repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · bab 2 tinjauan pustaka 2.1....

16
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Identifikasi Identifikasi merupakan proses pengenalan jati diri yang pertama kali diperkenalkan oleh Alfonsus Bertillon (1853-1914), seorang dokter berkebangsaan Perancis. Teknik identifikasi ini semakin berkembang setelah kepolisian Perancis berhasil menemukan banyak pelaku tindakan kriminal. Saat ini proses identifikasi telah dimanfaatkan untuk kepentingan asuransi, penentuan keturunan, ahli waris, penyebab kecelakaan dan kematian seseorang, menemukan orang hilang, serta menentukan apakah seseorang dapat dinyatakan bebas dari hukuman. Proses ini juga sangat diperlukan dalam identifikasi korban bencana massal (Disaster Victim Identification/DVI), baik yang disebabkan oleh alam (gempa bumi, tsunami, tanah longsor, banjir) maupun ulah manusia (kecelakaan darat, udara, laut, kebakaran hutan serta terorisme) (Singh, 2008). Identifikasi forensik memberi pengaruh besar terhadap proses berjalannya sistem pengadilan. Istilah forensik (for the courts) sendiri berarti “untuk pengadilan” menunjukkan bahwa tujuan utama forensik adalah memberikan bukti-bukti aktual dan temuan yang diperlukan dalam penegakan hukum di pengadilan. Kedokteran forensik bersama kepolisian saat ini menggunakan sistem identifikasi dalam merekonstruksi kejahatan, salah satunya pada kasus penemuan mayat (Murnaghan, 2012). Pada kasus penemuan mayat, identifikasi forensik pada sisa-sisa tubuh manusia sangatlah penting baik untuk alasan hukum maupun kemanusiaan. Proses identifikasi dilakukan untuk mengetahui apakah sisa-sisa tubuh berasal dari manusia atau bukan, jati diri mayat, penyebab kematian, dan perkiraan waktu kematian berdasarkan data sebelum seseorang meninggal/hilang (antemortem data/AMD) untuk dibandingkan dengan temuan pada mayat (postmortem data/PMD) (ICRC, 2013). Identifikasi akan menjadi lebih sulit jika mayat sudah tidak dapat dikenali lagi, misalnya pada korban bencana alam, kecelakaan yang menewaskan banyak orang serta pada kasus mutilasi, dimana potongan-potongan Universitas Sumatera Utara

Upload: others

Post on 28-Feb-2020

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Identifikasidiperlukan AMD yang bisa didapat dari wawancara anggota keluarga, para saksi,

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Identifikasi

Identifikasi merupakan proses pengenalan jati diri yang pertama kali

diperkenalkan oleh Alfonsus Bertillon (1853-1914), seorang dokter

berkebangsaan Perancis. Teknik identifikasi ini semakin berkembang setelah

kepolisian Perancis berhasil menemukan banyak pelaku tindakan kriminal. Saat

ini proses identifikasi telah dimanfaatkan untuk kepentingan asuransi, penentuan

keturunan, ahli waris, penyebab kecelakaan dan kematian seseorang, menemukan

orang hilang, serta menentukan apakah seseorang dapat dinyatakan bebas dari

hukuman. Proses ini juga sangat diperlukan dalam identifikasi korban bencana

massal (Disaster Victim Identification/DVI), baik yang disebabkan oleh alam

(gempa bumi, tsunami, tanah longsor, banjir) maupun ulah manusia (kecelakaan

darat, udara, laut, kebakaran hutan serta terorisme) (Singh, 2008).

Identifikasi forensik memberi pengaruh besar terhadap proses berjalannya

sistem pengadilan. Istilah forensik (for the courts) sendiri berarti “untuk

pengadilan” menunjukkan bahwa tujuan utama forensik adalah memberikan

bukti-bukti aktual dan temuan yang diperlukan dalam penegakan hukum di

pengadilan. Kedokteran forensik bersama kepolisian saat ini menggunakan sistem

identifikasi dalam merekonstruksi kejahatan, salah satunya pada kasus penemuan

mayat (Murnaghan, 2012).

Pada kasus penemuan mayat, identifikasi forensik pada sisa-sisa tubuh

manusia sangatlah penting baik untuk alasan hukum maupun kemanusiaan. Proses

identifikasi dilakukan untuk mengetahui apakah sisa-sisa tubuh berasal dari

manusia atau bukan, jati diri mayat, penyebab kematian, dan perkiraan waktu

kematian berdasarkan data sebelum seseorang meninggal/hilang (antemortem

data/AMD) untuk dibandingkan dengan temuan pada mayat (postmortem

data/PMD) (ICRC, 2013). Identifikasi akan menjadi lebih sulit jika mayat sudah

tidak dapat dikenali lagi, misalnya pada korban bencana alam, kecelakaan yang

menewaskan banyak orang serta pada kasus mutilasi, dimana potongan-potongan

Universitas Sumatera Utara

Page 2: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Identifikasidiperlukan AMD yang bisa didapat dari wawancara anggota keluarga, para saksi,

6

yang ditemukan mungkin tidak lengkap. Pada kasus seperti ini, dokter diharapkan

dapat memberikan penjelasan kepada penyidik dalam hal perkiraan saat kematian,

usia, jenis kelamin, tinggi badan, dan ras, serta asal sisa-sisa potongan tubuh

(RSBO, 2013).

2.1.1 Metodologi Identifikasi

Dalam proses identifikasi dikenal dua jenis metodologi identifikasi, yaitu

metodologi komparatif dan metodologi rekonstruktif.

Metodologi komparatif digunakan apabila terdapat AMD dan PMD untuk

disesuaikan. AMD biasanya didapat dari sanak keluarga dan teman-teman dekat.

Yang merupakan AMD adalah informasi pribadi secara umum/informasi sosial

(nama, usia, alamat tempat tinggal, tempat bekerja, status pernikahan dan

sebagainya), gambaran fisik (tinggi dan berat badan, warna mata dan rambut),

riwayat kesehatan dan gigi (penyakit, fraktur, gigi yang hilang, dan mahkota gigi),

ciri khas (kebiasaan, skar, tanda lahir dan tato), pakaian dan benda-benda lain

yang terakhir kali dipakai, serta hal-hal yang diduga berhubungan dengan

hilangnya seseorang. Metodologi ini biasa dipakai pada mayat yang masih utuh

pada komunitas yang terbatas.

Metodologi rekonstruktif digunakan apabila tidak tersedia AMD dengan

menyusun kembali sisa-sisa potongan tubuh manusia yang tidak utuh lagi pada

komunitas yang tidak terbatas seperti misalnya pada kasus mutilasi ataupun

bencana massal. Yang merupakan PMD adalah informasi umum tentang sisa

tubuh (rentang usia, jenis kelamin, tinggi), fakta-fakta medis dan dental (tanda

fraktur lama, bekas operasi, kondisi gigi, misalnya tambalan gigi), trauma dan

kerusakan post-mortem, informasi mengenai sidik jari, DNA, pakaian dan benda-

benda lain yang ditemukan bersama/dekat sisa tubuh, informasi tambahan, seperti:

dimana dan bagaimana sisa tubuh ditemukan berdasarkan pengakuan para saksi

(ICRC, 2013).

Universitas Sumatera Utara

Page 3: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Identifikasidiperlukan AMD yang bisa didapat dari wawancara anggota keluarga, para saksi,

7

Pada kasus bencana massal, Interpol menentukan identifikasi (DVI) yang

dipakai, yaitu (Singh, 2008):

• Identifikasi primer (primary identifier), yaitu gigi geligi (dental

record/DR), sidik jari (finger print/FP), dan DNA.

• Identifikasi sekunder (secondary identifier), yaitu visual

(photography/PG), properti (property/P), medis (medical/M).

Dalam mengidentifikasi sisa-sisa tubuh manusia, ada tiga tahapan yang

perlu dilaksanakan, yaitu penelitian latar belakang, penemuan sisa-sisa tubuh,

serta analisis laboratorium dan rekonsilasi. Dalam mencari latar belakang,

diperlukan AMD yang bisa didapat dari wawancara anggota keluarga, para saksi,

dokter, dokter gigi, ataupun dari laporan/data tertulis seperti rekam medis, surat

keterangan kepolisian, sidik jari, dan fotograf (ICRC, 2013).

Identifikasi dimulai dari metode yang sangat sederhana sampai yang rumit.

Metode yang sederhana misalnya dengan cara visual (mengamati profil luar tubuh

dan wajah), kepemilikan identitas yang masih melekat pada tubuh mayat

(misalnya: pakaian, perhiasan, tato, dll) serta dokumentasi seperti foto diri, foto

keluarga, SIM, dll. Metode sederhana kemudian dilanjutkan dengan metode

ilmiah, yaitu pemeriksaan sidik jari, serologi, odontologi, antropologi, dan biologi

yang hasilnya lebih spesifik pada seseorang. Metodologi selanjutnya adalah teknik

superimposisi, yaitu pemeriksaan identitas seseorang dengan membandingkan

korban semasa hidupnya dengan tengkorak yang ditemukan. Metodologi ini

menjadi sulit jika foto korban tidak ada atau jelek kualitasnya, serta apabila

tengkorak sudah hancur/tidak berbentuk lagi (Singh, 2008).

2.1.2 Sumber Identifikasi

Dalam mengidentifikasi suatu mayat, ada beberapa sumber dan data yang

dapat dipergunakan, yaitu (Idries, 2011; ICRC, 2013):

• Visual /penampilan wajah dan tubuh mayat yang ditunjukkan kepada

pihak keluarga dapat membantu apabila keadaan mayat tidak rusak berat

atau belum mengalami pembusukan.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Identifikasidiperlukan AMD yang bisa didapat dari wawancara anggota keluarga, para saksi,

8

• Dokumen seperti KTP, SIM, paspor, dan kartu identitas lainnya juga dapat

membantu proses identifikasi. Akan tetapi, dalam kasus pembunuhan

biasanya pelaku memusnahkan kartu identitas.

• Sidik jari setiap orang memiliki pola/kontur yang berbeda, sehingga dapat

menggambarkan diri seseorang. Akan tetapi metode ini dapat digunakan

jika belum terjadi pembusukan pada mayat.

• Gigi setiap orang memiliki bentuk yang khas, sehingga dapat dipakai

dalam proses identifikasi meskipun mayat sudah mengalami pembusukan.

• X-Ray yang paling baik untuk dibandingkan dengan AMD adalah foto

kepala dan pelvis.

• DNA yang didapat dari darah, rambut, cairan semen, gigi, dan jaringan

lainnya sangat berbeda pada setiap orang, sehingga dapat dibandingkan

dengan AMD atau dibandingkan dengan DNA keluarga.

• Sisa tulang yang diperiksa dapat menentukan usia, tinggi badan, jenis

kelamin bahkan ras seseorang dengan banyak formula yang telah

ditentukan.

• Pakaian, perhiasaan, tato dan bentuk fisik seseorang juga dapat membantu

proses identifikasi apabila mayat tidak dalam keadaan busuk dan hancur.

2.1.3. Perkiraan Usia

Usia saat seseorang meninggal dunia dapat diperkirakan dengan

memeriksa temuan klinis, gigi geligi, dan radiologis. Erupsi atau pertumbuhan

gigi terjadi sampai usia 20 tahun. Perkiraan usia dengan pertumbuhan gigi

mendekati ketepatan sampai dengan 6 bulan. Penyatuan ujung-ujung tulang yang

dinilai secara radiologis misalnya penyatuan ujung tulang paha, siku, dan mata

kaki dapat dilihat pada usia 20 tahun; sedangkan penyatuan lutut, pergelangan

tangan dan bahu akan terjadi sempurna pada usia 23-24 tahun. Penutupan tulang-

tulang yang membentuk tengkorak menghasilkan perkiraan 10 tahunan. Usia

korban akan menjadi lebih akurat apabila ketiganya dikombinasikan (Idries,

2011).

Universitas Sumatera Utara

Page 5: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Identifikasidiperlukan AMD yang bisa didapat dari wawancara anggota keluarga, para saksi,

9

Tabel 2.1 Perkiraan usia berdasarkan erupsi gigi (Idries, 2011).

Rahang Gigi 1 Gigi 2 Gigi 3 Gigi 4 Gigi 5 Gigi 6 Gigi 7

Laki-laki Atas 7,47 8,67 11,69 10,40 11,18 6,40 12,68

Bawah 12,12 6,21 11,47 10,82 10,79 7,70 6,54

Perempuan Atas 7,20 8,20 10,98 10,03 10,88 6,22 12,27

Bawah 11,66 5,94 10,89 10,18 9,86 7,34 6,26

Keterangan : usia dalam tahun

Data-data lain yang dapat membantu menentukan usia adalah ukuran dan

maturitas tulang, penutupan epifise, akar molar ketiga, vertebra, segmen tulang

sacrum, simfisis pubis, sutura kranialis, perubahan pada ujung tulang rusuk serta

batas peri-auricular.

2.1.4. Perkiraan Tinggi Badan

Perkiraan tinggi badan dapat dilakukan dengan mengukur tulang panjang

yang telah kering, seperti femur, tibia, humerus, radius, ulna, calcaneus dan talus.

Tulang-tulang ini lalu diukur dengan formula-formula yang telah dirumuskan,

seperti Formula Stevenson atau Formula Trotter dan Glesser untuk manusia ras

Mongoloid untuk selanjutnya disesuaikan dengan AMD (Idries, 2011).

• Formula Stevenson

TB = 61,7207 + 2,4378 x F ± 2,1756

TB = 81,5115 + 2,8131 x H ± 2,8903

TB = 59,2256 + 3,0263 x T ± 1,8916

TB = 80,0276 + 3,7384 x R ± 2,6791

• Formula Trotter dan Glesser

TB = 70,73 + 1,22 (F+T) ± 3,24

Keterangan :

TB = tinggi badan (cm)

F = Femur (tulang paha)

H = Humerus (tulang lengan atas)

T = Tibia (tulang kering)

Universitas Sumatera Utara

Page 6: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Identifikasidiperlukan AMD yang bisa didapat dari wawancara anggota keluarga, para saksi,

10

R = Radius (tulang hasta)

Semakin banyak tulang yang diukur, semakin besar ketepatan tinggi badan

yang didapat.

2.1.5. Penentuan Ras

Penentuan ras akan sangat berguna apabila susunan dalam masyarakat

sudah heterogen, artinya baik ras Mongoloid (Cina, Jepang, Indian Amerika),

Negroid (orang kulit hitam, Afrika dan Indian Amerika), dan Caucasoid (orang

berkulit putih) sudah ada di dalam daerah tersebut ataupun dalam bencana massal,

kecelakaan udara dan laut yang penumpangnya mungkin berasal dari banyak

negara (DVI).

Perbedaan dari ketiga ras tersebut dapat kita lihat melalui tengkorak, dahi,

wajah, orbit, hidung serta ekstremitas. Ras Mongoloid ditandai dengan tengkorak

persegi, dahi menonjol, wajah besar dan datar, orbit kecil, dan ekstremitas kecil.

Ras Negroid ditandai dengan tengkorak sempit dan memanjang, dahi kecil, orbit

persegi, dan ekstremitas besar dan lebar. Ras Caucasoid ditandai dengan

tengkorak bulat, dahi cembung menonjol, wajah kecil, dan orbit triangular.

2.1.6. Penentuan Jenis Kelamin

Jenis kelamin mayat dapat dengan mudah ditentukan hanya dengan

melihat penampilan fisik saja jika bagian tubuh mayat masih utuh dan belum

mengalami pembusukan. Apabila yang tersisa hanya tinggal tulang, kita dapat

memperkirakan jenis kelaminnya dengan melihat bentuk tulang-tulang yang

tersisa. Menurut SFU (Museum of Archaeology and Ethnology, 2010), tulang-

tulang yang dapat diidentifikasi adalah tulang panggul, tulang paha (femur), dan

kepala (tengkorak).

Tulang pada laki-laki biasanya lebih keras dan lebih lebar. Tulang panggul

perempuan berbentuk oval dan cenderung lebih lebar dengan sudut subpubik yang

lebar (>900) dari panggul laki-laki. Tulang paha laki-laki juga lebih panjang dan

diameter caput humerusnya lebih lebar (>51mm), sedangkan perempuan < 45

Universitas Sumatera Utara

Page 7: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Identifikasidiperlukan AMD yang bisa didapat dari wawancara anggota keluarga, para saksi,

11

mm. Tengkorak laki-laki ditandai dengan penonjolan arcus superciliaris yang

lebih jelas dan prosesus mastoideus yang lebih besar bila dibandingkan dengan

perempuan (Idries, 2011). Daerah supraorbital (kening) lebih jelas pada laki-laki

dan batasnya lebih tajam pada wanita, langit-langit dan gigi lebih lebar, dagu yang

lebih jelas dan rahang yang lebih lebar.

Gambar 2.1 Perbedaan tulang panggul antara perempuan dan laki-laki.

Gambar 2.2 Perbedaan tulang tengkorak antara laki-laki dan perempuan.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Identifikasidiperlukan AMD yang bisa didapat dari wawancara anggota keluarga, para saksi,

12

Gambar 2.3 Perbedaan humerus antara laki-laki dan perempuan.

2.2. Antropometri

Antropometri berasal dari kata anthropos yang berarti orang/manusia dan

metron yang berarti ukuran. Secara umum, antropometri adalah mengukur

manusia atau pengukuran terhadap tubuh manusia. Ilmu yang mempelajari tentang

manusia disebut antropologi.

Saat ini antropologi sangat berkembang dalam banyak bidang seperti

pediatrik, ortopedik, kedokteran gigi, kedokteran olahraga, serta kedokteran

forensik. Antropologi forensik berfokus pada morfologi, struktur, dan variabilitas

jaringan keras untuk membantu proses identifikasi. Proses identifikasi yang

dimaksud adalah pengukuran berat dan tinggi badan, panjang dan lebar kepala,

panjang lengan maupun tungkai, panjang telapak kaki, jarak antara kedua ujung

jari tengah dari tangan yang direntangkan serta panjang bahu dengan tujuan

menentukan jati diri seseorang atau mayat. Data hasil antropometri inilah yang

diolah oleh kedokteran forensik untuk membantu penyidik dalam menentukan

saat kematian, usia, jenis kelamin, tinggi badan, dan ras, serta asal sisa-sisa

potongan tubuh yang ditemukan (AAAS, 2014).

Bagi antropologis forensik, analisis terhadap tulang manusia telah

membuka jalan kebenaran dalam pengadilan. Berdasarkan hasil temuan di TKP

dan di laboratorium, dapat diketahui identitas korban, penyebab kematian, bahkan

rekonstruksi tindakan kriminal pun dapat dilaksanakan (RSBO, 2013).

Laki-laki Perempuan

Universitas Sumatera Utara

Page 9: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Identifikasidiperlukan AMD yang bisa didapat dari wawancara anggota keluarga, para saksi,

13

2.3. Anatomi Tangan

Ada 27 buah tulang yang membentuk tangan dan pergelangan tangan.

Tulang-tulang ini dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu 8 buah karpal yang

membentuk pergelangan tangan, 5 buah metakarpal yang membentuk tangan, dan

14 buah falang yang membentuk jari-jari tangan.

Gambar 2.4 Tulang-tulang penyusun tangan.

Tulang-tulang yang membentuk pergelangan tangan tersusun dalam 2

baris dengan gerakan yang sangat terbatas di antaranya. Dari radius menuju ulna,

baris proximal terdiri dari skapoid, lunatum, trikuetrum, dan fisiformis. Dengan

arah yang sama, di bagian distal terdiri dari trapezium, trapezoid, kapitatum, dan

hamatum. Skapoid sebagai penghubung antara tiap baris sangat rentan terhadap

fraktur. Baris distal tulang karpal membentuk unit yang terikat pada basis

metacarpal 2 dan 3 (Wilhelmi, 2012; ASSH, 2009).

Tangan terdiri dari 5 buah metakarpal yang ditandai dengan adanya basis,

corpus dan caput. Metakarpal jari ke-1 (ibu jari) merupakan metakarpal yang

terpendek dan paling bebas bergerak. Tiap metakarpal berartikulasi bagian

distalnya pada bagian proximal falang tiap jari. Tiap jari terdiri dari 3 falang

(proximal, media, dan distal), kecuali ibu jari yang terdiri dari 2 falang (Wilhelmi,

2012).

Falang mengalami osifikasi dari pusat corpus pada masa prenatal. Distal

falang mengalami osifikasi pada minggu ke-8 atau ke-9, falang proximal pada

Universitas Sumatera Utara

Page 10: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Identifikasidiperlukan AMD yang bisa didapat dari wawancara anggota keluarga, para saksi,

14

minggu ke-10, dan falang media pada minggu ke-11 atau lebih. Pusat epifise

muncul pada falang proximal di awal tahun ke-2 (perempuan), dan lebih lama di

tahun yang sama (laki-laki), falang media dan distal pada tahun ke-2

(perempuan), atau tahun ke-3 atau ke-4 (laki-laki) (Standring, 2008).

2.4. Rasio D2:D4

Rasio D2:D4 adalah perbedaan antara panjang jari (digiti=D) ke-2 (jari

telunjuk) dengan jari ke-4 (jari manis). Panjang jari pada manusia telah diteliti

lebih dari 120 tahun silam. Pada manusia, perbedaan panjang jari ke-2 dibanding

panjang jari ke-4 (D2:D4) lebih rendah nilainya pada laki-laki dibandingkan

perempuan (Paul et al., 2006; Gillam et al., 2008; Kraemer et al., 2009; Galis et

al., 2010; Muler et al., 2011;Zheng and Cohn, 2011; Hiraishi et al., 2011; Zhao et

al., 2013 ). Perbedaan ini terlihat baik pada anak-anak maupun dewasa. Perbedaan

ciri ini merupakan salah satu perbedaan bentuk seksual (sexual dimorphic) yang

dipengaruhi oleh konsentrasi hormon androgen yang diproduksi oleh fetus dan

sensitivitas reseptor androgen pada masa embrio.

Rendahnya nilai D2:D4 mencerminkan tingginya paparan hormon

testosteron selama masa embrio, sedangkan tinginya nilai D2:D4 mencerminkan

rendahnya paparan hormon testosteron selama masa embrio. Modulasi kadar

hormon pada masa prenatal mempengaruhi rasio digit sedangkan postnatal tidak

(Zheng dan Cohn, 2011; Hiraishi et al., 2012) dan menetap pada masa dewasa

(Peeters et al., 2013) . Hal ini menunjukkan bahwa rasio digit sepertinya hanya

dipengaruhi pada masa janin dan tidak berubah setelah lahir. Galis et al. (2010)

menyatakan bahwa rasio D2:D4 stabil setelah usia 2 tahun. Penelitian Trivers,

Manning, dan Jacobson (2006) dalam Galis et al. (2010) pada anak Jamaica

didapat rasio D2:D4 anak usia 7-14 tahun meningkat signifikan setelah

pengukuran pada 4 tahun kemudian. Gillam et al. (2008) menunjukkan bahwa

rasio D2:D4 berubah sejalan dengan usia tetapi nilainya tetap lebih rendah pada

laki-laki daripada perempuan.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Identifikasidiperlukan AMD yang bisa didapat dari wawancara anggota keluarga, para saksi,

15

Menurut Muller et al. (2011), rasio D2:D4 ini tidak dipengaruhi oleh kadar

hormon ibu, karena tidak terdapat korelasi antara kadar hormon androgen ibu

dengan kadar hormon androgen pada cairan amnion. Muller juga menyatakan

bahwa tidak ada korelasi yang signifikan antara kadar hormon androgen dengan

rasio D2:D4 pada orang dewasa. Hal ini menunjukkan bahwa sepertinya rasio

D2:D4 tidak dipengaruhi oleh usia.

Banyak penelitian menunjukkan hubungan rasio digit dengan perbedaan

kadar androgen dan estrogen selama pertumbuhan. Muller et al. (2011); Zheng

dan Cohn (2011) menyatakan bahwa perkembangan genital dan digit dikontrol

oleh gen HoxA dan HoxD yang dipengaruhi oleh hormon androgen. Zheng dan

Cohn (2011) memperkirakan bahwa reseptor androgen (AR) aktif di banyak sel

pada masa kondensasi kartilago. Percobaan Zheng dan Cohn pada tikus mutan

yang AR-nya dihilangkan, terdapat peningkatan rasio D2:D4 dibanding dengan

kontrol sedangkan penghapusan pada reseptor estrogen (ER) menurunkan rasio

D2:D4. Hal ini menunjukkan bahwa AR dan ER memiliki efek yang berlawanan

pada rasio digit, dengan AR penting dalam perkembangan sifat maskulin/laki-laki

(rasio D2:D4 rendah) dan ER penting dalam perkembangan sifat

feminin/perempuan (rasio D2:D4 tinggi). Aktivitas AR dan ER paling tinggi

tampak pada D4 dan tidak ada respon signifikan pada D2. Tingginya efek hormon

pada perbedaan pertumbuhan D4 dan tidak adanya efek hormon pada D2

kemudian menjadikan rasio D2:D4 sebagai tanda perbedaan seksual.

Rasio D2:D4 dapat diukur dengan berbagai cara, yaitu:

1. Pengukuran langsung pada D2 dan D4 dimulai dari tengah lipatan

proksimal terhadap palmar sampai ujung digit dengan Vernier caliper

(jangka sorong).

2. Pengukuran tidak langsung melalui fotokopi palmar, kemudian D2 dan

D4 diukur dari tengah lipatan proksimal terhadap palmar sampai ujung

digit dengan Vernier caliper (jangka sorong) atau dengan komputer

(Adobe Photoshop).

3. Pengukuran tulang falang D2 dan D4 yang didapat dari radiograf

dengan Vernier caliper (jangka sorong).

Universitas Sumatera Utara

Page 12: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Identifikasidiperlukan AMD yang bisa didapat dari wawancara anggota keluarga, para saksi,

16

4. Pengukuran hasil skaning foto palmar yang diletakkan pada

permukaan rata kemudian diukur dengan komputer (Adobe

Photoshop).

Gambar 2.5 Alat ukur panjang digiti (Vernier caliper/jangka sorong).

Gambar 2.6 Pengukuran D2:D4 melalui fotomikrograf (Almasry et al.,

2011).

Gambar 2.7 Pengukuran D2:D4 melalui radiograf (Xi et al., 2014).

Universitas Sumatera Utara

Page 13: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Identifikasidiperlukan AMD yang bisa didapat dari wawancara anggota keluarga, para saksi,

17

Baik pengukuran langsung maupun tidak langsung menunjukkan

perbedaan rasio D2:D4 antara laki-laki dan perempuan, walaupun nilai rasio

tersebut memiliki sedikit perbedaan. Robertson et al. (2008) menyatakan bahwa

pengukuran D2:D4 menunjukkan hasil yang lebih baik pada pengukuran

metakarpal, Allaway et al. (2009) menyatakan bahwa pengukuran berbasis

komputer lebih dapat dipercaya dibanding pengukuran fisik, fotokopi dan skan,

sedangkan menurut Xi et al. (2014), pengukuran terbaik didapat dengan

mengukur falang secara langsung melalui radiograf.

2.5. Rasio D2:D4 dan Jenis Kelamin

Sejak tahun 1800-an, penelitian tentang perbedaan bentuk seksual (sexual

dimorphic) telah sangat berkembang hingga saat ini. Perbedaan bentuk seksual ini

ternyata juga terlihat pada jari manusia. Perkembangan falang dan organ

reproduksi manusia ternyata diatur oleh gen yang sama, yaitu HoxA dan HoxD

(Muller et al., 2011; Zheng dan Cohn, 2011). Digit yang paling dipengaruhi oleh

hormon androgen adalah D4, sedangkan D2 sepertinya tidak dipengaruhi oleh

kadar hormon ini.

Pada manusia, rasio D2:D4 lebih rendah nilainya pada laki-laki (<1)

dibandingkan pada perempuan (≥1). Menurut Zheng dan Cohn (2011), Hiraishi et

al. (2012), dan Peeters et al. (2013) nilai ini konstan setelah mencapai usia 2

tahun. Namun berbeda dengan hasil penelitian Manning et al. (2006), Gillam et

al. (2008), dan Galis et al. (2010) yang mendapatkan perbedaan nilai rasio D2:D4

sejalan dengan peningkatan usia. Namun perbedaan ini konstan antara laki-laki

dan perempuan, yaitu rasio D2:D4 laki-laki tetap lebih rendah nilainya

dibandingkan perempuan.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Identifikasidiperlukan AMD yang bisa didapat dari wawancara anggota keluarga, para saksi,

18

Gambar 2.8 Perbedaan bentuk jenis kelamin terlihat pada pengukuran D2:D4 (Zheng dan Cohn (2011).

Tabel 2.2 Rasio D2:D4 antara laki-laki dan perempuan pada usia bervariasi pada

beberapa penelitian yang berbeda (Galis et al., 2010).

Menurut Muller et al. (2011), Knickmeyer et al. (2011), dan Hiraishi et al.

(2012) nilai rasio D2:D4 ini bervariasi sesuai dengan etnis/suku/ras. Perbedaan

rasio D2:D4 lebih jelas terlihat pada digit kanan dibandingkan digit kiri (Manning

et al., 2012 dan Zhao et al., 2013) sehingga lebih sensitif dalam membandingkan

nilai rasio D2:D4 antara laki-laki dan perempuan, sedangkan Hiraishi et al. (2012)

mendapatkan perbedaan yang lebih signifikan pada digit kiri. Robertson et al.

(2008) dan Galis et al. (2010) mendapatkan tidak ada perbedaan yang signifikan

antara digit kanan dan kiri. Rasio D2: D4 tidak dipengaruhi oleh pemakaian

Universitas Sumatera Utara

Page 15: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Identifikasidiperlukan AMD yang bisa didapat dari wawancara anggota keluarga, para saksi,

19

tangan yang dominan, sehingga nilainya sama antara tangan dominan dan

nondominan.

Penelitian Peeters et al. (2013) menunjukkan tidak ada hubungan antara

rasio D2:D4 dengan aktivitas fisik, penggunaan tangan dominan, kekuatan otot,

tinggi dan berat badan serta usia skeletal. Hal ini menunjukkan bahwa sepertinya

rasio D2:D4 hanya dipengaruhi oleh kadar hormon androgen dalam kandungan,

dimana kadar hormon androgen dipengaruhi oleh jenis kelamin, sehingga jenis

kelamin mempengaruhi nilai rasio D2:D4 pada manusia.

Jenis-jenis tangan manusia dapat dibagi menjadi 3 bentuk berdasarkan

penampakannya pada radiograf, yaitu tipe 1 (D2>D4), tipe 2 (D2=D4), dan tipe 3

(D2<D4). Perempuan kebanyakan memiliki tangan dengan tipe 1 dan 2,

sedangkan laki-laki kebanyakan memiliki tangan dengan tipe 3.

Gambar 2.9 Klasifikasi jenis tangan berdasarkan radiograf (Robertson et al., 2008).

Berikut ini adalah nilai-nilai rasio D2:D4 antara laki-laki dan perempuan

berdasarkan hasil penelitian sebelumnya pada negara yang berbeda.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Identifikasidiperlukan AMD yang bisa didapat dari wawancara anggota keluarga, para saksi,

20

Tabel 2.3 Rasio D2:D4 antara laki-laki dan perempuan di berbagai negara.

Negara Usia Tangan Laki-laki Perempuan Inggris 66.6±7.9 tahun Kanan

Kiri 0.906 0.909

0.921 0.922

Belgia 15,7 ±1.3 tahun Kiri 0.925 Jerman 37,3 tahun (laki-laki);

35 tahun (perempuan) Kanan Kiri

0.954 0.954

0.974 0.970

Amsterdam, Belanda

14-22 minggu Kanan Kiri

0.916 0.916

0.923 0.927

Italia 54 tahun (laki-laki); 60 tahun (perempuan)

Kanan Kiri

0.938 0.949

0.954 0.963

Yunani 54 tahun (laki-laki); 60 tahun (perempuan)

Kanan Kiri

0.941 0.955

0.945 0.962

Australia/Selandia Baru

54 tahun (laki-laki); 60 tahun (perempuan)

Kanan Kiri

0.948 0.955

0.954 0.961

Jepang 14-30 tahun Kanan Kiri

0.95 0.94

0.96 0.96

Yunnan, China 37,8 tahun (laki-laki); 40,28 tahun (perempuan)

Kanan Kiri

0.9318 0.9420

0.9523 0.9553

Almadinah, Saudi Arabia

Kanan (langsung; tidak langsung) Kiri (langsung; tidak langsung)

0.98±0.04; 0.96±0.03 0.97 ± 0.04 ; 0.96 ± 0.04

0.98 ± 0.04 ; 0.976 ± 0.037 0.99 ± 0.04 ; 0.97 ± 0.04

Texas, Amerika Serikat

Kanan 0.96 0.97

Dari nilai yang tertera di tabel, terlihat bahwa terdapat perbedaan nilai

rasio D2:D4 antara laki-laki dan perempuan, dengan laki-laki memiliki nilai rasio

D2:D4 yang lebih rendah dari pada perempuan. Terlihat juga bahwa terdapat

sedikit perbedaan antara digit kanan dan kiri, serta terdapat perbedaan nilai rasio

D2:D4 pada berbagai daerah yang berbeda. Hasil ini kemungkinan terjadi oleh

karena perbedaan suku/ras/etnis yang mempengaruhi kadar androgen pada masa

embrio manusia.

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara