repository.unhas.ac.id › ... › 18573 › skripswhit.docx?sequence=4 · web view...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah lembaga
perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah. Sebagai unsur pemerintah daerah
DPRD bertugas untuk membentuk peraturan daerah bersama Pemerintah
(eksekutif). Peraturan Daerah merupakan sarana dalam pelaksanaan
tugas kedua lembaga tersebut, mereka saling bekerja sama satu sama
lain dalam membuat peraturan daerah. Urusan Pemerintahan adalah
kekuasaan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah yang
pelaksanaannya dilakukan oleh aparat penyelenggara Pemerintahan
Daerah untuk melindungi, melayani, memberdayakan, dan
menyejahterakan masyarakat. Pemberian kewenangan ini merupakan
wujud pelaksanaan otonomi daerah.
Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Dalam Penjelasan umum Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan bahwa
penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan
dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan
2
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan daerah otonom. 1
DPRD kabupaten/kota merupakan lembaga perwakilan rakyat
Daerah kabupaten/kota yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah kabupaten/kota. Anggota DPRD kabupaten/kota
adalah pejabat Daerah yang berfungsi untuk melaksanakan tugas legislasi
(pembentukan Perda), fungsi anggaran (budgeting) dan fungsi
pengawasan di Kabupaten/Kota.
Ketiga fungsi tersebut dijalankannya sebagai tugas utamanya
sebagai wakil rakyat. Dalam konteks sebagai representasi rakyat di
Daerah kabupaten/kota, DPRD seyogianya bekerja sesuai dengan
kebutuhan dan kepentingan rakyat, sehingga lahir suatu kebijakan atau
peraturan daerah yang merupakan hasil penjaringan dari aspirasi
masyarakat.2
Salah satu fungsi Dewan Perwaklan Rakyat Daerah adalah fungsi
legislasi. Fungsi legislasi DPRD yang merupakan fungsi untuk membentuk
peraturan daerah bersama Kepala daerah. Dibentuknya peraturan daerah
sebagai bahan pengelolaan hukum di tingkat daerah guna mewujudkan
1 Undang undang No 23 tahun 2014 pasal 1 2 Undang undang 23 tahun 2014 pasal 199
3
kebutuhan-kebutuhan perangkat peraturan perundang-undangan guna
melaksanakan pemerintahan daerah serta sebagai tempat yang
menampung aspirasi masyarakat yang berkembang di daerah.
UU Nomor 23 Tahun 2014 yang kemudian direvisi kembali dalam
Peraturan Pemerintah Pengganti UU 2 Tahun 2015 yang selanjutnya
diundangkan dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Pemerintahan Daerah. Pada pasal 12 menegaskan urusan wajib
pemerintah daerah meliputi pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum dan
penataan ruang, perumahan rakyat dan kawasan permukiman,
ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat dan
sosial menjadi tanggungjawab daerah yang harus mengurusinya.
Keberhasilan melaksanakan urusan tugas tersebut sangat
ditentukan oleh kemampuan eksekutif dan legislatif dalam merencanakan
Perda. Kebijakan ini diharapkan lahir dari proses legislasi yang dapat
berupa hak inisiatif DPRD dan Pemerintah setempat. Lahirnya suatu
perda juga sangat diharapkan adanya peran masyarakat, sehingga
memungkinkan terciptanya perda partisipatif dan kemitraan, bukan hanya
antara pemerintah daerah dan DPRD, tetapi juga dengan masyarakat.
Hubungan kemitraan bermakna bahwa antara Pemerintah Daerah
dan DPRD adalah sama-sama mitra kerja dalam membuat kebijakan
daerah untuk melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan fungsi
masing-masing. Kedua lembaga itu membangun suatu hubungan kerja
4
yang sifatnya saling mendukung bukan merupakan lawan ataupun
pesaing satu sama lain dalam melaksanakan fungsinya. Segala aktivitas
yang dilaksanakan oleh eksekutif berdasarkan pada desain pembangunan
dan alokasi pembiayaan yang memerlukan persetujuan DPRD. Dalam
pelaksanaannya, DPRD melakukan pengawasan, agar tidak terjadi
penyimpangan.
Dalam praktiknya di Kabupaten Soppeng, proses pembuatan perda
tidak jarang menjadi salah satu sumber potensi terjadinya konflik antara
Pemerintah dan DPRD. Dalam bentuk yang lain, hubungan antara kedua
organ atau lembaga daerah ini tidak hanya berpotensi menimbulkan
konflik, tetapi juga dapat berbentuk kolutif yang diwarnai dengan money
politic 3. Bidang-bidang kegiatan yang berpeluang untuk terjadinya money
politic, yaitu penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (RAPBD), penyusunan keuangan DPRD, penyusunan Raperda,
pengawasan oleh DPRD dan pertanggung jawaban Kepala Daerah.
Selama ini, masih sering ditemukan adanya persepsi yang berbeda antara
pihak eksekuif dan legislatif di Kabupaten Soppeng. Hal ini dikhawatirkan
dapat menimbulkan suasana tidak harmonis yang bermuara pada konflik
antar kedua pihak. Dalam hal penyusunan Perda yang mayoritas diinisiasi
oleh pihak Pemda tidak sesuai dengan keinginan DPRD. Penentuan
alokasi anggaran pun sering menghadapi kendala, baik dalam hal proses,
indikator maupun besarannya. Terlebih jika melihat pada mekanisme
3 Miriam Budiarjo. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Politik.Jakarta. Gramedia Pustaka Utama hal 173.
5
pengawasan yang jamak dikeluhkan oleh pihak eksekutif, karena tidak
adanya kesamaan pada fase perencanaan.
Berbagai permasalahan tersebut, disebabkan oleh belum
terbangunnya tata hubungan/mekanisme yang terstruktur dalam
pelaksanaan tugas dan wewenang antara Pemerintah daerah dan DPRD.
Salah satu bentuk dari hubungan antara Pemerintah dan DPRD
Kabupaten atau Kota yaitu dalam proses penyusunan peraturan daerah
yang sering kita kenal dengan istilah Ranperda.
Realitas lainnya adalah muncunya konflik secara internal ditubuh
DPRD.Terjadi ketidakkompakan antara anggota DPRD yang ada di
Kabupaten Soppeng. Konflik ini dipicu hubungan yang kurang harmonis
antara kubu ketua DPRD (A.Patappa Unga ) dan wakil ketua DPRD
(A.Kaswadi Razak).
Selain itu adanya hubungan kekeluargaan antara eksekutif dan
legislatif di Kabupaten Soppeng membuat banyak prasangka yang muncul
tentang bagaimana fungsi pegawasan yang harusnya dilakukan DPRD
mengingat hubungan kekeluargaan yang dimiliki. Bupati Soppeng (H. Andi
Sutomo) dan ketua DPRD (Andi Patappa Unga) terikat dalam hubungan
suami isteri.
Bertitik tolak pada berbagai masalah di atas, maka penulis
tertarik untuk mengambil judul, “Hubungan Eksekutif dan Legislatif
Dalam Pembuatan Peraturan Daerah di Kabupaten Soppeng“
6
1.2 Rumusan Masalah
Mengingat luasnya cakupan masalah yang akan dibahas ,maka
penulis membatasi rumusan ini dengan pertanyaan penelitian sebagai
berikut :
1. Bagaimana hubungan antara eksekutif dan legislatif dalam proses
pembentukan Peraturan Daerah di Kabupaten Soppeng tahun 2015 ?
2. Apa saja faktor yang mempengaruhi hubungan antara eksekutif dan
legislatif dalam proses pembentukan Peraturan Daerah di Kabupaten
Soppeng Tahun 2015 ?
1.3Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan proposal ini berdasarkan rumusan
masalah di atas, yaitu:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis hubungan antara eksekutif dan
legislatif dalam proses pembentukan Peraturan Daerah di Kabupaten
Soppeng tahun 2015.
2. Untuk mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi hubungan antara
eksekutif dan legislatif dalam pembentukan Peraturan Daerah di
Kabupaten Soppeng Tahun 2015.
7
1.4Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan
sumbangan dan bahan pemikiran tentang konsep pengembangan
ilmu pemerintahan.
2. Secara praktis, diharapkan dapat menjadi masukan bagi Pemerintah
daerah Kabupaten Soppeng dalam meningkatkan kerja sama .
3. Manfaat metodologis, hasil dari penelitian ini diharapkan memberi nilai
tambah dan dapat disinergikan dengan penelitian ilmiah lainnya,
khususnya yang mengkaji tentang hubungan eksekutif dan legislatif.
8
BAB II
Tinjauan Pustaka
Dalam membahas dan mengkaji masalah pada penelitian ini,
penulis membutuhkan landasan konsep yang kokoh untuk mendukung
penelitian ini. Landasan konsep tersebut digunakan sebagai alat analisis
terhadap permasalahan yang diangkat. Adapun landasan konsep yang
akan dijelaskan ialah konsep pemerintahan, tugas pokok pemerintahan
(eksekutif dan legislatif), hubungan eksekutif dan legislatif, badan
Peraturan daerah.
2.1Pemerintahan
Konsep pemerintah didefinisikan dalam konteks pemerintahan, yang
oleh Surianingrat diindikatori oleh adanya hubungan yang berlangsung
dalam kerangka pelaksanaan tugas – tugas pemerintahan. Hubungan
yang terjadi adalah hubungan yang berlangsung secara fungsional antara
pemerintah sebagai pemegang kekuasaan dengan rakyat sebagai pihak
yang dikuasai4.
Pada dasarnya pemerintah adalah sekelompok orang yang diberi
suatu kekuasaan legal oleh masyarakat setempat untuk melaksanakan
pengaturan atas interaksi yang terjadi dalam pergaulan masyarakat (baik
antara individu dengan individu, individu dengan lembaga pemerintah,
lembaga pemerintah dengan lembaga pemerintah, lembaga pemerintah
dengan pihak swasta, pihak swasta dengan individu) untuk memenuhi
4 Faried Ali dan Nurlina, Hukum Tata Pemerintahan Heteronom dan Otonom, Refika Aditama, Bandung, 2012, hlm 4
9
kebutuhan dan keperluan hidupnya sehari-hari, sehingga interaksi
tersebut dapat berjalan secara harmonis.5
Pemerintah adalah kekuasaan, tanpa kekuasaan maka pemerintah
tidak punya arti apa-apa6. Kekuasaan yang dimiliki pemerintah harus
memperhatikan substansi penting yaitu sejauhmana pemerintah mampu
mempengaruhi publik memberikan dukungan terhadap kehendak yang
diinginkan. Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan dalam menjalankan
pemerintahan demi mencapai tujuan negara perlu mengadakan
pembagian kekuasaan untuk bertugas menjalankan suatu rangkaian
kegiatan atau aktivitas pemerintahan dalam negara tersebut.
Sebagai pemegang kekuasaan, pemerintah melaksanakan fungsi
pelayanan, pengayoman/pengaturan, dan fungsi pemberdayaan serta
pembangunan yang kesemuanya dilaksanakan dalam rangka pencapaian
tujuan negara yang diisyaratkan oleh konstitusi suatu negara. Fokus
perhatian dalam perwujudan fungsi penyelenggaraan fungsi pemerintahan
tersebut adalah adanya dua pihak yang berinteraksi yaitu pihak yang
menyelenggarakan dan yang menerima hasil penyelenggaraan fungsi
pemerintahan7.
Pemerintahan adalah serangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh
pemerintah dalam rangka melaksanakan fungsinya sebagaimana yang
5 Dharma Setywan S, Manajemen Pemerintahan Indonesia, Djambatan, Jakarta, 2007, hlm 346 Faried Ali. Syamsu Alam dkk, Studi Analisa Kebijakan, Refika Aditama, Bandung, 2012, hlm 87 Op.cit hlm 17
10
telah dinyatakan dalam perundang-undangan negara8. Menurut Ryaas
Rasyid, misi pemerintahan untuk memajukan kehidupan masyarakat
(melalui pelayanan, pemberdayaan, dan pembangunan) hanya dapat
dijalankan dan dicapai jika dalam organisasinya sendiri berlangsung
mekanisme sistem manajemen yang efektif, efisien, dan inovatif.
Kesetiaan kepada misi itu mengharuskan organisasi pemerintahan
memberi keleluasaan kepada para aparaturnya untuk menggunakan
sebaik-baik metode yang mereka kembangkan sendiri.9
Ndraha mengatakan bahwa pemerintah memegang
pertanggungjawaban atas kepentingan rakyat. Lebih lanjut Ndraha juga
mengatakan bahwa pemerintah adalah semua beban yang memproduksi,
mendistribusikan, atau menjual alat pemenuhan kebutuhan masyarakat
berbentuk jasa publik dan layanan civil. Sejalan dengan itu, tugas
pemerintahan adalah untuk melayani dan mengatur masyarakat. Tugas
pelayanan lebih menekankan upaya mendahulukan kepentingan umum,
mempermudah urusan publik dan memberikan kepuasan kepada publik,
sedangkan tugas mengatur lebih menekankan kekuasaan power yang
melekat pada posisi jabatan birokrasi10.
Pelaksanaan fungsi dan tugas pemerintah pada hakikatnya
merupakan penjabaran dari tujuan negara. Kegiatan pemerintah pada
dasarnya berasal dari dimensi-dimensi tujuan negara, dan kalau setiap
8 Dharma Setywan S, Manajemen Pemerintahan Indonesia, Djambatan, Jakarta, 2007, hlm 379 Ibid., hlm viii10 Talidziduhu Ndraha ,Kybernology 1 (Ilmu Pemerintahan Baru),Jakarta: PT. Asdi Mahasatya, 2002. Hal, 69
11
dimensi tujuan negara diuraikan kedalam kegiatan-kegiatan yang dapat
diopresionalkan, maka setidaknya ada 4 (empat) kelompok kegiatan yang
dapat dijabarkan kedalam 4 bidang tugas, yaitu pelindungan bangsa dan
tumpah darah Indonesia, pencerdasan kehidupan bangsa Indonesia,
pensejahteraan bangsa Indonesia dan penciptaan perdamaian dunia yang
abadi11.
2.1.1 Tugas Pokok Pemerintahan
Pemerintah Daerah dan DPRD adalah penyelenggara
pemerintahan daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Dasar 1945. Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim menyatakan
bahwa,
“pembagian kekuasaan berarti “kekuasaan itu memang dibagi-bagi dalam beberapa bagian (legislatif, eksekutif dan yudikatif), tetapi tidak dipisahkan”12.
Hal ini membawa konsekuensi bahwa di antara bagian-bagian itu
dimungkinkan ada koordinasi atau kerjasama”. Artinya, pendapat tersebut
berbeda dengan pendapat Jimly Asshiddiqie yang mengatakan bahwa
“kekuasaan selalu harus dibatasi dengan cara memisah-misahkan kekuasaan ke dalam cabang-cabang yang bersifat checks and balances dalam kedudukan yang sederajat dan saling mengimbangi serta mengendalikan satu sama lain” 13.
11 Faried Ali dan Nurlina, Op cit, hlm 4912 Kusnardi dan Harmaily Ibrahim.Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia. UI Press. Jakarta. 1988. hal: 14013 Asshiddiqie, Jimly. 2006. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI. hal: 58
12
Namun keduanya ada titik kesamaan, yaitu memungkinkan adanya
koordinasi atau kerjasama. Selain itu pembagian kekuasaan baik dalam
arti pembagian atau pemisahan yang diungkapkan dari keduanya juga
mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk membatasi kekuasaan
sehingga tidak terjadi pemusatan kekuasaan pada satu tangan yang
memungkinkan terjadinya kesewenang-wenangan.
Menurut de Montesquieu seorang sarjana hukum berkebangsaan
Perancis yang lahir pada tahun 1689 daam bukunya yang berjudul: L
Esprit de Lois disebutkan bahwa dalam suatu kekuasaan pemerintahan
harus dipisah-pisahkan dalam tiga jenis kekuasaan, baik mengenai fungsi
dan kewenangannya, maupun tentang alat perlengkapannya. Ajaran
Montesquieu tersebut dikenal dengan Trias Politica. Secara singkat isinya
adalah sebagai berikut 14 :
1. Kekuasaan Legislatif (le pouvoir legislatif), yaitu kekuasaan untuk
membentuk undang-undang.Kekuasaan ini dilaksanakan oleh
suatubadan perwakilan rakyat (Parlemen / DPRD).
2. Kekuasaan Eksekutif (le pouvoir executif ), yaitu kekuasaan untuk
melaksanakan undang-undang, mengadakan perdamaian dengan
negara-negara lain, menjaga tertib, menindas pemberontakan dan
lain-lain. Kekuasaan itu dilaksanakan oleh pemerintah (Presiden
atau raja dengan bantuan kabinet).
14 Op.cit hal. 152.
13
3. Kekuasaan Yudikatif (le pouvoir judikatif), yaitu kekuasaan untuk
menjatuhkan hukuman atas kejahatan dan memberikan putusan
apabila terjadi perselisihan antara para warga. Kekuasaan ini
dilaksanakan oleh badan peradilan (Mahkamah Agung, Mahkamah
Konstitusi dan lembaga peradilan lainnya. Indonesia secara eksplisit
tidak menganut ajaran Trias Politica. Hal itu diungkapkan oleh Moh.
Mahmud. MD, bahwa:
“UUD 1945 tidak menganut ajaran trias politica, karena poros-poros kekuasaan di Indonesia tidak hanya terdiri dari tiga melainkan lima, yakni legislatif (presiden dan DPR/DPRD), eksekutif (presiden), yudikatif (Mahkamah Agung), auditif (Badan Pemeriksa Keuangan) dan konsultasi (Dewan Pertimbangan Agung). Disamping kelima lembaga tersebut, masih ada lembaga yang sifatnya suprematif, yakni Majelis Permusyarawatan Rakyat (MPR). Namun demikian, dengan melihat adanya ketiga kekuasaan yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif, sudah jelas bahwa UUD 1945 sangat dipengaruhi oleh ajaran trias politica. Poros-poros kekuasaan Negara yang diletakkan pada posisi yang terpisah mutlak, tetapi dijalin oleh satu hubungan kerjasama fungsional.15
Indonesia menganut doktrin trias politica dalam arti pembagian
kekuasaan, karena pada implementasinya lembaga legislatif, eksekutif
dan yudikatif adalah lembaga yang paling dominan berperan dalam
menyelenggarakan pemerintahan sesuai dengan fungsinya. Diperlukan
kemandirian dari masing-masing lembaga tersebut dan tidak adanya
intervensi satu sama lain. Hal ini penting dilakukan untuk menjaga wibawa
masing-masing lembaga tersebut.
Pemerintah dalam arti luas adalah semua lembaga Negara seperti
diatur di dalam UUD (konstitusi) suatu Negara. Pemerintah dalam arti luas 15 Moh.mahfud. MD. Hukum dan Pilar-pilar Demokratis, Gama Media, Yogyakarta 1999 hal: 296
14
adalah semua lembaga negara yang oleh konstitusi negara yang
bersangkutan disebut pemegang kekuasaan pemerintahan. Hal ini
terdapat misalnya di Indonesia di bawah UUD 1945. Kekuasaan
pemerintahan meliputi fungsi legislatif dan fungsi eksekutif. Pemerintah
dalam arti sempit yaitu lembaga Negara yang memegang kekuasaan
eksekutif saja.16Ryaas Rasyid membagi fungsi pemerintahan menjadi 4
bagian yaitu :
1. Fungsi pelayanan (public service )
2. Fungsi pembangunan (development )
3. Fungsi pemberdayaan ( empowering )
4. Fungsi pengaturan (regulation )17
Menurut Ryaas Rasyid, tujuan utama dibentuknya pemerintahan
adalah menjaga ketertiban dalam kehidupan masyarakat sehingga setiap
warga dapat menjalani kehidupan secara tenang, tenteram dan damai.
Pemerintahan modern pada hakekatnya adalah pelayanan kepada
masyarakat, pemerintahan tidak diadakan untuk melayani dirinya sendiri.
Pemerintah dituntut mampu memberikan pelayanan kepada
masyarakatnya dan menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap
orang dapat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi
mencapai kemajuan.
16 Talidziduhu Ndraha,Op cit, hlm 7417 Afan Gaffar,Syaukani,Ryass Rasyid .Otonomi Daerah.Pustaka Pelajar dan Pusat pengkajian Etika Politik dan Pemerintahan hal 24
15
Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota
dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
daerah. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah -
daerah provinsi. Daerah provinsi itu di bagi lagi atas daerah kabupaten
dan daerah kota. Setiap daerah provinsi, daerah kabupaten dan daerah
kota mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-
undang. Gubernur, Bupati dan Walikota masing – masing sebagai Kepala
Pemerintah Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten dan Daerah Kota dipilih
secara demokratis. Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-
luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang
ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat18.
2.2 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) adalah bentuk lembaga
perwakilan rakyat (parlemen) daerah (provinsi / kabupaten/kota)
di Indonesia yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah bersama dengan pemerintah daerah. DPRD
merupakan mitra kerja kepala daerah (bupati). Sejak diberlakukannya UU
Nomor 32 Tahun 2004 dan selanjutnya di adakan pembaharuan ke UU 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah tidak lagi
bertanggung jawab kepada DPRD, karena dipilih langsung oleh rakyat
melalui pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah.
2.2.1 Fungsi DPRD18 http://id.wikipedia.org/wiki/Pemerintahan_daerah_di_Indonesia Diakses Pada Tanggal 04 november 2015.
16
a) Legislasi, berkaitan dengan pembentukan peraturan daerah
Perda-perda yang aspiratif dan responsif. Dalam arti perda-
perda telah mengakomodasi tuntutan, kebutuhan dan
harapan rakyat. Hal itu tidak mungkin terwujud apabila
mekanisme penyusunan Peraturan Daerah bersifat ekslusif
dan tertutup. Untuk itu mekanisme penyusunan Perda yang
dituangkan dalam Peraturan Tata Tertib DPRD harus dibuat
sedemikian rupa agar mampu menampung aspirasi rakyat
secara optimal.
b) Anggaran, Kewenangan dalam hal anggaran daerah (APBD)
Anggaran belanja daerah (APBD) yang efektif dan efisien,
serta terdapat kesesuaian yang logis antara kondisi
kemampuan keuangan daerah dengan keluaran (output)
kinerja pelayanan masyarakat.
c) Pengawasan, Kewenangan mengontrol pelaksanaan perda
dan peraturan lainnya serta kebijakan pemerintah daerah.
Terdapatnya suasana pemerintahan daerah yang transparan
dan akuntabilitas, baik dalam proses pemerintahan maupun
dalam penganggaran.
Dalam melaksanaan ketiga fungsi yang ideal tersebut,
DPRD dilengkapi dengan modal dasar yang cukup besar
dan kuat, yaitu tugas dan wewenang, alat-alat kelengkapan
DPRD, Hak-hak DPRD/anggota, dan anggaran DPRD yang
17
mandiri. Ketiga fungsi tersebut harus dijalankan dengan
baik/tepat/pantas.
2.2.2 Tugas dan wewenang DPRD
Adapun tugas dan wewenang DPRD adalah membentuk peraturan
daerah bersama kepala daerah. Membahas dan memberikan persetujuan
rancangan peraturan daerah mengenai anggaran pendapatan dan belanja
daerah (APBD) yang diajukan oleh kepala daerah. Melaksanakan
pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan APBD.
Mengusulkan untuk DPRD provinsi, pengangkatan/pemberhentian
gubernur/wakil gubernur kepada Presiden melalui Menteri Dalam
Negeri untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan/pemberhentian.
DPRD kabupaten, pengangkatan/pemberhentian bupati/wakil bupati
kepada Gubernur melalui Menteri Dalam Negeri. DPRD kota,
pengangkatan/pemberhentian wali kota/wakilwali kota kepada Gubernur
melalui Menteri Dalam Negeri.
Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah
dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Memberikan persetujuan
terhadap rencana kerja sama dengan daerah lain atau dengan pihak
ketiga yang membebani masyarakat dan daerah. Mengupayakan
terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang
diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
18
DPRD memiliki hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan
pendapat. Anggota DPRD memiliki hak mengajukan rancangan peraturan
daerah, mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat,
memilih dan dipilih, membela diri, imunitas, mengikuti orientasi dan
pendalaman tugas, protokoler, serta keuangan dan administratif. DPRD
berhak meminta pejabat negara tingkat daerah, pejabat pemerintah
daerah, badan hukum, atau warga masyarakat untuk memberikan
keterangan. Jika permintaan ini tidak dipatuhi, maka dapat dikenakan
panggilan paksa (sesuai dengan peraturan perundang-undangan). Jika
panggilan paksa ini tidak dipenuhi tanpa alasan yang sah, yang
bersangkutan dapat disandera paling lama 15 hari (sesuai dengan
peraturan perundang-undangan)19.
2.3 Hubungan Eksekutif dan Legislatif
Sistem presidensial (presidensil), atau disebut juga dengan sistem
kongresional, merupakan sistem pemerintahan negara republik di mana
kekuasan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasaan
legislatif 20. Sistem pemerintahan dengan bentuk kabinet Presidensial
merupakan kabinet yang menteri–menterinya bertanggung jawab kepada
presiden, agar para menteri tidak berlindung di bawah kekuasaan
presiden apabila melakukan kesalahan. Badan legislatif (perlemen)
19 http://id.wikipedia.org/wiki/Dewan_Perwakilan_Rakyat_Daerah. Diakses Pada Tanggal 04 november 2015.20 http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_presidensial. diakses pada tanggal 14 oktober 2015
19
dengan badan eksekutif (presiden dan menterinya) harus saling
mengawasi secara ketat (checking power with power).
Dalam sistem presidensial, presiden memiliki posisi yang relatif
kuat dan tidak dapat dijatuhkan karena rendah subjektif seperti rendahnya
dukungan politik. Masih ada mekanisme untuk mengontrol presiden. Jika
presiden melakukan pelanggaran konstitusi, pengkhianatan terhadap
negara, dan terlibat masalah kriminal, posisi presiden bisa dijatuhkan. Bila
ia diberhentikan karena pelanggaran-pelanggaran tertentu, biasanya
seorang wakil presiden akan menggantikan posisinya21.
Presidensil cenderung memisahkan kepala eksekutif dari dewan
perwakilan rakyat. Sangat sedikit media tempat di mana eksekutif dan
legislatif dapat saling bertanya satu sama lain. Sesuai dengan ketentuan
Pasal 1ayat (4) Undang-undang No.23 tahun 2014, Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah adalah salah satu alat Daerah disamping Kepala
Daerah .Di dalam penjelasan umum Undang-undang tersebut diterangkan
bahwa :
“Kontruksi yang demikian ini menjamin adanya kerjasama yang serasi antara Kepala Daerah dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk mencapai tertib Pemerintahan di daerah .Dengan demikian ,maka dalam penyelenggaraan Pemerintah Daerah ,ada pembagian tugas yang jelas dan dalam kedudukan yang sama tinggi antara Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yaitu kepala Derah yang memimpin di bidang Eksekutif dan Dewan Perwakian Rakyat Daerah bergerak dalam bidang legislatif”22.
21Op. Cit. http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_presidensial. diakses pada tanggal 14 oktober 201522 Bintan Ragen Saragih ,”Himpunan Undang-Undang Dasar ,Undang-undang dan Beberapa Aturan Lainnya Tentang Pemerintah Daerah Indonesia”,Fakultas Hukum Universitas Katolik Atmajaya ,Jakarta 1984 ,hlm 510-511
20
Berdasarkan penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa tugas
Pokok Kepala Daerah adalah sebagai pelaksana kebijaksanaan Daerah
atau Administrator, sedangkan tugas pokok DPRD adalah menetapkan
kebijksanaan Daerah atau Administrator, se-Daerah. Kebijaksanaan itu di
wujudkan dalam bentuk Peraturan Daerah dan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah. Jadi secara singkat DPRD mempunyai dua fungsi ,yakni :
(1) Sebagai partner Kepala Daerah dalam merumuskan
kebijaksanaan daerah
(2) Sebagai pegawas atau pelaksanaan kebijaksanaan Daerah
yang dijalankan oleh Kepala Daerah .
DPRD sebagai mitra kerja eksekutif, tentu dikaitkan dengan
penyelenggaraan Pemerintahan di daerah, DPRD sebagai mitra eksekutif
bukanlah berarti bekerja sama untuk memenuhi kepentingan masing-
masing pihak dalam arti kepentingan perseorangan, kelompok dan atau
kepentingan partai, akan tetapi semata-mata antar dua lembaga tersebut
dalam mengambil kebijakan – kebijakan yang telah disepakati secara
bersama-sama dapat diimplementasikan untuk kepentingan rakyat di
daerah dan negara. Masing-masing lembaga dalam pelaksanaan
fungsinya bisa saling memahami akan tugas yang melekat pada masing-
masing lembaga tersebut secara proporsional, tanpa saling mencurigai,
membawahi, lebih menonjolkan/mendominasi dan lain sebagainya.
21
Pola hubungan antar Kepala Daerah (eksekutif) dengan DPRD
(legislatif) terdiri dari tiga pola hubungan yang secara realistik dapat
dikembangkan. Ketiga hubungan itu adalah, pertama, bentuk komunikasi
dan tukar menukar informasi. Komunikasi sebagai suatu proses
penyampaian pikiran, perasaan dari seseorang kepada orang lain 23.
Istilah komunikasi (Indonesia) diambil dari perkataan Inggris yaitu
communication. Istilah ini bersumber dari bahasa Latin communis, yang
dalam bahasa Inggris berarti commom, yang dapat diterjemahkan
kedalam bahasa Indonesia yaitu sama24. Berkomunikasi berarti kita
membangun kebersamaan dengan membentuk suatu kontak dalam
perhubungan. Ini berarti individu-individu saling memberi keterangan,
pikiran dan sikap-sikap dalam melakukan hubungan25.
Menurut warther dan Davis bahwa organisasi tidak dapat berdiri
tanpa komunikasi. Komunikasi merupakan suatu cara untuk menghubungi
orang-orang lain dengan perantaraan ide, fakta, pikiran dan nilai dan
merupakan jembatan pengertian diantara orang-orang sehingga mereka
dapat membagi apa yang mereka rasakan dan yang diketahuinya..
Kedua, bentuk kerjasama atas beberapa subjek, program, masalah
dan pengembangan regulasi. Secara etimologi kerjasama berasal dari
bahasa Inggris “Cooperation” yang memiliki arti yang sama yakni
kerjasama. Kerjasama merupakan kegiatan bersama antara dua orang
23 Erliana Hasan. Komunikasi Pemerintahan. Refika Aditama. Jatinangor. 2005. Hal:1724 Abburrachman, Oemi. Dasar-dasar Publik Relations.Alumni. Bandung. 1995. Hal: 56 25 Anwar Arifin. Public Relation . Pustaka Indonesia. Jakarta. 2007. Hal: 33
22
atau lebih untuk mencapai tujuan yang sama. kerjasama kemudian
berkembang dengan munculnya pengertian-pengertian baru yang lebih
kontemporer sesuai dengan pergerakan zaman. Kerjasama pada masa
lalu identik dalam usaha perdagangan, pada masa sekarang kerjasama
menyentuh semua bidang. Baik dalam bidang ekonomi, sosial, maupun
politik.
Kerjasama khususnya dalam bidang politik yaitu antara eksekutif
dan legislatif mencakup segala proses perumusan kebijakan yang ada
pada umumnya dituangkan dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda) yang
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku harus ditetapkan
oleh Pemerintah Daerah (Bupati) bersama DPRD. Hal ini sesuai dengan
pasal 241 UU No. 23 Tahun 2014 : Pembahasan rancangan Perda
dilakukan oleh DPRD bersama kepala Daerah untuk mendapat
persetujuan bersama.
Kedua lembaga ini mempunyai kedudukan yang sederajat dan
memiliki hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi. DPRD
disamping sebagai badan perwakilan rakyat, juga sebagai mitra kerja
eksekutif yang berwenang merumuskan kebijaksanaan dalam
menjalankan pemerintahan. Dari ketentuan diatas tampak bahwa
kehidupan kerjasama yang demokratis di terapkan didaerah.
23
Ketiga, klarifikasi atas berbagai permasalahan. Klarifikasi
merupakan bentuk penjelasan dalam hal pembenaran suatu masalah.
Pada pembahasan pembuatan Perda dibutuhkan klarifikasi agar mampu
mewujudkan hasil keputusan yang maksimal.
DPRD salah satu fungsinya yaitu sebagai pengawasan, memiliki
wewenang dalam hal klarifikasi pendapat atau pembenaran suatu
pernyataan mencakup isi dari perundang-undangan yang digunakan
dalam pembuatan suatu Perda. Hal ini sesuai dengan pasal 20 A ayat (1)
yang berbunyi : DPRD memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran dan
fungsi pengawasan.
Kedua lembaga tinggi daerah yaitu eksekutif dan legislatif saling
berinteraksi untuk mencapai kesepakatan. Namun dalam hal klarifikasi
biasanya dilakukan oleh pihak DPRD (legislatif) yaitu fungsi pengawasan.
Ketiga bentuk hubungan tersebut berbeda-beda dalam peran dan
aktualisasi masing-masing pihak, baik eksekutif maupun Legislatif.
Kolaborasi tersebut hanya mungkin menjadi kenyataan jika dikembangkan
etika yang dapat merefleksikan bahwa DPRD bukan sebagai ancaman
tetapi lembaga yang bekerja untuk kepentingan masyarakat. Sebaliknya
Pemerintah Daerah diharapkan mampu menciptakan suasana kondusif
yang dapat mendorong DPRD bekerja secara independent dan tetap
kritis26.
26Abdullah, Rosali, 2005, Pelaksanaan Otonomi Luas Dengan PemilihanKepala Daerah Secara Langsung, PT. Raja Grafindo Persada,Jakarta. hal: 23
24
Pada prinsipnya urgensi jenis hubungan antara eksekutif dan
legislatif tersebut meliputi hal-hal, yaitu: representasi, anggaran,
pertanggungjawaban, pembuatan peraturan daerah, pengangkatan
sekretaris daerah, pembinaan dan pengawasan. Kesemua hal tersebut
dapat terwujud dan berjalan sebagaimana diharapkan bilamana eksekutif
maupun legislatif memiliki visi bersama yaitu suatu visi yang bukan saja
menyangkut kelembagaan, tetapi juga secara individual mereka merasa
benar-benar terikat (committee), karena hal tersebut mencerminkan visi
pribadi masing-masing.
Hubungan antara Pemerintah Daerah (eksekutif) dan DPRD
(legislatif) dalam konteks tatalaksana penyelenggaraan pemerintahan di
daerah sedikit banyak ikut menentukan terciptanya situasi yang kondusif
bagi keberhasilan program-program pembangunan daerah. Karena itu
pola hubungan yang seimbang antara dua lembaga tersebut perlu terus
menerus ditingkatkan sebagai upaya menjaga stabilitas politik di daerah27.
2.4 Peraturan Daerah
Peraturan Daerah(Legislasi) dalam arti sempit merupakan proses
dan produk pembuatan undang-undang. Legislasi dalam arti luas
termasuk pula pembentukan Peraturan Pemerintah dan peraturan-
27 Ibid hal: 26
25
peraturan lain yang mendapat pendelegasian kewenangan dari undang-
undang (delegation of rule making power by the laws).
Pembentukan peraturan daerah merupakan pekerjaan yang tidak
mudah dan rumit karena hal tersebut harus memiliki kesesuaian antara
kebutuhan daerah dan masyarakat. Namun serumit apapun peraturan,
bagi anggota masyarakat, sejatinya ia tetap bersumber dari relasi-relasi
sosial yang nyata di dalam kehidupan bermasyarakat, dengan demikian
setiap orang berpeluang mempelajari, memahami, dan lantas secara
sadar memilih taat atau membangkang peraturan.28
Berdasar pada pentingnya arti dan rumitnya pembentukan
peraturan daerah agar dapat diterima dan dipahami oleh masyarakat,
maka pembuat peraturan daerah harus memperhatikan beberapa seperti
sebelum membuat peraturan daerah (Perda), pembuat peraturan harus
mengetahui kondisi masyarakat daerah secara menyeluruh (baik tingkat
pendidikannya, daya serap terhadap pengetahuan, tingkat ekonominya
dan gaya bahasa sehari-hari/ bahasa pergaulannya). Pembuat peraturan
harus memiliki komitmen yang tinggi untuk mewujudkan ketertiban hukum
dalam masyarakat, sehingga peraturan yang dibuatnya benar-benar
bertujuan luhur untuk mengayomi masyarakat. Bahasa hukum yang
digunakan harus jelas dan mudah dipahami. Jangan menggunakan
bahasa yang bisa menimbulkan banyak penafsiran, sehingga orang
28 Rival G.A. dkk, 9 Jurus Merancang Peraturan untuk Transformasi Sosial, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, Jakarta, 2007, hlm 151
26
mengartikan sekehendak sendiri. Bahasa yang digunakan harus bisa
diterima secara akal. Apabila dipandang perlu, bisa melibatkan ahli
hukum dari perguruan tinggi.29
Aturan tingkah laku yang mengikat secara umum itu dapat berisi
ketentuan-ketentuan mengenai hak, kewajiban, fungsi, status, atau
tatanan. Ciri mengikat secara umum tersebut merupakan ciri pembeda
dengan keputusan yang bersifat mengikat secara individual dan konkret,
sebagai ciri yang melekat pada keputusan yang berupa
ketetapan/penetapan atau keputusan tata usaha Negara (beschikking).30
Bentuk suatu undang-undang sangat erat kaitannya dengan isinya,
sama halnya dengan menentukan bentuk, maka bentukpun menentukan
isi. Proposisi tersebut berlaku untuk setiap aspek dan bentuk, struktur
kalimat, pilihan kata, sintaksis, tata bahasa, tanda baca31. Sistematika
yang buruk menyumbang pada tidak efektifnya pelaksanaan peraturan.32
Hukum Bambang Palasara menuturkan, Perda mempunyai
kedudukan yang strategis, karena diberikan landasan konstitusional yang
jelas sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (6) Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.33
Menurut Badan Pembinaan Hukum Nasional, Perda memiliki
beberapa fungsi, yaitu:
29 Hamzah Halim dan K. Redindo, Cara Praktis Menyusun dan Merancang Peraturan Daerah, Kencana, Jakarta, 2009, hlm 76-7730Ibid., hlm 5731Ibid, hlm 8632Op.cit , hlm 15133Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pasal 8 ayat 6
27
1. Sebagai instrumen kebijakan untuk melaksanakan otonomi daerah
dan tugas pembantuan sebagaimana amanat UUD RI Tahun 1945
dan Undang-Undang tentang Pemerintah Daerah.
2. Sebagai penampung kekhususan dan keragaman daerah, serta
penyalur aspirasi masyarakat di daerah. Namun, pengaturannya
tetap dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
3. Sebagai alat pembangunan dalam meningkatkan kesejahteraan
daerah.
4. Sebagai peraturan pelaksanaan dari peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi.34
Pada hakekatnya fungsi utama dari legislatif adalah membuat
undang-undang (legislasi), hal ini juga sejalan dengan fungsi-fungsi yang
lain seperti fungsi pengawasan (controlling) juga merupakan bagian fungsi
legislasi, karena dalam menjalankan fungsi pengawasan tentunya terlebih
dahulu melahirkan peraturan perundangan-undangan yang dijadikan
sebagai acuan dalam melakukan pengawasan terhadap pemerintah
dalam menjalankan tugasnya. Begitu juga fungsi anggaran (budgeting)
yang merupakan sebagian dari fungsi legislasi karena untuk menetapkan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) juga ditetapkan
dengan Peraturan Daerah APBD setiap tahun anggaran.35
34Sucy V.M, “Fungsi Perda”, Blogspot diakses dari http://sucyvira.blogspot.com/2012/10/fungsi-perda.html35Arbi Sanit, Perwakilan Politik: Suatu Stdi Awal Dalam Pencarian Analisa Sistem Perwakilan politik di Indonesia, Imu dan Budaya, Edisi 2, tahun V, Jakarta : Penerbit Universitas Nasional1982 , hal. 48-52
28
Proses legislasi atau proses pembentukan peraturan daerah atau
peraturan lainnya merupakan salah satu tugas pemerintah untuk
menciptakan keteraturan dalam masyarakat. Proses legislasi peraturan
daerah merupakan salah satu fungsi dari Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah dan salah satu wewenang kepala daerah sebagaimana yang
terdapat dalam UU RI Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
Inisiatif pembentukan peraturan daerah dapat berasal dari kepala daerah
dan inisiatif berasal dari DPRD dalam rangka pembuatan kebijakan
hukum.Pembuatan kebijakan hukum merupakan tindakan politik sehingga
dalam proses Rancangan Peraturan Daerah terjadi tiga proses
pelaksanaan fungsi sistem politik yaitu fungsi input, fungsi pengolahan
dan fungsi output.36
Penjelasan lain tentang pembentukan peraturan daerah yaitu dalam
UU RI Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan dijelaskan bahwa peraturan daerah adalah
peraturan perudang-undangan yang dibentuk oleh DPRD bersama Kepala
Daerah. Peraturan Daerah merupakan salah satu jenis Peraturan
Perundang-undangan dan merupakan bagian dari sistem hukum nasional
yang berdasarkan Pancasila.
Peraturan Daerah saat ini mempunyai kedudukan yang sangat
strategis karena diberikan landasan konstitusional yang jelas
sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar
36David Easton, A System Analysis of Political Life, New York : John Willey and Sons Inc, 1965, hal. 57-69
29
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi : Pemerintah
daerah berhak menetapkan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan
otonomi dan tugas pembantuan.
Wewenang dalam membuat peraturan daerah terdapat pada
eksekutif (Bupati) dan legislatif (DPRD). Hal ini sejalan dengan kebijakan
otonomi daerah yang diberikan kepada daerah. Dalam UU No 23 tahun
2014, Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan
Republik. Selanjutnya, Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan
urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan
rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan
prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dari uraian
tersebut, diketahui bahwa komponen pemerintahan daerah yakni kepala
daerah sebagai lembaga eksekutif dan Dewan Perwakilan Rakyat sebagai
lembaga legislatif.
Secara umum yang dimaksudkan dengan fungsi legislasi adalah
fungsi untuk membuat peraturan daerah. Hal ini ditegaskan pada pasal
154, UU No 23 Tahun 2014 yang menyatakan bahwa:
a. Membentuk Perda Kabupaten/Kota bersama bupati/wali kota
30
b. Membahas dan memberikan persetujuan rancangan Perda
mengenai APBD kabupaten/kota yang diajukan oleh bupati/wali
kota
c. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan
APBD kabupaten/kota
Pembentukan peraturan daerah merupakan pekerjaan yang tidak
mudah dan rumit karena hal tersebut harus memiliki kesesuaian antara
kebutuhan daerah dan masyarakat. Namun serumit apapun peraturan,
bagi anggota masyarakat, sejatinya ia tetap bersumber dari relasi-relasi
sosial yang nyata di dalam kehidupan bermasyarakat dengan demikian
setiap orang berpeluang mempelajari, memahami, dan lantas secara
sadar memilih taat atau membangkang peraturan.37
Pentingnya arti dan rumitnya pembentukan peraturan daerah agar
dapat diterima dan dipahami oleh masyarakat, maka pembuat peraturan
daerah harus memperhatikan beberapa hal, diantaranya:
1. Sebelum membuat peraturan daerah (Perda), pembuat peraturan
harus mengetahui kondisi masyarakat daerah secara menyeluruh
(baik tingkat pendidikannya, daya serap terhadap pengetahuan,
tingkat ekonominya dan gaya bahasa sehari-hari/ bahasa
pergaulannya).
2. Pembuat peraturan harus memiliki komitmen yang tinggi untuk
mewujudkan ketertiban hukum dalam masyarakat, sehingga
37Op.cit , hlm 151
31
peraturan yang dibuatnya benar-benar bertujuan luhur untuk
mengayomi masyarakat.
3. Bahasa hukum yang digunakan harus jelas dan mudah
dipahami.Bahasa hukum yang digunakan harus memiliki
kemanunggalan arti. Jangan menggunakan bahasa yang bisa
menimbulkan banyak penafsiran, sehingga orang mengartikan
sekehendak sendiri.
4. Bahasa yang digunakan harus bisa diterima secara akal.
5. Apabila dipandang perlu (dan memang begitu sebaiknya), bisa
melibatkan ahli hukum dari perguruan tinggi.
Bentuk suatu undang-undang sangat erat kaitannya dengan isinya,
sama halnya dengan menentukan bentuk, maka bentukpun menentukan
isi. Proposisi tersebut berlaku untuk setiap aspek dan bentuk, struktur
kalimat, pilihan kata, sintaksis, tata bahasa, tanda baca (Seidman, 2001:
253-254).38 Sistematika yang buruk menyumbang pada tidak efektifnya
pelaksanaan peraturan.39
Hukum Bambang Palasara menuturkan, Perda mempunyai
kedudukan yang strategis, karena diberikan landasan konstitusional yang
jelas sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (6) Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.40 Menurut Kapusluhkum Badan
Pembinaan Hukum Nasional, Perda memiliki beberapa fungsi, yaitu:
38Ibid, hlm 8639Rival G.A. dkk, 9 Jurus Merancang Peraturan untuk Transformasi Sosial, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, Jakarta, 2007, hlm 15140Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pasal 8 ayat 6
32
1. Sebagai instrumen kebijakan untuk melaksanakan otonomi daerah
dan tugas pembantuan sebagaimana amanat UUD RI Tahun 1945
dan Undang-Undang tentang Pemerintah Daerah.
2. Sebagai penampung kekhususan dan keragaman daerah, serta
penyalur aspirasi masyarakat di daerah. Namun, pengaturannya
tetap dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
3. Sebagai alat pembangunan dalam meningkatkan kesejahteraan
daerah.
4. Sebagai peraturan pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi.41
Proses penahapan pembentukan suatu UU atau perda dapat diurut
sebagai berikut:
a) Tahap Perencanaan
Tahap pertama pembentukan UU atau perda (provinsi
maupun kabupaten/kota) pada dasarnya adalah sama, yakni
diawali dengan tahap perencanaan yang dituangkan dalam bentuk
program legislasi. Untuk program pembentukan undang-undang
disebut program legislasi nasional (Prolegnas), sedangkan untuk
41Sucy V.M, “Fungsi Perda”, Blogspot diakses dari http://sucyvira.blogspot.com/2012/10/fungsi-perda.html
33
program pembentukan perda disebut program legislasi daerah
(Prolegda) provinsi, kabupaten/kota.
Program legislasi nasional (Prolegnas) adalah instrument
perencanaan program pembentukan Undang-undang yang disusun
secara berencana, terpadu dan sistematis sedangkan program
legislasi daerah (Prolegda) adalah instrument perencanaan
pembentukan peraturan daerah yang disusun secara berencana,
terpadu dan sistematis.
Menurut Bagir Manan ada 3 landasan yang digunakan
dalam membentuk / membuat sebuah Perda agar menciptakan
hasil yang tangguh dan berkualitas, landasan - landasan tersebut
adalah :
1) Landasan Filosofis
Landasan Filosofis adalah uraian yang memuat tentang
pemikiran terdalam yang harus terkandung dalam Perda
dan pandangan hidup yang mengarahkan pembuatan
Perda. Pemikiran terdalam dan pandangan hidup
tercermin dalam peraturan perundang-undangan dan
nilai-nilai pancasila. Landasan Filosofis / filsafat /
pandangan / ide yang menjadi dasar sewaktu
menuangkan hasrat dan kebijakan (pemerintah) ke
dalam suatu rencana atau draft peraturan negara. Suatu
rumusan perundang-undangan harus mendapat
34
pembenaran (recthvaardiging) yang dapat diterima dan
dikaji secara filosofis. Pembenaran itu harus sesuai
dengan cita-cita dan pandangan hidup masyarakat yaitu
cita-cita kesusilaan (idée der eedelijkheid). 42
2) Landasan Yuridis Landasan Yuridis adalah uraian
tentang ketentuan – ketentuan hukum yang harus
menjadi acuan dalam pembentukan Perda. Landasan
yuridis merupakan ketentuan hokum yang menjadi dasar
kewenangan (bevoegheid, competentie) pembuat
peraturan perundang – undangan. Apakah kewenangan
pejabat atau badan mempunyai dasar hukum yang
ditentukan dalam perundang – undangan atau tidak. Hal
ini sangat penting untuk disebutkan dalam perundang –
undangan karena seorang pejabat / suatu badan tidak
berwenang (onbevogheid) mengeluarkan aturan.
Landasan ini dibagi menjadi 2 (ydua) yaitu :
Dari segi formil landasan ini memberikan
kewenangan bagi instansi tertentu untuk
membuat peraturan tertentu.
Dari segi materiil sebagai dasar hukum untuk
mengatur hal – hal tertentu.
Landasan Yuridis berdasarkan penyusunan peraturan
perundang-undangan meliputi 3 hal yaitu :42 Budiman NPD, Ilmu Pengantar Perundang-undangan UII Press Yogyakarta, 2005. Hal: 33
35
Kewenangan dari pembuat perundang-undangan
Kesesuaian bentuk dan jenis peraturan
perundang-undangan dengan materi yang diatur.
Keharusan mengikuti tata cara tertentu
pembuatan perundang-undangan.
Dalam suatu perundang-undangan, landasan Yuridis ini
ditempatkan pada bagian konsideran “mengingat”.
3) Landasan Sosiologis
Landasan Sosiologi adalah bahwa Perda harus
mencerminkan kenyataan hidup dalam masyarakat,
sehingga Perda yang dibentuk dapat diterima
masyarakat, mempunyai daya laku efektif dan tidak
banyak memerlukan pengerahan institusi/penegak
hukum dalam melaksanakannya. Landasan Sosiologis
merupakan suatu peraturan perundang-undangan yang
dibuat yang harus dapat dipahami oleh masyarakat
sesuai dengan kenyataan hidup. Ini berarti bahwa hukum
yang dibentuk harus sesuai dengan hukum yang hidup
(the living law) dalam masyarakat.43
Dalam kondisi demikian inilah maka perundang-undangan
tidak mungkin lepas dari gejala-gejala sosial yang ada
dimasyarakat. Dengan melihat kondisi sosial yang terjadi di
43 Rosyidi Ranggawijaya dikutip oleh Soimin, Pembentukan Peraturan Negara di Indonesia, Jakarta, 2010
36
masyarakat dalam rangka penyusunan suatu perundang-undangan
maka tidak begitu banyak lagi pengarahan institusi kekuasaan
dalam melaksanakannya.
b) Tahap Perancangan
1. Perumusan :
a. Perumusan Ranperda dilakukan dengan mengacu pada
naskah akademik;
b. Hasil naskah akademik akan menjadi bahan pembahasan
didalam rapat konsultasi; dan
c. Pembahasan di dalam rapat konsultasi adalah untuk
memantapkan konsepsi terhadap ranperda yang
direncanakan pembentukannya secara menyeluruh
(holistis).
d. Pembentukan Tim Asistensi.
Tim asistensi dibentuk guna membahas/ menyusun
materi ranperda dan melaporkannya kepada kepala
daerah dengan segala permasalahan yang dihadapi.
e. Konsultasi Ranperda dengan pihak-pihak terkait
f. Persetujuan Ranperda oleh kepala daerah.
c) Tahap Pembahasan
Pada tahap pembahasan, Ranperda dibahas oleh DPRD
dengan Gubernur, Bupati/walikota untuk mendapatkan persetujuan
37
bersama. Sebagaimana diketahui Ranperda dapat berasal dari
DPRD dan dapat pula berasal dari inisiatif kepala daerah.
Pembahasan rancangan peraturan daerah lebih dikenal
dengan tahap pembicaraan rancangan peraturan daerah
merupakan salah satu tahap pembuatan peraturan daerah.
Pembahasan rancangan peraturan daerah dilakukan setelah tahap
rancangan peraturan daerah telah disetujui dan telah layak dibahas
pada sidang paripurna.
d) Tahap Pengundangan
Undang-undang atau perda yang telah ditetapkan,
selanjutnya diundangkan dengan menempatkannya didalam
lembaran daerah oleh sekertaris daerah, sedangkan penjelasan
perda dicatat didalam tambahan lembaran daerah oleh sekretaris
daerah, atau oleh kepala biro hukum/ kepala bagian hukum.
e) Tahap Sosialisasi
Meskipun Perda telah diundangkan didalam lembaran
daerah, namun belum cukup menjadi alasan untuk menganggap
bahwa masyarakat telah mengetahui eksistensi perda tersebut.
Oleh karena itu, Perda yang telah disahkan dan diundangkan
tersebut harus pula disosialisasikan.
f) Tahap Evaluasi
38
Untuk dapat mengetahui sejauh mana pengaruh sebuah
Perda setelah diberlakukan, maka perlu dilakukan evaluasi. Melalui
evaluasi akan dapat diketahui kelemahan dan kelebihan Perda
yang sedang diberlakukan, yang selanjutnya guna menetukan
kebijakan-kebijakan, misalnya apakah perda tetap dipertahankan
atau perlu direvisi44. Pembentukan peraturan daerah merupakan
kewenangan kepala daerah bersama-sama DPRD.
Gambar 1. Tahap pembentukan PERDA
Gambar 1.Alur penetapan Perda
Berdasarkan ketentuan didalam Keputusan Menteri Dalam Negeri
dan Otonomi Daerah Nomor 53 Tahun 2011 tentang Prosedur
Penyusunan Hukum Daerah menyatakan bahwa inisiatif pembentukan 44Hamzah Halim dan K. Redindo, Cara Praktis Menyusun dan Merancang Peraturan Daerah, Kencana, Jakarta, 2009, hlm 98-102
TAHAP PERENCANAAN TAHAP PERANCANGAN TAHAP PEMBAHASAN
TAHAP PENGUNDANGANTAHAP SOSIALISASITAHAP EVALUASI
39
peraturan yang berasal dari kepala daerah dilakukan oleh sekretariat
daerah atau biro/bagian hukum dengan mekanisme berikut ini:
1. Rancangan peraturan daerah disusun oleh pimpinan unit
kerja berkaitan dengan materi muatan yang akan diatur
dan rancangan peraturan daerah dapat dibentuk tim
antar-unit kerja dimana ketua tim berasal dari pimpinan
unit kerja yang ditunjuk oleh kepala daerah.
2. Konsep rancangan peraturan daerah yang dilakukan oleh
unit kerja harus dilampiri dengan pokok-pokok pikiran
yang terdiri dari: maksud dan tujuan pengaturan, dasar
hukum, materi yang akan diatur, dan keterkaitan dengan
peraturan perundang-undangan yang lain.
3. Konsep yang telah disusun oleh kerja disampaikan
kepada sekretariat daerah melalui bagian hukum,
kemudian sekretariat daerah menugaskan kepada biro/
bagian hukum untuk melakukan harmonisasi materi dan
sinkronisasi pengaturan.
4. Biro hukum atau bagian hukum akan mengundangkan
pimpinan unit kerja maupun unit kerja yang lain untuk
menyempurnakan konsep peraturan daerah yang
diajukan.
5. Biro/bagian hukum menyusun penyempurnaan (konsep
final) untuk diteruskan kepada kepala daerah kemudian
40
kepala daerah mengadakan pemeriksaan dengan dibantu
sekretaris daerah.
6. Konsep rancangan peraturan daerah yang telah disetujui
oleh kepala daerah berubah menjadi rancangan peraturan
daerah.
7. Rancangan peraturan daerah disampaikan kepala daerah
kepada ketua DPRD disertai pengantar untuk
memperoleh persetujuan dewan.45
Berdasar pada ketentuan Pasal 1 angka 1 UU Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, menyatakan
bahwa Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mencakup tahap
perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan
dan pengundangan. Tahapan tersebut adalah prosedur baku yang harus
dilewati oleh setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
termasuk Peraturan Daerah.
Peraturan Pemerintah No.16 tahun 2010 tentang penyusunan
peraturan DPR tentang tata tertib DPRD. PeRmendagri No.1 tahun 2011
tentang produk hukum daera . Peraturan pemerintah 79 tahun 2005
tentang pembinaan dan pengawasan daerah. Sementara tata cara
penyusunan rancangan peraturan daerah yang berasal dari inisiatif DPRD
diatur di dalam peraturan tata tertib DPRD. Misalnya, pasal 21 Keputusan
45Ibid.,hlm 51
41
DPRD Kabupaten Sopppeng Nomor 09 tahun 2009 tentang Peraturan
Tata Tertib DPRD Kabupaten Soppeng menyatakan bahwa:
1. Sekurang-kurangnya 5 (lima) orang Anggota DPRD terdiri yang
berasal lebih dari 1 (satu) fraksi dapat mengajukan suatu usul
prakarsa Rancangan Peraturan Daerah;
2. Usul Prakarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
disampaikan kepada Pimpinan DPRD dalam bentuk Rancangan
Peraturan Daerah disertai Naskah Akademik;
3. Pimpinan DPRD menyampaikan usul prakarsa sebagaimana
dimaksud ayat (2) kepada Badan Legislasi untuk diproses sesuai
dengan tugasnya;
4. Hasil proses dari Badan Legislasi sebagaimana dimaksud ayat
(3) disampaikan kepada Pimpinan DPRD untuk disampaikan
dalam Rapat Paripurna setelah mendapatkan pertimbangan dari
Badan Musyawarah;
5. Dalam rapat Paripurna para pengusul diberi kesempatan
memberikan penjelasan atas usul sebagaimana dimaksudkan
pada ayat (2);
6. Usul Prakarsa tersebut sebelum diputuskan menjadi prakarsa
DPRD, para pengusul dapat mengajukan perubahan dan/atau
mencabutnya kembali;
7. Pembicaraan diakhiri dengan Keputusan DPRD yang menerima
atau menolak usul prakarsa menjadi prakrsa DPRD;
42
8. Tata cara pembahasan Rancangan Peraturan Daerah atas
prakrsa DPRD mengikuti ketentuan yang berlaku dalam
pembahasan Rancangan Peraturan Daerah atas prakrsa
Bupati.46
Dalam pembentukan peraturan daerah, penetapan rancangan
peraturan daerah merupakan tahap pengambilan keputusan terbentuknya
suatu peraturan daerah. Rancangan peraturan daerah yang telah disetujui
pada tahap pembahasan, disampaikan kembali oleh pimpinan DPRD
kepada kepala daerah untuk ditetapkan sebagai peraturan daerah.47
Dalam UU RI Nomor 23 tahun 2014 menjelaskan bahwa rancangan
Perda yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Kepala Daerah
disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada kepala daerah untuk ditetapkan
menjadi Perda. Penyampaian Ranperda dilakukan dalam jangka waktu
paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.
Selanjutnya, Ranperda ditetapkan oleh kepala daerah dengan paling lama
30 (tiga puluh) hari sejak rancangan Perda disetujui bersama oleh DPRD
dan Kepala Daerah. Jika Kepala Daerah tidak menandatangani Ranperda
yang telah disetujui, Ranperda tersebut sah menjadi Perda dan wajib
diundangkan dalam lembaran daerah.
46Keputusan DPRD Kabupaten Sopppeng Nomor 09 tahun 2009 tentang Peraturan Tata Tertib DPRD Kabupaten Soppeng, pasal 2147Hamzah Halim dan K. Redindo, Cara Praktis Menyusun dan Merancang Peraturan Daerah, Kencana, Jakarta, 2009, hlm 52
43
2.5 Kerangka Konsep
Hubungan eksekutif dan legislatif dalam pengambilan keputusan di
daerah sangat penting dalam menetapkan Perda. Dibutuhkan kerjasama
yang baik antara pemerintah dan anggota DPRD, mulai dari tahap
perencanaan, tahap perancangan, tahap pembahasan, tahap
pengundangan, tahap sosialisasi dan tahap evaluasi yang ada di
kabupaten/kota.
Tahap perencanaan adalah tahap pertama pembentukan UU atau
perda (Kab/kota) dengan membuat naskah akademik .Dalam
perancangan, rumusan Ranperda dibuat dengan mengacu pada naskah
akademik. Tahap pembahasan Ranperda dibahas oleh DPRD dengan
Bupati untuk mendapatkan persetujuan bersama.Tahap perundangan,
peraturan daerah yang telah ditetapkan selanjutnya diundangkan dengan
menempatkannya di dalam lembaran daerah oleh sekertaris daerah.
Tahap sosialisasi, meskipun telah diundangankan masyrakat belum tahu
eksistensi perda tersebut. Maka dari itu harus pula disosialisasikan. Tahap
44
evaluasi dibutuhkan untuk melihat sejauh mana pengaruh sebuah Perda
setelah diberlakukan.
Pembentukan peraturan daerah dipengaruhi oleh berbagai faktor,
baik pendukung maupun penghambat. Pengaruh pendukung dapat
berupa partisipasi eksekutif dan legislatif dalam sidang, komunikasi
eksekutif dan legislatif dan tingkat pendidikan dan pengalaman DPRD
sedangkan pengaruh penghambat dapat berupa sumber daya manusia,
komunikasi internal eksekutif, tarik menarik kepentingan dan situasi politik
yang tidak stabil.
Dinamika yang terjadi dalam proses pembentukan peraturan
daerah merupakan salah satu proses pembelajaran dan pendewasaan
bagi pemerintah daerah terhadap perannya dalam proses pembentukan
peraturan daerah. Perda merupakan instrumen kebijakan yaitu sebagai
alat untuk meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat
di daerah yang harus mencerminkan kebutuhan masyarakat sesuai
dengan potensi dan karakteristik daerah serta dapat memenuhi tuntutan
terciptanya anggaran daerah yang berorientasi pada kepentingan dan
akuntabilitas publik.
Dinamika dalam proses pembahasan akan menjadi pembelajaran
terhadap kedua pihak eksekutif dan legislatif untuk sama sama belajar
dan introspeksi diri, bukan menjadi ajang persaingan kekuasaan antara
kedua belah pihak, perda yang di hasilkan juga diharapkan akan
dirasakan oleh semua lapisan masyrakat.Dari penjelasan di atas skema
45
penulisan dapat digambarkan dalam gambar kerangka konseptual
sebagai berikut:
Eksekutif
Faktor yang berpengaruh
Faktor pendukung: Faktor Penghambat :
a.Partisipasi eksekutif& legislaif a.Sumber Daya Manusia
b.Komunikasi eksekutif dan legislatif b.Komunikasi Internal eksekutif
c. Tingkat pendidikan dan pengalaman c. Tarik menarik kepentingan
DPRD d. Situasi politik yang tidak stabil
Proses Legislasi
Perencanaan : Naskah Akademik dan Rancangan Perda
Pembahasan dan Penetapan Perda
Legislatif
46
Gambar 2 .Kerangka Konsep
BAB III
METODE PENELITIAN
Garis besar yang terdapat dalam bagian ini, diantaranya lokasi
penelitian, latar penelitian, metode dan dasar penelitian yang digunakan,
sumber data, teknik pengumpulan data, informan penelitian yang akan
menjadi nara sumber dalam penelitian serta teknik analisis data yang
digunakan sebagai tindak lanjut untuk mengolah data yang telah
didapatkan di lapangan menjadi data yang lebih rinci, jelas, sehingga
tujuan penelitian dapat tergambar lebih jelas. Dasar penelitian yang
menggunakan metode studi kasus
bertujuan untuk mengumpulkan dan
menganalisa suatu proses tertentu terkait fokus penelitian ini sehingga
dapat menemukan ruang lingkup tertentu. Studi kasus adalah salah
satu metode penelitian dalam ilmu sosial.
Peraturan Daerah
47
Studi kasus adalah suatu strategi riset, penelahaan empiris yang
menyelidiki suatu gejala dalam latar kehidupan nyata. Strategi ini dapat
menyertakan bukti kualitatif yang bersandar pada berbagai sumber dan
perkembangan sebelumnya dari proposisi teoritis. Penelitian dengan
subjek tunggal memberikan kerangka kerja untuk membuat inferensi dari
data studi kasus kualitatif.48
3.1Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini berlokasi di wilayah Kabupaten Soppeng dengan
pertimbangan bahwa dalam proses pembuatan peraturan daerah di
Kabupaten Soppeng seringkali terjadi dinamika antara pemerintah daerah
dan DPRD, hal ini dapat dilihat adanya tarik menarik kepentingan serta
komunikasi yang kurang lancar di Kabupaten Soppeng.
3.2 Tipe Penelitian
Tipe yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe deskriptif.
Tipe penelitian ini akan memberikan data tentang hubungan eksekutif dan
legislatif dalam pembuatan peraturan daerah di Kabupaten Soppeng.
3.3 Metode dan Dasar Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah metode
penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif digunakan untuk 48Salam Soejono dan abdurrahman. Metode penelitian, suatu pemikiran dan penerapan. Jakarta: Rieneka cipta, 1999, hal. 22
48
mengetahui lebih jelas proses legislasi peraturan daerah yang dilakukan
oleh pemerintahan daerah Kabupaten Soppeng.
Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif yaitu berawal pada
data dan bermuara pada kesimpulan49. Metodologi penelitian kualitatif
sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data dan deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
diamati.
Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat gambaran secara
sistematis, faktual dan akurat dari fenomena yang ada, atau hubungan
antara fenomena yang diteliti tanpa adanya perlakuan khusus.Sehingga
diharapkan penggunaan metode tersebut dapat memberikan gambaran
faktual tentang proses legislasi peraturan daerah DPRD Kabupaten
Soppeng dengan mengetahui faktor yang mempengaruhinya.Dasar
penelitian yang digunakan adalah metode studi kasus. Pada
pelaksanaannya, studi kasus diarahkan untuk mengkaji kondisi, kegiatan,
perkembangan serta faktor-faktor penting yang terkait dan menunjang
kondisi perkembangan tersebut. Dasar penelitian yang menggunakan
metode studi kasus bertujuan untuk mangumpulkan dan menganalisa
suatu proses tertentu terkait fokus penelitian, sehingga dapat menemukan
ruang lingkup tertentu. Sasaran atau obyek penelitian dibatasi agar data
yang diambil dapat digali sebanyak mungkin serta agar penelitian ini tidak
49 Metodologi Penelitian.http://aresearch.upi.edu/operator/upload/s_ktp_053662_chapte3.pdf.
49
dimungkinkan adanya pelebaran obyek penelitian oleh karena itu, maka
kredibilitas dari peneliti sendiri menentukan kualitas dari penelitian ini.
3.4Sumber Data
3.4.1 Data Primer
Data primer yakni data yang di peroleh dari:
a) Hasil observasi visual, dilakukan untuk mengetahui kondisi
keberadaan Pemerintahan Daerah di Kabupaten Soppeng
b) Hasil wawancara, dilakukan pada responden baik itu dari
pihak aparat atau pejabat pemerintah daerah sebagai
lembaga eksekutif dan DPRD sebagai lembaga legislatif.
Tujuan akhir yang ingin dicapai adalah memperoleh,
menganalisis hubungan pemerintahan daerah baik itu
pemerintah daerah (eksekutif) maupun DPRD (legislatif)
sebagai mitra dalam proses pembuatan peraturan daerah di
Kabupaten Soppeng.
50
3.4.2 Data Sekunder
Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen-
dokumen, catatan-catatan, laporan - laporan, maupun arsip - arsip resmi
yang diperoleh dari pemerintah daerah dan DPRD Kabupaten Soppeng
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Berikut ini adalah teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian. Teknik – teknik tersebut meliputi : Observasi, Interview
(wawancara), studi pustaka, dokumentasi, informan penelitian
1) Observasi yaitu pengumpulan data dalam kegiatan penelitian yang
dilakukan dengan mengamati kondisi yang berkaitan dengan obyek
penelitian.
2) Interview atau wawancara mendalam (in dept interview) yaitu
mengadakan wawancara dengan informan yang bertujuan untuk
menggali informasi yang lebih mendalam tentang berbagai aspek
yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.
3) Studi Pustaka yaitu bersumber dari hasil bacaan literatur atau
buku-buku atau data terkait dengan topik penelitian. Ditambah
penulusuran data online, dengan pencarian data melalui fasilitas
internet.
4) Dokumentasi yaitu arsip-arsip, laporan tertulis atau daftar inventaris
yang diperoleh terkait dengan penelitian yang dilakukan.
Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variable
51
yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah,
prasasti, notulen rapat, legger, agenda, dan sebagainya.
5) Informan adalah orang-orang yang betul paham atau pelaku yang
terlibat langsung dengan permasalahan penelitian. Informan dalam
penelitian ini dipilih karena paling banyak mengetahui atau bahkan
terlibat langsung dalam kerjasama pemerintahan daerah dalam
pembuatan peraturan daerah di Kabupaten Soppeng.
Pemilihan informan dalam penelitian ini dengan cara purposive
sampling. Teknik penarikan sampel secara subjektif dengan maksud atau
tujuan tertentu, yang mana menganggap bahwa informan yang diambil
tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitian yang akan
dilakukan Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah:
1. Bupati Kabupaten Soppeng.
2. Sekretaris Daerah Kabupaten Soppeng.
3. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten
Soppeng.
4. Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten
Soppeng.
5. Kepala bagian hukum dan perundang – undangan DPRD
Kabupaten Soppeng.
52
6. Kepala bagian perundang - undangan sekertariat Dewan
Perwakilan Dakyat Daerah Kabupaten Soppeng.
7. Pimpinan Fraksi Parpol
8. Ketua – Ketua Fraksi DPRD Kabupaten Soppeng
3.6 Definisi Operasional
Setelah beberapa konsep diuraikan dalam hal yang berhubungan
dengan kegiatan ini, maka untuk mempermudah dalam mencapai tujuan
penelitian disusun defenisi operasional yang dijadikan acuan dalam
penelitian ini antara lain :
1. Pemerintah daerah (eksekutif) dan DPRD (legislatif) adalah
lembaga yang melaksanakan proses pembuatan peraturan
daerah di Kabupaten Soppeng . Dalam hal ini membahas
hubungan antara :
a) Eksekutif : Bupati Kabupaten Soppeng, Sekertaris
Daerah Kabupaten Soppeng, kepala bagian bagian
hukum dan perundang – undangan Kabupaten
Soppeng.
b) Legislatif : Pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten Soppeng.
2. Faktor yang mempengaruhi, yang dimaksud dalam hal ini
adalah segala sesuatu yang menjadi tantangan dan
hambatan pemerintah daerah dalam proses pembuatan
peraturan daerah Kabupaten Soppeng. Baik itu dinamika
53
maupun hal-hal lain yang berpengaruh dalam hubungan
eksekutif dan legislatif dalam pembentukan peraturan
daerah seperti sumber daya manusia pemerintah daerah
(eksekutif) dan DPRD (legislatif), alat kelengkapan,
komunikasi serta proses tarik menarik kepentingan yang
sifatnya individual yang tidak berkaitan dengan kepentingan
pembentukan perda.
3.7 Analisis Data
Analisis data adalah proses penyempurnaan data kedalam bentuk
yang lebih mudah dibaca. Teknik analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teknik analisis kualitatif yang bertujuan untuk
menggambarkan secara sistematis fakta dan data yang diperoleh serta
hasil penelitian, baik dari hasil studi lapang maupun studi literature untuk
memperjelasgambaran hasil penelitian. Tahapan analisis data yang
dilakukan oleh penulis, yaitu:
1. Pengelompokan Data Tahapan ini merupakan tahapan awal
yang dilakukan oleh penulis dalam rangkaian analisis data,
untuk mengelompokkan hasil temua, diantaranya hasil
wawancara dari setiap informan, hasil studi pustaka yang
dilakukan dan dokumen yang diperoleh penulis.
54
2. Reduksi Data pada tahap ini penulis melakukan proses
pengumpulan data mentah, dengan menggunakan alat
seperti alat perekam, catatan lapangan serta observasi yang
dilakukan penulis selama berada di lokasi penelitian. Pada
tahapan ini penulis sekaligus melakukan proses
penyeleksian, penyederhanaan, pemfokusan data dari
catatan lapangan dan transkrip hasil wawancara. Proses
tersebut berlangsung selama proses penelitian dengan
melakukan pengelompokan data, pemusatan tema, serta
menentukan batas-batas permasalahan. Pada tahap
selanjutnya yaitu penulis melakukan transkrip data untuk
merubah data hasil wawancara dan catatan lapangan dalam
bentuk tulisan yang lebih teratur dan sistematis. Setelah
seluruh data diubah dalam bentuk tertulis, penulis
melakukan pengkategorisasian agar data yang diperoleh
lebih sederhana sesuai dengan kebutuhan penelitian yang
merupakan suatu kesimpulan sementara. Pada tahap
selanjutnya, penulis melakukan check and recheck antara
satu sumber data dengan sumber data yang lainnya untuk
meningkatkan validitas data yang diperoleh. Menurut penulis
reduksi data sangat diperlukan sebagai tahap awal analisis
yang akan menyeleksi, mempertegas, memfokuskan fokus
hasil penelitian sehingga menghasilkan sebuah kesimpulan.
55
3. Analisis Isi tahapan analisis dilakukan berdasarkan hasil
reduksi data penelitian untuk mendapatkan tingkat
perbedaan dan hubungan atau korelasi dari setiap temuan
baik hasil wawancara, studi pustaka dan dokumen.
4. Penarikan kesimpulan dan verifikasi dilakukan oleh penulis
berdasarkan hasil analisis isi yang dilakukan untuk
memperjelas hasil temuan.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab IV merupakan bab yang akan menguraikan keadaan dan
hasil penelitian dilokasi dan mendeskripsikannya. Uraian yang yang
terdapat dalam bab ini yaitu tentang gambaran umum Kabupaten
Soppeng dari berbagai aspek, proses pembentukan Perda termasuk
didalamnya proses perancangan, pembahasan dan penetapan, serta
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses pembentukan Perda
tersebut.
4.1 Gambaran Umum Kabupaten Soppeng
4.1.1 Sejarah Daerah Soppeng
56
Soppeng adalah sebuah daerah yang kecil di Provinsi Sulawesi
Selatan. Sejarah Soppeng dapat ditemukan didalam buku-buku lontara
namun asal mula nama Soppeng sampai saat ini, para pakar dan
budayawan belum mampu menemukan dan membuat kesepakatan
tentang asal mula nama Soppeng bahkan dalam sastra Bugis tertua I La
Galigo telah tertulis nama Kerajaan Soppeng yang berbunyi: “ Iyyanae
Sure Puada Adaengngi Tanae Ri Soppeng, Nawalainna Sewo-Gattarreng,
Noni Mabbanua Tauwe Ri Soppeng, Naiyya Tau Sewoe Iyanaro Ri
Yaseng Tau Soppeng Riaja, Iyya Tau Gattarengnge Iyanaro Riaseng Tau
Soppeng Rilau". Berdasarkan naskah lontara tersebut, hanya dapat
menggambarkan bahwa penduduk tanah Soppeng mulanya datang dari
dua tempat yaitu Sewo dan Gattareng.
Dalam lontara tertulis bahwa jauh sebelum terbentuknya Kerajaan
Soppeng telah ada kekuasaan yang mengatur jalannya Pemerintahan
yang berdasarkan kesepakatan 60 Pemuka Masyarakat, hal ini dilihat dari
jumlah Arung, Sullewatang, Paddanreng, dan Pabbicara yang mempunyai
daerah kekuasaan sendiri yang dikoordinir oleh Lili-Lili. Namun suatu
waktu terjadi suatu musim kemarau panjang yang menimbulkan huru-
hara, kekacauan sehingga kemiskinan dan kemelaratan terjadi dimana-
mana sehingga 60 Pemuka Masyarakat bersepakat untuk mengangkat
seorang junjungan yang dapat mengatasi semua masalah tersebut.Arung
Bila mengambil inisiatif mengadakan musyawarah besar yang dihadiri 30
orang matoa dari Soppeng Riaja dan 30 orang Matoa dari Soppeng
57
Rilau.Sementara musyawarah berlangsung terlihat seekor burung kakak
tua terbang mengganggu diantara para hadirin, melihat kondisi tersebut
Arung Bila memberikan perintah untuk menghalau burung tersebut dan
mengikuti kemana mereka terbang. Burung Kakak Tua tersebut akhirnya
sampai di Sekkanyili dan ditempat inilah ditemukan seorang berpakaian
indah sementara duduk diatas batu, yang bergelar Manurungnge Ri
Sekkanyili atau Latemmamala sebagai pemimpin yang diikuti dengan
Ikrar, ikrar tersebut terjadi antara Latemmamala dengan rakyat Soppeng.
Komitmen yang lahir antara Latemmamala dengan rakyat Soppeng,
sehingga Latemmamala menerima pengangkatan dengan Gelar Datu
Soppeng, sekaligus sebagai awal terbentuknya Kerajaan Soppeng,
dengan mengangkat Sumpah di atas Batu yang di beri nama “ Lamung
Patue” sambil memegang segenggam padi dengan mengucapkan kalimat
yang artinya “isi padi tak akan masuk melalui kerongkongan saya bila
berlaku curang dalam melakukan Pemerintahan selaku Datu Soppeng”.
Soppeng yang memiliki catatan sejarah dimasa lalu, namun catatan
sejarah tersebut tidak mampu memberikan penjelasan penggunaan kata
Soppeng serta hari jadi atau waktu terbentuknya daerah Soppeng.
Dengan memperhatikan berbagai pertimbangan dan masukan tentang
pentingnya penempatan Hari Jadi Soppeng, karena kurang tepat bila
dihitung dari saat dimulainya Pelaksanaan Undang-undang Darurat
Nomor 04 Tahun 1957, sebab jauh sebelumnya didalam lontara, Soppeng
telah mengenal sistem Pemerintahan yang Demokrasi dibawah
58
kepemimpinan Raja dan Datu, maka dilaksanakan Seminar Sehari pada
Tanggal 11 Maret 2000, yang dihadiri oleh para pakar, Budayawan,
Seniman, Ahli Sejarah, Tokoh Masyarakat, AlimUlama, Generasi Muda
dan LSM. Seminar tersebut menyepakati bahwa hari Jadi Soppeng
dimulai sejak Pemerintahan To Manurungnge Ri Sekkanyili atau
Latemmamala Tahun 1261. Hal tersebut berdasarkan perhitungan dengan
menggunakan Backward Conting, dan mengusulkan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Soppeng untuk dibahas dalam
Rapat Paripurna dan mengesahkan untuk dijadikan salam suatu
Peraturan Daerah tentang Hari Jadi Soppeng.
Dari hasil rapat Paripurna Dewan perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten Soppeng, Tanggal 12 Maret 2001 telah menetapkan dan
mengesahkan suatu Peraturan Daerah Kabupaten Soppeng, Nomor 09
Tahun 2001, Tanggal 12 Maret 2001, bahwa Hari Jadi Soppeng Jatuh
pada Tanggal “23 Maret 1261”.
4.1.2 Keadaan Geografis
Kabupaten Soppeng merupakan daerah yang terletak pada jantung
Provinsi Sulawesi Selatan. Kabupaten Soppeng terbagi atas 8 (delapan)
kecamatan yang meliputi 49 desa, 21 kelurahan, 124 dusun, 39
lingkungan, 438 RW, 1163 RT. Soppeng berada di sebelah utara Kota
Makassar dengan jarak 179 km. Kabupaten Soppeng merupakan daerah
yang terdiri dari daratan dan perbukitan yang berada pada ketinggian rata-
rata antara 25 - 1500 meter dari permukaan air laut. Kabupaten Soppeng
59
merupakan daerah yang tidak memiliki pantai dan wilayah perairannya
hanya sebagian dari danau tempe karena terletak pada depresiasi sungai
Walanae.
Luas wilayah Kabupaten Soppeng yaitu 1.500 km2. Daerah
Kabupaten Soppeng memiliki daerah perbukitan lebih banyak daripada
daerah daratan, sehingga tidak mengherankan jika disetiap daerah yang
ada di Kabupaten Soppeng akan dijumpai bukit dan gunung yang
menjulang tinggi.
Ibu kota Kabupaten Soppeng yaitu Watansoppeng. Kabupaten
Soppeng terbagi atas 8 (delapan) kecamatan, dimana kecamatan dengan
luas wilayah teluas yaitu Kecamatan Marioriawa dengan luas 320 km 2,
sedangkan kecamatan tersempit yaitu Kecamatan Citta dengan luas 40
km2.
Kabupaten Soppeng merupakan salah satu daerah yang menjadi
jalur transportasi trans-Sulawesi.Kabupaten Soppeng terletak pada 04006’
00’’ – 040 32’ 00’’ Lintang Selatan dan 1190 47’ 18’’ – 1200 06’ 13’’ Bujur
Timur, dengan batas wilayahnya sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kabupaten Sidenreng Rappang dan wajo
Sebelah Timur : Kabupaten Wajo dan Kabupaten Bone
Sebelah Selatan : Kabupaten Bone
Sebelah Barat : Kabupaten Barru
Gambar 3. Peta Wilayah Kabupaten Soppeng
60
(Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Soppeng).
4.1.3 Penduduk dan Ketenagakerjaan
Penduduk adalah kumpulan manusia yang menempati suatu wilayah
dan salling berinteraksisatu sama lain secara terus menerus serta terikat
oleh aturan-aturan yang berlaku diwilayah tersebut. Penduduk merupakan
salah satu asset yang dimiliki suatu wilayah untuk pengembangan
wilayahnya, namun persebaran penduduk yang tidak merata disuatu
wilayah juga memberikan dampak yang serius bagi wilayah tersebut
Jumlah penduduk berdasarkan proyeksi tahun 2010-2012 (Bulan
Juni) sebanyak 225.512 jiwa yang tersebar di delapan wilayah kecamatan
yang ada di Kabupaten Soppeng, Data penduduk merupakan data bagi
suatu daerah. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan menjelaskan pentingya data penduduk serta manfaatnya,
61
yaitu Data Kependudukan dari Kementerian yang bertanggung jawab
dalam urusan pemerintahan dalam negeri, antara lain untuk pemanfaatan:
pelayanan publik; perencanaan pembangunan; alokasi anggaran;
pembangunan demokrasi; dan penegakan hukum dan pencegahan
kriminal.
4.1.4 Pemerintahan Daerah Kabupaten Soppeng
Menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
pemerintahan daerah, dikatakan bahwa pemerintah daerah adalah
penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan
DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip
otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
4.1.4.1. Sejarah Pemerintah Daerah dari Masa ke Masa
Kepala Daerah (eksekutif) yang biasanya dikenal sebagai Bupati
merupakan pemimpin di daerah.Kepala daerah sebagai pengatur,
pengambil kebijakan dan keputusan, mengayomi masyarakat.Kabupaten
Soppeng telah memiliki kepala daerah sejak tahun 1957 sampai saat ini
yang telah berganti 9 kali dalam perputaran roda pemerintahan.
Tabel 1. Nama Kepala Daerah dari Masa ke Masa
No. Bupati (Kepala Daerah) Periode Menjabat
62
1.
H. Andi Wana
1957 – 1960
(selama 4 tahun)
2.
H. A. Mahmud
1960 - 1964
(selama 5 tahun)
3.
H. Andi Made Alie
1964 – 1980
(selama 16 tahun)
4.
Djamaluddin M
1980 – 1985
(selama 5 tahun)
63
5.
Drs. H. Umar Lakunnu
1985 – 1990
(selama 5 tahun)
6.
H. Abbas Sabbi
1990 -1995
(Selama 5 tahun)
7.
Drs. H.A. Paerduddin Saisal
1995 -2000
(selam 5 tahun)
8.
Drs. H. A. Harta Sanjaya
2000 – 2005
64
9.
Drs. H. Andi Soetomo, M.Si
2005 – 2015
(Selama 10 tahun)
Sumber Data : Kantor Sekretariatan Kabupaten Soppeng
4.1.4.2. Visi dan Misi Pemerintah Daerah Kabupaten Soppeng
Dengan melihat kondisi daerah, pemerintah daerah periode 2011-
2015 merumuskan visi pemrintahan yang merupakan tujuan pokok
pemerintah selama (lima) tahun. Visi Pembangunan Daerah Kabupaten
Soppeng 2011-2015 adalah “Terwujudnya Soppeng yang Lebih Maju,
Berdaya Saing dan Religius”. Visi tersebut memiliki tiga substansi
pokok, yaitu:
1. Lebih Maju, dimaknakan sebagai kondisi daerah yang maju dan
masyarakat yang sejahtera, yang ditandai dengan posisi dan
keadaan yang lebih baik dan lebih maju dari kondisi saat ini.
Kemajuan dimaksud diukur dengan peningkatan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM), penurunan Indeks Kemiskinan
Manusia (IKM) peningkatan Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) Per Kapita, pemenuhan hak-hak dasar masyarakat, dan
65
perwujudan tata kelola pemerintahan yang baik dan benar (good
governance).
2. Berdaya Saing, diartikan sebagai kondisi wilayah atau daerah
yang memiliki daya tarik dan daya saing, yang diukur dengan
membaiknya sarana dan prasarana wilayah, meningkatnya
penanaman modal daerah, meningkatnya laju pertumbuhan
ekonomi, terkelolanya potensi sumber daya alam yang
berwawasan lingkungan, dan membaiknya kualitas sumber daya
manusia.
3. Religius, dimaknakan sebagai tatanan masyarakat yang agamis,
menjunjung tinggi etika dan moralitas, cinta kerukunan dan
kedamaian, saling menghargai dan toleran, serta menjunjung
tinggi hak-hak sesama manusia, yang ditandai dengan
menurunnya konflik vertical dan horizontal, menurunnya angka
kriminalitas, berkurangnya praktek-praktek KKN, dan menurunnya
kasus pelanggaran Peraturan Daerah.
Misi pemerintah daerah merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan
dari Visi daerah.Misi merupakan penjabaran dari visi yang merupakan
program umum daerah untuk membantu pencapaian Visi daerah.Misi
Pemerintah daerah Kabupaten Soppeng periode 2011 – 2015 sebagai
berikut :
1. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat yang lebih merata dan
adil. Misi ini diarahkan, bukan hanya pada upaya meningkatkan
66
kesejahteraan masyarakat berupa peningkatan PDRB per kapita
dan pengeluaran per kapita, penurunan angka kemiskinan, serta
pemenuhan hak-hak dasar masyarakat, tetapi juga akan
memastikan bahwa peningkatan tersebut berlangsung secara
lebih merata dan adil;
2. Mewujudkan kualitas sumberdaya manusia. Misi ini difokuskan
pada upaya meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan
agar sumberdaya manusia termasuk sumberdaya aparatur
Kabupaten Soppeng dapat lebih kreatif, inovatif, kompetitif dan
professional;
3. Mewujudkan pengelolaan potensi sumberdaya alam yang
berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Misi ini diorintasikan
pada pengelolaan berbagai potensi sumberdaya alam, terutama
pertanian dan pertambangan, yang lebih efisien, efektif dan
produktif, dengan tetap mengedepankan prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan. Pengelolaan sumberdaya alam
dimaksud harus tetap senantiasa mendahulukan kepentingan
masyarakat lokal;
4. Meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana daerah. Misi ini
bertumpu pada upaya untuk meningkatkan daya tarik dan daya
saing wilayah. Ketersediaan sarana dan prasarana wilayah yang
memadai, terutama infrastruktur dasar, menjadi factor penting
67
untuk menggerakkan perekonomian daerah dan mendorong
akselerasi pembangunan daerah pada semua aspek;
5. Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan memperkuat
otonomi desa. Misi ini mengedepankan upaya mewujudkan
praktek pemerintahan daerah yang sesuai dengan prinsip-prinsip
pemerintahan yang baik, terutama pada tiga elemen pokoknya,
yaitu akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi. Bersamaan
dengan upaya itu, pemerintahan desa akan diperkuat
keotonomiannya, mengingat pemerintahan desa merupakan
tingkatan pemerintahan yang paling dekat dengan masyarakat,
khususnya dalam menyediakan dan memberikan pelayanan
publik;
6. Mewujudkan tatanan kehidupan masyarakat yang agamis, toleran
dan harmonis. Misi ini mengutamakan upaya mewujudkan tatanan
kehidupan masyarakat yang saling menghormati, penuh toleransi,
hidup berdampingan secara damai, dan terbebas dari konflik. Misi
ini menjadi prasyarat dasar bagi berlangsungnya seluruh aktifitas
pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan di Kabupaten
Soppeng.
4.1.4.3 Struktur Organisasi Sekretariat daerah Kabupaten Soppeng
Pencapaian Visi dan Misi pembangunan daerah, pemerintah harus
mampu menyusun perangkat-perangkat daerah yang mampu
68
bekerjasama dalam mewujudkan tujuan daerah.Komposisi pejabat
pemerintah daerah Kabupaten Soppeng merupakan hak Progratif yang
dimiliki oleh Kepala Daerah. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten
Soppeng No.2 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata
Kerja Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD dan Staf Ahli Pemerintah
Kabupaten Soppeng, Bupati sebagai kepala pemerintahan berhak untuk
memilih orang-orang tang akan menduduki posisi dalam Tata Kerja
Sekretariat Daerah dan Staf Ahli Pemerintah Daerah. Susunan Struktur
Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah Kabupaten Soppeng
periode 2011-2015, sebagai berikut:
a. Drs. H. Andi Soetomo, M.Si sebagai Bupati Soppeng
b. H. Aris Muhammadia sebagai Wakil Bupati Soppeng
c. Ir. H. Sugirman Djaropi, MS sebagai Sekda Soppeng
Tabel 2 : Susunan Organisasi Sekretariat Daerah Kabupaten Soppeng periode 2011-2015
Jabatan dan Tata Kerja Sekretariat Daerah Kab. Soppeng
Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat
1. Bagian Adm. Pemerintahan Umum
a) Subag Pengawasan dan TugasPembantuan
b) Subag Ketentraman, Ketertiban dan Perlindungan Masyarakat
c) Subag Kependudukan, Agraria dan Kerjasama
2.BagianAdministrasi KesejahteraanRakyat
a)Subag Pendidikan dan Kesehatan
b)Subag Sosial, dan Tenaga Kerja
c) Subag Pemb.Perempuan,KB& Agama
69
3. Bagian Administrasi Kemasyarakatan
a)Subag Kesbangpol
b)Subag Pemuda dan Olah Raga
c) Subag Pemberdayaan Masyarakat
4. Bagian Hubungan Masyarakat dan Protokol
a) Subag Liput, Berita, Protokol dan Perjalanan
b) Subag Penghubung Pemda
c) Subag Santel dan PDE
B. Asisten Ekonomi Pembangunan
1. Bagian Aministrasi Pembangunan
a) Subag Perencanaan Pembangunan, Litbag dan Statistik
b) Subag Hub. Budaya dan Pariwisata
c) Subag PU
2. Bagian Adm. Sumbar Daya Alam
a) Subag TP dan Holtikultura
b) Subag Peternakan dan Perikanan
c) Subag Hutbun, Tamben, dan LH
3. Bagian Adm. Perekonomian
a)Subag Koperasi dan UKM
b)Subag Perindag
c) Subag Penanaman Modal dan BUD
70
C. Asisten Administrasi Umum
1. Bagian Hukum & Perundang-undangan
a)Subag Peraturan Per-UU dan Dokumen Hukum
b)Subag Bantuan Hukum dan HAM
c) Subag Tindak Lanjut
2. Bagian Organisasi dan Tatalaksana
a)Subag Kelembagaan
b)Subag Tatalaksana dan Analisa Jabatan
c) Subag SDM Aparatur
3. Bagian Keuangan
a)Subag Anggaran
b)Subag Perbendaharaan dan Verifikasi
c) Subag Pendapatan dan Aset
4. Bagian Umum
a)Subag TU
b)Subag Rumah Tangga
c) Subag Perlengkapan
(Sumber: Kantor Sekretariat Daerah Kabupaten Soppeng)
Dinas Daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah. Dinas
daerah dibentuk berdasarkan kebutuhan daerah dengan melihat potensi
daerah yang akan dikembangkan. Dinas Daerah dipimpin oleh seorang
kepala dinas yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada
Bupati melalui Sekretaris Daerah. Dinas Daerah dibentuk berdasarkan
Peraturan Daerah Kabupaten Soppeng No.3 Tahun 2008 tentang
71
Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas DaerahPemerintah
Kabupaten Soppeng, yang menetapkanOrganisasi dan Tata Kerja Dinas
Daerah, yaitu:
a. Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga
b. Dinas Kesehatan
c. Dinas Pekerjaan Umum
d. Dinas Sosial
e. Dinas Kebersihan dan Pertanaman
f. Dinas PSDA, Pertambangan dan Energi
g. Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informasi
h. Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan
i. Dinas Kependudukan, Catatan Sipil dan Tenaga Kerja
j. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
k. Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura
l. Dinas Peternakan dan Perikanan
m.Dinas Kehutanan dan Perkebunan
n. Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
Lembaga Teknis Daerah merupakan unsur pendukung tugas
Bupati. Lembaga Teknis Daerah yang berbentuk Badan dipimpin oleh
seorang Kepala Badan, yang berbentuk Inspektorat dipimpin oleh
inspektur, yang berbentuk kantor dipimpin oleh kepala kantor, yang
berbentuk satuan dipimpin oleh kepala satuan, dan yang berbentuk rumah
sakit dipimpin oleh direktur. Pembentukan Lembaga Teknis diatur dalam
72
Peraturan Daerah Kabupaten Soppeng No.4 Tahun 2008 tentang
Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah
Pemerintah Kabupaten Soppeng. Dengan Peraturan Daerah tersebut
dibentuk Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah yang
terdiri dari :
a. Inspektorat Kabupaten
b. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
c. Badan Kepegawaian dan Diklat Daerah
d. Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemeritah Desa
e. Badan Pelaksana Penyuluh Pertanian
f. Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Linmas
g. Badan Pemberdayaan Perempuan dan KB
h. Badan Penganggulangan Bencana Daerah
i. Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah
j. Kantor Lingkungan Hidup
k. Kantor Satuan Polisi Pamong Praja
l. Kantor Pelayanan Terpadu
m.Rumah Sakit Umum Daerah Ajjapange
4.1.5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Dalam Pasal 40 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan Pasal 364 Undang-Undangn
No. 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD bahwa DPRD
kabupaten/kota merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang
73
berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah
kabupaten/kota yang terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan
umum yang dipilih melalui pemilihan umum. DPRD sebagai unsur
penyelenggarapemerintahan memliki 3 (tiga) fungsi utama yaitu fungsi
legislasi, pengawasan dan anggaran. Di Indonesia lembaga ini disebut
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atau disingkat DPR RI
untuk Pusat, sedangkan di daerah Propinsi (DPRD Tingkat I) dan
kabupaten/kota disebut dan (DPRD Tigkat II). Apapun nama dan sebutan
yang diberikan, keberadaan Lembaga Perwakilan Rakyat (DPR/DPRD)
merupakan hal yang sangat esensial sebagai lembaga yang mewakili
kepentingan masyarakat banyak. Lewat lembaga perwakilan rakyat inilah
aspirasi masyarakat ditampung dan dituangkan dalam berbagai kebijakan
umum 50.
DPRD Kabupaten Soppeng adalah lembaga Legislatif yang memiliki
wewenang untuk membuat peraturan daerah sebagaimana yang telah
diatur dalam undang-undang. Adapun anggota DPRD Kabupaten
Soppeng dan masing- masing partainya adalah sebagai berikut, lihat pada
tabel 3
50 C.S.T Kansil, “Sistem Pemerintahan Indonesia”, (Cet; I, Jakarta : Bina Aksara, 1990), Hal: 218
74
Tabel 3. Daftar Anggota DPRD Kabupaten Soppeng
Periode 2014-2019
1 Hj.A.Patappa Unga Ketua Gerindra2 Syafruddin M Adam S,sos
MMWakil Ketua Golkar
3 A.Mapparemma S,E M Wakil Ketua PDIP4 Dra.Hj.A.Endang Supiati M,M Anggota Gerindra5 Drs.H.R.Rustan Anggota Gerindra6 Andi Mafhud S,sos Anggota Gerindra7 H.Nashfiding Anggota Gerindra8 Hj.Rosnaeni S,sos Anggota Gerindra9 Asmawi S,p Anggota Gerindra10 H.Herman Anggota Gerindra11 A.Edda Anggota Golkar12 H.Suwardi Haseng S,E Anggota Golkar13 Asnaidi S,H Anggota Golkar14 Drs.Amiruddin Bakri Anggota Golkar15 H.Ismail Anggota Golkar16 Sumarni Anggota Golkar17 Ibrahim S,E M,M Anggota PPDI18 Hj.A.Besse Megawati S,E Anggota PPDI19 Muhammad Ihsan S,S Anggota PPDI20 A.Takdir Akbar Singke S,E Anggota PPP21 H.Ilyas Muh.Yahya S,E Anggota PPP22 A.Samsu Rijal Anggota PPP23 A.Ria Akudran S,S Anggota Demokrat24 Haeruddin Tahang S,E Anggota Demokrat25 A.Kuneng SH,MH Anggota PAN26 H.Mustang Djidde Anggota PAN27 Arisman S,H Anggota PKS
75
28 H.Andi Oddang Rio Anggota PKB29 Drs.Jafar Anggota NASDEM30 A.Mursadi A,P Anggota PBB
Sumber data : Official Soppeng
Anggota DPRD Kabupaten Soppeng periode 2014-2019 sebanyak
30 orang yang berasal dari partai yang berbeda. Jumlah tertinggi yaitu
Partai Gerindra berjumlah 8 orang selanjutnya Golkar 7 orang, PDIP 4
orang, PPP 3 orang, Demokrat dan Pan masing-masing berjumlah 2
orang, selanjutnya posisi terendah ada pada PKS, PKB, PBB dan Nasdem
yang masing-masing hanya berjumlah 1 orang. Dari 30 anggota DPRD
Kabupaten Soppeng yang ada, diantaranyan adalah anggota DPRD yang
tetap bertahan dalam dua periode (2009-2019) sebanyak 9 orang yaitu :
H.A.Kaswadi Razak S,E, A.Mapparemma S,E MM, Syafruddin M.Adam,
S,sos MM, Hj.A.Besse Megawati S,E, Ibrahim S,E, Andi Kuneng S,H M,H,
H.Mustang Djidde, A.Ria Akudran S,S, H.Suwardi Haseng S,E.
Pemimpin anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD),
aturannya sudah jelas, yakni ketua berasal dari partai dengan perolehan
suara terbanyak, dalam hal ini Partai Gerindra di DPRD Soppeng dengan
delapan kursi Hj.A.Patappa Unga yang telah mendapatkan mandat dari
partainya untuk itu menggantikan A.Kaswadi Razak yang telah menjabat
sebagai ketua DPRD 2 peiode (2004-2014). Sedangkan kursi Wakil Ketua
I dari Golongan Karya (Golkar) yang memperoleh 7 kursi A.Kaswadi
Razak yang telah mendapatkan mandat dari partainya untuk jabatan
Wakil Ketua. Pada bulan Oktober H. A. Kaswadi Razak mundur dari
76
jabatannya menjadi anggota dewan karena mencalonkan diri menjadi
Bupati Soppeng periode 2015-2020 dan akhirnya digantikan posisinya
dengan A. Edda sesuai dengan aturan partai. Bulan Desember A.Edda
resmi dilantik menjadi anggota Dewan.
Posisi waki Ketua I akhirnya digantikan oleh Syafruddin S,sos MM.
Wakil ketua II dari PDIP yang memperoleh 4 kursi A.Mapparemma S,E
M,M ditunjuk oleh partainya untuk jabatan tersebut. Pada periode
sebelumnya (2009-2014) beliau juga menduduki jabatan yang sama .Jadi
ini sudah menjadi periode ke dua A.Mapparemma S,E M,M menjadi Wakil
Ketua DPRD Kabupaten Soppeng.
Partai-partai yang memiliki kursi di parlemen telah menyusun koalisi
partai. Koalisi partai merupakan persekutuan, gabungaan atau aliansi
beberapa unsur dalam kerjasamanya masing-masing memiliki
kepentingan namun bersifat sementara atau berasas manfaat 51. Dari
komposisi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten
Soppeng penulis dapat melihat bahwa terdapat 10 koalisi Gerindra,
Golkar, PDIP, PPP, Demokrat, PAN, PKS, PKB, Nasdem, PBB. Inilah
partai yang berhasil masuk di DPRD Kabupaten Soppeng dan akan
membentuk koalisi dan mereka inilah yang nantinya akan bersama-sama
membangun Kabupaten Soppeng.
4.1.5.1. Sejarah DPRD dari Masa ke Masa
51 http;//id.m.wikipedia.org/wiki/koalisi
77
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah merupakan lembaga legislative
di daerah untuk memperjuangkan dan sebagai konstituen bagi rakyat di
daerah.DPRD sering disebut sebagai penyambung lidah antara rakyat dan
pemerintah daerah (Kepala Daerah). DPRD telah terbentuk di Kabupaten
Soppeng sejak tahun1958 sampai sekarang ini dengan pergantian Ketua
DPRD sebanyak 9 kali.
Tabel 4. Nama Ketua DPRD Kabupaten Soppeng dari Masa ke Masa
No. Ketua DPRD Periode Menjabat
1.
H. Ambo Dalle
1958 – 1963 (selama 5 tahun)
2.
M. Saleh Muchtar, BA
1966 – 1970(Selama 5 tahun)
78
3.
H. Abu Bakar Kadir, BA
1971 – 1977 (selama 10 tahun)
4.
H. A. Musradhy Paky
1977 1987(selama 10 tahun)
5.
H. Ombang Soedibyo
1987 – 1997(selama 10 tahun)
6.
H. Hakum Zainuddin
1997 - 1999(selama 3 tahun)
79
7.
H. A. Mappajanci, BA
2000-2004(selama 5 tahun)
8.
H. A. Kaswadi Razak, SE
2004- 2014(selama 10 tahun)
9.
Hj. A. Pattappaunga
2014 – 2019(selama 5 tahun)
4.1.5.2 Visi dan Misi DPRD Kabupaten Soppeng
Berkaitan dengan tugas, fungsi dan tanggungjawab yang terkandung
dalam kedudukan DPRD, sehingga harus ada visi dan misi yang menjadi
salah satu landasan untuk menjalankan fungsinya. Sejalan dengan Visi
dan Misi Pemerintah Daerah, maka dirumuskan Visi dan Misi DPRD,
sebagai berukut:
80
VISI:
Terwujudnya DPRD yang bermartabat, Aspiratif dan responsive untuk
mendukung Soppeng yang lebih maju, berdaya saing dan religious.
Visi tersebut memiliki 3 (tiga) substansi poko, yaitu:
1. DPRD yang bermartabat, yaitu DPRD yang menjunjung
tinggi harkat dan martabat sebagai lembaga perwakilan
rakyat yang dalam melaksanakan tugas berdasarkan
peraturan perundang-undangan dan nilai moral serta etika.
2. DPRD yang aspiratif, yaitu DPRD yang mampu menerima,
manjaring, menghimpun dan menampung aspirasi dan
pengaduan masyarakat tentang suatu permasalahan yang
berada dalam ruang lingkup tugas dan wewenang DPRD,
secara adil tanpa melihat suku, adat, agama, kedudukan dan
domisili masyarakat.
3. DPRD yang responsif, yaitu DPRD yang mampu menangkap
fenomena social di tengah masyarakat, merumuskan dan
menindaklanjuti (mencari solusi terbaik) termasuk aspirasi
serta pengaduan masyarakat secapatnya sesuai ketentuan
dan peraturan perundang-undangan.
MISI
81
Untuk mewujudkan Visi tersebut, maka perlu dirumuskan Misi
dengan tujuan untuk mempermudah pencapaian visi. Misi DPRD
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Meningkatkan Kualitas Fungsi, tugas dan wewenag serta
kewajiban DPRD;
2. Menumbuh kembangkan sinergitas antar Alat Kelengkapan
DPRD;
3. Membangun hubungan yang harmonis antar lembaga
DPRD, Pemerintah Daerah, LSM, dan masyarakat;
4. Meningkatkan paertisipasi publik dalam setiap proses
pengambilan kebijakan DPRD, penyusunan APBD, termasuk
pengawasan atas pelaksanaan APBD dan kebijakan
pemerintah daerah agar sesuai dengan harapan masyarakat;
5. Melaksanakan pertanggungjawaban publik secara moral dan
politik atas tugas dan kewajiban yang telah dilaksanakan
secara berkala dan transparan;
6. Menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat yang
diterima melalui rapat dengar pendapat, rapat dengar
pendapat umum, kunjungan kerja DPRD, penyampaian
secara langsung dan atau melalui surat.
4.1.5.3 Alat Kelengkapan DPRD
Alat kelengkapan DPRD adalah alat yang diperlukan dan dibentuk
oleh rapat paripurna. Alat kelengkapan DPRD Kabupaten Soppeng adalah
82
pimpinan DPRD, Badan Musyawarah, Komisi, Badan Legislasi, Badan
Anggaran, Badan Kehormatan, Panitia Khusus dan Panitia Kerja atau Tim
Kerja. Dari kedelapan alat kelengkapan tersebut lima diantaranya
merupakan alat kelengkapan yang paling sering digunakan dalam proses
pembuatan Perda yaitu Badan Musyawarah, Badan Legislasi, Badan
Anggaran, Panitia Khusus dan Komisi. Pernyataan ini di perkuat oleh
A.Mappatoto selaku ketua Kabag Hukum di kantor DPRD Kab.Soppeng
ini bahwa :
1. Badan Musyawarah :
“ Badan Musyawarah terdiri dari anggota dewan dimana fungsinya adalah berkonsultasi dengan pihak Pemerintah Daerah tentang jadwal persidangan yang dilakukan di kantor DPRD bersama Pemerintah Daerah dan DPRD”. (wawancara, 13 Januari 2016, pukul 11.10 Wita)
2. Badan Legislasi :
“Badan legislasi merupakan alat kelengkapan yang sangat intim ketika berbicara mengenai Perda karena apabila anggota atau komisi di DPRD ingin berinisiatif membuat Perda maka Ranperda yang diajukan diharmonisasi di badan Legislasi serta badan Legislasi juga banyak berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah mengenai penyusunan Prolegda”. (wawancara, 13 Januari 2016, pukul 13.10 Wita)
3. Badan Anggaran :
“ Badan Anggaran merupakan alat kelengkapan DPRD yang berfungsi pada saat eksekutif mengajukan Ranperda tentang APBD. Maka dari itu, Badan
83
Anggaran banyak berdiskusi dengan tim anggaran pemerintah Daerah ”. (wawancara, 13 Januari 2016, pukul 13.10 Wita) .
4. Panitia Khusus
“ Panitia khusus dibentuk jika pihak DPRD merasa perlu. Dalam proses pembuatan Perdapun selalu dibentuk panitia khusus dan tentunya mereka juga harus berkonsultasi bersama Badan Legislasi dan mengadakan study banding ke daerah yang sebelumnya sudah membuat Perda yang sama ”. (wawancara, 13 Januari 2016, pukul 13.10 Wita)
5. Komisi
“Komisi di sini terdiri dari 3 yang masing-masing setiap komisi mempunyai bidangnya masing-masing seperti bidang pemerintahan,pembangunan dan ekonomi biasanya setelah pembahasan Perda ditingkat pertama maka dilanjutkan dengan rapat komisi atau gabungan komisi tetapi terkadang perda Kabupaten Soppeng dibentuk pansus dan anggota pansus pun berasal dari komisi serta fraksi yang berbeda” (wawancara, 13 Januari 2016, Pukul 13.10 Wita)
Berdasarkan hasil wawancara diatas semua alat kelengkapan
mempunyai fungsi dan tugasnya masing masing dan dapat dilihat bahwa
Badan Legislasi merupakan alat kelengkapan DPRD yang memiliki lebih
banyak peran dalam pembuatan perda. Tapi kembali lagi penulis merasa
hal ini harus dikaji lebih karena tidak semua Ranperda yang berhasil di
Kabupaten lain juga berhasil di Kabupaten Soppeng ini dikarenakan
potensi dan masyarakat yang berbeda antara satu kota dan kota lainnya.
Berikut ini uraian Alat kelengkapan DPRD :
1. Pimpinan DPRD
84
Pimpinan DPRD Kabupaten Soppeng bersifat kolektif yang
terdiri atas seorang Ketua dan 2 (dua) orang Wakil Ketua yang
berasal dari partai politik berdasarkan urutan perolehan kursi
terbanyak di DPRD. Ketua DPRD ialah anggota DPRD yang partai
politiknya memperoleh kursi terbanyak pertama di DPRD yang berasal
dari suara terbanyak yang diperoleh berdasarkan persebaran wilayah
perolehan suara partai politik yang lebih luas secara berjenjang. Wakil
ketua DPRD ialah anggota DPRD yang berasal dari partai politik yang
memperoleh suara terbanyak kedua dan/atau ketiga. Pimpinan DPRD
Kabupaten Soppeng mempunyai tugas sebagai berikut:
a. Memimpin sidang DPRD dan menyimpulkan hasil
sidang untuk diambil keputusan;
b. Menyusun Rencana Kerja dan mengadakan pembagian
kerja antara Ketua dan Wakil Ketua;
c. Melakukan koordinasi dalam upaya menyigernikan
pelaksanaan agenda dan materi kegiatan dari alat
kelengkapan DPRD;
d. Menjadi juru bicara DPRD;
e. Melaksanakan dan memasyarakatkan keputusaan
DPRD;
f. Mewakili DPRD dalam berhubungan dengan
lembaga/instansi lainnya;
85
g. Mengadakan konsultasi dengan kepala daerah dan
pimpinan lembaga/instansi lainnya sesuai dengan
keputusan DPRD;
h. Mewakili DPRD di pengadilan;
i. Melaksanakan keputusan DPRD berkenan dengan
penetapan sanksi atau rehabilitasi anggota sesuai
dengan ketentuan Peraturan Perundang–undangan;
j. Menyusun rencana anggaran DPRD bersama
k. sekretariat DPRD yang pengesahannya dilakukan
dalam rapat paripurna;
Tabel 5. Pimpinan DPRD Tahun 2014-2015
1. Hj. A. Patappa Unga Gerindra2. Syafruddin S,sos MM Golkar3. A. Mapparemma S,E M,Si PDIP
Sumber data : Kantor DPRD Kabupaten Soppeng
2. Badan Musyawarah
Susunan keanggotaan Badan Musyawarah ditetapkan dalam
Rapat Paripurna. Sekretaris DPRD karena jabatannya adalah
Sekretaris Badan Musyawarah bukan Anggota. Masa jabatan
pimpinan dan anggota badan musyawarah ditetapkan selama 20 (dua
puluh) bulan. Badan Musyawarah mempunyai tugas sebagai berikut :
Menetapkan agenda DPRD untuk 1 (satu) tahun
sidang, 1 (satu) masa persidangan, atau sebagian dari
86
suatu masa sidang, perkiraan waktu penyelesaian
suatu masalah, dan jangka waktu penyelesaian
rancangan peraturan daerah, dengan tidak mengurangi
kewenangan rapat paripurna untuk mengubahnya;
Memberikan pendapat kepada pimpinan DPRD dalam
menentukan garis kebijakan yang menyangkut
pelaksanaan tugas dan wewenang DPRD;
Meminta dan/atau memberikan kesempatan kepada
alat kelengkapan DPRD yang lain untuk memberikan
keterangan /penjelasan mengenai pelaksanaan tugas
masing-masing;
Menetapkan jadwal acara rapat DPRD;
Memberi saran/pendapat untuk memperlancar
kegiatan;
Merekomendasikan pembentukan panitia khusus; dan
Melaksanakan tugas lain yang diserahkan oleh rapat
paripurna kepada Badan Musyarawah.
Tabel 6. Susunan dan personalia Badan Musyawarah DPRD Kabupaten Soppeng Tahun
1. Hj. ANDI PATAPPAUNGA KETUA2. SYAFRUDDIN S,SOS MM WAKIL KETUA3. ANDI MAPPAREMMA M., S.E., M.M. WAKIL KETUA4. ARISAL, SH SEKERTARIS5. H. HERMAN ANGGOTA6. NASFIDING ANGGOTA7. H. ISMAIL ANGGOTA8. SUMARNI ANGGOTA9. Drs. AMIRUDDIN BAKRI ANGGOTA
87
10. IBRAHIM, S.E., M.M. ANGGOTA11. H. ANDI ODDANG RIO ANGGOTA12 ARISMAN, S.H. ANGGOTA
Sumber Data : Kantor DPRD Kabupaten Soppeng
3. Komisi Komisi merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap
dan dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD.
Setiap anggota DPRD kecuali Pimpinan DPRD, wajib menjadi anggota
salahsatu Komisi. DPRD Kabupaten Soppeng terdiri dari tiga Komisi.
Jumlah anggota setiap Komisi sebagai berikut:
a. Komisi I : 9 orang
b. Komisi II : 9 orang
c. Komisi III : 9 orang
Komisi mempunyai tugas sebagai berikut :
a. Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. Melakukan pembahan terhadap rancangan peraturan daerah
dan keputusan DPRD;
c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan
daerah dan APBD sesuai dengan ruang lingkup tugas
komisil
d. Membantu pimpinan DPRD untuk mengupayakan
penyelesaian masalah uang disampaikan oleh walikota
dan/atau masyarakat kepada DPRD;
88
e. Menerima, menampung dan membahas serta
menindaklanjuti aspirasi masyarakat;
f. Memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat di
daerah;
g. Melakukan kunjungan kerja komisi yang bersangkutan atas
persetujuan pimpinan DPRD;
h. Mengadakan rapat kerja dan rapat dengar pendapat;
i. Mengajukan usul kepada pimpian DPRD yang termasuk
dalam ruang lingkup bidang tugas masing-masing komisi;
dan
j. Memberikan laporan tertulis kepada pimpinan DPRD tentang
hasil pelaksanaan tugas komisi.
Penentuan jumlah Komisi DPRD Kabupaten Soppeng
ditetapkan dalam keputusan Tata Tertib DPRD pada Pasal 49 ayat
(1) terdiri dari :
Bidang kerja komisi I, meliputi:
1) Pemerintahan umum;
2) Kepegawaian dan sumber daya aparatur;
3) Pemberdayaan masyarakat dan desa;
4) Komunikasi dan informatika dan data elektronik’
5) Pertahanan;
6) Kependudukan dan catatan sipil, ketenagakerjaan;
7) Kesatuan bangsa dan politik dalam negerri
89
8) Perundang-undangan dan HAM;
9) Keamanan, ketentraman, dan ketertiban masyarakat;
10) Aset Daerah;
11) Media Massa;
12) Organisasi sosial, organisasi politik dan
kemasyarakatan;
13) Perencanaan pembangunan;
14) Penelitian dan pengembangan.
2. Komisi II : Bidang Ekonomi dan Pembangunan
Bidang Kerja Komisi II, meliputI :
1) Koperasi, usaha kecil dan menengah’
2) Penanaman modal;
3) Pertanian, perkebunana, kehutanan, dan peternakan;
4) Kelautan dan perikanan;
5) Perdagangan;
6) Perindustrian;
7) Ketahanan/logistic pangan;
8) Pekerjaan umum prasarana dan sarana wilayah;
9) Permukiman dan peumahan rakyat;
10) Penataan ruang;
11) Perhubungan;
12) Lingkungan hidup;
13) Energi dan sumber daya mineral; dan
90
14) Sumber daya air.
3. Komisi III : Bidang keuangan, Kesejahteraan Rakyat
Bidang Kerja Komisi III, meliputi:
1) Keuangan Daerah;
2) Perpajakan;
3) Retribusi;
4) Perbankan;
5) Perusahaan daerah dan perusahaan patungan;
6) Pendidikan;
7) Kesehatan;
8) Keluarga berencana dan keluarga sejahtera;
9) Kesejahteraan social
10) Kebudayaan, permuseuman dan cagar alam;
11) Pemuda dan olahraga;
12) Pemberdayaan perempuan;
13) Pariwisata;
14) Keagamaaan
Tabel 7. Susunan dan personalia Komisi-komisi DPRD Kabupaten Soppeng tahun 2015
No Nama Jabatan1 Syahruddin M. Adam, S,sos, M.M Ketua Komisi I (Bidang pemerintahan )2 Hj.Andi Besse Megawati S,E Wakil Ketua Komisi I3 Drs. H. R. Rustan Sekretaris Komisi I4 Asmawi S.P, M.Si Anggota Komisi I5 H.Herman Anggota Komisi I6 Drs.Jafar Anggota Komisi I7 Andi Kuneng S, H, M,H Anggota Fraksi I
91
8 Andi Mursadi AP Anggota Fraksi I9 H.Ismail Anggota Fraksi I10 Nasfiding Ketua Komisi II (Bidan perekonomian)11 H. Mustang Djidde Wakil Ketua Komisi II12 Andi Samsu Rijal Sekretaris Komisi II13 Andi Mahfud S,Sos Anggota Fraksi II14 H.Suwardi Haseng, SE Anggota Fraksi II15 Drs.Amiruddin Bakri Anggota Fraksi II16 Muhammad Ihsan, S.S Anggota Fraksi II17 Andi Takdir Akbar Singke, S.E Anggota Fraksi II18 Andi Ria Akudran, S.S Anggota Fraksi II19 Ibrahim, S.E, M.M Ketua Komisi III (Bidang keuangan )20 Dra. Hj. Andi Endang Supiati, M. M Wakil Ketua Komisi III21 Asnaidi,S. H Sekretaris Komisi III22 Hj.Rosnaeni, S.sos Anggota Fraksi III23 Sumarni Anggota Fraksi III24 H. Ilyas Muh. Yahya, S.E Anggota Fraksi III25 H. Andi Oddang Rio Anggota Fraksi III26 Haeruddin Tahang, S.E Anggota Fraksi III27 Arisman, S.H Anggota Fraksi III
Sumber data : Kantor DPRD Kab. Soppeng
4. Badan Pembentukan Peraturan daerah
Badan Pembentukan peraturan Daerah merupakan alat
kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan dibentuk oleh DPRD dan
ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPRD. Susunan dan keanggotaan
Badan Pembentukan Peraturan Daerah dibentuk pada permulaan masa
keanggotaan DPRD dan permulaan tahun sidang. Jumlah anggota
badan legislasi daerah ditetapkan dalam rapat paripurna menurut
perimbangan dan pemerataan jumlah anggota komisi. Anggota Badan
Pembentukan Daerah (sepuluh) orang yang diusulkan oleh masing-
masing fraksi.
92
Pimpinan badan legislasi daerah terdiri atas 1 (satu) orang ketua
dan 1 (satu) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota Badan
Pembentukan Daerah Daerah berdasarkan prinsip musyawarah untuk
mufakat. Dalam hal musyawarah untuk mufakat tidak tercapai maka
dilakukan dengan suara terbanyak. Sekretaris DPRD karena
jabatannya adalah sekretaris Badan Pembentukan Peraturan Daerah
bukan anggota. Masa jabatan pimpinan badan legislasi ditetapkan 20
(dua puluh) bulan dan dapat dipilih kembali. Penggantian anggota
badan legislasi daerah dapat dilakukan oleh fraksinya apabila badan
legislasi yang bersangkutan berhalangan tetap atau ada pertimbangan
lain dari fraksinya pada setiap tahun anggaran. Badan Pembentukan
Peraturan Daerah mempunyai tugas sebagai berikut :
a. Menyusun rancangan program legislasi daerah yang
memuat daftar urutan dan prioritas rancangan peraturan
daerah beserta alasannya untuk setiap tahun anggaran
dilingkungan DPRD.
b. Koordinasi untuk penyusunan legislasi daerah antara DPRD
dan pemerintah daerah;
c. Menyiapkan rancangan peraturan daerah usul DPRD
berdasarkan program prioritas yang telah ditetapkan;
d. Melakukan pengharmonisasian, pembulatan dan
pemantapan konsepsi rancangan peraturan daerah yang
diajukan anggota, komisi dan/atau gabungan komisi sebelum
93
rancangan peraturan daerah tersebut disampaikan kepada
pimpinan DPRD;
e. Memberikan pertimbangan terhadap rancangan peraturan
daerah yang diajukan oleh anggota, komisi dan/atau
gabungan komisi, di luar prioritas rancangan peraturan
daerah tahun berjalan atau di luar rancangan peraturan
daerah yang terdaftar dalam program legislasi daerah;
f. Mengikuti perkembangan dan melakukan evaluasi terhadap
pembahasan materi muatan rancangan peraturan daerah
melalui koordinasi dengan komisi dan/atau panitia khusus.
g. Memberikan masukan kepada pimpinan DPRD atas
rancangan peraturan daerah yang ditugaskan oleh badan
musyawarah; dan
h. Membuat laporan kinerja dan inventarisasi masalah di
bidang perundang undangan pada akhir masa keanggotaan
DPRD, baik yang sudah maupun yang belum terselesaikan
untuk dapat digunakan sebagai bahan oleh komisi pada
masa keanggotaan berikutnya.
Tabel 8. Susunan dan personalia Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapperda) DPRD Kabupaten Soppeng.
1. ANDI KUNENG, S.H., M.H. KETUA2. ASNAIDI, S.H. WAKIl KETUA3. ARISAL, SH SEKRETARIS4. ASMAWI, S.P., M.Si. ANGGOTA5. Hj. ROSNAENI, S.Sos. ANGGOTA6. Drs. AMIRUDDIN BAKRI ANGGOTA7. H. ISMAIL ANGGOTA
94
8. Hj. ANDI BESSE MEGAWATI, S.E. ANGGOTA9. ANDI SAMSU RIJAL ANGGOTA10 ANDI RIA AKUDRAN, S.S ANGGOTASumber Data : Kantor DPRD Kabupaten Soppeng
5. Badan Anggaran
Badan Anggaran merupakan alat kelengkapan DPRD yang
bersifat tetap dan dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan
keanggotaan DPRD. Anggota Badan Anggaran diusulkan oleh masing-
masing fraksi dengan mempertimbangkan keanggotaanya dalam tiap-
tiap komisi. Ketua dan wakil ketua DPRD karena jabatannya adalah
pimpinan Badan Anggaran merangkap anggota. Pimpinan Badan
Anggaran ditetapkan dalam Rapat Paripurna. Sekretaris DPRD karena
jabatannya adalah sekretaris Badan Anggaran bukan anggota. Badan
Anggaran mempunyai tugas sebagai berikut :
a. Memberikan saran dan pendapat berupa pokok – pokok
pikiran DPRD kepada Walikota dalam mempersiapkan
Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
selambat – lambatnya 5 (lima) bulan sebelum ditetapkannya
APBD;
b. Melakukan konsultasi yang dapat diwakili oleh anggotanya
kepada komisi terkait untuk memperoleh masukan dalam
rangka pembahasan rancangan kebihakan umum APBD
serta prioritas dan plafon anggaran sementara;
95
c. Memberikan saran dan pendapat kepada walikota dalam
mempersiapkan rancangan peraturan daerah tentang
perubahan APBD dan rangan peraturan daerah tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD;
d. Melakukan penyempurnaan rancangan peraturan daerah
tentang APBD dan rancangan peraturan daerah tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD berdasarkan hasil
evaluasi gubernur bersama tim anggaran pemerintah
daerah;
e. Melakukan pembahasan bersama tim anggaran pemerintah
daerah terhadap rancangan kebijakan umum APBD serta
rancangan prioritas dan plafon anggaran sementara yang
disampaikan olek walikota; dan
f. Memberikan saran kepada pimpinan DPRD dalam
penyusunan angaran belanja DPRD.
Tabel 9. Susunan Personalia dan Badan Anggaran DPRD Kabupaten
1. Hj. ANDI PATAPPAUNGA KETUA2. H. ANDI KASWADI RAZAK, S.E. WAKIL KETUA3. ANDI MAPPAREMMA M., S.E., M.M. WAKIL KETUA4. ARISAL, SH SEKRETARIS5. Drs. H. R. RUSTAM ANGGOTA6. Dra. Hj. ANDI ENDANG SUPIATI, M.M. ANGGOTA7. SYAHRUDDIN M. ADAM, S.Sos., M.M. ANGGOTA8. H. SUWARDI HASENG, S.E. ANGGOTA9. SUMARNI ANGGOTA10. MUHAMMAD IHSAN, S.S. ANGGOTA11. ANDI TAKDIR AKBAR SINGKE, S.E ANGGOTA12. H. ILYAS MUH. YAHYA, S.E. ANGGOTA13. H. MUSTANG DJIDDE ANGGOTA14. HAERUDDIN TAHANG, S.E ANGGOTA
96
Sumber Data : Kantor DPRD Kabupaten Soppeng
6. Badan Kehormatan
Badan Kehormatan dibentuk oleh DPRD dan merupakan alat
kelengkapan DPRD yang bersifat tetap, dibentuk untuk melaksanakan
dan menegakkan kode etik DPRD dan ditetapkan dengan Keputusan
DPRD dengan ketentuan berjumlah 3 (tiga) orang. Anggota Badan
Kehormatan ditetapkan dalam rapat paripurna DPRD berdasarkan usul
masing-masing Fraksi. Badan Kehormatan mempunyai tugas sebagai
berikut :
a. Memantau dan mengevaluasi disiplin dan/atau kepatuhan
terhadap moral, kode etik, dan/atau peraturan tata tertib
DPRD dalam rangka menjaga martabat, kehormatan, citra
dan kredibilitas DPRD;
b. Meneliti dugaan pelanggaran yang dilakukan anggota DPRD
terhadap peraturan tata tertib dan/atau kode etik DPRD;
c. Melakukan penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi atas
pengaduan pimpinan DPRD, anggota DPRD, dan
atau/masyarakat; dan
d. Melaporkan keputusan Badan Kehormatan atas hasil
penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi sebagaimana
dimaksud pada huruf c kepada rapat paripurna DPRD.
Dalam melaksanakan penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi
97
Tabel 10. Susunan dan personalia Badan Kehormatan DPRD Kabuapten
Soppeng
1. ANDI MAHFUD S.Sos. KETUA2. ASNAIDI, S.H WAKIL KETUA 3. IBRAHIM S.E., M.M. ANGGOTA
Sumber Data : Kantor DPRD Kabupaten Soppeng
7. Panitia Khusus
Dalam hal diperlukan, DPRD dapat membentuk alat
kelengkapan DPRD berupa Panitia Khusus yang bersifat tidak tetap
yang dibentuk dalam rapat paripurna DPRD atas usul anggota setelah
mendengar pertimbangan Badan Musyawarah dan ditetapkan dengan
Keputusan DPRD. Panitia Khusus bertugas melaksanakan tugas
tertentu dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh rapat
paripurna dan bertanggung jawab kepada DPRD. Panitia Khusus dalam
melaksanakan tugasnya dapat :
a. Mengadakan rapat kerja dengan Walikota, yang dapat
diwakili oleh pimpinan SKPD.
b. Mengadakan konsultasi dengan pemerintah, Pemerintah
Provinsi, kab/kota, DPR, DPRD Provinsi, kab/kota, bila
diperlukan.
c. Mengadakan rapat dengar pendapat dengan pejabat
pemerintah daerah yang mewakili instansinya.
d. Mengadakan rapat dengar pendapat umum, baik atas
permintaan panitia khusus maupun atas permintaan pihak
lain bila diperlukan.
98
e. Mengadakan kunjungan kerja dan studi banding, bila
dipandang perlu.
f. Mengadakan rapat kerja dan rapat dengar pendapat, apabila
dipandang perlu dengan pejabat pemerintah yang mewakili
instansinya atas persetujuan Pimpinan DPRD.
g. Mengadakan rapat-rapat gabungan komisi, apabila masalah
yang dibahas menyangkut lebih dari satu komisi.
h. Melakukan tugas atas keputusan rapat paripurna dan/atau
Badan Musyawarah.
4.1.6 Sekretariat DPRD Kabupaten Soppeng
Sekretariat adalah bagian organisasi yang menangani pekerjaan dan
urusan yang menjadi tugas sekretaris misalnya membantu melaksanakan
fungsi manajemen tertinggi yang meliputi perencanaan, pembuatan,
keputusan, pengarahan, pengkoordinasian, pengontrolan serta
penyempurnaan dengan kata lain, sekretariat berperan dalam melakukan
aktifitas penunjang terhadap satuan organisasi lain, guna memperlancar
aktifitas pokoknya dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) mempunyai
tugas menyelenggarakan Administrasi Kesekretariatan, Administrasi
Keuangan, mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD dan
menyediakan serta mengkoordinasikan Tenaga Ahli yang diperlukan oleh
99
DPRD sesuai dengan kemampuan Daerah. Dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud Pasal 8 mempunyai fungsi sebagai berikut :
Fasilitasi Rapat Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
Pelaksanaan Urusan Rumah Tangga dan Perjalanan Dinas
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
Pengelolaan Tata Usaha Dewan Perwakilan Rakyat daerah.
(1) Susunan Organisasi Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah terdiri dari :
b. Sekretaris Dewan;
c. Bagian Persidangan membawahi 3 (tiga) Sub Bagian terdiri
dari:
1. Sub Bagian Risalah dan Rapat;
2. Sub Bagian Humas dan Protokol;
3. Sub Bagian Komisi-komisi.
d. Bagian Perundang-Undangan membawahi 3 (tiga) Sub
Bagian terdiri dari :
1. Sub Bagian Produk Perundang-undangan;
2. Sub Bagian Dokumentasi Perundang-undangan dan
Perpustakaan;
3. Sub Bagian Pengkajian dan Evaluasi Produk
Perundang-undangan.
e. Bagian Keuangan membawahi 3 (tiga) Sub Bagian terdiri
dari :
100
1. Sub Bagian Perencanaan Anggaran;
2. Sub Bagian Pembukuan dan Verifikasi;
3. Sub Bagian Perbendaharaan
f. Bagian Umum membawahi 3 (tiga) Sub Bagian terdiri dari :
1. Sub Bagian Tata Usaha dan Perjalanan Dinas;
2. Sub Bagian Perlengkapan dan Rumah Tangga;
3. Sub Bagian Kepegawaian
4.1.7 Fraksi Anggota DPRD Kabupaten Soppeng
Setiap anggota DPRD wajib menjadi anggota salah satu Fraksi.
Untuk menyelaraskan kepentingan anggota Dewan Perwakian Rakyat
Daerah yang beragam, perlu dibentuk fraksi atau kelompok anggota
DPRD yang memiliki pandangan politik yang sejalan. Dengan adanya
fraksi memungkinkan anggota DPRD untuk dapat menjalankan tugas dan
wewenangnya secara maksimal. Fraksi bertugas mengkoordinasi kegiatan
anggotanya demi mengoptimalkan efektifitas dan efisiensi kerja anggota
DPRD serta bertanggung jawab untuk mengevaluasi kinerja anggotanya
dan melaporkan hasil evaluasi tersebut kepada publik.
Fraksi bukanlah merupakan alat kelengkapan DPRD seperti
layaknya badan musyawarah (Bamus), komisi, panitia anggaran maupun
panitia khusus (pansus). Berdasarkan tatib DPRD, pembentukan fraksi
bertujuan mengoptimalkan dan membuat efektif pelaksanaan tugas,
wewenang dan hak DPR/DPRD. Meskipun fraksi bukan alat kelengkapan
DPR/DPRD yang mempunyai penjabaran tugas tertentu, dalam
101
kenyataannya fraksi mempunyai peran yang signifikan. Sebab, dalam
pengambilan keputusan di DPR/DPRD, suara fraksilah yang
diperhitungkan dengan dasar “musyawarah untuk mufakat”. Fraksi
merupakan pengelompokan anggota DPRD berdasarkan partai politik
yang memperoleh kursi sesuai jumlah yang ditetapkan dalam peraturan
tata tertib DPRD. Fraksi dapat dilakukan oleh partai politik yang
memperoleh kursi di DPRD sekurang-kurangnya tiga orang untuk setiap
fraksi. Berikut nama Fraksi anggota DPRD tahun 2014 dan 2015.
Tabel 11. Jumlah Fraksi DPRD Kabupaten Soppeng Tahun 2009-2014
Nama Fraksi No Nama Anggota Fraksi Jabatan Dalam Fraksi
1. Golongan Karya
123456789101112
Syahruddin M. Adam, S.Sos, MMKM. Sulaeman, S.PdiH. AbidinH. Suwardi Haseng, SEH. A. Kaswadi Razak, SEA. Haerani, S.KM, M.KesH. A. Adam BachtiarH. Suriadi, A.MSH. Syamsuddin Dennu, SEHj. A. Nurul Adelia, SEH. IlyasA. Sillang
KetuaWakil KetuaSekretarisBendaharaAnggotaAnggotaAnggotaAnggotaAnggotaAnggotaAnggotaAnggota
2. Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)
131415161718
A. Besse MegawatiDrs. Andi Sudirman MustajirAndi Mapparemma. M, SEDrs. Abdul Salam DjaleH. Kusman H. Aras
KetuaWakil KetuaSekretarisAnggotaAnggotaAnggota
3.Demokrat 1920
Haeruddin Tahang, SEA. Takdir Akbar Singke, SE
KetuaWakil Ketua
102
212223
A. Ria Akudran, SSMuallim Pabbinru, S.PdDrs. A. Rizal Mappatunru, M.si
SekretarisAnggotaAnggota
4. Amanat Nasional
24252627
M. Absar Salim Abbas SabbiH. Mustang DjiddeIbrahim, SEAndi Kuneng, SH
KetuaWakil KetuaSekretarisAnggota
5.Pembaharuan 282930
Andi Wadeng, SEMaswaeni, SEH. Syamsu Alam, B.Sw
KetuaSekretarisAnggota
Sumber Data : Kantor DPRD Kabupaten Soppeng
Berdasarkan tabel diatas Fraksi yang ada Pada Tahun 2014, jumlah
fraksi Kabupaten Soppeng sebanyak 5 (dua) yaitu Fraksi Golkar, Fraksi
PDIP, Fraksi Demokrat, Fraksi Amanat Nasional dan Fraksi
Pembaharuan. Fraksi Golongan Karya (Golkar) yang memiliki 12 (dua
belas) kursi di parlemen,Fraksi PDIP memiliki 6 kursi di parlemen , Fraksi
Demokrat memiliki 5 (lima) kursi di parlemen, Fraksi PAN memiliki 4
(empat) kursi di parlemen dan Fraksi Pembaharuan memiliki 3 kursi di
parlemen .
Diantara 5 Fraksi yang ada pada tahun 2014 empat diantara Fraksi
merupakan fraksi utuh dimana fraksi tersebut terdiri dari anggota Dewan
yang berasal dari partai yang sama diantaranya adalah Fraksi Golkar
yang kemudian diketuai oleh Syahruddin M.Adam S,sos MM, Fraksi PDIP
diketuai oleh A.Besse Megawati, Fraksi Demokrat diketuai oleh Haeruding
Tahang S,E, Fraksi Pan diketuai oleh M.Absar M.Salim Abbas Sabbi dan
103
Fraksi yang terakhir adalah Fraksi Pembarauan yang terdiri dari partai
gabungan dan diketuai oleh A.Wadeng S,E
Tabel 12 .Jumlah Fraksi DPRD Kabupaten Soppeng Tahun 2014-2015
Nama Fraksi No. Nama Anggota Fraksi Jabatan Dalam Fraksi
1. Gerindra 12345678
Asmawi SPHj .Rosnaeni S,sosDrs. H. R.RustanHj. A.Patappa UngaA.Mahfud S,sosDra. Hj.A.Endang Supiati ,MMNasfidingH. Herman
KetuaWakil KetuaSekretarisAnggotaAnggotaAnggotaAnggotaAnggota
2. Golongan Karya (Golkar)
9101112131415
Syafruddin M Adam, S, sos, MMH. IsmailAsnaidiH. Andi Kaswadi RazakH. Suwardi Haseng Drs. Amiruddin BakriSumarni
KetuaWakil KetuaSekretarisAnggotaAnggotaAnggotaAnggota
104
3.Demokrasi Indonesia Perjuangan
16.171819
Ibrahim S,E MMHj. A. Besse MegawatiMuhammad Ihsan, SSA.Mapparemma M SE,MM
KetuaWakil KetuaAnggota Anggota
4. Persatuan Pembangunan
2021222324
Andi Akbar Singke, SEAndi Oddang RioAndi Samsu RijalH. Ilyas Muh Yahya, SEDrs. Fajar
KetuaWakil KetuaSekretarisAnggotaAnggota
5.Amanah Bersatu
252627282930
Andi Kuneng, SH, MHArisman, SHA.Mursadi, APH. Mustang JideHaeruddin Tahang, SEA.Ria Akudran, Ss
KetuaWakil KetuaSekretarisAnggotaAnggotaAnggota
Sumber data : Oficcial DPRD
Berdasarkan pada periode 2014-2019 tabel fraksi diatas dapat
dilihat bahwa jumlah anggota DPRD Kabupaten Soppeng sebanyak 30
orang yang telah terbagi untuk pelaksanaan pembentukan fraksi. DPRD
Kabupaten Soppeng terbagi atas 5(lima) fraksi, ada 3 fraksi utuh. Fraksi
utuh adalah fraksi yang dibentuk oleh satu partai yang mempunyai
anggota yang cukup untuk membuat fraksi. Persyaratan untuk membuat
Fraksi utuh adalah memunyai 3(tiga) kursi anggota dewan dengan partai
yang sama. Seperti dilihat di atas fraksi utuh yang ada di Kabupaten
Soppeng adalah fraksi Gerindra yang mempunyai 8 kursi, fraksi Golkar 7
kursi dan fraksi PDIP 4 kursi . Fraksi PPP adalah gabungan dari partai
PPP,PKB dan Nasdem .Fraksi PPP terdiri dari anggota partai PPP 3
orang , anggota partai PKB 1 orang dan anggota partai Nasdem 1orang.
Fraksi Amanah bersatu merupakan fraksi yang terdiri dari anggota yang
berbeda partai di dalam fraksi ini bergabung partai PAN,Demokrat dan
105
PKS.Fraksi Amanah Bersatu terdiri dari dari 2 orang PAN, 2 orang
Demokrat, dan 1 orang PKS. Jumlah anggota antara Fraksi Gerindra
dengan Fraksi Golkar mengalami selisih sebanyak 1 (satu) orang yakni 8
orang dari gerindra sedangkan dari Fraksi Golkar terdiri 7 orang. 5 Fraksi
yang dibentuk kebanyakan adalah partai utuh. Fraksi dibentuk menurut
kecukupan kursi dalam partai ini diperkuat oleh pernyataan A.Wadeng S,H
M,H selaku ketua Fraksi Amanah bersatu :
“Di DPRD Kabupaten Soppeng memang mayoritas adalah Fraksi utuh ini dapat dilihat dari 5 (lima ) fraksi yang ada di Kabupaten Soppeng 3(tiga) adalah fraksi utuh dan 2(dua) adalah fraksi gabungan. Saya sendiri dari Pan membentuk Fraksi dengan nama Amanah Bersatu bergabung dengan partai Demokrat dan PKS“. (wawancara 17 Januari 2016 ,pukul 15:30).
Berdasarkan dari data fraksi yang ada pada tahun 2014 dan 2015 ,
penulis dapat melihat bahwa mayoritas Fraksi adalah Fraksi utuh dimana
fraksi terdiri dari anggota dewan yang berasal dari partai yang sama. Ada
kepentingan partai bersama yang membuat anggota Dewan yang
mempunyai kursi cukup membuat fraksi maka tidak akan bercampur
dengan partai lain. Mayoritas fraksi adalah fraksi utuh yang ada di
Kabupaten Soppeng dari data Fraksi Periode 2009-2015 dan 2014-2019
menunjukkan bahwa fraksi di Kabupaten Soppeng di bentuk dengan
aturan ketika kursi partai telah cukup 3 orang maka partai tersebut sudah
dapat membuat fraksi. Hubungan komunikasi diantara angota dewan
memang sudah wajar dan terlihat harmonis tetapi tetap ada kepentingan
yang di miliki oleh anggota dewan dan partainya. Hal ini juga
membuktikan bahwa anggota DPRD walaupun mayoritas pemisah Fraksi
106
berdasarkan partai yang berbeda ternyata mampu menyesuaikan diri agar
sepaham dan sependirian sehingga terdapat beberapa keputusan yang
melahirkan suatu Perda di Kabupaten Soppeng.
4.2 Hubungan eksekutif dan legislatif dalam Pembentukan Peraturan
Daerah di Kabupaten Soppeng tahun 2015
Dalam pembentukan Perda ada tahapan perencanaan, pembahasan
dan penetapan yang harus dilalui sebelum Ranperda dapat menjadi
Perda. Untuk itu penulis akan menjabarkan ketiganya :
4.2.1 Perencaan Pembentukan Peraturan Daerah
Hubungan eksekutif dan legislatif dalam pembuatan peraturan daerah
merupakan penjabaran dari undang-undang. Dalam Undang-Undang
Nomor 32 tahun 2004 yang telah diperbaharui ke Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah dijelaskan bahwa pembuat
kebijakan adalah pemerintahan daerah yang dalam hal ini pemerintah
daerah selaku lembaga eksekutif yang menjalankan kebijakan dan DPRD
yang merancang dan menyetujui kebijakan.
Pemerintah daerah dan DPRD yang merupakan mitra penting dalam
proses pembuatan peratutan daerah, proses pembuatan peraturan daerah
ini diatur dalam Undang-undang nomor 12 tahun 2011 tentang
pembentukan peraturan perundang-undangan didalam undang-undang ini
dijabarkan kedalam beberapa pasal yaitu pasal 75 sampai dengan pasal
95. Penjelasan undang-undang nomor 12 tahun 2011 tentang proses dan
sejauh mana hubungan pemerintah daerah dan DPRD dimulai pada
107
pasal 75 dimana pembahasan rancangan peraturan daerah dilakukan oleh
Pemerintah daerah selaku eksekutif dan DPRD selaku legislatif.
Hubungan legislatif (DPRD) dengan eksekutif (Pemda) akan muncul
berkaitan dengan dilaksanakannya tugas dan wewenang masing-masing
terutama bidang tugas yang menjadi urusan bersama dalam pembentukan
Perda. DPRD dan Pemda Kabupaten Soppeng bersama-sama
melakukan kolaborasi hubungan dalam bentuk komunikasi, kerjasama
dan klarifikasi di dalam rancangan perda, pembahasan dan penetapan
perda yang bersifat resiprokal (dua arah), artinya memiliki hubungan
timbal balik dan saling mempengaruhi antara kedua lembaga tinggi
daerah yaitu eksekutif (pemerintah daerah) dan legislatif (DPRD) serta
kolaborasi hubungan kerjasama dan klarifikasi yang bermuara pada
kepentingan masyarakat berdasarkan landasan filosofis, Yuridis dan
Sosiologis, Hubungan Kolaborasi itu ditandai dengan rapat yang
dilakukan oleh DPRD dan Pemerintah Daerah Kabupaten Soppeng
selama tahun 2015. Untuk lebih jelasnya lihat tabel 13 :
Tabel 13. Laporan Kegiatan Rapat-rapat DPRD Kab.Soppeng Untuk Tahun 2015
No Agenda Rapat Jumlah Rapat1 Rapat Paripurna Istimewa 32 Rapat Paripurna 443 Rapat Pimpinan 204 Rapat Konsultasi Pimpin dengan
Pimpinan Fraksi dan Komisi 3
5 Rapat Badan Musyawarah 156 Rapat Badan Anggaran Pemerintah
Daerah5
7 Rapat Komisia.Komisi Ib.Komisi II
5436
108
c.Komisi III 78 Rapat Fraksi
a.Fraksi Gerindrab.Fraksi Golongan Karyac.Fraksi PDIPd.Fraksi Amanah Bersatue.Fraksi PPP
121388710
9 Rapat Pansus 1010 Rapat Dengar Pendapat 311 Rapat Gabungan Komisi DPRD 412 Rapat Gabungan Komisi DPRD dengan
Pemda4
13 Rapat Baperda -14 Penerimaan Aspirasi
a.Masyarakatb.Mahasiswac.Wartawan
3-2
Jumlah 272 Sumber Data : Kantor DPRD Kabupaten Soppeng
Berdasarkan jumlah rapat yang ada, penulis dapat melihat dan
menarik suatu pernyataan bahwa jumlah rapat paripurna yaitu 44(empat
puluh empat) kali dan jumlah perda yang telah ditetapkan selama 2015
yaitu 7 (tujuh). Artinya terjadi ketidakseimbangan antara jumlah rapat
paripurna dengan perda yang ditetapkan. Tetapi hal ini diluruskan oleh
A.Kuneng S,H M,H yang menjabat sebagai ketua Fraksi Amanah Bersatu:
“Rapat paripurna memang ada 44 kali di kantor DPRD Kab.Soppeng selama tahun 2015 tetapi tidak semua rapat paripurna membahas tentang Ranperda, ada Paripurna penerimaan, Paripurna penyerahan, Paripurna penetapan, Paripurna tujuan dan syarat Paripurna harus quorum ½ + 1. Setiap anggota Dewan Rapat adalah rapat Paripurna. Rapat Paripurna dibedakan menjadi dua yaitu Paripurna biasa dan Paripurna Istimewa perbedaan Paripurna biasa dan Paripurna Istimewa adalah Paripurna biasa mengambil keputusan dan Paripurna Istimewa tidak ada keputusan dihasilkan”. (wawancara 17 Januari 2016 pukul 15:30)
Sedangkan pada rapat pansus yaitu terdiri dari 10 ( sepuluh) kali
dan 7(tujuh) perda terlihat bahwa hubungan diantara kedua lembaga
109
tinggi ini cukup harmonis karena dapat menetapkan 7(tujuh) perda pada
tahun 2015. Semua perda yang ditetapkan ini merupakan prakarsa dari
eksekutif tidak ada Perda yang ditetapkan dari hak inisiatif anggota
Dewan. Hal ini diperkuat oleh Bapak Musliadi selaku pegawai Badan
Hukum eksekutif, bahwa
“Pada saat rapat paripurna bersama dengan anggota Dewan memang tidak ada rancangan Perda yang diajukan oleh DPRD selama 2015. “(wawancara 20 Januari 2016 pukul 13.00)
Dan kemudian di konfirmasi oleh Bapak A.Kuneng S,M M,H selaku
ketua Baperda Kabupaten Soppeng periode 2004-2014, bahwa:
“Ranperda 2015 dari hak inisiatif dewan ada 2 tetapi pada saat pembahasan ranperda bersama dengan eksekutif memang kita belum memberitahu ada rancangan perda dari dewan waktu itu alasannya anggota dewan masih membahas tentang ranperda tersebut. Tetapi Ranperda itu telah selesai tahun 2015 tapi memang belum dibahas dan telah dimasukkan pada Ranperda 2016 sebagai hak inisiatif dewan.” (wawancara 20 Januari 2016 pukul 15:30 )
Dari wawancara diatas dapat dilihat bahwa Perda yang ditetapkan
selama 2015 memang tidak ada yang bersal hak inisiatif dari anggota
Dewan, tetapi hal itu bukan karena tidak ada Ranperda dari hak inisiatif
Dewan. Pada saat rapat paripurna eksekutif dan legislatif memang belum
rampung rancangan perda tersebut karena masih ada pro dan kontra
terhadap Ranperda hak inisiatif Dewan tersebut di dalam legislatf sendiri.
Tetapi Ranperda tersebut telah berhasil disusun pada tahun 2015 dan
telah selesai dan disepakati menjadi hak inisiatif Dewan. Ada dua
ranperda yang telah selesai di bahas oleh DPRD yang pertama ranperda
Perlindungan wanita dan anak dan yang kedua adalah Ekonomi Mikro.
110
Bapak Musliadi S,H selaku pegawai bagian perundang-undangan
Pemda Kabupaten Soppeng, menyatakan bahwa :
“Selama tahun 2015 kami selaku eksekutif bersama legislatif telah menetapkan tujuh Perda. Dari tujuh Perda tersebut harus dikaji berdasarkan landasan Yuridis, Filosofis dan Sosiologis, ranperda yang disusun kemudian harus mempunyai tiga aspek tersebut di dalam Naskah Akademiknya .” (wawancara, 20 Januari 2016, Pukul 13.00 Wita).
Pernyataan bapak Musliadi sudah sangat memperkuat dalam
proses pembuatan Naskah Akademik ada 3 (Tiga) yang harus ada pada
isi perda yaitu (1) landasan filosofis (filosofische grondslag) yang berarti
rumusan atau norma-normanya mendapatkan pembenaran sesuai dengan
cita-cita kebenaran, cita keadilan dan cita kesusilaan. (2) landasan
sosiologis yang berarti bila ketentuan-ketentuannya sesuai dengan
keyakinan umum atau kesadaran masyarakat. Hal ini penting agar perda
ditaati dan berlaku efektif di masyarakat. (3) landasan yuridis meliputi
formil dan materil. Secara formil adalah memberikan kewenangan bagi
instansi tertentu untuk membentuk perda tertentu. Sedangkan secara
materil harus diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan yang
didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
derajatnya. Berikut ini adalah peraturan daerah yang telah dihasilkan oleh
pemerintahan Kabupaten tahun 2015 dapat diihat pada tabel 14 :
Tabel 14. Rancangan Peraturan Daerah yang sudah menjadi Peraturan
Daerah Tahun 2015
No RANPERDA Keterangan
111
1 Perubahan Peraturan Daerah Kabupaten Soppeng Nomor 04 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Organisasi dan tata kerja lembaga teknis Daerah Pemerintah Kabupaten Soppeng
Ditetapkan 19 Maret 2015
2 Pertangungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2014
Ditetapkan 6 Juli 2015
3 Izin Usaha Jasa Konstruksi Ditetapkan 13 Juli 20154 Bangunan Gedung Ditetapkan 13 Juli 20155 Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah Tahun Anggaran 2015Ditetapkan 30 September 2015
6 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2016 Ditetapkan 30 November 2015
7 Perubahan Perda No.2 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan Di Kabupaten Soppeng
Ditetapkan 31 Desember 2015
Sumber Data : Kantor DPRD Kab. Soppeng
Prolegda yang diusulkan eksekutif kepada DPRD di Kabupaten
Soppeng pada tahun 2015 ada 16 (lampiran 1). Tetapi tidak semua
Prolegda kemudian akan menjadi Ranperda. Itu di sebabkan oleh
ketidaklengkapan Naskah Akademik yang disertakan oleh Eksekutif. Ini
dipertegas oleh Hj. A. Patappa Unga selaku Ketua DPRD Kabupaten
Soppeng :
“Tidak semua prolegda yang kemudian diusulkan di DPRD akan menjadi Ranperda dan dibahas, itu disebabkan oleh ketidaklengkapan Naskah Akademik prolegda tersebut dan telah kita ketahuai Naskah Akademik sangat penting bagi proses di dalam Ranperda.” (wawancara 13 Januari 2016 pukul 11.30)
Kemudian hal ini dikonfirmasi oleh Bapak Musliadi selaku pegawai
Badan Hukum Kabupaten Soppeng , bahwa :
“Pada saat penyusunan Prolegda sesuai dengan aturan memang harus disertakan oleh Naskah Akademiknya tetapi yang terjadi di lapangan banyak hal yang kemudian menjadi hambatan dalam penyusunan Naskah Akademik ini salah satunya adalah kurang
112
komunikasinya SKPD yang mengajukan prolegda dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah dan alasan yang banyak terjadi adalah tidak adanya Dana untuk membuat Naskah Akademik”. (wawancara 20 Januari 2016 pukul 13.00)
Dari wawancara diatas penulis dapat dinyatakan bahwa penyusunan
prolegda tidak serta merta membuat prolegda yang disusun oleh eksekutif
akan lahir menjadi Ranperda. Alasannya karena dari pihak eksekutif tidak
lengkap naskah kemudian kurangnya komunikasi antara SKPD yang
bersangkutan dengan tim dana pemerintah daerah dan dinas atau SKPD
yang bersangkutan tidak menghadiri rapat yang telah diadakan oleh pihak
legislatif.
Berdasarkan tabel 9 juga dapat dilihat bahwa semua Ranperda yang
diusulkan oleh eksekutif selama 2015 semua ditetapkan menjadi Perda.
Dari 7 Ranperda yang ada, 7 juga yang ditetapkan menjadi Perda. Tiga
diantara Perda yang ditetapkan merupakan Perda APBD, dua Perda
perubahan dan dua perda baru. Hal tersebut ditegaskan oleh Bapak
A.Kuneng S,H M,H selaku Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah
“Dari 16 Prolegda yang diusulkan oleh eksekutif ada 2 yang memang tidak ditindaklanjuti alasanya karena hal itu tidak membutuhkan suatu Perda tetapi membutuhkan Peraturan Bupati. Sisanya 14 Prolegda dan 7 Ranperda diantaranya telah ditetapkan menjadi Perda sisanya ada 7 prolegda yang tidak dibahas karena tidak adanya Naskah akademiknya tetapi ketika pada tahun 2016 diusulkan kembali dalam prolegda dan telah disertakan Naskah akademiknya maka utang kami untuk diselesaikan di tahun berikutnya”. ( wawancara 20 Januari 2016 15:30 )
113
Alasan tersebut kemudian ditegaskan oleh Bapak Musliadi selaku
pegawai bagian Hukum dan perundang-undangan pemerintah daerah
Kabupaten Soppeng menyatakan bahwa :
“Tidak semua Prolegda dapat menjadi Ranperda karena ada tahap evaluasi untuk menjadi Ranperda. Ranperda harus ditetapkan menjadi suatu Perda ketika persayarataanya telah disepakati. Adapun prolegda yang tidak masuk akan diperbaiki dan ketika layak akan diajukan kembali menjadi Ranperda.” (wawancara 20 Januari 2016 pukul 13.00 Wita)
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat dilihat bahwa, adanya
kerjasama yang kurang baik di dalam eksekutif itu sendiri ini dapat dilihat
bahwa banyaknya masalah yang timbul seperti : Naskah Akademik yang
belum ada, Kurangnya komunikasi dengan Tim Angaran Pemerintah dan
multitafsirnya aturan tentang prolegda atau penetapan APBD yang lebih
dulu. Hal ini menjadikan 16 Prolegda yang diusulkan hanya 7 yang
berhasil menjadi Ranperda. Namun disisi lain terjadi hubungan
komunikasi dan klarifikasi yang baik, dimana tukar menukar informasi
antara pihak yang terkait dapat melahirkan keputusan yang tepat yaitu
mampu menentukan, mendahulukan dan menetapkan Ranperda yang
utama dan lebih penting untuk kebutuhan kepentingan masyarakat.
Pencapai tujuan bersama suatu lembaga diperlukan adanya
kerjasama dari anggota-anggota yang ada di dalamnya. Pentingnya
menjalin kerjasama akan berdampak positif terhadap kinerja yang efektif.
Salah satu hal awal lahirnya kerjasama adalah jalinan komunikasi yang
baik dan juga merupakan hal terpenting dalam keberhasilan suatu
114
lembaga. Jika anggota dalam menjalin hubungan dengan baik, maka
lembaga mempunyai peluang besar untuk meraih keberhasilan. Namun,
terbentuknya hubungan komunikasi yang mengawali kerjasama tim dalam
kelembagaan tidak mudah dalam pelaksanaannya.
4.2.2. Tahapan Pembicaraan (Pembahasan dan Penetapan Perda
2015 di Kabupaten Soppeng)
Tahap pembicaraan Ranperda yang ada pada Tata tertib DPRD
Kabupaten Soppeng pasal 143 adalah Rancangan PERDA yang berasal
dari DPRD atau Bupati, dibahas oleh DPRD dan Bupati untuk
mendapatkan persetujuan bersama. Pembahasan rancangan PERDA
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui 2 (dua) tingkat
pembicaraan, yaitu pembicaraan tingkat 1 dan pembicaraan tingkat II.
(1) Pembicaraan tingkat 1 sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
meliputi;
a. Dalam hal rancangan PERDA berasal dari Bupati, dilakukan
dengan kegiatan sebagai berikut ;
1. penjelasan Bupati dalam rapat paripurna mengenai
rancangan PERDA;
2. penyerahan rancangan PERDA oleh Bupati.
3. pemandangan umum fraksi-fraksi terhadap rancangan
PERDA; dan
115
4. tanggapan dan atau jawaban Bupati terhadap
pemandangan umum fraksi.
b. Dalam hal rancangan PERDA berasal dari DPRD,dilakukan
dengan kegiatan sebagai berikut;
1. penjelasan pimpinan komisi, pimpinan gabungan kimisi,
pimpinan BAPPERDA, atau pimpinan PANSUS dalam rapat
paripurna mengenai rancangan PERDA;
2. pendapat Bupati terhadap rancangan PERDA; dan
3. tanggapan dan atau jawaban fraksi terhadap pendapat
Bupati.
c. Pembahasan dalam rapat komisi, gabungan komisi,
BAPPERDA, atau PANSUS dan konsultasi yang dilakukan
bersama dengan Bupati atau pejabat yang ditunjuk untuk
mewakilinya.
d. Penyampaian pendapat fraksi yang dilakukan dalam rapat
paripurna.
(2) Pembicaraan tingkat II sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
meliputi;
a. pengambilan keputusan dalam rapat paripurna yang didahului
dengan;
b. penyampaian laporan pimpinan komisi/pimpinan gabungan
komisi/ pimpinan BAPPERDA/pimpinan PANSUS yang berisi
116
peroses pembahasan, pendapat fraksi dan hasil pembahasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c; dan
c. permintaan persetujuan dari anggota secara lisan oleh
pimpinan rapat paripurna;
d. penandatanganan berita acara persetujuan bersama.
e. penyerahan Berita Acara Persetujuan Bersama dan Keputusan
DPRD
f. pendapat akhir dan sambutan Bupati.
4.2.2.1 Ranperda tentang perubahan PERDA No.4 Tahun 2008
tentang pembentukan organisasi dan lembaga tekhnis
daerah pemerintah Kabupaten Soppeng.
Pembahasan dan Penetapan Ranperda tentang perubahan
PERDA No.4 Tahun 2008 tentang pembentukan organisasi dan
lembaga tekhnis daerah pemerintah Kabupaten Soppeng
menjadi Perda dimulai pada tangggal 16 Maret 2015 sampai
dengan tanggal 19 Maret 2015. Semua Fraksi setuju
ditetapkannya Ranperda ini menjadi Perda dengan berbagai
pertimbangan saran. Ranpeda ini disahkan pada tanggal 19
Maret 2015. Adapun harapan dari DPRD untuk Peraturan
daerah tentang perubahan No.04 tahun 2008 tentang
pembentukan organisasi dan tata kerja lembaga tekhnis Daerah
Kab. Soppeng ini nantinya diharapkan menjadi landasan yuridis
bagi terbentuknya semangat desentralisasi, demokratisasi,
117
transparansi dan akuntabilitas di dalam proses penyelenggaraan
pemerintahan pada umumnya dan peningkatan kinerja Aparatur .
Berkenang dengan hal itu maka perbubahan nomenklatur
SKPD ini hendaknya juga dimaknai sebagai upaya didalam
meningkatkan kualitas sumber daya manusia efektivitas dan
efesien pelaksanaan tugas-tugas pokok dan fungsi serta mampu
jadi supporting didalam meningkatkan pelayanan aparatur dan
pengelolaan manajemen RSUD Kab. Soppeng. Di harapkan
peraturan daerah tersebut sebagai suatu instrument didalam
sistem pengelolaan manajemen kelembagaan yang lebih adil,
rasioanl, transparan, partisipatif dan bertangung jawab agar
terciptanya keseimbangan yang lebih transparan dan lebih
bertangungjawab didalam perindustribusian kewenangan,
pembiayaan dan penataan sistem pengelolaan daerah yang
lebih baik sehingga pelaksanaan otonomi Daerah dapat
berlansung secara optimal sesuai dinamika dan tuntutan
masyarakat yang berkembang.
4.2.2.2 Ranperda tentang pertangungjawaban Pelaksanaan APBD
Tahun Anggaran 2014
Rapat Paripurna tentang pertangung jawaban Pelaksanaan
APBD Tahun Anggaran 2014 dimulai pada tanggal 12 Juni.
Pembahasan menjadi alot karena dibutuhkan waktu hampir satu
bulan untuk menyelesaikan Ranperda tersebut. Hal ini menjadi
118
alot karena membahas tentang pelaksanaan APBD tahun
anggaran 2014 dimana anggota DPRD harus memeriksa baik
baik laporan pertangungjawaban ini sesuai atau tidak sesuai
dengan yang ada di lapangan. Dapat disimpulkan bahwa kelima
Fraksi menerima dan menyetujui RANPERDA tentang
pertangungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2014
untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah dengan beberapa
catatan, harapan dan saran sesuai dengan kesepakatan pada
rapat kerja komisi DPRD dengan kepala SKPD mitra kerja
lingkup Pemerintah Daerah serta memperhatikan pendapat
Fraksi. Ditetapkan pada 06 Juli 2015.
4.2.2.3 Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung dan
Izin usaha konstruksi.
Ranperda ini dimulai pada tanggal 24 April 2015 dengan
rapat Pansus sebagai awalnya. Study Banding di Kota Pare-pare
pada tanggal 05-06 Mei 2015 bersama kordinator Pansus, Kepala
Dinas Pu dan Bagian Hukum pemerintah. Setelah mengkaji dan
membuat dokumen Ranperda Bangunan Gedung dan Ranperda
izin usaha Jasa Konstruksi bersama SKPD terkait dalam hal ini
Kepala Dinas PU dan Kabag Hukum Setda Kab. Soppeng serta
Satuan Kerja Pengembangan Kawasan Pemukiman dan
Penataan Bangunan PK, Penataan Bangunan Sulawesi Selatan.
Perubahan ini didasarkan alat pertimbangan antara lain untuk :
119
a. Memberikan kesempatan kepada Pemerintah Daerah
untuk menerbitkan beberapa Peraturan Bupati
sebagai penjabaran lebih lanjut dari Pasal-pasal
Perda.
b. Melakukan sosialisasi kepada semua pemangku
kepentingan terutama kepada masyarakat, sehingga
mereka dapat mengetahui dan mematuhi Perda
tersebut.
Ditetapkan pada tanggal 13 Juli 2015.
4.2.2.4 Rapat Ranperda Perubahan APBD di Kabupaten Soppeng Pada
Tahun 2015
Ranperda Perubahan APBD dimulai pada tanggal 28
September 2015 dibahas selama tiga hari. Ranperda perubahan
APBD ini hanya diikuti oleh empat Fraksi yaitu Fraksi Partai
Demokrasi Perjuangan, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan,
Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya dan Fraksi Amanah bersatu.
Fraksi yang tidak ikut dalam pembahasan adalah Fraksi partai
Golongan karya karena berbeda pandangan politik tentang
Ranperda tersebut. Sebagai sikap politik tidak setuju maka Fraksi
Golongan Karya mengambil sikap untuk tidak mengikutsertakan
anggotanya dalam pembahasan perubahan APBD tersebut.
Ranperda perubahan APBD ditetapkan pada tanggal 30 September
2015 .
120
4.2.2.5 Ranperda Anggaran Belanja Daerah (APBD) Kabupaten
Soppeng 2015.
Pembahasan Ranperda APBD dimulai pada tanggal 24
November 2015 . Ranperda ini dibahas selama tujuh hari. Dalam
pembahasan Ranperda sama dengan kasus perubahan APBD
rancangan APBD hanya diikuti oleh empat Fraksi. Hanya Fraksi
Golkar yang memang tidak ikut dalam pembahasan dan penetapan
Ranperda APBD pada tahun 2015. Berdasarkan Pendapat ke 4
(empat) Fraksi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa 4 (empat)
Fraksi menerima dan menyetujui Ranperda tentang APBD
Kabupaten Soppeng Tahun Anggaran 2016 untuk ditetapkan
menjadi Peraturan Daerag dengan beberapa perubahan dan
penyempurnaan sesuai kesepakatan pada Rapat Komisi-komisi
DPRD dan Rapat BANGGAR DRPD dengan Pemerintah Daerah /
TAPD serta memperhatikan pendapat / saran Fraksi-fraksi.
Ranperda tentang APBD disahkan secara resmi menjadi PERDA
APBD tahun 2015 pada tanggal 30 November 2015.
4.2.2.6 Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Soppeng tentang
Perubahan Peraturan Daerah Kabupaten Soppeng Nomor 02
Tahun 2012 Tentang penyelenggaraan Administrasi
Kependudukan Di Kabupaten Soppeng.
Rapat Ranperda tentang perubahan Perda Kab. Soppeng
Nomor 02 Tahun 2012 tentang penyelenggaraan Administrasi
121
Kependudukan di Kabupaten Soppeng dimulai pada tanggal 28
Desember tahun 2015. Pembahasan Ranperda ini di lakukan
selama tiga hari pada penghujung tahun 2015. Perubahan
dilakukan sebagai langkah penyesuaian, karena adanya perubahan
regulasi yaitu Undang – undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang
Perubahan Undang – undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan. Dapat disimpulkan
bahwa kelima fraksi DPRD menyatakan SETUJU terhadap
RANPERDA tentang Perubahan PERDA Nomor 02 Tahun 2012
tentang Penyelenggaraan Adminsitrasi Kependudukan di
Kabupaten Soppeng untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah
dengan berbagai saran dari Fraksi di tetapkan pada tanggal 31
Desember tahun 2015.
4.2.3 Pandangan Fraksi Partai yang ada di DPRD Kabupaten Soppeng tentang Hubungan eksekutif dan legislatif dalam pembentukan PERDA yang ada di Kabupaten Soppeng.
Pernyataan setiap Ketua Fraksi mengenai hubungan
eksekutif dan legistafif dalam pembentukan PERDA pada tahun
2015 :
122
Pendapat ketua Fraksi Gerakan Indonesia Raya yang
diketuai oleh Asmawi S,P tentang hubungan eksekutif dan legislatif
dalam pembentukan Perda yang ada di kabupaten Soppeng di
tahun 2015 :
“Hubungan eksekutif dan legislatif selama ini berjalan dengan yang seharusnya adapun dinamika yang terjadi di dalam pembentukan PERDA itu sendiri dapat di selesaikan dengan seharusnya namun belum maksimal pelaksanaanya karena dari 16 Prolegda yang ditawarkan minimal harusnya kita bisa selesaikan 10 Ranperda oleh karena itu saya memandang memang belum maksimal kegiatan ini walaupun saya sebagai ketua Bapperda kalau kita mau rangkai kan dengan waktu kalau kita tidak padukan dengan 2 perda memang mustahil selesai. Mengingat anggota Dewan bukan hanya mengurusi Pembentukan PERDA tetapi banyak urusan lainnya seperti reses, study banding dan sebagainya. (wawancara pada tanggal 25 Januari 2016 pukul 12:00 wita ).
Ketua Fraksi Golongan Karya yang diketuai oleh
Syafruddin M. Adam S,sos.MM juga ikut berpendapat tentang
hubungan antar kedua lembaga ini :
“Hubungan eksekutif dan legislatif saya rasa cukup bagus ini terbukti dari beberapa perencanaan Prolegda mencapai target dengan apa yang ditargetkan maksudnya Ranperda ada 7 dan berhasil dibahas dan ditetapkan adalah 7 Perda selama tahun 2015. Lembaga DPRD adalah lembaga politik makanya diatur fraksi bukan alat kelengakapan tapi ada sikap politik yang harus di berikan oleh perpanjangan tangan partai melalui frasiknya yang ada di dalam DPRD. Dalam pembahasan Perda akan ada terjadi diskusi dan perdebatan-perdebatan yang terjadi di dalamnya sikap akhir maka setiap fraksi akan ditanyai setuju atau tidak setuju terkait dengan Peraturan daerah yang sedang kita bahas. Dalam pengambilan sikap selama tahun 2015 Golkar pernah tidak setuju tentang ranperda APBD alasannya adalah ada pertimbangan politik yang dipandang oleh partai Golkar tidak sesuai tempatnya yaitu pembahasan APBD harusnya dibahas setelah pemberhentian Bupati dan perubahan
123
anggaran tidak usaha dilakukan ketika tidak dapat telaksana mengingat masa jabatan Bupati sisa berapa bulan tetapi teman teman yang lain tetap menyepakati untuk dilanjutkan tidak ada masalah karena hal itu merupakan hak Fraksi kemudian, bentuk protes partai Golkar adalah tidak mengikutsertakan anggotanya dalam pembahasan ranperda tersebut. (wawancara tanggal 25 januari 2016 pukul 13:28)”
Ketua fraksi PPP yang diketuai oleh Andi Takdir Akbar
Singke S,E juga ikut buka suara tentang hubungan eksekutif dan
legislatif di Kabupaten Soppeng :
“Hubungan eksekutif sejauh ini saya rasa baik-baik saja tetapi ada faktor yang mengahalangi kemudian pembahasan perda selanjutnya belum ada Peraturan Bupati yang menyertai. Rancangan Peraturan Daerah itu sendiri untuk apa di bahas ketika peraturan daerah yang telah ditetapkan belum ada peraturan Bupati yang mengikuti. Legislatif telah memberitahu beberapa kali kepada eksekutif untuk mengeluarkan peraturan Bupati yang terkait dengan peraturan daerah yang telah ditetapkan agar dapat dilaksanakan dengan cepat (wawancara tanggal 25 januari 2016 pukul 11:00 Wita)”.
Ketua Fraksi Amanah Bersatu yang diketuai oleh A. Kuneng
S,H MM mempunyai pendapat yang menarik tentang hubungan
eksekutif dan legislatif yang ada di Kabupaten Soppeng :
“Hubungan antara eksekutif dan legislatif dalam pembentukan Perda itu baik tetap melaui tahapan yang ada dalam aturan. Kemudian Ranperda itu ada 2 macam ada inisiatif dari Dewan kemudian ada prakarsa dari Eksekutif. Perda yang bagus merupakan perda yang pro rakyat artinya memihak kepada rakyat. Kewenangan DPRD provinsi dan kabupaten adalah membuat perda bukan undang-undang kaena kewenangan Undang-undang adalah kewenangan yang dimiliki oleh DPR pusat. Di dalam pembahasan pembentukan Perda wajar ketika ada perdebatan yang muncul tapi saya kira masih bisa di atasi. (wawancara tanggal 17 Januari 2016 pukul 15:30 )
124
Pendapat Ketua Fraksi yang terakhir adalah ketua Fraksi
PDIP-Perjuangan yang diketuai oleh Ibrahim yang secara terbuka
mengakui dari semua Ranperda yang dibahas paling alot adalah
Ranperda APBD dengan alasan :
“Proses pembentukan Perda yang ada di Kabupaten Soppeng itu ada berasal dari inisatif Dewan atau prakarsa Eksekutif. Dari semua Ranperda yang dibahas perlu saya akui masalah APBD adalah masalah yang paling alot di bahas setiap tahunnya. Di dalam APBD kita harus melihat sejauh mana APBB berpihak kepada publik itu yang kemudian yang biasanya menjadi tarik ulur antara Pemerintah Daerah. Belanja Pegawai jauh lebih tinggi dari Belanja Publik nah, tugasnya eksekutif untuk merasionalisasikan. Kemudian, SKPD yang tidak siap dalam membuat aturan Bupati yang harus diterbitkan setelah diundangkanya Perda. Tetapi saya perhatikan ini efek dari mutasi yang dilakukan oleh eksekutif karena tidak ada penyerahan secara resmi oleh pejabat yang lama ke pejabat yang baru mengingatkan ini Pekerjaan yang harus anda lanjutka ada hal seperti ini yang terabaikan. Dan kami selaku legislatif berkomitmen tidak akan membahas ketika masih ada Perda yang telah ditetapkan dan belum ada peraturan Bupatinya(wawancara 26 Januari 2016 pukul 13:57)”
Dari pernyataan Ketua- ketua Fraksi DPRD Kabupaten Soppeng
periode tahun 2014-2019 penulis dapat menyatakan bahwa hubungan
eksekutif dan legislatif dalam pembentukan Perda baik- baik saja
walaupun di dalam pembentukannya masih terdapat banyak kekurangan
seperti yang diakui oleh Ketua fraksi Gerindra Asmawi S,P yang
menyatakan bahwa di dalam satu tahun sebaiknya daerah menetapkan 10
Perda yang dibahas bersama DPRD dan Pemerintah untuk kepentingan
masyarakat. Pernyataan yang mendukung juga dinyatakan oleh Ketua
Fraksi Golkar Syafruddin M. Adam S,sos MM bahwa hubungan antara
125
kedua lembaga ini cukup harmonis mengingat Ranperda yang ditetapkan
semua berhasil di tetapkan menjadi Perda selama tahun 2015 walaupun
Golkar pada saat perubahan dan penetapan APBD tidak ikut dalam
pembahasan karena beda pandangan politiknya itu tidak menghalangi
Ranperda tersebut tidak dibahas dan ditetapkan menjadi Perda.
Pernyataan Ketua fraksi Amanah Bersatu A. Kuneng S,H M,H
mewajarkan apabila di dalam pembahasan ada perdebatan di antara
anggota Dewan tidak masalah selama perdebatan itu melahirkan solusi
dan membuat kesalahpahaman menjadi satu kembali. Fraksi PPP yang
diketuai oleh A. Takdir Singke S,E juga berpendapat bahwa hubungan
antara kedua lembaga eksekutif dan legislatif itu baik-baik saja hanya
yang disayangkan semua Perda yang ditetapkan selama tahun 2015
belum diikuti oleh Peraturan Bupati . Hal itu menandakan adanya kelalaian
di tingkat birokrasi yang belum mengurus keputusan Bupati. Pernyataan
Ketua Fraksi yang terakhir adalah Ketua fraksi PDIP yang secara terbuka
mengakui selama ini pembahasan yang paling alot setiap tahunnya
adalah pembahasan APBD. Di dalam pembentukan Perda wajar ketika
ada perdebatan dan pembahasan yang alot tetapi itu bukan untuk saling
menjatuhkan dan menyalahkan satu sama lain hasil perdebatan harusnya
akan diterima oleh semua pihak yang bersangkutan.
4.2.4 Hubungan eksekutif dan legislatif ( Hubungan kekerabatan suami dan istri A.Soetomo dan A.Patappa Unga selaku Bupati Soppeng dan Ketua DPRD Kabupaten Soppeng pada tahun 2015).
126
Hubungan eksekutif dan legislatif yang kemudian dipimpin oleh
Suami dan istri selama kurang lebih 8 bulan membuat banyak spekulasi
yang muncul tentang eksistensi fungsi pengawasan yang dilakukan oleh
DPRD Kabupaten Soppeng itu sendiri mengingat hubungan kekerabatan
yang merupakan hubungan suami dan istri hal ini kemudian dikonfirmasi
oleh Bapak A.Soetomo yang merupakan Bupati pada tahun 2015 beliau
kemudian berkata:
“Aturanlah yang membuat Ibu (A.Pattapa Unga ) menjadi ketua Dewan tidak ada campur tangan saya sama sekali sebagai Bupati karena memang jelas aturan di Dewan yang menyebutkan partai dengan kursi terbanyak berhak menjadi pemimpin di Dewan di dalam partai itu sendiri kebetulan Ibu lah yang mempunyai suara terbanyak lalu diusulkan lah oleh partainya menjadi ketua Dewan. Di dalam aturan pun tidak ada yang salah baik itu di dalam Undang-undang dsb kecuali saya sebagai Bupati ada yang mempunyai suara lebih banyak kemudian saya ingin memaksakan kehendak tetapi saya tidak mencampur tangani karena ini adalah masalah politik. Ini memang ini jarang terjadi Indonesia sehingga banyak spekualifikasi padahal ini adalah murni pilihan rakyat tidak ada campur tangan eksekutif di dalamnya”.(wawancara tanggal 18 Januari 2016 pukul 19:05)
Kemudian kembali di tegaskan oleh A.Kuneng S,H MM mengenai hal
tersebut:
“Tidak ada aturan yang masalah ketika hubungan kekerabatan yang dimiliki oleh eksekutif dan legisltaif sangat dekat (suami dan istri ) karena tidak ada aturan yang dilanggar sejauh ini . Ketika A.Tappa kemudian menjadi Bupati itu bukan kewenangan A.Soetomo selaku bupati pada saat itu tapi memang aturan. Fungsi DPRD itu ada 3 yaitu Membuat Peraturan, Anggaran dan terakhir adalah pengawasan. DPRD mengawasi eksekutif dalam hal ini A.Soetomo menjadi pemimpin ekskutif sampai sekarang ini juga tidak ada hal yang dibuat oleh kedua belah pihak yang tidak sesuai dengan aturan. Anggota Dewan ada 30 orang A.tappa hanya satu orang ketika fungsi pengawasannya tidak ada masih ada 29 orang. Tetapi
127
sejauh ini saya kira semua sesuai dengan aturan yang berlaku”.(wawancara tanggal 19 Januari 2016 pukul 15:30)”.
Kabag hukum DPRD Kabupaten Soppeng ibu Hj.Paisah S,sos pun
ikut angkat bicara masalah ini :
“Prosedur semua kegiatan yang dilakukan di DPRD Kabupaten Soppeng sejauh ini masih sesuai aturan sebelum A.Patappa Unga menjadi Ketua Dewan dan setelah beliau menjadi Ketua Dewan tidak satu hal pun yang kemudian lewat dari prosedur yang seharusnya. Hubungan suami dan istri kedua pimpinan Pemerintah Daerah waktu itu sayak ira tidak membuat banyak perubahan terutama terhadap prosedur yang harus dilaksanakan di DPRD itu sendiri(wawancara 8 Januari 2016 pukul 10:43)”.
Berangkat dari masalah ini dan setelah mendengarkan klarifikasi dari
elemen yang ada di dalam maka penulis dapat berkesimpulan bahwa
pada hubungan eksekutif dan legislatif yang mempunyai kekerabatan
tidak menganggu tugas dan fungsi masing-masing lembaga pemerintahan
daearah ini. Terbukti dari RANPERDA yang berhasil ditetapkan menjadi
PERDA yang ada di Kabupaten Soppeng.
Dalam pertanyaan yang berbeda pada saat wawancara dengan
Bapak A.Soetomo yang merupakan Bupati tahun 2015 ada yang
peryataan menarik yaitu :
“Tahun 2015 merupakan penetapan APBD tercepat Kabupaten Soppeng karena penetapan yang cepat kita mendapatkan bonus dari pusat 30 Milyar lebih walaupun ada Fraksi yang tidak ikut dalam pembahasan. Ini baru terjadi ketika Ibu (A. Patappa Unga) menjadi ketua Dewan. Tahun-tahun lalu itu selalu terlambat setiap tahun. Alasannya adalah tidak lengkap padahal kalau tidak lengkap baiknya kita duduk bersama untuk melengkapi saya rasa memang itu fungsi
128
duduk bersama eksekutif dan legislatif “. (wawancara tanggal 18 Januari 2016 pukul 19:05)
Dalam wawancara diatas penulis berkesimpulan bahwa dalam
pembentukan Perda memang ada pengaruh kekerabatan seperti yang
dijelaskan oleh Bapak A.Soetomo selaku Bupati Soppeng tahun 2015
yang secara blak-blakan mengakui bahwa saja penetapan APBD yang
cepat itu ketika Ibu yang menjadi Ketua DPRD Kabupaten Soppeng.
Memang tidak ada aturan yang dilangkahi semua sesuai dengan prosedur
tetapi pengaruh kekerabatan ini sangat berpengaruh terhadap Perda yang
dibahas di Kabupaten Soppeng termasuk Perda mengenai anggaran
Kabupaten Soppeng itu sendiri yang terbilang cepat dari tahun-tahun
sebelumnya.
4.2.5. Peran Legislatif Dalam Pembentukan Perda
Tugas, wewenang dan kewajiban DPRD tentang penyusunan,
penetapan, peraturan daerah dijelaskan dalam peraturan tata tertib DPRD
Pasal 109 ayat (1) bahwa DPRD memegang kekuasaan membentuk
Perda dan pada pasal 113 ayat (1) bahwa setiap Rancangan Perda
dibahas oleh DPRD dan Kepala Daerah untuk mendapatkan persetujuan
bersama. Kemudian pada pasal 115 ayat (2) dijelaskan pula bahwa
rancangan Perda disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada seluruh
anggota selambat-lambatnya 1 minggu (7 hari) sebelum rancangan Perda
tersebut disampaikan dalam rapat paripurna.
129
Ranperda yang dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi
daerah dimaksudkan untuk menjabarkan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi dengan memperhatikan keunggulan dan ciri khas
masing-masing daerah. Perda dibentuk juga tidak boleh bertentangan
dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang
diatasnya. Maksud ini juga diperjelas oleh A.Mappatoto selaku kepala
bagian perundang-undangan DPRD Kabupaten Soppeng menyatakan
bahwa :
“Dalam pembuatan rancangan perda tidak bisa bertentangan dengan produk hukum yang ada di atasnya. Adapun Produk Hukum yang tidak bisa tumpang tindih dengan peraturan daerah yang dibuat adalah UUD Negara RI Tahun 1945, Peraturan Menteri No 01 Tahun 2014 tentang pembentukan produk hukum daerah, UU RI No 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, peraturan Pemerintah No 16 Tahun 2010 tentang Tata Tertib DPRD dan dan (wawancara, 13 Januari 2015, Pukul 11.47 Wita)
Dari hasil wawancara di atas dapat ditarik pernyataan bahwa
pembuatan rancangan perda tidak bisa tumpang tindih dengan peraturan
perundang- undangan yang ada di atasnya selain itu, penulis juga
menemukan pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 pasal 7 (1)
yang menyatakan bahwa hirarki peraturan perundang-undangan yaitu
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Ketetapan Majelis Permusyarawatan Rakyat, Undang-undang/Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang - undang, Peraturan Pemerintah Peraturan
Presiden, Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota. Berdasarkan peraturan tata tertib DPRD Kabupaten
130
Soppeng pasal 120 ayat (1) dan (2) bahwa “Rancangan Perda baik
disampaikan oleh pimpinan DPRD maupun rancangan Perda yang
disampaikan oleh Pemda maka pimpinan DPRD akan menyampaikan
Ranperda kepada seluruh anggota selambat-lambatnya 1 minggu (7 hari)
sebelum rancangan Perda disampaikan dalam rapat Paripurna. Namun
selama tahun 2015 Ranperda inisiatif legislatif tidak ada. Pernyataan ini
diakui oleh Bapak A.Kuneng S,H MM dari fraksi Amanah Bersatu dan
bapak Asmawi S,P dari Fraksi gerindra bahwa :
“Selama tahun 2015 tidak ada Ranperda inisiatif dari pihak Legislatif tetapi di tahun ini (2015) karena belum selesai pembahasaanya waktu itu, tapi pada tahun ini 2016 ada dua (2) draft Ranperda yang kami usulkan yaitu Ranperda tentang dan Perlindungan perempuan dan anak dan Ranperda tentang Ekonomi Mikro . (wawancara, 19 Januari 2014, Pukul 15:59 Wita dan 25 Januari 2015, Pukul 13.15 Wita).
Berdasarkan hasil wawancara di atas peran legislatif dalam
pembuatan perda kurang maksimal karena dari 7 perda yang di tetapkan
pada tahun 2015, tidak ada inisiatif dari pihak legislatif yang mengajukan
ranperda, ini menandakan lemahnya DPRD (legislatif) dalam pembuatan
ranperda, penulis berpendapat bahwa komunikasi yang intens serta
kerjasama harus lebih maksimal di lakukan di internal DPRD (legislatif)
agar dapat menciptakan perda inisiatif legislatif karena DPRD merupakan
manifestasi dari masyarakat yang salah satu tugasnya menampung
aspirasi masyarakat dan selajutnya dibuatkan aturan (Perda) agar tercipta
keteraturan sosial. Kesuksesan lembaga yang didasari kemampuan para
anggota untuk bekerja sama yang ditentukan oleh hubungan komunikasi
131
yang baik. Oleh karena itu, setiap lembaga/organisasi mempunyai
kewajiban untuk mengembangkannya dari berbagai pihak, baik itu antara
pemimpin, anggota, dan masyarakat disekitar lingkungan kerja agar dapat
membantu mewujudkan kerjasama tim yang baik.
4.2.6. Peran Eksekutif Dalam Pembentukan Perda
Jika usulan peraturan daerah berasal dari pihak eksekutif, maka
yang akan melakukan pekerjaan persiapan adalah pemerintah daerah
yang terdiri dari bupati beserta satuan kerja perangkat daerah lainnya.
Satuan perangkat daerah terdiri atas Sekretariat Daerah, badan, dinas,
dan kantor serta lembaga teknis lainnya. Sebagai awal rancangan
peraturan daerah maka bagian tata pemerintahan membentuk tim
penyusun pra-ranperda yaitu pembentukan panitia khusus (jika
diperlukan) dan sekretariat perumus produk-produk hukum tentang Perda
dan peraturan bupati yang anggotanya terdiri dari pegawai sekretariat
daerah dan beberapa pejabat instansi pemerintah daerah yang terkait
lainnya. Tim ini dipimpin langsung oleh bupati, wakil bupati, sekretaris
daerah, para asisten I, asisten II dan beberapa anggota pegawai
sekretariat daerah lainnya.
Penyusunan Pra-rancangan Perda melibatkan bagian terkait untuk
menyusun draft aturan atau materi yang akan diatur dalam peraturan
daerah. Setelah pra-rancangan peraturan daerah lalu disampaikan
kepada bagian hukum yang melakukan penelitian awal khususnya melalui
132
kasubag hukum dan perundang-undangan untuk dikoreksi. Materi perda
tersebut lalu disesuaikan dengan ketentuan perundang-undangan yang
lebih tinggi. Pernyataan ini juga dijelaskan oleh Bapak Musliadi S,H
(pegawai perundang-undangan Pemda) bahwa :
“Dalam menyusun Ranperda kami dari pihak Eksekutif melibatkan pihak SKPD dalam hal ini adalah naskah akademik dan tentunya kami harus berpedoman pada aturan yang ada diatasnya yaitu UU RI No 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan”. (wawancara, 20 Januari 2016, Pukul 12.57 Wita)
Hal yang sama juga disampaikan oleh Bapak A. Soetomo selaku
Bupati Soppeng periode 2010-2015 yang menyatakan bahwa :
“Rancangan Perda telah kami pilah pilih mana yang terbaik dan dapat dipertangungjawabkan di dewan, skala prioritas kami juga gunakan di dalam pembahasan Perda. Walaupun kinerja eksekutif tidak maksimal karna berbagai faktor kami selaku eksekutif tetap memberikan yang terbaik.” (Wawancara, 18 Januari 2016, Pukul 20.07 Wita)
Melihat hasil wawancara yang ada diatas hubungan komunikasi di
internal eksekutif tidak berjalan dengan harmonis walaupun demikian
mereka tetap bekerja secara maksimal dalam merancang ranperda yang
akan diserahkan pada pihak legislatif, pihak eksekutif tidak mau
menyerahkan ranperda yang asal-asalan kepada legislatif. Proses
selanjutnya bagian hukum mengundang bagian tata pemerintahan dan
unit kerja lainnya yang terkait untuk membahas kembali materi Perda,
penelitian materi dan penyempurnaan teknik penyusunannya sesuai
dengan perubahan-perubahan yang diperlukan. Perubahan tersebut
setelah disempurnakan maka rancangan Perda dapat diparaf koordinasi
133
oleh bagian hukum, bagian tata pemerintahan, bagian keuangan, asisten I
bidang pemerintahan dan sekretaris daerah. Selanjutnya rapat finansial
Perda dipimpin oleh sekretaris daerah atas nama Bupati untuk diproses
lebih lanjut pada tingkat lebih tinggi.
Proses penyusunan rancangan peraturan daerah dianggap sudah
sempurna pada tingkat eksekutif, langkah selanjutnya disampaikan
rancangan tersebut kepada pimpinan DPRD secara tertulis dengan nota
pengantar kepala daerah. Pembahasan berikutnya akan ditindak lanjuti
dengan tahapan-tahapan pembicaraan mekanismenya diatur dalam
peraturan tata tertib DPRD. Dengan demikian inisiatif perumusan Perda
bagi Pemda selalu berpedoman pada perundang-undangan dan peraturan
pemerintah. Kemudian dilihat dari pengajuan masing-masing pihak baik
DPRD maupun Pemda ternyata rancangan Perda tersebut muncul dari
pihak Pemda yang mengajukan lebih dahulu dari pada pihak DPRD.
Sesuai Peraturan Tata Tertib DPRD maka perda yang diajukan pihak
Pemda disandingkan dengan Peraturan Daerah yang diusulkan melalui
hak inisiatif pihak DPRD akan dibicarakan secara bersama-sama dengan
anggota Fraksi-fraksi dan anggota komisi DPRD Kabupaten Soppeng.
Pengusulan dan penyusunan sampai pada pembahasan suatu
Ranperda, penulis dapat menyimpulkan bahwa dalam setiap urusan
kebijakan publik melibatkan pihak eksekutif maupun legislatif. Maka dapat
dikatakan bahwa antara pihak eksekutif dan legislatif memliki suatu
hubungan komunikasi yang disebut hubungan interaktif (Resiprokal)
134
dimana keduanya memiliki hubungan timbal balik yang saling
mempengaruhi. Hubungan inipun terjadi dalam lingkungan internal
maupun eksternal Pemerintah Daerah.Pembahasan mengenai
Rancangan peraturan daerah dilakukan dengan beberapa tahapan
pembicaraan. Hal ini dijelaskan dalam peraturan tata tertib DPRD pasal
113 ayat (2) bahwa pembahasan rancangan Perda dilakukan melalui 2
(dua) tahap pembicaraan yaitu tahap I dan tahap II.
Untuk mempermudah dalam memahami alur pembicaraan baik
inisiatif eksekutif maupun inisiatif legislatif maka penulis membuat skema
dapat dilihat pada gambar 4 dan 5:
Gambar. 4
Alur Pembicaraan Rancangan Peraturan Daerah yang Berasal dari Eksekutif
START
USUL RANPERDAPENYERAHAN
RANPERDA DPRD
135
PERDA
Dengan Skema alur pembahasan diatas dapat diketahui bahwa tata
cara pembahasan Ranperda inisiatif eksekutif dimulai dari mengusulkan
Ranperda, jika usulan tersebut diterima kemudian diserahkan ke pimpinan
DPRD. Jika Ranperda tersebut diterima maka tanggal pembahasan
ditetapkan. Pembahasan yang dilaksanakan dalam rapat paripurna
dewan, kepala daerah menyampaikan penjelasan tertulis mengenai
ranperda yang diajukan kemudian fraksi – fraksi dalam dewan juga
PENETAPAN TANGGAL PEMBAHASAN
PENJELASAN KEPALA DAERAH
PANDANGAN UMUM FRAKSI-FRAKSI DALAM
DEWAN
JAWABAN KEPALA DAERAH
PENETAPAN PANSUS
RAPAT GABUNGAN KOMISI BERSAMA
EKSEKUTIFLAPORAN PANITIA
KHUSUS
PENDAPAT FRAKSI
PERMINTAAN PERSETUJUAN
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
PENDAPAT AKHIR KEPALA DAERAH
RAPAT MUSYAWARAH PANSUS DAN
EKSEKUTIF
136
menyampaikan pandangannya secara tertulis tentang Ranperda. Setelah
fraksi – fraksi tersebut menyampaikan pendapatnya kemudian
dikembalikan lagi kepada kepala daerah untuk memberikan tanggapan /
jawaban atas pandangan umum fraksi – fraksi dewan. Usai pemberian
tanggapan oleh kepala daerah pembahasan selanjutnya dilakukan dalam
rapat gabungan komisi dengan membentuk panitia khusus atau pansus
untuk membahas bersama – sama dengan kepala daerah atau pejabat
yang ditunjuk untuk mewakilinya.
Dalam hal pengambilan keputusan didahului dengan penyampaiaan
laporan pimpinan komisi / pimpinan gabungan komisi / pimpinan pansus
yang berisi proses pembahasan selanjutnya mempersilahkan kepada
fraksi – fraksi untuk menyampaikan pendapat mengenai laporan dari
panitia khusus setelah itu dilakukan permintaan persetujuan dari semua
yang hadir dalam rapat paripurna dan terakhir pendapat akhir kepala
daerah untuk menetapkan Perda.
Gambar. 5
Alur Pembicaraan Ranperda inisiatif legislatif
START
PENGUSUL
BALEGDAPIMPINAN
PENETAPAN TANGGAL PEMBAHASAN
137
PERDA
Dengan Skema alur pembahasan diatas dapat diketahui bahwa tata
cara pembahasan Ranperda inisiatif legislatif adalah pimpinan komisi,
pimpinan gabungan komisi / pimpinan Balegda untuk menyampaikan
penjelasan secara tertulis mengenai Ranperda yang diajukan. Kemudian
kepala daerah menyampaikan pendapatnya tentang rancangan peraturan
daerah. Setelah itu DPRD dapat menunjuk pimpinan komisi, pimpinan
RAPAT GABUNGAN KOMISI,KOMISI ATAU
PANSUS BERSAMA EKSEKUTIF
JAWABAN DPRD
PENDAPAT KEPALA DAERAH
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
LAPORAN PANSUS
PENDAPAT FRAKSI
PERMINTAAN PERSETUJUAN
PENDAPAT AKHIR KEPALA DAERAH
PENJELASAN DPRD
138
gabungan komisi. Ketua pansus / pimpinan balegda untuk menyampaikan
tanggapan / jawaban secara tertulis atas pendapat kepala daerah.
Setelah semua pendapat disampaikan dilanjutkan dengan rapat
gabungan komisi dengan membentuk pansus untuk membahas bersama
dengan kepala daerah / pejabat yang ditunjuk untuk mewakilinya.
Kemudian pengambilan keputusan didahului dengan penyampaian
laporan pimpinan komisi / pimpinan gabungan komisi / pimpinan panitia
khusus yang berisi proses pembahasan. Kemudian mendengarkan
pendapat akhir Kepala Daerah untuk penetapan Perda.
Jika dilihat pada gambar 4 dan gambar 5 terdapat persamaan dan
perbedaan antara ranperda yang berasal dari pemerintah daerah
(eksekutif) dan DPRD (legisatif), persamaannya adalah kedua ranperda
harus melalui harmonisasi di Badan legislasi daerah sementara
perbedaanya yaitu : ranperda yang berasal dari eksekutif merupakan
analisis kebutuhan dari SKPD, baik itu yang berasal dari dinas maupun
lembaga tekhnis lainnya kemudian di serahkan di bagian hukum dan
perundang-undangan untuk di harmonisasi dan selanjutnya diperlihatkan
kepada kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk di koreksi sebelum
di serahkan ke pimpinan DPRD sedangkan dari DPRD (legislatif) berasal
dari anggota DPRD kemudian di serahkan kepada balegda dan
selanjutnya diberikan kepada pimpinan DPRD untuk dikoreksi sebelum di
tetapkan tanggal pembahasan Ranperda.
139
4.3 Faktor yang Berpengaruh Terhadap Pembentukan Peraturan
Daerah di Kabupaten Soppeng tahun 2015
Peran pemerintahan daerah dalam proses pembentukan
peraturan daerah tentunya tidak terlepas dari faktor-faktor yang
mempengaruhinya baik itu berupa faktor pendukung maupun faktor
penghambat. Dalam penelitian yang telah dilakukan menggambarkan
terdapat beberapa faktor yang menjadi pendukung serta penghambat
penyelenggara pemerintahan daerah dalam proses pembentukan
Peraturan di Kabupaten Soppeng baik dari aspek internal maupun
dari aspek eksternalnya.
4.3.1 Faktor Pendukung
Faktor pendukung merupakan kunci keberhasilan kebijakan
yang dilahirkan agar tepat sasaran. Faktor pendukung Pembentukan
Peraturan Daerah 2015 diantaranya, partisipasi eksekutif dan
legislatif, pola komunikasi ekskutif dan legislatif, tingkat pedidikan.
4.3.1.1 Partisipasi eksekutif dan legislatif
Dalam proses pembentukan peraturan daerah partisipasi
eksekutif dan legislatif menjadi faktor pendukung pembahasan dan
pelaksanaan pembentukan peraturan daerah. Pembentukan
peraturan daerah sangat menentukan nasib masyarakat di daerah.
PERDA yang dilahirkan melalui proses panjang dalam
140
pembentuknnya diharapkan bernilai guna dan tepat sasaran untuk
perkembangan dan pembangunan di daerah. Peraturan Daerah yang
baik dalam kebijakan program serta anggarannya berorientasi lebih
besar terhadap kepentingan rakyat.
Perda 2015 di Kabupaten Soppeng telah berhasil dibahas dan
disetujui oleh pemerintah daerah dan anggota DPRD Kabupaten
Soppeng. Keberhasilan waktu penetapan Perda yang dicapai
tersebut merupakan salah satu prestasi yang dicapai penyelenggara
pemerintahan daerah Kabupaten Soppeng, karena mengingat bahwa
pada tahun-tahun sebelumnya selalu mengalami keterlambatan
penetapan yang paling alot adalah Perda APBD.
Pernyataan Ketua DPRD Kabupaten Soppeng A.Patappa
Unga mengatakan bahwa :
“Ketika ada ranperda yang akan dibahas maka sangat penting untuk semua anggota Dewan ikut terlibat di dalam pembahasan Ranperda. Pihak dari eksekutif juga harus menjelaskan naskah akademik Ranperda tersebut.”( wawancara 13 Januari 2016 pukul 11.30)
Pernyataan pendukung terkait dengan pelaksanaan
pembetukan perda, dilansir oleh Bapak Musliadi pegawai Badan
hukum Eksekutif yang menyatakan bahwa:
“Kami dari eksekutif menyusun dengan baik semua Prolegda yang diajukan masing-masing SKPD dan kemudian di kirim untuk dibahas bersama oleh legislatif menjadi Ranperda.”(wawancara 20 Januari 2016 pukul 13.00)
141
Hal tersebut menunjukkan bahwa masih terdapat keseriusan
dan tanggungjawab oleh penyelenggara pemerintahan dalam
pembentukan peraturan pemerintah daerah baik dibidang eksekutif
dan legislatif. Kinerja sumber daya manusia dikedua lembaga
merupakan salah satu faktor pendukung keberhasilan pembentukan
peraturan daerah pada Tahun 2015.
4.3.1.2 Komunikasi Eksekutif dan legislatif
Komunikasi dapat mempengaruhi organisasi, organisasi
merupakan kumpulan orang-orang yang mempunyai perantaraan ide,
fakta, pikiran dan nilai yang merupakan jembatan pengertian diantara
orang-orang sehingga mereka dapat membagi apa yang mereka rasakan
dan yang diketahuinya. Untuk itu komunikasi sangat diperlukan, sebab
tanpa adanya komunikasi tidak bisa memberi atau menerima suatu
informasi dalam kerjasama. Sehingga dapat dikatakan komunikasi dapat
mempengaruhi suatu Organisasi.
Organisasi memerlukan pengaruh timbal balik sebab secara logis
komunikasi dapat memperbaiki organisasi sehingga akan berguna untuk
mengetahui kegagalan dalam berkomunikasi Khusus dalam bidang politik,
komunikasi juga terjadi yaitu komunikasi Politik. Komunikasi Politik adalah
penyampaian ataupun penerimaan pesan yang berkenaan dengan fungsi
suatu sistem politik. Sistem Pemerintahan Kabupaten Soppeng khususnya
dalam lembaga Eksekutif dan Legislatif juga menggunakan Komunikasi
142
politik dalam membangun bersama Kabupaten Soppeng dalam hal ini
adalah Pembentukan Peraturan Daerah.
Pola komunikasi eksekutif dan legislatif selama tahun 2015
sudah sangat baik ini dilihat dari 7 Ranperda yang ditetapkan semua
berhasil menjadi Perda pada tahun 2015. Hal tersebut diperkuat oleh
bapak Syafrudin M. Adam S,sos MM selaku ketua Fraksi Golkar
DPRD Kabupaten Soppeng bahwa :
“Komunikasi yang terjadi selama ini baik baik saja antara eksekutif dan legislatif ketika ada surat dari eksekutif maka dari DPRD akan menanggapi segera isi surat tersebut. Hanya sekarang ini yang terjadi kami telah beberapa kali memberitahukan kepada eksekutif tentang Peraturan bupati yang belum diterbitkan untuk PERDA yang telah ditetapkan tahun 2015”. (wawancara, 14 Januari 2016 Pukul 13.10 Wita).
Dari hasil wawancara diatas dapat dikatakan bahwa
komunikasi yang terjadi antar eksekutif dan legislatif di Kabupaten
Soppeng merupakan komunikasi yang cukup efektif karena kedua
lembaga tersebut secara tidak langsung menjadikan komunikasi
sebagai pendukung dan modal utama dalam kelangsungan
pembahasan sampai penetapan Perda.
4.3.1.3 Tingkat Pendidikan dan Pengalaman DPRD
Pengetahuan erat kaitannya dengan pendidikan dan pengalaman.
Pengalaman dan pengetahuan yang tinggi akan sangat membantu
seseorang dalam memecahkan persoalan yang dihadapinya sesuai
143
dengan kedudukan anggota DPRD. Dalam menjalankan tugas dan fungsi
sebagai anggota dewan selaku perwakilan masyarakat di parlemen,
kapasitas dan kemampuan anggota dewan sangat diperlukan untuk
menghasilkan sebuah kebijakan yang berkualitas. Kebijakan yang
dhasilkan oleh anggota dewan sangat dipengaruhi berdasarkan
pengetahuan dasar yang dimliki dalam menghasilkan kebijakan yang
dikeluarkan dan tentunya keahlian mereka dalam politik yang mewakili
kostituen
Dalam menjalankan fungsi dan peran anggota dewan, kapasitas dan
posisi dewan sangat ditentukan oleh kemampuan bargaining position
dalam memproduksi sebuah kebijakan. Kapabilitas dan kemampuan
dewan yang harus dimiliki antara lain pengetahuan, keterampilan dan
pengalaman dalam menyusun berbagai peraturan daerah.
Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pembuatan peraturan
daerah (perda) yang bersifat sebagai pendukung adalah Tingkat
Pendidikan Anggota DPRD Kabupaten Soppeng, adapun tingkat
pendidikan Anggota DPRD Kabupaten Soppeng yaitu :
Tabel 15.Tingkat Pendidikan Anggota DPRD Kabupaten Soppeng
No Nama Anggota DPRD Tingkat Pendidikan1. Hj. A. Patappa Unga SKK2 Dra. Hj. A. Endang Supiati MM Magister (S2)3 Drs. H. R. Rustan Sarjana (S1)4 Andi Mahfud, S.sos Sarjana (s1)5 H. Nasfiding SMA6 Hj. Rosnaeni S,sos Sarjana (S1)
144
7 Asmawi S.P Magister (S2)8 H. Herman SMA9 Syafruddin M.Adam S,sos MM Magister(S2)10 H. Suardi Haseng, SE Sarjana (S1)11 Asnaidi, SH Sarjana (S1)12 Drs. Amiruddin Bakri Sarjana (S1)13 H. Ismail SMA14 Suwarni SMA15 A. Mappparemma, M SE,MM Magister (S2)16 Ibrahim SE,MM Magister (S2)17 Hj. A. Besse Megawati, SE Sarjana (S1)18 Muhammad Ihsan, SS Sarjana (S1)19 A. Takdir Akbar Singke, SE Sarjana (S1)20 Andi Samsu Rijal SMA21 H. Ilyas Muh. Yahya, SE Sarjana (S1)22 A. Ria Akudran,SS Sarjana (S1)23 Haeruddin Tahang, SE Sarjana (S1) 24 A. Kuneng, SH MH Magister (S2)25 Arisman S,H Sarjana (S1)26 H.Mustang Djidde SMA27 A. Mursadi AP SMA28 H. A. Oddang Rio SMA29 Drs. Jafar SMA30. A. Kaswadi Razak Sarjana (S1)
Sumber Data : Kantor DPRD Kabupaten Soppeng.
Berdasarkan Tabel 19 bahwa jumlah anggota DPRD yaitu
sebanyak 30 orang dan memiliki tingkat pendidikan yang berbeda-beda
yaitu 13 (tiga belas) orang S1 yang berasal dari ilmu ekonomi, hukum,
sastra dan sosial. Kemudian S2 sebanyak 9 (sembilan) orang yang
berasal dari hukum dan manajemen. Dan terakhir dengan jumlah terendah
yaitu Sekolah Menengah Atas (SMA) sebanyak 7 (tujuh) orang.
Berdasarkan uraian diatas penulis dapat melihat bahwa pendidikan
formal anggota DPRD Kabupaten Soppeng mempunyai SDM yang cukup
145
memadai yakni sebagian besar berpendidikan perguruan tinggi dan cukup
mampu dalam memberikan masukan atau pendapat dalam pembahasan
Ranperda seperti yang mempunyai disiplin ilmu hukum dapat memberikan
pertimbangan tentang landasan filosofis dan yuridis, Ilmu sosial dapat
memberikan pandangan tentang landasan sosiologis dan kultural, Ilmu
ekonomi dapat memberikan pertimbangan tentang landasan ekonomis.
Selain tingkat pendidikan, pengalaman yang dimilki oleh anggota
DPRD juga merupakan salah satu hal yang memilki pengaruh besar
dalam menjalankan tugasnya.Hal tersebut dapat terlihat pada sidang
paripapurna pembentukan Peraturan Daerah, dimana aspirasi lebih
dominan disuarakan oleh anggota DPRD yang telah menjabat dalam dua
periode. Penguasaan terhadap materi, tata cara sidang serta gaya
berkomunikasi dalam penyampaian pendapat sangat jauh berbeda. Dalam
kenyataannya terlihat banyaknya anggota DPRD yang hanya datang dan
diam, bahkan terdapat beberapa anggota yang tidak pernah
menyampaikan pendapatnya.
4.3.2 Faktor Penghambat
Pembentukan Peraturan Daerah merupakan kewenangan
pemerintah daerah yang dalam penyusunannya melewati proses panjang
sebagaimana yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya.
Pembentukan Peratura Daerah merupakan kewenangan pemerintah
daerah dalam hal ini Kepala Daerah (Bupati) Kabupaten Soppeng yang
kemudian dibahas dan ditetapkan oleh pemerintah daerah bersama
146
anggota DPRD Kabupaten Soppeng.
Sebagai salah satu dokumen penting penyelenggaraan
pemerintahan yang proses perancangan dan pengambilan keputusannya
melibatkan penyelenggara pemerintahan daerah (Pemerintah Daerah dan
DPRD) tidak dapat dipungkiri bahwa perjalanan pengambilan keputusan
akan terjadi suatu dinamika yang menjadi faktor yang berpengaruh berupa
penghambat dalam proses pembentukan Peraturan Daerah di Kabupaten
Soppeng. Faktor penghambat dalam pembentukan PERDA diantaranya
sumber daya manusia, komunikasi internal eksekutif, Tarik menarik
kepentingan, perilaku birokrasi, situasi politik yang tidak stabil.
4.3.2.1 Sumber Daya Manusia
Peran eksekutif dan legislatif juga menuntut sumber daya manusia
yang berkualitas. Salah satu indikator sumber daya manusia berkualitas
adalah tingkat pendidikan. Sumber daya manusia yang berkualitas
dengan pendidikan yang tinggi akan mampu membantu dalam
menyelesaikan tugas terutama dalam pembuatan Perda. Kualitas sumber
daya manusia juga ditentukan oleh masa kerja, karena dengan masa kerja
yang lebih lama, baik eksekutif maupun legislatif tentunya telah
berpengalaman dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah-masalah
pemerintahan khususnya dalam pembentukan Perda.
Dalam proses pembentukan / pembuatan Perda Sumber Daya
Manusia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dalam
147
pembuatan Perda baik itu di Kabupaten Soppeng maupun didaerah
lainnya. Kekurangan sumber daya manusia pada umumnya bukan
disebabkan karena kurangnya jumlah/kuantitas, akan tetapi kurang dari
segi kualitas yang berkaitan dengan tugas. Diketahui bahwa kualitas SDM
terkait pembentukan peraturan daerah melalui proses legislasi daerah
masih belum maksimal, sehingga sumber daya manusia yang menjadi
penopang hanyalah akademisi, yang dalam hal ini sebagai pembuat
naskah akademik rancangan peraturan daerah. Kompetensi yang
termanifestasi dalam pendidikan seseorang mempengaruhi kualitas
kerjanya. Tetapi yang terjadi pada tahun 2015 dari 16 Prolegda yang
kemudian disusun oleh Badan Hukum Pemerintah Kabupaten Soppeng
hanya 7 yang kemudian berhasil menjadi Ranperda. Alasan kenapa hanya
7 yang kemudian berhasil di tetapkan menjadi Ranperda karena
RANPERDA yang lain tidak disertai dengan Naskah Akademik. Alasan
Naskah Akademik tidak disertakan adalah kurangnya Sumber Daya
Manusia yang bisa bekerja dengan kompeten di bidangnya hal ini diakui
oleh Pak Musliadi S,H pegawai Hukum ekeskutif :
“Biasanya yang menjadi masalah dalam penetapan Ranperda karena alasan tidak adanya naskah akademik. Kemudian Naskah Akademik tidak bisa dibuat oleh instansi yang berkaitan karena kekurangan Sumber Daya Manusia yang berkopempeten untuk membuatnya”. (wawancara tanggal 20 Januari 2016 pukul 12:30)”.
Kemudian hal ini dibenarkan oleh Ketua fraksi Golkar Bapak
Syafruddin S,sos MM :
148
“Ranperda yang tidak ada naskah akademiknya tidak akan diabahas dan Ranperda yang tidak jelas tidak akan kami tetapkan menjadi Ranperda banyak kejadian lucu ketika SKPD yang bersangkutan kemudian disuruh untuk menjelaskan isi Naskah Akademiknya lain yang ditanya lain juga dijawab artinya memang Naskah Akademik ini tidak dikuasai dengan sebaik-baiknya padahal sudah jelas di dalam Naskah Akademik ada pertimbangan filosofi dan sosiologisnya. Nah, pasti nanti akan muncul pertanyaan dasar anggota Dewan tentang Ranperda apa yang di usulkan. Ketika tidak bisa dijawab kita tidak akan melanjutkannya. Kemungkinan pembuatan Naskah Akademiknya hanya menyuruh pihak lain yang tidak termasuk dalam jajaran eksekutif sehingga tidak dapat dikuasai seperti ini. Disini dapat dilihat kurangnya Sumber Daya Manusia pada jajaran eksekutif yang kompeten dalam bidangnya(wawancara 25 Januari 2016 pukul 13:28)”.
Dari wawancara di atas penulis dapat menyimpulkan kurangnya
Sumber Daya Manusia dijajaran eksekutif yang menjadi hambatan
penyusunan Naskah Akademik bisa di buat. Naskah akademik yang tidak
bisa dijelaskan oleh SKPD yang berkaitan juga membuktikan sumber daya
manusia yang kurang memadai dalam melaksanakan tugasnya.
4.3.2.2 Komunikasi internal eksekutif
Organisasi memerlukan pengaruh timbal balik sebab secara logis
komunikasi dapat memperbaiki organisasi sehingga akan berguna untuk
mengetahui kegagalan dalam berkomunikasi Khusus dalam bidang politik,
komunikasi juga terjadi yaitu komunikasi Politik. Komunikasi Politik adalah
penyampaian ataupun penerimaan pesan yang berkenaan dengan fungsi
suatu sistem politik. Sistem Pemerintahan Kabupaten Soppeng khususnya
dalam lembaga Eksekutif dan Legislatif juga menggunakan Komunikasi
149
politik dalam membangun bersama Kabupaten Soppeng dalam hal ini
adalah Pembentukan Peraturan Daerah.
Di dalam pemerintahan daerah Kabupaten Soppeng, komunikasi
merupakan hal yang dapat menghambat khususnya dalam proses
pembentukan Perda. Hal ini dinyatakan langsung oleh bapak Musliadi S,H
selaku pegawai Bagian hukum , mengatakan bahwa:
“Komunikasi yang tidak berjalan baik antara Badan anggaran Pemerintah dan SKPD yang ingin mengajukan RANPERDA seringkali menjadi hambatan dalam rancangan RANPERDA yang ada di dalam internal eksekutif karena terkadang yang terjadi SKPD yang mengajukan RANPERDA tidak melakukan komunikasi terhadap Badan anggaran yang kemudian terjadi Ranpeda tersebut tidak di anggarkan. Kalau komunikasi antara legislatif dan eksekutif saya kira sampai saat ini masih baik saja itu dibutikan dengan surat yang dikirim oleh eksekutif selalu mendpatkan respon yang cepat oleh Legislatif ” (wawancara, 15 Januari 2016 pukul 15.53)
Dari hasil wawancara diatas masalah yang dapat dilihat sekarang
ini Kabupaten Soppeng ada masalah serius di dalam eksekutif. Ini terbukti
dengan Peraturan Bupati yang belum keluar setelah PERDA ditetapkan.
Hal ini terjadi akibat mutasi yang dilakukan oleh Bupati sebelumnya yang
kemudian berefek kepada kinerja PNS itu sendiri. Kedua karena sekarang
adalah masa transisi dimana Bupati Soppeng yang baru terpilih belum
dilantik. Berdasarkan uraian diatas penulis dapat melihat bahwa
kerjasama dalam komunikasi di internal eksekutif terjalin hubungan yang
kurang baik.
4.3.2.3 Tarik Menarik Kepentingan
150
Pembentukan kebijakan yang dilakukan, baik itu kebijakan dari
pemerintah pusat maupun daerah sudah menjadi rahasia publik bahwa
akan ada kepentingan-kepentingan yang teselip didalamnya. Namun,
untuk mengetahui lebih jelas kepentingan apa saja yang ada dibalik
pembentukan kebijakan tersebut harus melewati analisis dan pengkajian
yang panjang untuk mendapatkan data pendukung. Peraturan Daerah
atau yang sering disingkat Perda bukanlah suatu proses yang sederhana
dalam merumuskannya. Hal ini disebabkan karena adanya beberapa
faktor yang berpengaruh terhadap proses pembuatannya. Suatu peraturan
yang dibuat biasanya dipengaruhi oleh kepentingan politik yang
berkembang di Pemerintah Daerah maupun DPRD. Akan tetapi
kepentingan tersebut justru untuk memberikan dukungan peningkatan
kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Kenyataannya perumusan
tujuan peraturan daerah lebih banyak diwarnai nuansa politik ketimbang
memperhatikan sasaran Peraturan daerah yang tepat dan objektif.
Pewarnaan nuansa politik dalam pembuatan peraturan daerah
dapat dipahami dengan mengambil kebijakan yang menemukan bukti
bahwa hampir semua kebijakan yaitu peraturan daerah sebagai produk
hukum, telah diwarnai oleh kepentingan politik. Kepentingan pihak yang
berperan dalam pembuatan Perda pada akhirnya akan bersinggungan
dengan para aktor Perda yang mempengaruhi Perda tersebut.
Konflik dan perbedaan kepentingan juga dapat menyangkut aspek
filosofis dan motivasi para pelaku perumus Perda. Pihak Legislatif
151
berpandangan bahwa motivasi perumusan Perda dikehendaki agar
sifatnya populis karena nilai politik yang tinggi bagi kepentingan mereka.
Hal ini terjadi dalam proses pembuatan Perda di daerah Kabupaten
Soppeng, dimana kerapkali ada hal atau masalah dalam menghambat
penetapan Perda. Hal yang menghambat biasanya dipengaruhi oleh
kepentingan-kepentingan tertentu, baik itu kepentingan pemerintah
daerah, DPRD maupun kepentingan kedua lembaga tersebut.
Kepentingan Politik ini pun dijelaskan secara terang terangan oleh
Ketua Fraksi Gerindra yaitu Bapak Asmawi SP menyatakan bahwa:
“DPRD adalah lembaga politik ketika ada kepentingan politik di dalam pengambilan keputusan yang ada di dalam saya rasa itu wajar saja mengingat ini memang lembaga politik. Kemudian yang salah adalah ketika kepentingan politik yang saya maksud tidak berdasar atau berpihak kepada masyarakat.”(wawancara, 25 Januari 2016 pukul 13:15 )
Tarik menarik kepentingan yang ada di dalam DPRD juga diperjelas
diperjelas oleh Bapak Ibrahim Selaku Ketua Fraksi PDI-P mengatakan
bahwa:
“Lembaga ini kan lembaga politik tentu ada kepentingan poltik di dalamnya namun bagaimana kepentingan politik ini disinkronkan dengan kepentingan publik. Kepentingan politik disini bukan artinya kepentingan kelompok tertentu tentu dalam hal melihat kepentingan apa yang terjadi di masyarakat.” wawancara 26 Januari 2016 pukul 13:57
Sehubungan dengan itu Bapak Syafruddin S,sos MM sebagai ketua
Fraksi partai Golkar kemudian kembali menambahkan dan mempertegas
Pernyataan diatas, bahwa :
152
“Tarik menarik kepentingan politik saya kira itu bukan hal baru mengingat memang ini adalah lembaga politk selama kepentingan itu untuk mayarakat saya kira ini hal yang wajar saja.” (wawancara, 25 Januari 2016 pukul 13:28)
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa selain kepentingan
masyarakat sebagai konstituen, adapula kepentingan lain seperti
kepentingan partai terselip didalamnya. Partai jembatan bagi para anggota
DPRD untuk dapat berlenggang manis dibangku legislatif namun juga
merupakan salah satu jembatan dalam mengomunikasikan kepentingan
masyarakat kepada anggota DPRD. Anggota DPRD merupakan salah
satu unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memiliki posisi yang
dilematis. Hal ini demikian adanya karena anggota DPRD merupaka
perwakilan dari partai pengusungnya namun disisi lain juga merupakan
wakil rakyat yang mempercayainya untuk mewakili mereka diranah
pemerintahan. Hal tersebut dapat berindikasi pada pembahasan sidang
paripurna penetapan Perda. Perdebatan program yang mewarnai sidang
menjadi hal yang lumrah jika terdapat kepentingan partai yang terselip
dalam proses aduh retorika yang panjang pada sidang pembahasan.
Kepentingan diluar kepentingan masyarakat secara umum menimbulkan
ketidakmaksimalan dalam proses pembahasan program yang orientasinya
kepada masyarakat.
4.3.2.4.Situasi politik yang tidak stabil
Situasi politik yang tidak stabil di Kabupaten Soppeng merupakan
salah satu faktor penghambat dalam pembentukan PERDA yang ada
153
selama ini. Masalah yang dianggap paling alot adalah pembahasan
APBD. Diakui oleh mantan Bupati Soppeng 2015 A. Soetemo :
“Tahun 2015 merupakan tahun tercepat pembahasan dan penetapan APBD tahun sebelumnya pembahasan tersebut akan jadi sangat alot. Tahun ini Soppeng masuk 66 Kota/Kabupaten yang paling cepat penetapan APBDnya karena itu Soppeng mendapatkan bonus senilai 30 Milyar lebih. Alasan pembahasan yang dulu sering alot saya kira memang ada unsur hubungan politik yang tidak stabil di Kabupaten Soppeng.”(wawancara 18 Januari 2016 pukul 20:07)
Pemerintahan di Kabupaten Soppeng pada tahun 2015 merupakan
salah satu fase pemerintahan yang memiliki banyak dinamika didalamnya.
Hubungan politik A. Soetomo dan A. Kaswadi Razak memang tidak baik
hal ini efek dari pemilu pada tahun 2010 dimana A. Kaswadi Razak
menjadi pesaing berat A.Soetomo dan akhirnya A.Soetomo kembali
menjadi Bupati terpilih. Setelah itu kemudian A. Kaswadi Razak kembali
menjadi ketua DPRD. Hubungan antara keduanya pun sangat panas ber
efek pada pembahasan APBD setiap tahunnya yang menjadi sangat alot.
Tapi tahun 2015 A.Patappa Unga istri dari A.Soeteomo Bupati Soppeng
berhasil menduduki kursi Ketua Dewan setelah menang dalam pemilu
legislatif pada tahun 2014. A.Dulli pun menjadi wakil ketua Dewan 1
DPRD Kabupaten Soppeng tahun 2014-2015. Kemudian suami dan istri
ini duduk sebagai ketua lembaga eksekutif dan legislatif yang ada di
Kabupaten Soppeng kurang lebih 8 bulan. Pada tahun 2015 pembahasan
APBD terbilang cepat beda dengan kondisi tahun tahun sebelumnya.
Kabupaten Soppeng masuk 60 kabupaten/kota paling cepat penetapan
APBD nya Se-Indonesia. Walaupun salah satu Fraksi yaitu fraksi Partai
154
Golkar partai dari A. Dulli tidak ikut di dalam pembahasan karena beda
pandangan tidak membuat pembahasan dan penetapannya tidak
dilaksanakan. Perubahan dan penetapan APBD tetap dilaksanakan sesuai
dengan jadwal walaupun hanya ada 4 Fraksi yang ikut di dalamnya.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Bab V merupakan bab yang berisi kesimpulan dan saran dari
pembahasan sebelumnya. Kesimpulan merupakan jawaban singkat dari
rumusan masalah yang ditetapkan, sedangkan saran merupakan suatu
masukan atau pandangan untuk menjadi bahan perbaikan terhadap suatu
hal yang tidak maksimal dalam praktiknya. Berikut adalah pemaparan
kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang dilakukan.
155
5.1Kesimpulan
1. Hubungan Eksekutif dan legislatif dalam membentuk peraturan
daerah (Perda) di Kabupaten Soppeng dilaksanakan dalam bentuk
komunikasi resiprokal. Eksekutif dan legislatif menjalin komunikasi
timbal balik dan hubungan satu sama lain dalam proses
pembuatannya. Hubungan tersebut dilakukan mulai dari proses
perencanaan, pembahasan sampai dengan penetapan Perda.
2. Proses pembentukan peraturan daerah (Perda) dipebgaruhi oleh
berbagai faktor, baik yang sifatnya pengdukung maupun
penghambat. Faktor pendukung meliputi partisipasi eksekutif dan
legislatif, komunikasi eksekutif dan legislatif, tingkat pendidikan dan
pengalaman DPRD. Adapun faktor penghambat meliputi kulaitas
sumber daya manusia yang terbatas, komunikasi internal eksekutif
dan legislatif, serta tarik menarik kepentingan.
5.2 Saran
1. Hubungan eksekutif dan legislatif dalam pembentukan
peraturan daerah di Kabupaten Soppeng dalam hal ini
adalah DPRD dan Pemerintah daerah lebih ditingkatkan
komunikasinya dan Perda yang dihasilkan harusnya
bermuara kepada kepentingan masyarakat, tidak menjadi
masalah jika terjadi perdebatan yang panjang dalam
pembahasan sepanjang substansi dapat dicapai bersama.
156
2. Faktor- faktor yang berpengaruh dalam proses pembentukan
Peraturan Daerah di Kabupaten Soppeng dijadikan sebagai
pembelajaran agar dapat menghasilkan perda yang
berkualitas, maka dari itu diperlukan peningkatan pelatihan-
pelatihan mengenai proses pembuatan peraturan daerah
baik itu di Pemerintah Daerah (eksekutif) dan DPRD
(legislatif), serta komunikasi antara kedua lembaga tinggi
daerah ini perlu di tingkatkan ke ranah yang positif dan dapat
mengontrol kepentingan pribadi demi kepentingan bersama.
serta diharapkan kepada Lembaga Legislatif yaitu DPRD
agar mampu mengembangkan dan mengkaji lebih dalam
pengetahuan tentang Perda agar tidak selalu mengandalkan
ranperda hasil dari Lembaga Eksekutif.