4. vol 2 no 1 hal 33-41 ranintha br surbakti
TRANSCRIPT
ISSN 2337-3776
KESESUAIAN PERESEPAN OBAT ANTIMALARIA DENGAN STANDAR PENGOBATAN MALARIA DI PUSKESMAS SUKAMAJU BANDAR LAMPUNG
PERIODE JANUARI-SEPTEMBER 2012
Ranintha br Surbakti1), Dra. Asnah Tarigan, Apt, M.kes2)
1)Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, 2)Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
ABSTRAK
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium dan melalui perantara nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi. Malaria dapat menyebabkan penurunan produktifitas kerja akibat anemia yang ditimbulkannya. Oleh sebab itu, malaria harus ditatalaksana dengan tepat. Pengobatan yang tepat adalah pengobatan yang sesuai dengan standar, standar yang dimaksud adalah pedoman penatalaksanaan malaria tahun 2008 dari Depkes. Jika pengobatan yang diberikan tidak sesuai dengan standar dapat menyebabkan resistensi dan relaps.
Kota Bandar Lampung merupakan salah satu daerah endemis malaria dengan Annual Malaria Incidens sebesar 7,9‰ pada tahun 2011. Wilayah kerja Puskesmas Sukamaju merupakan daerah dengan kasus malaria terbanyak yakni 83 kasus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian peresepan antimalaria dengan standar pengobatan berdasarkan jenis, dosis, dan lama pemberian obat. Metode penelitian adalah penelitian deskriptif yang bersifat retrospektif.
Hasil penelitian menunjukkan 34 kasus malaria, 18 diantaranya adalah malaria falsiparum dan 16 malaria vivax, pria 20 dan wanita 14 kasus. Usia yang paling banyak terkena malaria adalah usia >15 tahun. Kesesuaian peresepan obat antimalaria dengan standar pengobatan berdasarkan jenis obat adalah 88,24%, berdasarkan dosis 53,33%, berdasarkan lama pemberian untuk malaria falsiparum adalah sebesar 97,78% dan untuk malaria vivax sebesar 77,78%. Berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa kesesuaian peresepan antimalaria dengan standar pengobatan berdasarkan dosis obat relatif masih rendah.
Kata kunci: peresepan obat antimalaria, standar pengobatan malaria
ANTIMALARIAL PRESCRIPTIONS FITNESS WITH MALARIA TREATMENT STANDARDS IN HEALTH SUKAMAJU AIRPORT LAMPUNG PERIOD
JANUARY-SEPTEMBER 2012
Ranintha br Surbakti1), Dra.Asnah Tarigan, Apt, M.Kes2)
1)Student of Medical Faculty, 2)Lecturer of Medical Faculty, Lampung University
ABSTRACT
Malaria is a disease caused by protozoan genus Plasmodium, and through the medium of an infected female Anopheles mosquito. Malaria can cause a decrease in labor productivity due to anemia caused. Therefore, malaria should be managed appropriately. Appropriate treatment is in accordance with the standard treatment,
1MAJORITY (Medical Journal of Lampung University) Volume 2 No 1 Februari 2013
ISSN 2337-3776
the standard in question is the 2008 guidelines for the management of malaria from the MOH. If treatment is not given in accordance with the standards can lead to resistance and relapse.
Bandar Lampung is a malaria endemic area with Annual Malaria Incidens of 7.9 ‰ in 2011. The working area Sukamaju Health Center is an area with malaria, include 83 cases. This study aims to determine compliance with the standard antimalarial prescribing treatment based on the type, dose, and duration of drug administration. The research method was a retrospective descriptive study.
The results showed 34 cases of malaria, 18 of them are malaria falciparum and vivax malaria 16, male 20 and female 14 cases. Age most affected by malaria were age> 15 years. Conformity with standard antimalarial drug prescription based drug treatment was 88.24%, 53.33% based on the dose, duration of administration based on falciparum malaria amounted to 97.78% and 77.78% of vivax malaria. Based on these studies it can be concluded that compliance with the standard antimalarial prescribing treatment based on relatively low doses of the drug
Keywords: prescription antimalarial drugs, the standard treatment of malaria.
I. Pendahuluan
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium dan melalui
perantara nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi (Gandhahusada, 2006). Setiap tahun lebih
dari 500 juta penduduk dunia terinfeksi malaria dan lebih dari 1 juta orang meninggal dunia.
Pada tahun 2007 di Indonesia terdapat 396 kabupaten endemis dari 495 kabupaten yang ada,
dengan perkiraan sekitar 45% penduduk berdomisili di daerah yang berisiko tertular malaria
(Kementrian Kesehatan RI, 2011).
Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi endemik malaria di Indonesia. Hal ini
disebabkan oleh banyaknya daerah yang yang mempunyai rawa-rawa, genangan air payau di
tepi laut dan tambak-tambak ikan yang tidak terurus. Hampir seluruh kabupaten di Propinsi
Lampung merupakan daerah endemis malaria. Gambaran insidensi malaria di Propinsi
Lampung tahun 2006 berdasarkan Annual Malaria Incidens (AMI) adalah 6,64 per 1.000
penduduk (Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, 2006).
Salah satu wilayah yang dimaksud adalah kota Bandar Lampung. Berdasarkan AMI tahun
2011 insidensi malaria adalah sebesar 7,9‰. Insidensi malaria di Bandar Lampung paling
banyak ditemukan di Puskesmas Sukamaju yakni sebanyak 83 kasus (Dinas Kesehatan Kota
Bandar Lampung, 2011).
Tingginya angka malaria ini harus dikendalikan, karena apabila tidak dikendalikan dapat
menyebabkan kematian pada orang-orang yang berisiko tinggi yakni anak balita, bayi, dan
wanita hamil. Selain itu, malaria juga berdampak pada produktivitas kerja, hal ini disebabkan
meningkatnya kejadian anemia pada penderita malaria (Kemenentrian Kesehatan RI, 2011).
Berbagai formulasi kebijakan dan strategi yang ditetapkan pemerintah dalam mengendalikan
2MAJORITY (Medical Journal of Lampung University) Volume 2 No 1 Februari 2013
ISSN 2337-3776
penyakit malaria salah satunya adalah pengobatan Arthemisinin based Combination Therapy
(ACT). Regimen yang dipakai pada saat ini adalah Artesunate dan Amodiaqunie serta injeksi
Artremeter untuk malaria berat disamping injeksi kina. Namun, Penyakit malaria masih
ditemukan di seluruh provinsi di Indonesia (Departemen Kesehatan, 2008).
Hal ini menunjukkan sebagian besar pengobatan belum efektif. Salah satu penyebabnya
adalah tidak sesuainya pengobatan penyakit malaria dengan standar pengobatan yang telah
ditetapkan. Ketidaksesuaian ini dapat menyebabkan resistensi obat antimalaria. Oleh sebab
itu, peneliti hendak melihat kesesuaian peresepan obat antimalaria dengan standar
pengobatan malaria.
II. Metode penelitian
Penelitian ini merupakan penelitain deskriptif bersifat retrospektif dengan menggunakan data
skunder. Penelitian dilakukan di Puskesmas Sukamaju pada bulan Oktober hingga November
2012. Variabel penelitian merupakan variabel tunggal yakni kesesuaian peresepan obat
antimalaria di Puskesmas Sukamaju
Peresepan obat adalah resep yang ditulis oleh tenaga kesehatan terhadap penderita positif
malaria di Puskesmas Sukamaju. Resep obat yang digunakan adalah resep obat selama
peroide Januari-September 2012. Penggunaan obat yang tertera pada resep akan
dibandingkan dengan standar pengobatan malaria. Standar pengobatan yang dimaksud
adalah standar pengobatan menurut Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia
yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Departemen Kesehatan RI tahun 2008.
Penelitian ini membandingkan kesesuian peresepan obat anatimalaria dengan standar
pengobatan malaria berdasarkan jenis, dosis, dan lama pemberian obat. Populasi penelitian
ialah seluruh resep obat yang ditujukan kepada pasien malaria positif yang telah dibuktikan
melalui pemeriksaan laboratorium. Besar populasi yang didapatkan pada studi pendahuluan
berjumlah 34 resep. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah total sampling.
Total sampling merupakan penelitian yang dilakukan pada semua anggota populasi (Dahlan,
2010).
Penelitian dilakukan melalui proses perijinan. Surat ijin diberikan kepada peneliti setelah
mendapat surat pengantar dari pihak kampus. Setah mendapatkan ijin, peneliti melekukan
survei pendahuluan untuk menentukan jumlah sampel yang digunakan pada penelitian.
3MAJORITY (Medical Journal of Lampung University) Volume 2 No 1 Februari 2013
ISSN 2337-3776
Setelah sampel diperoleh, maka peneliti mengajukan proposal penelitian. Proposal yang telah
disetujui, peneliti melakukan penelitian. Hasil penelitian diolah dan dianalisis. Seluruh data
yang diperoleh dari penelitian ini dikumpulkan, kemudian dilakukan pemaparan terhadap
setiap variabel dari data tersebut, disusun dan dikelompokkan. Penyajian dan penjabaran hasil
penelitian ditampilkan dalam bentuk tabel. Penarikan kesimpulan umum berdasarkan hasil
yang dianalisis melalui tabel.
III. Hasil dan pembahasan
Melalui penelitian yang telah dilakukan pada tanggal 27 Oktober sampai dengan 14
November 2012 didapatkan 34 lembar resep obat yang ditujukan kepada penderita malaria
positif yang telah didiagnosa melalui pemeriksaan laboraturium, untuk periode Januari-
September 2012. Diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 1. Distribusi kasus malaria berdasarkan jenis malaria dan jenis kelamin
Jenis Malaria
Jenis Kelamin
TotalWanita Pria
Malaria Falsiparum 8 10 18
Malaria Vivax 6 10 16
Total 14 20 34
Persentase 41,18% 58,82%
Adapun jumlah distribusi jumlah kasus malaria berdasarkan golongan usia dapat dilihat pada
grafik tersebut:
0-1 Bulan 2-11 Bulan 1-4 Tahun 5-9 Tahun 10-14 Tahun >15 Tahun0
4
8
12
16
20
Jumlah kasus Malaria
Jumlah Malaria
Usia
Gambar 1. Grafik distribusi jumlah kasus malaria berdasarkan usia.
4MAJORITY (Medical Journal of Lampung University) Volume 2 No 1 Februari 2013
ISSN 2337-3776
Dari 34 resep, jumlah kasus malaria falsiparum 18 kasus, sedangkan jumlah kasus malaria
vivax 16 kasus. Pasien yang menderita malaria pria berjumlah lebih banyak dibandingkan
dengan wanita. Pria berjumlah 20 orang, sedangkan wanita 14 orang. Dari 20 pria yang
didiagnosa malaria positif, 10 pasien dengan malaria falsiparuim dan 10 sisanya malaria
vivax. Sedangkan pada wanita, dari 14 orang 8 diantaranya terinfeksi malaria falsiparum
sedangkan 6 orang sisanya terinfeksi malaria vivax. Jika dilihat dari usianya, jumlah kasus
malaria yang berusia 0-1 bulan dan 2-11 bulan adalah 0 (tidak ada kasus), usia 1-4 tahun
ada 1 kasus, usia 5-9 tahun ada 6 kasus, 10-14 tahun ada 8 kasus, dan >15 tahun ada19
kasus. Dari 34 kasus malaria terdapat 1 kasus malaria vivax yang relaps.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Elyazar dkk (2011) yakni malaria
falsiparum merupakan malaria yang paling banyak ditemukan di Indonesia, keberadaannya di
seluruh wilayah di Indonesia mencapai 81%. Jika dilihat dari jenis kelamin, pria lebih rentan
dibandingkan dengan wanita. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Haque dkk pada tahun 2010 di Bangladesh. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang
dilakukan oleh Ernawaty dkk (2011) yang menyatakan meningkatnya kasus malaria pada pria
disebabkan oleh tingginya aktivitas yang dilakukan mereka di area perindukan nyamuk,
seperti di tambak ataupun hutan.
Usia yang paling rentan dengan malaria adalah usia >15 tahun. Kerentanan ini dipengaruhi
oleh faktor individu dan faktor lingkungan yang. Rendahnya kasus malaria pada usia 0-4
tahun berkaitan dengan penggunaan kelambu. Penggunaan kelambu pada usia <5 tahun
berperan penting dalam pencegahan kontak vektor malaria dengan manusia sehingga
insidensi malaria pada usia tersebut rendah (Winskill dkk, 2011).
Melalui 34 lembar resep yang dianalisis, diperoleh distribusi penggunaan antimalaria
berdasarkan jenis obat pada kasus malaria positif di Puskesmas Sukamaju sebagai berikut:
5MAJORITY (Medical Journal of Lampung University) Volume 2 No 1 Februari 2013
ISSN 2337-3776
sesuai88,24%
tidak sesuai11,76%
Distribusi kesesuaian penggunaan antimalaria berdasarkan jenis obat
Gambar 2. Diagram distribusi peresepan penggunaan antimalaria berdasarkan jenis obat pada kasus
penderita malaria positif di puskesmas Sukamaju.
Berdasarkan gambar 2, dapat dilihat bahwa penggunaan antimalaria untuk penderita malaria
positif sebanyak 88,24% ini berarti dari 34 lembar resep yang dianalisis 30 resep yang sesuai
dengan standar pengobatan, sedangkan 11,76% dari jumlah resep untuk kasus malaria positif
tidak diberikan antimalaria, ini berati 4 lembar resep tidak sesuai dengan standar.
Jenis obat antimalaria yang digunakan pada ke-30 lembar resep yang ada di Puskesmas
Sukamaju adalah obat antimalaria lini pertama yaitu Dihydroartemisin, Piperakuin, dan
Primakuin. Penerapan pengobatan ini yang seharusnya hanya digunakan pada daerah yang
endemisitasnya cukup tinggi seperti di Papua dan daerah tertentu, untuk daerah yang
endemisitasnya tidak tinggi biasanya diberikan Artesunat, Amodiakuun, dan Primakuin
(Departemen Kesehatan RI, 2008). Hal ini mungkin disebabkan oleh resistensi ART.
Keadaan ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Hadianti (2011) ditemukan
adanya mutasi alel gen PfATP6 dan PfMDRl sehingga terjadi resistensi terhadap kombinasi
artesunat amodiakuin. Gen ini merupakan gen penanda vakuola makanan Plasmodium yang
merupakan protein target ART dalam membunuh parasit tersebut. Mutasi ini menyebabkan
fungsi transpor obat terinaktifasi, obat tidak dapat bekerja dan kematian parasit pun menurun.
Selain itu, efikasi dan keamanan lebih baik dibandingkan dengan obat antimalaria lain seperti
artemeter-lumefantrin, dengan persentase 92% untuk dihydroartemisin-piperakuin dan 74%
untuk artemeter-lumefantrin (Nambozi dkk, 2011).
6MAJORITY (Medical Journal of Lampung University) Volume 2 No 1 Februari 2013
ISSN 2337-3776
Peresepan obat yang tidak sesuai terlihat pada 4 lembar resep yang telah dianalisis.
Ketidaksesuaiaan ini kemungkinaan disebabkan oleh pemberian obat sebelum hasil
laboratorium keluar. Sehingga tenaga medis yang ada di BP hanya mengobati berdasarkan
gejala klinis yang diderita oleh pasien. Berdasarkan wawancara yang dilakukan ke pihak
puskesmas, gejala klinis malaria di daerah Sukamaju tidak spesifik seperti gejala malaria
pada umumnya. Sehingga jika tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium keadaan klinis ini
sering dianggap sebagai penyakit infeksi biasa.
Untuk distribusi peresepan penggunaan antimalaria berdasarkan dosis obat pada kasus
penderita malaria positif di puskesmas Sukamaju adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Distribusi peresepan penggunaan antimalaria berdasarkan dosis obat pada kasus penderita
malaria positif di puskesmas Sukamaju.
No Antimalaria
Sesuai Tidak sesuaiJumlah Persentase Jumlah Persentase
1 Dihydroartemisin 23 76,67% 7 23,33%
2 Piperakuin 23 76,67% 7 23,33%
3 Primakuin 2 6,67% 28 93,33%
Total 48 53,33% 42 46,67%
Pada tabel 2, dapat dilihat bahwa kesesuaian dosis antimalaria berdasarkan jumlah tablet per-
hari berdasarkan golongan umur sebesar 53,33%, sedangkan penggunaan yang tidak sesuai
sejumlah 46,67%. Dari ketiga antimalaria yang digunakan jumlah tablet per hari yang
persentase kesesuaiannya yang paling rendah adalah penggunaan Primakuin yakni hanya
sebesar 6,67%. Untuk Dihydroartemisin dan Piperakuin kesesuaian penggunaannya sama
yakni sebanyak 76,67%. Ketidaksesuaian ini disebabkan oleh karena petugas yang melayani
di balai pengobatan (BP) selalu bergantian, tidak dipegang oleh satu orang. Sehingga
pengetahuan petugas kesehatan yang ada di BP tidak semua sama, terutama pada kasus
malaria. Hal ini didukung dengan terbatasnya tenaga kesehatan yang ikut pelatihan tentang
malaria, yakni hanya diikuti oleh 1 orang.
Kesesuaian lama pengobatan antimalaria juga dianalisa pada penelitian ini. Adapun distribusi
peresepan penggunaan antimalaria berdasarkan lama pemberian obat antimalaria pada kasus
penderita malaria positif di Puskesmas Sukamaju adalah sebagai berikut:
Tabel 3. Distribusi peresepan penggunaan antimalaria berdasarkan lama pemberian obat pada kasus
penderita malaria falsiparum di puskesmas Sukamaju.
7MAJORITY (Medical Journal of Lampung University) Volume 2 No 1 Februari 2013
ISSN 2337-3776
No Antimalaria
Malaria falsiparum Malaria vivax
Sesuai Tidak sesuai Sesuai Tidak sesuai
Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase
1 Dihydroartemisin 15 100% 0 0% 15 100% 0 0%
2 Piperakuin 15 100% 0 0% 15 100% 0 0%
3 Primakuin 14 93,33% 1 6,67% 5 33,33% 10 66,67%
Total 44 97,78% 1 2,22% 35 77,78% 10 22,22%
Pada tabel 3, kesesuaian penggunaan antimalaria berdasarkan lama pemberian obat pada
kasus malaria falsiparum sebesar 97,78%, sedangkan ketidaksesuaian pemberian obatnya
sebesar 2,22%. Dari masing-masing antimalaria yang diberikan, dihydroartemisin dan
piperakuin 100% sesuai, sedangkan untuk lama pemberian obat primakuin kesesuaiannya
sebesar 93,33%. Pada kasus malaria vivax, didapatkan hasil kesesuaian penggunaan
antimalaria berdasarkan lama pemberian obat sebesar 77,78%, sedangkan resep yang tidak
sesuai sebesar 22,22%. Dari hasil analisis masing-masing antimalaria yang diresepkan,
dihydroartemisin dan piperakuin sesuai 100% dengan standar, sedangkan primakuin
kesesuaiannya hanya sebesar 33,33%.
Ketidaksesuaian ini kemungkinan disebabkan oleh karena terbatasnya tenaga kesehatan yang
sudah mendapat pelatihan program malaria di puskesmas Sukamaju hanya 1 orang yaitu
tenaga pemegang program malaria tersebut, sedangkan di ruang BP tenaga kesehatan yang
bertugas tidak hanya tenaga pemegang program melainkan bergantian antara pemegang
program malaria dengan tenaga medis lainnya. Keadaan ini dipersulit dengan bervariasinya
jenis malaria yang ada di Puskesmas Sukamaju yakni malaria falsiparum dan malaria vivax
dan setiap jenis berbeda lama pemberiannya maka hal ini memberikan kontribusi tidak
tepatnya lama pemberian obat kepada pasien dengan malaria vivax.
IV. Kesimpulan
Kesesuaian antimalaria dengan standar pengobatan malaria berdasarkan jenis obat yang
digunakan adalah sebesar 88,24%. Sedangkan kesesuaian antimalaria dengan standar
pengobatan malaria di berdasarkan dosis obat yang digunakan adalah sebesar 53,33%. Serta
kesesuaian antimalaria dengan standar pengobatan malaria berdasarkan lama pemberian obat
8MAJORITY (Medical Journal of Lampung University) Volume 2 No 1 Februari 2013
ISSN 2337-3776
yang digunakan untuk malaria falsiparum adalah sebesar 97,78% dan untuk malaria vivax
sebesar 77,78%.
Daftar Pustaka
Dahlan, M.S. 2010. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel. Salemba Medika, Jakarta.Departemen Kesehatan RI. 2008. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia.
http://www.depkes.go.id. Dinas Kesehatan Provinsi Lampung. 2006. Profil Kesehatan Provinsi Lampung Tahun
2006.Lampung. Dinas Kesehatan Provinsi Lampung. 2011. Profil Kesehatan Provinsi Lampung Tahun 2011.
Lampung.Elyazar, R.F., S. I. Hay, J. K. Baird. 2011. Malaria distribution, prevalence, drug resistance
and control in Indonesia. Adv Parasitol; 74: 41–175.Ernawati, K., B. Soesilo, A. Duarsa, Rifqatussa’adah. 2011. Hubungan faktor resiko individu
dan lingkungan rumah dengan malaria di Punduh Pedada kabupaten Pesawaran provinsi Lampung Indonesia 2010. Akara Kesehatan, Vol. 15(2) 2: 51-57.
Gandhahusada, S., H. D. Ilahude, W. Pribadi. 2006. Parasitologi Kedokteran cetakan VI. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Hadianti. 2011. Hubungan mutasi alel PfATP6 dan PfMDRI pada penderita malaria falsiparum yang resisten terhadap kombinasi artesunat amodiakuindi beberapa rumah sakit di sumatera Barat. (Tesis). Universitas Andalas. Padang.
Haque1, U., T. Sunahara, M. Hashizume, T. Shields, T. Yamamoto, R. Haque1, G.E. Glass. 2011. Malaria prevalence, risk factors and spatial distribution in a hilly forest area of bangladesh. Journal Pone 0018908.
Kementerian Kesehatan RI. 2011. Buletin Jendela Kesehatan Data dan Informasi. Jakarta.Nambozi, M., JP.V Geertruyden, S. Hachizovu, M. Chaponda , D. Mukwamataba, M.
Mulenga, D. Ubben, U. D’Alessandro. 2012. Safety and efficacy of dihydroartemisinin-piperaquine versus artemether-lumefantrine inn the treatment of uncomplicated Plasmodium falciparum malaria in Zambian children. Malaria Journal 10:50.
Winskill, P., M. Rowland, G. Mtove, R.C. Malima, M.J. Kirby. 2011. Malaria risk factors in north-east Tanzania. Malaria Journal 10:98.
9MAJORITY (Medical Journal of Lampung University) Volume 2 No 1 Februari 2013