83062263-perioperatif.doc
TRANSCRIPT
-
7/30/2019 83062263-perioperatif.doc
1/38
PERIOPERATIF
Definisi
Suatu ilmu Kedokteran yang mencakup masalah-masalah sebelum
anesthesia/ pembedahan, selama anesthesia/pembedahan dan sesudah
anesthesia/pembedahan.
Ruang lingkup
Meliputi semua aspek fisiologis dan patologis yang mempengaruhi
anesthesia dan pembedahan, pengaruh anesthesia dan pembedahan terhadap
fisiologis tubuh dan resiko maupun komplikasi yang diakibatkanya.
Resiko perioperatif
Resiko yang berhubungan dengan anesthesia dan pembedahan dapat
diklasifikasikan dalam:
1. Resiko yang berhubungan dengan kondisi pasien
2. Resiko yang berhubungan dengan prosedur pembedahan
3. resiko yang berhubungan dengan fasilitas termasuk sumber daya manusia di
rumah sakit.
4. Resiko yang berhubungan dengan obat atau teknik anesthesia.
Pengaruh fisiologi yang terjadi akibat pembedahan:
1. Pengaruh langsung obat anesthesia terhadap sekresi hormon-hormon: ACTH,
kortisol, antidiuretik, tiroid, katekolamin, sistem renin-angiotensin-aldosteron,
insulin dan metabolisme glukosa.
2. Pengaruh langsung obat anesthesia terhadap sistem respirasi dan
kardiovaskuler
Penilaian prabedah, meliputi:
1. Penilaian terhadap keadaan pasien secara menyeluruh termasuk riwayat
penyakit, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang mendukungnya.
1
-
7/30/2019 83062263-perioperatif.doc
2/38
2. Melakukan identifikasi faktor-faktor risiko anestesi, dan bila bermakna pasien
harus diberitahu.
3. Mengoptimalkan kondisi kesehatan pasien sebelum tindakan anestesi dan
pemnbedahan, seperti melakukan fisioterapi dada, latihan nafas dsb.
4. Menentukan status fisis berdasarkan American Society of
Anesthesiologist(ASA)
5. Merencanakan tehnik anestesi dan penatalaksanaan perioperatif seperti terapi
cairan dan transfusi darah.
6. Memperkenalkan diri kepada pasien agar dapat mengurangi kecemasan dan
akan mempermudah dalam melakukan induksi anestesi
7. Memberikan instruksi yang jelas tentang obat yang harus diteruskan atau
dihentikan pada hari pembedahan
8. Mempersiapkan obat-obat premedikasi.
Instruksi praanestesi
Instruksi kepada perawat ruangan harus tertulis dengan jelas meliputi :
1. Pemeriksaan penunjang tambahan
2. Lamanya puasa
3. Persiapan darah atau produk darah, golongan darah dan jumlah yang
diperlukan
4. Jenis obat yang harus terus diberikan atau dihentikan pada hari pembedahan
5. Terapi inhalasi pada pasien PPOK atau riwayat asma
6. Pemasangan infus dekstrosa pada pasien diabetes
7. Obat premedikasi: dosis,cara, dan waktu pemberian.
Pemeriksaan penunjang rutin, yang harus dilakukan:
1. Pemeriksaan darah lengkap
2. Urinalisis ( bila gula positif harus ditambah
pemeriksaan gula darah)
3. Ureum,kreatinin,elektrolit : pada pembedahan besar
4. EKG : umur > 40 tahun
2
-
7/30/2019 83062263-perioperatif.doc
3/38
5. Foto toraks : umur > 60 tahun
6. Uji fungsi hati : pada pembedahan besar pasien
umur > 50 tahun
Pemeriksaan penunjang berdasarkan indikasi :
1. Pemeriksaan darah lengkap :
i. Anemia dan kelainan/penyakit hematologi lainya
ii. Gangguan ginjal
iii. Pasien dalam kemoterapi
2. Ureum, kreatinin, dan elektrolit
i. Gangguan/penyakit hati dan ginjal
ii. Gangguan metabolic, seperti diabetes mellitus
iii. Riwayat diare, muntah
iv. Kondisi nutrisi buruk
v. Persiapan usus prabedah
vi. Riwayat pemebrian obat-obat digitalis, diuretik, antihipertensi, steroid,
abat anti diabetes.
3. Gula darah
i. Diabetes mellitus
ii. Penyakit hati berat
4. Elektrokardiogram
i. Hipertensi, penyakit jantung atau penyakit paru kronik
ii. Diabetes Melitus
5. Foto Toraks
i. gangguan pernafasan yang bermakna atau penyakit paru
ii. penyakit jantung
6. Analisa gas darah arteri
i. obesitas
ii. pasien dengan gangguan nafas
iii. penyakit paru sedang sampai berat
iv. sakit kritis atau sepsis
3
-
7/30/2019 83062263-perioperatif.doc
4/38
v. bedah toraks
7. Uji fungsi paru
i. bedah toraks
ii. penyakit paru sedang sampai berat, seperti PPOK, bronkiektasis, penyakit
paru retrikasi.
8. Uji Fungsi hati.
i. penyakit hepatobilier
ii. riwayat peminum alcohol
iii. tumor dengan kemungkinan metastase ke hati
9. Uji hemostase dan koagulan darah
i. Penyait kelaiana darah
ii. Penyakit hati berat
iii. Koagulopati apapun sebabnya
iv. Riwayat terapi antikoagulan seperti heparin atau warfarin
10. Uji fungsi tiroid
i. Riwayat penyakit tiroid
ii. Gangguan endokrin seperti tumor hipofise
iii. Bedah tiroid
11. Uji fungsi hati : Echocardiography
i. Penyakit jantung
ii. Kelainan EKG yang bermakna
Terapi Cairan Perioperatif
1. Menilai volume intravaskuler
a. pemeriksaan klinis
kesadaran
turgor kulit, suhu ujung-ujung ekstremitas
Tekanan nadi, laju nadi, tekanan darah terhadap perubahan posisi
Keluaran urin
tampak perdarahan atau kehilangan cairan (muntah)
4
-
7/30/2019 83062263-perioperatif.doc
5/38
b. Pemeriksaan laboratorium
Kadar hemoglobin dan hematokrit. kadar urea dan elektrolit
analisa gas darah, laktat darah
BJ urin, natrium uri
c. Pengukuran hemodinamik
Tekanan vena sentral
tekanan arteri pulmoner
saturasi vena sentral
2. Terapi cairan selama pembedahan
a. Cairan pemeliharaan
b. Cairan pengganti deficit
c. cairan pengganti perdarahan
3. Terapi cairan pasca bedah: dapat diberikan berdasarkan
a. pembedahan nono digestif dengan anestesi regional
b. pembedahan minor non digestif dengan anestesi umum
c. pemebedahan mayor atau pembedahan digestif
4. Jenis cairan
a. Cairan kristaloid
cairan hipotonik
cairan isotonic
cairan hipertonik
b. Cairan koloid
cairan koloid sintetik
cairan starch
cairan gelatin
cairan koloid derivate darah
human albumin
fraksi protein plasma
5
-
7/30/2019 83062263-perioperatif.doc
6/38
Pasien yang akan menjalani operasi dan anestesi wajib dikunjungi oleh seorang
anestesiolog. Hal-hal yang harus dilakukan adalah:
Riwayat anaesthesia
Melakukan pemeriksaan fisik yang sesuai
Melakukan evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium
Anestesiolog sebaiknya membiarkan pasien untuk mengajukan pertanyaan
Mencatat kegelisahan pasien
Menginformasikan rencana pembiusan
Perhatian khusus harus diberikan pada hal-hal berikut yang ditemukan pada
anamnesa
1. Riwayat penyakit terdahulu, operasi dan pembiusan sebelumnya
2. Terapi obat-obatan seperti kortoikosteroid, insulin, obat anti hipertensi,
tranqualizers, antidepresan trisiklik, antikoagulan, barbiturate, diuretic dan
alergi obat.
3. Gejala-gejala yang berhubungan dengan system respirasi, seperti batuk,
sputum, bronkospasme, kemampuan untuk mengeluarkan lender.
4. Sistem kardiovaskuler : toleransi latihan, nyeri angina, gagal jantung,
hipertensi yang tidak diterapi.
5. Kecenderungan untuk muntah. Pilihan obat dan tindakan anestesi untuk
mengurangi mual muntah pasca bedah.
6. Riwayat kehamilan dan menstruasi
7. kebiasaan pasien ; merokok, minum alcohol dan adiksi obat.
Penilaian perioperatif seringkali kurang daripada yang seharusnya, dan terkadang
adanya kurang komunikasi antara dokter bedah dan anestesiolog.
Pada pasien seharusnya dilakukan pemeriksaan klinis yang lengkap, terutama:
1. Tanda-tanda penyakit pernafasan : pola dan karakter pernafasan seperti
dispneu, adanya suara tambahan pada auskultasi, jari tabuh, sianosis.
6
-
7/30/2019 83062263-perioperatif.doc
7/38
Gejala-gejala tambahan yang perlu didiskusikan lagi pada kondisi-kondisi
tertentu, seperti :
Nyeri tulang atau kelemahan otot pada keganasan
Kelemahan umum, demam atau kehilangan berat badan pada TBC
Semua pasien harus ditanyakan mengenai kebiasaan merokok
Pemeriksaan fisik
a. Warna dan kualitas suara harus dicatat
b. Mengi yang terdengar harus bisa dikoreksi
c. Dispneu
d. Perhatian secara khusus harus diberikan pada pola, ekskursi dan
simetrisitas dari gerakan pernafasan
e. Adanya suara tambahan pada pasien yang tidak memiliki penyakit
pernafasan (ronki) memberikan peringatan bahwa kaliber bronkus
abnormal.
f. Rales atau crackers disebabkan oleh penutupan mendadak atau kolapsdari jalan nafas. Keadaan ini terjadi di awal inspirasi pada pasien
dengan obstruksi jalan nafs dan pada akhir pernafasan jika
berhubungan dengan penyakit paru restriktif.
g. Beberapa manifestasi penyakit paru dapat dideteksi, seperti
penggunaan otot-otot tambahan dan tracheal tug adalah manifestasi
dispneu berat, kecemasan dan kegelisahan dapat disebsbkan oleh
hipoksia, hipertensi, berkeringat, vasodilatasi perifer dan kebingungan
dapat terjadi pada pasien dengan retensi CO2 akut.
Tes-tes yang tidak memerlukan peralatan
Tes-tes ini hanya menyediakan informasi yang minimal tentang fugsi pernafasan
dan terkadang direkomendasikan sebagai tes skrining untuk menentukan fit untuk
operasi.
Tes sederhana yang dapat dilakukan dalam klinik adalah :
7
-
7/30/2019 83062263-perioperatif.doc
8/38
a. tes tahan nafas Sabrasez : pasien dalam keadaan istirahat diminta
untuk menarik nafas dalam dan selanjutnya menahan nafasnya.
Apabila dapat menahan nafas selama 25-30 detik pasien dapat
dianggap normal. Pasien yang hanya bisa menahan nafas kurang
dari 15 detik mengidentifikasikan kurangnya cadangan
kardiorespirasi.
b. Tes snider : kemampuan untuk meniup korek api pada jarak 6 inchi
dari depan mulut.Ketidakmampuan melakukan tes snidert
mengindikasikan forced ekspiratory volume dalam satu detik
kurang dari satu liter.
2. Tanda-tanda penyakit jantung
Penyakit jantung yang serius hampir selalu berhubungan dengan gejala
dan tanda yang jelas seperti nyeri dada sewaktu aktivitas, dispneu, hemoptisis,
sinkop, palpitasi dan edema. Tetapi iskemik miokardium akut dapat terjadi
tanpa gejala yang jelas.
Pemeriksaan fisik
Sianosis adalah warna kebiruan pada kulit akibat adanya desaturasi
hemoglobin pada pembuluh darah kapiler.
Sianosis perifer berhubungan dengan peningkatan ekstraksi oksigen pada
jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah kapiler pada
kulit.hal ini terjadi saat curah jantung menurun; pada pasien yang normal ;
berhubungan vasokotriksi perifer saat terpapar dingin. Pada sianosis
sentral, kulit tetap hangat dan perubahan warna juga terlihat pada lidah
akibat tercampurnya darah yang mengalami desaturasi dan yang
mengalami oksigenasi pada jantung, pembuluh darah besar atau paru-paru.
Frekuensi nadi dan irama dapat dinilai dari palpasi arteri radialis, akan
tetapi volume dan karakter gelombang nadi hanya dapat dinilai secara
akurat melalui arteri karotis.
Impuls jantung (apeks jantung) secara normal ditemukan pada ruangan
interkostal 5 sesuai dengan linea midklavikularis. Posisinya mungkin
8
-
7/30/2019 83062263-perioperatif.doc
9/38
dapat berubah akibat pemebasaran jantung atau factor ekstrakardiak
lainya. Penyebab apapun pergeseran tersebut lebih penting disbanding
dengan mencari lokasi yang pasti dari impuls tersebut.
Langkah penting pada auskultasi adalah identifikasi secara benar dari
suara jantung pertama dan kedua. Pulsasi arteri karotis harusnya diraba
selama auskultasi.
Murmur adalh bunyi yang dihasilkan akibat turbulensi aliran darah pada
titik tertentu pada sirkulasi dan secara normal terjadi pada tempat tempat
tertentu. Diastolik murmur merupakan bukti yang jelas adanya penyakit
jantung. Murumur sistolik dengan tanpa adanya interval dengan bunyi
jantung kedua biasanya berhubungan dengan penyakit organick.
Adanya thrill mengidinkasikan adanya penyakit jantung organic.
3. Status gizi :obesitas atau malnutrisi
4. Warna kulit, terutama pucat, sianosis, kuning atau pigmentasi.
5. Status psikologis pasien, derajat kecemasan.
6. Jalan nafas,
Nilai kesulitan saat mempertahankan jalan nafas dan laringoskop
Nilai gigi geligi seperti gigi yamng menonjol atau ompong, tambalan atau
mahkota gigi terutama pada bagian depan
Adanya hal-hal tersebut di atas perlun dicatat dan bianaya pasien
diperingatkan adanya kemungkinan untuk rusak.
7. Kemudahan untuk kanulasi.
Penilaian status fisisASA mengklasifikasikan pasien kedalam beberapa tingkatan pasien
berdasarkan kondisi pasien :
ASA I : pasien tidak memiliki kelainan organic, fisiologik, biokimia atau
gangguan psikiatri.
ASA II : Gangguan sistemik ringan sampai sedang yang disebabkan oleh
kondisi yang akan diterapi dengan pembedahan atau oleh proses patofisiologi
lainya.
9
-
7/30/2019 83062263-perioperatif.doc
10/38
ASA III: keterbatasan melakukan aktifitas, pasien dengan penyakit sistemik
berat.
ASA IV : pasien dengan penyakit sistemik berat yang mengancam nyawa.
ASA V : penderita yang diperkirakan tidak akan selamat dalam 24 jam,
dengan atau tanpa operasi.
ASA VI : penedrita mati batang otak yang organ-organya dapat digunakan
untuk donor.
Klasifikasi ASA merupakan system yang secara umum sering digunakan
untuk menilai status fisik pasien, walaupun ahli anestesi yang lain tidak selalu
setuju dengan klasifikasi ini. Klasifikasi ini tidak dapat dipakai untuk pasien
tanpa gejala, misalnya penderita dengan penyakit jantung koroner berat.
Penilaian Resiko
Penilaian preoperative mengenai risiko harus dititikberatkan pada 2 hal :
1. Apakah pasien dalam keadaan optimal untuk dianestesi ?
2. Apakah keuntungan pembedahan lebih besar dari resiko anestesi dan
pembedahan akibat penyakit yang ada ?
Apabila terdapat beberapa keadaan medis yang mungkin dapat diperbaiki
(misalnya penyakit paru, hipertensi, gagal jantung), pembedahan sebaiknya
ditunda dan diberikan terapi yang sesuai.
Terdapat hubungan antara menilai factor-faktor preoperative dan
perkembangan morbiditas dan mortalitas pasca bedah. Pada studi mortalitas
skala besar, umumnya, factor-faktor yang memberikan kontribusi pada
mortalitas anestesi meliputi :
1 Penilaian yang tidak adekuat selama periode preoperative
2.Supervisi dan pemantauan yang tidak adekuat selama periode intraoperatife
3. Penatalaksanaan dan supervise paska bedah yang tidak adekuat.
Kebiasaan Pasien
Merokok
10
-
7/30/2019 83062263-perioperatif.doc
11/38
Efek yang merusak dari merokok meliputi penyakit vaskuler perifer, sirkulasi
koroner dan serebral, karsinoma paru dan bronchitis kronis. Merokok harus
dihentikan 6 pekan sebelum operasi untuk meminimalisasi komplikasi paru
selama pembedahan, termasuk diantaranya infeksi, laringospasme dan
bronkospasme. Penghentian selama 12 jam sebelumnya mencegah efek
samping dari CO dan nikotin pada pasokan dan kebutuhan oksigen otot
jantung. Berhenti selama beberapa hari akan memperbaiki aktivitas silier.
Merokok juga dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Pada anak-anak yang
secara pasif terpapar dengan rokok, terjadi peningkatan insiden komplikasi
jalan nafas jika dilakukan pembiusan.
Alkoholisme
Pada pasien dengan alkoholisme kronik, dapat terjadi toleransi dengan
beberapa obt anestesi seperti eter, terjadi resistensi terhadap oabt-obat
anestesi.Alkoholmdieliminasi dengan oksigen di hati tetapi dapat juga
menginduksi enzim-enim yang memetabolisme obat-obatan, sehinnga respons
terhadap obat tidak dapat diperkirakan.Dapat terjadi vasodilatasi perifer,
kardiomiopati, sirosis dan perioperatif withdrawal krisis.
Ketergantungan pada obat
Pasien-pasien ini dapat memanipulasi gejala-gejalanya untuk mendapatkan
pembedahan dan narkotik pasca bedah, atau mengganggu proses
penyembuhan luka untuk memperpanjang lama perawatan di rumah
sakit.Penderita dapat resisten terhadap semua obat sedative narkotik.
Secara umum diterima bahwa riwayat klinis dan pemeriksaan fisik adalah
metode yang terbaik untuk menentukan adanya suatu penyakit. Sebelum
meminta suatu pemeriksaan lebih lanjut seorang anesesiolog harus menelaah
apakah pemeriksaan penunjang tersebut dapat menyediakan informasi yang
tidak bisa disingkap oleh pemeriksaan fisik, dan apakah hasil pemeriksaan
tersebut akan mengubah penatalaksanaan pasien.
11
-
7/30/2019 83062263-perioperatif.doc
12/38
Anetesiolog disarankan untuk tidak menerima pasien pembedahan elektif
sampai tersedia hasil pemeriksaan yang dibutuhkan. Sebagai catatan, tes-tes
dibawah ini hanya merupakan panduan dan dapat dimodifikasi sesuai dengan
penilaian yang diperoleh dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.
1. Tes urin, terutama gula, keton dan protein
2. Kadar haemoglobin, hitung jenis, waktu perdarahan dan
pembekuan,golongan darah
3. Kadar ureum dan elektrolit tidak dibutuhkan secara rutin pada pasien
kurang dari 50 tahun, akan tetapi harus diambil pada keadaan-keadaan
berikut :
a. Jika terdapat riwayat diare, muntah atau penyakit metabolik.
b. Penyakit ginjal, hepar, diabetes, atau status nutrisi yang abnormal.
c. Pasien yang mendapat terapi dengan diuretik, digoksin, antihipertensi,
steroid atau obat hipoglikemik.
4. Tes fungsi liver diperlukan hanya pada pasien dengan:
a. Penyakit hepar
b. Status nutrisi abnormal atau penyakit metabolik
c. Riwayat konsumsi alkohol dalam jumlah banyak (>80 g/hr)
5. Konsentrasi gula darah
Pengukuran gula darah diperlukan pada pasien yang mempunyai
penyakit diabetes atau penyakit vaskular atau sedang mendapat terapi
kortikosteroid.
6. Status Sickle
Pasien dengan asal etnik atau riwayat keluarga dengan kecurigaan
haemoglobinopathy sebaiknya dilakukan pengukuran kadar
haemoglobin dan elektroforesis haemoglobin.
7. Analisa gas darah
Analisa gas darah arteri diperlukan pada semua pasien dengan dispneu
saat istirahat dan pada pasien dengan rencana dilakukan thorakotomy
elektif.
8. Rontgen Thorax
12
-
7/30/2019 83062263-perioperatif.doc
13/38
Rontgen Thorax tidak diperlukan secara rutin pada pasien dibawah
usia 60 tahun, tetapi harus dilakukan pada situasi:
a. Terdapat riwayat atau tanda fisik penyakit jantung atau penyakit
respirasi.
b. Kemungkinan metastas karsinoma
c. Sebelum operasi thorax
d. Imigran, yang dalam 12 bulan terakhir berada di negara endemik
TBC
Rontgen thorax umumnya dilakukan sebagai pemeriksaan rutin pada
semua pasien dengan penyakit paru. Hal-hal yang penting adalah apakah
terdapat deviasi trakea atau distorsi,deformitas pada dinding
thorax,kelainan lokal pada paru atau pleura yang mungkin terlewatkan
pada pemeriksaan fisik.Rontgen thorax seringkali kurang memperlihatkan
adanya kelainan fungsi paru.
9. Fungsi paru
Tes fungsi apru dilakukan sebagai tambahan, bukan sebagai pengganti
penilaian klinis.Tes ini diindikasikan ketika diperlukan:
a. Melihat asal/penyebab kelainan pulmoner
b. Untuk menilai derajat kelainan sbagi dasar pemberian terapi
c. Untuk mengetahui patofisiologi lebih lanjut
Tes fungsi paru yang sederhana, seperti forced expiratory volume
dalam satu detik (FEV 1.0), forced vital capacity (FVC) dan peak
expiratory flow rate dapat langsung dilakukan di tempat tidur pasien
menggunakan spirometer berukuran paket dan wright peak flowmeter.
Rasio FEV 1.0 : FVC menurun pada penyakit paru obstruktif dan normal
pada penyakit paru restriktif. Pemeriksaan Fuller meliputi FRC,RV dan
TLC.
10. Elektrokardiogram
EKG 12 lead hendaknya diperiksa pada situasi-situasi berikut:
a. Riwayat atau tanda fisik penyakit jantung
b. Penyakit hipertensi
13
-
7/30/2019 83062263-perioperatif.doc
14/38
c. Usia pasien diatas 40
11. Bedside pulse oxymeter
Pengukuran saturasi oksigen arterial udara nafas dan konsentrasi
oksigen tinggi memberikan indeks pertukaran gas pulmonr yang cepat
dan berguna.
12. Echocardiogram
Ini merupakan test noninvasif yang sangat berguna untuk
memperlihatkan abnormalitas anatomi dari jantung, menilai fungsi
ventrikel dan gradien tekanan yang melalui katup yang mengalami
stenosis, dan mendeteksi adanya regurgitasi valvular. Ini dapat
dilakukan di tempaat tidur pasien, tetapi memerlukan perlengkapan
mahal dan operator yang terlatih.
13. Pemeriksaan khusus lain yang dapat dilakukan sesuai indikasi
Perioperatif pada usia lanjut.
Seseorang yang berumur 65-79 tahundisebut usia lanjut, begitu juga usia
80-90 tahun mereka juga termasuk usia lanjut. Secara fisiologis dmiana
pengelompokkan umur sangat bervariasi, sebab semakin bertambah umur semakin
rentan terhadap penyakit. Variasi pengelompokkan umur ini di nyatakan oleh
American society of Anesthesiologists physical status classification.
Ini diperkirakan lebih dari 100000 orang yang berumur lebih dari 65
tahun meniggal setelah operasi dalam tiap tahunnya.Untuk itu dokter anestesi
harus memperhatikan dan mencari informasi sebanyak mungkin informasi tentang
kesehatan pasien sebelum operasi untuk dapat memilih obat yang tepat untuk
digunakan sebagai obat anestesi, serta memperhatikan faktor-faktor yang dapat
mempengariuhi kerja obat sebagai upaya pembuktian sesudah operasi tentang
kebenaran prosedur operasi yang telah dilakukan.
1. Pemeriksaan Persiapan Operasi
Pemeriksaan yang lazim dilakukan adalah:
14
-
7/30/2019 83062263-perioperatif.doc
15/38
- Anamnesis
- Pemeriksaan fisis
- Pemeriksaan penunjang
- Laboratorium: gula darah, fungsi ginjal, fungsi hati, darah perifer lengkap,
hemostasis dan urin.
- Foto dada
- Elektrokardiogram
- Bila perlu ekokardiogram untuk melihat fungsi jantung
- Spirometri untuk menilai fungsi paru
- EEG bila perlu.
Pemeriksaan tambahan pada pasien geriatri adalah:
- Activity Daily Living (ADL) scoring. Dengan pemeriksaan ini dapat
ditentukan derajat kemandirian seorang usila.
- Pemeriksaan mental pasien. Disini dapat ditentukan tingkat kejernihan
pikiran pasien, apakah sudah menderita demensia ataupun pra- demensia.
- Penilaian Pemeriksaan Organik
Setelah dilakukan pemeriksaan klinis dan ditambah dengan peme-riksaan
penunjang tadi, diagnosis dapat ditentukan demikian pula keadaan fungsional
organ-organ dan selanjutnya dapat ditentukan apakah laik operasi atau tidak.
Misalnya, jantung dalam keadaan terkompensasi, tidak nyata ada kelainan
koroner, fungsi paru menurut hasil spirometri masih sesuai untuk batas
umurnya, pada gambaran foto dada tidak ada infiltrat ataupun emfisema yang
nyata, fungsi hati dan fungsi ginjal masih baik, begitu juga tak ada kelainan
pada hemostasis, maka pada pasien usila ini secara organis dapat dilakukan
operasi.
Namun demikian, risiko operasi pada usila tetap lebih tinggi daripada usia
muda, karena secara fisiologi sudah terjadi proses menua. Menurut skoring
Goldman, usia lebih dari 70 tahun memiliki risiko lebih tinggi.
Proses Menua Organ-organ
Perubahan fisiologis ketuaan dapat mempengaruhi hasil operasi tetapi
penyakit penyerta lebih berperan sebagai faktor risiko.
15
-
7/30/2019 83062263-perioperatif.doc
16/38
Secara umum pada usila terjadi penurunan cairan tubuh total dan lean body
mass dan juga menurunnya respons regulasi termal, dengan akibat mudah
terjadi intoksikasi obat dan juga mudah terjadi hipotermia.
Pada kulit: terjadi reepitelisasi yang melambat dan juga vaskularisasi
berkurang sehingga penyembuhan luka lebih lama.
Sistem kardiovaskular: pada jantung terjadi proses degeneratif pada sistem
hantaran, sehingga dapat menyebabkan gangguan irama jantung. Katup mitral
menebal, compliance ventrikel berkurang, relaksasi isovolemik memanjang,
sehingga menyebabkan gangguan pengisian ventrikel pada fase diastolik dini,
mengakibatkan terjadinya hipotensi bila terjadi dehidrasi, takiaritmia atau
vasodilatasi. Compliance arteri berkurang, se-hingga mudah terjadi hipertensi
sistolik. Sensitivitas baroreseptor berkurang sehingaa menurunkan respons
heart rate terhadap stres dan menurunnya kadar renin, angiotensin, aldosteron
sehingga mudah terjadi hipotensi.
Paru dan sistem pernafasan: elastisitas jaringan paru berkurang, kontraktilitas
dinding dada menurun, meningkatnya ketidak serasian antara ventilasi dan
perfusi, sehingga mengganggu mekanisme ventilasi, dengan akibat
menurunnya kapasitas vital dan cadangan paru, meningkatnya pernafasan dia-
fragma, jalan nafas menyempit dan terjadilah hipoksemia. Menurunnya
respons terhadap hiperkapnia, sehingga dapat terjadi gagal nafas. Proteksi
jalan nafas yaitu batuk, pembersihan mucociliary berkurang, sehingga berisiko
terjadi infeksi dan aspirasi.
Ginjal: jumlah nefron berkurang, sehingga laju filtrasi glomerulus (LFG)
menurun, dengan akibat mudah terjadi intoksikasi obat. Respons terhadap
kekurangan Na menurun, sehingga berisiko terjadi dehidrasi. Kemampuan
mengeluarkan garam dan air berkurang, dapat terjadi overload cairan dan juga
menyebabkan kadar hiponatremia. Ambang rangsang glukosuria meninggi,
sehingga glukosa urin tidak dapat dipercaya. Produksi kreatinin menurun
karena berkurangnya massa otot, sehingga meskipun kreatinin serum normal,
tetapi LFG telah menurun.
16
-
7/30/2019 83062263-perioperatif.doc
17/38
Saluran pencernaan: asam lambung sudah berkurang. Motilitas usus
berkurang.
Hati: aliran darah dan oksidasi mikrosomal berkurang, sehingga fungsi
metabolisme obat juga menurun.
Sistem imun: fungsi sel T terganggu dan terjadi involusi kelenjar timus,
dengan akibat risiko infeksi.
Otak: semakin tua terjadi atrofi serebri.
Hipertrofi prostat menyebabkan retensi urin.
Pada penilaian prabedah perlu memperhatikan keadaan organ-organ yang
sudah mengalami proses menua ini. Misalnya terapi cairan harus
diperhitungkan lebih teliti mengingat fungsi jantung dan fungsi ginjal yang
sudah menurun dan pada usila harus diingat juga bahwa volume cairan tubuh
sudah berkurang sehingga mudah terjadi dehidrasi.
Penyakit-penyakit penyerta pada usila harus diperhatikan, karena pasien
geriatri umumnya sudah mengidap beberapa penyakit yang berhubungan
dengan usia, yaitu: penyakit jantung kronis, hipertensi, penyakit paru
obstruktif kronik/menahun, diabetes melitus dan lain-lain. Pada autopsi, 75%
dari subyek yang berusia 60 tahun terdapat minimal satu stenosis koroner
signifikan dan hanya setengah dari kasus-kasus ini yang bermanifestasi klinis.
Begitu juga dari penelitian Framingham, ternyata hampir seperempat dari
infark miokard adalah silent. Sedangkan penyakit-penyakit paru merupakan
komplikasi utama dan penyebab kematian pasca bedah, seperti pneumonia,
aspirasi, emboli paru dan salah satu faktornya adalah rokok dan penyakit paru
sebelumnya terutama PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik).
Semua penyakit penyerta ini hendaknya diobati atau ditenangkan lebih dahulu
dan selama operasi harus juga ikut dimonitor dan diatasi. Penanganan selama
operasi ataupun pascabedah, harus memperhatikan kondisi organ-organ yang
sudah menua ini, misalnya pemberian Anti Inflamasi Non Steroid (AINS) per
oral dapat mengakibatkan pendarahan lambung, walaupun operasinya berjalan
sukses.
17
-
7/30/2019 83062263-perioperatif.doc
18/38
2. Aspek Anestesi pada Pasien Usila
Anestesi dapat menyebabkan dilatasi vena, merangsang masuknya cairan ke
dalam rongga ketiga (third space) dan juga menekan fungsi jan-tung. Secara
umum angka kematian akibat operasi tergantung dari empat faktor risiko
utama, yaitu:
- Usia
- Penyakit penyerta
- Prosedur bedah
- Perawatan perioperatif termasuk tindakan anestesi.
Mengenai usia tua, terdapat hubungan antara usia tua, penurunan fisiologis
karena proses menua dan penyakit, tetapi penurunan fisiologis ini tidak semua
sama pada setiap usila.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada perioperative care pasien usila,
adalah:
- Rehidrasi, bila terjadi dehidrasi
- Gangguan saluran cerna diatasi
- Mengatasi sepsis
- Mengatasi pendarahan (blood loss) bila ada
- Mengatasi edem pada gagal jantung kongestif
Selain itu dalam rangka manajemen anestesi ada prinsip dasar yang juga
harus diperhatikan dalam penanganan pasien usila, yaitu mengenai:
- Dosis obat, fisiologi setiap pasien, hemodinamik, hipotermia, jenis
anestesi, monitoring, gejala- tanda klinik dan outcome, informed consent.
3. Penilaian Prabedah Kasus Geriatri
Setelah lolos dari penilaian klinis dan penilaian pemeriksaan penunjang
terhadap organ-organ tadi, berikut dengan perhatian khusus terhadap kondisi
proses menua dan penyakit-penyakit penyertanya, maka sekarang perlu
dilakukan penelitian terhadap pemeriksaan khusus geriatri berupa skor ADL
18
-
7/30/2019 83062263-perioperatif.doc
19/38
dan tes mental, dan juga penelusuran kehidupan dirumah.
Di sini dipertimbangkan :
- Kejelasan indikasi operasi dan tujuannya.
- Progresivitas penyakit dan keterbatasan yang diakibatkannya.
- Risiko operasi
- Kemungkinan timbul penyakit baru atau penyulit
- Apakah perbaikan kualitas hidup akan benar tercapai setelah operasi
- Kebutuhan pasien untuk mempertahankan secara maksimal aktivitas dan
produktivitasnya
- Dana yang juga ikut berperan bagi sebagian besar masyarakat kita.
Penilaian-penilaian ini tidak saja berlaku untuk operasi elektif, tetapi juga
untuk operasi darurat. Tentu saja untuk operasi darurat perlu penilaian
segera, walaupun berisiko besar operasi tetap dilaksanakan demi untuk
menyelamatkan jiwa.
4. Terapi Cairan
Pencegahan dan intervensi dini adalah terapi paling efektif untuk dehidrasi.
Strategi ini dapat dicapai melalui pendidikan atau penyuluhan pasien,
keluarga, dan pengasuh orang usia lanjut agar dapat mengidentifikasi pasien
geriatri yang berisiko tinggi mengalami dehidrasi dan memahami perlunya
intervensi terapi cairan sedini mungkin pada pasien pasien tersebut. Pasien
yang berisiko tinggi antara lain pasien dengan status kognitif yang
terganggu(demensia atau depresi), status fungsional yang terganggu
(imobilitas, instabilitas,gangguan penglihatan), tak mampu minum obat,
mengalami gangguan kesehatan seperti diare atau panas (demam).
19
-
7/30/2019 83062263-perioperatif.doc
20/38
Persiapan Operasi
A. ANAMNESA.
B. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik rutin meliputi: keadaan umum, kesadaran, anemis /
tidak, BB, TB, suhu, tekanan darah, denyut nadi, pola dan frekuensi
pernafasan.
Dilakukan penilaian kondisi jalan nafas yang dapat menimbulkan
kesulitan intubasi
C. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah : Hb, Ht, hitung jenis lekosit, golongan darah, waktu pembekuan
dan perdarahan
Urine : protein, reduksi, sedimen
Foto thorak : terutama untuk bedah mayor
EKG : rutin untuk umur > 40 tahun
Elekrolit ( Natrium, Kalium, Chlorida )
Dilakukan pemeriksaan khusus bila ada indikasi ,misal:
EKG : pada anak dan dewasa < 40tahun dengan tanda-tanda penyakit
kardiovaskuler.
Fungsi hati ( bilirubin, urobilin dsb ) bila dicurigai adanya gangguan
fungsi hati.
20
-
7/30/2019 83062263-perioperatif.doc
21/38
Fungsi ginjal (ureum, kreatinin ) bila dicurigai adanya gangguan fungsi
ginjal.
PERSIAPAN DI HARI OPERASI
1. Pengosongan lambung, penting untuk mencegah aspirasi isi lambung karena
regurgitasi / muntah. Untuk dewasa dipuasakan 6-8 jam sebelum operasi ,
sedang anak / bayi 4-5 jam.
2. Tentang pemberian cairan infus sebagai pengganti defisit cairan selama
puasa, paling lambat 1 jam sebelum operasi (dewasa) atau 3 jam sebelum
operasi , untuk bayi / anak dengan rincian :
* 1 jam I : 50%
* 1 jam II : 25%
* 1 jam II : 25 %
3. Gigi palsu / protese lain harus ditanggalkan sebab dapat menyumbat jalan
nafas dan mengganggu.
4. Perhiasan dan kosmetik harus dilepas /dihapus sebab akan mengganggu
pemantauan selama operasi.
5. Pasien masuk kamar bedah memakai pakaian khusus, bersih dan longgar dan
mudah dilepas
6. Mintakan ijin operasi dari pasien atau keluarganya
Penatalaksanaan
1. Sudah terpasang jalur / akses intravena menggunakan iv catheter ukuran
minimal 18 atau menyesuaikan keadaan pasien dimana dipilih ukuran yang
paling maksimal bisa dipasang.
2. Dilakukan pemasangan monitor tekanan darah, nadi dan saturasi O2
3. Dilakukan pemeriksaan fisik ulang, jika ditemukan perubahan dan tidak
memungkinkan untuk dilakukan pembedahan elektif maka pembedahan dapat
ditunda untuk dilakukan pengelolaan lebih lanjut.
4. Jika pasien gelisah /cemas diberikan premedikasi :
Midazolam dosis 0,07 0,1mg/kgBB iv
21
-
7/30/2019 83062263-perioperatif.doc
22/38
Pada anak SA 0,010,015 mg/kgBB + midazolam 0,1mg/kgBB + ketamin
3 5mg/kgBB im atau secara intra vena SA 0,01 mg/kgBB + midazolam0,07 mg/kgBB
5. Sebelum dilakukan induksi diberikan oksigen 6 liter/menit dengan masker (
pre oksigenasi ) selama 5 menit.
6. Obat induksi yang digunakan secara intravena :
Ketamin ( dosis 1 2 mg/kgBB )
Penthotal (dosis 4 5 mg/kgBB )
Propofol ( dosis 1 2mg/kgBB )
7. Pada penderita bayi atau anak yang belum terpasang akses intravena, induksi
dilakukan dengan inhalasi memakai agent inhalasi yang tidak iritasi atau
merangsang jalan nafas seperti halothane atau sevoflurane.
8. Selama induksi dilakukan monitor tanda vital ( tekanan darah, nadi maupun
saturasi oksigen )
9. Pada kasus operasi yang memerlukan pemeliharan jalan nafas, dilakukan
intubasi endotracheal tube.
10. Pemeliharaan anestesi dilakukan dengan menggunakan asas trias
anestesia (balance anaesthesia ) yaitu : sedasi, analgesi, dan relaksasi
11. Pemeliharaan anestesi dapat menggunakan agent volatile ( halothane,
enflurane, maupun isoflurane ) atau TIVA ( Total Intravena Anestesia )
dengan menggunakan ketamin atau propofol.
12. Pada pembedahan yang memerlukan relaksasi otot diberikan pemeliharaan
dengan obat pelumpuh otot non depolarisasi.
13. Ekstubasi dilakukan setelah penderita sadar.
14. Setelah operasi penderita dirawat dan dilakukan pengawasan tanda vital
secara ketat di ruang pemulihan.
15. Penderita dipindahkan dari ruang pemulihan ke bangsal setelah memenuhi
kriteria ( Aldrete score > 8 untuk penderita dewasa atau Stewart Score > 5
untuk penderita bayi / anak )
16. Apabila post-operasi diperlukan pengawasan hemodinamik secara ketat maka
dilakukan di ruang intensif ( ICU ).
22
-
7/30/2019 83062263-perioperatif.doc
23/38
II. OPERASI DARURAT ( EMERGENCY )
1. Dilakukan perbaikan keadaan umum seoptimal mungkin sepanjang
tersedia waktu.
2. Dilakukan pemeriksaan laboratorium standard atau pemeriksaan
penunjang yang masih mungkin dapat dilakukan.
3. Pada operasi darurat, dimana tidak dimungkinkan untuk menunggu
sekian lama, maka pengosongan lambung dilakukan lebih aktif dengan
cara merangsang muntah dengan apomorfin atau memasang pipa
nasogastrik.
4. Dilakukan induksi dengan metode rapid squence induction
menggunakan suksinil kolin dengan dosis 1 2 mg /kgBB.
5. Pemeliharaan anestesi dan monitoring anestesi yang lainnya sesuai
dengan operasi elektif.
ANESTESI REGIONAL
KONTRA INDIKASI :
1. Penderita menolak
2. Infeksi pada tempat penyuntikan
3. Gangguan fungsi hepar
4. Kerusakan syaraf
5. Gangguan koagulasi
6. Tekanan intra cranial tinggi
7. Sepsis
8. Pengguna obat antikoagulan
9. Pemakai pace maker
10. Pengguna obat tricyclic antidepresant, MAO inhibitor
11. Allergi obat anestesi lokal
12. Hipertensi tak terkontrol
Prosedur
23
-
7/30/2019 83062263-perioperatif.doc
24/38
1. Dilakukan oleh dokter spesialis anestesi
2. Dilakukan loading cairan koloid 500 cc untuk mencegah terjadinya hipotensi
3. Dilakukan pengukuran ulang tanda vital ( tekanan darah, nadi dan saturasi
oksigen]
4. Tarik garis lurus melalui kedua crista iliaca , garis ini akan memotong
vertebra lumbal setinggi L4 atau L4-L5 interspace
5. Posisi penderita duduk atau tidur miring untuk ibu hamil dianjurkan dalam
posisi left lateral decubitus.
6. Dilakukan infiltrasi dengan anestesi lokal pada daerahpuncture.
7. Dilakukan puncture pada L2-3, L3-4 atau L4-5 interspace.
8. Tehnik puncture dapat dengan mid line approach atau paramedian
approach
9. Obat anestesi lokal yang digunakan lidokain 5% hiperbarik ( lidodexR )
atau bupivakain 0,5% hiperbarik ( bunascan 0,5%, decain 0,5% atau
marcain 0,5% hiperbarik ) untuk anestesi spinal sedangkan untuk anestesi
epidural menggunakan bupivacain isobarik ( marcain 0,5% isobarik ) atau
levobupivacain isobarik ( chirocain isobarik )
10. Untuk memperpanjang kerja obat anestesi lokal dapat ditambahkan
adrenalin atau catapres.
Monitoring
Dilakukan monitoring tanda-tanda vital : tekanan darah , nadi dan saturasi secara
kontinyu tiap 3 menit.
Komplikasi
1. Dini : hipotensi, mual-muntah, prekardial discomfort, menggigil, depresi
nafas, total spinal, anafilaktik, hematom.
2. Lambat : sakit kepala, sakit punggung, retensi urine, meningitis, sequelae
neurology, chronic adhesive arachnoiditis.
3. Blok tidak adekuat
24
-
7/30/2019 83062263-perioperatif.doc
25/38
Pengobatan komplikasi
1. Hipotensi : efedrin 15 mg iv atau preventif pada m. deltoideus 15 20 mg
im
2. Menggigil : pethidine 25 mg iv atau largactil 10 15 mg iv
3. Kejang : pentotal 2-3 mg/kgBB iv atau diazepam 0,2 mg/kgBB iv
4. Kesadaran menurun : bebaskan jalan nafas, infus kristaloid, beri O 2
5. Sakit kepala : tidur terlentang, cairan, analgetik, epidural blood patch ( 5
20 cc ), pengikat perut / stagen.
ANESTESI PADA DIABETES MELLITUS ( DM )
Pengertian
Diabetes melitus adalah ketidakmampuan metabolisme karbohidrat karena
defisiensi aktifitas insulin ditandai dengan hiperglikemia dan glikosuria
Kriteria Diagnosa
1. Kadar glukosa darah sewaktu ( plasma vena ) > 200 mg/dl atau
2. Kadar glukosa darah puasa ( plasma vena ) > 126 md/dlatau
3. Kadar glukosa plasma > 200 mg/dl pada 2 jam sesudah pembebanan glukosa
75 gram pada TTGO
DM terkontrol : gula darah 100 200 mg%
DM tak terkontrol: gula darah < 100 mg% atau > 300 mg%
Persiapan Operasi
Pemeriksaan gula darah berkala sebelum MRS
Penilaian keadaan metabolik, jantung, ginjal ( elektrolit, gula darah, kreatinin,
BUN, protein urine, benda keton, EKG, faal hepar )
Diabetes melitus terkendali dengan OAD/diet, pembedahan kecil/sedang yang
diperkirakan dapat intake peroral pasca bedah, tidak perlu konversi OAD ke
insulin.
25
-
7/30/2019 83062263-perioperatif.doc
26/38
Kadar gula darah pra bedah dipertahankan antara 120 180 mg/dl ( sampel
darah WB atau 140 mg/dl ( puasa ) dan 200 mg/dl ( 2 jam PP ) bila yangdiperiksa plasma.
Untuk pasien dengan regimen insulin :
Pada hari pembedahan infus D5% dengan kecepatan 100 150 ml / jam
Diberikan insulin sampai 2/3 dosis yang biasa digunakan subkutan
Kadar gula darah diperiksa berkala setiap 4 jam selama pembedahan dan pasca
bedah
Pasca bedah dini diberikan insulin sampai 1/3 dosis sehari-hari. Tambahan insulin dapat diberikan setiap 4 6 jam bergantung pada hasil
pemeriksaan kadar gula darah.
Gula darah 200 250 mg/dl : Insulin 2 3 unit subkutan ( RI )
Gula darah 250 300 mg/dl : Insulin 3 4 unit subkutan ( RI )
Gula darah 300 400 mg/dl : Insulin 5 8 unit, periksa gula darah
setelah 1 2jam
Gula darah > 400 mg/dl : Insulin 10 unit, periksa gula darah setiap
1 jam
Premedikasi dengan histamin antagonis atau metokloperamide 10 mg
terutama pada pasien gastroparesis, 1,5 jam sebelum induksi.
Tentukan urgensi operasi :
DM tidak terkontrol :
1. Elektif : tunda, terapi dulu
2. Emergensi : segera terapi :
Hipoglikemia : Dextrosa 5%
Hiperglikemia :
- Ketonuria < +2 insulin loading dose 0,1 U/kgBB iv, lanjutkan drips
0,1 U/kg/jam sampai gula darah 250 mg%
- Ketonuria > +2 insulin loading dose 0,3 U/kg iv, lanjutkan drips: 0,1
U/kg/jam
- K+ 20 meq/jam
26
-
7/30/2019 83062263-perioperatif.doc
27/38
- Atau sliding scale : tiap urine +1 beri reguler insulin 4 U
DM terkontrol : dapat dilakukan operasi Rehidrasi
Monitoring
Tekanan darah, Nadi, EKG, Saturasi O2 , Gula darah,Urine Output
Tehnik Anestesi
1. Regional Anestesi
2. General Anestesi
Premedikasi : atropine ( kecuali IHD ) dan benzodiasepin
Induksi : Penthotal dan atracurium
Maintenance : N2 O, O2 , atracurium dan isoflurane
Komplikasi Pasca Anestesi
Hipo /hiperglikemia
Iskemi / infark miokard
Coma persisten
PENATALAKSANAAN ANESTHESI PADA PENDERITA
PRE-EKLAMPSIA & EKLAMPSIA
Kriteria Diagnosa
Preeklampsia
Kehamilan > 20 minggu
Tekanan distolik > 110 mmHg pada wanita dengan tekanan darah yang
normal sebelumnya
27
-
7/30/2019 83062263-perioperatif.doc
28/38
Proteinuria
Oedema
Pre eklampsia berat
Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau diastolik > 110 mmHg saat istirahat atau
sistolik > 140 mmHg atau diastolik > 90 mmHg yang disertai keadaan sebagai
berikut :
Proteinuria >5 g/24 jam atau urine dipstick 3+ / 4+
Oliguria : < 30 ml /jam selama 3 jam berturut-turut
Gejala sistemik : edema paru, nyeri kuadran kanan atas, gangguan fungsi
hepar, sakit kepala, pandangan kabur atau trombocitopenia
Problem
Hipovolemia, vasokontriksi hipertensi , edema
Persiapan Operasi
1. Atasi hipertensi :
a. Hidralazine : 2.5 5 mg iv lambat setiap 15 20 menit dalam 3 dosis.
Sampai diastolic < 110 mmHg.
b. Labetolol : 20 mg iv kemudian dititrasi setiap 10 - 15 menit
2. Oksigen : untuk mempertahankan PaO2 > 70 torr dan saturasi > 94%
3. Perbaiki sirkulasi organ vital
4. Koreksi : hipoalbumin, elektrolit, asidosis
Tehnik Anestesi
1. Regional anestesi : terpilih epidural anestesi memperbaiki renal dan
uteroplacental blood flow, kontrol tekanan darah ibu lebih mudah,
membantu stabilitas cardiac output
2. General anestesi :Rapid induction
Indikasi : eklampsia dengan kejang tak terkontrol
Premedikasi : atropine 0,01 mg/kg
Induksi : penthotal 3mg/kg iv, succinilkolin 1-1,5 mg/kgiv
28
-
7/30/2019 83062263-perioperatif.doc
29/38
Maitenance : N2O, O2, enflurane, dan atracurium
Monitor
CVA, DIC, gagal ginjal, gagal jantung
Post operasi dilakukan observasi di ruang perawatan intensif ( ICU )
29
-
7/30/2019 83062263-perioperatif.doc
30/38
PENATALAKSANAAN ANESTESI PADA PENDERITA
HIPERTENSI
Derajat hipertensi menurut standart WHO
1. Ringan : diastole 90 105 mmHg
2. Sedang : diastole 105 115 mmHg
3. Berat : diastole > 115 mmHg
4. Hipertensi maligna : diastole > 130 mmHgProsedur
Sebelum operasi tentukan Urgency operasi :
1. Elektif : tunda, terapi dulu sampai tensi < 160/100 mmHg
2. Emergency : segera terapi preoperasi
Diuretika
Hidralazine : 5 mg iv, total 20 mg
Nifedipin sublingual
Nitropruside : 10 100 mg/mnt
Persiapan operasi
1. Terapi hipertensi diteruskan menjelang praoperasi
2. Rehidrasi, bila terdapat dehidrasi
3. Koreksi bila ada gangguan : elektrolit, asam basa, ureum, kreatinin
4. Atasi komplikasi
5. Periksa : EKG, foto thorak, Laboratorium ( elektrolit, asam basa,
ureum,kreatinin, gula darah,kolesterol )
Premedikasi :
Midazolam 0,07 mg/kg im setengah jam sebelum operasi atau dengan neurolep
analgesia : droperidol 0,1 0,15 mg/kgiv + pethidin 1 mg/kg iv atau fentanil 1-
2ug/kg iv.
30
-
7/30/2019 83062263-perioperatif.doc
31/38
Tehnik Anestesi
1. General anestesi :
Induksi : pentotal 4 5mg/kg iv atau propofol 2 2,5 mg/kg iv
Pelumpuh otot : suksinilkolin 1 1,5 mg/kg iv, atrakurium 0,5mg/kgiv,
vecuronium 0,1 mg/kg iv atau rokuronium 0,6 mg/kg iv
Lidokain 2% 1,5 mg/kg iv atau fentanil1 2 ug/kg iv
Rumatan anestesi : N2O, O2 , isoflurane/sevoflurane, atrakurium /
vecuronium
2. Regional Anestesi :
Dapat dilakukan sebelumnya di loading cairan dahulu 10 15 cc/kg bb.
Hindari spinal anestesi dapat terjadi herniasi otak karena kebocoran LCS
akibat peningkatan TIK
Monitor
Tekanan darah, Nadi, EKG,produksi urine, dan perdarahan
Komplikasi Paska Anestesi1. Kardiovaskuler : CAD, LVH, CHF, Dysritmia
2. Renovaskuler : Renal insuffisiensi
3. Neurovaskuler : gangguan neurologis, stroke
31
-
7/30/2019 83062263-perioperatif.doc
32/38
PENATALAKSANAAN ANESTHESI PADA PENDERITA
GANGGUAN FUNGSI HATI
Persiapan preoperasi
Pemeriksaan pre operasi :
1. EKG
2. Foto thorak
3. BGA
4. Laboratorium :
Homeostasis glukosa : gula darah
Metabolisme bilirubin : bilirubin
Sintesa protein : Albumin
Sintesa protrombine : jumlah protrombin dan protrombin time
Liver function test : SGOT, SGPT, LDH, alkaliphospatase
Darah : Hb, lekosit, diff count, CT, BT
Auto antigen : HbSAg
Fungsi ginjal : Ureum, creatinin, dan elektrolit
Koreksi bila terdapat :
Hipoglikemia : beri dextrose 5%
Hiperbilirubinemia : bila > 20 mg% berikan manitol 20% : 0,25 - 1 g/kg
per drips sampai diuresis > 50 ml/jam
Hipoalbuminemia : bila < 3 g% berikan albumin 25%
Drfisiensi protrombin : vit K injeksi 10 20 mg im tiap 6 jam
Gangguan elektrolit
Gangguan asam basa
Ureum creatinin meninggi : dialisa
Persiapan Operasi
Atasi :
Ascites : diuretika atau parasintesis
Perdarahan GIT bagian atas : endoskopi
32
-
7/30/2019 83062263-perioperatif.doc
33/38
Anemia : transfusi
Terapi kortikosteroid : berikan hidrokortison
Tehnik Anestesi
1. Regional anestesi : Jika tidak terdapat gangguan koagulasi
2. General anestesi :
Hindari : obat depresi HBF ( hepatic blood flow ) hepatotoksik,
obat yang di metabolisme dan ekskresi oleh hepar
Hindari : succinilkolin, karena defisiensi kolinesterase
Hindari : Halotan hepatotoksik
Premedikasi : atropin, benzodiasepin
Induksi : Ketamine 1 mg/kg iv dan atracurium 0,5mg/kg iv
Maintenance : Ketamin drips, O2 , atracurium
Monitor
Tekanan darah, Nadi, EKG, dan urine out put
Komplikasi Pasca Anestesi
Hepatorenal syndrome, enchepalopati, hipoglikemia
33
-
7/30/2019 83062263-perioperatif.doc
34/38
PENATALAKSANAAN ANESTESI PADA PENDERITA
DENGAN LAMBUNG PENUH
Problem
1. Aspirasi isi lambung
2. Dapat terjadi Mendelsons syndrome : pH< 2,5 dan volume > 0,4ml/kg
3. Particulate material dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas
Persiapan operasi
1. Pasang nasogastric tube
2. Berikan H2 antagonis: simetidin 300mg iv
Tehnik Anestesi
1. Regional anestesi
2. General anestesi : Rapid induction atau awake intubation. Ekstubasi harus
sadar penuh
Tehnik rapid induction :
1. Pre oksigenasi : 3 5 menit , flow 7 liter/mnt
2. Prekurarisasi : dengan non depolarisasi muscle relaksan
3. Induksi : setelah tertidur lakukan cricoid pressure ( sellicks
manuver )
4. Suksinilkolin 1 1,5 mg/kg iv dan jangan diinflasi
5. Intubasi, setelah terpasang ETT cricoid pressure dihentikan.
34
-
7/30/2019 83062263-perioperatif.doc
35/38
PENATALAKSANAAN ANESTESI PADA PENDERITA
HYPERTHYROIDProblem
Thyroid krisis akibat :
1. Pembedahan : insisi , manipulasi
2. Medikal : stress psikis, agent anestesi volatil, ketoasidosis, toksemia.
Gejala krisis tiroid :
1. Hipermetabolik : suhu > 390 C , keringat berlebihan
2. Cardiovaskuler : takikardi, disritmia
3. Respirasi : hiperventilasi
4. Neurologi : gelisah, kejang
5. Gastrointestinal : mual, muntah, diare
ELEKTIF
. Tunda dan terapi sampai euthyroid dengan :
PTU : initial dose 75 - 200 mg peros tiap 8 jam, kemudian 30 100 mg
tiap 6 8 jam
Lugol : 2 6 tetes 4 kali sehari peros
Propanolol : 10 60 mg 3 kali sehari per os
EMERGENCY
Segera terapi dengan :
Na iodida : 1-2 gram iv drips, hambat sekresi hormon
Reserpin : 2,5 mg im, kurangi efek hormon terhadap target organ/
simpatolitik
Hidrokortison : 100-300 mg iv, dapat diulang sampai total 0,1 mg/kg
sampai HR < 90/mnt
Persiapan operasi
1. Koreksi hipertiroid
2. Rehidrasi
3. Turunkan suhu
4. Koreksi : elektrolit, asam basa
35
-
7/30/2019 83062263-perioperatif.doc
36/38
Pemeriksaan pre operasi
1. Jalan nafas
2. Laboratorium rutin
3. Foto ontgen leher
4. Thyroid function test : T3 , T4 dan TSH
Operasi Thyroid :
Premedikasi : cegah takikardi
Induksi : penthotal
Maintanance : N2O, O2, Atracurium, Isoflurane
Monitor.
Tekanan darah, nadi, EKG, saturasi O2, temperatur
Komplikasi paska anestesi
1. Nervus laringeal terputus trakeomalasia perlu trakeostomi
2. Glandula parathyroid terangkat hipokalsemia terapi Ca glukonas 10% 10-
30ml
3. Krisis tiroid
36
-
7/30/2019 83062263-perioperatif.doc
37/38
PENATALAKSANAAN ANESTESI PADA SECTIO CAESARIA
Monitor
1. Monitor tekanan darah setiap 3 menit
2. Respirasi dan nadi
3. Tinggi blok
Komplikasi yang sering terjadi :
ANESTESI REGIONAL
1. Total blok spinal dilakukan monitoring tinggi blok secara baik
2. Blok gagal / parsial dilanjutkan atau di kombinasi dengan general anestesi
3. Nyeri kepala hebat ( PDPH ) dilakukan penyuntikan blood patch
ANESTESI UMUM :
1. Prosedur sama seperti penatalaksanaan anestesi umum dengan
mempertimbangkan dua kehidupan yang harus diselamatkan
2. Pemberian obat yang cenderung mempengaruhi janin diberikan setelah bayi
lahir
37
-
7/30/2019 83062263-perioperatif.doc
38/38
KEDOKERAN
PERIOPERATIF II
Dosen Pengampu : Dr. Sudjito, Sp. An.
Disusun Oleh :
Dian Nur Fuadi Sholihah
Yusriyani
FAKULTAS KEDOKTERAN PPDS ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010