48328546-bab-1-2-3-4-5-dapus

Upload: nurfri-elf

Post on 06-Oct-2015

221 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

NN

TRANSCRIPT

3

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Harga diri rendah adalah keadaan dimana seseorang sering mengalami kegagalan, tidak dicintai atau tidak diterima lingkungan (Stuart & Sundeen, 2013). Harga diri rendah merupakan gangguan mental yang sering terjadi di tengah masyarakat. Berawal dari stres yang tidak diatasi, maka seseorang bisa jatuh ke fase harga diri rendah. Penyakit ini kerap diabaikan karena dianggap bisa hilang sendiri tanpa pengobatan. Harga diri rendah yang tidak diterapi dengan baik bisa berakhir dengan bunuh diri. Secara global lima puluh persen dari penderita harga diri rendah berpikiran untuk bunuh diri, tetapi yang akhirnya mengakhiri hidupnya ada lima belas persen. Selain itu, harga diri rendah yang berat juga menimbulkan munculnya berbagai penyakit fisik, seperti gangguan pencernaan (gastritis), asma, gangguan pada pembuluh darah (kardiovaskular), serta menurunkan produktivitas (Gsianturi, 2006). Harga diri rendah ditandai dengan adanya perasaaan sedih, murung, dan iritabilitas. Pasien mengalami distorsi kognitif seperti mengeritik diri sendiri, timbul rasa bersalah, perasaan tidak berharga, kepercayaan diri turun, pesimis dan atau putus asa. Terdapat rasa malas, tidak bertenaga, retardasi psikomotor, dan menarik diri dari hubungan sosial. Pasien mengalami gangguan tidur seperti sulit tidur atau terbangun dini hari. Nafsu makan berkurang, begitu pula dengan gairah seksual (Nurmiati, 2005).

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat harga diri rendah adalah gangguan mental yang umum terjadi di antara populasi. Diperkirakan 121 juta manusia di muka bumi ini menderita harga diri rendah. Dari jumlah itu 5,8 persen laki-laki dan 9,5 persen perempuan, dan hanya sekitar 30 persen penderita harga diri rendah yang benar-benar mendapatkan pengobatan yang cukup, sekalipun telah tersedia teknologi pengobatan harga diri rendah yang efektif. Ironisnya, mereka yang menderita harga diri rendah berada dalam usia produktif, yakni cenderung terjadi pada usia kurang dari 45 tahun. Tidaklah mengherankan, bila diperkirakan 60 persen dari seluruh kejadian bunuh diri terkait dengan harga diri rendah (termasuk skizofrenia).

Harga diri rendah juga adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan diri, dan sering disertai dengan kurangnya perawatan diri, berpakaian tidak rapi, selera makan menurun, tidak berani menatap lawan bicara lebih banyak menunduk, berbicara lambat dan nada suara lemah (Keliat, 2010). Data klien di RS Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor menunjukkan bahwa dari 60 klien skizofrenia mengalami masalah harga diri rendah, halusinasi dan perilaku kekerasan (Lelono, Keliat, Besral, 2011). Upaya yang dilakukan untuk menangani klien harga diri rendah adalah dengan memberikan tindakan keperawatan generalis yang dilakukan oleh perawat pada semua jenjang pendidikan (Keliat & Akemat, 2010). Namun untuk mengoptimalkan tindakan keperawatan dilakukan tindakan keperawatan spesialis jiwa yang diberikan oleh perawat spesialis keperawatan jiwa (Stuart, 2009). Tindakan keperawatan spesialis yang dibutuhkan pada klien dengan harga diri rendah adalah terapi kognitif, terapi interpersonal, terapi tingkah laku, dan terapi keluarga (Kaplan & Saddock, 2010). Tindakan keperawatan pada klien harga diri rendah bisa secara individu, terapi keluarga dan penanganan di komunitas baik generalis ataupun spesialis. Terapi kognitif yaitu psikoterapi individu yang pelaksanaannya dengan melatih klien untuk mengubah cara klien menafsirkan dan memandang segala sesuatu pada saat klien mengalami kekecewaan, sehingga klien merasa lebih baik dan dapat bertindak lebih produktif (Townsend, 2005). Melalui terapi kognitif individu diajarkan/ dilatih untuk mengontrol distorsi pikiran/gagasan/ide dengan benar-benar mempertimbangkan faktor dalam berkembangnya dan menetapnya gangguan mood. Penelitian tentang terapi kognitif sudah dilakukan oleh Rahayuningsih, Hamid, Mulyono (2007); Kristyaningsih, Keliat dan Helena (2009) serta penerapan terapi kognitif sudah dilakukan oleh Jumaini, Hamid dan Wardani (2011); Syarniah, Hamid dan Susanti (2011); Sartika, Hamid dan Wardani (2011), dengan menunjukkan hasil bahwa terapi kognitif berpengaruh terhadap perubahan harga diri dan kemandirian kognitif.

Beberapa faktor penyebab harga diri rendah, yaitu mulai dari faktor genetik sampai degan faktor nongenetik. Faktor genetik, ketidakseimbangan biogenik amin, gangguan neuroendokrin, dan perubahan neurofidiologi, serta faktor psikologik seperti kehingan objek yang dicintai, hilangnya harga diri, distorsi kognitif, ketidakberdayaan yang dipelajari dan faktor-faktor lain, diduga berperan dalam terjadinya harga diri rendah (Nurmiati, 205).

Tidak semua harga diri rendah harus diobati karena ada harga diri rendah yang sembuh tanpa diterapi. Artinya, harga diri rendah hilang seiring dengan perjalanan waktu. Ini terjadi bila harga diri rendah masih dalam batas wajar. Tetapi ada juga harga diri rendah yang tidak bisa sembuh sendiri. Bahkan, memerlukan waktu bertahun-tahun untuk proses penyembuhan. Terapi harga diri rendah terdiri dari konseling, psikoterapi dan terapi farmakologi (dengan pemakain obat antidepresan), dukungan kelompok, serta terapi kognitif. Terkadang, para penderita harga diri rendah memerlukan rawat inap di rumah sakit. Selain itu, kepatuhan menggunakan obat antidepresan juga menjadi pertimbangan seorang penderita harga diri rendah menjalani rawat inap di rumah sakit. Agar tidak mengalami harga diri rendah, setiap orang memperkuat daya tahan mental, melatih diri agar bisa fleksibel, memiliki fisik yang sehat, serta mendalami ajaran agama yang berperan menimbulkan rasa damai.(Gsianturi, 2006)Harga diri rendah juga adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan diri, dan sering disertai dengan kurangnya perawatan diri, berpakaian tidak rapi, selera makan menurun, tidak berani menatap lawan bicara lebih banyak menunduk, berbicara lambat dan nada suara lemah (Keliat, 2010).1.2. Tujuan

1.2.1 Tujuan umum

Setelah mengikuti membaca dan memahami makalah tentang Asuhan keperawatan pada pasien dengan harga diri rendah ini mahasiswa diharapkan dapat menerapkan proses keperawatan yang tepat sesuai dengan standart yang telah ada pada pasien dengan harga diri rendah

1.2.2 Tujuan khusus

Setelah mengikuti membaca dan memahami makalah ini mahasiswa diharapkan mampu :

1. Menjelaskan konsep harga diri rendah (definisi, etiologi, patofisiologi, klasifikasi, manifestasi klinis, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis)

2. Mengidentifikasi pengkajian pada pasien dengan harga diri rendah3. Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan harga diri rendah4. Merencanakan tindakan keperawatan pada paisen dengan harga diri rendah5. Melakukan tindakan perawatan pada pasien dengan harga diri rendah1.3. Manfaat

1.3.1 Teoritis

Pemahaman tentang harga diri rendah dapat dijadikan sebagai salah satu dasar dalam pengembangan IPTEK dalam bidang keperawatan khususnya dalam pengembangan perawatan pasien dengan harga diri rendah. Hal ini sangat diperlukan untuk menekan angka kejadian harga diri rendah ditengan kekacauan-kekacauan yang terjadi di muka bumi ini yang tentunya menjadi salah satu faktor yang memicu terjadinya harga diri rendah.

1.3.2 Praktis

Asuhan keperawatan pada pasien harga diri rendah tidak hanya digunakan untuk pasien-pasien dengan gangguan jiwa saja, tetapi dapat juga digunakan dalam upaya penjegahan terjadinya harga diri rendah atau terjadinya kekambuhan pada penderita pasca harga diri rendah.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Harga Diri Rendah

2.1.1 Definisi

Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri, pencapaian ideal diri atau cita-cita atau harapan langsung menghasilkan perasaan berharga. Harga diri rendah adalah keadaan dimana individu sering mengalami kegagalan dalam pencapaian tujuan (Keliat, 1992).

Harga diri rendah adalah keadaan dimana seseorang sering mengalami kegagalan, tidak dicintai atau tidak diterima lingkungan (Stuart & Sundeen, 1998). Harga diri rendah adalah keadaan dimana individu mengalami evaluasi diri negatif yang mengenai diri atau kemampuan (Lynda Juall Carpenito, 2000).

2.1.2 Tanda dan GejalaMenurut Sudeen & Stuart (1998) tanda dan gejala harga diri rendah adalah sebagai berikut:

1. Mengkritik diri / orang lain

2. Produktivitas menurun

3. Gangguan berhubungan

4. Merasa diri paling penting

5. Destruktif pada orang lain

6. Merasa tidak mampu dan bersalah

7. Mudah tersinggung / marah8. Perasaan negatif terhadap tubuh9. Ketegangan peran10. Pesimis menghadapi hidup11. Keluhan fisik12. Penolakan kemampuan diri13. Pandangan hidup bertentangan14. Destruktif terhadap diri15. Menarik diri secara sosial dan dari realita16. Khawatir

2.1.3 Penyebab terjadinya Harga Diri Rendah

1. Penolakan

2. Kurang penghargaan

3. Pola asuh over protektif, otoriter, terlalu dituruti, terlalu dituntut.

4. Persaingan5. Kesalahan dan kegagalan berulang6. Tidak mampu mencapai standart7. Mekanisme koping in efektif2.1.4 Efek dari Harga Diri Rendah

1. Resiko perilaku kekerasan

2. Kerusakan interaksi sosial (menarik diri)

2.1.5 Jenis Ganguan Harga Diri

1. Situasional yaitu terjadi secara tiba-tiba. Misalnya harus operasi, kecelakaan, di cerai suami atau istri, putus hubungan kerja, dan sebagainya. Pada lklien yang dirawat dapat terjadi karena privacy yang kurang diperhatikan, pemeriksaan fisik yang sembarangan dan pemasangan alat yang tidak sopan.2. Kronis yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, klien mempunyai cara berfikir yang negatif.2.1.6 Faktor Predisposisi

Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistik, kegagalan yang berulang-ulang, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistik.

2.1.7 Rentang Respon Emosi

AdaptifMal adaptif

Reaksireaksi sedihmenahan emosikesedihan depresi/mania

Emosimemanjang

Wajar

2.1.8 Pohon Masalah

Resiko Kerusakan interaksi sosial( Efek )

Harga Diri Rendah

( CP )

Mekanisme Koping Indifidu inefektif( Causa )

2.1.9 Masalah Keperawatan dan Data Yang Dikaji

1. Resiko tinggi isolasi sosial: menarik diri b/d harga diri rendah.

DS :

a. Pasien mengatakan tidak berani bicara dengan orang lain.

b. Pasien mengatakan malas bicara dengan orang lain dan klien malu bicara dengan orang lain.

c. Pasien mengatakan dirinya tidak mampu mengerjakan sesuatu dan merasa tidak berguna.

DO :

a. Pasien menyendiri.

b. Berjalan mondar-mandir

c. Bicara pelan-pelan.

d. Klien menundukkan kepala.

e. Klien tidak mampu mempertahankan kontak mata.

2.1.10 Diagnosa Keperawatan :

1. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan Harga Diri Rendah.

2. Harga Diri Rendah berhubungan dengan mekanisme koping individu inefektif.

2.1.11 Rencana Tindakan KeperawatanTujuan umum : Klien merasa dirinya tinggi dan interaksi soaial klien baik (klien dapat berhubungan dengan orang lain).

Tujuan khusus :

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.

2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab Harga Diri Rendah.

3. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.

4. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.

5. Harga Diri klien dapat meningkat secara bertahap.

6. Klien dapat mengguanakan obat dengan benar sesuai program pengobatan.

2.1.12 Rencana Keperawatan

TUK I : Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi verbal.

Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal

Perkenalkan diri dengan sopan

Tanyakan nama klien dengan nama panggilan.

Jujur dan menepati janji

Selalu kontak mata selama interaksi

Membuat kontrak waktu

Tunjukkkan sikap empati dan perhatian pada klien

Terima klien apa adanya

TUK II : Klien dapat mengidentifikasi penyebab HDR.

Kaji pengetahuan klien tentang perilaku HDR dan tanda-tandanya.

Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaan harga diri rendah.

Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaan.

TUK III : Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang di

miliki

Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.

Hindarkan memberi nilai negatif tiap bertemu klien.

Utamakan memberi pujian pada klien.

TUK IV : Klien mendapat menilai kemampuan yang dapat digunakan

Diskusikan dengan klien kemampuan yang dapat digunakan selama sakit.

Diskusikan kemampuan klien yang dapat digunakan selanjutnya.

TUK V : Harga diri klien dapat meningkat secara bertahap

Beri motivasi pada klien tentang peningkatan harga diri.

Beri kesempatan pada klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok.

TUK VI : Klien dapat menggunakan obat secara benar sesuai program

pengobatan

Anjurkan klien minta obat dan minum obat tepat waktu.

Anjurkan klien melaporkan pada perawat / dokter jika merasakan efek yang tidak menyenangkan.

Beri kesempatan pada klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok.

2.2 Konsep Dasar Skizofrenia

2.2.1 Pengertian

Skizofrenia adalah suatu diskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada pertimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya (Rusdi Maslim, 1997; 46).

2.2.2 Penyebab

1. Keturunan

Telah dibuktikan dengan penelitian bahwa angka kesakitan bagi saudara tiri 0,9-1,8 %, bagi saudara kandung 7-15 %, bagi anak dengan salah satu orang tua yang menderita Skizofrenia 40-68 %, kembar 2 telur 2-15 % dan kembar satu telur 61-86 % (Maramis, 1998; 215 ).

2. Endokrin

Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya Skizofrenia pada waktu pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium., tetapi teori ini tidak dapat dibuktikan.

3. Metabolisme

Teori ini didasarkan karena penderita Skizofrenia tampak pucat, tidak sehat, ujung extremitas agak sianosis, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun serta pada penderita dengan stupor katatonik konsumsi zat asam menurun. Hipotesa ini masih dalam pembuktian dengan pemberian obat halusinogenik.

4. Susunan saraf pusat

Penyebab Skizofrenia diarahkan pada kelainan SSP yaitu pada diensefalon atau kortek otak, tetapi kelainan patologis yang ditemukan mungkin disebabkan oleh perubahan postmortem atau merupakan artefakt pada waktu membuat sediaan.

5. Teori Adolf Meyer :

Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga sekarang tidak dapat ditemukan kelainan patologis anatomis atau fisiologis yang khas pada SSP tetapi Meyer mengakui bahwa suatu suatu konstitusi yang inferior atau penyakit badaniah dapat mempengaruhi timbulnya Skizofrenia. Menurut Meyer Skizofrenia merupakan suatu reaksi yang salah, suatu maladaptasi, sehingga timbul disorganisasi kepribadian dan lama kelamaan orang tersebut menjauhkan diri dari kenyataan (otisme).

6. Teori Sigmund Freud

Skizofrenia terdapat (1) kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogenik ataupun somatik (2) superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan Id yamg berkuasa serta terjadi suatu regresi ke fase narsisisme dan (3) kehilangaan kapasitas untuk pemindahan (transference) sehingga terapi psikoanalitik tidak mungkin.

7. Eugen Bleuler

Penggunaan istilah Skizofrenia menonjolkan gejala utama penyakit ini yaitu jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses berfikir, perasaan dan perbuatan. Bleuler membagi gejala Skizofrenia menjadi 2 kelompok yaitu gejala primer (gaangguan proses pikiran, gangguan emosi, gangguan kemauan dan otisme) gejala sekunder (waham, halusinasi dan gejala katatonik atau gangguan psikomotorik yang lain).

8. Teori lain

Skizofrenia sebagai suatu sindroma yang dapat disebabkan oleh bermacam-macaam sebab antara lain keturunan, pendidikan yang salah, maladaptasi, tekanan jiwa, penyakit badaniah seperti lues otak, arterosklerosis otak dan penyakit lain yang belum diketahui.

9. Ringkasan

Sampai sekarang belum diketahui dasar penyebab Skizofrenia. Dapat dikatakan bahwa faktor keturunan mempunyai pengaruh. Faktor yang mempercepat, yang menjadikan manifest atau faktor pencetus (presipitating factors) seperti penyakit badaniah atau stress psikologis, biasanya tidak menyebabkan Skizofrenia, walaupun pengaruhnyaa terhadap suatu penyakit Skizofrenia yang sudah ada tidak dapat disangkal. (Maramis, 1998).

2.2.3 Pembagian Skizofrenia

Kraepelin membagi Skizofrenia dalam beberapa jenis berdasarkan gejala utama antara lain :

1. Skizofrenia Simplek

Sering timbul pertama kali pada usia pubertas, gejala utama berupa kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir sukar ditemukan, waham dan halusinasi jarang didapat, jenis ini timbulnya perlahan-lahan.

2. Skizofrenia Hebefrenia

Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa remaja atau antaraa 15-25 tahun. Gejala yang menyolok ialah gangguan proses berfikir, gangguan kemauaan dan adaanya depersenalisasi atau double personality. Gangguan psikomotor seperti mannerism, neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat, waham dan halusinaasi banyak sekali.

3. Skizofrenia Katatonia

Timbulnya pertama kali umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta sering didahului oleh stress emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik.

4. Skizofrenia Paranoid

Gejala yang menyolok ialah waham primer, disertai dengan waham-waham sekunder dan halusinasi. Dengan pemeriksaan yang teliti ternyata adanya gangguan proses berfikir, gangguan afek emosi dan kemauan.

5. Episode Skizofrenia akut

Gejala Skizofrenia timbul mendadak sekali dan pasien seperti dalam keadaan mimpi. Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan ini timbul perasaan seakan-akan dunia luar maupun dirinya sendiri berubah, semuanya seakan-akan mempunyai suatu arti yang khusus baginya.

6. Skizofrenia Residual

Keadaan Skizofrenia dengan gejala primernya Bleuler, tetapi tidak jelas adanya gejala-gejala sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali serangan Skizofrenia.

7. Skizofrenia Skizo Afektif

Disamping gejala Skizofrenia terdapat menonjol secara bersamaaan juga gejala-gejal depresi (skizo depresif) atau gejala mania (psiko-manik). Jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh tanpa defek, tetapi mungkin juga timbul serangan lagi.

2.2.4 Konsep Dasar Skizofrenia Hebefrenik

1. Batasan : Salah satu tipe skizofrenia yang mempunyai ciri-ciri ;

1. Inkoherensi yang jelas dan bentuk pikiran yang kacau (disorganized).

2. Tidak terdapat wamam yang sistemik

3. Efek yang datar dan tak serasi / ketolol tololan.

2. Gejala Klinik

Gambaran utama skizofrenia tipe hebefrenik berupa :

a. Inkoherensi yang jelas

b. Afek datar tak serasi atau ketolol tololan.

c. Sering disertai tertawa kecil (gigling) atau senyum tak wajar.

d. Waham / halusinasi yang terpecah pecah isi temanya tidak terorganisasi sebagai suatu kesadaran, tidak ada waham sistemik yang jelas gambaran penyerta yang sering di jumpai.

e. Menyertai pelangaran (mennerism) berkelakar.

f. Kecenderungan untuk menarik diri secara ekstrem dari hubungan sosial.

g. Berbagai perilaku tanpa tujuan.

Gambaran klinik ini di mulai dalam usia muda (15-25 th) berlangsung pelan pelan menahan tanpa remisi yang berarti peterroasi kepribadian dan sosial terjadi paling hebat di banding tipe yang lain.

BAB 3

TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian Keperawatan Jiwa

Ruang rawat: Ruang Flamboyan RSJ. Menur Surabaya

Tanggal MRS: 9 Desember 2010I. IDENTITAS KLIEN

Initial: Nn.D

Umur: 43 tahun

Jenis kelamin: Perempuan

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan: Tidak Bekerja

Status pernikahan: Belum Menikah

Informan: Klien, Tn. H (kakak klien), Ny. A (kakak ipar klien), dan Status pasien dan pasien.

Tanggal pengkajian: 10 Desember 2010

RM no.: 025031

II. ALASAN MASUK

Sejak beberapa bulan sebelum masuk rumah sakit, klien sering bicara ngelantur, mondar-mandir, sukar tidur, dan sering marah-marah.

Keluhan utama : Pasien sulit memulai interaksi dengan orang lain.

Saat pengkajian : pasien sering mengatakan dirinya malu misalnya disuruh cerita pasien malu-malu tetapi mau menjawab dengan singkat dan sambil malu-malu.

III. FAKTOR PREDISPOSISI

1. Pernah megalami gangguan jiwa dimasa lalu? Ya Tidak

2. Pengobatan sebelumnya : Berhasil Kurang Berhasil

Tidak Berhasil

Pelaku/usiaKorban/UsiaSaksi/Usia

Aniaya fisik3724

Aniaya Seksual

Penolakan 18

Kekerasan dalam

Keluarga

Tindakan criminal

Jelaskan No. 1,2,3 :

Kakak Px mengatakan px pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya, pertama kali px dirawat tahun 1982 (SMP kelas 3) dirawat diruang jiwa RS. Dr Soetomo dan kemudian dirawat di RSJ. Menur tahun 2004 dan sampai sekarang rajin kontrol ke Poli RSJ Menur.

Px dan kakak Px mengatakan tahun 2004 px pernah marah-marah, membanting-banting barang, dan memukuli satpam RSJ. Menur, kakak Px mengaku dahulu sering memukuli Px, sehingga Px sering mengalami kekerasan fisik dan mental. Px sering dipukuli oleh kakak Px dengan menggunakan sepatu karena hal yang sepele.

Menurut kakak ipar Px mengatakan tahun 1985 (SMA kelas 3) Px pernah berpacaran dengan seorang tentara, namun tanpa sebab yang jelas tiba-tiba Px putus dengan pacarnya, mulai hari itu Px tidak pernah punya pacar.

Masalah Keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan

3. Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa: Ya

Tidak Hubungan KeluargaGejalaRiwayat pengobatan/perawatan

....................

Jelaskan :

Px dan kakak Px mengatakan bahwa tidak ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah

4. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan:

Menurut kakak ipar Px mengatakan bahwa Px pernah berpacaran dengan seorang tentara, namun tanpa sebab yang jelas tiba-tiba Px putus dengan pacarnya, mulai hari itu Px tidak pernah punya pacar dan pasien merasa malu karena sampai sekarang belum dapat pacar yang sama seperti yang sebelumnya. Px pernah mengalami kekerasan oleh kakak Px sering dipukuli dengan menggunakan sepatu dan pasien merasa bahwa dirinya tidak berguna karena sering dimarahi oleh kakaknya dan masih belum bekerja.Masalah Keperawatan : Harga Diri Rendah

Respon pasca trauma

IV. FISIK Tanda vital : TD : 120/80 mmHg N: 84x/menit S: 364oC RR: 18x/menitUkur: TB : 158 cm BB: 45 kgKeluhan fisik : Ya Tidak

Jelaskan:

Px tidak pernah mengeluh dan selalu mengatakan baik-baik saja

Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah

V. PSIKOSOSIAL

1. Genogram:

Px mengatakan anak ke-2 dari 4 bersaudara dan px adalah anak perempuan satu-satunya. Px tinggal bersama ayah, ibu, kakak, kakak ipar dan kedua ponakannya (anak dari kakaknya), Px mengatakan ayahnya sudah meninggal dan Px mengatakan belum menikah. Interaksi/ komunikasi klien dengan keluarga tidak adekuat. Penentu kebijakan dalam keluarga px saat ini adalah kakak klien. (Menurut pasien dan Kakak pasien)

Keterangan :

: Laki-laki hidup

: Perempuan hidup

: Laki-laki meninggal

: Perempuan meninggal

: Hubungan keluarga

: Tinggal serumah

: Hubungan terdekat

: Pasien

: Umur Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah

2. Konsep diria. Gambaran diri:Px mengatakan menyukai seluruh bagian tubuhnya karena merupakan pemberian dari Tuhan dan semuanya anggota tubuhnya lengkap.b. Identitas :Px mengatakan dirinya seorang wanita berusia 43 tahun c. Peran:Px mengatakan dirinya adalah seorang wanita dan belum berkeluarga serta dalam keluarga dia sebagai seorang anak yang hanya menyusahkan orang tua karena belum bekerja.d. Ideal diri:Px mengatakan ingin punya pacar seperti laki-laki yang dulu pernah menjadi pacarnyae. Harga diri:Px mengatakan malu sama saudara-saudaranya karena hanya dia yang tidak sukses sedangkan semua saudaranya sukses, sudah bekerja dan berkeluarga.Masalah Keperawatan : Gangguan Konsep diri : Harga diri rendah

3. Hubungan sosiala. Orang yang berarti :Px mengatakan orang yang berarti adalah ibunya karena hanya ibunya yang mampu mengerti dirinya. b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat :Kakak Px mengatakan bahwa Px sering mengikuti kegiatan pengajian dikampung namun beberapa bulan terakhir Px tidak lagi mengikuti kegiatan tersebut dan Px lebih suka menyendiri karena malu sama tetangga sebab sampai sekarang belum nikah, namun selama dirawat Px selalu mengikuti kegiatan di RSJ. Menur walaupun harus dibujuk terlebih dahulu. c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain :Px mengatakan lebih suka berdiam diri karena malu memulai interaksi dengan teman-temannya sebab sampai sekarang Px belum menikah dan belum bekerja, namun Px mau berkumpul dan berinteraksi dengan pasien lain jika diajak. Masalah Keperawatan : Resiko Kerusakan interaksi sosial : menarik diri4. Spirituala. Nilai dan keyakinan :Px mengatakan hanya Tuhan yang tahu agamanya. b. Kegiatan ibadah :Menurut kakak Px sebelum sakit Px selalu rajin beribadah dan tidak pernah telat waktu, namun selama Px sakit di RSJ. Menur Px selalu sholat semaunya, kalau ingin sholat ya sholat. Px juga mengatakan bahwa Tuhan tidak adil pada setiap umatnya. Klien merasa tidak ada masalah meskipun tidak beribadah.Masalah keperawatan : tidak ada masalah.VI. STATUS MENTAL

1. Penampilan

Tidak rapi Penggunaan pakaian Cara berpakaian

Tidak sesuai tidak seperti biasa

Jelaskan: Px mengenakan pakaian bersih tapi tidak rapi dan rambut Px panjang tidak disisir, dan tidak diikat dengan rapi serta kuku Px panjang, namun Px menggunakan pakaian sesuai dengan fungsinya, Px juga mengenakan alas kaki dan mandi 2 kali sehari. Masalah keperawatan : Defisit perawatan diri

2. Pembicaraan

Cepat KerasGagap

Inkoheren

ApatisLambatMembisu

Tidak mampu

Memulai pembicaraan

Jelaskan :Px bicaranya lambat dan pelan dan saat ditanya pertanyaan terbuka klien menjawab pertanyaan dengan singkat. Masalah keperawatan : Harga Diri Rendah3. Aktifitas motorik

Lesu TegangGelisah

Agitasi

TikGrimasingTremor

Kompulsif

Jelaskan :Px selalu tampak tidak bersemangat dalam menjalankan semua aktivitas namun Px masih mau mengikuti kegiatan jika disuruh.

Masalah keperawatan : Penurunan aktivitas motorik

4. Alam perasaan

SedihKetakutanPutus asa

Khawatir

Gembira berlebihan

Jelaskan :

Px mengatakan sedih karena merasa dirinya tidak berguna, belum menikah dan tidak memiliki pekerjaan sampai sekarang.

Masalah keperawatan : Harga Diri Rendah5. Afek

DatarTumpulLabil

Tidak sesuai

Jelaskan :

Afek Px sesuai dengan cerita yang dibicarakan, saat bercerita hal yang sedih Px ikut merasa sedih dan saat bercerita sesuatu yang menyenangkan Px tertawa.

Masalah keperawatan : Tidak ditemukan masalah 6. Interaksi selama wawancara

Bermusuhan Tidak kooperatifmudah tersingging

Defensif

Curiga

Jelaskan :

Saat diajak bicara Px sesekali memalingkan wajah dan menunduk

Masalah keperawatan : Resiko kerusakan interaksi sosial : menarik diri

Gangguan konsep diri : Harga Diri Rendah

7. Persepsi

Halusinasi Pendengaran Penglihatan

PerabaanPengecapan

Jelaskan : Saat pengkajian Px mengatakan tidak mendengar ataupun melihat sesuatu saat sendirian dikamar.

Menurut kakak Px : Px dirumah tidak pernah berbicara sendiri hanya kalau diajak bicara sering ngelantur, mondar-mandir, dan sukar tidur

Masalah keperawatan : Tidak ditemukan masalah

8. Proses pikir

Sirkumtansial Tangensial

Kehilangan asosiasi

Flight of ideasBlocking

Pengulangan pembicaraan

/ perseverasi

Jelaskan:

Saat ditanya tentang perasaan dan keluarga Px menjawab dengan singkat Masalah keperawatan : Tidak ditemukan masalah9. Isi pikir

Obsesi FobiaHipokondria

Depersonalisasiide yang terkait Pikiran magis

Waham

AgamaSomatikKebesaran

CurigaNihilistikSisip pikirSiar pikirKontrol pikirJelaskan:

Pada saat wawancara Px mampu menjawab pertanyaan walaupun jawabannya singkat namun sesuai dengan yang dialami

Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah

10. Tingkat kesadaran

Obsesi FobiaHipokondria

Disorientasi

Waktu TempatOrang

Jelaskan:

Pada saat pengkajian Px mampu menyebutkan nama, tempat, dan orang secara tepat dan benar. Masalah keperawatan : Tidak ditemukan masalah

11. Memori

Gangguan daya

Gangguan daya ingat

ingat jangka panjang

jangka pendek

Gangguan daya ingat

Konfabulasi

Jelaskan :

Saat pengakajian Px mampu mengingat dan menceritakan semua kejadian dimasa lalu klien juga bisa menjawab kapan masuk ke rumah sakit yaitu tanggal 10 Desember 2010. Px juga mampu menerangkan semua kegiatannya dirumah sakit.Masalah keperawatan : Tidak ditemukan masalah12. Tingkat konsentrasi dan berhitung

Mudah beralih Tidak mampu tidak mampu

berkonsentrasiberhitung sederhana

Jelaskan :

Ketika berbicara dengan perawat kemudian ada suara pesawat pasien langsung melihat pesawat keluar dan ketika ada temannya berbicara keras maka pasien langsung melihat dan mengalihkan perhatiannya ke temannya yang teriak itu.Masalah Keperawatan : tidak ada masalah13. Kemampuan penilaian

Gangguan ringan Gangguan bermakna

Jelaskan :

Px saat ditanya mau makan atau mandi, Px menjawab mau mandi dahulu karena tidak enak mulutnya bau.Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah

14. Daya tilik diri

Mengingkari penyakit Menyalahkan hal-hal diluar dirinya

yang diderita

Jelaskan :

Px selalu mengatakan bahwa dia tidak sakit, yang sakit adalah teman-temannya yang lain. Masalah Keperawatan : Mekanisme Koping individu inefektif VII. KEBUTUHAN PULANG

1. Kemampuan klien memenuhi/menyediakan kebutuhan:

Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

Makanan pakaianUang

Keamanantransportasi

Perawatan kesehatan Tempat tinggal

Jelaskan:Px mampu memenuhi atau menyediakan kebutuhannya sendiri, seperti kebutuhan makan, keamanan, perawatan kesehatan, dan pakaian.

Masalah keperawatan : Tidak ditemukan masalah2. Kegiatan hidup sehari-hari:

a. Perawatan diri :

Bantuan

minimalBantuan

Total Bantuan

minimalBantuan

Total

Mandi BAK/BAB

KebersihanGanti pakaian

Makan

Jelaskan:

Px mampu melakukan semua kegiatan personal higiens secara mandiri walaupun harus disuruh dan dibujuk terlebih dahulu

Masalah keperawatan: Defisit perawatan diri

b. Nutrisi

Ya Tidak

Apakah anda puas dengan pola makan anda? Apakah anda makan memisahkan diri?

Jika Ya, Jelaskan alasannya?

Frekuensi makan sehari 3 kali

Frekuensi kudapan sehari 1 kali

meningkatmenurunberlebihSedikit sedikit

Nafsu makan

meningkatmenurunBB tertinggiBB terendah

Berat badan 45 kg42 kg

Diet khusus : tidak ada

IMT: 18,02% (normal)

Jelaskan:

Nafsu makan klien baik, Px mengatakan suka dengan makanan yang disediakan oleh rumah sakit, Px tidak memisahkan diri saat makan, hanya saja Px tidak berinteraksi dengan teman disebelahnya. Klien makan dengan frekuensi 3x sehari, kudapan 1 kali sehari, porsi makan habis, BB 45 kg, TB 158cm, IMT 18,02%.

Masalah keperawatan : Tidak ditemukan masalah.

c. Tidur

Ya Tidak

Apakah Px ada masalah tidur?

Apakah Px merasa segar setelah bangun tidur?

Apakah Px punya kebiasaan tidur siang?

Lamanya : 8 jam Apa yang menolong Px untuk tidur? Tidak ada Waktu tidur malam : jam 19.00 wib waktu bangun jam 05.00 wib

(beri tanda sesuai dengan keadaan klien)

Sulit untuk tidur Terbangun saat tidur

Bangun terlalu pagiGelisah saat tidur

SemnabolismeBerbicara dalam tidur

Jelaskan:

Px tidak memiliki gangguan tidur, merasa segar setelah bangun tidur, Px memiliki kebiasaan tidur siang (+ 2jam). Px lebih senang tidur ditempat tidurnya, Px tampak tidur pulas, setiap kegiatan Px lebih banyak digunakan untuk tidur, Px malas dan malu bersosialisasi dengan Px lain. Waktu tidur malan pukul 19.00 WIB-05.00 WIB.

Masalah keperawatan : Tidak ditemukan masalah3. Kemampuan klien dalam

YaTidak

Mengantisipasi kebutuhan sendiri

Membuat keputusan berdasarkan keinginan sendiri

Mengatur penggunaan obat

Melakukan pemeriksaan kesehatan

Jelaskan :

Px mampu mengatasi/mengantisipasi kebutuhan sendiri, membuat keputusan berdasarkan keinginan sendiri.

Masalah keperawatan : Tidak ditemukan masalah

4. Klien memiliki system pendukung

YaTidakYaTidak

KeluargaTeman sejawat

Profesional/terapisKelompok sosial

Jelaskan:

Px mengatakan selalu didukung oleh keluarganya (kakak dan ibunya) dalam melakukan pengobatan di RSJ Menur, keluarga sering menjenguk setiap seminggu sekali dihari minggu. Namun Px sulit untuk memulai interaksi dengan orang lain karena malu. Masalah keperawatan : Resiko kerusakan interaksi sosial : Menarik diri

YaTidak

5. apakah klien menikmati saat bekerja kegiatan yang menghasilkan atau hobi? Jelaskan :

Px selalu mengatakan biasa-biasa saja

Masalah keperawatan : Tidak ditemukan masalah

VIII. MEKANISME KOPING

AdaptifMaladaptif

Bicara dengan orang lainMinum alkohol

Mampu menyelesaikan masalahReaksi lambat/berlebih

Teknik reloksasiBekerja berlebihan

Aktifitas konstruktifMenghindar

OlahragaMencederai diri

LainnyaSering menyendiri

Masalah keperawatan : Koping individu inefektifIX. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN

Masalah dengan dukungan kelompok, spesifik :

Px selalu tampak diam, pasif dan menyendiri jika tidak ada yang mengajak bicara Masalah berhubungan dengan lingkungan, spesifik :

Px mengatakan lebih suka berdiam diri dan malu untuk memulai interaksi dengan teman-temannya karena malu sampai sekarang Px belum menikah dan belum bekerja, namun jika diajak untuk berkomunikasi oleh pasien lain Px mau menjawab. Masalah dengan pendidikan, spesifik :

Menurut Px, Px lulusan SMA namun sampai sekarang Px belum bekerja.

Masalah dengan pekerjaan, spesifik :

Px mengatakan sampai sekarang Px belum bekerja dan Px sering mengeluh bahwa mencari kerja itu susah. Px ingin sekali bekerja karena dengan begitu Px merasa berguna bagi ibunya. Masalah dengan perumahan, spesifik :klien mengatakan tinggal dirumahnya dengan Ibu, Kakak kandung, kakak ipar, kedua ponakannya dan ayahnya yang sekarang sudah meninggal.

Masalah ekonomi, spesifik :

Px tidak bekerja jadi segala kebutuhan Px ditanggung oleh kakak Px. Px merasa sebagai beban keluarga.

Masalah dengan pelayanan kesehatan, spesifik :

Px sering keluar masuk menur karena malas kontrol ke menur sebab Px merasa dirinya tidak sakit dan saat ini pasien kambuh dan dirawat lagi di menur.Waktu kunjungan rumah ditemukan obat pasien yang tidak diminum dan sudah kadaluarsa karena kurangnya pengawasan dari keluarga

Masalah lainnya, spesifik :Px mengatakan malu belum menikah dan bekerja, Px ingin segera pulang ke rumah karena merasa tidak sakit dan ingin segera bekerja.

Masalah keperawatan : Mekanisme Koping individu inefektif

Resiko Kerusakan interaksi sosial: menarik diri

Harga diri rendah

Ketidak efektifan pelaksanaan regimen terapeutik

Kurang pengetahuan Keluarga

X. PENGETAHUAN KURANG TENTANGPenyakit jiwa System pendukung

Faktor presipitasiPenyakit fisik

KopingObat-obatan

Masalah keperawatan : Kurang pengetahuan keluarga

Penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif

XI. DATA LAIN-LAIN

Lab : Tanggal 15 Desember 2010

NamaNilaiNilai normal

WBC7,4. 103 /uL4,6-10,2. 103 /uL

HCT41,3 %37-54,0 %

HGB13,4911,5-18,0 g/dl

PLT187. 103 /uL150-400. 103 /uL

XII. ASPEK MEDIK

Diangnosa medik : F. 20. 1 (Skizofrenia Hebefrenik)

Terapi medik : TFP 3x5 mg

Clozapin 2x50 mgXIII. ANALISA DATANoData dataMasalah Keperawatan

1.DS :

Px mengatakan malu sama saudara-saudaranya karena hanya dia yang tidak sukses sedangkan semua saudaranya sukses, sudah bekerja dan berkeluarga. Kakak ipar Px mengatakan bahwa Px pernah berpacaran dengan seorang tentara, namun tanpa sebab yang jelas tiba-tiba Px putus dengan pacarnya, mulai hari itu Px tidak pernah punya pacar dan pasien merasa malu karena sampai sekarang karena belum dapat pacar yang sama seperti yang sebelumnya

DO:

Kontak mata kurang Pasien mau mengikuti kegiatan Pasien mau berkomunikasi dengan teman dan orang lain jika diajak komunikasi terlebih dahuluGangguan Konsep diri: Harga diri rendah

2.DS

Px mengatakan lebih suka berdiam diri karena sulit/malu memulai interaksi dengan teman-temannya, namun Px mau berkumpul dan berinteraksi dengan pasien lain jika diajak. DO

Px selalu tampak diam, pasif dan menyendiri jika tidak ada yang mengajak bicara Saat diajak bicara Px sesekali memalingkan wajah dan menunduk.Resiko kerusakan interaksi sosial: Menarik diri

3.DS

Px mengatakan tahun 2004 px pernah marah-marah, membanting-banting barang, dan memukuli satpam RSJ Menur

Px mengaku dahulu sering dipukuli kakaknya, sehingga Px sering mengalami kekerasan fisik dan mental. Px sering dipukuli oleh kakak Px dengan menggunakan sepatu karena hal yang sepele.DO

Kadang pasien terlihat agresif ketika menjadi instruktur olahraga di ruangan Resiko Perilaku kekerasan

4.DS

-

DO

Waktu pengkajian Px mengenakan pakaian bersih tapi tidak rapi dan rambut Px panjang tidak disisir, dan tidak diikat dengan rapi serta kuku Px panjang, namun Px menggunakan pakaian sesuai dengan fungsinya, Px juga mengenakan alas kaki dan mandi 2 kali sehari

Defisit perawatan diri

5.DS

Px mengatakan jarang menceritakan masalahnya sama orang lain ataupun keluarganya dan lebih senang menyendiri kalau tidak ada yang mengajak berkomunikasi di rumah.

Pasien mengatakan dirinya adalah seorang yang pendiam pendiam.DO

Klien jarang bicara dengan orang lain jika tidak dipaksa bercerita

Klien sering diam saja

Mekanisme koping individu tak efektif

6.DS

Pasien mengatakan pasien sholat di rumah sakit jika pasien mau saja, kalau mau sholat langsung sholat tapi kalau malas tidak sholat (semau pasien)

Kakak Px mengatakan sebelum sakit Px selalu rajin beribadah dan tidak pernah telat waktu, namun selama Px sakit di RSJ. Menur Px selalu sholat semaunya, kalau ingin sholat ya sholat.

DO

Pasien di RS sholat semaunya sendiri tidak rutin

Distress spiritual

7.DS

-

DO

Px selalu tampak tidak bersemangat dalam menjalankan semua aktivitas namun Px masih mau mengikuti kegiatan jika disuruh

Penurunan aktivitas motorik

8.DS

Menurut kakak ipar Px mengatakan bahwa Px pernah berpacaran dengan seorang tentara, namun tanpa sebab yang jelas tiba-tiba Px putus dengan pacarnya, mulai hari itu Px tidak pernah punya pacar dan pasien merasa malu karena sampai sekarang belum dapat pacar yang sama seperti yang sebelumnya

Px pernah mengalami kekerasan oleh kakak Px sering dipukuli dengan menggunakan sepatu dan pasien merasa bahwa dirinya tidak berguna karena sering dimarahi oleh kakaknya dan masih belum bekerja

DO

Pasien sering diam dan mengalami harga diri rendah

Respon pasca trauma

9.DS

Keluarga mengatakan bahwa keluarga tidak mengetahui bahwa obat belum tidak teratur diminum pasien, dan keluarga mengatakan keluarga tidak tahu bagaimana cara merawat pasien supaya sembuh

DO

Waktu kunjungan rumah ditemukan obat pasien yang tidak diminum dan sudah kadaluarsa karena kurangnya pengawasan dari keluarga

Kurang pengetahuan keluarga

10.DS

Keluarga mengatakan pasien kadang malas kontrol dan kadang masih dipaksa untuk minum obat

DO

Px sering keluar masuk menur karena malas kontrol ke menur sebab Px merasa dirinya tidak sakit dan saat ini pasien kambuh dan dirawat lagi di menur.

Penatalaksanaan Regimen terapeutik takefektif

XIV. DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN

- Gangguan konsep diri: harga diri rendah

- Resiko kerusakan interaksi sosial : menarik diri

- Resiko perilaku kekerasan

- Defisit Perawatan Diri- Mekanisme koping individu tak efektif- Penurunan aktivitas motorik

- Respon pasca trauma

- Kurang pengetahuan keluarga

- Ketidak efektifan pelaksanaan regimen terapeutik

XVPOHON MASALAH

Effect

Core Problem

Causa

XVI DAFTAR DIAGNOSIS KEPERAWATAN

1. Resiko kerusakan interaksi sosial: menarik diri b.d harga diri rendah

2. Resiko perilaku kekerasan b.d harga diri rendah

3. Defisit perawatan diri b.d penurunan aktivitas motorik

4. Penurunan aktivitas motorik b.d harga diri rendah

5. Gangguan konsep diri: harga diri rendah b.d ketidakefektifan koping individu

6. Ketidakefektifan koping individu b.d respon pasca trauma

7. Resiko kekambuhan b.e penatalaksanaan regimen terapeutik takefektif

8. Penatalaksanaan regimen terapeutik takefektif b.d kurang pengetahuan keluarga

9. Respon pasca trauma b.d kehilangan, riwayat perilaku aniaya fisik3.3 STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

Nama Klien: Nn. DDx. Medis : Skizofrenia HebefrenikRuang: Flamboyan No. RM : 025031TGLNo

DXDIAGNOSA

KEPERAWATANPERENCANAANINTERVENSI

TUJUANKRITERIA EVALUASI

123456

10/

12/2010Resiko kerusakan interaksi sosial (menarik diri) berhubungan dengan harga diri rendahTUM :

Klien dapat berinteraksi dengan orang lain

TUK 1 :

Klien dapat membina

hubungan saling percayaEkspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau ber- jabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, klien mau duduk ber- dampingan dengan perawat, mau meng- utarakan masalah yang dihadapi1. Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi terapeutik

2. Sapa klien dengan ramag baik verbal maupun non verbal

3. Perkenalkan diri dengan sopan

4. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien

5. Jelaskan tujuan pertemuan

6. jujur danenepati janji

7. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya

8. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien

9. Diskusikan kemempuan dan aspek positif yang dimiliki klien

10. Setiap bertemu klin dihindarkan dari memberi penilaian negative

11. Utamakan memberi pujian yang realistik

TUK 2 :

Klien dapat mengiden-

tifikasi kemempuan dan

aspek positif yang dimiliki

2.1.

Klien mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki

1. Kemampuan yang dimiliki klien

2. Aspek positif keluarga

3. Aspek positif lingkungan yang dimiliki klien1. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit2. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan Penggunaan

TUK 3 :

Klien dapat menilai

kemampuan yang digunakan3.1.

Klien menilai kemampuan yang dapat digunakan1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan.

2. setiap hari sesuai kemampuan

- Kegiatan mandiri

- Kegiatan dengan bantu- an sebagian

-Kegiatan yang membutuhkan bantuan total

3. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien4. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan

TUK 4 :

Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan kemam- puan yang dimiliki4.1.

Klien membuat rencana kegiatan harian1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan, kegiatan mandiri, kegiatan dengan bantuan sebagian, dan kegiatan yang membutuhkan bantuan total

2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien

3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan

TUK 5 :

Klien dapat melakukan

kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya5.1.

Klien melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya1. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan2. Beri pujian atas keber- hasilan klien3. Beri contoh cara pelak- sanaan di rumah

TUK 6 :

Klien dapat memanfaat- kan sistem pendukung yang ada6.1.

Klien memanfaatkan sistem pendukung yang ada di keluarga1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah2. Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.3. Bantu keluarga me- nyiapkan lingkungandi rumah

3.4 IMLEMENTASI DAN EVALUASI Tanggal

Dx keperawatanImplementasiEvaluasiParaf

10 Des10Resiko kerusakan interaksi sosial (menarik diri) berhubungan dengan harga diri rendahTUK 1:

Klien dapat membina hubungan saling percaya

Selamat pagi Mbak

Kenalkan nama saya Dewi, saya mahasiswa Fakultas Keperawatan. Boleh saya tahu nama mbak siapa?mbak senang dipanggil apa? Tujuan saya kesini adalah untuk merawat mbak D. Apabila ada hal-hal yang ingin dibicarakan, ibu bisa bercerita dengan saya. Mungkin saya bisa membantu mencari jalan keluarnya. Saya akan disisni selama 12 hari mulai hari Senin- Jumat jam 07.00-16.00. Sekarang saya ingin ngobrol dengan mbak D, apa ibu mau sekarang?

Apa mbak D masih ingat kenapa dibawa kesini? Kenapa mbak D kok waktu dirumah sering marah-marah dan mondar-mandir mbak?S: Selamat paginama saya DO: Bicara pelan, setelah menjawab klien menjawab

S: Iya

O: Px tersenyum, Ekspresi wajah bersahabat dan sesekali menatap perawat.

S: Iyasaya ingat sus (klien menceritakan kejadiannya)

O: Mengangguk

S: iya itu sus saya marah (klien menceritakan semua masalahnya)

O: Ekspresi wajah berubah sedih dan sesekali menatap perawat.

A: Masalah teratasi sebagian (BHSP berhasil)P: Lanjutkan TUK 1 modifikasi TUK 2

13 Des 10TUK 2

Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki

Menurut mbak D, kemampuan mbak D yang bagaimana yang bisa membuat mbak D bangga?

Kemarin mbak D kan bisa menjahit, betul kan mbak D?

Selain itu kegiatan apa yang mbak D sukai selama di rumah sakit

Tuh kanibu punya banyak kemampuan yang dapat dibanggakan. Ibu bisa menjahit, pandai olahraga, dan juga pintar memasak. Mbak D harus bangga karena tidak semua perempuan bisa seperti mbak D.S : saya nggak bisa apa-apa. Saya Cuma senang masak, olahraga dan menyanyi mbakO : menjawab dengan suara lirih dan menunduk

S : saya Cuma bisa sedikit. Dulu saya sering bantu ibu saya jahit tapi sekarang sudah tidak.O : berbicara dengan kontak mataS : saya senang olahraga saja, O: tetap mempertahankan kontak mata

S : iya.

O : klien tersenyum dan mengangguk

A : masalah teratasi (TUK 2 berhasil)

P : lanjutkan TUK 3

14 Des 10TUK 3

Klien dapat menilai kemampuannya yang diambil

mbak D kan punya kemampuan menjahit, pandai olahraga, dan juga pintar memasak., lebih suka yang mana mbak D?

Kalau begitu mbak D kan bisa menjalankan semuanya. Di waktu luang mbak D bisa terima jahitan, kalau hari minggu bisa mengajar senam pagi, dan sorenya mbak D bisa memasak gorengan dan bisa dijual. Gimana menurut mbak D?

Iyakan lumayan bisa nambah pemasukan keluarga.

Nah sekarang mbak D sudah tahu kemampuan mbak yang bermanfaat. Gimana perasaan mbak mbak D?S : saya suka semuanya sus

O : klien tersenyum

S : iya sihsaya juga ingin seperti itu

O : klien menatap klien

S : iyaO : klien tersenyum

S: Senang mbak semoga bermanfaat dan saya bisa punya pekerjaanO : klien tersenyum

A : masalah teratasi (TUK 3 berhasil)

P : lanjutkan TUK 4

15 Des 10TUK 4

Klien dapat merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.

mbak D sekarang kita rencanakan kegiatan sesuai kemampuan mbak D, setuju tidak?

Yang mbak D mau apa? Apakah hanya menjahit, olahraga, dan memasak saja?

Baiklahsekarang kita rencanakan pelaksanaannya.

Ya sudah mbak D istirahat dulu sajaS : iyasaya setuju-setuju saja.

O : klien tersenyum

S : iyaitu saja, banyak-banyak malah tidak bisa dilakukan. Tapi kayaknya menjahitnya tidak mbak karena saya tidak ahli.O : klien tampak menjelaskan

S : sussebentar yatiba-tiba kepala saya pusing.O : klien memegangi kepala dan klien menuju kamar

A : masalah belum teratasi

P : lanjutkan TUK 4

16 Des 10Melanjutkan TUK 4

mbak D kemarin kita kan sudah merencanakan kegiatan mbak D sekarang kita lanjutkan mengatur kegiatan mbak D lagi mbak D mau kegiatan apa?

mbak D maunya dilaksanakan kapan?

Kalau gitu saat waktu luang dirumah mbak D bisa mengajar olahraga, dan memasak. Supaya mbak D nggak kepikiran sama masalah mbak D terus-terusan. S : iyasaya mau memasak dan mengajar olahraga sajaO : klien mengangguk

S : iyasaya maunya pas saya pulang kerumah mbak.O : klien tersenyum

S : iya mbak Insya allahbiar saya nggak kepikiran masalah saya terus-terusan.

O : klien menjelaskan

A : masalah teratasi (TUK 4 berhasil)

P : lanjutkan TUK 5

17 Des 10TUK 5

Klien dapat melakukan kegiatan disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan klien.

mbak D sebenarnya saya ingin supaya hari ini mbak D mengajar olahraga. Tapi sayang kenapa kok mbak D nggak mau tadi?

Kenapa kok malu, padahal mbak D khan dulu pernah ngajar olahraga dan mbak D pintar olahraga khan? Ya sudah nggak apa-apatapi mbak D harus tetap semangat ya dan besok saya mau lihat mbak D yang mengajar olahraga bagaimana mau khan?S : iyasaya sudah lama nggak olahraga jadi saya malu mbakO : klien tampak kecewa

S : diam O : klien tersenyum dan memandang perawatS : iya susterimakasih ya sus

O : klien tersenyum

A : masalah belum teratasi (TUK 5 belum berhasil)

P : lanjutkan TUK 5

17 Des 10Melanjutkan TUK 5

Selamat pagi mbak D Bagaimana mbak D kabarnya hari ini? Tadi saya lihat mbak D sudah mau melatih olahraga wah bagus sekali gerakan-gerakan yang mbak D bikin. Wah mbak D hebat ya masih hapal gerakan senam SKJ tahun 2006. Saya saja nggak hapal mbak, bagaimana kalau besok mbak D melatih olah raga lagi mau kan mbak D? S: Pagi mbak

O: Klien tersenyum dan menatap perawat

S: itu hanya senam SKJ tahun 2006 kok mbak, gerakan biasa saja.

O: klien tersenyum dan menunduk

S: -O : klien mengangguk

A : masalah teratasi (TUK 5 berhasil)

P : lanjutkan TUK 6

20 Des 10TUK 6Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.

Pagi mbak Dbagaimana keadaan mbak D hari ini?

mbak D harus makan yang banyak biar tenaga mbak D ada biar nggak lemas mbak. Kalau ingin keadaannya cepat pulih mbak D harus makan yang banyak Karena itu harus ada semangat dari mbak D sendiri tentunya.

Kalau mbak D bosen sama makanan dari Rumah sakit, nanti waktu keluarganya mbak D menjenguk lagi biar minta dibawakan makanan dari rumah, biar mbak D makannya enak, bagaimana mbak D? Ya sudah kalau begitu mbak D istirahat dulu, jangan lupa makannya nanti dihabiskan ya mbak D.

S : pagi sussaya ngerasa agak lemas

O : klien menjelaskan dengan suara lirih

S : iya sus.

O : klien menunduk

S : iya sus

O : klien mengangguk

S : iya sus

O : klien menatap perawat

S : iya makasih sus

O : klien tersenyum

A : TUK 6 terlaksana

P : pertahankan TUK 6

21 Des 10

Melanjutkan TUK 6 Selamat pagi mbak D Bagaimana makannya? Apa mbak D sudah bisa memotivasi diri sendiri?

Wah bagusrupanya mbak D sudah bisa memotivasi diri sendiri ya

Baiklah mbak Dhari ini adalah hari terakhir kita bertemu besok kita nggak bisa mengobrol-ngobrol lagi tapi insya allah saya akan sering-sering main kesini lagibagaimana perasaan mbak D setelah selama ini ngobrol dengan saya? Ngomong-ngomong masih ingat tidak minum obatnya berapa kali? Wah bagus mbak, jangan malu-malu lagi mbak D kan punya banyak kelebihan, terus kembangkan diri mbak D, jangan lupa mandi, sama tetep rajin melatih olahraga disini ya mbak Nah kalau begitu kita akhiri pertemuan kita sampai disini, hati-hati disini ya mbak D, maaf kalau selama kita ngobrol-ngobrol saya punya salah, jangan lupa kalau pulang harus rajin kontrol dan tolong diingat pesan-pesan saya ya mbak D (Hasil Kunjungan Rumah)

Mengidentifikasi :

1. Kebiasaan klien selama dirumah

2. Kemampuan klien untuk bersosialisasi dirumah.

3. Keteraturan minum obat.

4. Faktor pemicu kekambuhan klien.

5. Riwayat penyakit keluaraga dan pasien serta riwayat hidup penderita.

6. Faktor pendukung lingkungan

7. Hubungan internal keluarga dan pasien

8. Keadaan rumah dan lingkungan.

9. Sosial ekonomi.

10. Mengidentifikasi kesiapan keluarga dalam menerima kembali pasien pulang

.

Memberikan Health Edication tentang;

1. Faktor penyebab pemicu kekambuhan.

2. Stresor terjadinya gangguan jiwa.

3. Peran keluarga dalam pemenuhan support sistem, pengawasan minum obat, dan cara penanggulangan dini pasien kambuh.

S : pagisudah agak baik

O : klien tersenyum

S : iyamakannya sudah habis mbak O : klien menjelaskan

S : iya saya senang susmbak suster sudah banyak bantu saya. Sering-sering main kesini sama main kerumah saya ya mbak. O : klien tersenyumS: iya ingat sus, minumnya 3 kali sehari, warna orange dan warna biru.

O: klien menjelaskan.

S: iya sus

O: Px tersenyum dan memandang perawat

S: iya sus..O: Px tersenyum dan menjabat tangan perawat

S: Keluarga mengatakan sudah mengerti tentang faktor pemicu kekambuhan, stressor terjadinya gangguan jiwa, peran keluarga dalam pemenuhan support sistem, pengawasan minum obat dan cara penanggulangan dini pasien kambuh.O:

Keluarga menerima perawat dengan baik.

Keluarga mau dan mampu mencaritakan tentang semua yang ditanyakan perawat.

(hasil Interview)

Px kurang memiliki aktivitas pengalih atau kesibukan selama dirumah.

Support sistem keluarga dan lingkungan kurang.

Keluarga kurang mengawasi pasien dalam minum obat.

Intensitas interaksi keluarga dengan pasien kurang

Kondisi ekonomi keluarga baik (golongan berkecukupan)

Indeks tekan ruang: 180A : TUK 6 terlaksana

P : lanjutkan TUK selanjutnya

BAB 4

PEMBAHASAN

4.1 Identitas klien

Menurut Nurmiati (2005), harga diri rendah lebih sering terjadi pada wanita, ada kesesuaian dengan kasus ini. Wanita lebih sering terpajan dengan stresor lingkungan dan ambangnya terhadap stresor lebih rendah dari pada pria. Pada Nn. D yang pada saat ini berusia 43 tahun masuk pada resiko tinggi terjadinya harga diri rendah (20-40 tahun). Selain itu status perkawinan juga sangat berpengaruh terhadap terjadinya harga diri rendah. Harga diri rendah pada Nn. D dipengaruhi oleh status perkawinan dimana klien belum menikah sampai usia 40 tahun.

4.2 Alasan masuk

Ditinjau dari alasan masuk yang paling berpengaruh adalah status perkawinan, dimana klien belum menikah sampai usia 40 tahun. Menurut Nurmiati (2005), peristiwa kehidupan rumah tangga baik yang akut maupun kronis dapat menimbulkan harga diri rendah, misalnya kegagalan pernikahan, pertengkaran rumah tangga, kesulitan keuangan, akumulasi peristiwa yang tidak menyenangkan di masa lalu serta stigma masyarakat tentang Perawan tua. Menurut Karen Horney (1885-1952) menyatakan bahwa kebudayaan merupakan faktor pendukung unsur penting dalam hubungan antar-manusia dalam membangkitkan motivasi perilaku manusia, hal ini yang membuat klien mengalami gangguan konsep diri : harga diri rendah.

4.3 Faktor predisposisi

Teori kognitif mengemukakan bahwa harga diri rendah merupakan masalah kognitif yang dipengaruhi oleh penilaian negatif terhadap diri sendiri, lingkungan dan masa depan. Mereka memandang suatu kejadian yang menimpa dirinya sebagai suatu hukuman atau akibat dari kegagalan mereka melaksanakan tanggung jawab yang seharusnya dikerjakan (Nurmiati, 2005). Selain itu sebelumnya tidak ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Risiko harga diri rendah semakin tinggi bila ada riwayat genetik dalam keluarga. Hal ini terjadi kesenjangan dengan teori karena harga diri rendah tetap terjadi meskipun dalam keluarga Nn. D tidak ada riwayat genetik melainkan mekanisme koping klien yang tidak efektif menjadi salah satu faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah. Namun, hal ini dapat dijelaskan dengan teori yang dikemukakan oleh Adolf Mayer (1866-1950) yaitu gejala gangguan jiwa yang dialami oleh Nn. D merupakan reaksi individu terhadap lingkungan dan pengalamannya, jika koping individu yang dihasilkan seseorang itu positif maka mekanisme gejala yang timbulkan juga positif begitu pula sebaliknya. 4.4 Fisik

Menurut Stuart & Sundeen (1995), pada penderita harga diri rendah mudah sekali lelah. Pada Nn. D manifestasinya ditunjukkan melalui keluhan lesu yang ditandai dengan penurunan aktivitas motorik dan kemauan dalam melakukan segala kegiatan.4.5 Psikososial

Pada kasus ini klien jarang bergaul dengan lingkungan. Klien pernah bekerja sebagai guru olahraga sebelum sakit. Klien sebelumnya cukup aktif di kegiatan masyarakat. Menurut Nurmiati (2008), gejala psikis dari harga diri rendah antara lain kehilangan rasa percaya diri karena orang yang mengalami harga diri rendah cenderung memandang segala sesuatu dari sisi negatif, termasuk menilai diri sendiri. Selain itu klien sulit bergaul dengan orang lain dan sehingga tidak mau mengikuti kegiatan di masyarakat. Pada orang yang mengalami harga diri rendah senang sekali mengkaitkan segala sesuatu dengan dirinya, perasaannya sensitif sekali. Akibatnya mereka mudah perasa, mudah sedih, murung dan lebih suka menyendiri.

4.6 Status Mental

Menurut Nurmiati (2008), penderita harga diri rendah akan terlihat dari metode kerjanya yang menjadi kurang terstruktur, sistematika kerjanya jadi kacau atau kerjanya jadi lamban. Hal ini tampak dari pembicaraan klien lambat dengan suara pelan. Selain itu orang yang terkena harga diri rendah akan kehilangan sebagian atau seluruh motivasi kerjanya, mereka mudah sekali lelah, capai padahal belum melakukan aktivitas yang berarti. Ia sudah kehilangan minat dan motivasi untuk melakukan kegiatannya seperti semula. Selama di RS klien tampak lesu, lebih banyak diam dan berada di atas tempat tidur. Klien mengatakan badannya lemas. Oleh karena itu, keharusan untuk tetap beraktivitas membuatnya semakin kehilangan energi karena energi yang ada sudah banyak terpakai untuk mempertahankan diri agar tetap dapat berfungsi seperti biasanya.

Saat pengkajian klien mengatakan malu karena belum kerja, belum menikah dan menyusahkan orang tuanya. Hal ini sesuai dengan teori bahwa klien mengalami gejala psikis dari harga diri rendah yaitu perasaan bersalah dan merasa tidak berguna. Perasaan tidak berguna ini muncul karena mereka merasa menjadi orang yang gagal terutama di bidang atau lingkungan yang seharusnya mereka kuasai. Mereka memandang suatu kejadian yang menimpa dirinya sebagai suatu hukuman atau akibat dari kegagalan mereka melaksanakan tanggung jawab yang seharusnya dikerjakan.

Interaksi selama wawancara, klien melakukan kontak mata dengan perawat, namun sesekai menundukkan wajah dan baru melakukan kontak mata saat menjawab pertanyaan. Menurut teori ini termasuk gejala sosial pada klien harga diri rendah dimana mereka merasa tidak mampu untuk bersikap terbuka dan secara aktif menjalin hubungan dengan lingkungan sekalipun ada kesempatan. Selain itu muncul juga perasaan minder, malu, cemas jika berada di antara kelompok dan merasa tidak nyaman untuk berkomunikasi secara normal.

Persepsi pada klien tidak terjadi gangguan, klien tidak mengalami halusinasi. Begitu juga pada proses pikir klien tidak ditemukan waham karena klien masih berada pada episode harga diri rendah sedang dimana tidak ada gejala psikotik, selain itu tingkat konsentrasi dan berhitung pada klien masih baik.4.7 Lingkungan Keluarga dan MasyarakatMenurut Maramis (2005), bila lingkungan keluarga dan masyarakat atau suatu kelompok mengalami stres atau berpotensi menimbulkan stres, maka dapat dilihat bahwa ada orang dalam lingkup tersebut yang jatuh sakit. Makin hebat stres itu makin banyak orang yang terganggu. Faktor tuan rumah (host factor) yang merupakan kwalitas para anggota masyarakat dan yang menentukan kerentangan dan kekebalan pada stres. Pada kasus ini dukungan sosial (support system) dari lingkungan keluarga dan masyarakat kurang adekuat, terbukti dengan kurangnya interaksi komunikasi antara klien dengan keluarga, terutama setelah klien mengalami gangguan jiwa. Meskipun hubungan antara klien dengan keluarga dan lingkungan masyarakat baik, namun jika kurang terjalin komunikasi yang baik antara keduanya dapat memicu terjadinya stres. Proses komunikasi antara komponen dalam keluarga atau masyarakat sering kali berperan sebagai alat untuk mengatasi stres itu sendiri. Oleh karena itu, semakin jarang interaksi baik verbal maupun non verbal akan menyebabkan penumpukan stresor yang tidak terselesaikan, sehingga menyebabkan klien semakin jatuh dalam kondisi stres. Selain itu klien juga kurang berperan aktif dalam kegiatan sosial masyarakat, terutama sejak sakit. Di sisi lain, lingkungan masyarakat juga kurang memberikan perhatian terhadap klien, meskipun tidak terjadi isolasi sosial dari masyarakat sehingga hal ino dapat menjadi faktor pendukung terjadinya kekambuhan penyakit klien.BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Harga diri rendah merupakan suatu gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan sedih berduka yang berlebihan dan berkepanjangan. Penyebab harga diri rendah sangat bervariasi, diantaranya faktor genetik , psikologik dll. Gejala harga diri rendah dapat dikelompokkan menjadi gejala fisik, psikis dan sosial. Penatalaksanaan dari harga diri rendah harus menggabungkan antara terapi psikologik dan biologis.

2. Dari hasil pengkajian pada Nn. D dengan diagnosa Harga diri rendah sedang didapatkan data salah satunya adalah klien merasa minder karena masalah keluarga, pernikahan dan pekerjaan.

3. Diagnosis keperawatan utama pada Nn. D adalah isolasi sosial (menarik diri) berhubungan dengan gangguan konsep diri (harga diri rendah).

4. Perencanaan tindakan keperawatan didasarkan pada standar asuhan keperawatan jiwa pada masalah keperawatan utama harga diri rendah

5. Intervensi yang sudah dilaksanakan sesuai dengan TUK yang ingin dicapai yaitu sampai TUK 6. 5.2 Saran

1. Petugas kesehatan atau perawat harus memahami proses perawatan pasien harga diri rendah mulai dari pengkajian sampai evaluasi. Singga proses keperawatan dapat berjalan dengan efektif dan tepat guna.

2. Peran keluarga dalam mendukung terapi pasien harga diri rendah sangatlah diperlukan mengingat keluarga adalah orang terdekat dari pasien

3. Pemberian penyuluhan kepada keluarga tentang perawatan pasien dirumah sangatlah penting untuk mencegah terjadinya kekambuhan.

DAFTAR PUSTAKA

Keliat, (2005). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.Maramis, W.F, (2005). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press. Maslim, R. (2001). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. Jakarta: FK Unika Atma Jaya.

Nurmiati, A., ((2005). Harga diri rendah. Aspek Neurobiologi Diagnosis dan Tatalaksana. Jakarta: FKUI.

Prijosaksono, A., (2008). Mengendalikan Diri Sewaktu Harga diri rendah. www//http: sinarharapan.co.id. diakses pada tanggal 15 Desember 2010. Pukul 05.40 WIB.

Rawlin, R.P.(1993). Clinical Manual of Psychiatric Nursing. St. Louis: Mosby Year BookStuart G.W Sundeen, S.J., (1995). Buku Saku Keperawatan Jiwa. (ed. Indonesia). Jakarta: EGC

Towsend, M, C.1995. Buku Saku: Diagnosa Keperawatan Psikiatri: Pedoman untuk Pembuatan Rencana Keperawatan. (ed.Indonesia). Jakarta: EGCLampiranLAPORAN

KUNJUNGAN RUMAHI. IDENTITAS PENDERITA

Nama

: Nn. D

Umur

: 43 tahun

Jenis kelamin: Perempuan

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: Tidak bekerja

Status perkawinan: Belum kawin

Alamat

: Surabaya

Nomer Reg.: 025031

Diagnosa

: F.20.1 (Skizoprenia hebeprenik)

II. SUSUNAN KELUARGA

NoSexUmurPendidikanStatus PerkawinanPekerjaanKeterangan

1Laki-laki67 thSDMenikah-Ayah pasien meninggal

2Perempuan65 thSDMenikahIbu rumah tanggaIbu pasien

3Laki-laki46 thD3MenikahWiraswastaKakak pasien

4Perempuan37 thSMAMenikahIbu rumah tanggaKakak ipar pasien

5Perempuan43 thSMABelum menikahTidak bekerjaPasien

6Laki-laki38 thS1MenikahWiraswastaAdik pasien

7Laki-laki36 thS1MenikahWiraswastaAdik pasien

8Laki-laki12 thSDBelum menikahSekolahKeponakan pasien

9Perempuan7 thSDBelum menikahSekolahKeponakan pasien

III. KESAN PENERIMAAN

Keluarga pasien menerima kunjungan perawat dari RSJ. Menur dengan sambutan yang baik dan menciptakan suasana rumah yang kondusif dan nyaman. Keluarga juga kooperatif dengan perawat yang datang dengan menjawab semua pertanyaan.

IV. RIWAYAT HIDUP PENDERITA

a. Prenatal

Ibu pasien selama mengandung pasien rutin periksa kandungan ke dokter dan tidak ada keluhan selama kehamilan.b. Natal

Ibu pasien melahirkan secara normal tanpa kesulitan pada saat kandungan berusia 9 bulan.

c. Postnatal

Saat lahir pasien memiliki berat badan 3,5 kg dan panjang badan 52 cm.

V. FAKTOR HEREDITER

Tidak ada di keluarga pasien yang menderita sakit seperti pasien sebelumnya.VI. PREMORBID

Pasien pendiam dan suka menyendiri.VII. HUBUNGAN INTER DAN ANTAR KELUARGA

Orang yang dekat dengan pasien adalah ibu pasien. Hubungan pasien dengan anggota keluarga yang lain baik, namun intensitas komunikasi antara keluarga dan pasien kurang intens.VIII. KEADAAN RUMAH DAN LINGKUNGAN

Rumah pasien memiliki pagar dari tembok yang tinggi. Rumah bersih, rapi dan tata ruang bagus. Semua barang tertata pada tempatnya dengan rapi. Rumah pasien juga mempunyai taman di depan rumah.IX. SOSIAL EKONOMI

Penanggung biaya hidup dalam keluarga pasien adalah kakak pasien yang bekerja sebagai wiraswata dengan penghasilan sebesar 2,5 juta setiap bulan.X. INDEX TEKANAN RUANG

Rumus :

Pasangan Interaksi (PI) : N2 N = 62 _ 6 = 15 2 2Luas Bangunan (LB) : P x L x 9 feet = 25 x 12 x 9 = 2700 feet

ITR : LB = 2700 = 180 PI 15

Catatan : N = penghuni rumahXI. DENAH RUMAH

U

S

25 meter

12 mete

65

36

38

43

46

37

12

7

43

Kontak mata

Kurang

Resiko Perilaku Kekerasan

Resiko Kerusakan Interaksi sosial (menarik diri)

2

Defisit Perawatan DIri diri

3

1

Gangguan konsep diri

(harga diri rendah)

Penurunan Aktivitas Motorik

4

5

Ketidakefektifan koping individu

6

Respon pasca trauma

Resiko kekambuhan

9

7

Kehilangan, riwayat aniaya fisik

Penatalaksanaan Regimen terapeutik takefektif

8

Kurang pengetahuan

keluarga

Kamar

Kamar Kolam

Dapur

Gudang Kamar

Mandi

Kamar

Kamar Pasien

Ruang Tamu Kamar

Taman