37_dewayany_perbandingan perubahan garis pantai

7
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV “Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa” PERBANDINGAN PERUBAHAN GARIS PANTAI HASIL PEMODELAN PEMUNDURAN GARIS PANTAI (SHORELINE RETREAT MODEL) DAN HASIL PEMODELAN PENGINDERAAN JAUH Dewayany Sutrisno BAKOSURTANAL, Jl. Raya – Jakarta – Bogor Km 46 Cibinong 16911 email: [email protected] Abstrak Berkurangnya lahan pantai merupakan permasalahan yang banyak dialami oleh negara pantai maupun negara kepulauan di dunia. Banyak hal yang memicu terjadinya permasalahan ini, salah satunya adalah naiknya muka. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba untuk membandingkan pemunduran garis pantai antara pemodelan pemunduran garis pantai (shoreline retreat model) berbasis SIG yang berkaitan dengan fenomena kenaikan muka laut yang telah dikembangkan oleh Sutrisno (2005), dengan analisis pemunduran garis pantai dengan menggunakan metode synergism. Sebagai daerah studi digunakan Pulau Muaraulu – Delta Mahakam mengingat kawasan pesisir delta merupakan kawasan yang paling rentan terhadap fenomena kenaikan muka laut. Hasil yang diperoleh memperlihatkan kecenderungan hasil yang serupa pada pengamatan tahun 1992 – 2003, yaitu sekitar 1,52 – 41,88 m untuk pemodelan pemunduran garis pantai dan 46,81 m yang diperoleh dari pengolahan citra inderaja. Hasil pemodelan juga memperlihatkan keunggulan dan kelemahan dari pemodelan. Sebagai contoh, pemodelan pemunduran garis pantai berbasis SIG yang dikembangkan secara dinamik ini dapat diuraikan ke dalam beberapa skenario kenaikan muka laut dan dampaknya terhadap garis pantainya, yaitu pada skenario terburuk (ketika terjadi kenaikan muka laut maksimal) dan pada skenario terbaik (ketika terjadi kenaikan muka laut minimal) dan dapat juga digunakan untuk memperkirakan dampak kenaikan muka laut pada masa yang akan datang. Kedua hal ini tidak dapat dilakukan dengan menggunakan pemodelan inderaja, karena sangat tergantung pada data yang ada (existing data). Keyword: Sea level rise, Shoreline retreat model 1. PENDAHULUAN Kenaikan muka laut (sea level rise) merupakan salah satu permasalahan penting yang harus dihadapi oleh negara-negara pantai atau negara kepulauan di dunia. Fenomena alam ini perlu diperhitungkan dalam semua kegiatan pengelolaan wilayah pesisir, karena dapat berdampak langsung pada pemunduran garis pantai serta dapat mengganggu aset-aset penduduk, mengganggu perkembangan ekonomi penduduk bahkan menyebabkan terjadinya perpindahan penduduk yang mendiami wilayah-wilayah rentan di sepanjang pesisir. Dampak dari naiknya muka laut ini telah dapat dirasakan di negara delta seperti Bangladesh, bahkan pada beberapa wilayah pesisir di Indonesia seperti di pesisir Semarang yang telah mengalami kerusakan infrastruktur kota dan gangguan aktivitas ekonomi karena semakin meluasnya ROB sebagai dampak dari kenaikan muka laut (Sutarip 2002). Merujuk pada keadaan ini, perlu diketahui dampak fisik dari kenaikan muka laut pada kawasan pesisir. Sebagai daerah studi digunakan kawasan pesisir Pulau Muaraulu Delta Mahakam mengingat kawasan delta merupakan wilayah pesisir yang paling rentan terhadap fenomena kenaikan muka laut. Dampak fisik yang dikaji adalah pemunduran garis pantai (shoreline retreat). Untuk keperluan ini, perlu diketahui pemodelan yang sesuai bagi kajian pemunduran garis pantai ini mengingat keberadaan berbagai macam model ataupun metode untuk mengkaji pemunduran garis pantai ini. Dalam hal ini, penelitian ini menggunakan pemodelan pemunduran garis pantai (shoreline retreat model) berbasis Sistim Informasi Geografis (SIG) yang telah dikembangkan oleh Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14 – 15 September 2005 TIS - 280

Upload: winda-ayu-kusumawati

Post on 04-Jul-2015

164 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: 37_Dewayany_Perbandingan Perubahan Garis Pantai

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV “Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”

PERBANDINGAN PERUBAHAN GARIS PANTAI HASIL PEMODELAN PEMUNDURAN GARIS PANTAI (SHORELINE RETREAT MODEL) DAN HASIL

PEMODELAN PENGINDERAAN JAUH

Dewayany Sutrisno

BAKOSURTANAL, Jl. Raya – Jakarta – Bogor Km 46 Cibinong 16911 email: [email protected]

Abstrak

Berkurangnya lahan pantai merupakan permasalahan yang banyak dialami oleh negara pantai maupun negara kepulauan di dunia. Banyak hal yang memicu terjadinya permasalahan ini, salah satunya adalah naiknya muka. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba untuk membandingkan pemunduran garis pantai antara pemodelan pemunduran garis pantai (shoreline retreat model) berbasis SIG yang berkaitan dengan fenomena kenaikan muka laut yang telah dikembangkan oleh Sutrisno (2005), dengan analisis pemunduran garis pantai dengan menggunakan metode synergism. Sebagai daerah studi digunakan Pulau Muaraulu – Delta Mahakam mengingat kawasan pesisir delta merupakan kawasan yang paling rentan terhadap fenomena kenaikan muka laut. Hasil yang diperoleh memperlihatkan kecenderungan hasil yang serupa pada pengamatan tahun 1992 – 2003, yaitu sekitar 1,52 – 41,88 m untuk pemodelan pemunduran garis pantai dan 46,81 m yang diperoleh dari pengolahan citra inderaja. Hasil pemodelan juga memperlihatkan keunggulan dan kelemahan dari pemodelan. Sebagai contoh, pemodelan pemunduran garis pantai berbasis SIG yang dikembangkan secara dinamik ini dapat diuraikan ke dalam beberapa skenario kenaikan muka laut dan dampaknya terhadap garis pantainya, yaitu pada skenario terburuk (ketika terjadi kenaikan muka laut maksimal) dan pada skenario terbaik (ketika terjadi kenaikan muka laut minimal) dan dapat juga digunakan untuk memperkirakan dampak kenaikan muka laut pada masa yang akan datang. Kedua hal ini tidak dapat dilakukan dengan menggunakan pemodelan inderaja, karena sangat tergantung pada data yang ada (existing data). Keyword: Sea level rise, Shoreline retreat model 1. PENDAHULUAN

Kenaikan muka laut (sea level rise) merupakan salah satu permasalahan penting yang harus dihadapi oleh negara-negara pantai atau negara kepulauan di dunia. Fenomena alam ini perlu diperhitungkan dalam semua kegiatan pengelolaan wilayah pesisir, karena dapat berdampak langsung pada pemunduran garis pantai serta dapat mengganggu aset-aset penduduk, mengganggu perkembangan ekonomi penduduk bahkan menyebabkan terjadinya perpindahan penduduk yang mendiami wilayah-wilayah rentan di sepanjang pesisir. Dampak dari naiknya muka laut ini telah dapat dirasakan di negara delta seperti Bangladesh, bahkan pada beberapa wilayah pesisir di Indonesia seperti di pesisir Semarang yang telah mengalami kerusakan infrastruktur kota dan gangguan aktivitas ekonomi

karena semakin meluasnya ROB sebagai dampak dari kenaikan muka laut (Sutarip 2002). Merujuk pada keadaan ini, perlu diketahui dampak fisik dari kenaikan muka laut pada kawasan pesisir. Sebagai daerah studi digunakan kawasan pesisir Pulau Muaraulu – Delta Mahakam mengingat kawasan delta merupakan wilayah pesisir yang paling rentan terhadap fenomena kenaikan muka laut. Dampak fisik yang dikaji adalah pemunduran garis pantai (shoreline retreat). Untuk keperluan ini, perlu diketahui pemodelan yang sesuai bagi kajian pemunduran garis pantai ini mengingat keberadaan berbagai macam model ataupun metode untuk mengkaji pemunduran garis pantai ini. Dalam hal ini, penelitian ini menggunakan pemodelan pemunduran garis pantai (shoreline retreat model) berbasis Sistim Informasi Geografis (SIG) yang telah dikembangkan oleh

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14 – 15 September 2005

TIS - 280

Page 2: 37_Dewayany_Perbandingan Perubahan Garis Pantai

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV “Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”

281

Sutrisno (2005). Selain itu, kajian pemunduran garis pantai juga dapat dilaksanakan dengan menggunakan data inderaja multi waktu (multidate). Oleh karena itu, penelitian bermaksud membandingkan pemunduran garis pantai yang dihasilkan dari pemodelan pemunduran garis pantai Sutrisno (2005) dan analisis inderaja multi- waktu, sehingga dikemudian hari dapat diketahui pemodelan yang tepat untuk memperkirakan dampak kenaikan muka laut pada kawasan pesisir delta.

2. METODE

2.1. Pemodelan yang digunakan Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa penelitian ini mencoba membandingkan dua metode yang dapat digunakan untuk mengkaji pemunduran garis pantai, yaitu pemodelan pemunduran garis pantai berbasis (SIG) yang telah dikembangkan oleh Sutrisno (2005) dan analisis inderaja multi-waktu. Pemodelan pemunduran garis pantai Sutrisno (2005) merupakan pemodelan yang menggunakan komponen muka laut dan sedimentasi sebagai komponen utama untuk melihat dampak fisik kenaikan muka laut pada wilayah pesisirnya (pemunduran garis pantai). Pemodelan ini dikembangkan secara dinamis dan memperhitungkan komponen ketidak pastian dari unsur-unsur muka laut dan sedimentasi (Sutrisno 2005).

α

Gambar 2. Konsep dasar pemodelan pemunduran garis

pantai (Sutrisno, 2005) Secara garis besar, konsep kajian pemunduran garis pantai dapat dijelaskan pada Gambar 2 dan dapat dinyatakan dalam persamaan pemunduran garis pantai:

( )[ ]( ) 1. −∆++∆−∆= ZDhLSZR ……… (1)

dimana R merupakan pemunduran garis pantai (m), ∆Z merupakan kenaikan muka laut (m), ∆S merupakan akumulasi sedimen (m), L merupakan jarak dari pantai sampai dengan batas luar delta front (m), h merupakan kedalaman pada L (m) dan D merupakan elevasi (m) pada Z = 0 Pada pemodelan ini, diasumsikan pemunduran garis pantai (R) dapat terjadi pada semua sisi pulau yang mempunyai elevasi atau ketinggian yang sama, nilai L ditetapkan dari garis pantai sampai dengan batas delta front atau paparan delta dimana akumulasi sedimen (berdasarkan pengamatan lapangan) mempunyai nilai yang relatif kecil.

Komponen-komponen kenaikan muka laut (∆Z)

G S

Gambar 1. Lokasi Penelitian

dan sedimentasi (∆S), dikembangkan dengan konsepsi sbb: a. Kenaikan muka laut: Untuk menghitung atau memperkirakan naiknya muka laut (Z) dalam hitungan waktu (t), digunakan formula Ding et al. (2002) sbb;

( ) ( ) kk

k

kt qptcat +++Ζ=Ζ ∑ /2sin1

0 π ……(2)

dimana Z0 adalah muka laut rata-rata selama t bulan pengamatan, a adalah kecenderungan kenaikan muka laut, t adalah waktu (bulan) sedangkan ck, pk dan qk adalah periode, amplitudes dan phase pasut pada k tahun pengamatan (data diperoleh dari Total E&).

P Muara UluP Muara Ulu

edung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember urabaya, 14 – 15 September 2005

TIS - 281

Page 3: 37_Dewayany_Perbandingan Perubahan Garis Pantai

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV “Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”

282

Data kenaikan muka laut dihitung berdasarkan data mean sea level (MSL) yang dikaji dari data pasang surut harian Stasiun pasut Handil II di kawasan Delta Mahakam. Selain itu, data ini juga menghitung kenaikan muka laut maksimal (worst scenario) dan kenaikan muka laut minimal (best scenario)

b. Sedimentasi Perhitungan (∆S) di peroleh dari pemodelan yang dikembangkan oleh Lane and kalinske (1941), yang outputnya kemudian dimasukan ke dalam persamaan:

ii

ii bl

Vs ∆= ……………………. (3)

dimana,

si = akumulasi sedimentasi pada bagian (i) (m/ thn)

iV∆ = volume sedimentasi yang masuk ke dalam bagian (i), dihitung berdasarkan metode Lane-kalinske (m3)

il = panjang tegak lurus pantai bagian (i) (m)

ib = lebar pantai bagian (i) (m)

Volume sedimentasi yang masuk ke daerah studi dihitung dengan menggunakan metode Lane-Kalinske (1941) berdasarkan pengamatan lapangan. Laju akumulasi sedimen juga menghitung laju akumulasi sedimen tertinggi (worst scenario) dan laju akumulasi sedimen terendah (best scenario), dikarenakan supply sedimen yang masuk ke daerah study sangat tergantung pada proses-proses yang terjadi pada lahan di atasnya (hulu sungai), sehingga supply dapat bervariasi tergantung perlakuan dan musim.

Pemodelan berbasis SIG ini, juga merupakan pemodelan dinamis yang dikembangkan dengan pendekatan sistim. Dalam analisis sistim, pembangun pemodelan yang dinamis membutuhkan komponen-komponen pendukung untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pantai yang dalam hal ini merupakan suatu sistim dan pemunduran garis pantai merupakan tujuan dari pembangunan pemodelan, dapat digambarkan dalam suatu komponen-komponen aliran masuk dan keluar dalam sistim yang dikaji ini. Adapun uraian dari komponen-komponen pemunduran garis pantai ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 1. Komponen - komponen pendukung pemodelan pemun-duran garis pantai (Sutrisno 2005)

No Komponen

masuk Komponen

Keluar 1 Naiknya muka laut

bulanan (∆Z) 2 Faktor lunar 3 Rata-rata MSL

bulanan

Naiknya muka laut pada waktu (t)

4 Laju pengendapan (∆S)

Perubahan sedimentasi pada waktu (t)

5 Tinggi muka laut pada waktu (t)

6 Sedimentasi pada waktu (t)

7 Kedalaman (bathymetri)

8 elevasi

Perkiraan tinggi total (dari titik kedalaman yang dihitung hingga lereng yang dia-mati di daratan) pada waktu (t)

9 Tinggi muka laut pada waktu (t)

Perkiraan pemunduran garis pantai pada waktu (t)

Gambar

Dengandigamb

Pemodedengan pemundsecara sgaris pprogramluasan garis pdengan buffer igaris paApabilapantai ydapat di

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14 – 15 September 2005

3. Diagram pemodelan pemunduran garis pantai

demikian, konsepsi pemodelan dapat arkan pada gambar 3.

lan dinamis tersebut di atas dihubungkan pemodelan spasial, mengingat bahwa

uran garis pantai akan disimulasikan pasial. Proses analisis spasial pemunduran antai dilaksanakan dengan menggunakan buffer, yaitu program untuk mencari yang terkena dampak pemunduran dari antai yang hasilnya ditumpang susunkan

peta ketinggian (kontur). Nilai untuk ni diperoleh dari perhitungan pemunduran ntai (R) yang dihitung dari persamaan (1). garis pantai dinyatakan dalam (L), maka ang mundur (LR) pada titik koordinat (x,y) nyatakan dalam persamaan:

TIS - 282

Page 4: 37_Dewayany_Perbandingan Perubahan Garis Pantai

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV “Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”

283

Gamde

L xR ,(

Pemomengdikemdan mdigun Metomengsudahmeng5). Bakarakgelomdan penammenjaini dcitra dan la 2.2. D Data dari ddata yData terkai1. D

a

b

c. Landsat TM path/row: 111/60 – 111/61 Landsat TM 1992, 1994, 1998 Landsat ETM 2003Landsat TM 1992, 1994, 1998 Landsat ETM 2003

bar 4. Metode analisis pemunduran garis pantai ngan menggunakan citra inderaja multi waktu

RLy −=) ……………(4)

delan pemunduran garis pantai dengan ggunakan data inderaja multi-waktu bangkan dengan menggunakan synergism asking. Secara garis besar, metode yang

akan digambarkan pada gambar 4.

de synergism yaitu metode yang gabungkan citra-citra beda waktu yang terkoreksi secara geometris dengan gunakan band tertentu (dalam hal ini band nd 5 dipilih untuk proses analisis mengingat teristik band ini yang mempunyai bang elektromagnetik yang relatif panjang

akan diserap oleh tubuh air, sehingga pakan perbatasan daratan dan lautan di sangat jelas. Sebelum proses synergism

ilaksanakan proses making yang membagi ke dalam 2 kelas, yaitu daratan (piksel=1) ut (piksel=0).

ata dan peralatan yang digunakan

yang digunakan dalam penelitian ini terdiri ata sekunder dan data primer. Adapun data-ang digunakan adalah sebagai berikut: Sekunder dikumpulkan dari berbagai intitusi t, yaitu: ata dasar berupa

. Peta rupabumi digital sekala 1: 50.000 Lembar Muara Kembang, No 1915-12 tahun 2003

. Peta LPI sekala 1 : 50.000 Lembar Muaraulu Besar, No 1915-04 tahun 1998

tahun 1992, 1994 dan 1998 serta Landsat ETM dari path/row yang sama tahun 2003 Koreksi radiometrik, geometrik dan atmosferik

Masking daratan dan lautan

Mask citra1992

Daratan=1 laut = 0

Mask citra2003

Daratan=1 laut = 0

Penggabungan citra Cross table

Analisis perubahan Pulau Muaraulu tahun 1992 - 2003

Mask citra1998

Daratan=1 laut = 0

Mask citra1994

Daratan=1 laut = 0

Koreksi radiometrik, geometrik dan atmosferik

Masking daratan dan lautan

Mask citra1992

Daratan=1 laut = 0

Mask citra2003

Daratan=1 laut = 0

Penggabungan citra Cross table

Analisis perubahan Pulau Muaraulu tahun 1992 - 2003

Mask citra1998

Daratan=1 laut = 0

Mask citra1994

Daratan=1 laut = 0

2. Data pasang surut harian dari: o Total E&P : Stasiun Handil II,

pengamatan tahun 1995 - 2004 o Bakosurtanal: Stasiun Balikpapan,

pengamatan tahun 1993 - 2000 3. Data batimetri dari:

o Bakosurtanal: Peta LPI skala 1 : 50.000, lembar Muaraulu Besar, No 1915- 04 tahun 1998

o Dishidros: Peta Pelayaran Indonesia No 159 skala 1 : 75.000 tahun 1990

o Total E & P: Mahakam Delta: Proposed Well Location sekala 1: 100.000 tahun 2002

4. Data inderaja multi-waktu: a. Landsat ETM path/row: 111/60 – 111/61

tahun 2003 b. Landsat TM tahun 1992, 1994 dan 1998

dengan path/row yang sama.

Perangkat Lunak yang digunakan untuk pengembangan model, antara lain: Simpasut – Bakosurtanal dan Matlab untuk analisis data oseanografi; ArcView, ArcInfo, Er Mapper untuk pemodelan spasial, dan Powersim untuk pengembangan model dinamis. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Pulau Muaraulu merupakan salah satu pulau yang keberadaannya terancam hilang karena adanya fenomena kenaikan muka laut. Pemodelan pemunduran garis pantai (shoreline retreat model) Sutrisno (2005) membenarkan kecenderungan terjadinya fenomena ini. Berdasarkan analisis data pasang surut, dapat dilihat bahwa pada wilayah pesisir Pualau Muaraulu ini cenderung terjadi kenaikan muka laut (∆Z) sebesar 0,475 cm/ tahun. Melalui analisis data sedimentasi lapangan juga dapat dilihat bahwa pada wilayah pulau ini cenderung terjadi laju akumulasi sedimen (∆S) sebesar 0,196 cm/ tahun.

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14 – 15 September 2005

TIS - 283

Page 5: 37_Dewayany_Perbandingan Perubahan Garis Pantai

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV “Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”

284

Gam

Pada proseterjad

Deng(worsmukadan terjadcm/taskenalaju acm/tadimansebesmemppantaberiku

Ga

t

cmt

cm

bar 5. Simulasi perbandingan laju kenaikan muka laut dan laju akumulasi sedimen

kondisi dimana ∆Z > ∆S dapat dikatakan s pemunduran garis pantailah yang akan i pada wilayah pesisir ini.

an mempertimbangkan skenario terburuk t scenario) dimana terjadi laju kenaikan laut tertinggi yaitu sebesar 0,75 cm/tahun skenario terbaik (best scenario) dimana i kenaikan muka laut terendah sebesar 0,15 hun, dan juga dengan mempertimbangkan rio terburuk (worst scenario) dimana terjadi kumulasi sedimen tertinggi rata-rata 0,22 hun dan sekenario terbaik (best scenario) a terjadi laju akumulasi sedimen terendah

ar 0,15, maka pemodelan Sutrisno (2005) erlihatkan hasil simulasi pemunduran garis

i dari tahun 1992 sampai tahun 2003 sebagai t:

m

( )∑ =+++=

k kkk qptcatZZ10 /2sin π( )∑ =

+++=k kkk qptcatZZ

10 /2sin π

Gambar 7. Simulasi pemunduran garis pantai pada skenario terburuk

Gambar 8. Synergism citra Landsat TM 1992, 1994,1998 dan Landsat ETM 2003, perubahan

darat ke laut (warna hitam)

Dapat dilihat bahwa sampai dengan tahun 2003 diperkirakan dapat terjadi pemunduran garis pantai sebesar 1,52 – 41, 88 m. Sementara itu, melalui analisis data inderaja (metode masking dan sysnergism), terlihat pula terjadinya pemunduran garis pantai pada periode yang sama,

bar 6. Simulasi pemunduran garis pantai pada skenario terbaik

seperti Hasil adari tapengurterjadinm pada

Keduamempepemod(2005)yang lkondislaut (ZdianggDengaterting

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14 – 15 September 2005

dapat dijelaskan pada gambar 8.

nalisis inderaja ini memperlihatkan bahwa hun 1992 hingga tahun 2003 terlihat ada angan luas daratan seluas 235,98 ha atau ya pemunduran garis pantai sebesar 46,81 tahun 2003.

pemodelan terlihat cenderung rlihatkan hasil yang serupa. Akan tetapi, elan pemunduran garis pantai garis pantai terlihat mempunyai kisaran perubahan ebih jelas karena telah memperhitungkan i extreme dari komponen kenaikan muka ) dan sedimen (S) yang dalam hal ini ap sebagai komponen ketidakpastian. n kombinasi nilai (a) naiknya muka laut gi (highZ) dan sedimentasi terendah (lowS),

TIS - 284

Page 6: 37_Dewayany_Perbandingan Perubahan Garis Pantai

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV “Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”

285

(b) naiknya muka laut terendah (lowZ) dan sedimentasi tertinggi (highS), (c) naiknya muka laut tertinggi (highZ) dan sedimentasi tertinggi (highS), dan (d) naiknya muka laut terendah (LowZ) dan sedimentasi terendah (lowS), hasil pemodelan pemunduran garis pantai dapat dibandingkan dengan hasil analisis data inderaja yang uraiannya dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 8.

Terlihat dari hasil perbandingan bahwa pemodelan pemunduran garis pantai dapat lebih detil memerinci variabel-variabel penyebabnya, yaitu karena kenaikan muka laut dan sedimentasi, yang dapat lebih dijabarkan pada beberapa skenario perubahan, yaitu pada kenaikan muka laut maksimal dan minimal serta sedimentasi maksimal dan minimal. Terlihat juga dari pemodelan Sutrisno (2005) bahwa skenario pemunduran garis pantai terburuk (worst scenario), terjadi pada kenaikan muka laut maksimal dan laju akumulasi minimal, sedangkan pemunduran garis pantai terbaik (best scenario) terjadi pada kenaikan muka laut minimal dan laju akumulasi sedimen maksimal. Pada pemunduran garis pantai yang dikaji dengan data inderaja, variabel penyebab pemunduran garis pantai tidak dapat dikaji secara detil, apakah karena kenaikan muka laut dan sedimentasi maupun karena faktor-faktor lainnya. Demikian juga dengan skenario-skenario perubahan tidak dapat dikaji secara lebih detil dengan data inderaja ini. Akan tetapi, secara keseluruhan simulasi hasil pemodelan telah mendekati simulasi hasil analisis inderaja. Dalam hal ini terlihat bahwa perhitungan pemunduran garis pantai dari hasil analisis inderaja secara tidak langsung telah memperhitungkan kemungkinan terburuk (worst scenario) pemunduran garis pantai, yaitu pada kondisi naiknya muka laut tertinggi dan sedimentasi terendah. Pemunduran garis pantai terkecil (best scenario) terjadi pada saat naiknya muka laut terendah dan sedimentasi tertinggi.

Gambar 8. Perbandingan pemunduran garis pantai hasil analisis inderaja dengan pemodelan Sutrisno (2005) pada

empat tingkat kemungkinan

Tabel 2. Perbandingan pemunduran garis pantai hasil analisis inderaja dengan pemodelan Sutrisno (2005) pada empat tingkatan kemungkinan

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

1992 1994 1995 1998 2003

years

rata

-rat

a pe

ruba

han

(m)

citra inderajanormalhighZ-highS

lowZ-lowSlowZ-highShighZ-lowS

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nop Surabaya, 14 – 15 September 2005

Tahun Citra Normal HighZ-high S

LowZ-lowS

LowZ-highS

HighZ-lowS

m m m m m m

1 2 3 4 5 6 7

1992 0 0 0 0 0 0

1994 9,96 2,36 3,66 0,76 0,36 4,05

1995 10,90 4,98 7,69 1,63 0,80 8,50

1998 13,04 11,55 11,90 3,98 1,84 12,96

2003 46,81 23,56 37,71 6,18 1,83 41,88

Melpem200digukenAnasynmoddatauntuyan

4. K Bebpen1.

2.

emb

alui pemodelan ini juga dapat dilihat bahwa odelan pemunduran garis pantai (Sutrsino 5) merupakan pemodelan prediksi, yang dapat nakan untuk memperkirakan dampak

aikan muka laut pada masa yang akan datang. lisis inderaja dengan menggunakan metode

ergism ini tidak dapat digunakan sebagai suatu el prediksi, karena lebih merupakan analisis existing, sehingga tidak dapat dimanfaatkan k memperkirakan pemunduran garis pantai

g akan terjadi di masa yang akan datang. ESIMPULAN DAN SARAN

erapa hal yang dapat disimpulkan dari elitian ini adalah: pemodelan pemunduran garis pantai (Sutrisno 2005) dan analisis data inderaja dengan menggunakan metode synergism dapat digunakan untuk mengkaji perubahan garis pantai pemodelan pemunduran garis pantai merupakan pemodelan untuk mengkaji dampak fisik kenaikan muka laut terhadap

er TIS - 285

Page 7: 37_Dewayany_Perbandingan Perubahan Garis Pantai

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV “Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”

286

garis pantainya, yaitu pemunduran garis pantai, dengan mempertimbangkan komponen sedimentasi.

3. analisis synergism dengan menggunakan data inderaja multi waktu tidak dapat menjelaskan penyebab dari pemunduran garis pantai, karena tidak mempertimbangkan variabel variable penyebab pemunduran garis pantai ini dalam analisisnya

4. analisis synergism dengan menggunakan data inderaja juga tidak dapat menguraikan lebih detil skenario – skenario penyebab pemunduran garis pantai ini

5. pemodelan pemunduran garis pantai (Sutrisno 2005) merupakan model prediksi yang dapat digunakan untuk memperkirakan dampak kenaikan muka laut terhadap pemunduran garis pantai di masa yang akan datang

6. analisis data inderaja dengan menggunakan metode synergism tidak dapat memperkirakan pemunduran garis pantai yang terjadi di masa yang akan datang karena merupakan analisis data existing dan bukan merupakan pemodelan prediksi

7. analisis data inderaja dengan menggunakan metode synergism dapat digunakan sebagai data referensi untuk proses validasi ataupun

verifikasi pemodelan pemunduran garis pantai.

DAFTAR PUSTAKA

Ding. X.L, D.W. Zheng, Y.Q. Chen and C. Huang, 2002. Sea Level Change In Hongkong From Tide Gauge Records. Di dalam Journal Of Geospatial Engineering 4:1, The Hongkong Institute of Engineering and Surveyors. Hal 41-49

Lane, E.W. and A.A. Kalinske, 1941. synergism. Di dalam Trans.AGV,Vol.22

Sutarip, S, 2002. Kondisi Eksisting Dan Perkiraan Dampak Land Subsidence dan Mean Sea Level Rise di Kota Semarang. Di dalam Seminar Nasional: Pengaruh Global Warming Terhadap Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Jakarta, 30-31Oktober 2002

Sutrsino, D, 2005. Dampak Kenaikan Muka Laut Terhadap Pengelolaan Delta: Studi Kasus Pengelolaan Lahan Tambak di Pulau Muaraulu – Delta Mahakam. [Disertasi]. Bogor: Pascasarjana, IPB

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14 – 15 September 2005

TIS - 286