81066266 lp spondilitis tbc
DESCRIPTION
dawdawdawTRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN
SPONDILITIS TBC
Di Bangsal Cendana 2 RSU Dr. Sardjito
Tugas Mandiri
Stase Praktek Keperawatan Medikal Bedah
Disusun Oleh:
ISFAHANI
05/187633/KU/11535
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
2012
1. Pengertian
Spondilitis tuberculosa adalah infeksi yang sifatnya kronis berupa infeksi granulomatosis
di sebabkan oleh kuman spesifik yaitu mycubacterium tuberculosa yang mengenai tulang
vertebra.
Spondilitis TB disebut juga penyakit Pott bila disertai paraplegi atau defisit neurologis.
Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra Th 8-L3 dan paling jarang pada
vertebra C2. Spondilitis TB biasanya mengenai korpus vertebra, sehingga jarang
menyerang arkus vertebra.
2. Etiologi
Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat lain
di tubuh, 90-95% disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis tipik (2/3 dari tipe human
dan 1/3 dari tipe bovin) dan 5-10% oleh mikobakterium tuberkulosa atipik. Kuman ini
berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan.
Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TB cepat mati
dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang
gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman, tertidur lama selama
beberapa tahun.
3. Patofisiologi
Basil TB masuk ke dalam tubuh sebagian besar melalui traktus respiratorius. Pada saat
terjadi infeksi primer, karena keadaan umum yang buruk maka dapat terjadi basilemia.
Penyebaran terjadi secara hematogen. Basil TB dapat tersangkut di paru, hati limpa,
ginjal dan tulang. Enam hingga 8 minggu kemudian, respons imunologik timbul dan
fokus tadi dapat mengalami reaksi selular yang kemudian menjadi tidak aktif atau
mungkin sembuh sempurna. Vertebra merupakan tempat yang sering terjangkit
tuberkulosis tulang. Penyakit ini paling sering menyerang korpus vertebra. Penyakit ini
pada umumnya mengenai lebih dari satu vertebra. Infeksi berawal dari bagian sentral,
bagian depan, atau daerah epifisial korpus vertebra. Kemudian terjadi hiperemi dan
eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan perlunakan korpus. Selanjutnya terjadi
kerusakan pada korteks epifise, discus intervertebralis dan vertebra sekitarnya. Kerusakan
pada bagian depan korpus ini akan menyebabkan terjadinya kifosis yang dikenal sebagai
gibbus. Berbeda dengan infeksi lain yang cenderung menetap pada vertebra yang
bersangkutan, tuberkulosis akan terus menghancurkan vertebra di dekatnya.
Kemudian eksudat (yang terdiri atas serum, leukosit, kaseosa, tulang yang fibrosis serta
basil tuberkulosa) menyebar ke depan, di bawah ligamentum longitudinal anterior dan
mendesak aliran darah vertebra di dekatnya. Eksudat ini dapat menembus ligamentum
dan berekspansi ke berbagai arah di sepanjang garis ligament yang lemah. Pada daerah
servikal, eksudat terkumpul di belakang fasia paravertebralis dan menyebar ke lateral di
belakang muskulus sternokleidomastoideus. Eksudat dapat mengalami protrusi ke depan
dan menonjol ke dalam faring yang dikenal sebagai abses faringeal. Abses dapat berjalan
ke mediastinum mengisi tempat trakea, esophagus, atau kavum pleura. Abses pada
vertebra torakalis biasanya tetap tinggal pada daerah toraks setempat menempati daerah
paravertebral, berbentuk massa yang menonjol dan fusiform. Abses pada daerah ini dapat
menekan medulla spinalis sehingga timbul paraplegia. Abses pada daerah lumbal dapat
menyebar masuk mengikuti muskulus psoas dan muncul di bawah ligamentum inguinal
pada bagian medial paha. Eksudat juga dapat menyebar ke daerah krista iliaka dan
mungkin dapat mengikuti pembuluh darah femoralis pada trigonum skarpei atau regio
glutea.
Menurut Gilroy dan Meyer (1979), abses tuberkulosis biasanya terdapat pada daerah
vertebra torakalis atas dan tengah, tetapi menurut Bedbrook (1981) paling sering pada
vertebra torakalis 12 dan bila dipisahkan antara yang menderita paraplegia dan
nonparaplegia maka paraplegia biasanya pada vertebra torakalis10 sedang yang non
paraplegia pada vertebra lumbalis. Penjelasan mengenai hal ini sebagai berikut : arteri
induk yang mempengaruhi medulla spinalis segmen torakal paling sering terdapat pada
vertebra torakal 8-lumbal 1 sisi kiri. Trombosis arteri yang vital ini akan menyebabkan
paraplegia. Faktor lain yang perlu diperhitungkan adalah diameter relatif antara medulla
spinalis dengan kanalis vertebralisnya. Intumesensia lumbalis mulai melebar kira-kira
setinggi vertebra torakalis 10, sedang kanalis vertebralis di daerah tersebut relative kecil.
Pada vertebra lumbalis 1, kanalis vertebralisnya jelas lebih besar oleh karena itu lebih
memberikan ruang gerak bila ada kompresi dari bagian anterior. Hal ini mungkin dapat
menjelaskan mengapa paraplegia lebih sering terjadi pada lesi setinggi vertebra torakal
10.
Kerusakan medulla spinalis akibat penyakit Pott terjadi melalui kombinasi 4 faktor yaitu :
1. Penekanan oleh abses dingin
2. Iskemia akibat penekanan pada arteri spinalis
3. Terjadinya endarteritis tuberkulosa setinggi blokade spinalnya
4. Penyempitan kanalis spinalis akibat angulasi korpus vertebra yang rusak
perjalanan penyakit ini dibagi dalam 5 stadium yaitu :
1. Stadium implantasi.
Setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila daya tahan tubuh penderita menurun,
bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6-8 minggu.
Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak-anak umumnya
pada daerah sentral vertebra.
2. Stadium destruksi awal.
Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra serta
penyempitan yang ringan pada discus. Proses ini berlangsung selama 3-6 minggu.
3. Stadium destruksi lanjut.
Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif, kolaps vertebra dan terbentuk massa
kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses dingin), yang tejadi 2-3 bulan
setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum serta
kerusakan diskus intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji terutama di
sebelah depan (wedging anterior) akibat kerusakan korpus vertebra, yang
menyebabkan terjadinya kifosis atau gibbus.
4. Stadium gangguan neurologis.
Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi, tetapi
terutama ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. Gangguan ini ditemukan
10% dari seluruh komplikasi spondilitis tuberkulosa. Vertebra torakalis mempunyai
kanalis spinalis yang lebih kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi
pada daerah ini. Bila terjadi gangguan neurologis, maka perlu dicatat derajat
kerusakan paraplegia, yaitu :
Derajat I : kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah melakukan aktivitas
atau setelah berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi gangguan saraf sensoris.
Derajat II : terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi penderita masih dapat
melakukan pekerjaannya.
Derajat III : terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi
gerak/aktivitas penderita serta hipoestesia/anesthesia.
Derajat IV : terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai gangguan defekasi
dan miksi. Tuberkulosis paraplegia atau Pott paraplegia dapat terjadi secara dini atau
lambat tergantung dari keadaan penyakitnya.
Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi oleh karena tekanan ekstradural
dari abses paravertebral atau akibat kerusakan langsung sumsum tulang belakang oleh
adanya granulasi jaringan. Paraplegia pada penyakit yang sudah tidak aktif/sembuh
terjadi oleh karena tekanan pada jembatan tulang kanalis spinalis atau oleh
pembentukan jaringan fibrosis yang progresif dari jaringan granulasi tuberkulosa.
Tuberkulosis paraplegia terjadi secara perlahan dan dapat terjadi destruksi tulang
disertai angulasi dan gangguan vaskuler vertebra.
5. Stadium deformitas residual.
Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah timbulnya stadium implantasi.
Kifosis atau gibbus bersifat permanen oleh karena kerusakan vertebra yang massif di
sebelah depan.
4. Manifestasi Klinik
Secara klinik gejala tuberkulosis tulang belakang hampir sama dengan gejala tuberkulosis
pada umumnya, yaitu badan lemah/lesu, nafsu makan berkurang, berat badan menurun,
suhu sedikit meningkat (subfebril) terutama pada malam hari serta sakit pada punggung.
Pada anak-anak sering disertai dengan menangis pada malam hari.
Pada awal dapat dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut, kemudian
diikuti dengan paraparesis yang lambat laun makin memberat, spastisitas, klonus, hiper-
refleksia dan refleks Babinski bilateral. Pada stadium awal ini belum ditemukan
deformitas tulang vertebra, demikian pula belum terdapat nyeri ketok pada vertebra yang
bersangkutan. Nyeri spinal yang menetap, terbatasnya pergerakan spinal, dan komplikasi
neurologis merupakan tanda terjadinya destruksi yang lebih lanjut. Kelainan neurologis
terjadi pada sekitar 50% kasus,termasuk akibat penekanan medulla spinalis yang
menyebabkan paraplegia, paraparesis, ataupun nyeri radix saraf. Tanda yang biasa
ditemukan di antaranya adalah adanya kifosis (gibbus), bengkak pada daerah
paravertebra, dan tanda-tanda defisit neurologis seperti yang sudah disebutkan di atas.
Pada tuberkulosis vertebra servikal dapat ditemukan nyeri di daerah belakang kepala,
gangguan menelan dan gangguan pernapasan akibat adanya abses retrofaring. Harus
diingat pada mulanya penekanan mulai dari bagian anterior sehingga gejala klinis yang
muncul terutama gangguan motorik. Gangguan sensorik pada stadium awal jarang
dijumpai kecuali bila bagian posterior tulang juga terlibat.
5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Peningkatan LED dan mungkin disertai leukositosis
Uji Mantoux positif
Pada pewarnaan Tahan Asam dan pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan
mikobakterium
Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional.
Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkel
Pungsi lumbal, akan didapati tekanan cairan serebrospinalis rendah
Pemeriksaan Radiologis:
Pemeriksaan foto toraks untuk melihat adanya tuberkulosis paru. Hal in sangat
diperlukan untuk menyingkirkan diagnosa banding penyakit yang lain.
Pemeriksaan CT scan
CT scan dapat memberi gambaran tulang secara lebih detail dari lesi irreguler,
skelerosis, kolaps diskus dan gangguan sirkumferensi tulang.
6. Penatalaksanaan
Pada prinsipnya pengobatan tuberkulosis tulang belakang harus dilakukan sesegera
mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit serta mencegah paraplegia.
Prinsip pengobatan paraplegia Pott sebagai berikut :
1. Pemberian obat antituberkulosis
2. Dekompresi medulla spinalis
3. Menghilangkan/menyingkirkan produk infeksi
4. Stabilisasi vertebra dengan graft tulang (bone graft)
Pengobatan terdiri atas :
1. Terapi konservatif berupa:
a. Tirah baring (bed rest)
b. Memberi korset yang mencegah gerakan vertebra /membatasi gerak vertebra
c. Memperbaiki keadaan umum penderita
d. Pengobatan antituberkulosa
2. Terapi operatif
Indikasi operasi yaitu:
- Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah semakin
berat. Biasanya tiga minggu sebelum tindakan operasi dilakukan, setiap spondilitis
tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik.
- Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka dan
sekaligus debrideman serta bone graft.
- Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi ataupun pemeriksaan
CT dan MRI ditemukan adanya penekanan langsung pada medulla spinalis.
7. Pengkajian
1) Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan,
agama, suku bangsa, pendidikan, alamat, tanggal/jam MRS dan diagnosa medis.
2) Riwayat penyakit sekarang.
Keluhan utama pada klien Spodilitis tuberkulosa terdapat nyeri pada punggung
bagian bawah, sehingga mendorong klien berobat kerumah sakit. Pada awal dapat
dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut. Nyeri dirasakan
meningkat pada malam hari dan bertambah berat terutama pada saat pergerakan
tulang belakang. Selain adanya keluhan utama tersebut klien bisa mengeluh, nafsu
makan menurun, badan terasa lemah, sumer-sumer (Jawa) , keringat dingin dan
penurunan berat badan.
3) Riwayat penyakit dahulu
Tentang terjadinya penyakit Spondilitis tuberkulosa biasany pada klien di dahului
dengan adanya riwayat pernah menderita penyakit tuberkulosis paru.
4) Riwayat kesehatan keluarga.
Pada klien dengan penyakit Spondilitis tuberkulosa salah satu penyebab timbulnya
adalah klien pernah atau masih kontak dengan penderita lain yang menderita
penyakit tuberkulosis atau pada lingkungan keluarga ada yang menderita penyakit
menular tersebut.
5) Riwayat psikososial
Klien akan merasa cemas terhadap penyakit yang di derita, sehingga kan kelihatan
sedih, dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit, pengobatan dan
perawatan terhadapnya maka penderita akan merasa takut dan bertambah cemas
sehingga emosinya akan tidak stabil dan mempengaruhi sosialisai penderita.
6) Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat.
Adanya tindakan medis serta perawatan di rumah sakit akan
mempengaruhi persepsi klien tentang kebiasaan merawat diri , yang
dikarenakan tidak semua klien mengerti benar perjalanan penyakitnya.
Sehingga menimbulkan salah persepsi dalam pemeliharaan kesehatan. Dan
juga kemungkinan terdapatnya riwayat tentang keadaan perumahan, gizi
dan tingkat ekonomi klien yang mempengaruhi keadaan kesehatan klien.
b. Pola nutrisi dan metabolisme.
Akibat dari proses penyakitnya klien merasakan tubuhnya menjadi lemah
dan amnesia. Sedangkan kebutuhan metabolisme tubuh semakin
meningkat, sehingga klien akan mengalami gangguan pada status
nutrisinya.
c. Pola eliminasi.
Klien akan mengalami perubahan dalam cara eliminasi yang semula bisa
ke kamar mandi, karena lemah dan nyeri pada punggung serta dengan
adanya penata laksanaan perawatan imobilisasi, sehingga kalau mau BAB
dan BAK harus ditempat tidur dengan suatu alat. Dengan adanya
perubahan tersebut klien tidak terbiasa sehingga akan mengganggu proses
eliminasi.
d. Pola aktivitas.
Sehubungan dengan adanya kelemahan fisik dan nyeri pada punggung
serta penatalaksanaan perawatan imobilisasi akan menyebabkan klien
membatasi aktivitas fisik dan berkurangnya kemampuan dalam
melaksanakan aktivitas fisik tersebut.
e. Pola tidur dan istirahat.
Adanya nyeri pada punggung dan perubahan lingkungan atau dampak
hospitalisasi akan menyebabkan masalah dalam pemenuhan kebutuhan
tidur dan istirahat.
f. Pola hubungan dan peran.
Sejak sakit dan masuk rumah sakit klien mengalami perubahan peran atau
tidak mampu menjalani peran sebagai mana mestinya, baik itu peran
dalam keluarga ataupun masyarakat. Hal tersebut berdampak terganggunya
hubungan interpersonal.
g. Pola persepsi dan konsep diri.
Klien dengan Spondilitis tuberkulosa seringkali merasa malu terhadap
bentuk tubuhnya dan kadang - kadang mengisolasi diri.
h. Pola sensori dan kognitif.
Fungsi panca indera klien tidak mengalami gangguan terkecuali bila
terjadi komplikasi paraplegi.
i. Pola reproduksi seksual.
Kebutuhan seksual klien dalam hal melakukan hubungan badan akan
terganggu untuk sementara waktu, karena di rumah sakit. Tetapi dalam hal
curahan kasih sayang dan perhatian dari pasangan hidupnya melalui cara
merawat sehari-hari tidak terganggu atau dapat dilaksanakan.
j. Pola penaggulangan stres.
Dalam penanggulangan stres bagi klien yang belum mengerti
penyakitnya , akan mengalami stres. Untuk mengatasi rasa cemas yang
menimbulkan rasa stres, klien akan bertanya - tanya tentang penyakitnya
untuk mengurangi stres.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan.
Pada klien yang dalam kehidupan sehari-hari selalu taat menjalankan
ibadah, maka semasa dia sakit ia akan menjalankan ibadah pula sesuai
dengan kemampuannya. Dalam hal ini ibadah bagi mereka di jalankan
pula sebagai penaggulangan stres dengan percaya pada tuhannya.
8. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan mobilitas fisik
b. Nyeri akut
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
d. Kurang pengetahuan tentang perawatan di rumah.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo
Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta.
Johnson & Mass. 2008. Nursing Outcomes Classifications. 2nd edition. New York: Mosby-
Year Book inc
McCloskey & Bulechek. 2008. Nursing Interventions Classifications. 4th edition. New York:
Mosby-Year Book inc
NANDA. 2009-2011. Nursing Diagnosis: Definitions and classification. Philadelphia, USA