66693536 ikterik digestive
TRANSCRIPT
KASUS 2 PBL DIGEST
Info 1
Seorang pria berusia 33 tahun datang dengan keluhan mata berwarna kuning.Pasien
juga mengeluh demam dan nyeri di seluruh badan disertai lemas.Keluhan ini sudah
dirasakan sejak 7 hari yang lalu.Sebelumnya pasien mengira dirinya terkena influenza
sampai akhirnya muncul warna kuning pada kulit dan kedua matanya.
Pasien adalah imigran legal dari Amerika Serikat dan 3 bulan yang lalu telah
berhubungan seksual dengan pekerja seks komersial. Pasien memiliki kebiasaan minum
minuman beralkohol 2 gelas sehari terkadang lebih dari itu.Pasien tampak lemas namun
tidak pucat.Pasien mengatakan urin berwarna gelap sedangkan feses berwarna normal.
Klarifikasi Istilah :
1. Ikterik :
a. Keadaan yang di tandai dengan mata yang berwarna kuning dan warna kemih
seperti air teh (Kamus Kedokteran FKUI).
b. Keadaan kuning pada kulit dan lapisan mukosa karena banyak mengandung
bilirubin > 3 mg%. Ikterus dipengaruhi oleh hepatik dan non hepatik.
1. Jenis-jenis Ikterus
Ikterus dapat dikelompokkan sesuai dengan etiologi penyebabnya.
Peningkatan bilirubin dalam darah yang menyebabkan ikterus dapat terjadi karena
adanya gangguan hepatik maupun nonhepatik. Gangguan nonhepatik dibagi menjadi
prehepatik dan posthepatik. Ikterus yang terjadi karena gangguan hepatik atau
intrahepatik disebabkan karena adanya gangguan langsung pada heparnya, contoh
karena parasit, hepatitis, sirrhosis, maupun karsinoma atau adanya sumbatan pada
duktus sebelum duktus keluar dari hepar. Biasanya diikuti dengan sclera ikterik
berwarna jingga, feses dempul, dan urin gelap seperti teh. Ikterus karena gangguan
prehepatik disebabkan karena adanya gangguan pembentukan bilirubin sebelum
masuk ke hepar, yaitu adanya hemolisis berlebihan. Biasnaya diikuti dengan sclera
ikterik kehijauan, feses tidak dempul, dan urin tidak gelap. Ikterus karena gangguan
posthepatik disebakan karena adanya sumbatan pada duktus di luar lobus hepar.
Biasanya diikuti dengan sclera ikterik, feses dempul, dan urin tidak jernih dan sangat
pekat (Jawetz, 1996).
Proses Pembentukan Bilirubin
Destruksi sel darah merah yang sudah tua atau destruksi pematangan eritroid
menyebabkan terjadinya katabolisme hemoglobin, terutama terjadi dalam limpa,
globin mula mula di pisahkan dari heme, setelah itu heme diubah menjadi biliverdin.
Biliverdin adalah pigmen kehijauan yang di bentuk melalui oksidasi bilirubin. Bilirubin
tak terkonjugasi dalam lemak, tidak larut dalam air, dan tidak dapat di ekskresi
dalam empedu atau urine. Bilirubin tak terkonjugasi berikatan dengan albumin dalam
suatu komplek larut air, kemudian diangkut oleh darah menuju sel-sel hati.
Metabolisme bilirubin dalam hati memiliki tiga langkah, yaitu ambilan, konjugasi, dan
ekskresi. Ambilan oleh sel hati memerlukan dua protein hati, yaitu protein Y dan
protein Z. Konjugasi bilirubin dengan asam glukoronat dikatalisis oleh enzim
glukoronil transferase di dalam reticulum endoplasma. Bilirubin terkonjugasi tidak
larut dalam lemak tetapi larut dalam air dan dapat di ekskresikan dalam empedu dan
urin. Langkah terakhir dalam metabolisme bilirubin hati adalah traspor bilirubin
terkonjugasi melalui membran sel ke dalam empedu. Bakteri usus mereduksi
bilirubin terkonjugasi menjadi serangkaian senyawa yang disebut sterkobilin atau
urobilinogen. Sekitar 10% hingga 20% urobilinogen mengalami siklus enteropatik,
sedangkan sejumlah kecil di ekskresi dalam urine (Price dan Wilson, 2002).
Ikterus adalah nama lain untuk apa yang biasanya kita sebut sebagai Ikterus . Ini adalah penyakit yang menyebabkan pewarnaan kekuningan pada kulit dan membran konjungtiva atas sklera (putih mata). Kondisi ini karena tingginya kadar bilirubin dalam darah. Bilirubin dalam bentuk sel darah merah. Sel darah merah tetap dalam tubuh selama 120 hari dan ketika mereka menjadi tua, mereka hancur. Setelah sel-sel darah merah tua bisa hancur, hemoglobin, yang membawa oksigen dalam sel darah merah, akan dirilis dan kimia yang tetap selanjutnya disebut Bilirubin Bilirubin dapat dilihat selama proses penyembuhan memar pada kulit.. Kapur ketika kulit berubah warna kuning adalah ketika bilirubin hadir.
Ini adalah fungsi dari hati untuk menghilangkan bahan kimia beracun dan produk-produk limbah seperti bilirubin dari darah.Kadang-kadang karena peningkatan pesat dalam kerusakan dan perusakan sel-sel darah merah, ada ketegangan pada hati dan dengan demikian tidak dapat menghapus peningkatan kadar bilirubin dari darah. Ketika bilirubin tidak dikeluarkan dari darah itu menyebabkan Ikterus karena ada adalah jumlah kelebihan pigmen kuning Penyakit kuning dapat disebabkan oleh) sel darah merah terlalu banyak mati bagi hati untuk mengatasi dengan.. b) Hati yang selama dimuat atau rusak c) ketikabilirubin tidak dapat melakukan perjalanan dari saluran empedu ke usus.
Pengaruh Alkohol pada Hati
Jadi hati memainkan peran penting, untuk menjaga cek pada hal yang tidak diinginkan beracun dalam darah kita, tapi kadang-kadang hati akan rusak parah akibat penyalahgunaan alkohol. Oleh karena itu alkohol sangat dilarang untuk mereka yang menderita penyakit kuning, sebagai kondisi hati lemah sudah, dan itu harus dihindari selama satu tahun karena selanjutnya dapat merusak sel-sel hati. Hati akan rusak akibat sejumlah penyakit seperti hepatitis alkoholik, cirrhoses dan sebagainya. Etanol yang hadir dalam semua minuman beralkohol merupakan penyebab hepatitis. Dan konsumsi alkohol berkepanjangan menyebabkan hepatitis alkoholik. hepatitis alkoholik dapat menyebabkan peradangan hati berat dengan perkembangan penyakit kuning. Ini lebih lanjut dapat mengakibatkan obtundation (kesadaran menurun) bilirubin dalam tubuh dan
juga kematian 50% dari mereka yang menderita dari itu dalam waktu 30 hari. Konsumsi alkohol berlebihan juga merupakan salah satu penyebab sirosis yang merupakan penyakit hati dan dengan demikian menurunkan fungsi hati menyebabkan sakit kuning.
ALP, AST dan ALT
a. Alkali Phosphatase (ALP)
Enzim yang paling sering diukur untuk mengetahui obstruksi empedu
adalah Alkali Phosphatase (ALP). Enzim ini berfungsi mengeluarkan gugus fosfat
dari protei dan dari molekul lain. Fungsi ini penting, karena derajat posforilasi
senyawa biologic sering menentukan aktivitas inherennya (sebagai enzim) atau
interaksi structural dengan molekul lain (seperti membrane) (Sacher, 2004).
ALP kadar tinggi terdapat dalam sel-sel yang cepat membelah atau aktif
secara metabolis. Sel-sel ini mencakup epitel saluran empedu dan hati, osteoblas
yang sedang meletakan tulang baru, granulosit dalam darah, epitel usus, tubulus
proksimal ginjal, plasenta dan kelenjar mamalia fase laktasi. Kadar ALP
meningkat pada keadaan-keadaan pembentuk tulang aktif, pada kehamilan dna
pada sebagian gangguan usus serta infark ginjal (Sacher, 2004).
Isoenzim ALP hati berasal dari sel-sel epitel saluran empedu. Rute normal
eliminasi ALP hati adalah eksresi empedu ke dalam usus. Oobtruksi saluran
empedu menyebabkan pengaliran balik ALP dan kebocoran ke dalam intersisium
dan akhirnya penyerapan ALP kedalam sirkulasi (Sacher, 2004).
Tabel 1. Hubungan Peningkatan Kadar ALP dengan Penyakit
Kadar ALP Penyakit
Kadar peningkatan yang
sangat tinggi (10 kali
normal atau lebih)
Sirosis biliaris primer, Obstruksi
duktus biliaris ekstrahepatik oleh
tumor, Infiltrasi granulomatosa atau
neoplastik daerah porta, Atresia
congenital duktus biliaris
intrahepatik.
Kadar peningkatan tinggi
atau sedang (3-10 kali
normal)
Obstruksi duktus biliaris
ekstrahepatik oleh batu, Obstruksi
inkomplit duktus intahepatik atau
ekstrahepatik
Kadar peningkatan ringan
(1-3 kali normal)
Penyakit hati alkoholik, Hepatitis
kronis aktif, hepatitis virus
b. Aminotransferase
Dua enzim yang paling sering berkaitan dengan kerusakan hepatoselular
adalah aminotransferase yang mengatalisis pemindahan reversible satu gugus
amino dan sebuah asam alfa-keto. Fungsi ini penting untuk pembentukan asam-
asam amino yang tepat yang dibutuhkan untuk menyusun protein di hati (Sacher,
2004).
Aspartat aminotransferase (AST) memperantarai reaksi antara asam
aspartat dan asam alfa-ketoglutamat, enzim ini dulu disebut glutamat
oksaloasetat transaminase (GOT) dan masih dirujuk sebagai GOT serum (SGOT).
Alanin aminotransferase (ALT) memindahkan satu gugus amino antara alnin dan
asam alfa-ketoglutamat dan dahulu disebut sebagai glutamate–piruvat
transaminase (serum) (SGPT) (Sacher, 2004).
Walaupun AST dan ALT sering dianggap sebagai enzim hati karena
tingginya konsentrasi keduanya didalam hepatosit, namun hanya ALT yang
spesifik, AST terdapat di miokardium, tot rangka, otak, dan ginjal. Secara umum,
ALT lebih cepat dibebaskan dari hepatosit kedalam darah dalam keadaan akut,
sedangkan AST dibebaskan lebih besar pada gangguan kronis disertai kerusakan
progresif. Pada penyakit hati, kadar AST dan ALT serum nya naik dan turun
secara bersama-sama. Apabila hepatosit mengalami cedera, enzim yang secara
normal berada di intra sel ini masuk kedalam aliran darah (Sacher,2004).
Tabel 2. Hubungan Peningkatan AST dan ALT dengan Penyakit
Kadar kenaikan AST dan ALT Penyakit
Kadar sangat tinggi (20 kali
normal atau lebih)
Hepatitis virus, hepatitis toksik
Kadar meningkat sedang
(biasanya 3-10 kali normal)
Hepatitis kronis aktif, Obstruksi
duktus biliaris ekstrahepatik,
sindrom reye, Infark
miokardium, kolestasis
intrahepatis, mononucleosis
infeksiosa.
Kadar meningkat ringan (1-3
kali normal( atau normal
Pankreatitis, perlemakan hati
alkoholik, Sirosis Laennec,
Infiltrasi granulomatosa atau
neoplastik, sirosis biliaris
Destruksi sel darah merah hemoglobin
mikroba
Urobilinogen
Bilirubin terkonjugasi
Asam glukorinik
Protein Y albumin
Bilirubin tak terkonjugasi
biliverdin
hemeglobin
Bilirubin tak terkonjugasi
feses
Ginjal Urin
Patomekanisme Urin Gelap
Urin berwarna gelap dapat diakibatkan karena gangguan intrahepatik dan
posthepatik. Pada gangguan intrahepatik dan posthepatik dapat menyebabkan
adanya sumbatan pada duktus-duktus pengeluaran bilirubin sehingga kemudian
terjadi penurunan pembentukan urobilinogen dan sterkobilinogen yang membuat
urin pekat dan gelap seperti air the tetapi pada feses menyebabkan warnanya pucat
atau dempul (Price dan Wilson, 2002).
Transport Bilirubin
Bilirubin, yang merupakan pemecahan dari eritrosit yang telah tua (rata-rata
berumur 120 hari), merupakan konstituen utama empedu. Oleh karena itu,
transportasi bilirubin adalah mengikuti transportasi empedu yang lainnya, yaitu
sebagai berikut:
Sel-sel hepatosit menghasilkan bilirubin ditampung dan diedarkan ke kanalikuli
di dalam lobules dikumpulkan di dalam ductus biliaris masuk ke ductus
hepaticus dexter et sinister ductus hepaticus communis
Ke ductus cysticus ke ductus choledochus
Fesica felea
bermuara ke duodenum melalui sfingter Oddi dan ampula doudeni
(Snell, 2006, Sherwood, 2001)
Gambar 5. Duktus yang Mengalirkan Empedu
Bagan tersebut menjelaskan bahwa empedu (termasuk bilirubin) dialirkan dari
sel-sel hepatosit ke kanalikuli, kemudian berkumpul di ductus biliaris dan menuju ke
ductus hepaticus dexter dan sinister (tergantung lobus hepar). Kedua ductus
kemudian menyatu membentuk ductus hepaticus komunis yang akan melewati dua
saluran. Saluran pertama, aliran akan berjalan menuju ductus choledochus, namun
jika sfingter Oddie tertutup, maka aliran akan berbalik dan memasuki ductus
cysticus. Ductus cysticus akan membawa empedu menuju fesica felea, tempat
empedu akan dipekatkan dan disimpan sementara waktu, hingga adanya
rangsangan dari hormone cholecystokinin (CCK) yang akan merelaksasi otot-otot di
sfingter Oddie sehingga terbuka, serta memicu kontraksi otot fesica felea, akibatnya
empedu keluar dan memasuki duodenum. (Martini, 2008, Sherwood, 2001)
Dari duodenum, bilirubin akan melewati satu dari tiga kemungkinan, yaitu:
a. Dari duodenum, bilirubin akan berjalan sepanjang traktus intestinalis menuju ke
organ yang lebih distal. Hingga sampai di colon, sterkobilinogen akan dicerna
oleh bakteri-bakteri yang ada di kolon, sehingga berubah menjadi sterkobilin
yang akan mewarnai feses menjadi kekuningan.
b. Duodenum yang mempunyai efek absorbs, juga akan menyerap bilirubin, hingga
bilirubin bisa ke pembuluh darah. Dari pembuluh darah, bilirubin akan beredar
menuju sirkulasi sistemin, hingga akhirnya sampai di arteri renalis. Tubulus ginjal
akan merespon adanya bilirubin (dalam hal ini urobilinogen), dan merubahnya
menjadi urobilin, yang akan mewarnai urin menjadi kekuningan.
c. 10-20% bilirubin akan memasuki sirkulasi enterohepatik, yaitu setelah ikut dalam
pencernaan dan penyarapan makanan, maka akan direabsorbsi dan dikembalikan
ke vena porta hepatica ke hati, yang kemudian mensekresikan garam-garam
tersebut dalam empedu. (Sherwood, 2001, Price dan Wilson, 2006)
Efek Pewarnaan Urobilin dan Sterkobilin
Pada keadaan normal yang mewarnai feses dan urin adalah sterkobilinogen
dan urobilinogen. Tapi dalam ostriksi saluran empedu baik yang intrahepatis
maupun yang ekstrahepatis, kadar urobilin dan sterkobilin dalam feses dan urin
adalah rendah atau mungkin sapai tidak ada sama sekali. Hal tersebut dikarenakan
bilirubin terkonjugasi yang seharusnya dialirkan lewat duktus biliaris ke usus tidak
ada karena terhalang oleh obstruksi akibatnya feses menjadi tidak berwarna kuning
tetapi malah dempul (Price dan Wilson, 2002).
Berbeda dengan feses, warna urin malah menjadi semakin tua (seperti the),
hal tersebut dikarenakan bilirubin terkonjugasi yang sudah dihasilkan oleh hepatosit
tidak bisa masuk kekanalikuli karena ada obstruksi, akhirnya bilirubin tersebut
karena sudah larut dalam air maka akan dengan mudahnya masuk ke sinusoid,
vena sentralis dan akhirnya masuk ke sirkulasi sistemik. Setelah berada di sirkulasi
sistemik, bilirubin tersebut akan disekresikan lewat urin. Oleh karena itu kadar
bilirubuin dalam urin tinggi sehingga warna urin menjadi gelap (Price dan Wilson,
2002).
Sedangkan pada kelainan yang prehepatik, tidak ada perubahan warna urin
atau malah urinnya jernih. Hal tersebut karena bilirubin yang tinggi didalam darah
adalah bilirubin tak terkonjugasi sehingga tidak bisa disekresikan lewat urin karena
tidak larut dalam air (Price dan Wilson, 2002).
1. Hubungan Stress dan Gejala yang Dialami
Serabut-serabut simpatis yang berjalan ke traktus gastrointestinal bersal dari
medula spinalis antara segmen T5 dan L2. Sebagian besar serabut preganglionik
yang mempersarafi usus, sesudah meninggalkan medula, memasuki rantai simpatis
yang terlatak di sisi lateral kolumna spinalis, dan banyak dari serabut ini kemudian
berjalan melalui rantai ke ganglia yang terletak jauh seperti ganglion seliaka dan
berbagai ganglion mesenterica. Kabanyakan badan neuron simpatik postganglionik
berada di ganglia ini, dan serabut-serabut post ganglionik lalu menyebar melalui
saraf simpatis postganglionik ke semua bagian usus. Sistem simpatis pada dasarnya
menginervasi seluruh traktus gastrointestinal, tidak hanya meluas dekat dengan
rongga mulut dan anus, sebagaimana yang berlaku pada sistem parasimpatis.
Ujung-ujung saraf simpatis sebagian besar menyekresikan norepinefrin dan juga
epinefrin dalam jumlah sedikit (Sheerwood, 2001).
Pada umumnya, perangsangan sistem saraf simpatis menghambat aktivitas
traktus gastrointestinal, menimbulkan banyak efek yang berlawanan dengan yang
ditimbulkan oleh sistem parasimpatis. Sistem simpatis menghasilkan pengaruhnya
melalui dua cara: (1) pada tahap yang kecil melalui pengaruh langsung sekresi
norepinefrin untuk menghambat otot polos traktus intestinal (kecuali otot mukosa
yang tereksitasi oleh norepinefrin), dan (2) pada tahap yang besar melalui pengaruh
inhibisi dari norepinefrin pada neuron-neuron pada seluruh sistem saraf enteric
(Sheerwood, 2001).
Perangsangan yang kuat pada sistem simpatis dapat menginhibisi
pergerakan motor usus begitu hebat sehingga dapat benar-benar menghentikan
pergerakan makanan melalui traktus gastrointestinal termasuk menginhibisi
sphincter vater yang merupakan pintu keluarnya empedu ke duodenum untuk
membantu mencerna makanan terutama lemak (Sheerwood, 2001).
Patofisiologi efek stress terhadap sekresi empedu
Stress
Neurotransmiter
peningkatan norepinefrin
Berikatan dengan reseptor α pada otot
otot polos saluran cerna relaksasi
Pencernaan motilitas saluran cerna lambat
Obstruksi sfincter vater
Sekresi empedu ke duodenum terhambat
2. Hubungan Merokok dengan Kerusakan Hepar
Sudah banyak diketahui bahwa rokok mengandung banyak yang berbahaya.
Setidaknya zat-zat yang terkandung dapat dibagia menjadi dua kelas besar, gas dan
partikel. Gas terdiri dari karbonmonoksida (mengganggu transport oksigen), asam
hydrocyanic, acetaldehyde acrolein, ammonia, formaldehyde dan oksidasi nitrogen
(iritan), hidralazine dan vinyl klorida (karsinogenegik). Sedangkan partikel terdiri
dari tar, hidrokarbon polinuklear, phynol, kresol, catechol, nikotin (stimulator dan
depressor ganglion), indole, carbazole, dan 4-aminobiphenil (El-Zayadi, 2006).
Hepar merupakan salah satu organ target yang beresiko untuk terpapar
bahan-bahan berbahaya dari rokok, apalagi terkait dengan fungsi detoksifikasinya
yang menyaring darah melalui sirkulasi vena porta. Efek merokok terhadap hepar,
dapat dibagi menjadi dua, yaitu efek langsung terhadap organ hepar, dan efek tidak
langsung yang dapat memicu kerusakan hepar yang dijelaskan sebagai berikut:
Merokok mengandung zat-zat berbahaya
Efek langsung efek tidak langsung
lipid peroksidase >> produksi sitokin HbCO >>
(IL-1, IL-6, TNF-α)
Sel kupffer overaktif kematian sel-sel hepar hipoksia jaringan
Eritropoietin meningkat
Absorsi Fe di usus meningkat
Overload besi
Deposit besi di hepar dan jaringan
>>
Kerusakan sel-sel
3. Hubungan Obat dengan Kerusakan Hepar
Secara sederhana, penggunaan obat-obatan dapat dijelaskan akan meningkatkan
kerja hepar, terkait dengan fungsi penyaringan yang dimilikinya. Obat yang
terutama dikonsumsi melalui oral, akan meningkatkan kerja hepar, karena dari
saluran pencernaan, zat-zat makanan (termasuk obat) dari organ pencernaan akan
masuk terlebih dahulu ke hati untuk disaring dan kemudian baru diedarkan ke
seluruh tubuh. Oleh sebab itu dapat dimengerti bahwa penggunaan obat yang
hepatotoksik dan dimetabolisme di hepar akan meningkatkan kerja hepar, serta
dapat meningkatkan kerusakan hepar jika sebelumnya sudah ada penyakit penyerta
(El-Zayadi, 2006)
4. Riwayat Transfusi dan Tato Tubuh terhadap Penyakit
Hepatitis memiliki beberapa jenis diantaranya adalah virus hepatitis B dan C.
Kedua jenis hepatitis ini menular melalui kontak secara parenteral maupun perkutan
oleh barang-barang yang terinfeksi oleh virus seperti jarum, darah, cairan tubuh dan
juga hubungan seksual. Oleh karena itu transfusi darah menjadi salah satu
penyebab tertularnya virus ini kedalam tubuh seseorang. Walaupun darah telah
diproses dengan baik di tempat pengolahan darah sebelum ditransfusikan kepada
resipien namun terkadang terdapat kesalahan sehingga masih sangat mungkin
seseorang terinfeksi virus ini melalui donor darah (WHO, 2010).
Pembuatan tattoo adalah salah satu dari jalan masuk infeksi hepatitis C. hal
ini dibuktikan dengan suatu studi yang dilakukan oleh peneliti dari the University of
Texas Southwestern Medical Center of Dallas. Dari hasil penelitian tersebut
didapatkan bahwa orang yang memmbuat tattoo di salon-salon tattoo beresiko
Sembilan kali lebih rentan untuk terinfeksi hepatitis C. infeksi ini dapat terjadi
melalui jarum, bahan-bahan celupan dan juga proses sterilisasi yang tidak baik
(Patrick, 2001) (Pac, 1996).
5. Pemeriksaan Laboratorium Hepatitis A
Diagnosis hepatitis A dibuat atas pengamatan klinis dan laboratorium.
Penderita lesu, anoreksia, demam dan mual. Aminotransferase dan bilirubinemia
hampir selalu ada; fosfatase alkali dan bilirubin direk sering tinggi. Diagnosis pasti
ditegakkan dengan uji serologis.
Hepatitis A dapat didiagnosis dengan salah satu cara sbb.:
a. Isolasi partikel virus atau antigen virus HAV (Hepatitis A Virus) dalam tinja
penderita
b. Kenaikan titer anti-HAV
c. Kenaikan titer IgM anti-HAV.
Cara yang terbaik adalah cara ketiga karena kenaikan anti-bodi yang pertama kali
terjadi pada kasus akut adalah kelas IgM dan IgM ini tidak lama kemudian akan
menghilang. Kedua tes lainnya memerlukan pemrosesan tinja yang makan waktu
dan tenaga lebih banyak atau memerlukan jumlah serum yang lebih banyak.
Metode yang dilakukan untuk menemukan antibody terhadap hepatitis A
dilakukan dengan tehnik immunoassay, seperti enzyme immunoassay (EIA), enzyme
linked immunoassay (ELISA), enzyme linked fluorescent assay (ELFA), atau
radioimmunoassay (RIA). Membuktikan adanya viremia tidak mungkin, sedangkan
untuk menyatakan virus dalam tinja diperlukan pemeriksaan mikoskop elektron.
Spesimen yang digunakan untuk deteksi anti HAV adalah serum atau plasma
(lithium heparin, EDTA, dan sitrat). Kumpulkan 3-5 ml darah vena dalam tabung
bertutup merah (tanpa antikoagulan), tutup hijau (heparin), tutup ungu (EDTA) atau
tutup biru (sitrat). Pusingkan sampel darah, dan pisahkan serum atau plasma dari
darah untuk diperiksa laboratorium. Tidak ada pembatasan asupan makanan
ataupun cairan. Spesimen hemolisis, lipemia, atau ikterik (hiperbilirubinemia) dapat
mempengaruhi pengujian. Jika memungkinkan, pengambilan sampel darah yang
baru. Spesimen dapat disimpan pada suhu 28°C sampai dengan 7 hari, dan untuk
waktu yang lama dapat disimpan beku pada suhu -25° ± 6°C. Hindari pembekuan
dan pencairan (thawing) spesimen berkali-kali.
A. Penatalaksanaan Farmakologis
Tak ada peraturan yang pasti terhadap terapi spesifik dalam kebanyakan kasus
hepatitis virus akut. Meskipun rawat inap mungkin dibutuhkan untuk sakit yang parah,
kebanyakan pasien tidak membutuhkan perawatan di rumah sakit.
Obat-obatan yang dapat memicu reaksi penolakan seperti kolestasis dan obat
yang dimetabolisme oleh hati harus dihindari. Jika gejala pruritus yang parah muncul,
penggunaan garam empedu dapat membantu. Terapi glukokortikoid tidak berarti dalam
hepatitis viral akut, bahkan dalam kasus-kasus yang parah berkaitan dengan bridging
necrosis dan mungkin dapat memperparah, bahkan meningkatkan risiko untuk menjadi
kronik. Vitamin K diberikan pada kasus dengan kecenderungan perdarahan (Fauci,
2008).
B. Penatalaksanaan Non-farmakologis
1. Istirahat (tirah baring)
Pada periode yang akut dan keadaan lemah, diharuskan cukup istirahat. Tapi
istirahat total tidak terbukti dapat mempercepat pertumbuhan, kecuali pada pasien
dengan umur tua dan keadaaan umum yang buruk. Istirahat total tidak berpengaruh
secara esensial untuk mencapai kesembuhan penuh, tapi banyak penderita merasa
lebih baik dengan membatasi aktivitas fisik.
2. Diet
Diet tinggi kalori diperlukan, dan karena banyak pasien yang merasa mual di
sore hari, intake kalori yang besar dapat diterima dengan baik pada pagi hari.
Pemberian secara intravena penting diberikan pada stadium akut jika pasien muntah
persisten dan tidak dapat menerima intake oral.
Isolasi terhadap pasien dengan hepatitis dengan dimasukkan ke bangsal
tunggal dan kamar mandi jarang dilakukan kecuali dengan kasus inkontinensia fecal
untuk hepatitis A dan E atau tidak terkontrol, perdarahan parah pada hepatitis B
(dengan atau tidak diikuti hepatitis D) dan hepatitis C.
(Fauci, 2008)