a. amanat presiden pengantar rancangan undang …
TRANSCRIPT
A. AMANAT PRESIDEN PENGANTAR RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENT ANG PENDIDIKAN NASIONAL.
Norn or Sifat Lampiran Perihal
PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA
R.04/PU/V/1988 Segera 1 (satu) Penyampaian Rancangan Undang-undang
Jakarta, 23 Mei 1988
Kepada Yth. Sdr. PIMPINAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA di Jakarta
Bersama ini Pemerintah menyampaikan:
Rancangan Undang-undang tentang Pendidikan Nasional untuk dibicarakan dalam Sidang Dewan Perwakilan Rakyat guna mendapatkan persetujuan.
Selanjutnya untuk keperluan pembicaraan dalam persidangan mengenai Rancangan Undang-undang tersebut, kami mempersilahkan Saudara menghubungi Saudara Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
SOEHARTO
Tembusan disampaikan kepada:
1. Yth. Sdr. Wakil Presiden, 2. Yth. Sdr. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan 3. Yth. Sdr. Menteri Kehakiman.
3
Menetapkan
Den~n persetujuan
DEW AN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN :
UNDANG-UNDANG TENTANG PENDIDIKAN NASIONAL.
BAB I
KETENTIJAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didikan melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang;
2. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berpedoman pada Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945;
3. Sistem pendidikan nasional adalah satu keseluruhan yang terpadu dari semua satuan pendidikan yang berkaitan satu dengan lain untuk mengusahakan tercapainya tujuan pendidikan bangsa Indonesia;
4. Jenis pendidikan adalah satuan pendidikan yang dikelompokan sesuai dengan sifat dan tujuannya;
5. Jenjang pendidikan adalah suatu tahap dalam pendidikan berkelanjutan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan kepribadian para peserta didikan yang bersangkut.m, dan tingkat kerumitan bahan pengajaran;
6. Peserta didikan adalah anggota masyarakat yang berusaha memperoleh pendidikan dan/atau dijadikan sasaran kegiatan tenaga pendidik;
7. Tenaga pendidikan adalah anggota masyarakat yang bertugas membimbing, mengajar, dan/atau melatih peserta didikan;
8. Kurikulum adalah seperangkat pengaturan yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar;
9. Sumber daya pendidikan adalah upaya pelaksanaan pendidikan yang tetwujud sebagai tenaga, dana, sarana dan prasarana yang tersedia atau diadakan dan didayagunakan oleh keluarga, masyarakat, peserta didikan, dan Pemerintah, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama;
10. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab atas bidang pendidikan nasional.
6
BAB II
DASAR, FUNGSI, DAN TUJUAN
Pasal 2
Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal 3
Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan daya kemampuan dan meningkatkan mutu kehidupan manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional.
Pasal 4
Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang bertakwa terhaap Tuhan Yang Maha Esa memiliki kesegaran jasmani dan rohani, budi pekerti luhur, pengetahuan dan keterampilan, kepribadian yang mantap, rasa cinta pada bangsa dan tanah air Indonesia memi!iki kemampuan untuk membangun dirinya sendiri dan memiliki rasa tanggung jawab bersama atas upaya pembangunan bangsa dan negara Indonesia.
BAB III
HAK WARGA NEGARA UNTUK MEMPEROLEH PENDIDIKAN
Pasal 5
Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan.
Pasal 6
Setiap warga negara berhak atas kesempatan yang se!uas-luasnya untuk mengikuti pendidikan agar memperoleh kemampuan dan keterampilan yang sekurang-kurangnya setara dengan kemampuan dan keterampilan tamatan pendidikan dasar.
Pasal 7
Penerimaan seseorang se bagai peserta didikan dalam suatu satuan pendidikan diselenggarakan dengan tidak membedakan jenis kelamin, agama, suku, ras, kedudukan sosial dan tingkat kemampuan ekonomi, dan dengan tetap mengindahkan kekhususan satuan pendidikan yang bersangkutan.
Pasal 8
(I) Warga negarayang memiliki kelainan fisik dan/atau mental dapat
memperoleh pendidikan khusus.
(2) Warga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa dapat memperoleh pendidikan khusus.
(3) Pelaksanaan lebih lanjut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
BAB N SA1UAN, JALUR DAN JENIS
PENDIDIKAN
Pasal 9
(1) Satuan pendidikan menyelenggarakan kegiatan be la jar mengajar yang dilaksanakan di sekolah 'atau di luar sekolah,
(2) Sekolah adalah satuan pendidikan yang merupakan bagian dari jalur formal yang berjenjang dan bersinambungan.
Pasal 10
( 1) Penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan melalui 2 ( dua) jalur utama yaitu jalur formal dan jalur non formal.
(2) Selain kedua jalur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pendidikan juga dilaksanakan melalui jalur informal;
(3) Pelaksanaan lebih lanjut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
( 1) Pendidikan yang te rmasuk dalam jalur formal dibagi menu rut jenisnya dalam pendidikan U:mum, pendidikan khusus, pendidikan kejuruan, pendidikan kedinasan dan pendidikan keagamaan;
(2) Pelaksanaan lebih lanjut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
BAB V JENJANG PENDIDIKAN
Bagian Kesatu Um um
Pasal 12
(1) Jenjang pendidikan yang termasuk jalur formal terdiri dari pendidik-
7
8
an dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
(2) Selain jenjang pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (I), dapat diselenggarakan pendidikan prasekolah.
(3) Syarat-syarat dan tata cara pendirian serta bentuk satuan, lama pendidikan dan penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
:a.pm Kedua Pendidlcan Dasar
PasaJ 13
(I) Pendidikan dasar diselenggarakan untuk menumbuhkan sikap serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta didikan yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah.
(2) SyaraHyarat dan tata cara pendirian, bentuk satuan; lama pendidikan dasar, penyelenggaraan pendidikan dasar diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
PasaJ 14
Warga Negara yang berwnur 6 (enam) tahun dan selambat-lambatnya berwnur 7 ( tujuh) tahun berhak mengikuti pendidikan dasar.
Bagian Keup Pendiditan Menengah
PasaJ IS
Pendidikan menengah diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didikan menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi.
Pasal 16
Pendidikan menengah terdiri dari pendidikan menengah umum, pendidikan menengah kejuruan dan pendidikan menengah lain.
Pasal 17
Lulusan pendidikan menengah kejuruan yang memenuhi persyaratan penerimaan mahasiswa di perguruan tinggi dapat juga melanjutkan
pendidikan pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi di perguruan tinggi yang bersangkutan.
Pasal 18
Syarat-syarat dan tatacara pendirian bentuk satuan, lama pendidikan, dan penyelenggaraan pendidikan menengah serta termasuk syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat Pendidikan Tinggi
Pasal 19
(l) Pendidikan Tinggi diselenggarakan oleh perguruan tinggi untuk menyiapkan peserta didikan menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik atau keilmuan dan/atau profesional sehingga dapat menerapkan, mengembangkan, dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau kesenian.
(2) Perguruan Tinggi dapat berbentuk akademik, sekolah politeknik, sekolah tinggi, institut atau universitas
(3) Syarat-syarat dan tatacara pendirian, lama pendidikan, program pendidikan, dan penyelenggaraan pendidikan tinggi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 20
( 1) Pendidikan Tinggi terdiri dari dua jalur pendidikan, yaitu pendidikan akademik dan pendidikan profesional.
(2) Sekolah Tinggi, institut, atau universitas menyelenggarakan pendidikan akademik dan profesional
(3) Akademi, dan sekolah politeknik menyelenggarakan pendidikan · profesional.
Pasal 21
(1) Pada perguruan tinggi ada sebutan sarjana, magister, doktor dan se bu tan profesional.
(2) Se bu tan sarjana hanya diberikan oleh institut dan universitas.
(3) Sebutan magister dan doktor diberikan oleh institut dan universitas yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
( 4) Se bu tan profesional diberikan oleh perguruan tinggi yang menyeleng
9
10
garakan pendidikan profesional.
(5) Universitas dan institut tertentu dapat diberi hak untuk memberikan sebutan doktor kehormatan (doctor honoris causa) kepada tokohtokoh yang dianggap perlu memperoleh penghargaan amat tinggi berkenaan dengan jasa-jasa yang luar biasa dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi ataupun kebudayaan.
(6) Jenis sebutan, syarat-syarat dan tatacara pemberian, perlindungan, dan pemakaian sebutan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 22
(1) Sebutan lulusan perguruan tinggi hanya dibenarkan digunakan oleh lulusan perguruan tinggi yang dinyatakan berhak memiliki sebutan yang bersangkutan.
(2) Penggunaan sebutan lulusan perguruan tinggi hanya dibenarkan dalam bentuk yang diterima dari perguruan tinggi yang bersangkutan atau dalam bentuk singkatan sesuai dengan keten tuan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 23
Penggunaan sebutan keilmuan atau profesional yang diperoleh dari perguruan tinggi di luar negeri hams digunakan dalam bentuk asli sebagaimana diperoleh dari perguruan tinggi yang bersangkutan, secara lengkap ataupun dalam bentuk singkatan.
Pasal 24
(1) Pada Universitas dan Institut dapat diangkat guru besar atau profesor.
(2) Pengangkatan guru besar atau profesor didasarkan atas kemampuan akademik atau keilmuan tertentu.
(3) Syarat-syarat dan tatacara pengangkatan termasuk penggunaan sebutan guru besar atau profesor diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 25
(1) Dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan pada perguruan tinggi berlaku kebebasan akademik.
(2) Pelaksanaan lebih lanjut ketentuan tentang kebebasan akademik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI PESERTA DIDIKAN
Pasal 26
(1) Pendidikan nasional bersifat terbuka dan memberikan keleluasaan gerak kepada peserta didikan.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 27
.Setiap peserta didikan pada suatu satuan pendidikan mempunyai hak-hak berikut;
1. mendapat perlakuan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya;_
2. mengikuti program pendidikan yang bersangkutan atas dasar pendidikan berkelanjutan, baik untuk mengembangkan kemampuan diri maupun untuk memperoleh pengakuan tingkat pendidikan tertentu yang telah dibakukan;
3. mendapat bantuan fasilitas belajar, beasiswa, atau bantuan lain bilamana memerlukan dan memenuhi persyaratan yang berlaku;
4. mendapat pelayanan khusus bilamana menyandang cacat;
5. menyelesaikan program pendidikan lebih awal dan daripada waktu yang ditentukan;
6. untuk memperoleh penilaian hasil belajarnya serta
7. pindah ke satuan pendidikan yang lain baik yang sejajar maupun yang berada pada tingkat yang lebih tinggi bilamana memenuhi persyaratan penerimaan peserta didikan satuan pendidikan yang hendak dimasuki.
Pasal 28
Setiap peserta didikan berkewajiban untuk:
1. membayar biaya penyelenggaraan pendidikan. Kecuali bagi peserta didikan yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku;
2. mematuhi peraturan kegiatan pendidikan;
3. menghormati dan mematuhi tenaga pendidikan;
4. memelihara suasana belajar di satuan pendidikan yang bersangkutan;
5. ikut memelihara kebersihan, keindahan, ketertiban dan keamanan satuan pendidikan yang bersangkutan;
6. ikut memelihara sarana dan prasarana satuan pendidikan yang bersangkutan; serta.
7. mentaati peraturan lain yang berlaku.
Pasal 29
Peserta didikan diberi kesempatan untuk mengembangkan kemampuan dirinya dengan belajar pada setiap saat dalam perjalanan hidupnya sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan masing-masing.
BAB VII TENAGA KEPENDIDIKAN
Pasal 30 (1) Tenaga kependidikan bertugas menyelenggarakan kegiatan mengajar,
11
12
melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola dan/atau memberikan pelayanan teknis dalam bidang pendidikan.
(2) Tenaga kependidikan meliputi tenaga pendidikan pada semua jalur dan jenis pendidikan, pengelola satuan pendidikan, penilik, pengawas, pelatih, pembimbing, atau penyuluh, peneliti dan pengembang di bidang pendidikan, tutor dan fasilisator program pendidikan non formal, pustakawan, Iaboran, tehnisi sumber belajar.
(3) Guru merupakan tenaga pendidik yang khusus diangkat untuk menyelenggarakan kegiatan membimbing, mengajar dan/atau melatih peserta didikan tertentu sebagai tugas utamanya.
Pasal 31
( 1) Penyelenggaraan kegiatan pendidikan pada suatu jenis dan jenjang pendidikan hanya dapat dilakukan oleh tenaga pendidik yang mempunyai wewenang mengajar sebagai guru.
(2) Untuk dapat diangkat sebagai tenaga guru, tenaga pendidik yang bersangkutan harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
(3) Syarat-syarat dan tatacara pengangkatan guru sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Pera tu ran Pemerintah.
Pasal 32
(1) Untuk kepentingan pembangunan nasional, Pemerintah dapat mewajibkan warga negara Indonesia a.tau meminta Warga Negara Asing yang memiliki ilmu pengetahuan dan keahlian tertentu menjadi tenaga pendidikan.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (I) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 33
Setiap tenaga kependidikan yang bekerja pada satuan pendidikan tertentu mempunyai hak-hak berikut:
I. memperoleh penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial:
a. Tenaga kependidikan yang memiliki kedudukan sebagai pegawai negeri berhak memperoleh gaji dan tunjangan sesuai dengan peraturan umum yang berlaku bagi pegawai negeri;
b. Pemerintah dapat memberi tunjangan tambahan bagi sekalian tenaga kependidikan ataupun golongan tenaga kependidikan tertentu bilamana dianggap perlu;
c. Tenaga kependidikan yang bekerja pada satuan pendidikan yang diadakan oleh masyarakat berhak memperoleh gaji dari badan yang bertanggung jawab atas satuan pendidikan yang bersangkutan;
d. menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan yang lain dalam melaksanakan tugas sebagai tenaga kependidikan.
2. rnernperoleh pernbinaan karir berdasarkan prestasi kerja;
3. rnemperoleh perlindungan hukurn dalarn rnelaksanakan tugas sebagai pendidik; serta
4. rnernperoleh penghargaan sesuai dengan dhalllla baktinya.
Pasal 34
Setiap tenaga kependidikan berkewajiban untuk:
1. melaksanakan tugas dengan penuh rasa tanggung jawab dan pengabdian;
2. meningkatkan kemarnpuan profesional sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan pembangunan bangsa;
3. membina loyalitas pribadi dan peserta didikan terhadap ideologi negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
4. menjunjung tinggi kebudayaan bangsa;
5. menjaga narna baik tenaga pendidik sesuai dengan kepercayaan yang diberikan masyarakat, bangsa dan negara.
Pasal 35
Pemerintah mengatur :
a. kedudukan dan penghargaan bagi tenaga kependidikan;
b. pengadaan, pembinaan, dan pengembangan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diadakan oleh Pemerintah.
BAB VIII SUMBER DA YA PENDIDIKAN
Pasal 36
Pengadaan dan pendayagunaan sumber daya pendidikan yang terdiri dari tenaga kependidikan, sarana dan prasarana dilakukan oleh Pemerintah, masyarakat, dan/atau orang tua peserta didikan.
Pasal 37
(I) Buku pelajaran yang digunakan dalarn pendidikan yang teJlllasuk jalur follllal disusun berdasarkan pedoman yang ditetapkan Pemerintah;
(2) Buku pelajaran dapat diterbitkan oleh Pemerintah ataupun swasta.
Pasal 38
Setiap satuan pendidikan yang terrn:isuk" jalur follllal baik yang diadakan oleh Pemerintah ataupun masyarakat wajib mempunyai sumber belajar tellllasuk perpustakaan dengan koleksi bahan pustaka yang terus menerus dikem bangkan.
Pasal 39
( 1) Biaya penyelenggaraan kegiatan pendidikan di satuan pendidikan yang diadakan oleh Pemerintah menjadi tanggungjawab Pemerintah.
13
14
(2) Biaya penyelenggaraan kegiatan pendidikan di satuan pendidikan yang diadakan oleh menyatakan menjadi tanggung jawab badan yang mendirikan satuan pendidikan.
(3) Pemerintah dapat memberi bantuan kepada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat untuk membantu pembiayaan penyelenggaraan pendidikan bilamana diperlukan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
BAB IX KURIKULUM
Pasal 40
Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didikan dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan.
Pasal 41
(1) Pelaksanaan kegiatan pendidikan dalam satuan pendidikan didasarkan atas pedoman kurikulum yang berlaku secara nasional dan kurikulum yang disesuaikan dengan sifat keadaan, .serta. kebutuhan lingkungan satuan pendidikan yang bersangkutan.
(2) Kurikulum yang berlaku secara nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat {l) ditetapkan oleh Menteri, atau Menteri lainnya atau Pemimpin Lembaga Pemerintah Non Departemen berdasarkan pelimpahan kewenangan dari Menteri dalam bidang yang bersangkutan.
Pasal 42
Isi kurikulum merupakan bahan kajian yang disusun dalam satu keseluruhan yang teratur untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
BAB X BAHASA PENGANTAR
Pasal 43
Bahasa pengan tar dalam pendidikan nasional adalah bahasa Indonesia.
(I)
(2)
Pasal 44
Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam tahap awal pendidikan dan sejauh diperlukan dalam penyampaian pengetahuan tertentu.
Bahasa asing dapat digunakan se bagai bahasa pengantar sejauh diperlukan dalam penyampaian pengetahuan dan/atau keterampilan tertu.
BAB XI
PENILAIAN
Pasal 45
Terhadap kegiatan dan kemajuan belajar peserta didikan dilakukan penilaian.
Pasal 46
Pemerintah dapat menyelenggarakan penilaian hasil belajar suatu jenis dan/atau jenjang pendidikan secara nasional.
Pasal 47
Secara berkala dan berkelanjutan Pemerintah melakukan penilaian terhadap kurikulum serta sarana dan prasarana pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan keadaan.
Pasal 48
(1) Dalam rangka pembinaan satuan-satuanpendidikan,Pemerintah melakukan penilaian setiap satuan pendidikan secara berkala.
(2) Basil penilaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diumumkan secara terbuka.
BAB XII PERAN SERTAMASYARAKAT
Pasal 49
(1) Pemerintah memberi kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk berperanserta dalam penyelenggaraan pendidikan nasional berdasarkan Undang-undang ini.
(2) Ciri khas satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat tetap diindahkan.
(3) Syarat-syarat dan tatacara dalam penyelenggaraan pendidikan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BABXIII PENGELOLAAN
Pasal 50
Pengelolaan sis tern pendidikan nasional adalah tanggung jawab Menteri.
Pasal 51
Pengelolaan satuan dan kegiatan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dilakukan oleh Menteri atau Pimpinan Lembaga Pemerintah lain yang mengadakan satuan pendidikan yang bersangkutan.
Pasal 52
Pengelolaan satuan dan kegiatan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dilakukan oleh suatu badan yang mengadakan satuan pendidikan yang bersangkutan.
15
16
BAB XN PENGAWASAN
Pasal 53
Pemerintah melakukan pengawasan atas penyelenggaraan pendidikan, yang diselenggarakan oleh Pemerintah ataupun oleh masyarakat dalam rangka pembinaan perkembangan satuan-satuan pendidikan yang bersangkutan.
BAB XV KETENlVAN LAIN-LAIN
Pasal 54
( 1) Kegia tan pendidikan yang diselenggarakan oleh pihak asing dalam rangka kerja sama in temasional di wilayah Republik Indonesia dilakukan sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini.
(2) Pelaksanaan lebih Ianjut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Pera tu ran Pemerintah.
BAB XVI KETENTIJAN PIDANA
Pasal 55 (1) Barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap keten
tuan Pasal 7, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun atau dipidana denda setinggi-tingginya Rp 25.000.000,00 ( dua puluh lima ju ta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah kejahatan.
Pasal 56
(I) Barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ke tentuan Pasal 22 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 31, dan Pasal 38, dipidana kurungan selama-lamanya satu tahun atau dipidana denda setinggitingginya Rp 10.000.000,00 (sepuluh ju ta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pelanggaran.
Pasal 57
Selain ancaman pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dan Pasal 56, Menteri berwenang mengambil tindakan administratif kepada badan penyelenggara pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Undang-undang ini.
BAB XVII KETENTIJAN PERALIHAN
Pasal 58
Semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan daripada Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 tel'l.tang Dasardasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1954 tentang Pemyataan Berlakunya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 dari Republik Indonesia Dahulu tentang Dasar-dasar Pendi-
dikan dan Pengajaran di Sekolah untuk Seluruh Indonesia, Undangundang Nomor 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi, Undangundang Nomor 14 PRPS Tahun 1965 tentang Majelis Pendidikan Nasional dan Undang-undang Nomor 19 PNPS Tahun 1965 tentang Pokok· pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila yang ada pada saat diundangkannya Undang-undang ini masih tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan Undang-undang ini.
BAB XVIII KETEN1UAN PENU1UP
Pasal 59
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1954 tentang Pemyataan Berlakunya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 dari Republik Indonesia Dahulu ten tang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah untuk seluruh Indonesia, Undang-undang Nomor 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi, Undang-undang Nomor 14 PRPS Tahun 1965 tentang Majelis Pendidikan Nasional dan Undang-undang Nomor 19 PNPS Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 60 Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Repu· blik Indonesia.
Disahkan di Jakarta pada tanggal PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
MOERDIONO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN NOMOR
17
UMUM
RANCANGAN PENJELASAN
ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR TAHUN
TENT ANG
PENDIDIKAN NASIONAL
Dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan mempunyai peranan yang amat pen ting untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan bangsa yang bersangkutan. Peranan pendidikan bagi bangsa Indonesia dapat dilihat dalam pernyataan Pembukaan UndangUnd.ang Dasar 1945 yang mengemukakan bahwa kemerdekaan kebangsaan Indonesia disusun untuk " ....... melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial ..... ".
Untuk mewujudkan tujuan yang diamanatkan oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 khususnya ketentuan Pasal 31 ayat (I) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, diper!ukan perangkat hukum yang mampu memberi pedoman pada upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan keseluruhan kegiatan pendidikan nasional. Dalam rangka inilah Undang-undang tentang Pendidikan Nasional ini disusun. Penyusunan Undang-undang ini semakin diperlukan mengingat bahwa peraturan perundang-undangan yang sekarang berlaku bagi pengaturan. pembinaan dan pengembangan pendidikan nasional sudah tidak memenuhi kebutuhan lagi. Oleh karena itu, Undangundang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1954 tentang Pemyataan Berlakunya Undang-undang '.'fomor 4 Tahun 1950 dari Republik Indonesia Dahulu tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah untuk Seluruh Indonesia dan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1961 ten tang Perguruan Tinggi, serta Undang-undang Nomor 14 PRPS Tahun 1965 ten tang \1ajelis Pendidikan Nasional dan Undang-undang Nomor 19 PNPS Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila perlu dicabut.
Dengan landasan terse but, pendidikan nasional disusun sebagai usaha sadar untuk memungkinkan bangsa Indonesia mempertahankan kelangsungan hidupnya dan mengembangkan dirinya secara terns menerus dari satu generasi ke generasi berikut.
Dengan menyadari sifat pendidikan yang kait-mengait dengan bidang pembangunan yang lain, maka pendidikan diselenggarakan secara semesta, menyeluruh, dan terpadu. Semesta dalam arti terbuka bagi se!uruh rakyat di seluruh Nusantara; menyeluruh dalam arti mencakup semua jenis dan jenjang pendidikan; terpadu dalam arti adanya saling keterkaitan antara pendidikan nasional dengan keseluruhan usaha pembangunan nasional. Pendidikan nasional yang bersifat semesta, menyeluruh dan terpadu, mempunyai dua peranan dalam pembangunan nasional. Pertama, peranan sebagai pembentuk manusia Indonesia seutuhnya. Kedua, peranan sebagai pendukung perkembangan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia, serta pendukung ketahanan nasional.
Untuk memenuhi tun tu tan seperti dikemukakan di atas, setiap warga negara harus dijamin haknya untuk memperoleh kesempatan pendidikan yang seluas-luasnya, sekurang-kurangnya untuk memperoleh pendidikan yang setara dengan tamat~ pendidikan dasar.
18
Mengingat pentingnya arti dan peranan pendidikan, maka setiap warga negara diharapkan dapat belajar seumur hidup. Ini hanya dapat berlangsung apabila setiap warga negara diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk menjadi peserta didikan, baik melalui jalur utanrn yaitu pendidikan formal dan pendidikan non formal maupun jalur pendidikan informal. Jalur pendidikan informal juga merupakan salah satu upaya mencerdaskan kehidupan bangsa yang berlangsung di luar jalur fonnal ataupun non formal yang biasa disebut pendidikan dalam keluarga yang tidak ditata dan yang diperoleh tanpa tujuan tertentu melalui pengalaman seumur hidup manusia yang bersangkutan.
Pendidikan informal atau pendidikan dalam keluarga memberikan keyakinan agama, nilai budaya yang mencakup nilai moral dan aturan-aturan pergaulan serta pandangan ketrampilan dan sikap hidup yang mendukung kehidupan masyarakat, berbangsa dan bemegara kepada anggota ke!uarga yang bersangkutan. Oleh karena itu dalam penerimaan peserta didikan tidak dibenarkan adanya perbedaan atas dasar jenis kelamin, agama, ras, suku, la tar belakang sosial dan tingkat kemampuan ekonomi kecuali apabila ada satuan pendidikan yang memiliki kekhususan yang harus diindahkan.
P ASAL DEMI P ASAL
Pasal 1 Cukup jelas
Pasal 2 Cukup jelas
Pasal 3 Dalam fungsinya untuk mengembangkan dan menjamin kelangsungan hidup bangsa, maka pendidikan nasional berusaha untuk mengembangkan daya kemampuan, martabat dan mutu kehidupan manusia Indonesia; memerangi segala kekurangan, keterbelakangan, dan kebodohan memantapkan ketahanan nasional; serta meningkatkan rasa persatuan, dan kesatuan berlandaskan kebudayaan bangsa dan ke Bhinneka Tunggal Ika-an.
Pasal 4 Cukup jelas
Pasal 5 Pasal ini menegaskan bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan. Oleh karena itu, pengaturan pelaksanaan hak tersebut tidak boleh mengurangi arti keadilan dan pemerataan bai setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan.
Pasal 6 Pasal ini memberikan pedoman bahwa pendidikan dasar, mempunyai fungsi untuk mempersiapkan bekal dasar bagi pengembangan kehidupan, sikap, pengetahuan dan keterampilan, yang diperlukan oleh setiap Warga Negara, sekurang-kurangnya setara dengan pendidikan dasar dalam membekali dirinya dengan kemampuan berbahasa Indonesia, membaca, menulis dan berhitung.
Pasal 7 Pendidikan nasional memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada setiap orang untuk memperoleh pendidikan, karena itu, dalam penerimaan peserta didikan tidak dibenarkan adanya pembedaan atas dasar jenis kelamin, agama, suku, ras, latar belakang sosial, dan tingkat kemampuan ekonomi, kecuali dalam satuan pendidikan yang memi!iki kekhususan. Misalnya satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan atas dasar kewanitaan dibenarkan untuk menerima hanya wanita sebagai peserta didik-
19
an dan tidak menerima pria. Sedangkan satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan bagi calon ahli agama tertentu dibenarkan untuk menerima hanya penganut agama yang bersangkutan se bagai pese rta.
Pasal 8 Ayat (1)
Pendidikan khusus disini adalah pendidikan yang disesuaikan dengan kelainan peserta didikan berkenaan dengan cara penyelenggaraan dan/atau isi pendidikan yang bersangkutan.
Ayat (2) Pendidikan khusus di sini adalah pendidikan yang disesuaikan dengan kecerdasan luar biasa peserta didikan berkenaan dengan cara penyelenggaraan dan/ a tau isi pendidikan yang bersangkutan.
Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 9
Ayat (1) Satuan pendidikan dapat terwujud sebagai suatu sekolah, kursus, kelompok belajar, ataupun bentuk lain, baik yang menempati bangunan tertentu maupun yang tidak menempati bangunan tertentu, seperti yang diwujudkan oleh satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan jarak jauh (Universitas Terbuka, dan bentuk-bentuk satuan pendidikan yang sejenis).
Ayat (2) Sekolah biasanya menempati bangunan tertentu sebagian dari bangunan tertentu, bangunan tertentu untuk sebagian saja dari waktu hari-hari sekolah, atau lebih dari pada satu bangunan tertentu. Sekolah bisa juga menyelenggarakan pendidikan dengan para peserta didikan yang berada di luar bangunan satuan pendidikan yang bersangkutan, seperti Sekolah Menengah Terbuka.
Pasal 10
20
Ayat (I) Pendidikan formal adalah pendidikan yang diselenggarakan me!alui prasarana terlembaga seperti sekolah, akademi dan universitas.
Pendidikan ini merupakan pendidikan berurut yang mencakup jangka waktu yang cukup lama dan yang berjenjang. Keberhasilan dalam menjalani pendidikan ini pada tahap-tahap tertentu dilambangkan dengan pemberian ijazah. Pada pendidikan tinggi lulusan program pendidikan tertentu diberi hak untuk menggunakan sebutan keilmuan atau profesional.
Pendidikan non formal adalah pendidikan yang diselenggarakan di luar jalur formal. Meskipun demikian, pendidikan non-formal juga di ta ta dan mempunyai tujuan tertentu yang hendak dicapai.
Pendidikan non-formal dapat juga merupakan pendidikan yang berurut, meskipun belum tentu berjenjang.
Ciri-ciri yang jelas membedakan pendidikan non-formal dengan pendidikan formal adalah keluwesan pendidikan non-formal berkenaan dengan waktu dan lama bela-
B. RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENDIDIKAN NASIONAL
Menimbang
Mengingat
4
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR TAHUN TENT ANG
PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
a. bahwa Undang-undang'. Dasar 1945 mengamanatkan agar Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang;
b. bahwa pembangunan nasional di bidang pendidikan merupakan upaya mencerdaskan kehldupan bangsa dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur, serta memungkinkan para warganya mengembangkan diri masing-rnasing berkenaan dengan aspek jasmaniah, perasaan, sosial, intelektual maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
c. bahwa untuk mewujudkan pembangunan nasional di bidang pendidikan tersebut diperlukan adanya pembinaan, peningkatan dan pengembangan penyelenggaraan pendidikan nasional;
d. bahwa Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1954 ten tang Pemyataan Berlakunya Undang-Undang Norn or 4 Tahun 1950 dari Republik Indonesia Dahulu tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah untuk Seluruh Indonesia, dan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi, serta Undang-undang Nomor 14 PRPS Tahun 1965 tentang Majelis Pendidikan Nasional dan Undang-undang Nomor 19 PNPS Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila, tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan perkembangan pendidikan nasional dewasa ini dalam kenyataannya;
e. bahwa sehubungan dengan hal-hal terse but di atas dan dalam rangka memantapkan ketahanan nasional serta mewujudkan masyarakat maju yang berakar pada kebudayaan bangsa dan persatuan nasional atas dasar Bhineka Tunggal lka yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, perlu ditetapkan Undang-undang tentang Pendidikan Nasional,
1. Pasal 5 ayat ( 1 ), Pasal 20, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 3 2, Pasal 33, dan Pasal 36 Undang-Undang Dasar 1945;
Ayat (2) Pendidikan prasekolah dapat diikuti oleh peserta didikan sebelum memasuki pendidikan sebelum memasuki pendidikan dasar. Pendidikan prasekolah tidak merupakan persyaratan untuk mengikuti di pendidikan dasar.
Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1) Pendidikan dasar pada hakekatnya merupakan pendidikan yang memberikan kemampuan dasar bagi perkembangan kehidupan, baik untuk pribadi maupun untuk masyarakat. Oleh karena itu, setiap warga negara harus diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk memperoleh pendidikan dasar.
Program pendidikan dasar ini dapat disampaikan melalui pendidikan di sekolah · termasuk yang merupakan pendidikan khusus dan/atau pendidikan di luar sekolah.
Pendidikan dasar juga mempersiapkan peserta didikan untuk dapat mengikuti pendidikan menengah. Untuk itu pendidikan dasar diselenggarakan dengan memberikan pendidikan yang meliputi antara lain penumbuhan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, pembangunan watak, sikap dan kepribadian serta pemberian pengetahuan.
Ayat (2) Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Pendidikan menengah umum diselenggarakan untuk mempersiapkan peserta didikan memiliki kemampuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan tinggi.
Pendidikan menengah kejuruan dan pendidikan menengah lain diselenggarakan untuk mempersiapkan peserta didikan buat memasuki Iapangan kerja dalam bidang pekerjaan tertentu.
Pendidikan menengah lain adalah pendidikan yang bukan pendidikan um um dan juga bukan pendidikan kejuruan, seperti pendidikan menengah keagamaan.
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18 Cukup jelas
Pasal 19
22
Ayat (I) Agar para mahasiswa dapat mengembangkan diri sebagai calon-calon tenaga ahli yang tidak hanya mempunyai kemarnpuan untuk memenuhi tun tu tan ihnu pengetahuan dan/atau profesi, tapi juga mempunyai kemampuan untuk menjalankan
peranan yang dituntut oleh agama, masyarakat, bangsa, negara dan lingkungan alamiah, mahasiswa juga diwajibkan mengikuti program mata kuliah dasar umum.
Ayat (2) Akademi menyelenggarakan program pendidikan profesional yang berhubungan dengan satu keahlian terapan tertentu, seperti kemiliteran, kepolisian, kepariwisataan dan bahasa.
Sekolah tinggi menyelenggarakan program pendidikan keilmuan dan profesional yang terdiri dari beberapa jurusan.
Sekolah politeknik menyelenggarakan program profesional dalam beberapa bidang keahlian.
Institut menyelenggarakan program pendidikan akademik atau keilmuan dan profesional dalam suatu bidang ilmu pengetahuan, teknologi, atau kesenian. Institut terdiri dari sejumlah fakultas sedangkan setiap fakultas terdiri dari satu jurusan atau lebih.
Setiap jurusan dapat menyelenggarakan satu atau lebih program study.
Universitas menyelenggarakan program pendidikan keilmuan dan profesional da-. lam berbagai bidang ilmu pengetahuan teknologi, dan kesenian. Universitas terdiri dari berbagai fakultas dan setiap fakultas dapat terdiri dari beberapajurusan. Setiap jurusan dapat menyelenggarakan lebih dari satu program studi.
Suatu satuan pendidikan jenis tertentu dapat tumbuh berkembang sehingga berubah menjadi satuan pendidikan jenis lain, seperti sekolah tinggi menjadi lnstitut dan institut menjadi universitas.
Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 20
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 21 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2) Dengan ketentuan ini maka perguruan tinggi di luar institut dan universitas tidak dapat memberikan sebutan sarjana, melainkan hanya sebutan profesional saja.
Ayat (3) Oleh karena pemberian sebutan magister dan doktor memerlukan persyaratan tertentu, maka hanya institut dan universitas yang telah memenuhi persyaratan itu saja yang dapat menyelenggarakan program dan memberikan sebutan tersebut.
Ayat (4) Berdasarkan ketentuan ini, maka sebutan profesional diberikan oleh akademi, sekolah politeknik dan sekolah tinggi, tetapi dapat pula diberikan oleh ins ti tut dan
23
universitas yang menyelenggarakan pendidikan profesional.
Ayat (5) Sebutan kehorrnatan yang dimaksud dalam pasal ini adalah sebutan kehonnatan yang diberikan kepada mereka yang dianggap telah memberikan jasa yang luar biasa terhadap ilmu pengetahuan dan umat manusia seperti Doktor Kehormatan atau Doktor Honoris Causa. Tidak semua perguruan tinggi, termasuk institut dan universitas diberi hak untuk memberikan sebutan Doktor Kehormatan.
Ayat (6) Cukup jelas
Pasal 22
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Dalam penggunaan sebutan lulusan perguruan tinggi tidak dibenarkan perubahan bentuk sebutan yang bersangkutan, seperti penggantian sebutan yang diperoleh dengan sebutan a tau singkatan sebutan lulusan perguruan tinggi di negeri lain.
Pasal 23
Mengingat keaneka ragaman sistem pendidikan di dunia kita ini, sebutan keilmuan atau profesional yang melambangkan keahlian yang dimi!iki oleh tenaga ahli yang diberi hak menggunakannya belum tentu sama dengan keahlian yang dilambangkan oleh sebutan keilmuan dan profesional yang diberikan oleh perguruan tinggi di Indonesia. Agar supaya masyarakat terhindar dari penggunaan sebutan keilmuan dan profesional yang sesungguhnya terkait pada keahlian yang berbeda daripada yang lazim dilambangkan oleh sebutan-sebutan keilmuan dan profesional lnodnesia, penggunaan sebutan keilmuan atau profesional Indonesia sebagai pengganti sebutan kei!muan atau profesional asing yang diperoleh dari perguruan tinggi di luar nege1i tidak dibenarkan.
Pasal 24
Ayat (1) Pengangkatan guru besar atau profesor pada universitas a tau institut adalah dalan1 usaha pembinaan dan pengembangan ilmu pengetahuan, Pengangkatan guru besar pada sebuah universitas atau institut bukan suatu keharusan, melainkan harus memperhatikan syarat-syarat tertentu, antara lain kemampuan akademik/kei!muan, kepribadian, dan lain-lain. Jadi pengangkatan guru besar bukan senantiasa dikaitkan pada kepangkatan atau senioritas jabatan, tetapi pada kemampuan akademik.
Ayat (2) Cukup jelas dan lihat penjelasan ayat (!)
Ayat (3) Cukup je!as.
Pasal 25
24
Ayat (!) Kebebasan keilmuan, yang lebih dikenal umum sebagai kebeba.San akademik adalah kebebasan yang diberikan kepada para tenaga pendidik dan peneliti di perguruan tinggi untuk melakukan penelitian dan menyampaikan hasil penelitian, yang di-
peroleh sendiri ataupun diperoleh peneliti lain, secara bertanggung jawab. Kebebasan keilmuan diadakan untuk memungkinkan upaya memajukan ilmu pengetahuan demi kemajuan masyarakat dan umat manusia.
Ayat (2) Cukup jelas
Pasal 26
Ayat (1) Sesuai dengan dasar, fungsi, dan tujuannya, pendidikan nasional bersifat terbuka. Sifat itu diungkapkan dengan keleluasaan gerak peserta didikan. Ini merupakan kesempatan yang diberikan kepada peserta didikan untuk mengembangkan bakatnya sesuai dengan kemampuan dan minatnya. Keleluasaan gerak berarti terbukanya kesempatan bagi peserta didikan untuk mengembangkan dirinya melalui jalur pendidikan yang tersedia dan kemungkinan untuk pindah dari satu jalur ke jalur yang lain, atau dari satu jenis ke jenis pendidikan yang lain dalam jenjang yang sama. Dalam pelaksanaan keluasan gerak perlu diperhatikan aspek-aspek proses belajar dan kemampuan sumber daya yang tersedia.
Ayat (2) Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Setiap warga negara diberi kesempatan seluas-luasnya untuk menjadi peserta didikan melalui pendidikan formal ataupun pendidikan non fomrnl. Dengan demikian, setiap warga negara diharapkan dapat belajar pada tahap-tahap mana saja dari kehidupannya dalam mengembangkan dirinya sebagai manusia Indonesia.
Pasal 30
Ayat (l) Cukup jelas.
Ayat (2) Termasuk dalam pengertian pengelola satuan pendidikan adalah kepala sekolah, ketuajurusan, direktur, dekan, rektor, perencana pendidikan.
Ayat (3)
Pasal 31
Dengan ketentuan ini, maka tidak semua tenaga pendidikadalah guru. Guru khusus diangkat untuk itu dan melaksanakan tugas-tugas pendidikan dalam jalur formal. Sedangkan tenaga pendidik meliputi pengertian yang lebih luas, dan meliputi tenaga-tenaga yang melaksanakan tugas-tugas pendidikan dalam jalur nonformal.
Ayat (I) Cukup jelas
25
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 32
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Kewenangan pengaturan pengadaan, pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan tersebut pada dasamya dilakukan terhadap satuan pendidikan yang diadakan oleh Pemerintah. Namun begitu, sejauh diperlukan Pemerintah dapat pula melakukannya bagi kepentingan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.
Pasal 36
Keikutsertaan masyarakat dan orang tua peserta didikan dalam pengadaan dan pcndayagunaan sumber daya pendidikan dapat pula berupa bantuan dalam pembangunan, perluasan, penyewaan, pemeliharaan atau pembelian gedung sekolah yang diadakan oleh Peme1intah dengan ketentuan bahwa hak milik atas gedung yang bersangkutan tetap sepenuhnya berada pada Pemerintah.
Tennasuk dalam pengertian bantuan ini adalah kegiatan dalam penyediaan, perbaikan dan pemeliharaan perabot dan peralatan sekolah bilamana satuan pendidikan yang bersangkutan membutuhkan bantuan tambahan yang belurn dapat disediakan oleh Pernerintah.
Pasal 37
Ayat ( 1) Termasuk dalam pengertian pedoman tersebut antara lain tata cara penyusunan atau penulisan serta penentuan buku-buku pegangan wajib ataupun buku pelengkap.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 38
26
Pendidikan tidak mungkin dapat terselenggara baik bilarnana para tenaga kependidikan maupun para peserta didikan tidak dapat memperoleh bantuan dari sumber belajar yang diperlukan un tuk penyelenggaraan kegia tan belajar mengajar yang be rsangkutan.
Salah satu sumber belajar yang amat pen ting, tapi bukan satu-satunya adalah perpustakaan yang haius memungkinkan para tenaga kependidikan dan para peserta didikan memperoleh kesempatan untuk memperluas dan memperdalam pengetahuan dengan membaca bahan pustaka yang mengandung ilmu pengetahuan yang diperlukan.
Sumber belajar lain adalah misalnya, laboratorium, bengkel, dan fasilitas olahraga. Bagi pendidikan kedokteran tersebut meliputi pula rumah sakit.
Pasal 39
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 40
Kurikulum yang dimaksud adalah kurikulum minimal yang harus diikuti oleh setiap warga negara dalam upaya memperoleh pendidikannya. Akan tetapi, selain kurikulum minimal yang demikian suatu satuan pendidikan dapat juga menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar dengan menambah kurikulum yang bersangkutan dengan kegiatan belajar mengajar lain yang sesuai dengan lingkungan.
Pasal 41
Ayat (1) Penyusunan program belajar mengajar di dalam pendidikan nasional didasarkan atas pedoman yang berlaku secara nasional. Pedoman nasional terdiri dari pokok pokok bahasan sejumlah mata pelajaran tertentu sebagai kurikulum yang berlaku secara nasional, baik dalarn pendidikan sekolah maupun dalarn pendidikan luar sekolah. Di samping itu dimungkinkan pula tarnbahan kurikulum sebagai pedoman kegiatan belajar mengajar yang disesuaikan dengan sifat, keadaan dan kebutuhan lingkungan suatu satuan pendidikan tertentu. Kurikulum tambahan ini dimungkinkan sejauh tidak menyimpang dari tujuan dan jiwa pend.id.ikan nasional.
Ayat (2) Cukup jelas
Pasal 42
Isi kurikulum merupakan bahan kajian, yang berarti bahwa isi kurikulum tidak hanya merupakan bahan yang harus diserap tetapi juga harus ditelaah oleh peserta didikan, baik sendiri-send.iri maupun bersama-sama. Adapun mengenai isi kurikulum tersebut pengelompokannya dijabarkan lebih lanjut seiring dengan usaha penyusunan kurikulum sebagaimana d.imaksud dalam Pasal 41.
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Ayat (1) Pengajaran bahasa daerah ini merupakan bagian daripada pendid.ikan kebudayaan.
27
Ayat (2) Cukup jelas
Pasal 45 Penilaian kegiatan belajar mengajar diadakan untuk membantu perkembangan peserta didikan dalam usaha mencapai tujuan pendidikannya. Oleh karena itu, penilaian disertai dengan usaha bimbingan dan nasihat.
Pasal 46 Tujuan daripada penilaian yang diatur dalam pasal ini adalah untuk mengetahui hasil belajar para peserta didikan suatu jenis dan jenjang pendidikan tertentu dengan menggunakan ukuran yang ditetapkan secara nasional pada akhir masa pendidikannya. Hal ini juga dimaksudkan untuk memperoleh keterangan ten tang mu tu hasil pendidikan pada setiap jenis dan jenjang satuan pendidikan secara nasional.
Pasal 47
Penilaian kurikulum sebagai satu kesatuan diadakan untuk mengetahui kesesuaian kurikulum yang bersangkutan dengan dasar, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional, serta kesesuaian dengan tuntutan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat. Kegiatan penilaian ini merupakan salah satu upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Pasal 48 Ayat (1)
Penilaian meliputi segi-segi administrasi, kelembagaan, tenaga pendidikan, kurikulum, peserta didik, sarana dan prasarana, serta keadaan umum satuan pendidikan baik yang diselenggarakan Pemerintah maupun masyarakat untuk menentukan akreditasi satuan pendidikan dan usaha pembinaan yang diperlukan.
Ayat (2) Cukup jelas
Pasal 49
Ayat (1) Peranserta masyarakat adalah keikutsertaan anggota masyarakat dalam usaha menyelenggarakan pendidikan nasional. Peranserta diberikan seluas-luasnya kepada anggota masyarakat, dan kelompok profesi, untuk mengadakan dan mengembangkan kesatuan dan kegiatan pendidikan, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya.
Ayat (2) . Ayat ini dimaksudkan untuk menghargai setiap penyelenggaraan satuan pendidikan yang dilakukan oleh masyarakat yang merniliki ciri-ciri tertentu, seperti satuan pendidikan yang dilakukan oleh badan-badan keagamaan.
Ayat (3) Termasuk dalam pengaturan tersebut antara lain peran-serta masyarakat dalam membicarakan pemecahan persoalan-persoalan penting yang dihadapi dalam penyelenggaraan pendidikan nasional secara keseluruhan.
Pasal SO
Pengelolaan sistem pendidikan nasional mencakup penafsiran tujuan sistem pendidikan
28
nasional serta pengaturan hubungan antara satuan-satuan dan kegiatan pendidikan agar merupakan satu keseluruhan gerak yang terpadu serta berdayaguna dan berhasilguna dalam upaya mencapai tujuan nasional. Satuan dan kegiatan pendidikan yang merupakan bagian dari sis tern pendidikan nasional diharapkan dapat senantiasa menyesuaikan diri dengan tuntutan perkembangan masyarakat, kebudayaan, ekonomi, sains dan teknologi, pertahanan dan keamanan, hubungan intemasional serta pertumbuhan bangsa dan negara sebagai keseluruhan dengan tetap berpedoman pada dasar dan tujuan pendidikan nasional Indonesia.
Pasal 51
Pengelolaan satuan pendidikan meliputi berbagai aspek, yaitu pengumpulan keterangan, perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, penggerakan, pengawasan, penilaian, serta pengadaan dan penyaluran sumber daya satuan dan kegiatan pendidikan yang bersangkutan.
Pasal 52 Cukup jelas (lihat pula penjelasan Pasal 50)
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
Pasal 55
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
Pasal 56
Ayat {l) Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58 Cukup jelas
Pasal 59 Cukup jelas
Pasal 60 Cukup jelas.
T AMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR
29