77083974-defisiensi-imun-kel-8.pdf

Upload: chairunnisa-zata-yumni

Post on 15-Oct-2015

73 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

  • BAB IPENDAHULUAN

    Manusia dan hewan multiseluler mempunyai daya faal untuk mengenal bahan atau zat kimia

    yang dianggap diri sendiri (self) dan membedakannya dengan yang asing (nonself).

    Kemampuan ini menjadi dasar dari kekebalan, karena tubuh akan berusaha untuk

    mengeluarkan atau memusnahkan bahan asing yang masuk ke dalam jaringan tubuh.

    Imunitas / kekebalan adalah mekanisme /kemampuan tubuh menahan atau mengeliminasi

    benda asing /sel abnormal yang potensial berbahaya bagi tubuh.. Sistem ini mendeteksi

    berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas, organisme akan melindungi tubuh dari

    infeksi, bakteri, virus sampai cacing parasit, serta menghancurkan zat-zat asing lain dan

    memusnahkan mereka dari sel organisme yang sehat dan jaringan agar tetap dapat berfungsi

    seperti biasa.

    Kekebalan dapat digolongkan menjadi:

    1. Kekebalan alam (natural immunity), sudah ada sejak lahir

    2. Kekebalan didapat (acquired immunity), didapat selama hidup

    Kekebalan alam ditemukan pada mahluk hidup dengan tingkat yang berbeda-beda,

    faktor konstitusi yang tidakdiketahui dapat menimbulkan kekebalan alam berupa kekebalan

    ras (racial immunity), kekebalan spesies (species immunity) dan kekebalan perorangan

    (personal immunity). Diketahui juga faktor antimikroba yang bekerja tidak khas yang

    membantu kekebalan alam yaitu kulit, selaput lendir, fagositosis yang melibatkan sel lekosit

    dan makrofag, reaksi radang dan interferon.

    Daya pertahanan tubuh yang berdasarkan faktor2 tidak khas tersebut merupakan daya

    pertahanan yang amat penting, akan tetapidaya pertahanan tubuh yang berdasarkan kekebalan

    didapat ternyata lebih penting dan merupakan daya vital untuk kelangsungan hidup manusia.

    Kekebalan didapat, pencegahan penyakit ditujukan pada bahan asing yang masuk ke

    dalam jaringan tubuh, mungkin berupa kuman, virus atau toksin. Bahan yang masuk disebut

    antigen, dan terhadap antigen ini dalam tubuh dibentuk zat yang disebut antibodi.

    Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya untuk melindungi tubuh juga

    berkurang, membuat patogen, termasuk virus yang menyebabkan penyakit. Penyakit

    defisiensi imun muncul ketika sistem imun kurang aktif daripada biasanya, menyebabkan

    munculnya infeksi. Defisiensi imun merupakan penyebab dari penyakit genetika, seperti

    severe combined immunodeficiency, atau diproduksi oleh farmaseutikal atau infeksi, seperti

    sindrom defisiensi imun dapatan (AIDS) yang disebabkan oleh retrovirus HIV. Penyakit

    1

  • autoimun menyebabkan sistem imun yang hiperaktif menyerang jaringan normal seperti

    jaringan tersebut merupakan benda asing. Penyakit autoimun yang umum termasuk

    rheumatoid arthritis, diabetes melitus tipe 1 dan lupus erythematosus. Peran penting

    imunologi tersebut pada kesehatan dan penyakit adalah bagian dari penelitian.

    Komponen imunitasSistem imun bawaan/ natural Sistem imun adaptif/ acquired

    Respon tidak spesifik Respon spesifik patogen dan antigenEksposur menyebabkan respon maksimal

    segara

    Perlambatan waktu antara eksposur dan

    respon maksimalKomponen imunitas selular dan respon imun

    humoral

    Komponen imunitas selular dan respon imun

    humoral

    Tidak ada memori imunologikalEksposur menyebabkan adanya memori

    imunologikalDitemukan hampir pada semua bentuk

    kehidupanHanya ditemukan pada Gnathostomata

    Baik imunitas bawaan dan adaptif bergantung pada kemampuan sistem imun untuk

    memusnahkan baik molekul sendiri dan non-sendiri. Pada imunologi, molekul sendiri adalah komponen tubuh organisme yang dapat dimusnahkan dari bahan asing oleh sistem imun.

    Sebaliknya, molekul non-sendiri adalah yang dianggap sebagai molekul asing. Satu kelas dari molekul non-sendiri disebut antigen (kependean dari generator antibodi) dan dianggap

    sebagai bahan yang menempel pada reseptor imun spesifik dan mendapatkan respon imun.

    Perisai Selular Sistem Imun Bawaan

    Leukosit (sel darah putih) bergerak sebagai

    organisme selular bebas dan merupakan "lengan"

    kedua sistem imun bawaan. Leukosit bawaan

    termasuk fagosit (makrofag, neutrofil, dan sel

    dendritik), sel mast, eosinofil, basofil dan sel

    pembunuh alami. Sel tersebut mengidentifikasikan

    dan membunuh patogen dengan menyerang patogen

    2Gambar darah manusia dari mikroskop elektron. Dapat terlihat sel darah merah, dan juga terlihat sel

    darah putih termasuk limfosit, monosit, neutrofil dan

    banyak platelet kecil lainnya.

  • yang lebih besar melalui kontak atau dengan menelan dan lalu membunuh mikroorganisme.

    Sel bawaan juga merupakan mediator penting pada aktivasi sistem imun adaptif.

    Fagositosis adalah fitur imunitas bawaan penting yang dilakukan oleh sel yang

    disebut fagosit. Fagosit menelan, atau memakan patogen atau partikel. Fagosit biasanya berpatroli mencari patogen, tetapi dapat dipanggil ke lokasi spesifik oleh sitokin. Ketika

    patogen ditelan oleh fagosit, patogen terperangkap di vesikel intraselular yang disebut

    fagosom, yang sesudah itu menyatu dengan vesikel lainnya yang disebut lisosom untuk

    membentuk fagolisosom. Patogen dibunuh oleh aktivitas enzim pencernaan atau respiratory burst yang mengeluarkan radikal bebas ke fagolisosom.

    Neutrofil dan makrofag adalah fagosit yang berkeliling di tubuh untuk mengejar dan

    menyerang patogen. Neutrofil dapat ditemukan di sistem kardiovaskular dan merupakan tipe

    fagosit yang paling berlebih, normalnya sebanyak 50% sampai 60% jumlah peredaran

    leukosit. Selama fase akut radang, terutama sebagai akibat dari infeksi bakteri, neutrofil

    bermigrasi ke tempat radang pada proses yang disebut chemotaksis, dan biasanya sel pertama

    yang tiba pada saat infeksi.

    Sel dendritik adalah fagosit pada jaringan yang berhubungan dengan lingkungan luar;

    oleh karena itu, mereka terutama berada di kulit, hidung, paru-paru, perut, dan usus. Sel

    dendritik merupakan hubungan antara sistem imun adaptif dan bawaan, dengan kehadiran

    antigen pada sel T, salah satu kunci tipe sel sistem imun adaptif.

    Sel Mast terletak di jaringan konektif dan membran mukosa dan mengatur respon

    peradangan. Mereka berhubungan dengan alergi dan anafilaksis. Basofil dan eosinofil

    berhubungan dengan neutrofil. Mereka mengsekresikan perantara bahan kimia yang ikut serta

    melindungi tubuh terhadap parasit dan memainkan peran pada reaksi alergi, seperti asma. Sel

    pembunuh alami adalah leukosit yang menyerang dan menghancurkan sel tumor, atau sel

    yang telah terinfeksi oleh virus.

    Imunitas adaptif

    Imunitas adaptif berevolusi pada vertebrata awal dan membuat adanya respon imun

    yang lebih kuat dan juga memori imunologikal, yang tiap patogen diingat oleh tanda antigen.

    Respon imun adaptif spesifik-antigen dan membutuhkan pengenalan antigen "bukan sendiri"

    spesifik selama proses disebut presentasi antigen. Spesifisitas antigen menyebabkan generasi

    respon yang disesuaikan pada patogen atau sel yang terinfeksi patogen. Kemampuan tersebut

    3

  • ditegakan di tubuh oleh "sel memori". Patogen akan menginfeksi tubuh lebih dari sekali,

    sehingga sel memori tersebut digunakan untuk segera memusnahkannya.

    Limfosit

    Sel sistem imun adaptif adalah tipe spesial leukosit yang disebut limfosit. Sel B dan sel T

    adalah tipe utama limfosit dan berasal dari sel batang hematopoietik pada sumsum tulang. Sel

    B ikut serta pada imunitas humoral, sedangkan sel T ikut serta pada respon imun selular.

    Hubungan sel T dengan Major histocompatibility

    complex kelas I atau Major histocompatibility complex

    kelas II, dan antigen (merah).

    Baik sel B dan sel T membawa molekul reseptor yang mengenali target spesifil. Sel T

    mengenali target bukan diri sendiri, seperti patogen, hanya setelah antigen (fragmen kecil

    patogen) telah diproses dan disampaikan pada kombinasi dengan reseptor "sendiri" yang

    disebut molekul major histocompatibility complex (MHC). Terdapat dua subtipe utama sel T:

    sel T pembunuh dan sel T pembantu. Sel T pemnbunuh hanya mengenali antigen

    dirangkaikan pada molekul kelas I MHC, sementara sel T pembantu hanya mengenali antigen

    dirangkaikan pada molekul kelas II MHC. Dua mekanisme penyampaian antigen tersebut

    memunculkan peran berbeda dua tipe sel T. Yang ketiga, subtipe minor adalah sel T yang

    mengenali antigen yang tidak melekat pada reseptor MHC.

    Reseptor antigel sel B adalah molekul antibodi pada permukaan sel B dan mengenali semua

    patogen tanpa perlu adanya proses antigen. Tiap keturunan sel B memiliki antibodi yang

    berbeda, sehingga kumpulan resptor antigen sel B yang lengkap melambangkan semua

    antibodi yang dapat diproduksi oleh tubuh.

    Sel T pembunuh

    Sel T pembunuh secara langsung menyerang sel lainnya

    yang membawa antigen asing atau abnormal di permukaan

    mereka.

    Sel T pembunuh adalah sub-grup dari sel T yang membunuh

    sel yang terinfeksi dengan virus (dan patogen lainnya), atau

    merusak dan mematikan patogen. Seperti sel B, tiap tipe sel

    T mengenali antigen yang berbeda.. Sel T pembunuh

    4

  • penting untuk mencegah replikasi virus. Aktivasi sel T dikontrol dan membutuhkan sinyal

    aktivasi antigen/MHC yang sangat kuat, atau penambahan aktivasi sinyak yang disediakan

    oleh sel T pembantu.

    Sel T pembantu

    Sel T pembantu mengatur baik respon imun bawaan dan adaptif dan membantu menentukan

    tipe respon imun mana yang tubuh akan buat pada patogen khusus. Sel tersebut tidak

    memiliki aktivitas sitotoksik dan tidak membunuh sel yang terinfeksi atau membersihkan

    patogen secara langsung, namun mereka mengontrol respon imun dengan mengarahkan sel

    lain untuk melakukan tugas tersebut. Aktivasi sel T pembantu yang beristirahat menyebabkan

    dikeluarkanya sitokin yang memperluas aktivitas banyak tipe sel. Sinyak sitokin yang

    diproduksi oleh sel T pembantu memperbesar fungsi mikrobisidal makrofag dan aktivitas sel

    T pembunuh. Aktivasi sel T pembantu menyebabkan molekul diekspresikan pada permukaan

    sel T, seperti CD154), yang menyediakan sinyal stimulasi ekstra yang dibutuhkan untuk

    mengaktifkan sel B yang memproduksi antibodi.

    Sel T

    Sel T adalah komponen dari imunitas adaptif karena mereka menyusun kembali gen

    reseptor sel T untuk memproduksi perbedaan reseptor dan dapat mengembangkan memori

    fenotipe.

    Antibodi dan limfosit B

    Sel B mengidentifikasi patogen ketika antibodi pada permukaan melekat pada antigen asing.

    Antigen/antibodi kompleks ini diambil oleh sel B dan diprosesi oleh proteolisis ke peptid.

    Antibodi tersebut diedarkan pada plasma darah dan limfa, melilit pada patogen menunjukan

    antigen dan menandai mereka untuk dihancurkan oleh aktivasi komplemen atau untuk

    penghancuran oleh fagosit. Antibodi juga dapat menetralisir tantangan secara langsung

    dengan melilit toksin bakteri atau dengan mengganggu dengan reseptor yang digunakan virus

    dan bakteri untuk menginfeksi sel.

    5

  • BAB IITINJAUAN PUSTAKA

    Defesiensi imunitas merupakan penurunan atau gagalnya fungsi dari salah satu atau lebih

    komponen sistem imun.

    Penyakit defisiensi imun adalah sekumpulan aneka penyakit yang karena memiliki satu atau

    lebih ketidaknormalan sistem imun, dimana kerentanan terhadap infeksi meningkat.

    Klasifikasi :

    Defisiensi imun primer tidak berhubungan dengan penyakit lain yang mengganggu

    sistem imun, dan banyak yang merupakan akibat kelainan genetik dengan pola

    bawaan khusus. Diakibatkan oleh adanya defek (cacat) respon imun bawaan , yaitu

    kelainan dalam sistem fagosit dan atau komplemen, atau defek dalam proses

    maturasi(pematangan) dan fungsi (aktivasi) limfosit.

    Defisiensi imun sekunder terjadi sebagai akibat dari penyakit lain, umur, trauma, atau

    pengobatan.

    Meskipun kemungkinan defisiensi imun harus dipikirkan pada seseorang yang sering

    mengalami infeksi, tetapi sejatinya penyakit imunodefiensi angka kejadiannya tidak tinggi.

    Karena itu selalu pertimbangkan kondisi lain yang membuat seseorang lebih rentan terhadap

    6

  • infeksi, seperti penyakit sickle cell, diabetes, kelainan jantung bawaan, malnutrisi,

    splenektomi, enteropati, terapi imunosupresif dan keganansan.

    Penyebab defisiensi imun sangat beragam dan penelitian berbasis genetik berhasil

    mengidentifikasi lebih dari 100 jenis defisiensi imun primer dan pola menurunnya terkait

    pada X-linked recessive, resesif autosomal, atau dominan autosomal

    1. Defek genetik

    Defek gen-tunggal yang diekspresikan di banyak jaringan (misal ataksia-

    teleangiektasia, defisiensi deaminase adenosin). Defek gen tunggal khusus pada

    sistem imun ( misal defek tirosin kinase pada X-linked agammaglobulinemia;

    abnormalitas rantai epsilon pada reseptor sel T) Kelainan multifaktorial dengan

    kerentanan genetik (misal common variable immunodeficiency)

    2. Obat atau toksin

    Imunosupresan (kortikosteroid, siklosporin), Antikonvulsan (fenitoin)

    3. Penyakit nutrisi dan metabolik

    Malnutrisi ( misal kwashiorkor), Protein losing enteropathy (misal limfangiektasia

    intestinal), Defisiensi vitamin (misal biotin, atau transkobalamin II), Defisiensi

    mineral (misal Seng pada Enteropati Akrodermatitis)

    4. Kelainan kromosom

    Anomali DiGeorge (delesi 22q11)Defisiensi IgA selektif (trisomi 18)

    5. Infeksi

    Imunodefisiensi transien (pada campak dan varicella ), Imunodefisiensi permanen

    (infeksi HIV, infeksi rubella kongenital)

    Faktor Predisposisi Dampak pada Sistem imun Tipe Infeksi

    Obat2an sinar X yang imun

    osupresif, allograft recipients

    (ginjal, sumsum tulang, hati) dan

    terapi kanker.

    Penurunan imunitas seluler

    dan humoral

    Infeksi pulmonal,

    bacteremia, fungal

    infection, ISK

    Virus (rubella, herpes, EB virus,

    hepatitis virus, HIV)

    Replikasi virus pada sel

    limphoid menyebabkan

    gangguan fisiologis

    Infeksi bakterial;

    sekunder(fungal dan

    protozoa) pada AIDS.

    7

  • Malnutrisi Hipoplasi limfoid, penurunan

    limfosit dalam sirkulasi,

    penurunan kemampuan

    fagositosis

    Campak, TBC, ISPA,

    infeksi gastrointestinal.

    Tumor Perubahan pada sistem imun

    sel

    Bacteremia, pneumonia,

    ISK

    Asap rokok,partikel inhalasi (silika,

    spora jamur)

    Inflamasi pulmonal,

    pengendapan imun komplek

    ISPA, respon alergi

    Penyakit endokrin kronis (diabetes) Penurunan kemampuan

    fagositosis

    Infeksi Staphylococcus,

    TBC, ISPA, Bacterremia

    Defisiensi imun primer Penurunan imun seller dan

    humoral

    Infeksi Staphylococcus,

    TBC, ISPA,Bacterremia

    Contoh Berbagai Penyakit yang Berkaitan Dengan Defisiensi Imun :

    Penyakit Sel yang berkaitanAcquired ImmunoDeficiency Syndrome (AIDS) sel TSelective IgA immunodeficiency sel B dan sel T

    Common variable hypogammaglobulinemia sel B dan sel T

    Reticular dysgenesis sel B, sel T, dan sel batang (stem cell)

    Severe combined immunodeficiency sel B, sel T, dan sel batang (stem cell)

    Thymic aplasia (DiGeorge syndrome) sel T

    Wiskott-Aldrich syndrome sel B dan sel TX-linked infantile (Brutons) agammaglobulinemia sel B

    Klasifikasi defisiensi imun primer

    Defisiensi imun humoral (sel B)

    8

  • Hipogamaglobulinemia x-linked (hipogamaglobulinemia kongenital),

    Hipogamaglobulinemia transien (pada bayi), Defisiensi imun tak terklasifikasi,

    umum, bervariasi (hipogamaglobulinemia didapat)

    Defisiensi imun dengan hiperIgM

    Defisiensi IgA selektif

    Defisiensi imun IgM selektif

    Defisiensi sub kelas IgG selektif

    Defisiensi sel B sekunder berhubungan dengan obat, kehilangan protein

    Penyakit limfoproliferatif x-linked

    Defisiensi imun selular (sel T)

    Aplasia timus kongenital (sindrom DiGeorge)Kandidiasis mukokutaneus kronik

    (dengan atau tanpa endokrinopati)Defisiensi sel T berhubungan dengan defisiensi

    purin nukleosid fosforilase

    Defisiensi sel T berhubungan dengan defek glikoprotein membran

    Defisiensi sel T berhubungan dengan absen MHC kelas I dan atau kelas II (sindrom

    limfosit telanjang)

    Defisiensi imun gabungan humoral (sel B) dan selular (sel T)

    Defisiensi imun berat gabungan (autosom resesif, x-linked, sporadik), Defisiensi imun

    selular dengan gangguan sintesis imunoglobulin (sindrom Nezelof), Defisiensi imun

    dengan ataksia teleangiektasis

    Defisiensi imun dengan eksim dengan trombositopenia (sindrom Wiskott-Aldrich)

    Defisiensi imun dengan timoma

    Defisiensi imun dengan short-limbed dwarfism

    Defisiensi imun dengan defisiensi adenosin deaminase

    Defisiensi imun dengan defisiensi nukleosid fosforilase

    Defisiensi karboksilase multipel yang tergantung biotin

    Penyakit graft-versus-host

    Sindrom defisiensi imun didapat (AIDS)

    Disfungsi fagosit

    Penyakit granulomatosis kronikDefisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase, Defisiensi

    mieloperoksidase

    Sindrom Chediak-Higashi

    Sindrom Job

    Defisiensi tuftsin

    9

  • Sindrom leukosit malas

    Peninggian IgE, defek kemotaksis dan infeksi rekuren

    Defisiensi komplemen

    Aktivitas komplemen yang rusak biasanya terjadi sekunder terhadap penyakit yang

    menggunakan komplemen melalui jalur klasik atau alternatif. Contohnya adalah penyakit

    lupus eritematosus sistemik yang mengkonsumsi jalur klasik kompenen komplemen C1, C4

    dan C2 dan mengakibatkan rusaknya kemampuan komplemen untuk melarutkan kompleks

    imun.

    Pada manusia, defisiensi komponen komplemen yang diturunkan dikaitkan dengan

    sindrom klinik. Banyak pasien dengan defisiensi C1, C4 atau C2 mempunyai lupus-like

    syndrome, seperti ruam malar, artralgia, glomerulonefritis, demam atau vaskulitis kronik dan

    infeksi piogenik rekuren. Antinuklear dan antibodi anti-dsDNA dapat tidak ditemukan.

    Adanya defisiensi komponen komplenen jalur klasik ini menurunkan kemampuan individu

    untuk eliminasi kompleks imun.

    Pasien dengan defisiensi C3 dapat terjadi secara primer atau sekunder, contohnya

    defisiensi inhibitor C3b, seperti faktor I atau H akan meningkatkan risiko untuk terkena

    infeksi bakteri rekuren. Individu biasanya terkena infeksi yang mengancam nyawa, seperti

    pneumonia, septikemia dan meningitis.

    Terdapat hubungan kuat antara defisiensi C5, C6, C7, C8 atau properdin dengan

    infeksi neiseria rekuren. Biasanya pasien mempunyai infeksi gonokokus rekuren, terutama

    septikemia dan artritis, atau meningitis meningokukos rekuren.

    Defisiensi inhibitor C1 merupakan defisiensi sistem komplemen diturunkan yang

    paling sering dan penyebab angioedema herediter.

    Defisiensi imun sekunder

    Penyebab sekunder defisiensi imun lebih umum dibandingkan penyebab primer.

    Kadar komponen imun yang rendah menunjukkan produksi yang menurun atau katabolisme

    (hilangnya komponen imun) yang dipercepat.

    Hilangnya protein yang sampai menyebabkan hipogamaglobulinemia dan

    hipoproteinemia terjadi terutama melalui ginjal (sindrom nefrotik) atau melalui saluran cerna

    (protein-losing enteropathy). Hilangnya imunoglobulin melalui renal setidaknya bersifat

    selektif parsial, sehingga kadar IgM masih dapat normal meskipun kadar IgG serum dan

    albumin menurun. Protein juga dapat hilang dari saluran cerna melalui penyakit inflamatorius

    aktif seperti penyakit Crohn, kolitis ulseratif dan penyakit seliak.

    10

  • Kerusakan sintesis paling nampak pada malnutrisi. Defisiensi protein menyebabkan

    perubahan yang mendalam pada banyak organ, termasuk sistem imun. Kerusakan produksi

    antibodi spesifik setelah imunisasi, dan defek pada imunitas seluler, fungsi fagosit dan

    aktivitas komplemen dihubungkan dengan nutrisi yang buruk, dan membaik setelah

    suplementasi diet protein dan kalori yang cukup.

    Pasien dengan penyakit limfoproliferatif sangat rentan terhadap infeksi. Leukemia

    limfositik kronik yang tidak diobati umumnya berhubungan dengan hipogamaglobulinemia

    dan infeksi rekuren yang cenderung bertambah berat dengan progresifitas penyakit. Limfoma

    Non-Hodgkin mungkin berhubungan dengan defek pada imunitas humoral dan seluler.

    Penyakit Hodgkin biasanya berhubungan dengan kerusakan yang nyata dari imunitas seluler,

    namun imunoglobulin serum masih normal sampai fase akhir penyakit.

    Risiko infeksi pasien dengan mieloma multipel 5-10 kali lebih tinggi dibandingkan

    kelompok kontrol. Frekuensi infeksi oportunistik pada pasien dengan keganasan diseminata

    menandakan adanya defek imun, meskipun sulit membedakan efek imunosupresif dari

    penyakit ataupun efek pengobatan. Obat imunosupresif mempengaruhi beberapa aspek fungsi

    sel, terutama limfosit dan polimorf, namun hipogamaglobulinemia berat jarang terjadi. Pasien

    dengan obat untuk mencegah penolakan organ transplan juga dapat timbul infeksi

    oportunsistik meskipun tidak biasa. Bentuk iatrogenik lain dari defisiensi imun sekunder

    adalah yang berhubungan dengan splenektomi.ACQUIRED IMMUNODEFICIENCY SYNDROME (AIDS)

    AIDS merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi dari Human Immunodeficiency Virus-1 (HIV). Penyakit ini dengan cepat telah menyebar ke seluruh dunia.

    Dalam tulisan ini, pembicaraan dibatasi pada manifestasi kelainan sendi. Artritis pada AIDS

    makin wring dilaporkan sehingga telah menarik perhatian para reumatologist untuk

    menelitinya(6).

    Ternyata insidens manifestasi artikuler pada AIDS sangat bervariasi. Solinger dan

    Hess (1990) hanya menemukan 23 penderita dari 1100 pasien dengan HIV positif, sedangkan

    pusat penelitian lain menemukan jumlah yang lebih besar, Calabrese dkk (1990) menemukan

    angka sebesar 14,5% dari 117 pasien dengan HIV positif. Perbedaan ini mungkin disebabkan

    beberapa hal, para ahli berpendapat mungkin oleh karena perbedaan demografi, tetapi

    Calabrese dkk. berpendapat perbedaan itu terletak pada lamanya melakukan observasi, main

    lama pasien tersebut masih hidup dan dapat diikuti perjalanan penyakitnya makin besar

    kemungkinan menderita arthritis.

    Yang menarik ialah gambaran artritis yang ditemukan, umumnya para peneliti

    menemukan gejala berupa penyakit Reiter, artritis psoriatik, poliatritis, oligoartritis dan

    11

  • monoartritis. Penyakit Reiter merupakan penyakit yang ditandai dengan frias uretritis, uveitis

    dan artritis. Winchester dkk (1987) menemukan 13 kasus Reiter pada penderita AIDS,

    dimana HLA-B27 positif pada 9 kasus(9).

    Arttis psoriatik merupakan artritis yang khas pada penderita penyakit kulit psoriasis.

    Pada penderita AIDS ditemukan tidak sebanyak penyakit Reiter. Arttis lainnya memberikan

    penampilan yang tidak spesifik, yang tidak dapat dimasukkan ke dalam salah satu diagnosis

    artritis yang telah dikenal. Calabrese dkk menemukan, bila pasien dengan HIV positif timbul

    gejala artritis maka prognosisnya menjadi lebih buruk, terlebih lagi bila menderita penyakit

    Reiter atau artritis psoriatik; perjalanan penyakit penderita akan menjadi progresif sehingga

    menjadi AIDS yang lengkap dan berakhir dengan kematian. Dalton dkk (1990) melakukan

    pemeriksaan histologik pada jaringan sinovia yang diambil dari sendi lutut kanan 25

    penderita AIDS yang telah meninggal dan membandingkannya dengan kontrol. Sewaktu

    masih hidup penderita tidak mempunyai keluhan nyeri sendi. Hasil dari penelitian tersebut

    menunjukkan perubahan abnormal pada dinding arteri kecil berupa pembengkakan endotel,

    proliferasi fibromuskuler intima dan fragmentasi atau/dan reduplikasi elastik lamina interna.

    Selain itu juga ditemukan fibrosis sinovitis sedang sampai berat dan penebalan atau hilangnya

    permukaan sinovia. Pemeriksaan untuk bakteri, jamur, inklusi bodi dan neoplasma memberi

    hasil negatif. Peneliti menyimpulkan bahwa belum adanya keluhan sendi pada pasien tersebut

    mungkin disebabkan penderita terlalu cepat meninggal sebelum perubahan tersebut

    memberikan keluhan

    12

  • BAB IIIPEMBAHASAN

    Defisiensi antibodi primer yang didapat lebih sering terjadi dibandingkan dengan

    yang diturunkan, dan 90% muncul setelah usia 10 tahun. Pada bentuk defisiensi antibodi

    kongenital, infeksi rekuren biasanya terjadi mulai usia 4 bulan sampai 2 tahun, karena IgG

    ibu yang ditransfer mempunyai proteksi pasif selama 3-4 bulan pertama. Beberapa defisiensi

    antibodi primer bersifat diturunkan melalui autosom resesif atau X-linked. Defisiensi

    imunoglobulin sekunder lebih sering terjadi dibandingkan dengan defek primer.

    Pemeriksaan fisik defisiensi antibodi jarang menunjukkan tanda fisik diagnostik,

    meskipun dapat menunjukkan infeksi berat sebelumnya, seperti ruptur membran timpani dan

    bronkiektasis. Tampilan klinis yang umum adalah gagal tumbuh.

    Pemeriksaan laboratorium penting untuk diagnosis. Pengukuran imunoglobulin serum

    dapat menunjukkan abnormalitas kuantitatif secara kasar. Imunoglobulin yang sama sekali

    tidak ada (agamaglobulinemia) jarang terjadi, bahkan pasien yang sakit berat pun masih

    mempunyai IgM dan IgG yang dapat dideteksi. Defek sintesis antibodi dapat melibatkan satu

    isotop imunoglobulin, seperti IgA atau grup isotop, seperti IgA dan IgG. Beberapa individu

    gagal memproduksi antibodi spesifik setelah imunisasi meskipun kadar imunoglobulin serum

    normal. Sel B yang bersirkulasi diidentifikasi dengan antibodi monoklonal terhadap antigen

    sel B. Pada darah normal, sel-sel tersebut sebanyak 5-15% dari populasi limfosit total. Sel B

    matur yang tidak ada pada individu dengan defisiensi antibodi membedakan infantile X-

    linked agammaglobulinaemia dari penyebab lain defisiensi antibodi primer dengan kadar sel

    B normal atau rendah.

    Gejala klinis penyakit defisiensi imun

    Infeksi saluran napas atas berulang,

    infeksi bakteri yang berat, penyembuhan inkomplit antar episode infeksi, atau respons

    pengobatan inkomplit

    Gagal tumbuh atau retardasi tumbuh

    Jarang ditemukan kelenjar atau tonsil yang membesar

    13

  • Infeksi oleh mikroorganisma yang tidak lazim

    Lesi kulit (rash, ketombe, pioderma, abses nekrotik/noma, alopesia, eksim,

    teleangiektasi, warts yang hebat)

    Oral thrush yang tidak menyembuh dengan pengobatan

    Jari tabuh

    Diare dan malabsorpsi

    Mastoiditis dan otitis persisten

    Pneumonia atau bronkitis berulang

    Penyakit autoimun

    Kelainan hematologis (anemia aplastik, anemia hemolitik, neutropenia,

    trombositopenia)

    Berat badan turun

    DemamPeriodontitis

    Limfadenopati

    Hepatosplenomegali

    Penyakit virus yang berat

    Artritis atau artralgia

    Ensefalitis kronik

    Meningitis berulang

    Pioderma gangrenosa

    Kolangitis sklerosis

    Hepatitis kronik (virus atau autoimun)

    Reaksi simpang terhadap vaksinasi

    Bronkiektasis

    Infeksi saluran kemih

    Lepas/puput tali pusat terlambat (> 30 hari)

    Stomatitis kronik

    Granuloma

    Keganasan limfoid

    Pemeriksaan Penunjang

    Pemeriksaan penunjang merupakan sarana yang sangat penting untuk mengetahui penyakit

    defisiensi imun. Karena banyaknya pemeriksaan yang harus dilakukan (sesuai dengan

    kelainan klinis dan mekanisme dasarnya) maka pada tahap pertama dapat dilakukan

    pemeriksaan penyaring dahulu, yaitu:

    14

  • a) Pemeriksaan darah tepi

    Hemoglobin

    Leukosit total

    Hitung jenis leukosit (persentasi)

    Morfologi limfosit

    Hitung trombosit

    a) Pemeriksaan imunoglobulin kuantitatif (IgG, IgA, IgM, IgE)

    b) Kadar antibodi terhadap imunisasi sebelumnya (fungsi IgG)

    Titer antibodi Tetatus, Difteri

    Titer antibodi H.influenzae

    a) Penilaian komplemen (komplemen hemolisis total = CH50)

    b) Evaluasi infeksi (Laju endap darah atau CRP, kultur dan pencitraan yang sesuai)

    Pengobatan

    Sesuai dengan keragaman penyebab, mekanisme dasar, dan kelainan klinisnya maka

    pengobatan penyakit defisiensi imun sangat bervariasi. Pada dasarnya pengobatan tersebut

    bersifat suportif, substitusi, imunomodulasi, atau kausal.

    Pengobatan suportif meliputi perbaikan keadaan umum dengan memenuhi kebutuhan gizi dan kalori, menjaga keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam-basa, kebutuhan oksigen, serta

    melakukan usaha pencegahan infeksi. Substitusi dilakukan terhadap defisiensi komponen imun, misalnya dengan memberikan eritrosit, leukosit, plasma beku, enzim, serum

    hipergamaglobulin, gamaglobulin, imunoglobulin spesifik. Kebutuhan tersebut diberikan

    untuk kurun waktu tertentu atau selamanya, sesuai dengan kondisi klinis.

    Pengobatan imunomodulasi masih diperdebatkan manfaatnya, beberapa memang bermanfaat dan ada yang hasilnya kontroversial. Obat yang diberikan antara lain adalah faktor tertentu

    (interferon), antibodi monoklonal, produk mikroba (BCG), produk biologik (timosin),

    komponen darah atau produk darah, serta bahan sintetik seperti inosipleks dan levamisol.

    Terapi kausal adalah upaya mengatasi dan mengobati penyebab defisiensi imun, terutama pada defisiensi imun sekunder (pengobatan infeksi, suplemen gizi, pengobatan keganasan,

    dan lain-lain). Defisiensi imun primer hanya dapat diobati dengan transplantasi (timus, hati,

    sumsum tulang) atau rekayasa genetik.

    Terapi AIDSa) Pengendalian Infeksi Opurtunistik

    Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik,

    nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah

    15

  • kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien

    dilingkungan perawatan kritis.

    b) Terapi AZT (Azidotimidin)

    Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS,

    obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan

    menghambat enzim pembalik traskriptase.

    c) Terapi Antiviral Baru

    Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas sistem imun dengan obat-obat ini

    adalah: Didanosine, Ribavirin, Diedoxycytidine, Recombinant CD 4 dapat larut.

    d) Vaksin dan Rekonstruksi Virus.

    e) Pendidikan untuk menghindari alkohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat,

    hindari stress, gizi yang kurang, alkohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi

    imun.

    f) Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan

    mempercepat replikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).

    BAB IV

    16

  • KESIMPULAN

    Defisiensi imunitas adalah keadaan dimana terjadinya penurunan atau gagalnya fungsi dari

    salah satu atau lebih komponen sistem imun. dapat diklasifikasikan ke dalam dua bagian

    besar :

    Defisiensi imun primer

    Diakibatkan oleh adanya defek (cacat) respon imun bawaan , yaitu kelainan dalam

    sistem fagosit dan atau komplemen, atau defek dalam proses maturasi (pematangan)

    dan fungsi (aktivasi) limfosit.

    Defisiensi imun sekunder terjadi sebagai akibat dari penyakit lain, umur, trauma, atau

    pengobatan.

    Penyebab defisiensi sangat beragam dan penelitian berbasis genetik berhasil mengidentifikasi

    lebih dari 100 jenis defisiensi imun primer dan pola menurunnya terkait pada X-linked

    recessive, resesif autosomal, atau dominan autosomal. Penyebab defisiensi imun

    diantaranya : defek genetik, obat atau toksin, penyakit nutrisi dan metabolik, kelainan

    kromosom serta infeksi.

    Pemeriksaan penunjang merupakan sarana yang sangat penting untuk mengetahui penyakit

    defisiensi imun diantaranya pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan imunoglobulin kuantitatif

    (IgG, IgA, IgM, IgE), pemeriksaan kadar antibodi terhadap imunisasi sebelumnya (fungsi

    IgG), penilaian komplemen (komplemen hemolisis total = CH50), evaluasi infeksi (Laju

    endap darah atau CRP, kultur dan pencitraan yang sesuai)

    Pengobatan penyakit defisiensi imun sangat bervariasi, pada dasarnya pengobatan tersebut

    bersifat suportif, substitusi, imunomodulasi, atau kausal.

    17

    Sel sistem imun adaptif adalah tipe spesial leukosit yang disebut limfosit. Sel B dan sel T adalah tipe utama limfosit dan berasal dari sel batang hematopoietik pada sumsum tulang. Sel B ikut serta pada imunitas humoral, sedangkan sel T ikut serta pada respon imun selular. Sel T pembunuhSel T pembunuh secara langsung menyerang sel lainnya yang membawa antigen asing atau abnormal di permukaan mereka. Sel T pembantuSel T Antibodi dan limfosit B