bab ii br nian
DESCRIPTION
baruTRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hipertensi
2.1.1 Pengertian Hipertensi
Hipertensi diambil dari bahasa Inggris Hypertension. Kata Hypertension itu
sendiri berasal dari bahasa Latin, yaitu Hyper dan Tension. Hyper berarti super atau
biasa dan Tension berarti tekanan atau tegangan. Hypertension akhirnya menjadi
istilah kedokteran yang populer untuk menyebut penyakit tegangan darah tinggi.
Disamping itu dalam bahasa Inggris digunakan istilah high blood pressure yang
berarti tekanan darah tinggi (Bangun, 2002).
Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis dimana terjadi
peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita yang
mempunyai tekanan darah melebihi 140/10 mmHg saat istirahat.
(www.id.wikipedia.org. 2007)
Menurut WHO, batasan tekanan darah yang masih dianggap normal adalah
jika sistolik kurang atau sama dengan 140 mmHg dan diastolik kurang atau sama
dengan 90 mmHg.
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada
7
populasi usia lanjut, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan
tekanan diastolik 90 mmHg (Brunner & Suddart, 2002).
Hipertensi yakni bila tekanan darah 140/90 mmHg ke atas, diukur setelah 5
menit istirahat, tidak minum kopi dan merokok ½ - 1 jam sebelum dilakukan
pemeriksaan (Lumenta, 2004)
Hipertensi adalah peningkatan tekanan sistole, yang tingginya tergantung
umur individu yang terkena. Tekanan darah berfluktuasi dalam batas-batas tertentu,
tergantung posisi tubuh, umur, dan tingkat stress yang dialami. (Tambayong, 2000).
2.1.2 Etiologi Hipertensi
1. Usia
Insiden hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia. Pada usia
lanjut, tekanan darah akan naik secara bertahap. Elastisitas jantung pada orang
berusia 70 tahun menurun sekitar 50% dibandingkan orang berusia 20 tahun.
Oleh karena itu, tekanan darah pada wanita tua yang mencapai 170/90 mmHg
dan pada pria yang mencapai 160/100 mmHg masih dianggap normal
(Nugroho, 2008).
2. Kelamin
Pada umumnya insiden pada pria lebih tinggi daripada wanita, namun pada
usia pertengahan dan lebih tua, insiden pada wanita mulai meningkat,
sehingga pada usia di atas 65 tahun, insiden wanita lebih tinggi.
3. Pola hidup
8
Penghasilan rendah, tingkat pendidikan rendah, dan kehidupan atau pekerjaan
yang penuh stress agaknya berhubungan dengan insiden hipertensi yang lebih
tinggi. Obesitas dipandang sebagai faktor risiko utama. Merokok dipandang
sebagai faktor bagi hipertensi dan penyakit arteri koroner. Hipertensi dan
hiperglikemia adalah faktor-faktor utama untuk perkembangan arterosklerosis
yang berhubungan erat dengan hipertensi.
4. Ras
Hipertensi pada yang berkulit hitam paling sedikit dua kalinya pada orang
berkulit putih. Akibatnya penyakit ini umumnya lebih berat ras hitam.
5. Diabetes Melitus
Hubungan antara diabetes melitus dan hipertensi kurang jelas, namun
penyakit utama kematian pasien diabetes melitus adalah kardiovaskuler,
terutama yang mulainya dini dan kurang kontrol (Tambayong, 2000).
2.1.3 Penggolongan Hipertensi
Penyakit hipertensi termasuk penyakit yang banyak diderita orang tanpa
mereka sendiri mengetahuinya. Penyakit hipertensi dapat mengakibatkan berbagai hal
yang menyusahkan, bahkan membahayakan jiwa. Untunglah dewasa ini berbagai
akibat yang ditimbulkannya dapat dicegah dengan perawatan dini oleh para ahli di
bidang kesehatan. Pada dasarnya, penggolongan hipertensi meliputi :
1. Hipertensi Primer atau Esensial
9
Hipertensi primer adalah penyakit hipertensi yang tidak langsung atau
penyebabnya belum diketahui secara pasti. Mereka yang menderita hipertensi
primer, tidak menunjukkan gejala apapun. Hipertensi primer meliputi lebih
kurang 90% kasus dari seluruh penderita hipertensi dan 10 % sisanya disebabkan
hipertensi sekunder.
2. Hipertensi Sekunder atau Hipertensi Renal
Hipertensi Sekunder adalah hipertensi yang telah diketahui penyebabnya.
Timbulnya penyakit hipertensi sekunder sebagai akibat dari suatu penyakit,
kondisi dan kebiasaan seseorang. Terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab
spesifiknya diketahui, seperti penggunaan esterogen, penyakit ginjal, akibat strss
yang parah, kehamilan atau pemakaian pil KB, pemakaian obat terlarang seperti
heroin, kokain, atau jenis narkoba lainnya, cedera kepala atau pendarahan di otak
yang berat, tumor diotak atau sebagai reaksi pembedahan (Bangun, 2002).
2.1.4 Klasifikasi Hipertensi
Menurut Dr. Marvin Moeser dalam bukunya, lower your blood pressure and
live longer, sebenarnya yang dinamakan tekanan darah normal atau tinggi,
batasannya cukup luas, karena masih banyak dokter yang tidak setuju dengan
klasifikasi batas tekanan darah normal dan batas mulainya hipertensi.
10
Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal tensi
Hipertensi ringan
Hipertensi perbatasan
Hipertensi sedang dan berat
Hipertensi sistolik terisolasi
Hiperensi sistolik perbatasan
< 140
140-180
140-160
> 180
> 140
140-160
< 90
90-105
90-95
> 105
< 90
< 90
2.1.5 Keluhan dan Gejala Hipertensi
Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala. Bila
demikian gejala baru muncul setelah terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak, atau
jantung. Gejala lain yang sering ditemukan adalah : sakit kepala, epistaksis, marah,
telinga berdengung, rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang,
pusing, depresi dan kurang semangat (Mansjoer, 1999).
Menurut (www.indomedia.com. 2003) ada beberapa komplikasi yang dapat
timbul pada penderita hipertensi yaitu :
1. Mata
Komplikasi pada mata dapat menyebabkan retinopati hipertensi yaitu kelainan
pembuluh darah retina, dapat juga menyebabkan gangguan penglihatan
sampai dengan kebutaan.
2. Ginjal
11
Pada ginjal dapat menyebabkan penyakit ginjal kronik dan gagal ginjal
terminal. Gagal ginjal sering dijumpai sebagai komplikasi hipertensi yang
lama dan pada proses akut seperti pada hipertensi maligna.
3. Jantung
Pada jantung dapat mneyebabkan penyakit jatung koroner (PJK) dan gagal
jantung merupakan kelainan yang sering ditemukan pada hipertensi berat
disamping kelainan koroner dan miokard. Hipertensi merupakan gangguan
mekanisme pengaturan tekanan darah, membawa efek merugikan organ tubuh
terutama jantung. Kelainanya bisa berupa angina pektoris, infark miokard,
payah jantung dan kematian mendadak. (www.indomedia.com. 2003)
4. Otak
Hipertensi dapat menyebabkan terjadinya perubahan patologik pada pembuluh
darah otak sehingga menggangu perfusi darah ke otak dan berakibat kelainan
pada jaringan otak. Manifestasi kelainan ini dikenal dengan cerebrovascular
desease (CVD) atau stroke.
Hipertensi dan stroke merupakan dua kondisi klinis yang bisa timbul saling
berkaitan dan timbal balik. Sebaliknya stroke dapat menyebabkan tekanan
darah meningkat yang umumnya terjadi pada fase akut stroke.
(www.indomedia.com. 2003)
12
2.1.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
2.1.6.1 Penatalaksanaan Non Farmakologis
Menurut (www.indomedia.com. 2003) pengobatan non farmkologis adalah
lifestyle modification, terutama untuk pengobatan awal atau terapi tambahan.
Pengobatan non farmkologis dapat diartikan perawatan hipertensi pada usia lanjut
yang dapat dilakukan oleh penderita itu sendiri.
Menurut Sustraini dkk (2006) gaya hidup modern yang mengangungkan
sukses, kerja keras dalam situasi penuh tekanan dan stress yang berkepanjangan
adalah hal yang paling utama terjadi. Namun stress yang terlalu besar dapat memicu
terjadinya berbagai penyakit, Misalnya sakit kepala, sulit tidur, tukak lambung,
hipertensi, penyakit jantung dna stroke. Disamping itu, gaya hidup modern yang
penuh kesibukan juga membuat orang kurang berolahraga, dan berusaha mengatasi
stresnya dengan merokok, minum alkohol atau kopi padahal semuanya adalah
penyebab yang meningkatkan risiko terjadinya hipertensi.
Cara yang paling baik dalam mengatasi hipertensi untuk mencegah
komplikasi adalah mengubah gaya hidup kearah gaya hidup sehat.
Menurut Susraini dkk (2006) penatalaksanaan non farmkologis atau
modifikasi pola hidup, antara lain :
1. Mengurangi asupan garam
13
Mengurangi garam sering juga diimbangi denagn asupan lebih banyak kalsium,
magnesium dan kalium (bila diperlukan untuk kasus tertentu). Puasa garam untuk
kasus tertentu dapat menurunkan tekanan darah secara nyata. Umumnya kita
mengkonsumsi lebih banyak garam daripada yang dibutuhkan tubuh. Idealnya ,
kita cukup menggunakan sekitar satu sendok saja atau sekitar 5 gram per hari.
2. Perbanyak serat
Mengkonsumsi lebih banyak sayur atau makanan rumahan yang mengandung
banyak serat akan memperlancar buang air besar dan menahan sebagian asupan
natrium. Sebaliknya penderita hipertensi menghindari makanan kaleng dan
makanan siap saji dari restoran yang dikuatirkan mengandung banyak pengawet
dan kurang serat..
3. Menghentikan kebiasaan buruk
Menghentikan rokok, kopi dan alkohol dapat mengurangi beban jantung, sehingga
jantung dapat bekerja dengana baik. Rokok dapat meningkatkan risiko kerusakan
pembuluh darah dengan megendapkan kolestrol pada pembuluh darah jantung
koroner sehingga jantung bekerja lebih keras.
4. Perbanyak asupan kalium
Penelitian mneunjukkan bahwa dengan mengkonsumsi 3.500 ml kalium dapat
membantu mengatasi kelebihan natrium, sehingga dengan volume darah yang
14
ideal dapat tercapai kembali tekanan yang normal. Kalium bekerja mengusir
natrium dari senyawanya sehingga lebih mudah dilekuarkan.
5. Penuhi kebutuhan magnesium
Juga ditemukan hubungan antara rendahnya asupan magnesium dengan
hipertensi. Kekurangan asupan magnesium terjadi dengan semakin banyaknya
makanan olahan yang di konsumsi.
Sumber makanan yang kaya magnesium antara lain kacang tanah, bayam, kacang
polong, dan makanan laut.
6. Sayuran dan Bumbu dapur
Sayuran dan bumbu dapur yang bermanfaat untuk pengontrolan tekanand arah,
adalah : Tomat, wortel, seledri, bawang putih, kunyit, lada hitam, kemangi, dan
rempah lainnya.
7. Mengurangi Lemak
Seorang dewasa yang sehat memerlukan tidak lebih dari 75 gram lemak per hari.
Pada dasarnya ada tiga kategori lemak pokok dalam diet, yaitu lemak jenuh
(saturated), lemak tak jenuh (monounsaturated) dan lemak tak jenuh ganda
(polyunsarturetedd).
Lemak jenuh cendrung merangsang hati memproduksi kolestrol, akibatnya darah
cendrung menggumpal. Tubuh memerlukan kolestrol dalam jumlah sedikit yaitu
15
kurang dari seperempat dari biasanya masuk melalui makanan, kebutuhan
selebihnya dipenuhi oleh hati. Sebaliknya lemak tak jenuh majemuk cenderung
meurunkan kolestrol dalam darah, bahkan mengurangi tingkat kelengketan
keping-keping darah. Lemak tidak jenuh tunggal tidak meningkatkan kolestrol ,
tetapi tidak megurangi yang sudah ada dalam tubuh.
2.1.6.2 Penatalaksanaan Farmakologis
Menurut Aesculapius (2006) pengobatan farmakologis, tidak selamanya benar
anggapan umum bahwa si penderita harus meminum obat-oabatan secara teratur
untuk jangka waktu panjang bahkan seumur hidup. Karena tujuan pengobatan bukan
hanya menurunkan tekanan darah, melainkan lebih luas daripada itu, mencegah
morbilitas dan mortalitas akibat hipertensi tanpa menngubah kualitas hidup penderita.
Pengobatan hipertensi dilandasi oleh beberapa prinsip sebagai berikut :
1. Pengobatan hipertensi sekunder lebih mendahulukan pengobatan penyebab
hipertensi
2. Pengobatan hipertensi primer ditujukan untuk menurunkan tekanan darah
denga harapan memperpanjang umur dan mengurangai timbulnya komplikasi
3. Upaya menurunkan tekanan darah dapat dicapai dnegan menggunakan obat
anti hipertensi
2.2 Usia Lanjut
16
Profesional kesehatan ditantang untuk menghadapi prevalensi penyakit yang
terjadi pada populasi usia lanjut. Kondisi yang biasa ditemukan pada usia lanjut
harus bisa ditangani, dibatasi, atau bahkan dicegah. Individu usia lanjut lebih mampu
menjaga kesehatan dan kemandirian fungsinya bila layanan berdasar komunitas yang
memadai tersedia. (Brunner & Suddarth, 2002)
2.2.1 Definisi Usia Lanjut
Dalam buku ajar Geriatri, Darmojo dan Martono (1994) mengatakan bahwa :
Suatu proses menghilang secara perlahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi
normalnya tidak dapat bertahan termasuk infeksi dan memperbaiki kerusakan yang
diderita.
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap perkembangan pada daur kehidupan
manusia (Budi AnnaKeliat, 1999). Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU
No. 13 Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang
yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.
Klasifikasi usia lanjut dalam buku Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya
oleh R. Siti Maryam, dkk adalah lima klasifikasi pada usia lanjut :
1. Pralansia (prasenilis) adalah seseorang yang berusia antara 45 – 59 tahun.
2. Usia lanjut adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
17
3. Usia lanjut risiko tinggi adalah seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/
seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan
(Depkes RI, 2003).
4. Usia lanjut potensial adalah usia lanjut yang masih mampu melakukan
pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes RI,
2003)
5. Usia lanjut tidak potensial adalah usia lanjut yang tidak berdaya mencari
nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI,
2003).
2.2.2 Karakteristik Usia Lanjut
Menurut Budi Anna Keliat (1999), usia lanjut memiliki karakteristik sebagai
berikut.
1. Berusia lebih dari 60 tahun ( sesuai dengan Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.
13 Tahun 1998 tentang Kesehatan).
2. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari
kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga
maladaptif.
3. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.
2.2.3 Perubahan-perubahan yang terjadi pada usia lanjut (Kane et, 1994)
yakni :
18
1. Perubahan-perubahan fisik
2. Perubahan-perubahan mental
3. Perubahan-perubahan psikososial.
2.2.4 Penyakit yang sering dijumpai pada usia lanjut
Menurut Stiglitz ada empat penyakit yang sangat erat hubungannya dengan
proses menua, yakni :
1. Gangguan sirkulasi darah seperti hipertensi, kelainan pembuluh darah,
gangguan pembuluh darah di otak (koroner), dan ginjal.
2. Gangguan metabolisme hormonal : seperti diabetes melitus,
klimakterium, dan ketidakseimbangan kelenjar tiroid.
3. Gangguan pada persendian, seperti osteoarthritis, gout arthritis,
ataupun penyakit kolagen lainnya.
2.3 Teori Perilaku
2.3.1 Definisi Perilaku
Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan
yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik disadari
maupun tidak (Dewi, 2009).
Perilaku merupakan kumpulan berbagai faktor yang saling berinteraksi.
Sering tidak disadari bahwa interaksi tersebut sangat kompleks sehingga kadang-
kadang kita tidak sempat memikirkan penyebab seseorang menerapkan perilaku
19
tertentu. Karena itu amat penting untuk dapat menelaah alasan dibalik perilaku
individu, sebelum ia mampu mengubah perilaku tersebut (Antonius, 2009).
Menurut Notoatmojo (2007) perilaku dapat diartikan sebagai sutatu respon
organisme terhadap rangsangan dari luar subjek tersubut, respon tersebut terdiri dari 2
jenis, yaitu:
1) Respon internal, yaitu yang terjadi didalam diri individu dan tidak dapat langsung
terlihat oleh orang lain, seperti : berfikir, tanggapan atau sikap batin dan
pengetahuan, sedangkan perilakunya masih terselubung yang disebut dengan
”covert behavior”.
2) Bentuk aktif, yaitu apabila perilaku tersebut jelas dapat diobervasi secara
langsung, dan sudah kelihatan dalam bentuk tindakan yang nyata yang disebut
”over behavior”.
Dalam proses pembentukan dan perubahan perilaku seseorang dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang berasal dari dalam maupun dari luar individu, oleh karena
perilaku tersebut terbentuk dan dapat mengalami perubahan melalui proses
interaksi manusia dengan lingkungannya.
2.3.2 Faktor Yang Mempengaruhi Terbentuknya Perilaku
Dua faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku (Notoatmodjo, 2005)
tersebut adalah :
a. Faktor intern meliputi : pengetahuan, persepsi, emosi, motivasi dan
sebagainya yang berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar.
20
b. Faktor ekstern meliputi lingkungan sekitar baik fisik maupun non fisik seperti
iklim, manusia, sosial ekonomi kebudayaan dan lain sebagainya.
Proses terbentuknya perilaku tersebut dapat diilustrasikan, sebagai berikut :
Skema 2.1
Asumsi Determinan Perilaku Manusia
Sumber :Notoatmodjo, 2005
2.3.3 Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan peninderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
panca indera manusia, yakni indera pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia di dapat dari mata dan telinga
(Notoatmodjo, 2003).
21
Pengalaman
Keyakinan
Fasilitas
Sosio Budaya
Pengetahuan
Persepsi
Sikap Keinginan
Kehendak
Motivasi
Niat
Perilaku
Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh
ilmu pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan.
Seseorang yang mempunyai pengetahuan yang baik mengenai sesuatu hal,
akan menimbulkan kesadaran yang menyebabkan berperilaku sesuai dengan
pengetahuan yang dimilikinya itu (Notoatmodjo,2003)
2.3.3.2 Sikap
Sikap merupakan suatu reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat,
tetapi dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata
menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang
dalam kehidupan sehari-hari merupakan yang bersifat emosional terhadap stimulus
sosial (Notoatmodjo, 2003)
a. Komponen Pokok Sikap
Dalam bagian lain Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3
komponen pokok.
1. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.
2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)
b. Berbagai Tingkatan Sikap
22
1. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan (obyek).
2. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan sutu usaha
untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan.
3. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
risiko merupakan sikap yang paling tinggi.
2.3.3.3 Tindakan
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior).
Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan. Faktor dukungan (support) dari
pihak lain adalah:
a) Persepsi
23
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang
akan diambil adalah merupakan tindakan tingkat pertama.
b) Respon Terpimpin
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan
contoh adalah merupakan indikator tindakan tingkat dua.
c) Mekanisme
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara
otomatis, atau sudah merupakan suatu kebiasaan, maka ia sudah mencapai tindakan
tingkat tiga.
d) Adaptasi
Adaptasi adalah suatu praktek yang sudah berkembang dengan baik. Artinya
tindakan itu dimodifikasi sendiri.
2.3.4 Peran Petugas
Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain
terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Peran dipengaruhi oleh
keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Peran adalah
bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seesorang pada situasi sosial tertentu.
(Kozier Barbara, 1995:21)
Peran petugas dalam hal ini perawat yang dimaksud adalah cara untuk
menyatakan aktifitas perawat dalam praktik, dimana telah menyelesaikan pendidikan
formalnya yang diakui dan diberi kewenangan oleh pemerintah untuk menjalankan
24
tugas dan tanggung jawab keperawatan secara professional sesuai dengan kode etik
professional.
Menurut pendapat Doheny (1982) ada beberapa elemen peran perawat
professional antara lain : care giver, client advocate, conselor, educator,
collaborator, coordinator change agent, consultant dan interpersonal proses.
1. Care Giver
Pada peran ini perawat diharapkan mampu memberikan pelayanan
keperawatan kepada individu, keluarga , kelompok atau masyarakat sesuai
diagnosis masalah yang terjadi mulai dari masalah yang bersifat sederhana
sampai pada masalah yang kompleks. Memperhatikan individu dalam konteks
sesuai kehidupan klien, perawat harus memperhatikan klien berdasarkan
kebutuhan dari klien. Perawat menggunakan proses keperawatan untuk
mengidentifikasi diagnosis keperawatan mulai dari masalah fisik sampai pada
masalah psikologis.
2. Client Advocate (Pembela Klien) :
Perawat bertanggung jawab membantu klien dan keluarga dalam
menginterpretasikan informasi dari berbagai pemberi pelayanan dan dalam
memberikan informasi lain yang diperlukan untuk mengambil persetujuan
atas tindakan keperawatan yang diberikan kepadanya. Mempertahankan dan
melindungi hak-hak klien, harus dilakukan karena klien akan berinteraksi
dengan banyak petugas kesehatan. Perawat adalah anggota tim kesehatan
25
yang paling lama kontak dengan klien, sehingga diharapkan perawat harus
mampu membela hak-hak klien.
3. Conselor
Konseling adalah proses membantu klien untuk menyadari dan
mengatasi tekanan psikologis atau masalah sosial untuk membangun
hubungan interpersonal yang baik dan untuk meningkatkan perkembangan
seseorang. Didalamnya diberikan dukungan emosional dan intelektual.
4. Educator
Mengajar adalah merujuk kepada aktifitas dimana seseorang guru
membantu murid untuk belajar. Belajar adalah sebuah proses interaktif antara
guru dengan satu atau banyak pelajar dimana pembelajaran obyek khusus atau
keinginan untuk merubah perilaku adalah tujuannya. (Redman, 1998 : 8 ). Inti
dari perubahan perilaku selalu didapat dari pengetahuan baru atau ketrampilan
secara teknis. (www.fadlie.web.id, 2008)
5.Collaborator
6. Coordinator change agent
7. Consultant
8. Interpersonal proses.
2.3.5 Teori Lawrence Green
Lawrence Green menganalisa perilaku manusia dari tingkat kesehatan,
seseorang ataupun masyarakat, perilaku itu sendiri terbentuk dari tiga faktor yaitu :
26
a. Faktor Predisposisi/Predisposing Factor
Yaitu faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya
perilaku. Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap
kesehatan, sistem nilai, tingkat pendidikan, tingkat sosial, ekonomi dan
sebagainya.
b. Faktor Pemungkin/ Enabling Factor
Merupakan faktor-faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku
atau tindakan. Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau
fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya air bersih, tempat
pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan air dan
makanan bergizi. Termasuk fasilitas pelayanan kesehatan seperti
puskesmas, rumah sakit, polindes.
c. Faktor Penguat/Reinforcing Factor
Faktor penguat merupakan faktor-faktor yang mendorong atau
memperkuat terjadinya perilaku. Faktor ini meliputi faktor sikap dan
perilaku tokoh masayarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas
termasuk petugas kesehatan.
27
Skema 2.2
Kerangka Teori
28
Faktor Predisposing:- Pengetahuan- Keyakinan- Nilai- Sikap- Variabel - Demografi
Masalah Perilaku Spesifik
Faktor Reinforcing - Guru
- Keluarga- Teman - Petugas Kesehatan- Majikan
Faktor Enabling:- Ketersediaan sarana-sarana kesehatan- Keterjangkauan sumber daya kesehatan- Prioritas dan komitmen masyarakat
terhadap kesehatan- Keterampilan yang berkaitan dengan
kesehatan- Ketersediaan sarana olahraga & hiburan