59862033 struktur tendon
DESCRIPTION
sjf sjfTRANSCRIPT
Struktur Tendon
Tendon bertindak sebagai transduser dari gaya yang dihasilkan oleh kontraksi otot terhadap
tulang. Kolagen merupakan 70 persen dari berat kering tendon [138]. Sekitar 95 persen dari
kolagen tendon adalah kolagen tipe-I, dengan jumlah elastin yang sangat kecil [10,35]. Elastin
dapat menjalani tekanan sebesar 200 persen sebelum rusak [153]. Jika elastin ada pada
tendon dalam proporsi yang besar, maka akan ada penurunan dalam besarnya gaya yang
ditransmisikan ke tulang [150].
Fibril kolagen terikat ke fasikula, mengandung pembuluh darah dan pembuluh limfatik serta
saraf [154]. Fasikula-fasikula tergabung bersama, dikelilingi oleh epitenon, dan membentuk
struktur kasar dari tendon, yang kemudian tertutup oleh paratenon, terpisah dari
epitenon oleh lapisan tipis cairan untuk memungkinkan pergerakan tendon dengan mengurangi
gesekan.
Meskipun tendon Achilles normal hampir seluruhnya terdiri dari kolagen tipe-I, tendon Achilles
yang putus juga berisi proporsi besar dari kolagen tipe-III [35]. Fibroblas dari tendon Achilles
yang putus menghasilkan baik kolagen tipe I dan tipe-III pada kultur [187]. Kolagen tipe-III
kurang tahan terhadap kekuatan tarikan dan karena itu dapat mempengaruhi putusnya tendon
secara spontan.
Tendon Achilles normal menunjukkan pengaturan selular yang terorganisir dengan baik
[174], sangat berbeda dengan tendon yang putus. Tenosit, yang merupakan fibroblas khusus,
muncul pada potongan melintang sebagai sel stellata dan tersusun dalam barisan pada potongan
longitudinal [154]. Pengaturan yang baik ini mungkin disebabkan oleh sekresi kolagen secara
sentrifugal yang seragam di sekitar kolom tenosit [170], yang menghasilkan baik komponen
fibriler dan nonfibriler dari matriks ekstraseluler [145] dan juga dapat menyerap kembali serat-
serat kolagen [19,161].
1
Pasokan Darah
Tendon dapat menerima suplai darah dari pembuluh-pembuluh darah yang berasal dari tiga
sumber: musculotendinous junction, jaringan ikat di sekitarnya, dan sambungan tulang-tendon
[132]. Aliran darah pada tendon Achilles tergantung pada usia, dengan aliran darah lebih tinggi
pada individu yang lebih muda [66]. Tendon Achilles mempunyai vaskularisasi yang buruk,
terutama pada bagian tengahnya [92], dengan pembuluh darah mengalir dari paratenon ke
substansinya (?!) [47,161]. Ada perbedaan pendapat mengenai distribusi pembuluh darah di
tendon [56]. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa kepadatan pembuluh darah di bagian
tengah tendon Achilles rendah dibandingkan dengan yang di bagian proksimal [101]. Penelitian
lain menunjukkan, dengan penggunaan flowmetry laser Doppler, bahwa aliran darah
adalah merata di seluruh tendon Achilles dan dapat bervariasi menurut umur, jenis kelamin, dan
kondisi pembebanan [9].
Biomekanik Tendon
Actin dan myosin terdapat dalam tenosit [76], dan tendon sendiri mungkin memiliki mekanisme
kontraksi-relaksasi aktif, yang dapat mengatur transmisi gaya dari otot ke tulang [54]. Fukashiro
et al. [55] mengukur kekuatan puncak sebesar 2233 newton pada tendon Achilles manusia in
vivo. Komi et al. [96] menggunakan transduser gaya tipe gesper/ikat pinggang (?!) buckle-type
force-transducers yang melekat pada pergelangan kaki relawan untuk menunjukkan bahwa
selama berjalan, gaya bertumpuk dalam tendon sebelum tumit menghentak tanah. Gaya ini
kemudian tiba-tiba dilepaskan selama sepuluh sampai dua puluh milidetik semasa early impact.
Setelah itu, gaya terbentuk relatif cepat hingga mencapai puncak pada akhir fase push-off, dalam
pola yang serupa dengan yang diamati selama berlari. Baru-baru ini, Arndt et al. [5]
menunjukkan bahwa tendon Achilles dapat dikenai tekanan nonuniform melalui modifikasi dari
kontribusi otot individu. Oleh karena itu, sebuah cedera dapat terjadi oleh adanya
perbedaan dalam kekuatan otot individu yang disebabkan oleh, misalnya, kontraksi yang tidak
2
sinkron dari berbagai komponen surae triseps atau kontraksi yang tidak terkoordinasi pada otot
agonis-antagonis karena gangguan transmisi rangsangan sensoris perifer [125].
Saat istirahat, tendon memiliki konfigurasi bergelombang, akibat batasan dari fibril kolagen
[138]. Stress tensil menyebabkan hilangnya konfigurasi bergelombang ini, hal ini yang
menyebabkan pada daerah jari kaki adanya kurva tegangan-regangan (Gambar 1). Saat serat
kolagen rusak, mereka merespon secara linear untuk meningkatkan beban tendon [93]. Jika
regangan yang ditempatkan pada tendon tetap kurang dari 4 persen - yaitu, batas beban fisiologis
secara umum [138] - serat kembali ke konfigurasi asli mereka pada penghapusan beban. Pada
tingkat ketegangan antara 4 sampai 8 persen, serat kolagen mulai meluncur melewati satu sama
lain karena jalinan antarmolekul rusak. Pada tingkat tegangan lebih besar dari 8 persen, terjadi
ruptur secara makroskopik karena kegagalan tarikan oleh karena kegagalan pergeseran fibriler
dan interfibriler [138].
Kepatuhan tendon bergantung setidaknya pada bergelombangnya struktur intratendon [29], yang
dapat mempengaruhi kemampuan kompleks otot gastrocnemius-soleus untuk menghasilkan
tekanan pada gerakan sendi yang ekstrim [68]. Pada akhirnya, hal tersebut juga dapat
mempengaruhi kekuatan yang diberikan oleh kontraksi otot pada tendon dan, karenanya, juga
mempengaruhi kecenderungan dari tendon untuk ruptur.
Epidemiologi
Walaupun rupture tendon Achilles relatif umum, insidensi pada populasi umum adalah sulit
untuk ditentukan, tetapi telah mungkin meningkat selama dekade terakhir [104]. Leppilahti et
al. [105] memperkirakan bahwa insidens ruptur tendon Achilles di kota Oulu, Finlandia, pada
tahun 1994, kira-kira delapan belas per 100.000 penduduk. Kebanyakan ruptur tendon Achilles
(antara, 44 persen [dua belas dari dua puluh tujuh] [144] sampai 83 persen [sembilan puluh dua
dari seratus sebelas] [31]) terjadi selama kegiatan olahraga. Di negara-negara Skandinavia,
pemain bulutangkis tampaknya memiliki risiko utama [49], dalam sebuah studi besar, lima puluh
delapan (52 persen) dari 111 pasien yang mengalami ruptur tendon Achilles sedang bermain
bulutangkis pada saat cedera [31]. Kejadian ruptur tendon Achilles lebih umum terjadi pada laki-
3
laki, dengan rasio laki-untuk-perempuan mulai dari 1.7:1 sampai 12:1 [26, 146, 189], mungkin
mencerminkan semakin besar prevalensi laki-laki daripada perempuan yang terlibat dalam
olahraga, meskipun mungkin ada faktor lain yang belum ditemukan. Tendon Achilles kiri
lebih sering ruptur daripada yang kanan [67, 172, 173], mungkin karena prevalensi yang lebih
tinggi pada individu yang dominan sisi kanan dan sehingga push off dengan tungkai bawah
kiri. Biasanya, rupture tendon Achilles akut terjadi pada pria yang berada dalam dekade hidup
ketiga atau keempat, bekerja dalam profesi kerah putih, dan kadang-kadang berolahraga
[22,67,82].
Prevalensi ruptur tendon Achilles telah terbukti lebih besar pada pasien yang memiliki golongan
darah O, setidaknya di antara orang-orang Hungaria [80] dan pada beberapa orang Finlandia
[99]. Temuan ini belum dikonfirmasi oleh penelitian lain [128] bahkan ketika kelompok-
kelompok etnis yang sama dilibatkan [105]. Kami tidak dapat membuktikan hubungan dengan
golongan darah di daerah kami, Skotlandia, yang memiliki angka kejadian ruptur tendon Achilles
yang tinggi [152].
Etiologi
Ruptur spontan tendon Achilles telah dikaitkan dengan banyak gangguan, seperti inflamasi dan
kondisi autoimun [46], kelainan kolagen yang ditentukan secara genetik [42], penyakit menular
[7], dan kondisi neurologis [126]. Namun, hanya ada sedikit kesepakatan yang berkaitan dengan
etiologinya.
Proses penyakit dapat mempengaruhi tendon terhadap ruptur spontan dari trauma minor
[114]. Aliran darah pada tendon berkurang dengan bertambahnya usia [66], dan tempat dari
tendon Achilles yang biasanya rentan terhadap ruptur relatif avaskular dibandingkan dengan
daerah tendon sisanya [100, 101, 161].
Bukti histologik dari degenerasi kolagen ditemukan pada keseluruhan tujuh puluh empat ruptur
tendon Achilles yang dijelaskan dalam studi oleh Arner et al. [7].Namun, hampir dua pertiga dari
4
spesimen diperoleh lebih dari dua hari setelah ruptur. Davidsson dan Salo [40] melaporkan
adanya perubahan degeneratif yang nyata pada dua pasien dengan ruptur tendon Achilles yang
menjalani operasi pada hari cedera. Oleh karena itu, perubahan tersebut harus dianggap telah
terjadi sebelum terjadinya ruptur. Dalam sebuah studi oleh Waterston [187], dilakukan di pusat
kami, semua tendon yang dioperasi dalam dua puluh empat jam setelah cedera menunjukkan
perubahan degeneratif yang nyata dan gangguan kolagen, sesuai dengan temuan dalam sebuah
penelitian baru lainnya [78].
Menyelingi latihan dengan tanpa aktivitas dapat menghasilkan perubahan degeneratif yang
terlihat pada tendon [97]. Olahraga, di samping kegiatan sehari-hari, memberikan tambahan
tekanan pada tendon Achilles, yang mengarah ke akumulasi trauma, yang, meski di bawah
ambang batas untuk ruptur yang nyata [188], dapat mengakibatkan perubahan degeneratif
sekunder intratendon [53].
Fluorokuinolon dan Ruptur Tendon
Antibiotika fluorokuinolon (4-kuinolon) seperti ciprofloxacin baru-baru ini dinyatakan terlibat
sebagai penyebab ruptur tendon. Di Perancis, antara tahun 1985 dan 1992, 100 pasien yang
ditatalaksana dengan fluorokuinolon memiliki gangguan tendon, termasuk tiga puluh satu ruptur
[156]. Banyak dari pasien-pasien ini juga telah menerima kortikosteroid, sehingga sulit untuk
mengetahui keterlibatan fluorokuinolon saja. Szarfman et al. [176] mencatat bahwa penelitian-
penelitian telah menunjukkan bahwa hewan yang menerima fluorokuinolon
dalam dosis mendekati dosis yang diberikan kepada manusia memiliki gangguan matriks tulang
rawan ekstraselular, yang tampak sebagai pembentukan fissura dan nekrosis kondrosit, serta
deplesi kolagen. Kelainan yang terlihat pada hewan juga mungkin terjadi pada
manusia. Szarfman et al. merekomendasikan label pada kemasan fluorokuinolon diperbarui
dengan menyertakan peringatan tentang kemungkinan rupture tendon. Dalam rekomendasinya
mengenao penggunaan kelas antibiotik ini, the British National Formulary menyarankan bahwa
"pada tanda pertama rasa sakit atau peradangan, pasien harus menghentikan pengobatan dan
mengistirahatkan anggota badan yang terkena sampai gejala tendon hilang". [24]
5
Baru-baru ini, Bernard-Beaubois et al. [16] menemukan bukti secara laboratorium dari efek
merusak langsung fluorokuinolon pada tenosit. Mereka mengusulkan bahwa pefloxacin, sebuah
fluorokuinolon, tidak mempengaruhi transkripsi kolagen tipe-I tapi menurunkan transkripsi
decorin pada konsentrasi hanya 104 milimol. Sebagai hasil penurunan decorin dapat mengubah
arsitektur tendon, mengubah sifat biomekanik, dan menghasilkan peningkatan kerapuhan.
Karakteristik Patologis
Pada tahun 1976, Puddu et al. [146] mengusulkan sebuah sistem untuk mengklasifikasikan
kelainan dari tendon. Kategori-kategori utama yaitu paratendinitis, paratendinitis dengan
tendinosis, dan tendinosis murni. Istilah tendinosis menggambarkan proses degeneratif yang
terjadi di dalam tendon. Tendinosis mencakup sejumlah proses patologis, seperti degenerasi
hialin dengan penurunan populasi sel normal, degenerasi mukoid dengan metaplasia kondroid
atau fatty degeneration pada tenosit, infiltrasi lipomatous pada daerah yang luas pada tendon,
peningkatan matriks mukopolisakarida, dan fibrilasi dari serat kolagen. Sebuah ruptur tendon
dapat merupakan hasil dari proses ini. Menurut pendapat Puddu dkk., tendinosis adalah tanpa
gejala dan ditemukan hanya pada ruptur sebuah tendon. Pasien yang mengalami gejala sebelum
ruptur tendon umumnya memiliki kombinasi peritendinitis dan tendinosis, dan mungkin bahwa
pasien yang telah menderita tendinosis dapat menjadi simptomatis karena paratendinopati, yang
mungkin menyertai tendinosis. Kannus dan Jozsa [87] mencatat bahwa hanya sepertiga dari 891
pasien dalam penelitian mereka memiliki gejala sebelum ruptur tendon. Kami menemukan
bahwa hanya sembilan (5 persen) dari 176 pasien yang ditatalaksana karena ruptur tendon
Achilles pada pusat kami antara Januari 1990 dan Desember 1995 telah memiliki gejala
sebelumnya[151, 187].
Arner dan Lindholm [8] melaporkan bahwa keseluruhan sembilan puluh dua ruptur tendon
Achilles yang mereka periksa secara histologi memiliki perubahan degeneratif, termasuk
disintegrasi edematosa dari jaringan tendon, bercak degenerasi mukoid, dan reaksi inflamasi
yang nyata. Mereka juga mencatat bahwa kira-kira seperempat dari arteri yang berkaliber lebih
besar dalam jaringan peritendinous menunjukkan hipertrofi patologis pada tunika media dan
penyempitan lumen.
6
Kannus dan Jozsa [87] mencatat perubahan-perubahan patologis, 97 persennya adalah perubahan
degeneratif, pada keseluruhan 891 ruptur spontan tendon dari semua tempat yang mereka
pelajari. Lesi degeneratif yang paling umum adalah degenerasi hipoksia, dengan perubahan
dalam ukuran dan bentuk mitokondria, inti tenosit abnormal, dan terkadang deposisi kalsium
intrasitoplasma atau mitokondria. Dalam degenerasi tahap lanjut, hipoksia atau vakuola lipid dan
nekrosis dapat diamati. Serat kolagen yang menyimpang dari kebiasaan juga dapat dilihat,
dengan variasi abnormal pada diameter, angulasi, splitting, dan disintegrasi serat. Kannus dan
Jozsa juga mencatat perubahan-perubahan vaskular, kebanyakan penyempitan lumen karena
hipertrofi dari intima dan media arterial, pada pembuluh-pembuluh darah tendon dan paratenon
di 62 persen dari 891 ruptur. Perubahan dalam aliran darah, hipoksia yang menyertai, dan
gangguan metabolisme mungkin merupakanfaktor dalam perkembangan perubahan degeneratif
yang diamati dalam tendon yang ruptur [87]. Interval antara rupture dan perbaikannya sudah
cukup singkat untuk menunjukkan bahwa perubahan degeneratif telah ada sebelumnya.
Kegagalan matriks selular juga dapat menyebabkan degenerasi intratendinous [103]. Jozsa et
al. [82] mengamati fibronektin di permukaan yang robek pada ruptur tendon
Achilles. Fibronektin biasanya terletak di pada membran basal, hadir dalam bentuk terlarut
dalam plasma, dan lebih mudah terikat pada kolagen yang terdenaturasi daripada kolagen normal
[48], menunjukkan denaturasi kolagen yang sudah ada sebelumnya.
7