4. bab iv pembahasan
DESCRIPTION
bbbbbbbbbTRANSCRIPT
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan kasus yang ditemui ini, pasien laki-laki usia 49 tahun, bekerja sebagai
buruh tani, datang dengan keluhan tidak dapat BAK. Keluhan tidak dapat BAK dapat timbul
sebagai akibat berbagai keadaan patologis. Pada pria lanjut usia kemungkinan dapat terjadi
kelainan pada urologis yang sering seperti BPH dan striktur uretra, BSK dan ISK maupun
kelainan neurologis. Perlunya menyingkirkan salah satu kelainan ini didapatkan dari keluhan
penyerta pasien berupa adanya gangguan sensorik di daerah saddle dan atau di daerah
genitalia, adanya disfungsi seksual dan peristaltik usus yang lebih mengarahkan
kemungkinan terjadinya lesi neurologis. Pasien juga memiliki riwayat nyeri pada punggung
bawah (low back pain). Sciatica: seringkali bilateral, kadang-kadang tidak ada gejala sciatica
sama sekali, terutama terjadi pada kasus protrusi diskus yang dapat menyebabkan iritasi saraf.
Hal ini secara keseluruhan terjadi diakibatkan oleh karena trauma medula spinalis atau
terjadinya proses degenerasi tulang belakang yang paling mungkin terkait keluhan yang
dirasakan muncul tiba-tiba setelah bekerja mengangkat barang berat. Timbulnya gejala dan
tanda tersebut menandakan adanya kerusakan atau gangguan pada saraf sensorik, motorik,
dan otonom yang dikenali sebagai suatu sindrom, sesuai dengan kelainan pada sindrom
cauda equina.
Sindrom cauda equina merupakan sekelompok gejala dan tanda neurologis yang
disebabkan oleh gangguan fungsi sekelompok radiks saraf yang menyusun cauda equina
seringnya oleh adanya kompresi pada cauda equina atau akar saraf lumbosakral yang
bermanifestasi sebagai gangguan raba/rasa pada saddle, kekuatan otot ekstremitas bawah,
sistem saraf otonom berupa gangguan miksi, defekasi dan disfungsi seksual, serta penurunan
atau kehilangan refleks.4,5 Hal tersebut sangat sesuai dengan keluhan yang dialami pasien.
Keluhan ini hilang ketika pasien istirahat, posisi berbaring miring. Keluhan dirasakan
hingga mengganggu aktivitas sehari-hari seperti berjalan dan melakukan kegiatan makan atau
mandi. Pasien juga mengeluhkan mati rasa atau tidak dapat merasakan sensari nyeri dari
pinggang belakang, pantat sampai paha bagian belakang kedua kaki. Pasien mengakui adanya
gangguan BAB, sulit BAB dan jarang kentut bersamaan dengan keluhan tidak bisa BAK.
Pasien juga mengalami gangguan seksual, dikatakan jarang mengalami ereksi pada pagi hari
akhir-akhir ini.
Keluhan-keluhan tersebut muncul, terutama tidak dapat BAK dikarenakan pengaturan
berkemih medula spinalis terletak pada tingkat S2-S4. Terjadinya cedera atau terjadinya
gangguan setinggi S2-S4 menyebabkan disfungsi kandung kemih dapat mengakibatkan
hiperefleksia detrusor dan dissinergis sfingter detrusor pada cedera suprasakral dan areflesia
detrusor pada cedera sakral.
Nyeri yang muncul pada pasien, dapat disebabkan oleh terjepitnya saraf, hal ini dapat
terjadi pada HNP, ataupun stenosis kanalis. Selain itu, penyempitan yang terjadi diduga
dipicu oleh proses iskemia. Proses degenerasi yang menyempitkan rongga ini meliputi
hipertrofi ligamentum flavum, hipertrofi facet (sendi antara 2 segmen vertebra), listesis
vertebra dan herniasi nucleus pulposus.4 Gejala nyeri yang muncul bersifat “klaudikasio
intermitten” atau rasa nyeri, baal atau kelumpuhan ringan yang timbul pada saat aktivitas
seperti berjalan pada jarak tertentu atau duduk pada jangka waktu tertentu. Klaudikasio
neurogenik diduga timbul dari iskemik pada akar saraf sebagai akibat dari meningkatnya
tuntutan metabolik dari latihan dengan adanya kompromi vaskular akar dari penyempitan
sekitarnya. Itulah mengapa gejala tersebut dirasakan hilang timbul, dan akan hilang atau
berkurang bila pasien istirahat.6
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum ringan, kesadaran compos mentis,
dan pemeriksaan tanda vital dalam batas normal. Pemeriksaan kepala leher dalam batas
normal. Pemeriksaan thoraks didapatkan suara jantung murmur pan sistolik, curiga terjadi
kelainan jantung, namun pasien tidak memiliki keluhan untuk itu. Pemeriksaan abdomen dan
ekstremitas dalam batas normal. Pemeriksaan neurologis didapatkan saraf kranialis normal,
tidak ada defisit neurologis, didapatkan kekuatan dan tonus normal, serta eutrofi pada
motorik, pemeriksaan sensorik didapatkan raba halus dan raba kasar (pin prick) negatif pada
setinggi S2-S5 (anestesi saddle). Selain itu, pada pasien ini didapatkan pemeriksaan
provokasi nyeri dengan hasil tes patrick (-/-) menunjukkan tidak ada kelainan pada
thorakolumbal, kontra patricks (+/+), menunjukkan lokasi kelainan berada pada sekitar
sakroiliaka dan coccyigeus. 2
Sesuai dari keluhan pasien dan pemeriksaan fisik secara objektif, pasien mengalami
ganguan neurologis saraf sakral pada daerah cauda equina. Assesesment atau diagnosis kerja
pasien adalah sindrom cauda equina dengan diagnosis banding neurogenic bladder. Gejala
retensi urin terkait pengaturan saraf juga dapat terjadi sebagai neurogenic bladder, hal ini
terkait kelainan saraf yang mensarafi otot detrusor kandung kemih, yang lebih sering
mengakibatkan inkontinensia dan tidak ada kelainan terkait keluhan BAB dan disfungsi
seksual, sehingga lebih mungkin untuk terjadinya sindrom cauda equina.
Timbulnya sindrom cauda equina bisa terjadi karena kompresi pada cauda equina
atau akar saraf lumbosacral yang dapat dibuktikan dengan pemeriksaan penunjang. Pada
pasien dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan pemeriksaan imaging berupa foto rontgen
polos dan MRI. Pada pasien mulanya dilakukan pemeriksaan sederhana dengan foto rontgen
polos lumbosakral, namun tak tampak terjadinya kelainan, sehingga dilakukan pemeriksaan
MRI, didapatkan adanya herniasi diskus dan penyempitan atau stenosis kanal pada daerah
sakral. Oleh karena MRI dapat dilakukan maka altrenatif pemeriksaan Myelografi dan CT
mielografi tidak dilakukan lagi. Jika memungkinkan dilakukan pemeriksaan
elektrodiagnostik untuk mengetahui proses saraf yang terjadi, kemungkinan dapat untuk
menentukan tindak lanjut pada pasien. Pemeriksaan penunjang urodinamik dan ultrasonografi
(USG) kandung kemih tidak dilakukan karena keluhan pasien sudah jelas tidak dapat BAK,
volume residu banyak. 1
Pengobatan dapat diberikan pada pasien ini berupa pegobatan non medikamentosa
dengan cara menghindari beban berlebihan pada tulang punggung yang cedera, dengan cara
mengurangi aktivitas atau dapat menggunakan support eksternal,, korset lumbal. Selain itu
untuk mengurangi nyeri dan kejadian inflamasi dapat diberikan analgetik, dan atau anti
inflamsi untuk mengurangi nyerinya sesuai dengan pathogenesis nyeri yang terjadi pada
kasus ini.7
Selain itu, peran operasi sendiri bertujuan untuk mengurangi tekanan dari saraf di
cauda equina dan menghilangkan elemen yang bersinggungan yang menyebabkan keluhan.
Kebanyakan menganjurkan operasi awal dalam waktu 24-48 jam setelah muncul keluhan
pada pasien untuk meningkatkan hasil fungsional, beberapa penulis telah menunjukkan
sedikit keuntungan untuk pasien dengan sindrom cauda equina komplit dan awal intervensi
operasi. 4
Prognosis dari sindrom cauda equina sangat tergantung dari kondisi pasien. Sulit
untuk menentukan prognosis dalam kasus individual pada kondisi yang kompleks yang
memiliki berbagai kriteria diagnostik. Sekitar 20% dari semua pasien sindrom cauda equina
akan memiliki hasil yang buruk biasanya dengan terapi yang berlangsung terus menerus
misalnya manajemen disfungsi seksual, diri pemasangan kateter mandiri, kolostomi, operasi
urologis dan ginekologis, rehabilitasi cedera spinal dan membutuhkan dukungan psikososial.2
Namun, pada pasien ini menolak untuk dilakukan operasi. Prognosis nya dapat
dikatakan menjadi buruk karena jika dibiarkan dapat terjadi progresivitas herniasi dan
stenosis kanal yang semakin parah, keluhan semakin parah.