengadilan Agama Jakarta
Selatan Yang Dimenangkan Nasabah.
Tabel 4.12 Analisa asas Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
pada putusan Nomor 1957/Pdt.G/2018/PA.JS
Asas Penggugat Tergugat
Ikhtiyārī Terpaksa menandatangi
addendum karena ditekan
Tergugat
Tergugat tidak ikhyari karena
memaksa Penggugat
menandatangi addendum
Amānah Pengguat sudah amana
membayar angsuran kepada
Tergugat
Tergugat tidak amānah
karena tidak mengembalikan
semua jaminan yang
diserahkan Penggugat
Iḥṭiyātī Penggugat kurang hati-hati
dalam menandatangi
addendum seharusnya sebelum
ditanda tangani dibaca
keseluruhannya
Luzūm Tergugat tidak luzūm karena
merubah kontrak dengan
addendum tanpa menjelaskan
kepada Penggugat
Al manfa„ah
al
mutabādilah
Penggugat dirugikan karena
Tergugat kurang
mengembalikan jaminan
Taswiyah Tergugat tidak menjalankan
taswiyah dimana membuat
addendum sepihak tanpa
menjelaskan kepada
119
Penggugat isinya dan
memberikan salinannya
kepada Penggugat
Syafāfiyyah Tergugat tidak transparansi
karena hanya minta
Penggugat tanda tangan
addendum tanpa memberikan
salinnanya
Qudrah Penggugat memiliki
kemampuan melunasi
pembiayaan yang diajukan
kepada Tergugat
Sumber : Diolah oleh penulis
Tergugat tidak memberikan salinan fotocopy dari seluruh akta notaris dan
seluruh perjanjian kepada Penggugat kendali berkali- kali Penggugat meminta secara
lisan kepada Tergugat I, sampai akhirnya Penggugat mendapatka foto copy dokumen
dari staf Tergugat.
Ini membuktikan adanya iktikad buruk dari Tergugat maka menyalahi asas
“iktikadbaik”yangseharusnyadilakukanketikakeduabelahpihakakanmelakukan
kontrak kerjasama. Tergugat juga melanggar asas ini karena jaminan yang diberikan
Penggugat yang berjumlah 47 unit kendaraan dan alat berat dibuat addendum menjadi
37 unit kendaraan dan alat berat. Ini menunjukkan unsur penipuan Tergugat kepada
Penggugat. Selain itu Tergugat melanggar asas “ikhtiyārī” dimana memaksa
Penggugat menandatangani addendum tanpa menjelaskan isi dari keseluruhan yang
akan ditandatangani Penggugat.
120
Tergugat juga melanggar asas “saling menguntungkan” karena dengan
berkurangkan pengembalikan jaminan Penggugat maka Penggugat mengalami
kerugian sehingga Penggugat menuntut Tergugat membayar kerugian tersebut.
B. Nomor 3353/Pdt.G/2018/PA.JS. Sengketa Yang Dimenangkan Lembaga
Keuangan Syariah
Tabel 4.13 Analisa asas Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
pada putusan Nomor 3353/Pdt.G/2018/PA.JS.
Asas Penggugat Tergugat
Ikhtiyārī Penggugat memberikan
pembiayaan kepada Tergugat
dengan ikhtiyārī tanpa paksaan
dari Tergugat dan pihak manapun
Tergugat mengajukan
pembiayaan kepada Penggugat
dengan asas ikhtiyārī tanpa
paksaan dari Penggugat dan pihak
lainnya.
Amānah Penggugat tidak amānah
menjalankan akad yang sudah
disepakati dengan Penggugat
dengan tidak melunasi seluruh
pembayaran kepada Penggugat.
Tergugat adalah wan prestasi
ingkar janji atas janji yang sudah
disepakatinya.
Iḥṭiyātī Pengguggat sudah melaksanakan
asas iḥṭiyātī dengan membuat
kontrak di depan notaris dan
kontrak tersebut dinyatakan sah
Luzūm Penggugat melanggar asas luzūm
yang seharusnya setiap bulan
bayar semuanya Rp
3.899.700.000 tetapi hanya
membayar Rp. 400.000.000
Al manfa„ah
al
mutabādilah
Penggugat tidak mendapat untung
justru mendapat kerugian karena
pembayaran Tergugat hanya
sekitar 10 % dari total yang
seharusnya Tergugat bayarkan
kepada Penggugat
121
Taswiyah Tergugat melanggar asas
taswiyah karena ingkar janji,
wanprestasi padahal Penggugat
sudah memberikan pembiayaan
sesuai yang sudah disepakati
Syafāfiyyah Tergugat juga melanggar
transparansi karena berkali-kali
ditegur oleh Penggugat tapi tidak
mengindahkan bahkan tidak
menghadiri persidangan,
seharusnya jika Tergugat
berhalangan menyampaikan
kepada Penggugat dan atas
kekurangan pembayaran
seharusnya menjelaskan mengapa
dan bagaimana solusinya.
Qudrah Tergugat tidak memiliki
kemampuan membayar semua
kewajiban yang seharusnya
diberikan kepada Penggugat
Taisīr Penggugat sudah mengirim surat
teguran kepada Tergugat berkali
kali tetapi tidak ada tanggapand
dari Tergugat
Ḥusnun
niyyah Tergugat tidak memiliki iktikad
baik, kendati berkali-kali dikirim
surat oleh Penggugat tetapi tidak
menanggapi bahkan tidak
menghadiri persidangan
As sabab al
halāl
Transaksi ini untuk usaha yang
halal yaitu pembelian solar
industri
Sumber : Diolah oleh penulis
Sengketa ini merupakan wan prestasi Tergugat yang melanggar asas
“amānah” dengan tidakmembayar seluruh kewajibannya kepada Penggugat hanya
membayar 10 % dari yang tertera di akad.
122
Tergugat juga melanggar asas “iktikadyangbaik”,dimanaPenggugatberkali-
kali mengirim surat teguran tetapi tidak diindahkan bahkan Tergugat tidak
menghadiri sidang sengketa ini. Jika Tergugat memiliki iktikad baik seharusnya
mendatangi Penggugat untuk menjelaskan dan keduanya mencari solusi bagaimana
agar bisa diselesaikan dengan baik.
C. Nomor 5/Pdt.G/2014/PTA.JK sengketa di PTA DKI Jakarta Dari PA
Jakarta Selatan
Tabel 4.14 Analisa asas Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
pada putusan Nomor 5/Pdt.G/2014/PTA.JK
Asas Pembanding Terbanding
Ikhtiyārī Melanggar asas ikhtiyati karena
Terbanding tidak dilibatkan
Amānah Pembanding tidak amānah
karena tidak menggunakan
pembiayaan dari Terbanding
untuk operasional tetapi
untuk keperluan lain,
Pembanding wan prestasi
Iḥṭiyātī Pembanding tidak iḥṭiyātī
menggunakan pembiayaan
yang diberikan oleh
Terbanding.
Luzūm Pembading tidak luzūm
karena pembiayaan dari
Terbanding seharusnya untuk
operasional Pembanding
ternyata digunakan untuk
keperluan lain.
Al manfa„ah
al
mutabādilah
Terbanding dirugikan karena
Pembanding tidak membayar
pembiayaan dan nisbah bagi hasil
kepada Terbanding
Taswiyah Terbanding tidak dihadirkan pada
sidang banding
123
Syafāfiyyah Pembanding tidak
transparansi karena tidak
tranparan pembiayaan yang
sudah diberikan Terbanding
Qudrah Pembanding tidak memiliki
kemampuan membayar
kewajiban kepada
Terbanding
Taisīr Terbanding sudah memberikan dua
kali transfer kepada Pembanding
untuk operasional Pembanding
Ḥusnu al
Niyyah
Terbanding tidak beriktikad
baik terbukti tidak
menggunakan pembiayaan
untuk operasional justru
untuk keperluan lain
As Sabab al
halāl
Terbanding memberikan
pembiayaan untuk dana
operasional Pembanding
Sumber : diolah oleh penulis
Dalam salah satu asas KHES adalah “amānah”. Di sini Pembanding tidak
amānah karena pembiayaan yang diberikan oleh Tergugat untuk kegiatan usaha
Terbanding ternyata digunakan untuk yang lain. Seharusnya Pembanding
melaksanakan amānah yang diberikan oleh Tergugat agar pembiayaan yang diberikan
dipergunakan untuk operasional BMT Babussalam Majalengka bukan untuk
keperluan lainnya. Selain itu juga melanggar asas “saling menguntungkan”. Jika
Pembanding mengelola pembiayaan yang diberikan Tergugat dengan baik maka
kedua belah pihak akan saling menguntungkan. Tetapi ternyata pembanding
menyalahgunakan pembiayaan tersebut sehingga Pembanding tidak bisa membayar
nisbah bagi hasil dan pokok pembiayaan kepada Tergugat.
124
Pembiayaan yang diberikan berlaku dhawabith dan hudud dalam artian
pembiayaan yang diberikan harus benar-benar digunakan untuk aktifikas usaha tidak
menyalahgunakan pembiayaan tersebut untuk keperluan yang lain. Fasilitas
pembiayaan yang telah diberikan oleh Tergugat kepada Pembanding yang
seharusnya dapat menjadi modal kerja dan dapat dipergunakan untuk memperluas
kegiatan usahanya, namun ternyata kemudian fasilitas pembiayaan dan likuiditas
tersebut tidak digunakan sesuai dengan peruntukannya yang mengakibatkan
Pembading sampai dengan saat ini belum membayarkan seluruh kewajiban yang ada
kepada tergugat.
Pembanding secara tegas telah melanggar Perjanjian Fasilitas Pembiayaan
dengan tidak membayarkan pokok fasilitas pembiayaan beserta bagi hasil (nisbah)
yang harus dibayarkan tiap bulannya kepada Tergugat berdasarkan lampiran dari
perjanjian fasilitas pembiayaan tersebut. Tindakan Pembanding bertentangan dengan
Doktrin Hukum, “Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan
kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur
dengandebitur”(HSSalim2006 : 98).
D. Nomor 272 K/Ag/2015 sengketa di MA tentang wanprestasi (satu kasus
dengan yang di PTA DKI Jakarta)
Tabel 4.15 Analisa asas Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
pada putusan Nomor 272 K/Ag/2015
Asas Penggugat Tergugat
Ikhtiyārī Penggugat dengan sukarela
memberikan pembiayaan
125
kepada Tergugat untuk dana
operasional Tergugat
Amānah Tergugat tidak amānah karena
tidak menggunakan pembiayaan
untuk operasional tetapi untuk
keperluan lain
Iḥṭiyātī Tergugat tidak berhati-hati dalam
menggunakan pembiayaan
Luzūm Penggugat tidak luzūm karena
menyalahgunakan pembiayaan
untuk yang lain
Al manfa„ah
al
mutabādilah
Penggugat dirugikan karena
Tergugat tidak membayar
pokok pembiayaan dan nisbah
bagi hasil
Taswiyah Tergugat tidak taswiyah karena
menjalankan amānah sehingga
menjadi wan prestasi
Syafāfiyyah Tergugat tidak transparansi
penggunaan pembiayaan yang
seharusnya untuk operasional
Qudrah Tergugat tidak mampu membayar
pokok pembiayaan dan nisbah
bagi hasil kepada Penggugat
Taisīr Penggugat sudah melakukan
taisīr dengan mentransfer
pembiayaan dua kali kepada
Tergugat
Ḥusnu al
Niyyah
Tergugat tidak beriktikad baik
karena menyalahkan gunakan
pembiayaan yang diberikan
Penggugat
As sabab al
halāl
Penggugat memberikan
pembiayaan untuk operasional
Tergugat
Sumber : diolah oleh penulis
126
4.4 Analisa Secara Hukum Formal dan Hukum Materiel
A. Nomor 1957/Pdt.G/2018/PA.JS sengketa di Pengadilan Agama Jakarta
Selatan yang dimenangkan nasabah.
Tabel 4.16 Analisa hukum formal dan hukum materil putusan
Nomor 1957/Pdt.G/2018/PA.JS
Hukum Formal
Hukum Materiel
Tuntutan Penggugat untuk menghukum
dan memerintahkan Tergugat I dan
Tergugat II untuk meminta maaf kepada
Penggugat dan diumumkan di media
surat kabar harian Kompas, masing-
masing 1 (satu) halaman penuh selama 3
hari berturut-turut, dilaksanakan paling
lambat 30 (tiga puluh) hari sejak Putusan
dalam perkara a quo ini mempunyai
kekuatan hukum tetap, tidak sesuai
dengan Putusan MARI No. 67
k/Sip/1975, tgl. 13 Mei 1975, apabila
petitum tidak sesuai dengan posita maka
gugatan tidak dapat diterima.
Hakim tidak mengabulkan tuntutan
Penggugat agar Tergugat meminta maaf
kepada Tergugat yang diumumkan di
surat harian Kompas
Perbuatan Melawan Hukum terkait
adanya 2 Akta Notaris dengan isi pasal
dan ayat yang sudah dirubah, tidak sesuai
dengan isi dalam Minuta Notaris
Francisca Susi Setiawati, SH. (Tergugat
II), sehingga dari akta akad tersebut jelas
Tergugat I, telah merekayasa dengan cara
licik, penuh tipu muslihat dan akal-akalan
dengan merubah isi salinan akta akad
tersebut yang bertujuan ingin mengelabui
Penggugat, ingin mencari keuntungan
sebesar-sebesarnya, sehingga jelas
tindakan Tergugat I dan Tergugat II
merugikan Penggugat, telah menyalahi
azas dalam prinsip ekonomi Syariah,
melanggar Undang-undang Kompilasi
Hukum Ekonomi Syariah, Undang-
undang Perbankan Syariah, serta
Hakim menyatakan perbuatan Tergugat I
dan II adalah perbuatan melawan hukum
127
bertentangan dengan Pasal 1320, 1321,
Pasal 1365, dan Pasal 1338 ayat (3) K
UHPerdata, serta merupakan tindak
pidana sebagaimana diatur dalam KUH
Pidana
Sumber : diolah oleh penulis
B. Nomor 3353/Pdt.G/2018/PA.JS. Sengketa Yang Dimenangkan Lembaga
Keuangan Syariah
Tabel 4.17Analisa hukum formal dan hukum materil putusan
Nomor 3353/Pdt.G/2018/PA.JS.
Hukum Formal Hukum Materiel
Perbuatan Tergugat sudah terbukti kuat
melanggar Pasal 7 ayat (1) J.o Pasal 9
ayat (2) Akad Murābaḥah No.001/2013
J.o Pasal 36 huruf (a) PERMA
No.02/2008 KHES, yakni “Tidak
melakukan apa yang dijanjikan untuk
melakukannya”
Menghukum Tergugat untuk
membayar sisa kewajiban hutang
murābaḥah yang harus dibayar oleh
Tergugat sebesar Rp. 3.499.700.000
kepada Penggugat langsung seketika
setelah putusan mempunyai kekuatan
hukum tetap.
Penggugat dan Tergugat tidak melakukan
pemberian Hak Tanggungan dengan
pembuatan Akta Pemberian Hak
Tanggungan oleh PPAT (Pasal 10 ayat
(1) dan (2) Undang-undang No. 4 Tahun
1996 tentang Hak Tanggungan ) yang
didaftarkan pada Kantor Pertanahan
sebagai bukti adanya Hak Tanggungan ke
Kantor Pendaftaran Tanah menerbitkan
Sertifikat Hak Tanggungan, maka
permohonan Penggugat agar Pengadilan
menyatakan sah dan berharga sebidang
tanah atau bangunan obyek jaminan pada
Pasal 7 Hal 28 dari 32 hal. Putusan No.
3353/Pdt.G/2018/PAJS Perjanjian
Pembiayaan Al Murābaḥah
Nomor.001/ALIF/MRBH/10/2013tanggal
25 Oktober 2013 dinyatakan tidak dapat
diterima.
Tidak dilakukan sita jaminan hanya
pembayaran sisa kewajiban hutang
Sumber : Diolah oleh Penulis
128
C. Nomor 5/Pdt.G/2014/PTA.JK sengketa di PTA DKI Jakarta Dari PA
Jakarta Selatan
Tabel 4.18 Analisa hukum formal dan hukum materil putusan
Nomor 5/Pdt.G/2014/PTA.JK.
Hukum Formal Hukum Materiel
Pasal 6 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1947
dan Pasal 61 Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1989 Tentang Peradilan Agama yang sudah
diubah denganUndang-Undang Nomor 3 Tahun
2006 dan perubahan kedua dengan Undang-
Undang Nomor 50 Tahun 2009 Pembanding
mempunyai legal standing untuk mengajukan
permohonan banding
Permohonan banding diterima
Permohonan banding tersebut masih dalam
tenggang masa banding yakni dalam waktu 14
hari. Hal ini telah sesuai dengan Pasal 7 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1947
Permohonan banding
Pembanding dapat diterima
Pilihan penyelesaian sengketa melalui Badan
Arbitrase Syariah dalam dua akad pembiayaan
Muḍārabah Muqayyadah Nomor
081/MUḌĀRABAH
MUQAYYADAH/PBMT/V/2010 tanggal 1 Mei
2010 dan akad pembiayaan Muḍārabah
Muqayyadah Nomor 081/Tmb1/MUḌĀRABAH
MUQAYYADAH/PBMT/VII/2010 tanggal 3
Juli 2010 dimuat dalam Bab
Penyelesaian Perselisihan sedangkan pilihan
penyelesaian sengketa melalui
Badan Peradilan Agama dalam dua akad tersebut
dimuat dalam Bab Domisili Dan Pemberitahuan,
atas dasar itu Pengadilan Tinggi Agama Jakarta
berpendapat bahwa pilihan yang harus dipegangi
adalah yang termuat dalam Bab Penyelesaian
Perselisihan yakni memilih Badan Arbitrase
Syariah yang akan menyelesaikan sengketa yang
termuat dalam dua akad Muḍārabah
Muqayyadah tersebut karena para pihak telah
memilih penyelesaian sengketa melalui Badan
Menyatakan pengadilan agama
tidak berwenang mengadili
perkara tersebut.
129
Arbitrase Syariah maka berdasarkan Pasal 3
Undang- Undang Nomor 30 Tahun 1999
Tentang Arbitrase pengadilan agama tidak
berwenang mengadili perkara tersebut.
Sumber : Diolah oleh penulis
D. Nomor 272 K/Ag/2015 sengketa di MA tentang wanprestasi (satu kasus
dengan yang di PTA DKI Jakarta)
Tabel 4.19 Analisa hukum formal dan hukum materil putusan
Nomor 272 K/Ag/2015
Hukum Formal Hukum Materiel
Memerhatikan pasal-pasal dari Undang-
Undang Nomor 48 Tahun 2009,
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985
setelah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan
kedua dengan Undang- Undang Nomor
3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1989
sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006
dan perubahan kedua dengan Undang-
Undang Nomor 50 Tahun 2009 serta
peraturan perundang-undangan lain
yang besangkutan mengabulkan
permohonan kasasi dari Pemohon.
Membatalkan putusan Pengadilan
Tinggi Agama Jakarta Nomor 5/Pdt.G/
2014/PTA.JK yang membatalkan
putusan Pengadilan Agama Jakarta
Selatan Nomor 1695/Pdt.G/2012/PA JS
Berdasarkan Pasal 1344 KUH Perdata
disebutkan bahwa jika suatu kontrak
diberi dua makna maka dipilih makna
yang memungkinkan untuk
dilaksanakan. Kemudian dalam Pasal
1343 KUH Perdata disebutkan jika
dalam kontrak mengandung multi tafsir,
maka
kehendak para pihak lebih diutamakan
daripada kata-kata yang tersamar
dalam kontrak tersebut. Dalam perkara
a quo para pihak telah memilih
Pengadilan Agama untuk
Menyatakan Pengadilan Agama Jakarta
Selatan berwenang menyelesaikan
sengketa ini.
130
menyelesaikan sengketa kewenangan
yangtersebut dalam kontrak Nomor 2.
Sumber : diolah oleh penulis
4.5 Akad Yang Banyak Terjadi Sengketa
Jika dilihat dari akad, sengketa keuangan syariah banyak terjadi pada akad
murābaḥah dan muḍārabah. Namun menurut hakim Drs. Faizal Kamil SH. MH,
“Yang salah bukan akad tapi pelakunya baik nasabah ataupun LembagaKeuangan
Syariah”(wawancara 25 Juni 2019). Hal ini juga disampaikan oleh hakim Drs. H.
Ahmad Hanifah MES ketika penulis wawancara dengan beliau tanggal 24 Mei 2019.
Pada hakekatnya sah saja menggunakan akad apa saja sesuai kesepakatan kedua belah
pihak, yang penting pelaksaan dari akad tersebut harus melakukan traksaksi sesuai
asas KHES yang 11. Jika semua asas tersebut dilakukan dengan baik maka tidak akan
terjadi sengketa karena pada awalnya kedua belah pihak berani melakukan akad
karena keduanya percaya satu sama lainnya.
Jika dilihat dari sample yang penulis teliti pada Nomor
1957/Pdt.G/2018/PA.JS sengketa yang dimenangkan nasabah menggunakan akad
murābaḥah. Dimana nasabah mengajukan pembiayaan kepada Bank untuk take over
fasilitas CV Rezky Mandiri & CV Bulu-Bulu Raya. Sedangkan pada nomor
3353/Pdt.G/2018/PA.JS. sengketa yang dimenangkan Lembaga Keuangan Syariah
menggunakan akad murābaḥah untuk pembelian 601.250 liter solar industri. Dan
putusan hakim Pengadilan Tinggi Agama DKI Jakarta nomor 5/Pdt.G/2014/PTA.JK
tentang wanprestasi dan Mahkamah Agung nomor 272 K/Ag/2015 menggunakan
131
akad muḍārabah muqayyadah untuk keperluan modal kerja BMT Babussalam di
Majalengka Jawa Barat.
4.6 Upaya Memilisir Terjadinya Sengketa Ekonomi Syariah
Menurut hakim Drs. H. Ahmad Hanifah MES, “ Terjadinya sengketa
ekonomi syariah banyak terjadi karena kurang kehati-hatian dalam membaca isi akad
yang akan ditandatangi kedua belah pihak, terkadang Lembaga Keuangan Syariah
menulis point penting dengan tulisan kecil sehingga mempersulit nasabah untuk
membacanya, nasabah sering langsung tanda tangan tanpa membaca secara cermat
apa yang ditandatanginya dengan tujuan agar pembiayaan cepat cair”.(wawancara 24
Mei 2019).
Ketika nasabah langsung menandatangi akad tanpa membaca secara cermat
apa yang sudah ditandatangani maka bank mempunyai bukti yang kuat di mata
hukum bahwa nasabah menyetujui apa yang ditulis Lembaga Keuangan Syariah pada
kontrak tersebut padahal mungkin itu tidak disampaikan secara lisan kepada nasabah
dan nasabah sendiri mungkin tidak tahu apa sebenarnya semua isi yang sudah
ditandatanganinya.
Selain itu menurut hakim DR. H. Ahmad Fathoni SH MHum, “ Sengketa
sering terjadi karena Lembaga Keuangan Syariah sering menawarkan besarnya
pembiayaan kepada nasabah berdasarkan besarnya jaminan yang diserahkan
kernasabah bukan berdasarkan kemampuan nasabah membayar bagi hasil setiap
bulannya, dan nasabah sendiri sering tergiur dengan tawaran tersebut tanpa melihat
132
kemampuannya dalam membayar bagi hasil setiap bulannya, sehingga ketika jatuh
tempo tidak sanggup bayar maka Lembaga Keuangan Syariah mengajukan sita
jaminan nasabah”, (wawancara 24 Juli 2019). Oleh karena itu upaya meminilisir
sengketa ekonomi syariah sebagai berikut :
1. Nasabah harus benar-benar teliti ketika akan menandatangani kontrak. Semua
kontak yang akan ditandatangani harus benar-benar dibaca dan dipahami
sehingga jika ada sesuatu yang memberatkan atau tidak setuju agar bisa
mengajukan revisi dan musyawarah dengan Lembaga Keuangan Syariah,
mencari jalan tengah agar adil bagi kedua belah pihak. Nasabah jangan
gegabah langsung tanda tangan karena ini bisa fatal jika nanti terjadi
perselisihan pihak Lembaga Keuangan Syariah memiliki bukti secara hukum
bahwa nasabah sudah menyetujui apa yang disebutkan dengan
menandatangani akad padahal itu tidak disadari oleh nasabah.
2. Ketika nasabah akan mengajukan pembiayaan agar mengajukan nomimal
sesuai kebutuhan dan kemampuan nasabah dalam membayar bagi hasil setiap
bulannya bukan berdasarkan besarnya jaminan yang diserahkan ke Lembaga
Keuangan Syariah. Ketika nasabah mengajukan pembiayaan tentu memiliki
hitung-hitungan berapa kesanggupan membayar bagi hasil setiap bulannya.
Jangan sampai besaran bagi hasil yang harus dibayar setiap bulan diluar
kemampuan nasabah karena akibatnya Lembaga Keuangan Syariah berhak
menyita jaminan nasabah yang sudah diserahkan. Karena ketika nasabah
mengajukan pembiayaan maka kewajibannya membayar bagi hasil setiap
133
bulannya. Jangan sampai “besar pasak dari tiang”. Kesanggupan nasabah
harus menjadi tolak ukur nominal pembiayaan yang akan diajukan bukan
besarnya jaminan yang diserahkan.
134
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah penulis membaca literatur yang ada dan melakukan penelitian
langsung ke Pengadilan Agama Jakarta .Selatan, Pengadilan Tinggi Agama DKI
Jakarta dan Direktorat Jendral Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI maka
penulis dapat menyimpulkan :
1. Penyelesaian sengketa ekonomi syariah di Pengadilan Agama Jakarta Selatan,
Pengadilan Tinggi Agama DKI Jakarta dan Mahkamah Agung, bisa dinilai
efektif dimana Mahkamah Agung sudah memberi panduan penyelesaian
sengketa ekonomi syariah menjadi dua bagian, Cara Sederhana dan Cara
Biasa. Cara sederhana untuk sengketa di maksimal Rp. 200.000.000 dan Cara
Biasa untuk sengketa di atas Rp. 200.000.000 Semua ketentuan sudah termuat
di website Mahkamah Agung sendiri dan Website Pengadilan Agama
sehingga mempermudah masyarakat mengetahui bagaimana status aduan
mereka, dari segi waktu, prosedur dan sebagainya. Ditambah lagi sekarang
dengan diberlakukannya pengaduan secara elektrik menggunakan email dan
lainnya sehingga mempermudah menyelesaikan sengketa dengan cepat mudah
dan murah tidak terkendala ruang dan waktu.
2. Keputusan yang diputuskan oleh Pengadilan Agama, cukup mengandung asas
keadilan. Hal ini bisa dilihat dari kasus Banding dan Kasasi yang cukup
sedikit karena mungkin masyarakat sudah puas dan menerima putusan
135
Pengadilan Agama khususnya Pengadilan Agama Jakarta Selatan sehingga
tidak perlu melakukan banding dan kasasi.
3. Akad yang banyak digunakan ketika terjadi sengketa ekonomi syariah adalah
murābaḥah dan muḍārabah.
4. Dalam memutuskan sengketa hakim memutuskan dengan adil, siapa yang
benar dimenangkan tanpa melihat mereka nasabah atau Lembaga Keuangan
Syariah.
5. Untuk menghindari terjadinya sengketa ekonomi syariah maka masyarakat
perlu memperelajari kontrak yang akan mereka tanda tangani bukan langsung
tanda tangan agar pembiayaan cepat cair, ini bertujuan untuk memahami dan
mendiskusikan serta minta revisi jika dalam kontrak tersebut ada pihak yang
merasa keberatan agar tidak terjadi perselisihan di kemudian hari. Selain itu
kreditur yang akan mengajukan pembiayaan ke lembaga keuangan sebaiknya
melihat kemampuan mereka dalam membayar bagi hasil setiap bulannya
bukan melihat dari jumlah pembiayaan yang bakal mereka dapatkan dengan
memberikan jamikan kepada debitur. Ini untuk menghindari kredit macet dan
sita jaminan di kemudian hari jika kreditur tidak sanggup membayar bagi
hasil setiap bulannya.
136
B. Saran
Yang harus dibenahi yaitu :
1. Menambah jumlah hakim yang bersertifikat ekonomi syariah agar hakim yang
memutuskan sengketa ekonomi syariah dapat memutuskan perkara dengan
benar dan tepat sesuai ketentuan yang ada.
2. Perlu sosialisasi kepada masyarakat bahwa peradilan agama dari tingkat
Pengadilan Agama, Pengadilan Tinggi Agama dan Mahkamah Agung sudah
siap menangani sengketa ekonomi syariah dan mereka memutuskan perkara
sesuai ajaran Islam dan panduan peradilan perdata yang ini tidak terdapat
pada Peradilan Negeri dan Peradilan Niaga. Jikapun masyarakat mengadukan
sengketa mereka ke Pengadilan Negeri maka putusannya bahwa Pengadilan
Negeri tidak berwenang menyelesaikan sengketa ekonomi syariah karena
yang berwenang adalah Pengadilan Agama sebagaimana yang sudah
ditetapkan oleh Undang-Undang Peradilan Agama Pasal 49 (i) UU No. 3
Tahun 2006 dan Undang-Undang Perbankan Pasal 55 ayat [2]&[3] UU No.
21 Tahun 2008 yang sudah direvisi MK 93/PUU-X/2012 yang menjadikan
Pengadilan Agama satu-satunya yang berwenang menyelesaikan sengketa
ekonomi syariah .
137
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainul (2006). Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah , Jakarta : Alvabet
Abdullah, Idrus (2009). Penyelesaian sengketa bisnis Di Luar Pengadilan Antar
Warga Sesama Etnis (studi kasus di pulau Sumbawa ), Jurnal Yustitia Surakarta
FH UNS
Amin, Muhammad Suma (2006). Seputar Ekonomi Syariah Studi Tentang Prinsip-
Prinsip Ekonomi Syariah di Indonesia, dalam kapita selekta perbankan syariah
menyongsong berlakunya Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 tentang
perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989, perluasan kewenangan
Pengadilan Agama) Jakarta ; Mahkamah Agung
Al Hakim, Ikhsan Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di Pengadilan Agama
Pandecta: Research Law Journal
Azma, Ummi ( 2018), Penyelesaian sengketa ekonomi syariah di pengadilan Agama
Bekasi, Nurani : Jurnal Syariah dan Kemasyarakatan
Budiningharto, Syafuddin (2005). Sistem Ekonomi, makalah disampaikan dalam
martikulasi Magister Ilmu Hukum Undip
Dzuluqy, Suryati (2019), Penyelesaian sengketa ekonomi syariah secara litigasi,
www.badilag.go.id
HS Salim (2006). Hukum Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta, Sinar
Grafika
Erie, Hariyanto Erie, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Di Indonesia, Journal
article Iqtishadia: Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syariah STAIN Pamekasan
Huda, Misbahul (2017), Penyelesaian Sengketa Ekonomi Islam Berbasis Nilai
Kepastian Hukum, Jurnal Ius Constituendum
Https://id.wikipedia.org/wiki/Peradilan_agama_di_Indonesia
Https://id.wikipedia.org/wiki/Pengadilan_Tinggi_Agama_Jakarta
Ibnu Katsir (2002), Tafsir Al Qur`an al Adhim, Jilid 2 dan 7, Dar al Hadits Cairo
Nasruddin Abi Said Abdullah bin Umar bin Muhammad asy Syairozi al Baidlawi
(2002), Tafsir al Baidlawi, jilid 1 dan 2, Dar al Bayan al Arabi Cairo
138
Ilyas, Musyfikah (2018),Tinjauan Hukum Islam terhadap Musyawarah dalam
Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah, Jurnal Al Qadau, Peradilan dan
Hukum Keluarga Islam
Ibnu Farhum, Muhammad, Tabsirah al Hukkam fi Ushul al Qhadhiyah wa Manahij
al Ahkam, Darr al Maktabah al Ilmiah, Jilid I, Beirut, Libanon, 1031.
Komarudin, Parman (2014) Penyelesaian sengketa ekonomi syariah melalui jalur non
ligitasi, Al Iqtishadiyah, Jurnal Ekonomi Syariah dan Hukum Ekonomi Syariah,
UIN Banjarmasin
Muhammad Ahmad al Assal dan Fathi Ahmad Abdul Karim (1980). Sistem Ekonomi
Islam Prinsip-Prinsip dan Tujuan-Tujuannya, Surabaya ; PT Bina Ilmu
Mualim Amir dan Yusdani (2001). Konfigurasi Pemikiran Hukum Islam Cet. 2
Yogyakarta: UII Press
Mukharom SHI, MH (2019). Teori dan Implementasi Penyelesaian Sengketa
Ekonomi Syariah
Muhammad Rusli (2004). Strategi Dalam Membangun Kembali Kemandirian
Pengadilan di Indonesia, Jurnal Hukum Uis Iustum, vol 25 No 11 Yogyakarta,
FH UII
Mappiasse, Syarif (2017), Logika Hukum Pertimbangan Putusan Hakim,
Prenadamedia Group, Jakarta
M. Fence Wantu, Kepastian Hukum, Keadilan dan kemanfaatan dalam putusan
hakim di peradilan perdata, Jurnal Dinamika Hukum Vol. 23
M Fence Wantu (2007). Antinomi Dalam Penegakan Hukum Oleh Hakim, Jurnal
Mimbar Hukum Vol 19 No 3 Yogyakarta : FH UGM
Maruli Saut Tua Manik, Yaswirman, Busra Azheri, Ikhwan (2017), Penyelesaian
Sengketa Ekonomi Syariah Melalui Pengadilan Khusus Ekonomi Syariah di
Lingkungan Peradilan Agama, Ahkam, Jurnal Ilmu Syariah, UIN Syarif
Hidatullah Jakarta
Nurhasanah dan Hotnidah Nasution, Kecendrungan Masyarakat Memilih Lembaga
Penyelesain Sengketa Ekonomi Syariah, Jurnal Ahkam: Vol. XVI, No. 2, Juli
2016
139
Rofiq Ahmad (2001). Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia ,Gama Media:
Yogyakarta
R. Riyanto Bonny (2008) Kebebasan hakim dalam memutuskan perkara perdata di
Pengadilan Negeri, Jurnal Hukum Yustitia, vol 74 Surakarta : FH UNS
Raharjo Satjipto (2008). Biarkan Hukum Mengalir: Catatan Kritis Tentang
Pergulatan Manusia dan Hukum, Jakarta: Penerbit Kompas
Ridwan Murtadho (2017), Penyelesaian sengketa perbankan syariah di Indonesia,
Jurnal Malia
Rusliani dan Juhrotul Khulwah (2017), Ijtihad Hakim Dalam Menyelesaikan
Sengketa Ekonomi Syariah Di Lingkungan Peradilan Agama, Jurnal Ekonomi
Islam
Supriyatni B Renny, Andi Fariana, Model Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah
Yang Efektif Dikaitkan Dengan Kompetensi Di Peradilan Agama Dalam
Rangka Pertumbuhan Ekonomi Nasional, Jurnal Jurisprudence
Sri Neni Sri Imaniyati dan Badruddin, Choice of forum dalam penyelesaian sengketa
perbankan syariah, Jurnal Hukum dan Pembangunan tahun ke 40 no 3
Sutiyoso Bambang (2010). Mencari Format Ideal Keadilan Putusan Dalam
Peradilan, Jurnal hukum Ius Qiualustum, vol 17 No 2 Jakara : FH UII
Syafi`e Muhammad Antonio (2001). Bank Syariah dari teori ke Praktek, Jakarta ;
Gema Insani Press
Soekanto Soerjono dan Sri Manudji (2009). Penelitian Hukum Normatif ; Suatu
Tinjauan Singkat, Ed 1 cet. 11 Jakarta ; PT Raja Grafindo Persada
Salman A Maggalatung (2014), Hubungan Antara Fakta, Norma, Moral, dan Doktrin
Hukum Dalam Pertimbangan Putusan Hakim, Jurnal Cita Hukum, Vol. II No. 2
Yahya Imam (2017), Sengketa ekonomi syariah di Indonesua pasca putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012, Al Manahij, Jurnal Kajian
Hukum Islam, IAIN Purwokerto Fakultas Syariah
www.pa-jakartaselatan.go.id
www.badilag.mahkamahagung.go.id
www.pta-jakarta.go.id
140
www. putusan.mahkamahagung.go.id
Zaki Abdullah al Kaaf (2002). Ekonomi dalam Prespektif Islam : CV Pustaka Setia
Bandung
Hal. 1 dari 150 hal. Putusan No. 1957/Pdt.G/2018/PA. JS.
SALINAN
PUTUSAN
Nomor 1957/Pdt.G/2018/PA.JS.
بسم ميحرلا نمحرلا هللا
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili
perkara tertentu pada tingkat pertama dalam sidang majelis telah
menjatuhkan putusan perkara gugatan ingkar janji/wanprestasi pada akad
murabahah antara:
Tn. Pariyo (Haji Muhammad Pariyo), SE., MSc, Tempat lahir: Purworejo,
Tanggal, 14-12-1967, Agama Islam, Bertempat
tinggal di Alinda Kencana Blok A5, Nomor 3,
RT.015/RW.021, Kelurahan Kaliabang Tengah,
Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi, dalam hal ini
bertindak dalam jabatannya selaku Direktur untuk
dan atas nama PT. Panah Jaya Steel, berkedudukan
di Jalan Lingkar Utara No. 99, Bekasi Utara, Jawa
Barat, berdasarkan Akta Pernyataan Keputusan
Rapat No. 22, tertanggal, 20 Juli 2016 yang dibuat
dihadapan Notaris Dede Tresnawati, SH., telah
memperoleh Penerimaan Pemberitahuan Perubahan
Data Perseroan No. AHU-AH.01.03-006758,
tertanggal, 29 Juli 2016, dalam hal ini diwakili kuasa
hukumnya HERU SETIYONO, SH., MH., CLA.,
LANDONG MT NADEAK, SH., MH., HENDRY
SEPTIAWAN, SH., MH., ACHMAD MAHENDRA,
SH., para Advokat, Mediator, Kurator, Legal Auditor,
Konsultan HKI pada Kntor Law Firm Setiyono & Co,
beralamat di Plaza Pasific A. 4 No. 84, jalan
Boulevard Barat Raya, Kelapa Gading, Jakarta
Utara 14240, berdasarkan Surat Kuasa Khusus,
Hal. 2 dari 150 hal. Putusan No. 1957/Pdt.G/2018/PA.JS.
tertanggal 4 Mei 2018, sebagai Penggugat
Konvensi/Tergugat Rekonvensi;
Melawan
1. PT. Bank Victoria Syariah, berkedudukan di kantor Pusat di Gedung
The Victoria, Lantai 1, Jalan Tomang Raya, No. 35 – 37,
RT.012/RW.05, Tomang, Grogol Petamburan, Jakarta Barat 11440,
dalam hal ini diwakili kuasa hukumnya AGUS SETYO PURWOKO, SH.,
MH., SANGAP JONATHAIS TAMBA, SH., MH., FRANCISKUS
RAVELLINO, SH., para Advokat pada Kantor Hukum Purwoko &
Associates, Lawyers, berkantor di Komplek Rukan Permata Senayan
Blok E No. 37, Jl. Tentara Pelajar Raya, Jakarta 12210, berdasarkan
Surat Kuasa Khusus, tertanggal 21 Agustus 2018, sebagai Tergugat I
Konvensi/Penggugat Rekonvensi;
2. Francisca Susi Setiawati, SH., Notaris berdasarkan S.K Menkeh & HAM
R.I, tanggal, 4 Januari 2003, No. C-37.HT.03.02-TH.2003, yang
beralamat kantor di EC 1 No. 1, Jalan Kelapa Cengkir Timur II, RT.
18/RW.9, Kelapa Gading, Kota Jakarta Utara, dalam hal ini diwakili
kuasa hukumnya MOCHAMAD MOCHTAR, SH., Msi,
Advokat/Penasehat Hukum, berkantor di Jl. Mertojoyo Q-4 Kota
Malang, berdasarkan Surat Kuasa Khusus, tertanggal 30 Agustus 2018,
sebagai Tergugat II Konvensi;
Pengadilan Agama tersebut;
Telah membaca dan mempelajari berkas perkara;
Telah mendengar keterangan Penggugat Konvensi/Tergugat Rekonvensi,
Tergugat I Konvensi/Penggugat Rekonvensi dan Tergugat II Konvensi;
Telah memeriksa bukti-bukti yang diajukan dipersidangan;
DUDUK PERKARA
Bahwa, Penggugat dengan surat gugatannya tertanggal 08 Juni
2018 telah mengajukan gugatan, yang telah didaftar di Kepaniteraan
Pengadilan Agama Jakarta Selatan, dengan Nomor
1957/Pdt.G/2018/PA.JS., tanggal 08 Juni 2018, dengan dalil-dalil sebagai
berikut:
Hal 1 dari 32 hal. Putusan No. 3353/Pdt.G/2018/PAJS
P U T U S A N
Nomor 3353/Pdt.G/2018/PA.JS.
بسم ميحرلا نمحرلا هللا
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili
perkara tertentu pada tingkat pertama dalam sidang majelis telah menjatuhkan
putusan perkara Gugatan Wanprestasi antara:
PT. AL-IJARAH INDONESIA FINANCE, berkantor di Menara Palma Lantai 25
Jl. HR. Rasunja Said Blok X2 Kav.6, Kuningan Jakarta Selatan. Dalam
hal ini memberi kuasa kepada SYAMSUL HUDA, S.H.,M.E,
MOHAMAD AKHBAR DEWANI, S.H.,M.H, ERSANDY THAARIQ,S.H.,
dan M. SYAFI SUBAKTI KURNIAWAN, SH., Para Advokat dan
Konsultan Hukum pada Firma Hukurn “DEWAN SYAM & PARTNERS"
yang beralamat di Graha MANDIRI Lantai 17. Jalan Imam Bonjol
No.61, Menteng, Jakarta Pusat, DK1 Jakarta berdasarkan Surat
Kuasa Khusus Nomor. 205/ALIF/DIRI1XJ20I 8 Tanggal 17 September
2018, sebagai Penggugat;
M e l a w a n
1. Tn. ABDUL HARIS GANI, S.Sos.,M.Si, Lahir di Pangkep, Tanggal 16 Juni
1970. Agama Islam, Pekerjaan Wiraswasta. beralamat di Jalan Matahari
Nomor 78, RT.003/RW.006, Kelurahan Bonto Kio. Kecamatan Minasa
Tene, Kabupaten Pankajene Kepulauan, Provinsi Sulawesi Selatan.
Pernegang NIK : 7310101606700002, sebagai Tergugat.
2. Ny.HJ.ANDRIANI NUR.,S.S, Lahir di Ujung Pandang, Tanggal 26 Mei
1970, Agama Islam, Pekerjaan Mengurus Rumah Taugga. beralamat di
Bunea. RT.003/RW.005, Kelurahan Kalabbirang. Kecarnatan Minasa Tene,
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
P U T U S A NNOMOR 5/Pdt.G/2014/PTA.JK
بسم الله الرحمن الرحيم
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
PENGADILAN TINGGI AGAMA JAKARTA
dalam tingkat banding telah memeriksa, mengadili dan memutus dengan Hakim
Majelis perkara ekonomi syariah antara:
Toto Saptori, agama Islam, pekerjaan wiraswasta, bertempat tinggal di Jalan
Sudirman RT. 002 RW. 001, Kelurahan Bantarujeg, Kecamatan
Bantarujeg, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, dahulu sebagai
Tergugat IV sekarang Pembanding; ---------------------------------------
melawan
PT. Permodalan BMT Ventura, berkantor di Equity Tower 27th floors, Suite F
Komplek SCBD, Jalan Jenderal Sudirman Kav 52-53, Jakarta.
Dalam hal ini memberi kuasa kepada Sexio Yuni Noor Sidqi,
S.H., Dkk. Advokat pada Sidqi & Sidqi Advocates berkantor di
Central Park Center, Podomoro City, Ruko Grand Shopping
Arcade Blok B/8DH, Jalan S. Parman, Jakarta Barat dengan surat
kuasa khusus tanggal 18 Juli 2012, dahulu sebagai Penggugat
sekarang Terbanding; -------
dan
Koperasi Baitul Mal wat Tamwil Babussalam (BMT Babussalam), berkantor di
Jalan Jenderal Ahmad Yani No. 15, Bantarujeg, Kabupaten
Hal. 1 dari 10 hal. Put. No. 5/Pdt.G/2014/PTA.JK
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Majalengka, Jawa Barat, dahulu sebagai Tergugat I sekarang
sebagai Turut Terbanding I; -------------------------------------------------
H. Nana Suryana, agama Islam, pekerjaan wiraswasta, bertempat tinggal di Jalan
Sudirman No. 90, RT. 001 RW. 001, Kelurahan Bantarujeg,
Kecamatan Bantarujeg, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat dahulu
sebagai Tergugat II sekarang Turut Terbanding II; ---------
Mamat Rahmat, agama Islam, pekerjaan wiraswasta, bertempat tinggal di Jalan
Sinargalih No. 90 RT. 001 RW. 002, Kelurahan Sinargalih,
Kecamatan Lemahsugih, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat
dahulu sebagai Tergugat III sekarang Turut Terbanding III; -------
Pengadilan Tinggi Agama tersebut; --------------------------------------------------------------
Telah mempelajari berkas perkara yang dimohonkan banding; ---------------------------
DUDUK PERKARA
Memperhatikan semua uraian yang termuat dalam putusan Pengadilan
Agama Jakarta Selatan Nomor 1695/Pdt.G/2012/PA JS. tanggal 31 Juli 2013
Masehi bertepatan dengan tanggal 22 Ramadan 1434 Hijriyah, dengan mengutip
amarnya yang berbunyi sebagai berikut:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
--------------------------------------
2. Menyatakan sah akad pembiayaan mudharabah muqayyadah Nomor 81/
Mudharabah Muqayyadah/PBMT/V/2010 tanggal 1 Mei 2010 dan Nomor
081/Tmb1/Mudharabah Muqayyadah/PBMT/VII/2010 tanggal 3 Juli 2010
antara Penggugat dan para Tergugat;
----------------------------------------------------------------
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PUTUSAN
Nomor 272 K/Ag/2015
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Mahkamah Agung memeriksa perkara perdata agama dalam tingkat kasasi
telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara antara:
PT. PERMODALAN BMT VENTURA, beralamat di Equity Tower
27 th Floors, Komplek SCBD, Jl. Jend. Sudirman Kav 52-53,
Jakarta, dalam hal ini memberi kuasa kepada Sexio Yuni Noor
Sidqi, S.H. dan kawan-kawan, Para Advokat, berkantor di Wisma
Laena, Lt.5, R.515, Jl. KH. Abdullah Syafei, No.7, Casablanca,
Tebet, Jakarta Selatan, berdasarkan surat kuasa Khusus tanggal 2
Juni 2014, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Penggugat/
Terbanding;
melawan
TOTO SAPTORI, beralamat di Jl. Sudirman, Rt.002, Rw.001,
Kelurahan Bantarujeg, Kecamatan Bantarujeg, Kabupaten
Majalengka, Jawa Barat, sebagai Termohon Kasasi dahulu
Tergugat IV/Pembanding;
dan:
1. KOPERASI BAITUL MAAL WAT TAMWIL (BMT)
BABUSSALAM (BMT BABUSSALAM) beralamat di Jalan Jend.
A. Yani No. 15, Bantarujeg, Kabupaten Majalengka, Jawa
Barat;
2. H. NANA SURYANA, beralamat di Jl. Sudirman, No.90, Rt.
001, Rw.001, Kelurahan Bantarujeg, Kecamatan Bantarujeg,
Kabupaten Majalengka, Jawa Barat;
3. MAMAT RAHMAT, beralamat di Jl. Sinargalih, No.90, Rt. 001,
Rw.002, Kelurahan Sinargalih, Kecamatan Lemahsugih,
Kabupaten Majalengka, Jawa Barat;
Para Turut Termohon Kasasi dahulu Para Tergugat/Para Turut
Terbanding;
Mahkamah Agung;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Hal. 1 dari 42 Hal. Putusan Nomor 272 K/Ag/2015
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1