81082432

Upload: ricky-wahyudo

Post on 18-Jul-2015

61 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

J. Agrivigor 80): 24-32, September-Desember 2008; ISSN 1412-2286

APLIKASI LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT TERHADAP TANAH ULTISOL DAN PENGARUHNYA PADA TANAMAN KEDELAIApplication of p a l m oil mill effluent o n Ultisol and its effect o n soybean p l a n t Ali Muzar Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jambi Kampus Pinang Masak Universitas Jambi, Mendalo Darat, Jambi 36361. Telp. (0741) 583051 ABSTRACTAn experiment on application of palm oil mill effluent POME) on Ultisol and its effect on soybean plant was carried out at green house in the experimental field of Agriculture Faculty, Jambi University, from May to October 2007. Objectives of research were to study (I) POME effect on chemical soil properties (without plant), and (2) response of soybean plant to application of POME. To achieve fist objective, treatment were four levels of POME namely (1)185 mL (equivalent to 50000 L ha-l), (2) 370 mL (equivalent to 100000 L ha-'), (3) 556 mL (equivalent to 150000 L ha-'), and (4) 741 mL (equivalent to 200.000 L ha-') per polybag containing 10 kg soil. On second objective, treatments were (1) without POME, but with 18.52 g manure (equivalent to 5 t ha-'), 7.41 g dolomite (equivalent to 2 t ha-'), and with 100% recommended rate of inorganic fertilizer, i.e. 10.19 g urea (equivalent to 50 kg ha-'), 0,56 g SP-36 (equivalent to 150 kg ha-1) and 0.37 g KCI (equivalent to 100 kg ha-'), (2) application of 185 ml POME (equivalent 50000 L ha-1) with 75%recommended of inorganic fertilizer, (3) 370 ml POME (equivalent 100.000 L ha-') + 50% inorganic fertilizer, (4) 555 ml POME (equivalent 150.000 L ha-') + 25% inorganic fertilizer, and (5) 740 ml POME (equivalent 200.000 L ha-1) per polybag containing 10 kg soil. Results showed that three weeks incubation of POME increased organic C, total-N, available P, exchangeable K with increasing POME dosages, while exchangeable A1 decreased. In addition, at vegetative stage end, all treatments showed that content of plant nutrient (N, P and K) was adequate, while dry weight of seed per plant increased significantly with increasing POME dosages.

Keywords: Ultisol, palm oil mill, soybean

PENDAHULUANDewasa ini, sistem pertanian organik, semi organik dan sistem lainnya yang berbasis low external input and sustainable apkulfure (LEISA) telah mulai tumbuh dan berkembang. Hal ini dikarenakan bahwa asupan yang berasal dari bahan organik lebih dapat menjamin produktivitas lahan dan produksi tanarnan secara berkelanjutan. Selain banyak tersedia dan mudah didapat, penggunaan

bahan-bahan organik juga dapat menekan biaya produksi, sehingga lebih ekonomis. Bahan organik yang dimaksud dalam hal ini adalah limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) yang berasal dari pabrik kelapa sawit (PEG). Pada tahun 2005, PKS yang ada di Provinsi Jambi tercatat sebanyak 32 unit, dan setiap unit PKS mempunyai kapasitas olah tandan buah segar (TBS) sawit berkisar antara 30-60 ton jam-*. Bila setiap ton

Aplikasi limbah cair pabrik kelapa sawit pada tanah Ultisol

n i n . o d , g 9

5

t

, t d

n . l t a

i , s n

tandan buah segar (TBS) yang diolah menghasilkan 0,4 ton hingga 0,7 ton limbah cair (Siregar, 2005), maka setiap unit PKS akan menghasilkan kira-kira 197.000 ton LCPKS per tahunnya. Limbah ini berupa suspensi koloid yang berwarna coklat, berbau dan bersifat asam, mempunyai kandungan bahan organik dan bahan padat yang tinggi (Yeoh, 2004). Hasil analisis komponen kimia LCPKS pada kolam anaerobik primer dengan waktu penahanan hidrologis 75 hari, menunjukkan bahwa LCPKS dengan kisaran biochemical oxygen demand (BOD) 3..5005.000 mg L-1 mengandung 675 mg L-1 N, 90 - 110 mg L-1 P, 1.000-1850 mg L-1 K dan 250 - 320 mg L-1 Mg (Pamin et al. ,1996). Dapat dikalkulasikan, bila semua PKS di Jambi beroperasi akan dihasilkan bahan organik dan unsur hara dalam jumlah yang sangat besar, dan dapat dijadikan sumber altematif pengganti/substitusi pupuk anorganik dalam meningkatkan kesuburan lahan dan produksi tanaman. Beberapa hasil penelitian pada areal perkebunan sawit menunjukkan bahwa aplikasi LCPKS dengan BOD dalam kisaran 3.500 - 5.000 mg L-1 dapat memperbaiki beberapa sifat kimia tanah mineral masam (Ultisol) di sekitar flatbed /rorak (yang berada di antara dua gawangan pokok sawit), seperti peningkatan pH, ketersediaan kation-kation K, Ca, dan Mg, kapasitas tukar kation (KTK), bahan organik tanah, hara N, dan P ( h o n i m , 2006); dan peningkatan tersebut sejalan dengan waktu dan frekuensi pemberian LCPKS (Manik, 2000) serta peningkatan pemberian dosis LCPKS (Ermadani dan Arsyad, 2007). Hasil penelitian Siregar dan Tony Liwang (2001); Ali Muzar (2006); Budianta (2007) menunjukkan bahwa aplikasi LCPKS memberikan respons

yang relatif sama baiknya dengan aplikasi pupuk anorganik terhadap status hara daun. Sutarta et al. (2003) menyatakan bahwa aplikasi LCPKS dengan takaran 12,66 mm ECH (ekivalen curah hujan), setara dengan 126.000 L ha-1 per bulan yang dikombinasikan dengan pemberian dosis pupuk anorganik sebesar 50% dari anjuran dapat meningkatkan produksi TBS sebesar 36%, dan tidak berpengaruh buruk terhadap lingkungan sekitamya. Meski penelitian aplikasi LCPKS terhadap tanaman pangan, khususnya kedelai belum pernah dilakukan, mengingat Jambi sebagai salah satu sentra produksi kedelai di Indonesia, yang perkembangan areal dan produksinya selama periode 2001-2005 dapat dikatakan stagnan, relatif tidak mengalarni perubahan (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jambi, 2006), dikarenakan permasalahan tanah mineral masam, khususnya Ultisol, yang begitu luas; dan bila dikaitkan dengan uraian dan had-hasil penelitian di atas, maka kajian aplikasi LCPKS dalam skala polybag dapat dijadikan suatu terobosan awal ke arah penerapan teknologi pertanian berbasis LEISA, dan sekaligus hasilnya dapat dipertimbangkan/digunakan sebagai suatu solusi dalam upaya ke arah percepatan pengembangan kedelai di daerah ini.

BAHAN DAN METODEPenelitian dilaksanakan pada polybag berisi media tanah Ultisol dalam rumah kaca, berlokasi di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Penelitian dimulai pada Mei dan berakhir pada Oktober 2007. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini melipuii tanah Ultisol, limbah PKS yang diambil dari

kolam IPAL anaerobik primer, yang berasal dari PKS FT.Agro Mitra Madani dengan BOD 4860 mg L-1 (hasil analisis Laboratorium Bapedalda Jambi, Mei 2007, benih kedelai varietas Wilis, inokulan rhizoplus yang berasal dari tanah bekas pertanaman kedelai, polybag, pupuk kandang, dolomit, Urea, SP-36 dan KCI. Sedangkan alat yang digunakan meliputi pengayak tanah, timbangan analitik, oven, grain moisture meter (Model : GMK 303RS) untuk penentu kadai air biji kedelai. Untuk mengetahui perubahan beberapa sifat kimia tanah Ultisol, dosis LCPKS yang diaplikasikan adalah: (1) 185 m L LCPKS (setara 50.000 L ha-1 ), (2) 370 m L LCPKS (setara 100.000 L ha-'), (3) 555 m L LCPKS (setara 150.000 L ha-I), dan (4) 740 m L LCPKS (setara 200.000 L ha-1 ). Setiap perlakuan tersebut diberikan ke dalam setiap polybag yang berisi tanah Ultisol seberat 10 kg, tanpa ditanam benih kedelai; dan setiap perlakuan di ulang sebanyak tiga kali. Selanjutnya, tanah diinkubasi selama 3 minggu sembari diberi air setiap harinya hingga kapasitas lapang. Tiga minggu setelah inkubasi (3 MSI), contoh tanah diambil secara komposit untuk dianalisis. Sifat kimia tanah yang dianalisis adalah pH, C-organik, N-total, P-tersedia, K-dd dan Al-dd tanah. Sedangkan untuk mengetahui responnya terhadap tanaman kedelai, perlakuan yang dicobakan adalah (1) tanpa aplikasi LCPKS, tetapi diberi 18,52 g pupuk kandang (setara 5 t ha-I), 7,41 g dolomit (setara 2 t ha-I), dan diberi pupuk an organik loo%, sesuai rekomendasi, yaitu 0,19 g Urea (setara 50 kg ha-'), 0,56 g SP-36 (setara 150 kg ha-') dan 0,37 g KC1 (setara 100 kg ha"), (2) aplikasi 185 m L LCPKS (setara 50.000 L ha-1) + 75% pupuk an organik, (3) 370 m

L LCPKS (setara 100.000 L ha-1) + 50%pupuk anorganik, (4) 555 mL LCPKS (setara 150.000 L ha") + 50% pupuk anorganik, dan (5) 740 ml LCPKS (150.000 L ha-'). Setiap perlakuan tersebut diberikan ke dalam setiap polybag yang berisi tanah Ultisol seberat 10 kg; dan setiap perlakuan diulang sebanyak 25 kali. Selanjutnya media dalam polybag diinkubasi selama 2 minggu sembari diberi air setiap harinya sampai kapasitas lapang, dan pemberian air ii terus dilakukan mulai n dari penanaman hingga akhir masa pengisian biji. Dua minggu setelah media diinkubasikan, benih kedelai yang telah dicampur dengan inokulan ditanam sebanyak 2 benih per lubang tanam bersamaan dengan pemberian Urea, SP-36 dan KCl. Satu minggu setelah tanam ditinggakan hanya satu tanaman per polybag. Pada akhir fase vegetatif (40 hari setelah tanam), diambil 5 contoh tanaman pada setiap perlakuan, selanjutnya contoh tanaman dianalisis secara komposit untuk mengetahui kandungan N, P, dan K-nya. Berat kering biji kedelai per tanaman diukur setelah panenan dikeringkan sampai mencapai kadar air biji i 14% dengan mengambil semua hasil tanaman pada setiap perlakuan, kemudian dirata-ratakan. Data analisis tanah awal dan 3 MSI, data kandungan N, P dan K h a m a n pada akhir fase vegetatif dianalisis secara deskriptif, yaitu membandingkan h a d analisis yang diperoleh dengan kriteria penilaian yang ditetapkan oleh Pusat Penelitian Tanah (1983) dan oleh Sanchez (1976) dalam Hardjowigeno (1987). Sedangkan data berat kering biji per tanaman dianalisis secara infrensia statistik, yaitu berdasarkan analisis ragam dan

Aplikasi limbah cair pabrik kelapa sawit pada tanah Ultisol

% S

pembandingan antar perlakuan yang dicobakan (Steel dan Torrie, 1980).

0 i i p n i 6 n h k . i n a -

HASIL DAN PEMBAHASANKarakteristik tanah awal dan tiga minggu setelah aplikasi LCPKS Berdasarkan hasil analisis tanah awal, yaitu sebelum perlakuan diberikan, dan 3 minggu setelah LCPKS diaplikasikan (3 MSI) disajikan dalam Tabel 1.Tabel 1 memperlihatkan rendahnya tingkat kesuburan tanah sebelum aplikasi LCPKS; yang dicirikan dengan rendahnya kandungan bahan organik dan kandung-an hara tanah (N, P dan K). Reaksi tanah tergolong masam dengan Al-dd yang cukup tinggi. Rendahnya kandungan hara Ultisol disebabkan karena tejadinya pencucian basa yang intensif; sedangkan kemasaman tanah berhubungan dengan Al-dd yang cukup tinggi. Rendahnya kandungan bahan organik disebabkan proses dekom-

posisi yang cepat dan se-bagian hilang terbawa erosi. Tetapi, tiga minggu setelah tanah Ultisol diaplikasi dengan LCPKS, terlihat bahwa C-organik dan pH makin meningkat sejalan dengan makin meningkatnya dosis LCPKS yang diaplikasikan, sedangkan Al-dd makin menurun dengan tajam. Menurut Yeoh (2004) LCPKS merupakan suspensi koloid yang mengandung bahan-bahan organik ter-larut dan bahan padatan yang tinggi; dengan demikian bila diaplikasikan ke tanah dengan kandungan bahan organik yang rendah, maka kandungan bahan organik tanah tersebut akan bertambah se-iring dengan meningkatnya dosis LCPKS yang diaplikasikan. Kondisi ini berkaitan erat dengan terjadiiya penurun-an Al-dd. Terjadinya penurunan Al-dd disebabkan karena peran bahan-bahan organik ter-larut dalam LCPKS yang be-mpa asam-asam amino yang dapat meng-

Tabel 1. Hasil analisis tanah awal dan 3 minggu setelah inkubasi/aplikasi LCPKS-- -

Hasil Analisis NO. Waktu Dosis Analisis LCPKS CpH Al-dd NPK-dd Organik (HzO) (me 100 g l ) total tersedia (me 100 gi) (mL) (%) (%) ( P P ~ )1 Awal

, n a l a z , n

-

0

2,17

4,53

1,59

0.19

9,09

0,13

Sumber :Laboratoiium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Jambi, 2007.

Ali Muzar

ikat kation-kation A1 dan membentuk senyawa organik-A1yang tidak larut Fox, et al. (1990) menemukan bahwa asamasam organik menghambat pembebasan A1 dari permukaan koloid tanah melalui pembentukan senyawa komplek Al-organik yang stabil. Seperti diietahui kation-kation A1 pada tanah masam dapat meningkatkan kemasaman tanah, karena ion-ion Al bila mengalami hidrolisis akan meningkatkan konsentrasi ion H di dalam tanah sehingga menurunkan pH tanah. Pembentukan senyawa Al-organik yang stabil oleh asam-asam organik terlarut yang terdapat dalam LCPKS menyebabkan ion-ion A1 berkurang keaktifannya sehingga mencegah tejadinya hidrolisi ionion Al. Oleh karena itu, makin tinggi dosis LCPKS yang diaplikasikan makin meningkatkan kandungan C-organik, peningkatan ini berakibat pada penurunan ~l-dd sehingga pH tan&meni&kat. Selain itu, Tabel 1 tersebut juga memperlihatkan bahwa aplikasi LCPKS menyebabkan perubahan pada kandungan hara tanah (N, P dan K); makin ditambah dosis LCPKS makin meningkat kandungan N-total, P-tersedia dan K-dd tanah. Tiga minggu setelah aplikasi LCPKS, pada aplikasi dengan dosis 370 ml - 740 m L LCPKS per polybag (setara 100.000 - 200.000 L ha-'), bila dikaitkan dengan kriteria penilaian sifat kimia tanah dari Pusat Penelitian Tanah (1983) dalam Hardjowigeno (1987), terliiat N-total awal dari rendah menjadi sedang, P-tersedia awal dari rendah menjadi sedang sampai sangat tinggi, dan K-dd awal dari rendah menjadi sedang. Peningkatan kandungan N, P dan K tanah disebabkan karena adanya tambahan N, P dan K yang berasal dari aplikasi dosisi LCPKS yang makin meningkat tersebut. Khusus terhadap P~

-

tanah, telah diketahui bahwa P-tanah terdiri atas P-organik dan P-anorganik. Panorganik merupakan senyawa Ca-P, Fe-P dan Al-P yang mempunyai tingkat kelarutan rendah, sedangkan P-organik merupakan P yang berasal dari bahan organik yang tersusun atas inositol fosfat, fosfolida dan asam nukleat (Tisdale et al. 1993). Ketersediaan P yang berasal dari bahan organik ditentukan oleh tingkat dekomposisi bahan organik tersebut di dalam tanah. Limbah cair PKS yang diaplikasikan dengan besaran BOD sebagaimana disebutkan di atas agaknya telah mengalami proses pengolahan dan dekomposisi sehingga dapat menambah ketersediaan P-tanah. Selain itu, LCPKS juga mehgandung senyawa-senyawa organik terlarut yang dapat berperan dalam meningkatkan kelarutan senyawa-senyawa P yang sukar larut yang terdapat pada tanah masam seperti A1-P dan Fe-P. Hasil penelitian Ermadani et al. (2002) menun-jukkan bahwa pemberian asam-asam organik (humat, oksalat dan sitrat) dapat meningkatkan P-tersedia dan P-total tanah PMK dan Latosol. Dalam penelitiannya juga ditemukan kandungan P tanaman jagung meningkat secara nyata dengan pemberian asam hurnat, oksalat dan sikat pada level tertinggi (400 mg kg1 tanah) pada kedua jenis tanah tersebut. Berkaitan dengan itu, menurut Nursyamsi et al. (2000) partumbuhan dan serapan P dan Ca pada tanaman padi, jagung dan kedelai makin menurun dengan makin meningkatnya level Al yang diberikan dalam larutan (> 5 ppm). Dengan demikian, secara umum makin jelas, makin ditingkatkan dosis LCPKS yang diaplikasikan makin mening-kat kesuburan tanah n Ultisol; dan bila kondisi tanah seperti i i dimanfaatkan untuk pertanaman, khusus-

Aplikasi limbah cair pabrik kelapa sawit pada tanah Ultisol

nya kedelai, maka dapat diperkirakan pertumbuhan tanaman akan menjadi lebih baik dan hasil yang diperoleh akan meningkat. Kandungan hara tanaman dan berat kering biji Kandungan unsur hara dalam tanaman dapat menggambarkan ketersediaan unsur hara dalam tanah. Makin tinggi ketersediaan unsur hara dalam tanah, maka akan makin mudah bagi tanaman untuk menyerapnya, sehingga tanaman akan terhindar dari kekurangan (defisiensi) hara yang dapat menyebabkan gangguan pada pertumbuhan maupun

hasil tanaman. Tabel 2 memperlihatkan besaran kandungan hara N, P dan K tanaman pada akhir fase vegetatif dan hasil bemt kering biji kedelai sebagai akibat aplikasi LCPKS danlatau kombi-nasinya dengan pupuk anorganik. Peningkatan kandungan N, P dan K tanaman pada akhir fase vegetatif terjadi dengan makin dithgkatkannya dosis aplikasi LCPKS dan/atau kombinasinya dengan dosis pupuk anorganik. Peningkatan kandungan hara N, P dan K tanaman erat hubungannya dengan peningkatan ketersediaan N, P dan K dalam tanah sebagai akibat aplikasi dosis LCPKS yang meningkat (Tabel 1). Menurut Sanchez

Tabel 2. Kandungan hara N, P dan K tanaman serta berat kering biji kedelai Dosis LCPKS Dosis pupuk per polybag anorganik sesuai (mL) rekomendasi (%) Kandungan hara tanaman akhir fase vegetatif 1) Berat kering biji per tanaman ( g

N

P

K

Batas kritis untuk tanaman kedelai

4,20

0,260

1,71

Keterangan : 1)Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertantan Universitas Jambi (2007). :2) Ditambahkan dengan pupuk kandang dan dolornit : 3) Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama arah vertikal tidak teruji nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan dengan = 0,05.

Ali Muzar

(1976) dalam Hardjowigeno (1987), batas antara kecukupan dan defisiensi unsur hara untuk tanaman kedelai adalah : N = 4,2%, P = 0,26% dan K = 1,71%. Bila nilainilai ini dibandiigkan dengan kandungan N, P dan K yang diperoleh sebagaimana diperlihatkan dalam Tabel 2, maka secara umum dapat dikatakan bahwa kandungan N, P dan K tanaman kedelai mash berada dalam kecukupan. Tabel 2 juga memperlihatkan bahwa berat kering biji kedelai per tanaman meningkat dengan nyata sebagai akibat meningkatnya dosis aplikasi LCPKS dan/atau kombinasinya dengan pupuk anorganik. Walau bagaimanapun aplikasi LCPKS dengan dosis tertinggi, yaitu 740 ml per polybag (setara 200.000 L ha-l), tanpa tambahan pupuk anorganik memberikan hasil berat kering biji tertinggi, yaitu 18,49 g tanaman-I), (setara 1,85 t ha-I), dan nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya, termasuk dengan perlakuan pupuk anorganik 100%. Seperti diketahui LCPKS yang diaplikasikan dalam penelitian ini memiliki BOD 4860 mg L-1, masih berada dalam kisaran BOD 3.500 - 5.000 mg L-1, yang menurut Sutarta, et al. (2003) merupakan sumber hara yang cukup tinggi, karena mengandung N sebesar 675 mg L-1, P sebesar 90 - 110 mg L-1 dan K sebesar 1.000 - 1.850 mg L-1 (Pamin et al., 1996). Unsur hara seperti N, P dan K merupakan unsur hara makro yang sangat berperan dalam proses metabolisme tanaman, baik dalam fase vegetatif maupun generatif sehingga peningkatan ketersediaan unsur hara tersebut dalam tanah dapat meningkatkan jumlah unsur hara yang diserap tanaman, yang pada akhimya berpenga. ... ... - . ruh terhadap peningkatat-'hkl biji kedelai. Hasil penelitik Yudhi Harini Bertham (2002) menunjukkan bahwa pe~

ningkatan pemberian bahan organik (kompos jerami) dan pemupukanl fosfor secara nyata dapat meningkatkan komponen pertumbuhan (termasuk serapan P) dan komponen hasil kedelai pada tanah Ultisol. , Secara visual, individu-individu tanaman yang diaplikasi dengan dosis LCPKS dalam kisaran tinggi dan/atau kombmasinya dengan pupuk anorganik, terlebih pada dosis LCPKStertinggi, memperlihatkan batang lebih besar, kokoh, cabang lebih banyak, daun lebih rimbun, dan tidak memperlihatkan gejala defisiensi hara N, P dan K. Kenyataan i i n agaknya sejalan dengan yang dikemukakan Gardner et al. (1991). Cukupnya serapan hara dalam jumlah relatif pada akhir fase vegetatif sebagai akibat apliiasi dosis LCPKS dalam kisaran tinggi tersebut akan mensiimulasi pembentukan bunga dan polong berisi yang l e b i banyak, yang pada ghannya memberikan hasil berat kering biji yang nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

KESIMPULANKesuburan tanah Ultisol, yang dicirikan dengan C-organik, pH, N-total, P-tersedia dan K-dd makin meningkat bila diaplikasi dengan dosis LCPKS yang makin meningkat, dan peningkatan ini sejalan dengan penurunan Al-dd tanah. Kandungan N, P dan K tanaman, baik diaplikasi dengan berbagai dosis LCPKS dan/atau kombinasinya dengan pupuk anorganik masih berada dalani batas kecukupan, ' dan tanaman tidak memperlihatkan gejala defisiensi hara, . .. ~. Aplikasi LCFKS dengan dosis tertinggi, yaitu 740 m L per polybag (setara 200.000 L ha-'), memberikan h a d berat kering

,

Aplikasi limbah cair pabrik kelapa sawit pada tanah Ultisol

kedelai tertinggi, yaitu 18,49 g per tanaman (setara dengan 1,85 t ha-'), dan nyata lebih tinggi dibandimgkan dengan perlakuan lainnya.

UCAPAN TERIMA KASIHUcapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Rektor, Ketua Lembaga Penelitian dan Dekan Fakultas Pertanian UNversitas Jambi yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian ini melalui dana DIPA Universitas Jambi tahun anggaran 2007.

DAFTAR PUSTAKAAli Muzar. 2006. Efek lirnbah cair pabrik kelapa sawit terhadap kadar hara daun dan tandan buah segar sawit. Agritrop 25(2): 42-45. AnoNm. 2006. Pemanfaatan air limbah pabrik minyak kelapa sawit ke areal tanaman sawit kebun Muara Bulian PT. Inti Indosawit Subur. Jambi. Laporan penelitian Fakultas Pertanian UNversitas Jambi. Budianta, D. 2007. Manfaat limbah cair dari pabrik kelapa sawit sebagai suplemen pupuk pada perkebunan kelapa sawit. hal. 1196-12 Pros. HIT1 IX Yogyakarta. 05. Ermadani., dan A.R Arsyad. 2007. Perbaikan beberapa sifat kimia tanah mineral masam dengan pemanfaatan limbah cair pabrik kelapa sawit. J. Lembaga Penelitian Universitas Jambi Seri Science 09(2): 99 105. Ermadani, G. Tampubolon, dan A.R Arsyad. 2002. Kelarutan posfat pada tanah-tanah mineral masam akibat pemberian asam-asam organik. Hal.

198 - 204. Pros. Sem. Hasil-hasil Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Fox, T.R., N.B. Comeford and McFee, W.W. 1990. Phosphorous and aluminium release from a spodic horizon mediated by organic acids. Soil Sci. Soc. Am. J. 54,1763-1767. Gardner, F.P., R.B. Pearce, and R.L. Mitchell. 1985. Physiology of crop plants. Iowa State Univ. Press. Ames, Iowa. Hardjowigeno, S. 1987. Ilmu tanah. Akademika Pressindo. Jakarta. Manik, K.E.S. 2000. Pemanfaatan limbah cair pengolahan minyak sawit pada areal tanaman kelapa sawit. J. Tanah Trop. 10: 147-152. Nursyamsi, D., M. Osaki, and T. Tadano. 2000. Effect of aluminium on plant growth, phosphorus and calcium uptake of tropical rice (0y z a sativa), maize (Zea mays), and soybean (Glycine maw). Indonesian J. of Agri. Sci. l(2): 51-62. Pamin, K., M.M. Siahaan, dan P.L. Tobing. 1996. Pemanfaatan limbah cair PKS pada perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Lokakarya Nasional Pemanfaatan Liibah Cair cara Land Application. Jakarta, 26-27 November 1996. Siregar, F. A,, dan T. Liwang. 2001. Aplikasi lahan limbah cair pabrik kelapa sawit. PT. SMART Tbk. Makalah Lokakarya Pengelolaan Lingkungan Pabrik Kelapa Sawit. Medan, 19 - 20 Juni 2001. Siregar, I. M. 2005. Manajemen pabrik minyak sawit. Dalam S. Mangoensoekarjo, S dan H. Semangun (ed.).

Ali Muzar

2005. Manajemen agrobisnis kelapa sawit. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Steel, R. G. D., and J. H. Torrie. 1980. Principles and procedures of statistics. McGraw-Hill-Koga-Kusha, Ltd. Tokyo, Japan. Sutarta, E.S., Wmarna, P.L. Tobiig, dan Sufianto. 2003. Aplikasi limbah cair pabrik kelapa sawit pada perkebunan kelapa sawit. Dalam Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Lahan dan Pemupukan Kelapa Sawit.

Tisdale, S.L., W. L. Nelson, J. D.Beaton, J. L. Havlin. 1993. Soil fertility and fertilizers. MacMillan Publisihing Company, New York. Yeoh, B.G. 2004. A technical and economic analysis of heat and power generation from biomethanation of palm oil mill effluent. Electricity Supply Industry in Transition: Issues and Prospect for Asia. Selangor, Malaysia. Yudhi Harini Bertham, Rr. 2002. Respons tanaman kedelai [Glycine max (L.) Merill.] terhadap pemupukan fosfor dan kompos jerami pada tanah Ultisol. J. Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia 4(2): 78 - 83.

2005. Manajemen agrobisnis kelapa sawit. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Steel, R. G. D., and J. H. Torrie. 1980. Principles and procedures of statistics. McGraw-Hill-Koga-Kusha, Ltd. Tokyo, Japan. Sutarta, E.S., Winama, P.L. Tobing, dan Sufianto. 2003. Aplikasi limbah cair pabrik kelapa sawit pada perkebunan kelapa sawit. Dalam Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Lahan dan Pemupukan Kelapa Sawit.

Tisdale, S.L., W. L. Nelson, J. D.Beaton, J. L. Havlin. 1993. Soil fertility and fertilizers. MacMillan Publisihing Company, New York. Yeoh, B.G. 2004. A technical and economic analysis of heat and power generat. ion from biomethanation of palm oil mill effluent. Electricity Supply Industry in Transition: Issues and Prospect for Asia. Selangor, Malaysia. Yudhi Harini Bertham, Rr. 2002. Respons tanaman kedelai [Glycine max (L.) Merill.] terhadap pemupukan fosfor dan kompos jerami pada tanah Ultisol. J. Ilmu-Ilmu Pertmian Indonesia 4(2): 78 - 83.