Download - 7.2. Tumor Respon to Radiation.docx
![Page 1: 7.2. Tumor Respon to Radiation.docx](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022020311/56d6c0351a28ab30169969c0/html5/thumbnails/1.jpg)
PERTUMBUHAN TUMOR DAN RESPONNYA TERHADAP RADIASI
7.2. Respon Tumor Terhadap Radiasi
Pendahuluan
Efek radiasi pada tumor secara klinis pada kondisi eksperimental yang
baik dapat diukur dengan bebrapa titik point, termasuk kontrol tumor lokal,
mencegah pertumbuhan kembali tumor dan regresi tumor. Pengontrolan tumor,
tujuan dari terapi radioterapi. Peningkatan pada pengontrolan tumor setelah
radioterapi telah di buktikan, pada banyak percobaan klinik, pada pembuktian
kemampuan bertahan hidup yang lebih lama pada pasien kanker. Olehnya itu,
kontrol terhadap tumor secara konsep ujungnya lebih baik secara klinis dan
investigasi eksperimen pada peningkatan radioterapi. Tumor lokal terkontrol
ketika semua sel yang di klon (mis. Sel yang mungkin berproloferasi dan
menyebabkan rekurensi setelah radioterapi) telah di non aktifkan. Kemungkinan
keberhasilan pengontrolan tumor lokal tergantung pada dosis radiasi dan
hubungan secara langsung dengan angka kemampuan bertahan hidup sel tumor
clonogenic. Regresi tumor adalah titik akhir yang tidak spesifik untuk menguji
respon radiasi. Menguji penundaan pertumbuhan kembali tumor di perluas
menggunakan eksperimen radiobiology. Penundaan pertumbuhan tumor
meningkat dengan dosis radiasi, tetapi karena keterbatasan metodologinya, hal ini
sulit atau bahakan tidak mungkin secara akurat memperkirakan kematian sel.
Kemampuan Bertahan Hidup Sel Clonogenic Setalah Penyinaran
Radioterapi meningkat secara efektif pada pembunuhan sel tumir
clonogenic. Hubungan kuantitatif antara dosis radiasai, inaktivasi sel clonogenic
dan kontrol tumor lokal sebaiknya di tegakan secara klinis pada kondisi
eksperimental yang baik. Pada radioterapi fractionated yang telah dibuktikan,
bahwa logaritma dari kemampuan bertahan hidup sel tumor clonogenicI menurun
sejajar dengan total dosis radiasi. Jika dosis radiasi cukup ditingkatkan untuk
mensterilkan semua sel yang mungkin menyebabkan rekurensi, selanjutnya
kontrol tumor dapat dicapai. Hubungan ini di ilustrasikan pada gambar 7.3, yang
menunjukkan suatu teori kurva kemampuan bertahan hidup clonogenic untuk
![Page 2: 7.2. Tumor Respon to Radiation.docx](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022020311/56d6c0351a28ab30169969c0/html5/thumbnails/2.jpg)
penyinaran fractionated dari suatu tumor model. Tumor ini memiliki diameter
sekitar 3cm, terdiri dari 1010 sel tumor dengan suatu bagian clonogenic dari 10%
(mis. Tumor yang terdiri dari 109 sel tumor clonogenic). Misalkan suatu kepekaan
radiasi intermediet, fraksi lain dari 2 Gy di non-aktifkan 50% dari sel clonogenic.
Dengan kata lain, setelah suatu dosis 2 Gy 50% dari kemampuan bertahan hidup
sel clonogenic, setelah 4 Gy 25%, setelah 6 Gy 12,5%, dan seterusnya. Hasil ini
dalam suatu penurunan linear dari fraksi logaritma kemampuan bertahan hidup
sel clonogenic pada peningkatan dosis dan digambarkan oleh garis tidak putus-
putus pada diagram gambar 7.3. Untuk contoh ini, dosis yang lebih tinggi dari 60
Gy angka kemampuan bertahan hidup sel dari tumor berkurang menjadi satu dan
kontrol tumor lokal dapat ditingkatkan. Dengan jelas, hal ini adalah suatu
penyederahanaan karena kelalain, sebagai contoh, kemaungkinan perubahan
kepekaan penyinaran (mungkin berkat perubahan oksigenasi tumor) dan dari
repopulasi selama radioterapi fractionated. Akan tetapi, pada pembuktian ini
parameter respon seperti respon parsial atau seluruhnya, dimana sering digunakan
sebagai deskripsi klinis, bukan akhir yang pasti untuk mengevaluasi radioterapi
kuratif. Hal ini jelas dari respon parsial dari suatu kegagalan seluruhnya dari
pengobatan karena sebagian besar sel clonogenic ternyata masih hidup. Bahkan
jika kita dapat mendeteksi tumor dengan gambaran radiologi (pada respon
komplit) suatu angka yang besar dari sel tumor clonogenic mampu bertahan hidup
pada pengobatan dan bisa rekurensi. Olehnya itu, pada kedua penelitain ini pada
pasien dan hewan percobaan, hanya mengamati pengobatan untuk waktu yang
lama untuk mendeteksi tumor yang kembali berkembang dapatkah dengan tepat
menentukan apakah pemberian pengobatan efektif mensterilkan semua sel tumor
clonogenic.
Kontol Tumor Lokal
Jika bukan suatu tumor tunggal tetapi suatu grup tumor (atau pasien)
dipertimbangkan, kemungkinan kontrol tumor lokal (TCP) sebagai suatu fungsi
dari dosis radiasi dapat di jelaskan secara statistik dengan suatu distribusi Poisson
dari angka kemampuan bertahan hidup sel tumor clonogenic. Di jelaskan
![Page 3: 7.2. Tumor Respon to Radiation.docx](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022020311/56d6c0351a28ab30169969c0/html5/thumbnails/3.jpg)
penyebaran random dari induksi radiasi pembunuhan sel dalam suatu populasi sel
clonogenic. Sebagai suatu ilustrasi, satu gambaran kuat dosis radiasi yang
diberikan menyebabkan jumlah yang pasti dari ‘lethal hits’ secara random
didistibusikan dalam suatu populasi sel. Beberapa sel akan menerima satu ‘lethal
his’ dan setelah itu mati. Sel lain yang menerima dua atau lebih ‘lethal hits’ akan
mati juga. Akan tetapi beberapa sel yang tidak di hit, maka oleh karena itu
kemampuan bertahan hidup dan setelahnya menyebabkan kegagalan lokal.
Berdasarkan statistik Poisson, suatu dosis radiasi cukup diakibatkan pada rata-rata
satu ‘letal hit’ pada sel clonogenic lainnya pada suatu tumor (angka dari ‘lethal
hits’ tiap sel, m=1) menghasilkan 37% sel clonogenic yang mampu bertahan
hidup. Fraksi kemampuan bertahan hidup (SF) dapat dijelaskan pada :
SF = exp( - m)
dan angka kemampuan bertahan hidup dari sel tumor (N) adalah :
N = N0 X SF
dimana N0 mewakili angka inisial dari clonogenic. TCP tergantung pada angka
kemampuan hidup sel clonogenic (N) dan dapat di kalkulasi :
TCP = exp ( - N) = exp ( - N0SF)
Hubungan kuantitatif antara dosis radiasi, fraksi kemampuan bertahan
hidup dari sel tumor clonogenic dan bentuk TCP basis biologi dari kontrol tumor
lokal sebagai suatu fungsi diuji dari kemampuan bertahan hidup sel tumor
clonogenic setelah penyinaran. Pada penelitian serupa, kelompok tumor yang
ditransplantasi disinari dengan dosis bervariasi dan selama pengamatan yang
direkam apakah suatu tumor kembali berkembang (rekurensi) atau tidak (local
control). Pada perbandingan ukuran volume tumor, yang mana pelatihan yang
sangat dibuthkan dan yang rentan pada variabilitas interobserver, pemberian nilai
dari rekurensi lokal atau lokal kontrol lebih mudah dan membuat pengujian
kontrol tumor lebih bisa di tegakkan. Nilai dari kontrol tumor lokal pada level
dosis lainnya (angka darii tumor terkontrol dibagi dengan angka total tumor) yang
diperoleh dan selanjutnya dianalisis berdasarkan kalkulasi karakteristik poin-poin
pada kursa dosis respon. Pada sebagian besar, TCD50 (mis. Kebutuhan dosis
![Page 4: 7.2. Tumor Respon to Radiation.docx](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022020311/56d6c0351a28ab30169969c0/html5/thumbnails/4.jpg)
radiasi untuk mengontrol 50 % dari tumor) yang dilaporkan (pembuktian kontrol
tumor lokal olehnya itu di sebut suatu pembuktian TCD50 ).
Range dosis total dari 30-100 Gy (dosis per fraksi berkisar dari 1.0 – 3.3
Gy) dan 6 dari 8 tumor per level dosis disembuhkan. Angka kontrol tumor lokal
ditetapkan 120 hari setelah akhir pengobatan. Periode pengamatan ini cukup
untuk model tumor ini untuk mendeteksi secara virtual semua pertumbuhan
kembali tumor. Observasi yang cermat pada penelitian sbelumnya, dimana hewan
diamati hingga mati (angka harapan hidup kira-kira 2 tahun), diungkapkan bahwa
65% dari semua rekurensi FaDu tumor terjadi kurang dari 60 hari dan 99% kurang
dari 90 hari setelah akhir penyinaran. Kurva respon radiasi untuk eksebisi kontrol
tumor lokal suatu bentuk sigmoid dengan suatu nilai permulaan. Dibawah dosis
total dari sekitar 50Gy tidak ada tumor yang dikontrol, kemungkinan karena
tingginya angka sel clonogenic yang dapat bertahan selama pengobatan. Di atas
dosis awal, lokal TCP ditingkatkan secara bertahap dengan meningkatkan dosis.
Data dapat dicoba menggunakan suatu model statistik Poisson-based dan TCD50
dikalkulasi berdasarkan :
TCD50 = D0 X (InN0 – In (IN2) )
dimana D0 menggambarkan sensitifitas radioterapi secara intrinsik dari sel
clonogenic dan N0 adalah angka dari clonogenic sebelum penyinaran. Nilai TCD50
bisa digunakan untuk membandingkan hasil yang diperoleh dari model tumor
yang berbeda.
Pengujian TCD50 telah digunakan secara luas untuk penelitian dan
modifikasi pengukuran dalam sensitifitas radiasi atau angka dari sel tumor
clonogenic dan evaluasi data serta laporan hasil yang ditegakan dan
distandarisasi. Efek dari modifikasiing pengobatan pada TCP lokal dapat diukur
dengan kalkulasi dose-modify factor (DMF) :
DMF = TCD50¿¿
DMF mewakili penurunan relatif dalam dosis penyinaran dengan
pemberian modifikasi pengobatan untuk mencapai level yang diinginkan dari TCP
(isoeffect) dibandingkan dengan penyinaran tanpa modifikasi. Dengan kata lain,
nilai DMF lebih besar dari 1 indikasi dari modifikasi, sebagai contoh dari obat
![Page 5: 7.2. Tumor Respon to Radiation.docx](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022020311/56d6c0351a28ab30169969c0/html5/thumbnails/5.jpg)
baru yang di cobakan, dilaporkan lebih besar sensitifitasnya pada pengobatan
secara radiasi.
Dibandingkan dengan pengujian in vivo lainnya yang telah di diskusikan
sebelumnya, bagaimanapun, pengujian TCD50 memakan waktu dan ekspansif.
Pada desain, perlakuan dan evaluasi eksperimen menggunakan titk akhir tumor
kontrol lokal ini benar-benar harus menggunakan teknik pengetahuan dan
pengalaman. Bersamaan dengan kematian hewan coba menghabat pengamatan
yang memadai, dimana dibutuhkan cukup lama untuk mendeteksi secara virtual
semua rekurensi (mis. Kebanyakan 4-6 bulan, tergantung pada batas tumornya).
Variasi kecil dalam angka kemampuan hidup sel clonogenic setelah penyinaran
bisa menjadi penyebab perbedaan yang dramatis pada TCP lokal. Olehnya itu
pengujian TCD50, secara particular dalam model xenograf, sangatlah sensitive
pada reaksi imun host. Apakah suatu model tumor memicu suatu respon imun
melalui host, haruslah di tes terlebih dahulu sebelum percobaan tumor lokal
dilakukan. Meskipun memiliki kekurangan, uji kontrol tumor lokal tetap sangatlah
relevan sebagai metode eksperimen untuk memutuskan kemampuan bertahan
hidup sel tumor clonogenic setelah penyinaran dalam lingkup pengobatan. Hal
yang sangat penting, uji TCD50 sebaiknya distandarisasi dan ujung penelitian sama
di akhir klinis yang digunakan dalam radioterapi kuratif.
Uji Eksisi
Metode eksperimen alternatif untuk menentukan kemampuan bertahan
hidup sel clonogenic setelah penyinaran meliputi ujiin vivo/in vitro, uji ujung
dilution dan uji koloni paru. Uji ini di perkenalkan pada bab sebelumnya, semua
yang membutuhkan operasi eksisi dari tumor setelah penyinaran in situ dan
persiapan dari suspense sel tunggal dari tumor yang dieksisi menggunakan enzim
tryptic untuk memisahkan jaringan. Pada uji in vivo/in vitro, angka berbeda dari
sel-sel yang disebarkan dalam botol kultur. Setelah masa inkubasi, biasanya 7-12
hari jumlah koloni di hitung. Koloni yang terdiri kurang dari 50 sel dan
dipertimbangkan diperoleh dari sel tumor tunggal colonogenic yang mampu
bertahan hidup. Pada uji bentuk koloni in vitro klasik, bagian yang mampu
bertahan di kalkulasi dari rasio koloni yang dihitung pada jumlah sel yang disebar.
![Page 6: 7.2. Tumor Respon to Radiation.docx](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022020311/56d6c0351a28ab30169969c0/html5/thumbnails/6.jpg)
Pada uji koloni paru, jumlah yang berbeda dari sel-sel dipenoleh dari tumor yang
disinari secara in situ yang di injeksi secara intravena (biasanya melalu suatu
ujung vena) dalam kelompok tikus percobaan. Biasanya berkisar 10 hari
kemudian, angka dari koloni sel tumor, pada paru-paru dihitung dan bagian yang
bertahan dikalkulasi dengan membandingkan koloni sel tumor yang berkembang
dari sel yang diperoleh melalui tumor yang tidak diradiasi. Sebagai akhir dari uji
diluation (uji TD50) angka sel-sel yang berbeda dari suatu tomor yang tidak
disinari yang disuntikan dalam hewan coba dan frekuensi tumor yang diberikan
(perkembangan tumor) di beri angka.
Uji eksisi kurang memiliki sumber dan kurang memberi hasil yang cepat
dibandingkan dengan uji kontrol tumor lokal. Pada uji in vivo/in vitro, efek
potensial dari sistem imun host juga di tidak terkontrol. Akan tetapi, keunggulan
dari uji eksisi adalah kemampuan hidup sel clonogen tidak ditentukan pada
keadaan asli pengobatan. Kedepannya, hasil bisa di rekayasa dengan cara metode
disagregasi (pemisahan) untuk sediaan sel tunggal (i.e. Masa penularan, kimiawi,
enzim dan stress mekanik). Pada uji koloni (uji in vivo/in vitro dan uji koloni
paru) informasi latarbelakang secara luas diperlukan sebelum eksperimen
dimulai : apakah sel dari koloni, berapa banyak sel pada dosis radiasi yang
diberikan menjadi menyepuh (plated) atau terinjeksi dan berapa lama masa
inkubasi sebelum perhitungan koloni. Nilai maksimum dari sel yang menjadi
menyepu (plated) dalam sediaan Petri atau yang terinjeksi secara intravena
terbatas, yang membuatnya sulit untuk mendeteksi fraksi survive secara akurat
dibawah 10-4. Sehingga, kecil tetapi resistensi sub populasi dari sel-sel clonogenic
mungkin secara sistematis diabaikan secara partikuler dengan uji koloni.
Kedepannya, efek dari pengobatan lama seperti penyinaran fraksionasi sulit untuk
meramalkan uji eksisi.
Regresi
Untuk menentukan regresi tumor, volume dari penyembuhan dan
kegagalan penyembuhan tumor pada point waktu yang diberikan diperbandingkan
dan rasio pada pengobatan vs kontrol tumor (raio T/C) dilaporkan. Besaran regresi
![Page 7: 7.2. Tumor Respon to Radiation.docx](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022020311/56d6c0351a28ab30169969c0/html5/thumbnails/7.jpg)
tumor tergantung saat efek radiasi ke seluruh populasi sel dalam tumor, termasuk
sel yang ganas dan sel yang tidak ganas, contohnya sel endothel, fibroblast, dan
sel inflamasi. Tambahannya, faktor lain seperti udem, resorbsi sel mati, dan
proliverasi sel yang mampu survive berkontribusi pada volume tumor setelah
radiasi. Faktor-faktor ini sangat berbeda-beda pada setiap tumor. Sedangkan
kematian sel tumor dosis radiasi dependen, resorbsi, udem, dan proliferasi tidak.
Dari dugaan peningkatan regresi dengan satu dosis radiasi dapat dibantah bahwa
untuk model tumor yang diberikan, besaran gambaran regresi dosis radiasi
menentukan kematian sel tumor. Ukuran volume tumor di bawah kondisi
eksperimen terbatas pada range 1.5X107-1.5X109 sel tumor (asumsi 109 sel/g
tumor). Maka meskipun untuk suatu tumor model, ukuran volume hanya menguji
respon radiasi suatu proporsi yang sangat terbatas dari seluruh sel-sel tumor dan
respon yang sedikit dan kemungkinan resistensi sel tumor tidak dapat dideteksi.
Kesimpulannya, regresi tumor sangat tinggi parameter tidak spesifiknya dan
nilainya sangat terbatas dalam menjelaskan dan mengukur radiasi pada tumor.
Menunda Perkembangan Kembali Tumor
Penundaan perkembangan kembali tumor merupakan uji yang digunakan
secara luas yang menghadirkan secara cepat data penelitian dan dapat
diaplikasikan pada labolatorium atau klinis. Titik poinnya adalah waktu yang
dicapai volume suatu tumor secara tepat. Olehnya itu, penentuan tepat dari
volume tumor (e.g. dengan calipers (jangka waktu) untuk pertumbuhan tumor
secara subkutaneus atau dengan metode pencitraan (imaging)) esensial. Pada
penelitian eksperimen, ada kelompok tumor yang disinari dan satu kelompok
tumor lainnya tidak disinari (control gruoup). Kemudian, volume tumor individu
lainnya dicatat sepanjang waktu dan kurva pertumbuhan diinput. Dari kurva
pertumbuhan ini, parameter berbeda dibaca, seperti saat pengambilannya untuk
suatu pertumbuhan tumor (tumor growth time, TGT) hingga lima kali volume
penyembuhan (TGTv5). Dari nilai TGT untuk tumor pada individu nilai rata-rata
kelompok pengobatan (TGTtreated) dan grup kontrol (TGTcontrol) di kalkulasi. Tumor
growth delay (TGD) kemudian dikalkulasikan dari :
![Page 8: 7.2. Tumor Respon to Radiation.docx](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022020311/56d6c0351a28ab30169969c0/html5/thumbnails/8.jpg)
TGD = TGTtrated -TGTcontrol
Specific growth delay (SGD) diambil dari taksiran pertumbuhan tumor
model dalam perhitungan dan memenuhi perbandingan antara tumor model yang
berbeda-beda atau pengobatan yang berbeda. SGD dikalkulasi dari :
SGD = (TGTtreted-TGTcontrol)/TGTcontrol
atau
SGD = TGT/VDTcontrol
Pertumbuhan kembali tumor menyertai penyinaran, tergantung saat efek
pengobatan yang telah diberikan pada sel yang telah malignan atau non-malignan.
Induksi radiasi merusak jaringan connective vaskular host yang diliputi tumor
yang bisa mengakibatkan kecepatan pertumbuhan lebih lambat; hal ini disebut
efek bruk tumor. Sebagai suatu konsekuensi, SGD nampaknya meningkat dengan
peningkatan volume tumor. Untuk memperbaiki efek buruk dari tumor, parameter
net growth delay (NGD) telah diperkenalkan. NGD diartikan sebagai masa antara
saat pertumbuhan kembali tumor yang telah dicapai dua kali dari volume
minimalnya (nadir) setelah pengobatan dan masa dimana tumor telah sama
dengan volume sebelum pengobatan. Suatu alternatif mungkin dipilih yang
ukuran poin akhirnya serendah mungkin.
TGD meningkat dengan dosis radiasi, gambaran dari dosis dependensi dari
sel yang mati. Hubungan yang ditemukan antara dosis radiasi, logaritma dari sel
tumor clonegenic yang mampu bertahan hidup dan TGD memberi kesan bahwa
TGD adalah suatu parameter yang meliputi untuk kematian sel clonogenic. Akan
tetapi, ada sebagian keterbatasannya. Pertama, eksperimen transplantasi
kuantitatif menyatakan bahwa kecepatan pertumbuhan tumor menurun dengan
penurunan angka dari sel yang diinokulasi (inicolated). Dari pernyataan ini, pada
level rendah dari sel yang survive, TGD tidak berkorelasi baik dengan angka
kemampuan bertahan hidup dari sel clonogenic. Kedua, TGD tergantung suatu
deal besar dari efek radiasi pada massa sel tumor yang bukan clonogenic. Sebagai
konsekuensi, variasi kecil dalam populasi sel clonogenic (jumlah dan/atau
sensitivitas) mungkin tidak dideteksi dengan uji TGD. Ketiga, Gambaran TGD
tidak hanya kematian sel tetapi juga kecepatan pertumbuhan dari perkembangan
![Page 9: 7.2. Tumor Respon to Radiation.docx](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022020311/56d6c0351a28ab30169969c0/html5/thumbnails/9.jpg)
kembali tumor. Olehnya itu, uji ini sangatlah sensitive pada variasi kecepatan
proliferasi, termasuk manipulasi farmakologi. Maka, suatu TGD yang lama tidak
selalu berarti kematian sel yang luas. Keterbatasan dari TGD menggabarkan
denga tepat kematian sel clonogenic yang ditekankan melalui pengamatan yang
dilaporkan dari uji TGD yang mungkin tidak berkorelasi dengan hasil yang
diperoleh dari uji kontrol tumor lokal. Surat protes yang penting mesti
dipertimbangkan, misalnya, saat uji TGD digunakan untuk mengevaluasi
pemodifikasian radiasi. Solusi dari masalah ini meliputi melakukan konfirmasi
eksperimen kontrol tumor lokal atau kemungkinan yang diperoleh TGD pada
level dosis radiasi yang berbeda-beda (hubungan dosis-respon) yang sebaiknya
dikalkulasi penghambatan pertumbuhan per gray.
Pengukuran dan hasil besaran dari efek yang disebabkan oleh modifikasi
radiasi pada TGD, DMF atau enhancement ratio (ER) telah digunakan. DMF
dikalkulasi sebagai rasio dari dosis radiasi dengan dan tanpa modifikasi yang
diberikan seperti pada TGD (i.e. rasio dari dosis radiasi isoefektif). Maka,
kalkulasi dari DMF perlu diteliti dari level dosis radiasi multipel dan konstruksi
dari kurva dosi-respon. Seringkali, hanya satu level dosis radiasi yang diteliti.
Pada kondisi seperti ini ER digunakan daripada DMF untuk menjelaskan efek
modifikasi radiasi. ER adalah rasio TGD dengan/tanpa modifikasi pada suatu
level dosis yang diberikan. Kedua ER dan DMF tergantung pada posisi dan
ketinggian kurva dosis-efek. ER bisa tergantung pada dosis radiasi dan DMF bisa
tergantung pada level efek radiasi. Secara umum, interpretasi dari TGD, ER, dan
DMF, dan relevansinya untuk inaktivasi sel tumor clonogenic, sangatlah
kompleks. Meskipun nampaknya sangat sederhana, masalah metodologinya
sendiri dari uji TGD (dijelaskan sebelumnya), kurang disetujui secara umum
karena evaluasi data dan detail prosedur yang sembarangan membatasi nilainya
dalam ukuran keterpercayaanya respon radiasi dari sel clonogenic. Oleh karena itu
direkomendasikan untuk selalu melakukan tes dari uji TGD, dengan melakukan
penelitian kontrol tumor lokal, sebelum memperkenalkan pengobatan baru dalam
radioterapi klinis.