42-81-1-sm

8
Pengaruh suhu dan cahaya terhadap stabilitas angkak hasil fermentasi Monascus purpureus (Teti Indrawati, Djadjat Tisnadjaja, Ismawatie) 85 PENGARUH SUHU DAN CAHAYA TERHADAP STABILITAS ANGKAK HASIL FERMENTASI Monascus purpureus 3090 PADA BERAS Teti Indrawati, Djadjat Tisnadjaja, Ismawatie Program Studi Farmasi, FMIPA-ISTN Korespondensi: Dr. Teti Indrawati Apt. Bukit Cengkeh Berbunga Blok A4 no 8 Depok, email: [email protected] ABSTRACT Red rice is the product of yeast Monascus purpureus grown on rice as a natural colorant but unstable. This research aims are to get the optimum of depository conditions for red yeast rice. This research was did by fermentating the yeast strain of Monascus purpureus 3090 on rice, later its product were characterised and tested its stability during 9 weeks at 6 depository conditions, that is in room ((24-27 o C), 30 o C, and 40 o C temperature, hit by sunlight, lamp light and without light.The results exhibited that the red rice product were dust powder, red color, caramel smell, and water content 5,62 %. The water solution of 0,2% red rice had pH of 4,70 and 0,1093 color absorpstion, and in 70% ethanol solution had pH of 5,60 and 0,5348 color absorption at 523 nm. Its stability didn’t influence by temperature, but influence by lamp light and sunlight. It was stable in depository without light, room temperature, 30 o C and 40 o C. Keywords: red rice, Monascus purpureus,stability, temperature, light ABSTRAK Angkak merupakan pigmen berwarna kuning sampai merah hasil fermentasi beras (Oryza sativa) yang aman sebagai pewarna alami tetapi tidak stabil. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kondisi penyimpanan angkak yang optimun. Penelitian dilakukan dengan cara beras difermentasi oleh kapang Monascus purpureus 3090, kemudian angkak yang dihasilkan dikarakterisasi dan diuji stabilitasnya selama 9 minggu pada 6 kondisi penyimpanan, yaitu suhu kamar (24-27 o C), 30 o C, 40 o C, terkena cahaya matahari, terkena cahaya lampu dan tanpa cahaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa angkak yang dihasilkan berupa serbuk halus, berwarna merah, berbau karamel dan mengandung kadar air 5,62%. Larutan angkak 0,2 % dalam pelarut air suling memiliki pH 4,70 dan serapan warna 0,1093 pada λ 523 nm, dalam etanol 70% memiliki pH 5,60 dan serapan warna 0,5348 pada λ 523 nm. Stabilitasnya tidak dipengaruhi oleh suhu, tetapi dipengaruhi oleh cahaya lampu dan matahari. Angkak stabil pada penyimpanan tanpa cahaya, suhu kamar (24-27 o C), 30 o C dan 40 o C selama 9 minggu. Kata kunci : angkak, Monascus purpureus 3090, stabilitas, suhu,cahaya PENDAHULUAN Suatu produk makanan agar dapat bersaing di pasaran mutunya harus baik. Makanan selain harus memiliki nilai gizi tinggi, rasa yang enak serta harganya yang murah juga harus memiliki warna yang menarik. Zat warna sintesis lebih banyak digunakan oleh industri makanan daripada zat warna alami karena lebih murah dan mudah didapat, akan tetapi beberapa

Upload: tuittuit

Post on 23-Oct-2015

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 42-81-1-SM

Pengaruh suhu dan cahaya terhadap stabilitas angkak hasil fermentasi Monascus purpureus

(Teti Indrawati, Djadjat Tisnadjaja, Ismawatie)

85

PENGARUH SUHU DAN CAHAYA TERHADAP STABILITAS ANGKAK HASIL FERMENTASI

Monascus purpureus 3090 PADA BERAS

Teti Indrawati, Djadjat Tisnadjaja, Ismawatie

Program Studi Farmasi, FMIPA-ISTN

Korespondensi: Dr. Teti Indrawati Apt. Bukit Cengkeh Berbunga Blok A4 no 8 Depok, email: [email protected]

ABSTRACT

Red rice is the product of yeast Monascus purpureus grown on rice as a natural colorant but unstable. This research aims are to get the optimum of depository conditions for red yeast rice. This research was did by fermentating the yeast strain of Monascus purpureus 3090 on rice, later its product were characterised and tested its stability during 9 weeks at 6 depository conditions, that is in room ((24-27

oC), 30

oC, and 40

oC temperature, hit by

sunlight, lamp light and without light.The results exhibited that the red rice product were dust powder, red color, caramel smell, and water content 5,62 %. The water solution of 0,2% red rice had pH of 4,70 and 0,1093 color absorpstion, and in 70% ethanol solution had pH of 5,60 and 0,5348 color absorption at 523 nm. Its stability didn’t influence by temperature, but influence by lamp light and sunlight. It was stable in depository without light, room temperature, 30

oC and 40

oC.

Keywords: red rice, Monascus purpureus,stability, temperature, light

ABSTRAK

Angkak merupakan pigmen berwarna kuning sampai merah hasil fermentasi beras (Oryza sativa) yang aman sebagai pewarna alami tetapi tidak stabil. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kondisi penyimpanan angkak yang optimun. Penelitian dilakukan dengan cara beras difermentasi oleh kapang Monascus purpureus 3090, kemudian angkak yang dihasilkan dikarakterisasi dan diuji stabilitasnya selama 9 minggu pada 6 kondisi penyimpanan, yaitu suhu kamar (24-27

oC), 30

oC, 40

oC, terkena cahaya matahari, terkena

cahaya lampu dan tanpa cahaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa angkak yang dihasilkan berupa serbuk halus, berwarna merah, berbau karamel dan mengandung kadar air 5,62%. Larutan angkak 0,2 % dalam pelarut air suling memiliki pH 4,70 dan serapan warna 0,1093 pada λ 523 nm, dalam etanol 70% memiliki pH 5,60 dan serapan warna 0,5348 pada λ 523 nm. Stabilitasnya tidak dipengaruhi oleh suhu, tetapi dipengaruhi oleh cahaya lampu dan matahari. Angkak stabil pada penyimpanan tanpa cahaya, suhu kamar (24-27

oC), 30

oC dan 40

oC selama 9 minggu.

Kata kunci : angkak, Monascus purpureus 3090, stabilitas, suhu,cahaya

PENDAHULUAN

Suatu produk makanan agar dapat bersaing di pasaran mutunya harus baik. Makanan selain harus memiliki nilai gizi tinggi, rasa yang enak serta

harganya yang murah juga harus memiliki warna yang menarik. Zat warna sintesis lebih banyak digunakan oleh industri makanan daripada zat warna alami karena lebih murah dan mudah didapat, akan tetapi beberapa

Page 2: 42-81-1-SM

Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 5 No. 2 Juli 2010: 85-92

86

pewarna sintetis seringkali tidak memenuhi persyaratan kesehatan, karena memiliki sifat karsinogenik (1,2). Oleh karena itu pemanfaatan bahan pewarna alami seperti angkak (Red-rice), kesumba (Bixa orellana) dan secang (Caessalpinia sappan) dapat digunakan sebagai alternatif lain pengganti pewarna sintetis (1,2.3). Menurut Sukandar (2000) sebagian besar pewarna alami berasal dari ekstrak tumbuhan, hewan, atau dari mikroorganisme (4).

Angkak merupakan hasil produksi fermentasi beras (Oryza sativa) oleh kapang Monascus purpureus yang berupa pigmen berwarna kuning sampai merah. Menurut Tisnadjaya serbuk angkak berfungsi sebagai pewarna, pembangkit rasa dan pengawet pada makanan karena mengandung oligopeptida dan senyawa monascidin A. Menurut Fabre (1993) pigmen yang dihasilkan oleh M. purpureus sangat stabil dan aman digunakan sebagai bahan tambahan makanan(5). Sheu et al. (2000) menyatakan bahwa pewarnaan menggunakan pigmen yang dihasilkan oleh M. purpureus sangat stabil dan tidak mengubah rasa nata. Serbuk ini sangat aman digunakan karena tidak adanya dampak negatif terhadap kesehatan, mudah diproduksi, harga relatif murah dan terjangkau(5,6).

Serbuk angkak menghasilkan pewarna-pewarna alami yang memiliki struktur molekul dan sifat kimia yang mirip serta bersifat larut dalam air dan etanol. Suatu senyawa yang memiliki sifat larut dalam air umumnya kurang stabil bila dibandingkan dengan yang larut dalam etanol. Stabilitas pewarna dapat dipengaruhi oleh suhu dan cahaya, dan gejala ketidakstabilannya dapat berupa perubahan warna, aroma/bau dan adanya penggumpalan. Agar dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama perlu diketahui stabilitas fisik dan kimia serbuk angkak selama penyimpanan(6,7,8,9,10). Oleh

karena itu, dilakukan penelitian tentang pengaruh suhu dan cahaya terhadap stabilitas fisik dan kimia pewarna alami serbuk angkak.

METODE PENELITIAN Bahan

Bahan penelitian yang digunakan, yaitu beras (Oryza sativa) varietas “Rojolele” dan isolat M. purpureus 3090, Potato Dextrose Agar (PDA) (DIFCO) yang telah diremajakan, Kalium dihidrogen fosfat p.a (MERCK), Natrium nitrat p.a (MERCK), Magnesium sulfat p.a (MERCK), Kalsium klorida p.a (MERCK), Mono natrium glutamat p.a (MERCK), tepung beras (Rose Brand), glukosa (C6H12O6) p.a (MERCK), Natrium asetat p.a (MERCK), dan etanol 70 % Cara kerja

Penelitian diawali dengan pembuatan serbuk angkak yang mengandung pewarna alami (pigmen) dengan proses fermentasi kapang M. purpureus 3090 pada media beras. Serbuk angkak yang dihasilkan dikarakterisasi, dan diuji stabilitasnya dengan uji dipercepat menggunakan tiga macam suhu (suhu kamar, 30oC dan 40oC) dan tiga kondisi cahaya berbeda (cahaya matahari, cahaya lampu dan tanpa cahaya) selama 9 minggu. Karakterisasi dan uji stabilitas yang dilakukan meliputi: sifat organoleptis, pH, kadar air dan analisis dengan spektrofotometri. Pembuatan serbuk angkak: Pembuatan serbuk angkak diawali dengan fermentasi kapang M. purpureus 3090 pada media beras. Beras direndam dalam larutan glukosa 0,3 % dan Na-asetat 0,2 % dengan perbandingan 1:1 (beras : air) selama 24 jam,ditiriskan. Beras ± 100 gram dimasukkan kedalam botol selai ditertutup, setelah itu disterilisasikan menggunakan dandang selama 2 jam. Media beras steril

Page 3: 42-81-1-SM

Pengaruh suhu dan cahaya terhadap stabilitas angkak hasil fermentasi Monascus purpureus

(Teti Indrawati, Djadjat Tisnadjaja, Ismawatie)

87

didinginkan, lalu diinokulasi dengan 2 ml inokulum cair M. purpureus 3090, lalu diinkubasi selama 14 hari pada suhu kamar. Tahap selanjutnya dilakukan proses pemanenan. Angkak yang dihasilkan dipisahkan sesuai dengan kepekatan warna yang terbentuk. Semakin baik warna yang terbentuk maka semakin baik kualitas angkak yang dihasilkan. Diperoleh 6 kelompok angkak yang dihasilkan, masing-masing dimasukkan kedalam wadah sesuai pengelompokannya, kemudian dikeringkan pada suhu 60-70oC selama 3 hari. Serbuk kering angkak dihaluskan dan disterilisasi akhir menggunakan oven pada suhu 150oC selama 2 jam (11,12,13). Karakterisasi serbuk angkak: Karakterisasi yang dilakukan meliputi organoleptis, pH, kadar air, dan penentuan serapan UV-vis. Pengamatan organleptis dilakukan mengamati warna, bentuk dan bau menggunakan panca indera. Pengukuran nilai pH dilakukan terhadap ± 0,1 gram serbuk angkak yang dilarutkan dalam 50 ml pelarut (air suling dan etanol 70 %). Penetapan kadar air serbuk angkak dilakukan menggunakan dengan metode gravimetri. Analisis kualitatif dilakukan menggunakan spektrofotometri UV-Vis pada λ 523 nm dengan pelarut air suling dan etanol 70 %.(12,13,) Uji stabilitas pewarna alami serbuk angkak: Serbuk angkak dikemas dalam plastik klip transparan sebanyak 10 gram, disimpan 10 kemasan pada masing-masing kondisi penyimpanan. Penyimpanan serbuk angkak dilakukan selama 9 minggu dengan 6 kondisi penyimpanan, yaitu suhu kamar (24-27oC), suhu 30oC dan suhu 40oC (dalam inkubator), terkena cahaya matahari, terkena cahaya lampu dan tanpa cahaya. Pengujian stabilitas dilakukan setiap minggu terhadap serbuk angkak, meliputi: organoleptis, pH, kadar air, dan analisis

Spektrofotometri (pengujian dilakukan pada minggu ke-0 sampai minggu ke-9 untuk analisis pada λ 523 nm dan pada minggu ke-1 sampai minggu ke-9 untuk analisis pada λ 416 nm).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan isolat M. purpureus 3090 pada media padat (beras) sangat baik yang ditunjukkan oleh adanya pembentukan warna isolat pada media dengan perubahan yang jelas mulai dari hari pertama sampai hari ke empat belas (tabel 1) dan hasil panennya diperoleh angkak sebanyak bobot basah 2560 g dan bobot kering 280 g . Serbuk kering angkak dikerakterisasi yang hasilnya dapat dilihat pada tabel 2.

Hasil uji stabilitas sifat organoleptis dapat dilihat pada tabel 3, diperoleh bahwa serbuk angkak yang disimpan pada suhu kamar sampai mingu ke 9 stabil karena tidak mengalami perubahan warna, bau dan bentuk yang berbeda secara nyata, sedang pada penyimpanan suhu 30oC dan suhu 40oC mengalami perubahan bau yang melemah pada minggu ke-6, dengan bentuk dan warna yang tidak mengalami perubahan. Perubahan bau khas serbuk angkak yang jadi melemah, kemungkinan karena kandungan senyawa aromatik yang menyebabkan bau khas angkak menurun adanya proses penguapan senyawa aromatik yang bersifat volatil akibat pengaruh suhu dan lama penyimpanan sehingga melemahkan bau serbuk angkak. Penyimpanan pada variasi cahaya, menunjukkan bahwa serbuk angkak yang disimpan tanpa cahaya stabil, karena bentuk, bau dan warnanya yang tidak mengalami perubahan, sedang pada penyimpanan dengan cahaya, baik pada cahaya lampu maupun matahari menunjukkan adanya gejala ketidakstabilan, yaitu perubahan warna dan bau.

Page 4: 42-81-1-SM

Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 5 No. 2 Juli 2010: 85-92

88

Tabel 1. Hasil pengamatan pertumbuhan isolat Monascus purpureus 3090 pada media beras dalam proses fermentasi

Umur Angkak (hari)

Pengamatan Banyak Pertumbuhan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Putih Merah muda Merah muda kekuningan Merah kekuningan Merah kekuningan Merah Merah Merah Merah Merah bata Merah bata Merah hitam Merah hitam Merah hitam

- +

+ + + +

+ + + + + + + + + + +

+ + + + + + + + + +

+ + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + +

Keterangan: (-) tidak ada pertumbuhan kapang, (+) ada pertumbuhan kapang (jumlah (+) meningkat maka pertumbuhan kapang meningkat)

Tabel 2. Karakteristik Angkak yang dihasilkan

Karakteristik Angkak

Sifat organoleptis serbuk halus, merah, bau karamel angkak

pH dalam air 4,7 ± 0,00

pH dalam etanol 70% 5,6 ± 0,00

Kadar air (%) 5,62 ± 0,002

Resapan UV pada 523nm dalam air 0.1093 ± 0,0021

Resapan UV pada 523 nm dalam etanol 70% 0,5348 ± 0,0023

Penyimpanan dibawah cahaya

lampu mengalami perubahan warna pada minggu ke-2 dan dibawah cahaya matahari pada minggu ke-4. Perubahan warna tersebut semakin hari makin meluas dipermukaan bagian serbuk angkak yang terkena cahaya. Pengaruh cahaya memperlihatkan warna serbuk angkak menjadi lebih pucat, hal ini disebabkan karena cahaya secara umum menyebabkan kerusakan pada pewarna alami, kemungkinan kerusakan tersebut terjadi akibat adanya reaksi fotokimia yang menyebabkan terbentuknya radikal bebas sehingga serbuk angkak menjadi tidak stabil dan berubah warna. Pada umumnya, perubahan warna yang terjadi menunjukkan

adanya kerusakan gugus kromofor akibat pengaruh energi kinetik dari panas, sehingga peningkatan suhu dan dengan cahaya penyimpanan menyebabkan pemucatan warna meski secara visual tidak tampak, namun kerusakan gugus kromofor juga bisa ditandai oleh penurunan spektrum absorbansi. Perubahan bau juga terjadi terhadap pengaruh cahaya lampu pada minggu ke-6 dan pada minggu ke-7 akibat pengaruh cahaya matahari, dimulai dengan bau khas serbuk angkak yang melemah sampai diperoleh bau tengik pada minggu ke-9. Perubahan bau ini kemungkinan disebabkan oleh penguapan senyawa aromatik yang menyebabkan bau menjadi melemah, selain itu adanya

Page 5: 42-81-1-SM

Pengaruh suhu dan cahaya terhadap stabilitas angkak hasil fermentasi Monascus purpureus

(Teti Indrawati, Djadjat Tisnadjaja, Ismawatie)

89

reaksi oksidasi senyawa asam lemak menyebabkan bau serbuk angkak

menjadi tengik(12,13).

Tabel 3. Hasil evaluasi organoleptis serbuk angkak terhadap perbedaan suhu

Sifat organoleptis

Waktu(minggu) Perlakuan

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Suhu Kamar

(24-27oC)

Warna M M M M M M M M M M

Bau KSA KSA KSA KSA KSA KSA KSA KSA KSA KSA

Bentuk SH SH SH SH SH SH SH SH SH SH

Suhu 30oC

Warna M M M M M M M M M M

Bau KSA KSA KSA KSA KSA KSA SAL SAL SAL SAL

Bentuk SH SH SH SH SH SH SH SH SH SH

Suhu 40oC

Warna M M M M M M M M M M

Bau KSA KSA KSA KSA KSA KSA SAL SAL SAL SAL

Bentuk SH SH SH SH SH SH SH SH SH SH

Keterangan: M=merah; SA=serbuk angkak; K=karamel; KSA=khas serbuk angkak; KSAL: khas serbuk angkak lemah; SH: ; SAL: serbuk angkak lemah

Hasil tersebut menunjukkan bahwa

perubahan bau akibat pengaruh suhu dan cahaya disebabkan oleh faktor yang berbeda, yaitu penguapan senyawa aromatik akibat pengaruh suhu dan adanya reaksi oksidasi akibat pengaruh cahaya. Serbuk angkak yang disimpan pada suhu kamar dan tanpa cahaya lebih stabil dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu 30oC dan 40oC dengan dan dengan cahaya. Jika dibandingkan dengan kelima penyimpanan, ketidakstabilan warna akibat cahaya lampu lebih cepat sedang ketidak stabilan bau akibat cahaya matahari lebih cepat Ketidakstabilan yang terjadi khususnya akibat cahaya dapat disebabkan karena kemasan yang digunakan tidak dapat melindungi serbuk angkak dari cahaya, maka sebaiknya penyimpanan angkak menggunakan kemasan yang tidak tembus cahaya dan berwarna gelap.

Hasil uji stabilitas terhadap nilai pH (gambar 1 dan 2), menunjukkan pewarna alami serbuk angkak memiliki nilai pH 5,17 dalam air dan 6,01 dalam etanol 70% yang stabil baik pada penyimpanan suhu kamar, suhu 30oC dan suhu 40oC. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh suhu terhadap stabilitas serbuk angkak dengan penggunaan pelarut air suling dan etanol 70 % selama penyimpanan 9 minggu dengan F hitung < F tabel yaitu 0,11709 < 3,35 dalam pelarut air suling dan 0,12096 < 3,35 dalam pelarut etanol 70 %. Hasil perhitungan statistik pengukuran nilai pH terhadap variasi cahaya penyimpanan dalam pelarut air suling dan etanol 70 % menunjukkan bahwa suhu dan cahaya tidak mempengaruhi stabilitas serbuk angkak selama penyimpanan 9 minggu dengan F hitung < F tabel yaitu 0,02684 < 3,35 dalam pelarut air suling dan 0,00012 < 3,35 dalam pelarut etanol 70%.

Page 6: 42-81-1-SM

Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 5 No. 2 Juli 2010: 85-92

90

Gambar 1. Hasil Pengukuran Stabilitas

pH Serbuk Angkak Dalam Pelarut air suling Terhadap Perbedaan Suhu dan Cahaya

0

2

4

6

8

10

12

14

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Waktu (minggu)

pH

kamar 30oC 40oC

Gambar 2. Hasil Pengukuran Stabilitas

pH Serbuk Angkak Dalam Pelarut etanol 70% Terhadap Perbedaan Suhu

Hasil penetapan kadar air serbuk

angkak terhadap variasi suhu penyimpanan dapat dilihat pada tabel 4. Peningkatan kadar air yang terjadi pada suhu kamar dan suhu 30oC disebabkan adanya pengaruh temperatur, udara dan kelembaban yang mengakibatkan serbuk angkak menjadi higrokopis dan kemungkinan kemasan yang digunakan belum cukup kedap terhadap udara. Untuk menghindari peningkatan kadar air akibat penyerapan pengaruh lingkungan tersebut maka perlu diperhatikan agar menggunakan

kemasan yang kedap udara. Peningkatan kadar air selama penyimpanan, akan menyebabkan serbuk angkak mudah ditumbuhi oleh mikroorganisme lain yang tidak diharapkan. Penurunan kadar air yang terjadi pada penyimpanan suhu 40oC disebabkan karena adanya pengaruh temperatur yang tinggi, sehingga serbuk angkak mengalami dehidrasi yang mengakibatkan kadar air menjadi turun. Hasil analisis menunjukkan bahwa ada pengaruh suhu terhadap stabilitas serbuk angkak selama penyimpanan 9 minggu dengan F hitung > F tabel yaitu 19,5279 > 3,35.

Penyimpanan pada variasi cahaya, menunjukkan bahwa pada penyimpanan tanpa cahaya mengalami peningkatan kadar air menjadi 8,05%. Pada penyimpanan dengan cahaya cahaya lampu dan matahari juga menunjukkan adanya peningkatan kadar air. Peningkatan kadar air ini disebabkan karena adanya pengaruh temperatur, udara dan kelembaban yang mengakibatkan serbuk angkak menjadi higrokopis. Penyimpanan pada cahaya matahari menyebabkan serbuk angkak lebih higroskopis daripada tanpa cahaya dan pada cahaya lampu. Hal ini menunjukkan penyimpanan pada cahaya lebih tidak stabil daripada penyimpanan tanpa cahaya dan pada cahaya lampu. Hasil analisis yang diperoleh menunjukkan bahwa suhu mempengaruhi stabilitas serbuk angkak dengan F hitung < F tabel yaitu 2,22562 < 3,35. Dari hasil rata-rata kadar air dapat diketahui bahwa penyimpanan terhadap pengaruh cahaya lebih tidak stabil daripada terhadap pengaruh suhu, karena kadar air pada pengaruh cahaya lebih besar daripada terhadap suhu. Hal ini menunjukkan bahwa serbuk angkak yang disimpan terhadap pengaruh cahaya lebih higroskopis daripada terhadap pengaruh suhu.

Page 7: 42-81-1-SM

Pengaruh suhu dan cahaya terhadap stabilitas angkak hasil fermentasi Monascus purpureus

(Teti Indrawati, Djadjat Tisnadjaja, Ismawatie)

91

Tabel 4. Hasil Penetapan kadar air serbuk angkak pada uji tabilitas

Kadar Air (%)

Waktu (minggu) Perlakuan 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Suhu Kamar 5,62 6,81 7,32 8,02 7,52 8,06 8,54 8,26 8,83 8,78

Suhu 30 OC 5,62 6,24 6,91 7,08 7,22 7,59 5,96 5,83 5,92 6,69

Suhu 40 oC 5,62 5,62 5,76 5,25 5,32 5,17 7,17 5,40 5,72 5,22 Cahaya Matahari 5.62 6.65 6.93 7.31 7.91 7.94 7.95 8.39 7.85 8.31 Tanpa Cahaya 5.62 6.39 6.98 6.63 7.49 7.75 7.92 8.33 7.97 8.05 Cahaya Lampu 5.62 6.22 7.01 6.7 7.38 6.87 7.22 7.21 6.73 6.9

Hasil uji stabilitas serbuk angkak

terhadap absorbansi (A) warna dengan analisis spektrofotometri menggunakan metode fixed waveleght pada λ 523 nm dan pada λ 416 nm yang dilakukan setiap minggu selama 9 minggu pada variasi suhu penyimpanan, menunjukkan serbuk angkak memiliki nilai serapan yang stabil baik pada penyimpanan pada suhu kamar, suhu 30oC dan suhu 40oC. Hasil analisis data menunjukan bahwa tidak ada pengaruh suhu terhadap stabilitas serbuk angkak yang diukur dengan menggunakan spektrofotometri dalam pelarut air suling dan etanol 70 % selama penyimpanan 9 minggu dengan F hitung < F tabel yaitu 0,217741 < 3,4 pada λ 416 nm dan 0,065288 < 3,35 pada λ 523 nm dalam pelarut air suling serta 1,806053 < 3,4 pada λ 416 nm dan 1,084614 < 3,35 pada λ 523 nm dalam pelarut etanol 70%.

Pada variasi cahaya penyimpanan, menunjukkan serbuk angkak memiliki nilai serapan yang stabil baik pada penyimpanan dengan cahaya matahari, lampu dan tanpa cahaya. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh cahaya terhadap stabilitas fisik dan kimia pewarna alami serbuk angkak dengan penggunaan spektrofotometri dalam pelarut air suling dan etanol 70% selama penyimpanan 9 minggu dengan F hitung < F tabel yaitu 0,109771 < 3,4 pada λ 416 nm dan 0,000863 < 3,35 pada λ 523 nm dalam pelarut air suling serta 0,003225 < 3,4 pada λ 416 nm

dan 0,763663 < 3,35 pada λ 523 nm dalam pelarut etanol 70%.

Hasil uji pengaruh suhu dan cahaya tehadap stabilitas serbuk angkak menunjukkan bahwa serbuk angkak relatif stabil terhadap pengaruh suhu tetapi tidak stabil terhadap pengaruh cahaya. Serbuk angkak dikatakan tidak stabil terhadap pengaruh cahaya karena munculnya gejala ketidakstabilan, yaitu perubahan warna dan perubahan aroma/bau serta peningkatan kadar air yang lebih besar daripada terhadap pengaruh suhu. Meskipun uji pH dan analisis dengan spektrofotometri terhadap pengaruh cahaya menunjukkan hasil yang relatif stabil. Hal ini mungkin dikarenakan perubahan warna hanya terjadi pada bagian permukaan serbuk angkak yang terkena cahaya. Saat dihomogenkan keseluruh bagian serbuk angkak perubahan warna tersebut tidak lagi terlihat, sehingga serbuk angkak yang uji bukanlah serbuk angkak yang masih berubah warna tetapi yang telah homogen maka tidak mempengaruhi hasil analisis. Adanya perubahan bau juga tidak mempengaruhi hasil analisis, hal ini mungkin dikarenakan bau yang terbentuk akibat adanya proses penguapan senyawa aromatik dan oksidasi asam lemak, sehingga tidak atau belum mempengaruhi nilai pH dan serapan pewarna alami serbuk angkak selama penyimpanan 9 minggu.

Page 8: 42-81-1-SM

Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 5 No. 2 Juli 2010: 85-92

92

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1. Serbuk halus angkak dapat

dihasilkan dari fermentasi kapang Monascus. purpureus 3090 pada media beras. Serbuk angkak berwarna merah dan berbau karamel, larutan angkak 0,2 % memiliki pH 4,70 dan serapan warna 0,1093 pada λ 523 nm dalam pelarut air suling, pH 5,60 dan serapan warna 0,5348 pada λ 523 nm dalam pelarut etanol 70 % serta kadar air sebesar 5,62 %.

2. Serbuk angkak stabil pada suhu kamae, 30oC, dan 40oC tanpa cahaya. Stabilitasnya tidak dipengaruhi oleh suhu, antara suhu kamar, 30OC dan 40oC tetapi dipengaruhi oleh cahaya matahari dan lampu selama 9 minggu penyimpanan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Cahyadi W.,Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara; 2006.

2. Kasim E, Kurniawati Y, Nurchidayat N. Pemanfaatan isolat lokal Monascus purpureus untuk menurunkan kolesterol darah pada tikus putih galur Sprague Dawley. J Biodiversivitas 2006; 7: 123-126.

3. Chalimah S, HariniM, Mahajoeno E. Pemanfaatan pewarna alami Angkak (Red-rice) dan Kesumba. Skripsi F-MIPA IKIP PGRI Tuban; 2000.

4. Sukandar U. Singkong sebagai substrat yang potensial untuk produksi zat warna Monascus. Proseding Seminar Nasional Teknologi Proses Kimia V 2000, Jakarta; 2003.

5. Fabre CE, Goma G, Blanc PJ. Production and food applications of the red pigments of Monascus ruber. J Food Sc 2003; 58(5): 1099-1102.

6. Sheu E, Wang CL, Shyu YT. Fermentation of Monascus purpureus on bacterial cellulosa-nata and the color stability of Monascus-nata

complex. J Food Sc 2000; 65(2): 342-345.

7. Tisnadjaja D. Bebas Kolesterol dan Demam Berdarah dengan Angkak. Jakarta: Penebar Swadaya; 2006.

8. Dhanutirto H, Milanda T, Sumiati T, Wibowo MS, Gusdinar T. Optimasi produksi anti kolesterol golongan inhibitor HMG CoA reduktase dari beras angkak hasil fermentasi jamur Monascus sp. isolat lokal Cikapundung Bandung. Laporan Penelitian Laboratorium Kimia Medisinal Departemen Farmasi FMIPA-ITB. Bandung; 2001.

9. Rizki S. Pemanfaatan pigmen Angkak M dari Monascus purpureus sebagai pengganti nitrit dalam pembuatan ham daging sapi dan pengaruhnya terhadap Bacillus cereus. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor; 2007.

10. Susanti MT et. al. Optimasi kondisi operasi proses produksi pigmen Angkak pada fermentasi beras oleh Monascus purpureus. Laporan Penelitian Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Semarang; 1997.

11. Suwanto A. Produksi Angkak sebagai zat pewarna makanan. Skripsi Jurusan Biologi FMIPA-IPB Bogor; 1985.

12. Jenie B, Mitrajanty KD, Fardiaz S. Produksi konsentrat dan bubuk pigmen Angkak dari Monascus purpureus serta stabilitasnya selama penyimpanan. Buletin Teknologi dan Industri Pangan 1997; 8(2): 39-46.

13. Departemen Kesehatan RI. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 1995.