72226725-hit

55
BAB I PENDAHULUAN Heparin merupakan ikatan berbagai bentuk sulfated glycosaminoglycans dengan panjang rantai yang berbeda. Berat molekul heparin bervariasi dari 1800 sampai 30.000 dalton (Hirsh J,2004). Unfractioned heparin dan low molecular weight heparin (LMWH) merupakan antikoagulan yang efektif dan telah dipergunakan secara luas untuk pencegahan dan pengobatan penyakit tromboembolik vena dan arteri (Chong, 2007). Namun ternyata pemakaian heparin dapat menyebabkan efek samping yang serius. Salah satu efek samping yang serius dan berpotensi mengancam jiwa adalah heparin-induced thrombocytopenia (HIT) (Hirsh J,2004;Ehsan A, Plumbey JA,2002). Heparin-induced thrombocytopenia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan jumlah trombosit setelah pemberian heparin, tanpa ada penyebab trombositopenia yang lain. Tidak seperti trombositopenia yang diinduksi oleh obat lainnya, HIT biasanya tidak menyebabkan perdarahan melainkan justru trombosis. Trombosis akibat 1

Upload: yushelly-dinda-pratiwie

Post on 19-Jan-2016

6 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Menjelaskan Hit

TRANSCRIPT

Page 1: 72226725-Hit

BAB I

PENDAHULUAN

Heparin merupakan ikatan berbagai bentuk sulfated glycosaminoglycans

dengan panjang rantai yang berbeda. Berat molekul heparin bervariasi dari 1800

sampai 30.000 dalton (Hirsh J,2004). Unfractioned heparin dan low molecular

weight heparin (LMWH) merupakan antikoagulan yang efektif dan telah

dipergunakan secara luas untuk pencegahan dan pengobatan penyakit

tromboembolik vena dan arteri (Chong, 2007). Namun ternyata pemakaian

heparin dapat menyebabkan efek samping yang serius. Salah satu efek samping

yang serius dan berpotensi mengancam jiwa adalah heparin-induced

thrombocytopenia (HIT) (Hirsh J,2004;Ehsan A, Plumbey JA,2002).

Heparin-induced thrombocytopenia adalah suatu keadaan yang ditandai

dengan penurunan jumlah trombosit setelah pemberian heparin, tanpa ada

penyebab trombositopenia yang lain. Tidak seperti trombositopenia yang

diinduksi oleh obat lainnya, HIT biasanya tidak menyebabkan perdarahan

melainkan justru trombosis. Trombosis akibat HIT bisa menyebabkan gangren

berat pada tungkai yang membutuhkan amputasi dan bahkan bisa menyebabkan

kematian ) (Chong, 2007;Warkentin,2008).

Heparin-induced thrombocytopenia disebabkan oleh adanya antibodi

terhadap kompleks platelet factor 4 (PF4) dan heparin. Antibodi ini terdapat pada

hampir semua pasien dengan penyakit ini, namun antibodi juga dapat ditemukan

pada beberapa pasien yang mendapat terapi heparin, tetapi tidak berkembang

1

Page 2: 72226725-Hit

menjadi HIT. Hal ini tidak dapat dijelaskan, mengapa komplikasi terjadi pada

beberapa pasien, namun pada pasien yang lain tidak terjadi. (Warketin,2006)

Berbagai nama lain untuk HIT antara lain Heparin-associated

thrombocytopenia (HAT), dan Immune heparin-induced thrombocytopenia (atau

tipe II). Tetapi nama yang paling tepat dan dipakai secara luas adalah heparin-

induced thrombocytopenia (HIT). (Chong,2007).

Pada tinjauan pustaka ini akan dibahas mengenai heparin induced

thrombocytopenia (HIT), patofisiologi,gambaran klinis, diagnosis dan

pemeriksaan laboratoriumnya.

2

Page 3: 72226725-Hit

BAB II

Heparin Induced Thrombocytopenia

2.1. Heparin

2.1.1. Sejarah

Heparin pertama kali ditemukan oleh McLean hampir 90 tahun yang lalu

memiliki sifat anti trombotik, kemudian Brinkhius dan kawan-kawan

mendemonstrasikan bahwa heparin adalah antikoagulan tidak langsung yang

membutuhkan kofaktor plasma. Kofaktor ini disebut juga dengan antitrombin(AT)

III yang ditemukan oleh Abildgaard pada tahun 1968, AT III sekarang disebut

juga dengan AT (Hirsh J,2004; Sucker C,2005)

Kemudian setelah adanya perkembangan antikoagulan baru yang lebih

baik, pada tahun 1980an ditemukan low molecular weight heparin (LMWH) yang

memperlihatkan kemampuan molekul heparin untuk menginaktifkan trombin dan

faktor koagulasi lainnya bergantung dari panjang rantai molekul heparin. Untuk

inaktivasi faktor Xa hanya membutuhkan pentasakarida yang memiliki afinitas

yang tinggi (Sonia S,2001)

2.1.2. Struktur dan Mekanisme Kerja Heparin

Heparin adalah heterogen dengan ukuran molekur, aktifitas koagulan, dan

farmakokinetiknya (tabel 2.1.). Berat molekul heparin bervariasi dari 3000 –

30000 dalton, dengan rerata berat molekulnya 15.000 dalton (mencapai 45 rantai

monosakarida) [gambar 2.1.]. Hanya sepertiga dosis heparin yang diberikan

berikatan dengan AT, dan fraksi ini yang memiliki peran sangat besar untuk efek

antikoagulan. Sisa 2/3 dosis memiliki efek antikoagulan minimal pada konsentrasi

3

Page 4: 72226725-Hit

terapeutik, tetapi bila konsentrasi lebih besar yang dibutuhkan baik pada heparin

yang afinitas kuat maupun lemah mengkatalisir efek AT dari suatu protein plasma

sekunder yang disebut juga heparin cofaktor II (HC II) (Hirsh J,2004)

Tabel 2.1. Heterogenisitas Heparin

Atribut Karakterikstik

Ukuran Molekul

Efek Antikoagulan

Bersihan

Berat molekul rerata : 15.000, kisaran 3000 –

30.000 dalton

Hanya sepertiga dari molekul heparin yang

mengandung pentasakarida dengan afinitas tinggi

serta diperlukan untuk aktifitas antikoagulan

Heparin dengan berat molekul yang tinggi lebih

cepat dibersihkan daripada heparin dengan berat

molekul lebih rendah

(Hirsh J,2004)

Gambar 2.1. Struktur Heparin (Wikipedia,2011)

Komplek heparin/AT akan menginaktivasi trombin (faktor IIa), faktor Xa,

IXa, XIa dan XIIa (Gambar 2.3.). Trombin dan faktor Xa paling sensitif terhadap

4

Page 5: 72226725-Hit

penghambatan oleh Heparin/AT, dan trombin 10 kali lebih sensitif dibanding

faktor Xa. Heparin menginhibisi trombin dengan mengikat keduanya dengan

enzim koagulasi (gambar 2.2.),(tabel 2.2) (Hirsh J,2001;Sonia S,2001).

Gambar 2.2. Inaktivasi Enzym Pembekuan oleh Heparin (Hirsh J,2001)

Gambar 2.3. Mekanisme Kerja Heparin (Hirsh J,2001;Sonia S,2001)

5

Page 6: 72226725-Hit

Untuk menginaktivasi trombin, selain berikatan dengan AT, heparin juga

harus berikatan dengan trombin. Tetapi ikatan antara faktor koagulasi dengan

heparin ini kurang penting dalam inaktivasi faktor X. Oleh karena itu, heparin

yang mengandung kurang dari 18 sakarida (LMWH) (gambar 2.4), bisa

menginaktivasi faktor Xa, tetapi tidak bisa menginaktivasi trombin (Sucker ,2005)

Gambar 2.4. Mekanisme Kerja UFH dengan LMWH (Sucker,2005)

6

Page 7: 72226725-Hit

Tabel 2.2. Efek Antihemostasis Heparin

Efek Keterangan

Berikatan dengan ATIII dan

mengkatalisasi inaktifasi faktor

IIa, Xa, dan XIIa

Berikatan dengan heparin

kofaktor II dan mengkatalisis

inaktivasi faktor IIa

Berikatan dengan faktor IXa

dan menginhibisi aktivasi faktor

Xa

Mekanisme utama efek antikoagulan,

yang hanya memerlukan 1/3 dari molekul

heparin (terdiri dari ikatan ATIII dengn

pentasakarida)

Efek antikoagulan memerlukan heparin

konsentrasi tinggi dan terjadi pada

keadaan yang sama pada heparin dengan

afinitas yang kuat maupun yang lemah

dengan ATIII

Memerlukan konsentrasi heparin yang

sangat tinggi dan merupakan AT dan

HCII independen

(Hirsh J,2004)

2.1.3. Komplikasi Pemberian Heparin (Setiabudi, 2007)

Beberapa keadaan bisa terjadi akibat pemberian heparin antara lain:

a. Resistensi Heparin

Resistensi heparin adalah keadaan dimana pasien membutuhkan dosis

heparin yang lebih tinggi (>35.000 U/24 jam) untuk mencapai pemanjangan

APTT sampai rentang terapi

Resistensi heparin bisa terjadi akibat defisiensi AT, peningkatan clearance

heparin, peningkatan protein pengikat heparin, peningkatan faktor VIII,

fibrinogen dan PF4

b. Reaksi Sistemik Akut

Gejala seperti demam, takikardi, flusing, sakit kepala, nyeri dada dan

sesak nafas bisa terjadi.

7

Page 8: 72226725-Hit

c. Heparin induced skin lession

Lesi kulit akibat heparin bisa terjadi pada tempat-tempat bekas

penyuntikan. Hanya 25% pasien yang mengalami lesi kulit terjadi

trombositopenia, dan kelompok ini mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya

trombosis, terutama trombosis arteri.

d. Heparin Induced thrombocitopenia

Trombositopenia yang diakibatkan pemberian heparin yang terjadin

terutama antara hari ke 5 dan ke 10.

e. Osteoperosis

Pemakaian heparin jangka panjang ternyata terbukti menurunkan densitas

tulang secara bermakna.

2.2. Heparin Induced Thrombocytopenia

Heparin induced thrombocytopenia (HIT) adalah suatu keadaan yang

ditandai dengan penurunan jumlah trombosit setelah pemberian heparin, tanpa ada

penyebab trombositopenia yang lain (Chong,2007;Cooney 2006;Arrepally,2006).

Definisi lain HIT adalah suatu keadaan penyakit yang berhubungan

dengan imunitas akibat pengunaan unfractionated heparin (UFH) yang ditandai

dengan penurunan jumlah trombosit selama atau segera setelah penggunaan obat

antikagulan (Hursting,2005).

Tidak seperti trombositopenia yang diinduksi oleh obat lainnya, HIT

biasanya tidak menyebabkan perdarahan melainkan justru trombosis. Trombosis

akibat HIT bisa menyebabkan gangren berat pada tungkai yang bisa

mengakibatkan amputasi dan bahkan bisa menyebabkan kematian (Hursting,2005)

8

Page 9: 72226725-Hit

2.3. Epidemiologi

Frekuensi HIT pada pasien yang mendapat heparin sangat bervariasi.

Beberapa kepustakaan yang dikutip oleh Ziporen dan kawan-kawan melaporkan

bahwa HIT terjadi pada 1%-3% pasien yang mendapat terapi UFH, dan 10%-20%

diantaranya mengalami trombosis berat yang mengancam jiwa atau menyebabkan

gangren tungkai berat sehingga memerlukan amputasi jika pemaparan heparin

berlanjut (Fabris,2000;Riley 2009)

Frekuensi terjadinya HIT juga bervariasi tergantung jenis heparin yang

dipakai, keadaan pasien dan riwayat pemakaian heparin sebelumnya. Kejadian

HIT pada pasien yang memperoleh bovine heparin lebih tinggi daripada pasien

yang memperoleh porcine heparin. Pemakaian LMWH lebih jarang menyebabkan

HIT dibandingkan UFH. Pada pasien pasca HIT disebabkan UFH kasus bedah

frekuensinya 1%-5%, pasien bedah jantung sampai 50%, sedangkan pada pasien

non bedah frekuensinya sekitar 3,5% (Chong,2007).

Perempuan cenderung lebih mudah mengalami HIT dibandingkan laki-laki

dan pasien setelah operasi memiliki insidensi HIT lebih tinggi dibandingkan

pasien yang dirawat di ICU. Dosis heparin juga memegang peranan penting.

Dosis profilaksis heparin meningkatkan risiko terbentuknya antibodi (Sakr,2011).

2.4. Etiologi dan Patogenesis

Heparin induced thrombocytopenia (HIT) secara klinis terdiri atas dua tipe

yaitu HIT tipe 1 dan HIT tipe 2.

9

Page 10: 72226725-Hit

2.4.1. HIT tipe 1

Pada HIT tipe 1 disebut juga pseudo HIT, mekanisme terjadinya berbeda

dengan HIT tipe 2. HIT tipe 1 dihubungkan dengan efek heparin yang

menyebabkan proaggregating trombosit. Heparin mengikat trombosit dan

menyebabkan aktivasi ringan dengan terbentuknya formasi agregasi trombosit

yang ringan (Chong,2007; Ehsan,2002).

Kejadian HIT tipe 1 mencapai 10% pasien, biasanya terjadi pada

pemberian heparin hari-hari pertama. Jumlah trombosit biasanya menurun

dibawah 100.000/µL, dan kemudian akan kembali normal beberapa hari walaupun

pemberian heparin tetap dilanjutkan (Chong 2003;Chong 2007, Greinacher 2002).

Heparin menginduksi agregasi trombosit yang dimediasi oleh fibrinogen

dan reseptor trombosit integrin αIIbβ3 (komplek glikoprotein IIb-IIIa). Ikatan

heparin terhadap trombosit dapat dihambat oleh protein pengikat heparin seperti

antitrombin dan fibronektin (Digiovanni 2008).

Ada kemungkinan bahwa ketika heparin diberikan kepada pasien yang

memiliki trombosit hiperaktif, dapat menyebabkan agregasi trombosit ringan

secara in vivo. Agregat trombosit kemudian dihancurkan oleh sistem

retikuloendotelial. Hal ini mungkin dapat menjelaskan menurunnya jumlah

trombosit yang terjadi pada 4 hari pertama pemberian heparin

(Raschke,2004;Poole,2010).

Pada pasien dengan trombosit yang hiperaktif atau pasien yang terinfeksi

bakteri dengan pembentukan komplek imun, heparin dapat menyebabkan agregasi

trombosit yang lebih hebat dan trombositopenia berat (Chong 2007).

10

Page 11: 72226725-Hit

2.4.2. HIT tipe 2

Berbeda dengan HIT tipe 1 atau disebut juga dengan pseudo HIT,

terjadinya HIT tipe 2 melalui mekanisme imun yaitu melalui pembentukan

antibodi kompleks platelet faktor 4 (PF4)-heparin. Jika ditulis HIT saja tanpa

disertai tipe, hal ini dimaksudkan HIT tipe 2 (Kelton,2008).

HIT atau HIT tipe 2 dimediasi oleh antibodi yang menginduksi akitivasi

trombosit yang muncul hanya bila ada heparin dalam darah. Hal ini disebut juga

heparind-dependent antibody. Antigen target terhadap antibodi ini pertama kali

diidentifikasi pada tahun 1992 oleh Amiral dan kawan-kawan menjadi kompleks

PF4-heparin. PF4 adalah protein tetrameric kutub positif (berat molekul 35 kDa)

yang spesifik ditemukan dalam granul α trombosit dan megakariosit. PF4 terdiri

dari 70 asam amino termasuk kedalam CXC chemokine family, dimana residu

cysteine dipisahkan oleh satu residu asam amino. PF4 merupakan tetramer dengan

C-terminal yang banyak mengandung lysine menghadap keluar (gambar 2.5),

yang memiliki afinitas yang tinggi terhadap heparin. Analisis terhadap strukur

kritasografis juga menunjukkan residu lain yang membentuk cincin melingkar

bermuatan positif yang membentuk interfase dengan heparin (Chong,2003;Chong

2007).

Konsentrasi PF4 plasma sangat rendah pada kondisi normal, tapi akan

meningkat dengan cepat ketika PF4 disekresikan kedalam plasma selama

trombosit aktif atau pemberian heparin (Chong 2007).

Kekuatan ikatan heparin dengan PF4 bergantung dari panjang rantai

heparin atau berat molekul (optimalnya 14 sampai 16 sakarida, berat molekul

≈ 4500 Da), dan tingkat sulfation. Ketika heparin dan PF4 berikatan, PF4

11

Page 12: 72226725-Hit

mengalami perubahan, mengekspose neoepitopes yang beraksi sebagai imunogen

dan memulai generasi antibodi PF4-heparin. (Hursting, 2005;Winteroll 2003)

Gambar 2.5. Struktur PF4 (Wikipedia,2011)

HIT terjadi disebabkan oleh antibodi, yang tersering adalah IgG, yang

mengikat kompleks PF4-heparin (gambar 2.6, gambar 2.7.). antibodi PF4-heparin

(kadang disebut juga antibodi HIT) yang menghasilkan kompleks imun

multimolecular mengaktivasi trombosit melalui reseptor FcγIIa yang

menyebabkan pelepasan prothrombotic platelet-derived microparticles,

pemakaian trombosit, dan terjadi trombositopenia. Mikropartikel berperan

mempromosikan pembentukan thrombin berlebihan, akhirnya trombosis.

Kompleks antigen-antibodi juga ikut berinteraksi dengan monosit yang berperan

produksi faktor jaringan, dan terjadinya kerusakan endotelial akibat antibodi.

Kedua proses tersebut memiliki kontribusi lebih lanjut terjadinya trombosis

(Husrting 2005;Winteroll,2003).

12

Page 13: 72226725-Hit

Gambar 2.6. Model Patogenesis HIT (Hursting, 2005)

13

Page 14: 72226725-Hit

Gambar 2.7. Mekanisme patofisiologi HIT (Winteroll,2003)

Ikatan heparin/fragmen heparin dengan PF4 tergantung dari komposisi

heparin itu sendiri, panjang rantai (>12 sampai 14 oligosakarida), dan derajat

sulfation heparin. Low molecular weight heparin (LMWH) yang memiliki

panjang rantai yang lebih pendek dibandingkan heparin memiliki afinitas yang

lebih rendah dengan PF4. Sehingga memiliki antigenik yang rendah dan kecil

kemungkinan menyebabkan HIT. (Chong,2007)

Pembentukan kompleks PF4-heparin terjadi optimal jika konsentrasi PF4

dan heparin berada pada rasio ekuimolar. Heparin dan PF4 dibersihkan secara

cepat dari sirkulasi.Oleh karena itu untuk terjadi HIT, pada saat pemberian

heparin harus cukup PF4 yang dilepaskan dari trombosit , sehingga dapat

terbentuk kompleks, dan kompleks ini harus bertahan cukup lama untuk

14

Page 15: 72226725-Hit

merangsang pembentukan antibodi terhadap kompleks tersebut. Tidak adanya

aktivasi trombosit yang persisten dapat menjelaskan mengapa tidak terjadi HIT

pada setiap pemberian heparin (Chong,2007)

Aktivasi trombosit melepaskan PF4 dari α granul trombosit, dan kompleks

PF4-heparin terbentuk lebih banyak dan menjadi pembatas terhadap permukaan

trombosit, dengan demikian memungkinkan lebih banyak antibodi heparin-

dependent untuk berikatan (gambar 2.8). Reaksi ikatan ini menghasilkan aktivasi

trombosit yang lebih hebat dan terjadi agregasi trombosit. Pelepasan mikropartikel

trombosit dan proagulan lainnya mengaktifkan jalur koagulasi darah,

pembentukan trombin dan trombus. Proses ini tergantung derajat hiperkoagulabel

dan frekuensi kejadian komplikasi trombotik terhadap HIT. Trombositopenia

mungkin dihubungkan dengan pembersihan trombosit teraktivasi atau kompleks

PF4-heparin-IgG yang melapisi trombosit oleh sistem retikulondotelial. Trombosit

juga terpakai selama pembentukan trombus (Chong,2007)

Gambar 2.8. Interaksi Antibodi PF4-Heparin-Trombosit (Chong,2007)

15

Page 16: 72226725-Hit

2.5. Gambaran Klinis

2.5.1. HIT tipe 1

Pada HIT tipe 1, trombositopenia yang terjadi ringan dan biasanya terjadi

pada 4 hari pertama setelah pemberian heparin. Jumlah trombosit langsung turun

100-150 x 109/L dan jarang dibawah 80 x 109/L. Jumlah trombosit biasanya

kembali normal walaupun pemberian heparin diteruskan. Ketika heparin diberikan

kembali setelah perbaikan dari trombositopenia, jumlah trombosit biasanya tidak

turun. Pada pasien setelah operasi, HIT tipe 1 biasanya tidak dapat dibedakan

berdasarkan jumlah trombosit yang turun dengan hemodilusi. Pasien HIT tipe 1

biasanya asimtomatik dan tidak berhubungan dengan trombosis atau perdarahan

(Warkentin,2008)

2.5.2. HIT tipe 2

Pada HIT tipe 2, terdapat beberapa gambaran klinis yaitu sebagai berikut:

a. Trombositopenia

Pada HIT tipe 2 terjadi trombositopenia dengan derajat sedang sampai

berat dan onsetnya lambat yaitu hari ke 5-10 pemberian heparin. Penurunan

hitung trombosit bertahap dengan jumlah trombosit terendah rata-rata 50.000/µL.

Pada beberapa kasus onset trombositopenia terjadi tiba-tiba sebelum 5 hari setelah

pemberian terapi, pada kasus ini disebut sebagai rapid-onset HIT. Hal ini bisa

terjadi disebabkan pasien telah memiliki antibodi HIT karena pasien ini pernah

diberikan terapi heparin sehingga trombositopenia cepat terjadi (Powell,2007).

Beratnya trombositopenia pada HIT tipe 2 biasanya sedang sampai berat

dengan rerata 60.000/µL, ada kalanya dapat turun sampai di bawah 10.000/µL.

Pada beberapa pasien jumlah trombosit bisa turun lebih 50%, tetapi jumlah

16

Page 17: 72226725-Hit

trombosit terendah masih diatas 150.000/µL, jika jumlah trombosit mulanya juga

tinggi. Gambaran klinis HIT tipe 2 ini tidak seperti quinine/quinidine induced

thrombocytopenia yang hampir selalu berat (jumlah trombosit <10.000/µL) dan

onsetnya tiba-tiba (Chong,2007; Daudren,2006)

Tidak seperti HIT tipe 1 trombositopenia pada HIT tipe 2 terus

berlangsung sampai pemberian heparin dihentikan. Setelah penghentian

pemberian heparin yang biasanya dibutuhkan waktu 5-7 hari untuk jumlah

trombosit kembali menjadi normal bahkan sering diatas normal, tetapi kadang-

kadang membutuhkan waktu lebih lama sampai 30 hari. Keadaan ini terdapat

situasi atau faktor tertentu seperti sepsis berat yang menekan sumsum tulang,

sehingga memperlambat jumlah trombosit kembali normal(Winteroll,2003;Chong

2003).

Heparin yang diberikan pada pasien dengan HIT tipe 2 dalam rentang

waktu beberapa bulan atau tahun setelah pemberian heparin sebelumnya dimana

antibodi heparin-dependen tidak ada lagi dalam tubuh, maka pada pemberian

heparin sering tidak menimbulkan trombositopenia lagi, terutama ketika heparin

diberikan satu kali terapi, sebagai bolus, atau sebagai infus untuk waktu singkat

seperti selama pembedahan misalnya pada pembedahan bypass jantung paru

(Cooney,2006,Cardenas,2005)

b. Komplikasi Trombosis

Selain adanya trombositopenia, gambaran klinis lainnya pada penderita

HIT tipe 2 yang sering ditemukan ialah komplikasi trombosis, dengan insidensi

50% sampai 60% pasien. Bahkan pada pasien dengan trombositopenia yang berat

sekalipun (trombosit < 20.000/µL), perdarahan jarang sekali terjadi. Komplikasi

17

Page 18: 72226725-Hit

trombosis dapat terjadi pada pembuluh darah vena, arteri atau trombosis

mikrosirkulasi. Komplikasinya biasanya berat, luas, dan berulang pada tempat-

tempat yang tidak biasa. Frekuensi dan tipe trombosis bervariasi pada populasi

yang berbeda (Warkentin,2006;Chong 2007)

Trombosis yang dihubungkan dengan HIT umumnya terdapat pada pasien

yang sudah memiliki risiko tinggi menderita trombosis, seperti pasien yang

menjalani pembedahan penggantian tulang pinggul. Pada pasien ini 20%-30%

umumnya menderita trombosis vena post operasi walaupun dengan pemberian

profilak heparin, tetapi derajat trombosis meningkat tajam sampai 76% bila pasien

menderita HIT (Digiovanni 2008;Arrepally,2006).

Trombosis vena dalam/deep vein thrombosis (DVT) tungkai bawah

biasanya terjadi pada pasien HIT. Trombosis vena dalam bilateral dan emboli

paru lebih sering terjadi pada pasien HIT dibandingkan pasien tanpa HIT

(Menayouvsky,2005).

Trombosis arteri pada pasien dengan HIT biasanya melibatkan aorta distal

dan arteri tungkai bawah menyebabkan iskemik tungkai, yang mengakibatkan

gangren tungkai dan memerlukan amputasi kaki. Biasanya trombosis arteri pada

pasien HIT terjadi pada stroke trombosis atau infark miokard akut. Adakalanya

sumbatan brakhial, mesenterik dan arteri renal telah dilaporkan pada pasien HIT,

mengakibatkan gangren tungkai, sumbatan usus besar dan gangguan ginjal

(Grenaicher,2005)

Trombosis mikro sirkulasi atau DIC terjadi pada 5%-10% pasien HIT.

Peningkatan produk degradasi fibrin biasanya terdeteksi, tetapi

18

Page 19: 72226725-Hit

hipofibrinogenemia bisa tidak ada, hal ini dikarenakan pada pasien HIT kadar

fibrinogen plasma sering meningkat sebagai reaksi fase akut (Powell, 2007)

Nekrosis kulit dapat terjadi pada tempat injeksi heparin atau LMWH.

Kejadian ini biasanya dihubungkan dengan adanya antibodi heparin-dependent

tetapi dapat terjadi tanpa adanya trombositopenia. Kulit dapat kadang-kadang

hanya memerah tanpa nekrosis( Kelton,2008,Chong,2003;Chong,2007).

2.6. Diagnosis

Heparin induced thrombocytopenia (HIT) harus dipikirkan ketika pasien

mengalami trombositopenia saat mendapat heparin. Walaupun terdapat

kemungkinan penyebab lain yang mengakibatkan trombositopenia. Dengan

demikian sebelum diagnosis HIT ditegakkan, gambaran klinis ketika

trombositopenia terjadi dan hasil tes serologi harus hati-hati dianalisis. Jumlah

trombosit serial dan jadwal pemberian heparin dan obat-obat yang bersamaan

diberikan akan sangat membantu untuk menegakkan diagnosis.(Chong, 2007).

Kriteria klinis harus sesuai dengan gambaran klinis HIT yaitu :

1) Trombositopenia terjadi selama pemberian heparin

2) Penyebab lain trombositopenia telah disingkirkan

3) Trombositopenia membaik setelah pemberian heparin dihentikan

Kriteria 1 dan 2 dapat diaplikasikan pada HIT tipe 1 dan 2. Jika

trombositopenia membaik meskipun pemberian heparin tetap dilanjutkan maka ini

adalah HIT tipe 1, tetapi jika jumlah trombosit kembali normal hanya setelah

pemberian heparin dihentikan, maka hal ini lebih mendekati HIT tipe 2

(Chong,2007)

19

Page 20: 72226725-Hit

Waktu terjadinya trombositopenia menjadi sangat penting untuk

membedakan HIT tipe 1 dengan tipe 2. Dimana pada HIT tipe 1 trombositopenia

terjadi pada 4 hari pertama mulai diberikan heparin. Sangat berbeda dengan HIT

tipe 2, trombositopenia terjadi diantara hari ke 5 sampai hari ke 10 kecuali

terdapat pemberian heparin 100 hari sebelumnya maka ini disebut HIT onset

cepat. Kriteria klinis untuk memperkirakan kemungkinan diagnosis HIT dapat

dilihat pada tabel 2.3(Warkentin TE, Heddle NM,2003).

Tabel 2.3. PreTest Probabilitas Heparin-Induced Thrombocytopenia (HIT)

menggunakan Empat T (4T)

POIN 2 1 0

Trombositopenia Jumlah trombosit turun > 50% selama pemberian heparin

Jumlah trombosit turun 30-50% atau terendah <150.000/µL

Jumlah trombosit <30% atau terendah <10.000/µL

Timing (waktu) turunnya jumlah trombosit

Onset diantara hari ke 5-10 atau < 1 hari jika pernah mendapat terapi heparin dalam 100 hari terakhir

Onset trombositopenia setelah hari ke 10

Jumlah trombosit turun sebelum hari ke 5 tanpa pernah mendapat terapi heparin dalam 100 hari terakhir

Trombosis atau lesi kulit pada tempat injeksi heparin

Trombosis baru, nekrosis kulit, reaksi sistemik akut setelah bolus heparin

Trombosis yang progresif atau berulang, lesi kulit eritematosus, trombosis yang belum dibuktikan

Tidak ada

OTher cause (sebab lain) trombositopenia

Tidak ada sebab lain

Kemungkinan sebab lain ada

Terdapat sebab lain

(Warkentin TE, Heddle NM,2003)

20

Page 21: 72226725-Hit

Diagnosis HIT menjadi lebih sulit jika terdapat trombositopenia karena

sebab lain, infeksi, DIC dan trombositopenia autoimun. Untuk keadaan tersebut,

diagnosis HIT perlu dibantu dengan pemeriksaan laboratorium untuk

membuktikan adanya antibodi terhadap kompleks PF4-heparin (Warkentin,2003).

2.7. Diagnosis Banding

Psedotrombositopenia harus diekslusikan pertama kali waktu ditemukan

trombositopenia yang tidak diketahui sebabnya (tabel 2.4.), hal menjadi sangat

penting pada pasien yang juga mendapat terapi inhibitor GPIIb/IIIa, yang juga

meningkatkan insidensi pseudotrombositopenia (Greinacher,2002)

Derajat awal septikemia juga dihubungkan dengan jumlah trombosit

sampai 50.000/µL pada pasien dengan sakit yang parah. Pada pasien seperti ini

membedakan klinis dengan HIT menjadi sangat sulit (Greinacher, 2002)

21

Page 22: 72226725-Hit

Tabel 2.4. Diagnosis Banding Heparin induced thrombocytopenia

Diagnosis Gambaran yang berbeda

1. Pseudothrombocytop

enia

2. Nonimunologic

heparin-associated

trombositopenia

3. Emboli paru masif

4. DIC/Sepsis

5. Drug induced

thrombocytopenia

6. Trombositopenia

autoimun

7. Ketoasidosis diabetik

8. GPIIb/IIIa inhibitor

induced thrombocytopenia

9. Post-tranfusion

purpura(PTP)

Sering jumlah trombosit normal pada darah sitras, agregasi

trombosit pada lapisan darah

Setelah pemberian UFH 1-2 hari, jumlah trombosit jarang

turun <100.000/µL atau menurun >30%

Secara klinis paling sulit dibedakan dengan HIT, jika terjadi

5-14 hari pemberian heparin

Sering dengan onset yang tersembunyi, komplikasi

perdarahan, pemakaian faktor pembekuan

Biasanya terjadi 7-10 hari setelah pemberian obat baru,

jumlah trombosit <20.000/µL, komplikasi perdarahan

Tidak dihubungkan dengan medikasi heparin

Trombositopenia akut dengan pada awal sakit

Dimulai dalam 12 jam dari infus GPIIb/IIIa inhibitor,

jumlah trombosit <20.000/µL, komplikasi perdarahan

(diagnosis banding yang penting: pseudotrombositopenia)

Terjadi dalam 7-14 hari setelah transfusi pada pasien

preimmunized (>95% wanita), jumlah trombosit

<20.000/µL, komplikasi perdarahan.

(Greinacher,2002)

2.8. Terapi

Penatalaksanaan pasien dengan HIT tergantung dari tipe klinis HIT dan

keadaan pasien itu sendiri, seperti ketika terdapat trombosis diperlukan terapi

antikoagulan dengan cepat atau ketika pasien diperlukan untuk segera menjalani

operasi bedah jantung (Alving,2003)

22

Page 23: 72226725-Hit

2.8.1. HIT tipe 1 (HIT nonimun)

Pada HIT tipe 1, terjadi trombositopenia sedang dan pasien tidak

mempelihatkan gejala apapun. Tidak ada penatalaksanaan spesifik yang

diperlukan, bagaimanapun membedakan dengan HIT tipe 2 dapat menjadi sulit

pada beberapa kasus, seperti trombositopenia pada pasien HIT tipe 2 yang

sebelumnya telah mendapat heparin dapat terjadi trombositopenia lebih awal.

Keputusan untuk melanjutkan atau menghentikan pemberian heparin harus segera

diambil setelah dilakukan evaluasi pada pasien berdasarkan gambaran klinis dan

hasil laboratorium (Chong,2007)

Pada keadaan dimana sulit membedakan HIT tipe 1 dan 2, lebih aman jika

dilakukan penghentian terapi heparin (Chong,2007)

2.8.2. HIT tipe 2( HIT Imun)

Sekali diagnosis klinis HIT tipe 2 ditetapkan, maka pemberian heparin

sebaiknya dihentikan, dan pemberian antikoagulan alternatif lainnya harus segera

dimulai. Seperti HIT pada keadaan hiperkoagulabel, trombosis yang serius dapat

terjadi atau trombosis bisa sangat cepat terjadi dan dapat menyebabkan kerusakan

menetap seperti ganggren tungkai bawah dan kematian (Arrepally,2006).

Beberapa obat antikoagulan yang telah terbukti aman dan efektif untuk

penderita HIT tipe 2 adalah danaparoid, lepirudin(r-Hirudin) atau argatroban.

Obat ini bekerja cepat dan menginhibisi trombin maupun pembentukannya.

Lepirudin dan argatroban berfungsi menginhibisi trombin, sedangkan danaparoid

menginhibisi faktor Xa. Terapi tersebut sebaiknya dilanjutkan paling sedikit

sampai 5 hari atau bila trombosis teratasi (Alving,2003).

23

Page 24: 72226725-Hit

2.8.2.1. Danaparoid (orgaran)

Danapaorid merupakan campuran glycosminoglycans yang diisolasi dari

mukosa usus halus porcine. Obat ini mengandung terutama heparan sulfate (84%)

dan dermatan sulfate (12%), dan memiliki berat molekul rerata sekitar 6000

Dalton (tabel 2.5). (Chong,2007;Chong,2003).

Danaparoid tidak mengandung fragmen heparin. Fungsi utama obat

antikoagulan ini adalah menginhibisi faktor Xa dan sedikit membuat aktivitas anti

trombin. Danaparoid secara khusus menginhibisi aktivasi trombosit yang

diinduksi oleh antibodi HIT, gambaran unik ini tidak terlihat pada antikoagulan

lainnya (Magnani,2006)

Pada waktu memulai penggunaan obat antikoagulan ini lebih dari 460

pasien dengan HIT yang mengalami trombosis diterapi dengan danaparoid selama

lebih 10 tahun. Dan keberhasilan penggunaan obat ini lebih dari 90%

(Alving,2003).

2.8.2.2. Lepirudin (r-Hirudin)

Hirudin merupakan antikoagulan yang diproduksi oleh kelenjar ludah

lintah medicinal, atau disebut juga hirudo medicinalis. Hirudin merupakan

polipeptida 65 asam amino dengan berat molekul sekitar 7000 Dalton. Hirudin

bersifat anti trombin direk yang menginhibisi fase cairan dan bekuan mengikat

trombin. Hirudin tidak mengikat protein plasma selain trombin. Hirudin

memilikki waktu paruh yang singkat dalam plasma 1 sampai 2 jam dan

dieksresikan dominan oleh ginjal (Chong,2007;Alving,2003).

24

Page 25: 72226725-Hit

Lepirudin merupakan bentuk rekombinan hirudin yang efektif untuk

penatalaksanaan penyakit trombosis, khususnya trombosis pada pasien dengan

HIT (Alving,2003).

Reaksi alergi pernah dilaporkan seperti ruam-ruam kulit, gatal-gatal,

urtikaria, memerah, demam dan menggigil saat pemakaian obat antikoagulan

lepirudin ini, dan yang lebih fatal adalah anafilaksis. Insidensi anafilaksis ini

diperkirakan 0,015% pada pertama kali pemakaian dan 0,16% saat pemakaian

kembali (Chong,2007)

2.8.2.3. Argatroban

Argatroban merupakan molekul kecil arginin inhibitor trombin direk

sintetik dengan berat molekul 526 Dalton. Seperti hirudin argatroban dapat

menghambat fase cair dan trombus mengikat trombin. Namun tidak sama dengan

hirudin, interaksi argatroban dengan trombin bersifat reversibel. Argatroban

dimetabolisme di dalam hati dan dieksresikan paling banyak dalam feses. Didalam

plasma argatroban 54 % terikat dengan protein, dan memiliki waktu paruh yang

pendek 39 sampai 51 menit (Lewis,2006).

Jika argatroban diberikan pada pasien dengan penyakit hati, maka

argatroban akan menurun 4 kali lipat untuk bersihan dan waktu paruh meningkat 2

kali lipat dibandingkan dengan orang sehat (Lewis,2006).

25

Page 26: 72226725-Hit

Tabel 2.5. Antikoagulan Alternatif untuk Heparin pada Pasien HIT

Danaparoid Sodium Argatroban Lepirudin

Komposisi

Berat Molekul(Da)Kerja

Waktu Paruh- Orang Sehat- Penyakit Hepatik- Penyakit Ginjal

Monitoring

Efek pada PTNetralisasiEkresiEfek Imunitas

Dermatan SulfatHeparan SulfatChondroitin Sulfat6000Menghambat faktor Xa dan trombin melalui antitrombin

22 jamNormalMemanjangTidak ada atau pemeriksaan anti faktor XaTidak adaTidak adaGinjalKemungkinan antibodi terhadap PF4

analog arginin sintetik

506Direct thrombin inhibitor

40 menitMemanjangNormalaPTT

memanjangtidak adahatitidak diketahui

Protein rekombinan

6979Direct thrombin inhibitor

1,5jamNormalMemanjangaPTT

MemanjangTidak adaGinjalAntibodi terhadap obat menyebabkan waktu paruh memanjang

(Alving, 2003)

26

Page 27: 72226725-Hit

BAB III

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Setelah diagnosis klinis HIT dibuat, hal ini harus dikonfirmasikan dengan

pemeriksaan laboratorium. Terdapat dua tipe pemeriksaan laboratorium yang telah

tersedia yaitu pemeriksaan fungsional dan pemeriksaan immunoassay. Tes

fungsional dilakukan untuk melihat adanya aktivasi trombosit, kemudian

immunoassay untuk membuktikan adanya antibodi terhadap kompleks heparin-

PF4.( Chong,2007)

3.1. Tes Fungsional

Reaksi antibodi HIT dengan kompleks heparin-PF4 dan trombosit akan

menimbulkan aktivasi trombosit, dengan terjadi perubahan ukuran trombosit

disertai pelepasan isi granul α dan granul padat, pembentukan mikropartikel

trombosit, perubahan membran trombosit dan akhirnya agregasi trombosit.

Beberapa trombosit ini dapat diukur sebagai hasil akhir dari pemeriksaan

fungsional. Perbedaan utama pemeriksaan fungsional ini adalah penggunaan

trombosit sebagai hasil akhir, penggunaan sampel trombosit cuci atau platelet-rich

plasma (PRP) (Warkentin, 2006).

Perbedaan ini dapat memengaruhi sensitifitas dan spesifisitas pemeriksaan.

Secara umum tes fungsional adalah C-serotonin Release Assay (SRA), the

heparin induced platelet-activation assay (HIPA), dan tes aggregasi trombosit/

platelet aggregation test (PAT).(Chong,2007).

27

Page 28: 72226725-Hit

3.1.1. 14C-serotonin Release Assay (SRA) (Warkentin, 2007)

Pemeriksaan fungsinonal ini pertama kali dikembangkan oleh Sheridan

dan kawan-kawan. 14Serotonin Release Assay (SRA) saat ini dianggap sebagai

metode rujukan untuk tes fungsional trombosit. Pemeriksaan ini didasarkan pada

kemampuan antibodi yang heparin-dependent untuk menginduksi pelepasan 14C-

serotonin.

3.1.1.1. Prinsip Pemeriksaan

Serum/plasma pasien diinkubasi bersama dengan trombosit donor yang

telah dicuci dan dilabel dengan 14C-serotonin, kemudian ditambahkan heparin

dalam konsentrasi terapi dan konsentrasi yang lebih tinggi. Jika dalam

serum/plasma terdapat antibodi HIT, maka akan terjadi aktivasi trombosit.

14C-serotonin akan dilepaskan secara bertahap dari trombosit yang teraktivasi.

Pada konsentrasi heparin yang lebih tinggi penglepasan tersebut dihambat.

3.1.1.2. Cara Pemeriksaan

Acid Citrat Dextrose (ACD)-anticoagulated PRP dari dua donor normal

dikombinasikan dan diinkubasi pada suhu 370C selama 30 menit dengan 14C-

serotonin. Setelah isotop dilepaskan dari trombosit, trombosit kemudian dicuci

sekali dalam larutan Tyrode mengandung apyrase bebas kalsium dan magnesiun.

Apyrase mendegradasi penglepasan ADP selama pencucian trombosit dan

mencegah akumulasi, yang dapat merender refraktori trombosit menjadi

subsequent yang distimulasi oleh ADP. Akhirnya trombosit dipusing, kemudian

diresuspensikan dalam buffer tyrode yang mengandung kalsium dan magnesium

pada jumlah trombosit 300 x 109/L.

28

Page 29: 72226725-Hit

Suspensi trombosit yang sudah dicuci (75 µL) ditambahkan ke dalam

sumur mikrotiter berisi serum/plasma pasien (20 µL) dan heparin/buffer (5 µL).

Rentang konsentrasi heparin yang dipakai adalah: 0 U/mL (hanya buffer), 0,1,

U/mL, 0,3 U/mL dan 100 U/mL). Sedangkan untuk kontrol termasuk serum

normal (kontrol negatif) dan serum HIT yang lemah (kontrol positif). Wadah

mikrotiter yang mengandung campuran reaksi ditempatkan dalam shaker

trombosit selama 1 jam kemudian reaksi dihentikan dengan penambahan EDTA/

phospate-buffered saline (PBS). Setelah trombosit disentrifus, 50 µL supernatan

dipindahkan ke tabung yang berisi cairan scintillation untuk mengukur pelepasan

14 C-Serotonin selama interaksi trombosit-antibodi HIT. Pelepasan 14C-serotonin

dianggap telah terjadi jika lebih dari 20% pelepasan serotonin terdeteksi.

3.1.1.3. Interpretasi Tes

Hasil positif apabila >20 % 14C-serotonin dilepaskan pada konsentrasi

terapi dan tidak ada penglepasan tanpa heparin atau pada konsentrasi yang lebih

tinggi.

Hasil negatif, apabila penglepasan 14C-serotonin <20% pada konsentrasi

terapi atau tidak terhambat oleh heparin konsentrasi tinggi.

29

Page 30: 72226725-Hit

3.1.2. Tes Heparin-Induced Platelet Activation (HIPA) (Warkentin, 2007)

Tes HIPA ini mirip dengan SRA, tes ini mengukur agregasi trombosit

dalam PRP yang diinduksi oleh serum pasien dan heparin dalam konsentrasi

terapi.

3.1.2.1. Prinsip pemeriksaan

Serum/plasma pasien diinkubasi bersama dengan PRP dan ditambahkan

heparin pada kadar terapi (0,1 – 1,0 U/mL) dan kadar tinggi (10 – 100 U/mL).

Bila dalam serum terdapat antibodi HIT, akan terjadi agregasi trombosit dengan

heparin konsentrasi terapi

3.1.2.2. Cara Pemeriksaan

Sebanyak empat trombosit dari 4 donor yang dicuci dari donor normal

digunakan, dan trombosit dari tiap-tiap donor disiapkan dan dites secara terpisah.

Hirudin sebanyak 1 U/mL ditambahkan kedalam buffer pencuci yang

mengandung apyrase. Trombosit diinkubasi dengan serum/plasma pasien dan

heparin/buffer dalam sumur mikrotiter. Trombosit digerakkan menggunakan dua

tabung stainless steel dan penggerak yang bermagnet selama 45 menit pada 500

rpm dalam temperatur ruangan. Seperti SRA, konsentrasi heparin yang digunakan

mulai dari 0 U/mL, 0,2 U/mL dan 100 U/mL. Salah satunya dimodifikasi dengan

menggunakan LMWH (reviparin) 0,2 U/mL ditambah heparin 0,2 U/mL. Reaksi

pencampuran pada setiap sumur mikrotiter dilihat setiap 5 menit apakah ada

agregasi trombosit yang merupakan hasil akhir dari tes ini.

30

Page 31: 72226725-Hit

3.1.2.3. Interpretasi hasil

Hasil tes dianggap positif jika terjadi aggregasi trombosit sedikitnya 2 dari

4 donor pada kadar heparin LMWH rendah atau (0,2 U/mL) dan tidak terjadi

aggregasi pada heparin dengan konsentrasi tinggi (100 U/mL).

Aggregasi yang terjadi pada heparin konsentrasi rendah dan tinggi

dianggap sebagai hasil tes yang intermediat.

3.1.3. Platelet Aggregation Test (PAT) (Chong, 2007)

Pada pemeriksaan ini PRP sitrat digunakan dari donor normal, PRP

300 µL dicampurkan dengan serum/plasma pasien 150 µL dan heparin/salin

50 µL dalam kuvet dan digoyang dengan batang kecil yang bermagnet pada suhu

370C selama 30 menit. Konsentasi heparin yang digunakan pada pemeriksaan ini

0 U/mL (saline), 0,5 U/mL, atau 1,0 U/mL, dan 100 U/mL. Kontrol negatif

(serum normal ditambahkan dalam serum yang diperiksa) dan kontrol positif

(serum HIT yang dilemahkan ditambahkan dalam serum yang diperiksa) juga

termasuk dalam pemeriksaan.

Aggregasi trombosit merupakan hasil akhir dari tes ini, tapi tidak seperti

tes HIPA, tes ini menggunakan alat aggregometer trombosit untuk mengukur

secara kuantitas, jika aggregasi trombosit lebih dari 20% maka akan dianggap

hasil positif. Hasil yang positif jika terjadi aggregasi trombosit pada sampel

dengan konsentrasi heparin yang rendah (0,5 – 1,0 U/mL) tapi terjadi sebagian

atau sepenuhnya tidak terjadi aggregasi pada konsentrasi heparin tinggi (100

U/mL).

31

Page 32: 72226725-Hit

3.2. Immunoassay

Pemeriksaan immunoassay terhadap antibodi HIT berdasarkan deteksi

antibodi yang berikatan dengan kompleks antigen. Terdapat 4 macam

pemeriksaan immunoassay yaitu solid-phase enzyme immunoassay (EIA), PF4-

polyvinylsulfonate immunoassay, fluid-phase EIA dan pemeriksaan particle gel.

3.2.1. Solid-phase Enzyme Immunoassay (Warkentin,2007)

Sumur mikrotiter yang dilapisi PF4 dan heparin, di blok dengan larutan

penahan (seperti bufer yang mengandung 20% serum janin sapi). Tes atau serum

kontrol (1 dalam 50 larutan) ditambahkan dalam duplikat dan di inkubasi selama 1

jam pada suhu ruangan. Konjugat alkali pospatase ditambahkan dengan

immunoglobulin domba antihuman, diikuti dengan penambahan dari substrat, p-

nitrophenyl phospatase dalam 1 M bufer diethanolamine. Sumur mirkrotiter

dicuci dengan bufer PBS-Tween 20 diantara setiap langkah prosedur. Setelah

diinkubasi di ruangan gelap, reaksi dihentikkan dengan 1 N sodium hydroxide.

Absorban dibaca pada panjang gelombang 405 nm. Kadar cut off di set pada tiga

standar deviasi diatas rerata.

Gambar 3.1. Skema Pemeriksaan dengan EIA (Warkentin T,2007)

32

Page 33: 72226725-Hit

3.2.2. PF4-Polyvinilsulfonate Antigen Assay (Warkentin,2007)

Polyvinylsulfonate (PVS) merupakan bahan yang memiliki ion negatif,

yang dapat menginduksi epitop antigenik ketika berikatan dengan PF4. Kompleks

PVS-PF4 dapat digunakan untuk melapisi sumur mikrotiter pada EIA fase padat

yang mengandung heparin-PF4. Saat ini kit komersil pemeriksaan PVS-PF4 telah

banyak tersedia untuk mendeteksi antibodi HIT. Pemeriksaan ini memiliki

keuntungan bahwa kompleks PVS-PF4 stabil untuk disimpan untuk waktu yang

lama.

3.2.3. Fluid-Phase EIA (Warkentin,2007)

PF4 (5% biotinylated) dicampurkan dengan heparin dengan konsentrasi

optimal, kemudian campuran antigen diinkubasi selama 1 jam dengan

serum/plasma (1/50 atau 1/10). Sesudah itu campuran antigen-antibodi

diduplikasi pada tabung microfuge mengandung protein G Sepharose, yang telah

ditahan dengan 1% bovine serum albumin (BSA). Sepharose beads mengandung

kompleks biotin-PF4-heparin-antibody yang dipisahkan dari antigen dengan cara

disentrifus dan dicuci. Sejumlah antigen-antibodi di imobilisasi ke wadah beads

yang dideterminasi dengan cara penambahan konjugat streptavidin dengan horse

radish peroxidase dan substrat TMB peroxidase. Setelah penambahan 0,6 M H-

2SO4 untuk menghentikan perubahan warna. Supernatan dipindahkan ke sumur

mikrotiter dan absorbansi dengan panjang gelombang 450 nm diukur dengan

menggunakan microtiter plate reader.

33

Page 34: 72226725-Hit

Gambar 3.2. Skema Pemeriksaan Fluid-Phase EIA (Warkentin,2007)

3.2.4. Particle Gel Immunoassay

3.2.4.1 Prinsip Pemeriksaan (Eichler, 2002)

Reagensia terdiri kompleks PF4-heparin dilekatkan pada suatu partikel

yang berwarna. Kemudian ditambahkan serum/plasma pasien, jika dalam

serum/plasma pasien terdapat antibodi terhadap kompleks PF4-heparin, maka

akan terjadi agregasi partikel tersebut. Jika dimasukkan pada suatu kolom gel,

agregat tersebut tidak dapat melewati, sehingga tetap dipermukaan gel. Bila tidak

ada agregasi partikel tersebut dapat melalui gel dan akan mengendap di dasar

tabung.

3.2.4.2. Cara Pemeriksaan (Eichler 2002)

Sebanyak 10 µL serum pasien dan 20 µL PF4-Heparin yang melapisi

polystyrene microbeads ditambahkan kedalam bagian atas mikro kolom gel pada

kartu pemeriksaan. Setelah diinkubasi selama 5 menit, kartu disentrifus. Jika

34

Page 35: 72226725-Hit

terdapat antibodi HIT yang kuat, microbead akan beraglutinasi dan tetap berada

pada lapisan atas dari mikro kolom gel. Jika tidak terdapat antibodi, microbead

tetap jernih dan sedimen berada di bagian bawah.

Hasil dibaca secara visual, dan cara pemeriksaan relatif mudah dapat

dilakukan dengan cepat.

Gambar 3.3.Skema Pemerisaan dengan Particle Gel Immunoassay (Warkentin,2007)

35

Page 36: 72226725-Hit

BAB IV

RINGKASAN

Heparin merupakan ikatan berbagai bentuk sulfalted glycosaminoglycans

dengan panjang rantai yang berbeda. Unfraction Heparin dan dan low molecular

weight heparin adalah antikoagulan yang efektif dan telah dipergunakan secara

luas untuk pencegahan dan pengobatan penyakit tromboembolik vena dan arteri.

Namun ternyata pemakaian heparin dapat menyebabkan efek samping

yang serius dan mengancam jiwa yaitu heparin induced thrombocytopenia (HIT).

Penyakit ini adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan jumlah

trombosit setelah pemberian heparin, tanpa ada penyebab yang lain. HIT biasanya

tidak menimbulkan perdarahan melainkan justru trombosis.

Heparin induced thrombocytopenia secara klinis terbagi atas dua tipe yaitu

HIT tipe 1 atau sering disebut juga dengan pseudo HIT yang dihubungkan dengan

efek heparin yang menimbulkan proaggregating trombosit. Jumlah trombosit

biasanya menurun dibawah 100.000/µL dan terjadi pada 4 hari pertama pemberian

heparin, kemudian akan kembali normal beberapa hari walaupun pemberian

heparin tetap dilanjutkan.

Berbeda dengan HIT tipe 1, terjadinya HIT tipe 2 atau sering juga disebut

dengan HIT saja melalui mekanisme imun yaitu pembentukan antibodi kompleks

platelet faktor 4 (PF4)- heparin, trombositopenia terjadi dengan derajat sedang

sampai berat dan onsetnya lambat yaitu hari ke 5-10 pemberian heparin. Jumlah

trombosit akan kembali normal jika pemberian heparin dihentikan, dan biasanya

36

Page 37: 72226725-Hit

membutuhkan waktu 5-7 hari setelah penghentian pemberian heparin, namun

kadang-kadang membutuhkan waktu yang lebih lama sampai 30 hari.

Setelah diagnosis HIT dibuat, hal ini harus dikonfirmasikan dengan

pemeriksaan laboratorium. Secara prinsip terdapat dua tipe pemeriksaan yang

tersedia yaitu pemeriksaan fungsional yang terdiri dari 14C Serotonin Release

Assay (SRA), Heparin induced platelet activation assay (HIPA) dan tes aggregasi

trombosit/ platelet aggregation test (PAT).

Pemeriksaan yang kedua adalah pemeriksaan dengan immunoassay yang

prinsipnya ialah pemeriksaan terhadap antibodi HIT berdasarkan deteksi antibodi

yang berikatan dengan kompleks antigen. Terdapat 4 macam pemeriksaan

immunoassay yaitu solid phase enzym immunoassay (EIA), PF4-

polyvinylsulfanate immunoassay, fluid phase EIA dan pemeriksaan particle gel.

37