7.2. tumor respon to radiation.docx

16
PERTUMBUHAN TUMOR DAN RESPONNYA TERHADAP RADIASI 7.2. Respon Tumor Terhadap Radiasi Pendahuluan Efek radiasi pada tumor secara klinis pada kondisi eksperimental yang baik dapat diukur dengan bebrapa titik point, termasuk kontrol tumor lokal, mencegah pertumbuhan kembali tumor dan regresi tumor. Pengontrolan tumor, tujuan dari terapi radioterapi. Peningkatan pada pengontrolan tumor setelah radioterapi telah di buktikan, pada banyak percobaan klinik, pada pembuktian kemampuan bertahan hidup yang lebih lama pada pasien kanker. Olehnya itu, kontrol terhadap tumor secara konsep ujungnya lebih baik secara klinis dan investigasi eksperimen pada peningkatan radioterapi. Tumor lokal terkontrol ketika semua sel yang di klon (mis. Sel yang mungkin berproloferasi dan menyebabkan rekurensi setelah radioterapi) telah di non aktifkan. Kemungkinan keberhasilan pengontrolan tumor lokal tergantung pada dosis radiasi dan hubungan secara langsung dengan angka kemampuan bertahan hidup sel tumor clonogenic. Regresi tumor adalah titik akhir yang tidak spesifik untuk menguji respon radiasi. Menguji penundaan pertumbuhan kembali tumor di perluas menggunakan eksperimen radiobiology. Penundaan pertumbuhan tumor meningkat dengan dosis radiasi, tetapi karena keterbatasan metodologinya, hal ini sulit

Upload: rachmatsaleh

Post on 15-Apr-2016

222 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: 7.2. Tumor Respon to Radiation.docx

PERTUMBUHAN TUMOR DAN RESPONNYA TERHADAP RADIASI

7.2. Respon Tumor Terhadap Radiasi

Pendahuluan

Efek radiasi pada tumor secara klinis pada kondisi eksperimental yang

baik dapat diukur dengan bebrapa titik point, termasuk kontrol tumor lokal,

mencegah pertumbuhan kembali tumor dan regresi tumor. Pengontrolan tumor,

tujuan dari terapi radioterapi. Peningkatan pada pengontrolan tumor setelah

radioterapi telah di buktikan, pada banyak percobaan klinik, pada pembuktian

kemampuan bertahan hidup yang lebih lama pada pasien kanker. Olehnya itu,

kontrol terhadap tumor secara konsep ujungnya lebih baik secara klinis dan

investigasi eksperimen pada peningkatan radioterapi. Tumor lokal terkontrol

ketika semua sel yang di klon (mis. Sel yang mungkin berproloferasi dan

menyebabkan rekurensi setelah radioterapi) telah di non aktifkan. Kemungkinan

keberhasilan pengontrolan tumor lokal tergantung pada dosis radiasi dan

hubungan secara langsung dengan angka kemampuan bertahan hidup sel tumor

clonogenic. Regresi tumor adalah titik akhir yang tidak spesifik untuk menguji

respon radiasi. Menguji penundaan pertumbuhan kembali tumor di perluas

menggunakan eksperimen radiobiology. Penundaan pertumbuhan tumor

meningkat dengan dosis radiasi, tetapi karena keterbatasan metodologinya, hal ini

sulit atau bahakan tidak mungkin secara akurat memperkirakan kematian sel.

Kemampuan Bertahan Hidup Sel Clonogenic Setalah Penyinaran

Radioterapi meningkat secara efektif pada pembunuhan sel tumir

clonogenic. Hubungan kuantitatif antara dosis radiasai, inaktivasi sel clonogenic

dan kontrol tumor lokal sebaiknya di tegakan secara klinis pada kondisi

eksperimental yang baik. Pada radioterapi fractionated yang telah dibuktikan,

bahwa logaritma dari kemampuan bertahan hidup sel tumor clonogenicI menurun

sejajar dengan total dosis radiasi. Jika dosis radiasi cukup ditingkatkan untuk

mensterilkan semua sel yang mungkin menyebabkan rekurensi, selanjutnya

kontrol tumor dapat dicapai. Hubungan ini di ilustrasikan pada gambar 7.3, yang

menunjukkan suatu teori kurva kemampuan bertahan hidup clonogenic untuk

Page 2: 7.2. Tumor Respon to Radiation.docx

penyinaran fractionated dari suatu tumor model. Tumor ini memiliki diameter

sekitar 3cm, terdiri dari 1010 sel tumor dengan suatu bagian clonogenic dari 10%

(mis. Tumor yang terdiri dari 109 sel tumor clonogenic). Misalkan suatu kepekaan

radiasi intermediet, fraksi lain dari 2 Gy di non-aktifkan 50% dari sel clonogenic.

Dengan kata lain, setelah suatu dosis 2 Gy 50% dari kemampuan bertahan hidup

sel clonogenic, setelah 4 Gy 25%, setelah 6 Gy 12,5%, dan seterusnya. Hasil ini

dalam suatu penurunan linear dari fraksi logaritma kemampuan bertahan hidup

sel clonogenic pada peningkatan dosis dan digambarkan oleh garis tidak putus-

putus pada diagram gambar 7.3. Untuk contoh ini, dosis yang lebih tinggi dari 60

Gy angka kemampuan bertahan hidup sel dari tumor berkurang menjadi satu dan

kontrol tumor lokal dapat ditingkatkan. Dengan jelas, hal ini adalah suatu

penyederahanaan karena kelalain, sebagai contoh, kemaungkinan perubahan

kepekaan penyinaran (mungkin berkat perubahan oksigenasi tumor) dan dari

repopulasi selama radioterapi fractionated. Akan tetapi, pada pembuktian ini

parameter respon seperti respon parsial atau seluruhnya, dimana sering digunakan

sebagai deskripsi klinis, bukan akhir yang pasti untuk mengevaluasi radioterapi

kuratif. Hal ini jelas dari respon parsial dari suatu kegagalan seluruhnya dari

pengobatan karena sebagian besar sel clonogenic ternyata masih hidup. Bahkan

jika kita dapat mendeteksi tumor dengan gambaran radiologi (pada respon

komplit) suatu angka yang besar dari sel tumor clonogenic mampu bertahan hidup

pada pengobatan dan bisa rekurensi. Olehnya itu, pada kedua penelitain ini pada

pasien dan hewan percobaan, hanya mengamati pengobatan untuk waktu yang

lama untuk mendeteksi tumor yang kembali berkembang dapatkah dengan tepat

menentukan apakah pemberian pengobatan efektif mensterilkan semua sel tumor

clonogenic.

Kontol Tumor Lokal

Jika bukan suatu tumor tunggal tetapi suatu grup tumor (atau pasien)

dipertimbangkan, kemungkinan kontrol tumor lokal (TCP) sebagai suatu fungsi

dari dosis radiasi dapat di jelaskan secara statistik dengan suatu distribusi Poisson

dari angka kemampuan bertahan hidup sel tumor clonogenic. Di jelaskan

Page 3: 7.2. Tumor Respon to Radiation.docx

penyebaran random dari induksi radiasi pembunuhan sel dalam suatu populasi sel

clonogenic. Sebagai suatu ilustrasi, satu gambaran kuat dosis radiasi yang

diberikan menyebabkan jumlah yang pasti dari ‘lethal hits’ secara random

didistibusikan dalam suatu populasi sel. Beberapa sel akan menerima satu ‘lethal

his’ dan setelah itu mati. Sel lain yang menerima dua atau lebih ‘lethal hits’ akan

mati juga. Akan tetapi beberapa sel yang tidak di hit, maka oleh karena itu

kemampuan bertahan hidup dan setelahnya menyebabkan kegagalan lokal.

Berdasarkan statistik Poisson, suatu dosis radiasi cukup diakibatkan pada rata-rata

satu ‘letal hit’ pada sel clonogenic lainnya pada suatu tumor (angka dari ‘lethal

hits’ tiap sel, m=1) menghasilkan 37% sel clonogenic yang mampu bertahan

hidup. Fraksi kemampuan bertahan hidup (SF) dapat dijelaskan pada :

SF = exp( - m)

dan angka kemampuan bertahan hidup dari sel tumor (N) adalah :

N = N0 X SF

dimana N0 mewakili angka inisial dari clonogenic. TCP tergantung pada angka

kemampuan hidup sel clonogenic (N) dan dapat di kalkulasi :

TCP = exp ( - N) = exp ( - N0SF)

Hubungan kuantitatif antara dosis radiasi, fraksi kemampuan bertahan

hidup dari sel tumor clonogenic dan bentuk TCP basis biologi dari kontrol tumor

lokal sebagai suatu fungsi diuji dari kemampuan bertahan hidup sel tumor

clonogenic setelah penyinaran. Pada penelitian serupa, kelompok tumor yang

ditransplantasi disinari dengan dosis bervariasi dan selama pengamatan yang

direkam apakah suatu tumor kembali berkembang (rekurensi) atau tidak (local

control). Pada perbandingan ukuran volume tumor, yang mana pelatihan yang

sangat dibuthkan dan yang rentan pada variabilitas interobserver, pemberian nilai

dari rekurensi lokal atau lokal kontrol lebih mudah dan membuat pengujian

kontrol tumor lebih bisa di tegakkan. Nilai dari kontrol tumor lokal pada level

dosis lainnya (angka darii tumor terkontrol dibagi dengan angka total tumor) yang

diperoleh dan selanjutnya dianalisis berdasarkan kalkulasi karakteristik poin-poin

pada kursa dosis respon. Pada sebagian besar, TCD50 (mis. Kebutuhan dosis

Page 4: 7.2. Tumor Respon to Radiation.docx

radiasi untuk mengontrol 50 % dari tumor) yang dilaporkan (pembuktian kontrol

tumor lokal olehnya itu di sebut suatu pembuktian TCD50 ).

Range dosis total dari 30-100 Gy (dosis per fraksi berkisar dari 1.0 – 3.3

Gy) dan 6 dari 8 tumor per level dosis disembuhkan. Angka kontrol tumor lokal

ditetapkan 120 hari setelah akhir pengobatan. Periode pengamatan ini cukup

untuk model tumor ini untuk mendeteksi secara virtual semua pertumbuhan

kembali tumor. Observasi yang cermat pada penelitian sbelumnya, dimana hewan

diamati hingga mati (angka harapan hidup kira-kira 2 tahun), diungkapkan bahwa

65% dari semua rekurensi FaDu tumor terjadi kurang dari 60 hari dan 99% kurang

dari 90 hari setelah akhir penyinaran. Kurva respon radiasi untuk eksebisi kontrol

tumor lokal suatu bentuk sigmoid dengan suatu nilai permulaan. Dibawah dosis

total dari sekitar 50Gy tidak ada tumor yang dikontrol, kemungkinan karena

tingginya angka sel clonogenic yang dapat bertahan selama pengobatan. Di atas

dosis awal, lokal TCP ditingkatkan secara bertahap dengan meningkatkan dosis.

Data dapat dicoba menggunakan suatu model statistik Poisson-based dan TCD50

dikalkulasi berdasarkan :

TCD50 = D0 X (InN0 – In (IN2) )

dimana D0 menggambarkan sensitifitas radioterapi secara intrinsik dari sel

clonogenic dan N0 adalah angka dari clonogenic sebelum penyinaran. Nilai TCD50

bisa digunakan untuk membandingkan hasil yang diperoleh dari model tumor

yang berbeda.

Pengujian TCD50 telah digunakan secara luas untuk penelitian dan

modifikasi pengukuran dalam sensitifitas radiasi atau angka dari sel tumor

clonogenic dan evaluasi data serta laporan hasil yang ditegakan dan

distandarisasi. Efek dari modifikasiing pengobatan pada TCP lokal dapat diukur

dengan kalkulasi dose-modify factor (DMF) :

DMF = TCD50¿¿

DMF mewakili penurunan relatif dalam dosis penyinaran dengan

pemberian modifikasi pengobatan untuk mencapai level yang diinginkan dari TCP

(isoeffect) dibandingkan dengan penyinaran tanpa modifikasi. Dengan kata lain,

nilai DMF lebih besar dari 1 indikasi dari modifikasi, sebagai contoh dari obat

Page 5: 7.2. Tumor Respon to Radiation.docx

baru yang di cobakan, dilaporkan lebih besar sensitifitasnya pada pengobatan

secara radiasi.

Dibandingkan dengan pengujian in vivo lainnya yang telah di diskusikan

sebelumnya, bagaimanapun, pengujian TCD50 memakan waktu dan ekspansif.

Pada desain, perlakuan dan evaluasi eksperimen menggunakan titk akhir tumor

kontrol lokal ini benar-benar harus menggunakan teknik pengetahuan dan

pengalaman. Bersamaan dengan kematian hewan coba menghabat pengamatan

yang memadai, dimana dibutuhkan cukup lama untuk mendeteksi secara virtual

semua rekurensi (mis. Kebanyakan 4-6 bulan, tergantung pada batas tumornya).

Variasi kecil dalam angka kemampuan hidup sel clonogenic setelah penyinaran

bisa menjadi penyebab perbedaan yang dramatis pada TCP lokal. Olehnya itu

pengujian TCD50, secara particular dalam model xenograf, sangatlah sensitive

pada reaksi imun host. Apakah suatu model tumor memicu suatu respon imun

melalui host, haruslah di tes terlebih dahulu sebelum percobaan tumor lokal

dilakukan. Meskipun memiliki kekurangan, uji kontrol tumor lokal tetap sangatlah

relevan sebagai metode eksperimen untuk memutuskan kemampuan bertahan

hidup sel tumor clonogenic setelah penyinaran dalam lingkup pengobatan. Hal

yang sangat penting, uji TCD50 sebaiknya distandarisasi dan ujung penelitian sama

di akhir klinis yang digunakan dalam radioterapi kuratif.

Uji Eksisi

Metode eksperimen alternatif untuk menentukan kemampuan bertahan

hidup sel clonogenic setelah penyinaran meliputi ujiin vivo/in vitro, uji ujung

dilution dan uji koloni paru. Uji ini di perkenalkan pada bab sebelumnya, semua

yang membutuhkan operasi eksisi dari tumor setelah penyinaran in situ dan

persiapan dari suspense sel tunggal dari tumor yang dieksisi menggunakan enzim

tryptic untuk memisahkan jaringan. Pada uji in vivo/in vitro, angka berbeda dari

sel-sel yang disebarkan dalam botol kultur. Setelah masa inkubasi, biasanya 7-12

hari jumlah koloni di hitung. Koloni yang terdiri kurang dari 50 sel dan

dipertimbangkan diperoleh dari sel tumor tunggal colonogenic yang mampu

bertahan hidup. Pada uji bentuk koloni in vitro klasik, bagian yang mampu

bertahan di kalkulasi dari rasio koloni yang dihitung pada jumlah sel yang disebar.

Page 6: 7.2. Tumor Respon to Radiation.docx

Pada uji koloni paru, jumlah yang berbeda dari sel-sel dipenoleh dari tumor yang

disinari secara in situ yang di injeksi secara intravena (biasanya melalu suatu

ujung vena) dalam kelompok tikus percobaan. Biasanya berkisar 10 hari

kemudian, angka dari koloni sel tumor, pada paru-paru dihitung dan bagian yang

bertahan dikalkulasi dengan membandingkan koloni sel tumor yang berkembang

dari sel yang diperoleh melalui tumor yang tidak diradiasi. Sebagai akhir dari uji

diluation (uji TD50) angka sel-sel yang berbeda dari suatu tomor yang tidak

disinari yang disuntikan dalam hewan coba dan frekuensi tumor yang diberikan

(perkembangan tumor) di beri angka.

Uji eksisi kurang memiliki sumber dan kurang memberi hasil yang cepat

dibandingkan dengan uji kontrol tumor lokal. Pada uji in vivo/in vitro, efek

potensial dari sistem imun host juga di tidak terkontrol. Akan tetapi, keunggulan

dari uji eksisi adalah kemampuan hidup sel clonogen tidak ditentukan pada

keadaan asli pengobatan. Kedepannya, hasil bisa di rekayasa dengan cara metode

disagregasi (pemisahan) untuk sediaan sel tunggal (i.e. Masa penularan, kimiawi,

enzim dan stress mekanik). Pada uji koloni (uji in vivo/in vitro dan uji koloni

paru) informasi latarbelakang secara luas diperlukan sebelum eksperimen

dimulai : apakah sel dari koloni, berapa banyak sel pada dosis radiasi yang

diberikan menjadi menyepuh (plated) atau terinjeksi dan berapa lama masa

inkubasi sebelum perhitungan koloni. Nilai maksimum dari sel yang menjadi

menyepu (plated) dalam sediaan Petri atau yang terinjeksi secara intravena

terbatas, yang membuatnya sulit untuk mendeteksi fraksi survive secara akurat

dibawah 10-4. Sehingga, kecil tetapi resistensi sub populasi dari sel-sel clonogenic

mungkin secara sistematis diabaikan secara partikuler dengan uji koloni.

Kedepannya, efek dari pengobatan lama seperti penyinaran fraksionasi sulit untuk

meramalkan uji eksisi.

Regresi

Untuk menentukan regresi tumor, volume dari penyembuhan dan

kegagalan penyembuhan tumor pada point waktu yang diberikan diperbandingkan

dan rasio pada pengobatan vs kontrol tumor (raio T/C) dilaporkan. Besaran regresi

Page 7: 7.2. Tumor Respon to Radiation.docx

tumor tergantung saat efek radiasi ke seluruh populasi sel dalam tumor, termasuk

sel yang ganas dan sel yang tidak ganas, contohnya sel endothel, fibroblast, dan

sel inflamasi. Tambahannya, faktor lain seperti udem, resorbsi sel mati, dan

proliverasi sel yang mampu survive berkontribusi pada volume tumor setelah

radiasi. Faktor-faktor ini sangat berbeda-beda pada setiap tumor. Sedangkan

kematian sel tumor dosis radiasi dependen, resorbsi, udem, dan proliferasi tidak.

Dari dugaan peningkatan regresi dengan satu dosis radiasi dapat dibantah bahwa

untuk model tumor yang diberikan, besaran gambaran regresi dosis radiasi

menentukan kematian sel tumor. Ukuran volume tumor di bawah kondisi

eksperimen terbatas pada range 1.5X107-1.5X109 sel tumor (asumsi 109 sel/g

tumor). Maka meskipun untuk suatu tumor model, ukuran volume hanya menguji

respon radiasi suatu proporsi yang sangat terbatas dari seluruh sel-sel tumor dan

respon yang sedikit dan kemungkinan resistensi sel tumor tidak dapat dideteksi.

Kesimpulannya, regresi tumor sangat tinggi parameter tidak spesifiknya dan

nilainya sangat terbatas dalam menjelaskan dan mengukur radiasi pada tumor.

Menunda Perkembangan Kembali Tumor

Penundaan perkembangan kembali tumor merupakan uji yang digunakan

secara luas yang menghadirkan secara cepat data penelitian dan dapat

diaplikasikan pada labolatorium atau klinis. Titik poinnya adalah waktu yang

dicapai volume suatu tumor secara tepat. Olehnya itu, penentuan tepat dari

volume tumor (e.g. dengan calipers (jangka waktu) untuk pertumbuhan tumor

secara subkutaneus atau dengan metode pencitraan (imaging)) esensial. Pada

penelitian eksperimen, ada kelompok tumor yang disinari dan satu kelompok

tumor lainnya tidak disinari (control gruoup). Kemudian, volume tumor individu

lainnya dicatat sepanjang waktu dan kurva pertumbuhan diinput. Dari kurva

pertumbuhan ini, parameter berbeda dibaca, seperti saat pengambilannya untuk

suatu pertumbuhan tumor (tumor growth time, TGT) hingga lima kali volume

penyembuhan (TGTv5). Dari nilai TGT untuk tumor pada individu nilai rata-rata

kelompok pengobatan (TGTtreated) dan grup kontrol (TGTcontrol) di kalkulasi. Tumor

growth delay (TGD) kemudian dikalkulasikan dari :

Page 8: 7.2. Tumor Respon to Radiation.docx

TGD = TGTtrated -TGTcontrol

Specific growth delay (SGD) diambil dari taksiran pertumbuhan tumor

model dalam perhitungan dan memenuhi perbandingan antara tumor model yang

berbeda-beda atau pengobatan yang berbeda. SGD dikalkulasi dari :

SGD = (TGTtreted-TGTcontrol)/TGTcontrol

atau

SGD = TGT/VDTcontrol

Pertumbuhan kembali tumor menyertai penyinaran, tergantung saat efek

pengobatan yang telah diberikan pada sel yang telah malignan atau non-malignan.

Induksi radiasi merusak jaringan connective vaskular host yang diliputi tumor

yang bisa mengakibatkan kecepatan pertumbuhan lebih lambat; hal ini disebut

efek bruk tumor. Sebagai suatu konsekuensi, SGD nampaknya meningkat dengan

peningkatan volume tumor. Untuk memperbaiki efek buruk dari tumor, parameter

net growth delay (NGD) telah diperkenalkan. NGD diartikan sebagai masa antara

saat pertumbuhan kembali tumor yang telah dicapai dua kali dari volume

minimalnya (nadir) setelah pengobatan dan masa dimana tumor telah sama

dengan volume sebelum pengobatan. Suatu alternatif mungkin dipilih yang

ukuran poin akhirnya serendah mungkin.

TGD meningkat dengan dosis radiasi, gambaran dari dosis dependensi dari

sel yang mati. Hubungan yang ditemukan antara dosis radiasi, logaritma dari sel

tumor clonegenic yang mampu bertahan hidup dan TGD memberi kesan bahwa

TGD adalah suatu parameter yang meliputi untuk kematian sel clonogenic. Akan

tetapi, ada sebagian keterbatasannya. Pertama, eksperimen transplantasi

kuantitatif menyatakan bahwa kecepatan pertumbuhan tumor menurun dengan

penurunan angka dari sel yang diinokulasi (inicolated). Dari pernyataan ini, pada

level rendah dari sel yang survive, TGD tidak berkorelasi baik dengan angka

kemampuan bertahan hidup dari sel clonogenic. Kedua, TGD tergantung suatu

deal besar dari efek radiasi pada massa sel tumor yang bukan clonogenic. Sebagai

konsekuensi, variasi kecil dalam populasi sel clonogenic (jumlah dan/atau

sensitivitas) mungkin tidak dideteksi dengan uji TGD. Ketiga, Gambaran TGD

tidak hanya kematian sel tetapi juga kecepatan pertumbuhan dari perkembangan

Page 9: 7.2. Tumor Respon to Radiation.docx

kembali tumor. Olehnya itu, uji ini sangatlah sensitive pada variasi kecepatan

proliferasi, termasuk manipulasi farmakologi. Maka, suatu TGD yang lama tidak

selalu berarti kematian sel yang luas. Keterbatasan dari TGD menggabarkan

denga tepat kematian sel clonogenic yang ditekankan melalui pengamatan yang

dilaporkan dari uji TGD yang mungkin tidak berkorelasi dengan hasil yang

diperoleh dari uji kontrol tumor lokal. Surat protes yang penting mesti

dipertimbangkan, misalnya, saat uji TGD digunakan untuk mengevaluasi

pemodifikasian radiasi. Solusi dari masalah ini meliputi melakukan konfirmasi

eksperimen kontrol tumor lokal atau kemungkinan yang diperoleh TGD pada

level dosis radiasi yang berbeda-beda (hubungan dosis-respon) yang sebaiknya

dikalkulasi penghambatan pertumbuhan per gray.

Pengukuran dan hasil besaran dari efek yang disebabkan oleh modifikasi

radiasi pada TGD, DMF atau enhancement ratio (ER) telah digunakan. DMF

dikalkulasi sebagai rasio dari dosis radiasi dengan dan tanpa modifikasi yang

diberikan seperti pada TGD (i.e. rasio dari dosis radiasi isoefektif). Maka,

kalkulasi dari DMF perlu diteliti dari level dosis radiasi multipel dan konstruksi

dari kurva dosi-respon. Seringkali, hanya satu level dosis radiasi yang diteliti.

Pada kondisi seperti ini ER digunakan daripada DMF untuk menjelaskan efek

modifikasi radiasi. ER adalah rasio TGD dengan/tanpa modifikasi pada suatu

level dosis yang diberikan. Kedua ER dan DMF tergantung pada posisi dan

ketinggian kurva dosis-efek. ER bisa tergantung pada dosis radiasi dan DMF bisa

tergantung pada level efek radiasi. Secara umum, interpretasi dari TGD, ER, dan

DMF, dan relevansinya untuk inaktivasi sel tumor clonogenic, sangatlah

kompleks. Meskipun nampaknya sangat sederhana, masalah metodologinya

sendiri dari uji TGD (dijelaskan sebelumnya), kurang disetujui secara umum

karena evaluasi data dan detail prosedur yang sembarangan membatasi nilainya

dalam ukuran keterpercayaanya respon radiasi dari sel clonogenic. Oleh karena itu

direkomendasikan untuk selalu melakukan tes dari uji TGD, dengan melakukan

penelitian kontrol tumor lokal, sebelum memperkenalkan pengobatan baru dalam

radioterapi klinis.