61585386 perikoronitis pada impaksi gigi molar ketiga rahang bawah case report

9
PENDAHULUAN Masalah yang sering dialami gigi molar 3 adalah kesulitan erupsi. Kondisi ini disebut impaksi. Gigi terhalang oleh gigi depannya (molar dua) atau jaringan tulang / jaringan lunak yang padat disekitarnya. Kemungkinannya, gigi bisa muncul sebagian atau tidak bisa erupsi sama sekali. Kalaupun muncul, erupsinya salah arah atau posisinya tidak normal. Posisi impaksi gigi molar ketiga bisa bermacam-macam, ada yang miring ke depan, vertical dan muncul sebagian, serta terpendam horizontal atau vertical. Semua itu tergantung letak dan posisi gigi molar ketiga terhadap rahang dan molar kedua, serta kedalamannya tertanam terhadap molar kedua. Tidak jarang dalam pertumbuhannya molar ketiga ini menimbulkan infeksi pada jaringan lunak sekitarnya yang menimbulkan suatu keadaan yang dinamakan perikoronitis. DEFINISI Perikoronitis merupakan suatu keradangan pada jaringan lunak perikoronal (operculum) yang bagian paling besar / utama dari jaringan lunak tersebut berada diatas / menutupi mahkota gigi. Gigi yang paling sering mengalami perikoronitis adalah pada gigi molar ketiga mandibula. Infeksi yang terjadi disebabkan oleh adanya mikroorganisme dan debris yang terperangkap diantara mahkota gigi dan jaringan lunak diatasnya. Perikoronitis terjadi dari kontaminasi bakteri dibawah operculum, mengakibatkan pembengkakan gingiva, kemerahan dan halitosis. Timbulnya sakit merupakan salah satu variabel, tetapi ketidaknyamanan yang dirasa biasanya mirip dengan gingivitis, abses periodontal dan tonsilitis. Sering timbul gejala limphadenopati regional, malaise, dan demam. Jika edema atau selulitis meluas mengenai otot masseter maka sering disertai trismus. Perikoronitis sering kali diperparah oleh sakit yang ditimbulkan oleh trauma dari gigi antagonisnya selama proses menutup mulut. Perikoronitis merupakan suatu kondisi yang umum terjadi pada molar impaksi dan cenderung muncul berulang bila molar belum erupsi sempurna. 1

Upload: kiidouble

Post on 15-Dec-2014

100 views

Category:

Documents


38 download

TRANSCRIPT

Page 1: 61585386 Perikoronitis Pada Impaksi Gigi Molar Ketiga Rahang Bawah Case Report

PENDAHULUAN

Masalah yang sering dialami gigi molar 3 adalah kesulitan erupsi. Kondisi

ini disebut impaksi. Gigi terhalang oleh gigi depannya (molar dua) atau jaringan

tulang / jaringan lunak yang padat disekitarnya. Kemungkinannya, gigi bisa

muncul sebagian atau tidak bisa erupsi sama sekali. Kalaupun muncul, erupsinya

salah arah atau posisinya tidak normal.

Posisi impaksi gigi molar ketiga bisa bermacam-macam, ada yang miring

ke depan, vertical dan muncul sebagian, serta terpendam horizontal atau vertical.

Semua itu tergantung letak dan posisi gigi molar ketiga terhadap rahang dan molar

kedua, serta kedalamannya tertanam terhadap molar kedua. Tidak jarang dalam

pertumbuhannya molar ketiga ini menimbulkan infeksi pada jaringan lunak

sekitarnya yang menimbulkan suatu keadaan yang dinamakan perikoronitis.

DEFINISI

Perikoronitis merupakan suatu keradangan pada jaringan lunak

perikoronal (operculum) yang bagian paling besar / utama dari jaringan lunak

tersebut berada diatas / menutupi mahkota gigi. Gigi yang paling sering

mengalami perikoronitis adalah pada gigi molar ketiga mandibula. Infeksi yang

terjadi disebabkan oleh adanya mikroorganisme dan debris yang terperangkap

diantara mahkota gigi dan jaringan lunak diatasnya.

Perikoronitis terjadi dari kontaminasi bakteri dibawah operculum,

mengakibatkan pembengkakan gingiva, kemerahan dan halitosis. Timbulnya sakit

merupakan salah satu variabel, tetapi ketidaknyamanan yang dirasa biasanya

mirip dengan gingivitis, abses periodontal dan tonsilitis. Sering timbul gejala

limphadenopati regional, malaise, dan demam. Jika edema atau selulitis meluas

mengenai otot masseter maka sering disertai trismus. Perikoronitis sering kali

diperparah oleh sakit yang ditimbulkan oleh trauma dari gigi antagonisnya selama

proses menutup mulut.

Perikoronitis merupakan suatu kondisi yang umum terjadi pada molar

impaksi dan cenderung muncul berulang bila molar belum erupsi sempurna.

1

Page 2: 61585386 Perikoronitis Pada Impaksi Gigi Molar Ketiga Rahang Bawah Case Report

Akibatnya, dapat terjadi destruksi tulang diantara gigi molar dan geraham

depannya.

Council members of The Asian Oral and Maxillofacial Surgery

menyatakan bahwa gigi yang tumbuh sebagian menyebabkan timbunan makanan,

plak dan debris lain pada jaringan sekitar gigi, sehingga menyebabkan inflamasi

dan tenderness pada gingiva dan bau mulut yang tidak enak, disebut perikoronitis.

Dalam keterangannya, perikoronitis merupakan inflamasi (peradangan) di sekitar

mahkota gigi. Perikoronitis terjadi pada tahap erupsi saat folikel gigi terbuka dan

berkontak dengan cairan rongga mulut. Folikel gigi terbentuk dari cementoblas

(yang membentuk sementum gigi)

Penderita perikoronitis biasanya mengeluh kesakitan yang tidak

tertahankan dan seringkali menyebabkan perasaan yang kurang nyaman pada saat

membuka mulutnya, dengan membuka mulut pasien akan merasa semakin terasa

sakit. Pasien mengeluh nafsu makannya menjadi berkurang dikarenakan lebih

terasa sakit bila tersentuh dan mengunyah makanan. Rasa sakit yang idiopatik

merupakan rasa sakit molar yang sedang erupsi atau rasa sakit yang menyebar ke

bagian leher dan kepala. Pasien sering mengeluh sakit meski kadang secara klinis

dan rongent tidak ada yang tidak normal. Kecuali adanya gigi impaksi tertanam.

Perikoronitis dapat bersifat akut dan kronis. Gejala utama pada tahap akut

adalah rasa nyeri sedangkan perikoronitis kronis hanya menunjukkan sedikit

gejala. Eksudat dapat terjadi pada kedua tahap ini. Gejala pada tahap awal

mungkin tidak berbeda dengan gejala pada proses tumbuh gigi. Pertama kali

individu menyadari tumbuhnya gigi atau area di sekitar gigi kemudian timbul rasa

sedikit tidak nyaman yang dirasakan semakin bertambah parah karena area

retromolar tergigit atau tertekan.

Tahap berikutnya timbul nyeri dan terbatasnya gerakan rahang. Hal ini

disebabkan oleh stimulasi reseptor syaraf nyeri, namun bisa juga karena stimulasi

otot terdekat yaitu otot temporalis. Oleh karena itu observasi menggunakan

elektromiograf diperlukan pada kondisi seperti ini.

Daerah yang terinfeksi terlihat ginggiva yang hiperemi, bengkak, dan

mengkilat daripada daerah gingiva yang lain. Kadang sudah timbul pus, disebut

2

Page 3: 61585386 Perikoronitis Pada Impaksi Gigi Molar Ketiga Rahang Bawah Case Report

perikoronal abses, pus dapat keluar melalui marginal. Pada pemeriksaan fisik

ditemukan tanda-tanda keradangan yaitu:

1. rubor : permukaan kulit atau mukosa kemerahan akibat vasodilatasi dan

proliferasi pembuluh darah.

2. tumor : pembengkakan, terjadi karena akumulasi pus atau keluarnya plasma

ke jaringan.

3. calor : teraba hangat saat palpasi karena terjadi peningkatan aliran darah ke

area infeksi

4. dolor : terasa sakit karena adanya stimulasi ujung syaraf oleh mediator

inflamasi

5. fungsiolasea : terdapat masalah dengan proses mastikasi, trismus, disfagia, dan

gangguan pernafasan.

Pemeriksaan fisik dimulai dari ekstra oral, lalu berlanjut ke intra oral.

Dilakukan pemeriksan itegral (inspeksi, palpasi, perkusi) kulit wajah, kepala,

leher, apakah ada pembengkakan, fluktuasi, eritema, pembentukan fistula dan

krepitasi subkutaneus. Dilihat adakah limfadenopati leher, keterlibatan ruang

fascia, trismus dan derajat dari trismus. Kemudian diperiksa gigi, adakah gigi

yang karies, kedalaman karies, vitalitas gigi, lokasi pembengkakan, fistula dan

mobilitas gigi.

Pemeriksaan penunjang yang bisa membantu menegakkan diagnosis

adalah pemeriksaan kultur, foto rongent dan CT scan (bila diperlukan). Bila

infeksi odontogen hanya terlokalisir di dalam rongga mulut, tidak memerlukan

3

Page 4: 61585386 Perikoronitis Pada Impaksi Gigi Molar Ketiga Rahang Bawah Case Report

pemeriksaan CT scan, foto rongent panoramik sudah cukup untuk menegakkan

diagnosis. CT scan harus dilakukan bila infeksi telah menyebar ke dalam ruang

fascia di daerah mata atau leher.

FAKTOR PENYEBAB

Ada sejumlah faktor yang menyebabkan gigi mengalami impaksi. Karena

jaringan sekitarnya yang terlalu padat, adanya retensi gigi susu yang berlebihan,

tanggalnya gigi susu terlalu awal. Bisa juga karena tidak adanya tempat untuk

erupsi. Rahang sempit dikarenakan pertumbuhan tulang tulang yang kurang

sempurna.

Teori lain mengatakan pertumbuhan rahang dan gigi mempunyai tendensi

bergerak maju ke arah depan. Apabila pergerakan ini terhambat oleh sesuatu yang

merintangi, bisa terjadi impaksi gigi. Misalnya, karena infeksi, trauma, malposisi

gigi, atau gigi susu tanggal sebelum waktunya.

Menurut teori Mendel, pertumbuhan rahang dan gigi dipengaruhi oleh

faktor keturunan. Jika salah satu orang tua (ibu) mempunyai rahang kecil, dan

bapak bergigi besar-besar, ada kemungkinan salah seorang anaknya berahang

kecil dan bergigi besar-besar. Akibatnya, bisa terjadi kekurangan tempat erupsi

gigi molar ketiga dan terjadilah impaksi. Sempitnya ruang erupsi gigi molar ketiga

biasa terjadi karena pertumbuhan rahang yang kurang sempurna. Hal ini bisa

karena perubahan pola makan. Manusia sekarang cenderung menyantap makanan

lunak, sehingga kurang merangsang pertumbuhan tulang rahang. Makanan lunak

yang mudah ditelan menjadikan rahang tak aktif mengunyah. Sedangkan makanan

banyak serat perlu kekuatan rahang untuk mengunyah lebih lama. Proses

pengunyahan lebih lama justru menjadikan rahang berkembang lebih baik. Seperti

diketahui, sendi-sendi di ujung rahang merupakan titik tumbuh atau

berkembangnya rahang. Kalau proses mengunyah kurang, sendi-sendi itu pun

kurang aktif, sehingga rahang tidak berkembang dengan semestinya. Rahang yang

harusnya cukup untuk menampung 32 gigi menjadi sempit. Akibatnya gigi molar

ketiga yang erupsi terakhir tidak cukup tempat untuk tumbuh.

4

Page 5: 61585386 Perikoronitis Pada Impaksi Gigi Molar Ketiga Rahang Bawah Case Report

Pada anamnesis, didapatkan pasien merasa sakit gigi, rahang bengkak.

Frekuensi dan lamanya serta riwayat pengobatan perlu ditanyakan untuk

menentukan tatalaksana. Dalam pemeriksaan fisik perlu diperiksa, apakah infeksi

telah mempunyai gejala sistemik dan adakah keterlibatan penyakit sistemik yang

memperburuk keadaan infeksi. Selain itu penggalian tentang fungsi dari organ-

organ kepala-leher perlu dilakukan untuk mengetahui penyebaran dari infeksi.

Jumlah dan virulensi organisme mempunyai peran besar di tingkat dan

luasnya penyebaran melalui ruang fascial. Contohnya Streptococcus

menghasilkan enzim streptokinase dan hyaluronidase, yang memecah fibrin dan

substansi dasar dari jaringan penyambung host, memfasilitasi pemotongan melalui

jaringan sebagai sellulitis. Host yang imunokompromise tidak dapat menjaga

pertahanan efektif melawan masuknya organisme.

Infeksi odontogenik dapat berasal dari dua jalur, yaitu periapikal, sebagai

hasil dari nekrosis pulpa dan invasi bakteri ke jaringan periapikal, dan periodontal

sebagai hasil dari inokulasi bakteri pada periodontal pocket. Dan yang paling

sering terjadi adalah melalui jalur periapikal. Jalur periapikal terjadi dari penyakit

pulpa gigi, yang mengandung elemen neurovaskular gigi. Invasi bakteri di pulpa

gigi ini menghasilkan nekrosis dari jaringan neurovaskular. Infeksi akan

menyebar dari cancellous bone hingga ke lempeng kortikal. Jika lempeng kortikal

ini tipis, maka infeksi akan menembus tulang dan mengenai jaringan lunak.

Pertahanan lokal host, jumlah dan virulensi bakteri, serta anatomi regional

menentukan patogenesis. Sedangkan pada jalur periodontal, proses inflamasi

terjadi ketika virulensi bakteri melebihi pertahanan lokal host atau benda asing

yang tersangkut di sulkus ginggiva. Bakteri dan eksudat inflamasi meluas dari

sulkus ginggiva melalui ligamen periodontal ke periapikal atau area radikular akar

gigi dan menunjukkan reaksi yang sama dengan infeksi gigi periapikal. Produk

inflamasi ini dapat juga memotong bidang supraperiosteal ke dalam vestibula oral

atau memotong bidang subperiosteal ke dalam ruang badan mandibula.

5

Page 6: 61585386 Perikoronitis Pada Impaksi Gigi Molar Ketiga Rahang Bawah Case Report

LAPORAN KASUS 1

Pasien perempuan berusia 20 tahun datang ke Rumah Sakit Gigi dan

Mulut FKG UNEJ dengan keluhan utama sakit dan bengkak pada gusi belakang

bawah kiri. Pasien memiliki riwayat sakit pada gusi belakang bawah kiri sekitar 1

tahun yang lalu, kemudian sembuh tanpa diobati. Satu minggu yang lalu sakit

yang sama kambuh kembali, semalam pasien merasa sakit yang semakin parah

pada gusi belakang bawah kiri disertai demam, kemudian pasien berobat ke

perawat gigi dan diberi resep amoxicillin, asam mefenamat, dan paracetamol.

Namun karena masih sakit, keesokan harinya pasien datang ke klinik bedah mulut

RSGM UNEJ. Keadaan sekarang sakit dan bengkak pada gusi belakang bawah

kiri serta sakit saat membuka mulut.

6

Page 7: 61585386 Perikoronitis Pada Impaksi Gigi Molar Ketiga Rahang Bawah Case Report

Pada pemeriksaan objektif, palpasi ekstra oral didapatkan kelenjar

submandibula teraba kenyal dan sakit, tidak ada pembengkakan ekstra oral.

Pemeriksaan intra oral, gigi molar tiga bawah kiri impaksi sebagian, angulasi

vertikal, kedalaman level A, relasi terhadap ramus molar dua kelas II. Pada

pemeriksaan jaringan lunak regio molar tiga bawah kiri, terdapat jaringan lunak

yang menutupi distal dan oklusal mahkota gigi molar tiga bawah kiri (operkulum),

pada jaringan perikoronal bengkak, kemerahan, palpasi lunak, permukaan halus,

nyeri tekan. Pada foto panoramik, terdapat radiolusen pada distal gigi molar tiga

bawah kiri.

Pasien didiagnosa perikoronitis akut pada molar tiga bawah kiri oleh

karena impaksi sebagian. Terapi yang diberikan adalah drainase, irigasi dengan

aquadest steril dan H202 3%, dan melanjutkan obat yang telah diminum. Delapan

hari kemudian pasien kontrol, bengkak dan rasa sakit sudah hilang, jaringan

perikoronal kemerahan, didiagnosa perikoronitis kronis pada gigi molar tiga

bawah kiri oleh karena impaksi sebagian, rencana perawatan berikutnya adalah

odontektomi dengan anastesi lokal. Kontrol post odontektomi, pasien tidak ada

keluhan, jahitan telah dibuka dan luka telah menutup sempurna.

LAPORAN KASUS 2

Pasien laki-laki berusia 22 tahun dirujuk ke tim bedah mulut oleh dokter

giginya. Pasien mengalami riwayat trismus yang semakin parah dan sakit pada

7

Page 8: 61585386 Perikoronitis Pada Impaksi Gigi Molar Ketiga Rahang Bawah Case Report

daerah preaurikular dalam 2 hari ini. Sakitnya diperparah oleh menelan dan

berbicara hingga tidak dapat menelan benda padat. Berhubungan dengan riwayat

sebelumnya demam, kaku dan berkeringat selama seminggu yang lalu, nyeri sendi

yang hilang-timbul pada tulang leher dan bahu dan menurunnya berat badan

sekitar 6 Kg dalam periode lebih dari 2 bulan.

Rasa sakit menengah saat menelan pada sudut kiri mandibulanya telah

terjadi selama 10 minggu. Pasien sudah diresepkan erythromycin dan

metronidazole oral (karena sensitif terhadap penicillin). Riwayat pengobatannya

tidak mengalami progress yang baik.

Pada pemeriksaan di bagian gawat darurat, pasien pucat dengan

temperatur 36,8°C. Pembengkakan lunak dan halus menetap dengan

diameter 2 cm. kelenjar limfe teraba pada sudut mandibula kiri.

Dia juga mengalami trismus yang parah, dengan maksimal jarak

antar insisal sekitar 1 cm. Pada palpasi tidak ditemukan

lymphadenopathy di tempat lain atau hepatosplenomegaly. Gigi

molar ketiga kiri bawahnya erupsi sebagian, namun tidak

ditemukan tanda yang berhubungan dengan infeksi intraoral.

Sebuah foto panoramic menunjukkan gigi tersebut impaksi

mesioangular. Tes darah menunjukkan protein c reaktif 185,

haemoglobin 13,4, sel darah putih 4,7, platelet 137, tes urea dan

elektrolit dan fungsi liver menunjukkan normal kecuali alanine

aminotransferase 69 (range normal 10 – 41).

8

Page 9: 61585386 Perikoronitis Pada Impaksi Gigi Molar Ketiga Rahang Bawah Case Report

Molar ketiga bawah kiri pasien telah diodontektomi dengan

general anastesi pada hari berikutnya. Tidak ada bukti infeksi

yang tercatat dan mengingat tentang gejala lainnya, aspirasi

dengan jarum pada pembengkakan kelenjar limfe leher juga

dilakukan. Hasil aspirasi tersebut menunjukkan monomorphic

lymphoid cells dengan inti besar disbanding rasio sitoplasma dan pola kromatin

yang lembut. Oleh karena itu eksisi kelenjar limfe segera dijadwalkan dan bentuk

imunohistologis dan mikroskopik tadi adalah leukemia limfoblastik akut dengan

sel B yang menetap. Pasien tersebut dirujuk ke tim haematology dan akan

menjalani chemotherapy dalam perawatannya.

DAFTAR BACAAN

Collin, Anand & McLennan. 2008. Acute leukaemia masquerading as lower third molar pericoronitis. Oral Surgery ISSN 1752-2471 : UK.

Micni, D & Rosseno, Y. “Gigi Geraham Bungsu, Perlukah Dicabut?” www.dentiadental.com.

9