98d79d01

18
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanker Paru 2.1.1 Definisi Kanker Paru Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran napas atau epitel bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak normal, tidak terbatas, dan merusak sel-sel jaringan yang normal. Proses keganasan pada epitel bronkus didahului oleh masa pra kanker. Perubahan pertama yang terjadi pada masa prakanker disebut metaplasia skuamosa yang ditandai dengan perubahan bentuk epitel dan menghilangnya silia. 2.1.2. Etiologi dan Faktor Risiko Kanker Paru Seperti umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker paru belum diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik merupakan faktor penyebab utama disamping adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh, genetik, dan lain-lain (Amin, 2006). Dibawah ini akan diuraikan mengenai faktor risiko penyebab terjadinya kanker paru : a. Merokok Menurut Van Houtte, merokok merupakan faktor yang berperan paling penting, yaitu 85% dari seluruh kasus ( Wilson, 2005). Rokok mengandung lebih dari 4000 bahan kimia, diantaranya telah diidentifikasi dapat menyebabkan kanker. Kejadian kanker paru pada perokok dipengaruhi oleh usia mulai merokok, jumlah batang rokok yang diisap setiap hari, lamanya kebiasaan merokok, dan lamanya berhenti merokok (Stoppler,2010). b. Perokok pasif Semakin banyak orang yang tertarik dengan hubungan antara perokok pasif, atau mengisap asap rokok yang ditemukan oleh orang lain di dalam ruang tertutup, dengan risiko terjadinya kanker paru. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pada orang-orang yang tidak merokok, tetapi mengisap asap dari orang lain, risiko mendapat kanker paru meningkat dua kali (Wilson, 2005). Universitas Sumatera Utara

Upload: jessicacook

Post on 27-Dec-2015

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 98D79d01

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kanker Paru

2.1.1 Definisi Kanker Paru

Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran

napas atau epitel bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan sel

yang tidak normal, tidak terbatas, dan merusak sel-sel jaringan yang normal.

Proses keganasan pada epitel bronkus didahului oleh masa pra kanker. Perubahan

pertama yang terjadi pada masa prakanker disebut metaplasia skuamosa yang

ditandai dengan perubahan bentuk epitel dan menghilangnya silia.

2.1.2. Etiologi dan Faktor Risiko Kanker Paru

Seperti umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker paru

belum diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat

karsinogenik merupakan faktor penyebab utama disamping adanya faktor lain

seperti kekebalan tubuh, genetik, dan lain-lain (Amin, 2006). Dibawah ini akan

diuraikan mengenai faktor risiko penyebab terjadinya kanker paru :

a. Merokok

Menurut Van Houtte, merokok merupakan faktor yang berperan paling

penting, yaitu 85% dari seluruh kasus ( Wilson, 2005). Rokok mengandung lebih

dari 4000 bahan kimia, diantaranya telah diidentifikasi dapat menyebabkan

kanker. Kejadian kanker paru pada perokok dipengaruhi oleh usia mulai merokok,

jumlah batang rokok yang diisap setiap hari, lamanya kebiasaan merokok, dan

lamanya berhenti merokok (Stoppler,2010).

b. Perokok pasif

Semakin banyak orang yang tertarik dengan hubungan antara perokok pasif,

atau mengisap asap rokok yang ditemukan oleh orang lain di dalam ruang

tertutup, dengan risiko terjadinya kanker paru. Beberapa penelitian telah

menunjukkan bahwa pada orang-orang yang tidak merokok, tetapi mengisap asap

dari orang lain, risiko mendapat kanker paru meningkat dua kali (Wilson, 2005).

Universitas Sumatera Utara

Page 2: 98D79d01

Diduga ada 3.000 kematian akibat kanker paru tiap tahun di Amerika Serikat

terjadi pada perokok pasif (Stoppler,2010).

c. Polusi udara

Kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara, tetapi

pengaruhnya kecil bila dibandingkan dengan merokok kretek. Kematian akibat

kanker paru jumlahnya dua kali lebih banyak di daerah perkotaan dibandingkan

dengan daerah pedesaan. Bukti statistik juga menyatakan bahwa penyakit ini lebih

sering ditemukan pada masyarakat dengan kelas tingkat sosial ekonomi yang

paling rendah dan berkurang pada mereka dengan kelas yang lebih tinggi. Hal ini,

sebagian dapat dijelaskan dari kenyataan bahwa kelompok sosial ekonomi yang

lebih rendah cenderung hidup lebih dekat dengan tempat pekerjaan mereka,

tempat udara kemungkinan besar lebih tercemar oleh polusi. Suatu karsinogen

yang ditemukan dalam udara polusi (juga ditemukan pada asap rokok) adalah 3,4

benzpiren (Wilson, 2005).

d. Paparan zat karsinogen

Beberapa zat karsinogen seperti asbestos, uranium, radon, arsen, kromium,

nikel, polisiklik hidrokarbon, dan vinil klorida dapat menyebabkan kanker paru

(Amin, 2006). Risiko kanker paru di antara pekerja yang menangani asbes kira-

kira sepuluh kali lebih besar daripada masyarakat umum. Risiko kanker paru baik

akibat kontak dengan asbes maupun uranium meningkat kalau orang tersebut juga

merokok.

e. Diet

Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap

betakarotene, selenium, dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko terkena

kanker paru (Amin, 2006).

f. Genetik

Terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru berisiko lebih

besar terkena penyakit ini. Penelitian sitogenik dan genetik molekuler

memperlihatkan bahwa mutasi pada protoonkogen dan gen-gen penekan tumor

memiliki arti penting dalam timbul dan berkembangnya kanker paru. Tujuan

khususnya adalah pengaktifan onkogen (termasuk juga gen-gen K-ras dan myc)

Universitas Sumatera Utara

Page 3: 98D79d01

dan menonaktifkan gen-gen penekan tumor (termasuk gen rb, p53, dan CDKN2)

(Wilson, 2005).

g. Penyakit paru

Penyakit paru seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik juga

dapat menjadi risiko kanker paru. Seseorang dengan penyakit paru obstruktif

kronik berisiko empat sampai enam kali lebih besar terkena kanker paru ketika

efek dari merokok dihilangkan (Stoppler, 2010).

2.1.3. Klasifikasi Kanker Paru

Kanker paru dibagi menjadi kanker paru sel kecil (small cell lung cancer,

SCLC) dan kanker paru sel tidak kecil (non-small lung cancer, NSCLC).

Klasifikasi ini digunakan untuk menentukan terapi. Termasuk didalam golongan

kanker paru sel tidak kecil adalah epidermoid, adenokarsinoma, tipe-tipe sel besar,

atau campuran dari ketiganya.

Karsinoma sel skuamosa (epidermoid) merupakan tipe histologik kanker

paru yang paling sering ditemukan, berasal dari permukaan epitel bronkus.

Perubahan epitel termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka

panjang, secara khas mendahului timbulnya tumor. Karsinoma sel skuamosa

biasanya terletak sentral di sekitar hilus, dan menonjol ke dalam bronki besar.

Diameter tumor jarang melampaui beberapa sentimeter dan cenderung menyebar

secara langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada, dan mediastinum.

Karsinoma ini lebih sering pada laki-laki daripada perempuan (Wilson, 2005).

Adenokarsinoma, memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus

dan dapat mengandung mukus. Kebanyakan jenis tumor ini timbul di bagian

perifer segmen bronkus dan kadang-kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut

lokal pada paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi sering kali meluas ke

pembuluh darah dan limfe pada stadium dini dan sering bermetastasis jauh

sebelum lesi primer menyebabkan gejala-gejala.

Karsinoma bronkoalveolus dimasukkan sebagai subtipe adenokarsinoma

dalam klasifikasi terbaru tumor paru dari WHO. Karsinoma ini adalah sel-sel

ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang besar

Universitas Sumatera Utara

Page 4: 98D79d01

dan ukuran inti bermacam-macam. Sel-sel ini cenderung timbul pada jaringan

paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat-

tempat yang jauh.

Karsinoma sel kecil umumnya tampak sebagai massa abu-abu pucat yang

terletak di sentral dengan perluasan ke dalam parenkim paru dan keterlibatan dini

kelenjar getah bening hilus dan mediastinum. Kanker ini terdiri atas sel tumor

dengan bentuk bulat hingga lonjong, sedikit sitoplasma, dan kromatin granular.

Gambaran mitotik sering ditemukan. Biasanya ditemukan nekrosis dan mungkin

luas. Sel tumor sangat rapuh dan sering memperlihatkan fragmentasi dan “crush

artifact” pada sediaan biopsi. Gambaran lain pada karsinoma sel kecil, yang

paling jelas pada pemeriksaan sitologik, adalah berlipatnya nukleus akibat letak

sel tumor dengan sedikit sitoplasma yang saling berdekatan (Kumar, 2007).

Karsinoma sel besar adalah sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi

sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-macam.

Sel-sel ini cenderung timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan

penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat-tempat yang jauh (Wilson, 2005).

Bentuk lain dari kanker paru primer adalah adenoma, sarkoma, dan

mesotelioma bronkus. Walaupun jarang, tumor-tumor ini penting karena dapat

menyerupai karsinoma bronkogenik dan mengancam jiwa.

2.1.4. Stadium Klinis

Pembagian stadium klinis kanker paru berdasarkan sistem TNM menurut

International Union Against (IUAC)/The American Joint Comittee on

Cancer (AJCC) 1997 adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1. Stadium Klinis Kanker Paru.

STADIUM TNM

Karsinoma tersembunyi Tx, N0, M0

Stadium 0 Tis, N0, M0

Stadium IA T1, N0, M0

Stadium IB T2, N0, M0

Universitas Sumatera Utara

Page 5: 98D79d01

Stadium IIA T1, N1, M0

Stadium IIB T2, N1, M0

T3, N0, M0

Stadium IIIA T3, N1, M0

T1-3, N2, M0

Stadium IIIB T berapa pun, N3, M0

T4, N berapa pun, M0

Stadium IV T berapa pun, N berapa pun, M1

Keterangan :

Status Tumor Primer (T)

T0 : Tidak terbukti adanya tumor primer.

Tx : Kanker yang tersembunyi terlihat pada sitologi bilasan bronkus, tetapi tidak

terlihat pada radiogram atau bronkoskopi.

Tis : Karsinoma in situ.

T1 : Tumor berdiameter ≤ 3 cm dikelilingi paru atau pleura viseralis yang normal.

T2 : Tumor berdiameter > 3 cm atau ukuran berapa pun yang sudah menyerang

pleura viseralis atau mengakibatkan ateletaksis yang meluas ke hilus; harus

berjarak > 2 cm distal dari karina.

T3 : Tumor ukuran berapa saja yang langsung meluas ke dinding dada, diafragma,

pleura mediastinalis, dan perikardium parietal atau tumor di bronkus utama yang

terletak 2 cm dari distal karina, tetapi tidak melibatkan karina, tanpa mengenai

jantung, pembuluh darah besar, trakea, esofagus, atau korpus vertebra.

T4 : Tumor ukuran berapa saja dan meluas ke mediastinum, jantung, pembuluh

darah besar, trakea, esofagus, korpus vertebra, rongga pleura/perikardium yang

disertai efusi pleura/perikardium, satelit nodul ipsilateral pada lobus yang sama

pada tumor primer.

Keterlibatan Kelenjar Getah Bening Regional (N)

N0 : Tidak dapat terlihat metastasis pada kelenjar getah bening regional.

N1 : Metastasis pada peribronkial dan/atau kelenjar hilus ipsilateral.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: 98D79d01

N2 : Metastasis pada mediastinal ipsilateral atau kelenjar getah bening subkarina.

N3 : Metastasis pada mediastinal atau kelenjar getah bening hilus kontralateral;

kelenjar getah bening skalenus atau supraklavikular ipsilateral atau kontralateral.

Metastasis Jauh (M)

M0 : Tidak diketahui adanya metastasis jauh.

M1 : Metastasis jauh terdapat pada tempat tertentu misalnya otak (Huq, 2010).

2.1.5. Gejala Klinis

Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-gejala

klinis. Bila sudah menampakkan gejala berarti pasien dalam stadium lanjut.

Gejala-gejala dapat bersifat :

• Lokal (tumor tumbuh setempat) :

• Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis

• Hemoptisis

• Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran nafas

• Kadang terdapat kavitas seperti abses paru

• Ateletaksis

• Invasi lokal :

• Nyeri dada

• Dispnea karena efusi pleura

• Invasi ke perikardium terjadi tamponade atau aritmia

• Sindrom vena cava superior

• Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)

• Suara serak, karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent

• Sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brakhialis dan saraf

simpatis servikalis

• Gejala Penyakit Metastasis :

• Pada otak, tulang, hati, adrenal

• Limfadenopati servikal dan supraklavikula (sering menyertai metastasis)

Universitas Sumatera Utara

Page 7: 98D79d01

• Sindrom Paraneoplastik : terdapat 10% kanker paru dengan gejala :

• Sistemik : penurunan berat badan, anoreksia, demam

• Hematologi : leukositosis, anemia, hiperkoagulasi

• Hipertrofi osteoartropati

• Neurologik : dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer

• Neuromiopati

• Endokrin : sekresi berlebihan hormon paratiroid (hiperkalsemia)

• Dermatologik : eritema multiform, hiperkeratosis, jari tabuh

• Renal : syndrome of inappropriate antidiuretic hormone

• Asimtomatik dengan kelainan radiologis

• Sering terdapat pada perokok dengan COPD yang terdeteksi secara

radiologis.

• Kelainan berupa nodul soliter (Amin, 2006).

2.1.6. Diagnosis

2.1.6.1. Anamnesis

Anamnesis yang lengkap serta pemeriksaan fisik merupakan kunci untuk

diagnosis tepat. Keluhan dan gejala klinis permulaan merupakan tanda awal

penyakit kanker paru. Batuk disertai dahak yang banyak dan kadang-kadang

bercampur darah, sesak nafas dengan suara pernafasan nyaring (wheezing), nyeri

dada, lemah, berat badan menurun, dan anoreksia merupakan keadaan yang

mendukung. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan pada pasien tersangka

kanker paru adalah faktor usia, jenis kelamin, keniasaan merokok, dan terpapar

zat karsinogen yang dapat menyebabkan nodul soliter paru.

2.1.6.2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan ini dilakukan untuk menemukan kelainan-kelainan berupa

perubahan bentuk dinding toraks dan trakea, pembesaran kelenjar getah bening

dan tanda-tanda obstruksi parsial, infiltrat dan pleuritis dengan cairan pleura.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: 98D79d01

2.1.6.3. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk :

a. Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru.

Kerusakan pada paru dapat dinilai dengan pemeriksaan faal paru atau

pemeriksaan analisis gas.

b. Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru pada

organ-organ lainnya.

c. Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru pada

jaringan tubuh baik oleh karena tumor primernya maupun oleh karena

metastasis.

2.1.6.4. Radiologi

Pemeriksaan radiologi adalah pemeriksaan yang paling utama

dipergunakan untuk mendiagnosa kanker paru. Kanker paru memiliki gambaran

radiologi yang bervariasi. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan

keganasan tumor dengan melihat ukuran tumor, kelenjar getah bening, dan

metastasis ke organ lain.

Pemeriksaan radiologi dapat dilakukan dengan metode tomografi

komputer. Pada pemeriksaan tomografi komputer dapat dilihat hubungan kanker

paru dengan dinding toraks, bronkus, dan pembuluh darah secara jelas.

Keuntungan tomografi komputer tidak hanya memperlihatkan bronkus, tetapi juga

struktur di sekitar lesi serta invasi tumor ke dinding toraks. Tomografi komputer

juga mempunyai resolusi yang lebih tinggi, dapat mendeteksi lesi kecil dan tumor

yang tersembunyi oleh struktur normal yang berdekatan.

2.1.6.5. Sitologi

Sitologi merupakan metode pemeriksaan kanker paru yang mempunyai

nilai diagnostik yang tinggi dengan komplikasi yang rendah. Pemeriksaan

dilakukan dengan mempelajari sel pada jaringan. Pemeriksaan sitologi dapat

menunjukkan gambaran perubahan sel, baik pada stadium prakanker maupun

kanker. Selain itu dapat juga menunjukkan proses dan sebab peradangan.

Pemeriksaan sputum adalah salah satu teknik pemeriksaan yang dipakai

untuk mendapatkan bahan sitologik. Pemeriksaan sputum adalah pemeriksaan

Universitas Sumatera Utara

Page 9: 98D79d01

yang paling sederhana dan murah untuk mendeteksi kanker paru stadium

preinvasif maupun invasif. Pemeriksaan ini akan memberi hasil yang baik

terutama untuk kanker paru yang letaknya sentral. Pemeriksaan ini juga sering

digunakan untuk skrining terhadap kanker paru pada golongan risiko tinggi.

2.1.6.6. Bronkoskopi

Setiap pasien yang dicurigai menderita tumor bronkus merupakan indikasi

untuk bronkoskopi. Dengan menggunakan bronkoskop fiber optik, perubahan

mikroskopik mukosa bronkus dapat dilihat berupa nodul atau gumpalan daging.

Bronkoskopi akan lebih mudah dilakukan pada tumor yang letaknya di sentral.

Tumor yang letaknya di perifer sulit dicapai oleh ujung bronkoskop.

2.1.6.7. Biopsi Transtorakal

Biopsi aspirasi jarum halus transtorakal banyak digunakan untuk

mendiagnosis tumor pada paru terutama yang terletak di perifer. Dalam hal ini

diperlukan peranan radiologi untuk menentukan ukuran dan letak, juga menuntun

jarum mencapai massa tumor. Penentuan letak tumor bertujuan untuk memilih

titik insersi jarum di dinding kulit toraks yang berdekatan dengan tumor.

2.1.6.8. Torakoskopi

Torakoskopi adalah cara lain untuk mendapatkan bahan guna pemeriksaan

histopatologik untuk kanker paru. Torakoskopi adalah pemeriksaan dengan alat

torakoskop yang ditusukkan dari kulit dada ke dalam rongga dada untuk melihat

dan mengambil sebahagian jaringan paru yang tampak.

Pengambilan jaringan dapat juga dilakukan secara langsung ke dalam paru

dengan menusukkan jarum yang lebih panjang dari jarum suntik biasa kemudian

dilakukan pengisapan jaringan tumor yang ada (Soeroso, 1992).

2.1.7. Penatalaksanaan

2.1.7.1. Pembedahan

Pembedahan pada kanker paru bertujuan untuk mengangkat tumor secara

total berikut kelenjar getah bening disekitarnya. Hal ini biasanya dilakukan pada

kanker paru yang tumbuh terbatas pada paru yaitu stadium I (T1 N0 M0 atau T2

N0 M0), kecuali pada kanker paru jenis SCLC. Luas reseksi atau pembedahan

Universitas Sumatera Utara

Page 10: 98D79d01

tergantung pada luasnya pertumbuhan tumor di paru. Pembedahan dapat juga

dilakukan pada stadium lanjut, akan tetapi lebih bersifat paliatif. Pembedahan

paliatif mereduksi tumor agar radioterapi dan kemoterapi lebih efektif, dengan

demikian kualitas hidup penderita kanker paru dapat menjadi lebih baik.

Pembedahan untuk mengobati kanker paru dapat dilakukan dengan cara :

a. Wedge Resection, yaitu melakukan pengangkatan bagian paru yang berisi

tumor, bersamaan dengan margin jaringan normal.

b. Lobectomy, yaitu pengangkatan keseluruhan lobus dari satu paru.

c. Pneumonectomy, yaitu pengangkatan paru secara keseluruhan. Hal ini

dilakukan jika diperlukan dan jika pasien memang sanggup bernafas dengan

satu paru.

2.1.7.2. Radioterapi

Radioterapi dapat digunakan untuk tujuan pengobatan pada kanker paru

dengan tumor yang tumbuh terbatas pada paru. Radioterapi dapat dilakukan pada

NCLC stadium awal atau karena kondisi tertentu tidak dapat dilakukan

pembedahan, misalnya tumor terletak pada bronkus utama sehingga teknik

pembedahan sulit dilakukan dan keadaan umum pasien tidak mendukung untuk

dilakukan pembedahan.

Terapi radiasi dilakukan dengan menggunakan sinar X untuk membunuh

sel kanker. Pada beberapa kasus, radiasi diberikan dari luar tubuh (eksternal).

Tetapi ada juga radiasi yang diberikan secara internal dengan cara meletakkan

senyawa radioaktif di dalam jarum, dengan menggunakan kateter dimasukkan ke

dalam atau dekat paru-paru. Terapi radiasi banyak dipergunakan sebagai

kombinasi dengan pembedahan atau kemoterapi.

2.1.7.3. Kemoterapi

Kemoterapi pada kanker paru merupakan terapi yang paling umum

diberikan pada SCLC atau pada kanker paru stadium lanjut yang telah

bermetastasis ke luar paru seperti otak, ginjal, dan hati. Kemoterapi dapat

digunakan untuk memperkecil sel kanker, memperlambat pertumbuhan, dan

mencegah penyebaran sel kanker ke organ lain. Kadang-kadang kemoterapi

diberikan sebagai kombinasi pada terapi pembedahan atau radioterapi.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: 98D79d01

Penatalaksanaan ini menggunakan obat-obatan (sitostatika) untuk membunuh sel

kanker. Kombinasi pengobatan ini biasanya diberikan dalam satu seri pengobatan,

dalam periode yang memakan waktu berminggu-minggu atau berbulan-bulan agar

kondisi tubuh penderita dapat pulih (ASCO, 2010).

2.1.8. Prognosis

Yang terpenting pada prognosis kanker paru adalah menentukan stadium

penyakit. Pada kasus kanker paru jenis NSCLC yang dilakukan tindakan

pembedahan, kemungkinan hidup 5 tahun adalah 30%. Pada karsinoma in situ,

kemampuan hidup setelah dilakukan pembedahan adalah 70%, pada stadium I,

sebesar 35-40% pada stadium II, sebesar 10-15% pada stadium III, dan kurang

dari 10% pada stadium IV. Kemungkinan hidup rata-rata tumor metastasis

bervariasi dari 6 bulan sampai dengan 1 tahun. Hal ini tergantung pada status

penderita dan luasnya tumor. Sedangkan untuk kasus SCLC, kemungkinan hidup

rata-rata adalah 1-2 tahun pasca pengobatan. Sedangkan ketahanan hidup SCLC

tanpa terapi hanya 3-5 bulan (Wilson, 2005).

Angka harapan hidup 1 tahun untuk kanker paru sedikit meningkat dari 35 % pada

tahun 1975-1979 menjadi 41% di tahun 2000-2003. Walaupun begitu, angka

harapan hidup 5 tahun untuk semua stadium hanya 15%. Angka ketahanan sebesar

49% untuk kasus yang dideteksi ketika penyakit masih bersifat lokal, tetapi hanya

16% kanker paru yang didiagnosis pada stadium dini (American Cancer Society,

2008).

Universitas Sumatera Utara

Page 12: 98D79d01

2.2. Merokok

2.2.1. Definisi

Merokok adalah membakar tembakau yang kemudian diisap asapnya, baik

menggunakan rokok maupun menggunakan pipa. Temperatur pada sebatang

rokok yang tengah dibakar adalah 900OC untuk ujung rokok yang dibakar dan

30ᴼC untuk ujung rokok yang terselip diantara bibir perokok. Asap rokok yang

diisap atau asap rokok yang dihirup melalui dua komponen : komponen yang

lekas menguap berbentuk gas dan komponen yang bersama gas terkondensasi

menjadi komponen partikulat. Dengan demikian, asap rokok yang diisap melalui

mulut disebut mainstream smoke, sedangkan asap rokok yang terbentuk pada

ujung rokok yang terbakar serta asap rokok yang diembuskan ke udara oleh

perokok disebut sidestream smoke. Sidestream smoke atau asap sidestream

mengakibatkan seseorang menjadi perokok pasif. (Mangku Sitepoe, 2000)

2.2.2. Komposisi

Asap rokok yang diisap mengandung 4000 jenis bahan kimia dengan

berbagai jenis daya kerja terhadap tubuh. Beberapa bahan kimia yang terdapat di

dalam rokok dan mampu memberikan efek yang mengganggu kesehatan antara

lain :

a. Nikotin

Nikotin yang terkandung dalam rokok adalah sebesar 0,5-3 nanogram, dan

semuanya diserap sehingga di dalam darah ada sekitar 40-50 nanogram

nikotin setiap 1 mlnya. Nikotin bukan meruupakan komponen karsinogenik,

tetapi hasil pembusukan panasnya seperti dibensakridin, dibensokarbol, dan

nitrosamine yang bersifat karsinogenik.

Pada paru-paru, nikotin akan menghambat aktivitas silia. Selain itu, nikotin

juga memiliki efek adiktif dan psikoaktif. Perokok akan merasakan

kenikmatan, kecemasan berkurang, toleransi, dan keterikatan fisik. Hal ini

yang menyebabkan mengapa sekali merokok akan susah untuk berhenti.

Efek nikotin menyebabkan perangsangan terhadap hormon katekolamin yang

bersifat memacu jantung dan tekanan darah. Jantung tidak diberikan

Universitas Sumatera Utara

Page 13: 98D79d01

kesempatan istirahat dan tekanan darah akan semakin tinggi, yang

mengakibatkan timbulnya hipertensi. Efek lain adalah merangsang

berkelompoknya trombosit. Trombosit akan menggumpal dan menyumbat

pembuluh darah.

b. Karbon Monoksida (CO)

Undur ini dihasilkan oleh pembakaran tidak sempurna dari unsur zat arang/

karbon. Gas CO yang dihasilkan sebatang tembakau dapat mencapai 3% - 6%,

dan gas ini dapat diisap oleh siapa saja. Gas CO mempunyai kemampuan

mengikat hemoglobin yang terdapat dalam sel darah merah, lebih kuat

dibandingkan oksigen, sehingga setiap ada asap tembakau, disamping kadar

oksigen udara yang sudah berkurang, sel darah merah akan semakin

kekurangan oksigen karena yang diangkut adalah CO dan bukan oksigen. Sel

tubuh yang kekurangan oksigen akan melakukan spasme, yaitu menciutkan

pembuluh darah. Bila proses ini berlangsung terus-menerus, maka pembuluh

darah akan mudah rusak dengan terjadinya proses aterosklerosis. Penyempitan

pembuluh darah akan terjadi dimana-mana.

c. Tar

Tar adalah sejenis cairan kental berwarna coklat tua atau hitam yang

merupakan substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada

paru-paru. Kadar tar dalam tembakau antara 0,5-35 mg/batang. Tar merupakan

suatu zat karsinogen yang dapat menimbulkan kanker pada jalan nafas dan

paru-paru.

d. Kadmium

Kadmium adalah zat yang dapat meracuni jaringan tubuh terutama ginjal.

e. Ammonia

Ammonia merupakan gas yang tidak berwarna terdiri dari nitrogen dan

hidrogen. Zat ini tajam baunya dan sangat merangsang. Begitu kerasnya racun

yang ada pada ammonia sehingga jika masuk sedikt pun ke dalam peredaran

darah bisa mengakibatkan seseorang pingsan atau koma.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: 98D79d01

f. HCN/ Asam Sianida

HCN merupakan sejenis gas yang tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak

memiliki rasa. Zat ini merupakan zat yang paling ringan, mudah terbakar, dan

sangat efisien untuk menghalangi pernafasan dan merusak saluran nafas.

g. Nitrous Oxide

NO merupakan sejenis gas yang tidak berwarna, dan bila terisap dapat

menyebabkan hilangnya rasa sakit. NO ini pada mulanya dapat digunakan

sebagai pembius saat melakukan operasi oleh dokter.

h. Formaldehyde

Formaldehyde adalah sejenis gas dengan bau tajam. Gas ini tergolong sebagai

pengawet dan pembasmi hama.

i. Phenol

Phenol adalah campuran dari kristal yang dihasilkan dari distilasi beberapa zat

organik seperti kayu dan arang, serta diperoleh dari tar arang. Zat ini beracun

dan membahayakan karena zat ini terikat ke protein sehingga menghalangi

aktivitas enzim.

j. Acetol

Acetol adalah hasil pemanasan aldehid dan mudah menguap dengan alkohol.

k. Asam Sulfida

Asam sulfida adalah sejenis gas yang beracun yang mudah terbakar dengan

bau yang kera. Zat ini menghalangi oksidasi enzim.

l. Piridin

Piridin adalah sejenis cairan tidak berwarna dengan bau tajam. Zat ini dapat

digunakan untuk mengubah sifat alkohol sebagai pelarut dan pembunuh hama.

m. Metil klorida

Metil klorida adalah campuran dari zat-zat bervalensi satu dengan hidrokarbon

sebagai unsur utama. Zat ini adalah senyawa organik yang beracun.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: 98D79d01

n. Methanol

Methanol adalah sejenis cairan ringan yang mudah menguap dan mudah

terbakar. Meminum atau mengisap methanol mengakibatkan kebutaan bahkan

kematian.

o. Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAH)

Senyawa hidrokarbon aromatik yang memiliki cincin dideskripsikan sebagai

Fused Ring System atau PAH. Beberapa PAH yang terdapat dalam asap

tembakau antara lain Benzo(a)pyrene, Dibenz(a,h)anthracene, dan

Benz(a)anthracene. Senyawa ini merupakan senyawa reaktif yang cenderung

membentuk epoksida yang metabolitnya bersifat genotoksik.

p. N-nitrosamine

N-nitrosamine dibentuk oleh nitrasi amina. Asap tembakau mengandung 2

jenis utama N-nitrosamine, yaitu Volatile N-nitrosamine (VNA) dan Tobacco

N-nitrosamine. Hampir semua Volatile N-nitrosamine (VNA) ditahan oleh

sistem pernafasan pada inhalasi asap tembakau. Asap tembakau VNA

diklasifikasikan sebagai karsinogen yang potensial (Sharon, 2007).

Berikut adalah tabel bahan dalam asap rokok yang berhubungan dengan terjadinya

kanker (Aditama, 1996).

Tabel 2.2. Bahan dalam Asap Rokok yang Menyebabkan Kanker Paru.

Bahan yang terbukti berhubungan

dengan kanker pada manusia :

Bahan yang diduga karsinogen pada

manusia :

4-aminobiphenyil

Arsenic

Benzene

Chromium

Nickel

Vinyl Chloride

Benzo(a)pyrene

Cadmium

Dibenz(a,h)anthracene

Formaldehyde

N-Nitrosodiethylamine

N-Nitrosodimethylamine

2.2.3. Pola Penyakit Pernapasan Akibat Merokok

Merokok merupakan penyebab utama penyakit paru-paru bersifat kronis dan

obstruktif, misalnya bronkitis dan empisema. Sekitar 85% dari penderita penyakit

Universitas Sumatera Utara

Page 16: 98D79d01

ini disebabkan oleh rokok. Pada perokok pria, kematian karena penyakit ini 4-25

kali lipat lebih tinggi dibandingkan bukan perokok. Perokok wanita memberikan

efek jauh lebih tinggi terhadap jenis penyakit ini dibandingkan perokok pria.

Gejala yang ditimbulkan berupa batuk kronis, berdahak, dan gangguan

pernafasan-banyak dijumpai pada perokok. Apabila diadakan uji fungsi paru-paru

maka pada perokok jauh lebih jelek dibandingkan dengan bukan perokok.

Merokok juga terkait dengan influenza dan radang paru-paru lainnya. Pada

penderita asma, merokok akan memperparah gejala asma sebab asap rokok akan

lebih menyempitkan saluran pernapasan (Mangku Sitepoe, 2000).

Menurut Aditama (1997) dalam Zainul (2009), kebiasaan merokok juga

dihubungkan dengan peningkatan kadar suatu bahan yang disebut imunoglobulin

E yang spesifik. Kadar antibodi terhadap bahan ini ternyata empat sampai lima

kali lebih tinggi pada perokok bila dibandingkan dengan bukan perokok.

Penelitian lain melaporkan pula peningkatan hitung jenis sel basofil dan eosinofil

pada perokok. Jumlah sel Goblet yang ada di saluran napas juga terpengaruh

akibat asap rokok dan mengakibatkan terkumpulnya lendir di saluran napas. Ada

juga penelitian yang mengemukakan bahwa “epithelial serous cells” di saluran

napas dapat berubah menjadi sel goblet akibat paparan asap rokok dan polutan

lainnya.

2.3. Hubungan Merokok dengan Kanker Paru

Dalam kaitannya dengan pengaruh karsinogenik, terdapat bukti kuat bahwa

merokok merupakan tersangka utama penyebab perubahan genetik yang

menyebabkan kanker paru. Sangat banyak bukti statistik, klinis, dan eksperimen

yang memberatkan rokok.

Secara statistik, sekitar 90% kanker paru terjadi pada perokok aktif atau

mereka yang baru berhenti. Terdapat korelasi linier antara frekuensi kanker paru

dan jumlah bungkus-tahun merokok. Peningkatan risiko menjadi 60 kali lebih

besar pada perokok berat (dua bungkus sehari selama 20 tahun) dibandingkan

dengan bukan perokok. Atas sebab yang belum sepenuhnya jelas, perempuan

memperlihatkan kerentanan yang lebih tinggi terhadap karsinogen tembakau

Universitas Sumatera Utara

Page 17: 98D79d01

dibandingkan dengan laki-laki. Meskipun berhenti merokok menurunkan risiko

terjadinya kanker paru seiring dengan waktu, risiko tersebut tidak pernah kembali

ke level dasar. Pada kenyataannya, perubahan genetik yang mendahului kanker

paru dapat menetap selama bertahun-tahun di epitel bronkus bekas perokok.

Merokok pasif (berada dekat dengan perokok) meningkatkan risiko menderita

kanker paru hingga mendekati dua kali lipat dibandingkan dengan bukan perokok.

Merokok melalui pipa dan cerutu juga meningkatkan risiko, tetapi dengan derajat

yang lebih ringan.

Bukti klinis terutama berupa pembuktian adanya perubahan progresif di

epitel yang melapisi saluran napas pada perokok kronis. Perubahan sekuensial ini

paling jelas pada karsinoma sel skuamosa, meskipun juga dapat ditemukan pada

subtipe histologik yang lain. Pada hakikatnya, terdapat korelasi linier antara

intensitas pajanan ke asap rokok dan munculnya perubahan epitel yang semakin

mengkhawatirkan yang dimulai dengan hiperplasia sel basal yang relatif tidak

membahayakan dan metaplasia skuamosa dan berkembang menjadi displasia

skuamosa dan karsinoma in situ, sebelum memuncak menjadi karsinoma invasif.

Di antara berbagai subtipe histologik kanker paru, karsinoma sel skuamosa dan

karsinoma sel kecil memperlihatkan keterkaitan paling kuat dengan pajanan

tembakau.

Bukti eksperimen, meskipun semakin banyak setiap tahunnya, tidak

memiliki satu hal penting : sejauh ini para peneliti belum mampu memicu

timbulnya kanker paru pada hewan percobaan dengan memajankan hewan

tersebut ke asap rokok. Namun, kondensat asap rokok adalah “ramuan penyihir”

yang mengandung hidrokarbon polisiklik serta berbagai mutagen dan karsinogen

kuat lainnya. Meskipun tidak terdapat eksperimental, rangkaian bukti yang

mengaitkan merokok dengan kanker paru semakin lama semakin besar (Robbin &

Kumar, 2007).

Berikut merupakan gambaran skema bahan-bahan kimia rokok

menyebabkan terjadinya kanker paru (Hecht,1999) :

Universitas Sumatera Utara

Page 18: 98D79d01

Gambar 2.1. Skema Bahan Kimia Rokok Menyebabkan Terjadinya Kanker Paru.

Menurut Hecht (2003) dalam Ibrahim (2007), skema ini menggambarkan

peran utama perubahan DNA dalam proses karsinogenesis. Dalam skema ini,

nikotin menyebabkan sifat adiksi ingin terus merokok dan menyebabkan pajanan

kronis terhadap bahan karsinogen. Karsinogen secara metabolik dapat diaktifkan

untuk bereaksi dengan DNA, membentuk produk kovalen gabungan yang disebut

DNA yang berubah (DNA adducts). Bersaing dengan proses metabolik ini, proses

detoksifikasi produk karsinogen gagal untuk diekskresikan. Jika DNA yang sudah

berubah tersebut dapat diperbaiki (repair) oleh enzim perbaikan seluler, DNA

akan kembali menjadi bentuk normalnya. Akan tetapi jika perubahan terus

berlangsung selama replikasi DNA, kegagalan pengkodean DNA dapat terjadi,

yang cenderung menjadi mutasi permanen dalam urutan DNA. Sel-sel dengan

DNA rusak atau bermutasi dapat dilisiskan dengan proses apoptosis. Jika mutasi

terjadi pada bagian utama dalam gen-gen yang krusial, seperti RAS atau MYC

onkogen atau TP53 atau CDKN2A tumor supresor gen, hanya dapat terjadi

kehilangan kontrol regulasi pertumbuhan sel-sel normal dan terjadi pertumbuhan

tumor. Nikotin dan karsinogen dapat juga berikatan secara langsung dengan

reseptor beberapa sel, selanjutnya mengaktivasi protein kinase B (AKT), protein

kinase A (PKA) dan faktor-faktor lain. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya

penurunan proses apoptosis, peningkatan angiogenesis, dan peningkatan

transformasi sel. Bahan isi tembakau juga berisi promotor tumor dan

kokarsinogen, yang dapat mengaktifkan proses karsinogenesis.

Universitas Sumatera Utara