document36
DESCRIPTION
ventilator mekanikTRANSCRIPT
36
BAB 1
CEREBRO VASCULAR DISEASE
DAN GANGGUAN KESADARAN
A.KONSEP DASAR
1. Pengertian
Stroke/Gangguan Pembuluh Darah Otak (GPDO)/Cerebro Vascular Disease
(CVD)/Cerebro Vascular Accident (CVA) merupakan suatu kondisi kehilangan fungsi
otak secara mendadak yang diakibatkan oleh gangguan suplai darah ke bagian otak
(Brunner & Suddarth, 2000: 94) atau merupakan suatu kelainan otak baik secara
fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis pembuluh darah
serebral atau dari seluruh sistem pembuluh darah otak (Doengoes, 2000: 290).
Penyebab dari stroke adalah 1) trombosis, 2) embolisme serebral (3/4 kasus
stroke), dan 3) perdarahan baik intra serebral maupunn subarachnoid (1/4 kasus stroke)
(Hudak & Gallo, 1996: 254).
Cedera serebrovaskular atau stroke meliputi awitan tiba-tiba defisit neurologis
karena insufisiensi suplai darah ke suatu bagian dari otak. Insufisiensi suplai darah
disebabkan oleh trombus, biasanya sekunder terhadap arterisklerosis, terhadap embolisme
berasal dari tempat lain dalam tubuh, atau terhadap perdarahan akibat ruptur arteri
(aneurisma) (Lynda Juall Carpenito, 1995).
Menurut WHO stroke adalah adanya defisit neurologis yang berkembang cepat
akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang
jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000)
2. Anatomi Fisiologi
1. Otak
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100
triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar),
serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon. (Satyanegara, 1998)
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks
serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan
area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur
parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi
sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik
untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks
penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater
yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian
posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang
mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan
kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medula oblongata, pons
dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang
penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan,
pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang
penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan
serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi
aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat
stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan
hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal
yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi
pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan
kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan
pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan
pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai
ekspresi tingkah dan emosi. (Sylvia A. Price, 1995)
2. Sirkulasi darah otak
Otak menerima 17% curah jantung dan menggunakan 20% konsumsi oksigen
total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang
arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Da dalam rongga kranium,
keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu
sirkulus Willisi.(Satyanegara, 1998)
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-
kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan
bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan
media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti
nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan
bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk
korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk
lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama.
Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan
pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri
basilaris terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi
dua membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem
vertebrobasilaris.
Ini memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan
sebagian diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi
sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis
dan organ-organ vestibular. (Sylvia A. Price, 1995)
Darah vena dialirkan dari otak melalui dua sistem: kelompok vena interna
yang mengumpulkan darah ke vena galen dan sinus rektus, dan kelompok vena
eksterna yang terletak di permukaan hemisfer otak yang mencurahkan darah ke sinus
sagitalis superior dan sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya ke vena-vena
jugularis, dicurahkan menuju ke jantung. (Harsono, 2000)
Sirkulasi Willisi adalah area dimana percabangan arteri basilar dan karotis
internal bersatu. Sirkulus Willisi terdiri atas dua arteri serebral, arteri komunikans
anterior, kedua arteri serebral posterior dan kedua arteri komunikans anterior.
Jaringan sirkulasi ini memungkinkan darah bersirkulasi dari satu hemisfer ke
hemisfer yang lain dan dari bagain anterior ke posterior otak. Ini merupakan sistem
yang memungkinkan sirkulasi kolateral jika satu pembuluh mengalami penyumbatan.
(Hudak & Gallo, 1996: 254)
3. Faktor Resiko Stroke
1. Hypertensi, faktor resiko utama
2. Penyakit kardiovaskuler
3. Kadar hematokrit tinggi
4. DM (peningkatan anterogenesis)
5. Pemakaian kontrasepsi oral
6. Penurunan tekanan darah berlebihan dalam jangka panjang
7. Obesitas, perokok, alkoholisme
8. Kadar esterogen yang tinggi
9. Usia > 35 tahun
10. Penyalahgunaan obat
11. Gangguan aliran darah otak sepintas
12. Hyperkolesterolemia
13. Infeksi
14. Kelainan pembuluh darahh otak (karena genetik, infeksi dan ruda paksa)
15. Lansia
16. Penyakit paru menahun (asma bronkhial)
17. Asam urat
(Brunner & Suddarth, 2000: 94-95, Harsono, 1996:60-65)
4. Klasifikasi
1. Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya , yaitu:
1. Stroke Haemorhagi
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid.
Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu.
Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga
terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun.
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan
disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan
oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena
dan kapiler. (Djoenaidi Widjaja et. al, 1994)
Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
1. Perdarahan Intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hypertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang
menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang
terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak.
Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hypertensi sering dijumpai di
daerah putamen, talamus, pons dan serebelum. (Simposium Nasional
Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Syaraf Indonesia, Siti Rohani, 2000,
Juwono, 1993: 19).
2. Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM.
Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan
cabang-cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak (Juwono, 1993: 19).
Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang sub arachnoid menyebabkan TIK
meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri dan vasospasme
pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala,
penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemi sensorik,
afasia, dll). (Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah
Syaraf Indonesia, Siti Rohani, 2000).
Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid
mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya
struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai
kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam TIK
yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan
penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan
vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari
setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat
menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga karena
interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam
cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang subarakhnoid.
Vasispasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala,
penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik,
afasia danlain-lain).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui
proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan
aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian
pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak
boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa
sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar
glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada
saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik
anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.
Tabel 1. Perbedaan perdarahan Intra Serebral (PIS) dan Perdarahan Sub Arachnoid (PSA)
Gejala PIS PSA
Timbulnya
Nyeri Kepala
Kesadaran
Kejang
Tanda rangsangan Meningeal.
Dalam 1 jam
Hebat
Menurun
Umum
+/-
1-2 menit
Sangat hebat
Menurun sementara
Sering fokal
+++
Hemiparese
Gangguan saraf otak++
+
+/-
+++
Disadur dari Laporan Praktik Klinik Keperawatan Medical Bedah di Ruang Syaraf
RSUD Dr. Soetomo Surabaya
2. Stroke Non Haemorhagic (CVA Infark)
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama
beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi
iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder.
Kesadaran umummnya baik.
Tabel 2. Perbedaan antara CVA infark dan CVA Bleeding sebagai berikut:
Gejala (anamnesa) Infark Perdarahan
Permulaan (awitan)
Waktu (saat “serangan”)
Peringatan
Nyeri Kepala
Kejang
Sub akut/kurang mendadak
Bangun pagi/istirahat
+ 50% TIA
+/-
-
Sangat akut/mendadak
Sedang aktifitas
-
+++
+
Muntah
Kesadaran menurun
-
Kadang sedikit
+
+++
Koma/kesadaran menurun
Kaku kuduk
Kernig
pupil edema
Perdarahan Retina
Bradikardia
Penyakit lain
Pemeriksaan:
Darah pada LP
X foto Skedel
Angiografi
CT Scan
+/-
-
-
-
-
hari ke-4
Tanda adanya aterosklerosis di retina, koroner, perifer. Emboli
pada ke-lainan katub, fibrilasi, bising karotis
-
+
Oklusi, stenosis
Densitas berkurang
(lesi hypodensi)
+++
++
+
+
+
sejak awal
Hampir selalu hypertensi,
aterosklerosis, HHD
+
Kemungkinan pergeseran glandula
pineal
Aneurisma. AVM. massa intra hemisfer/
vaso-spasme.
Massa intrakranial densitas bertambah.
Opthalmoscope
Lumbal pungsi
Tekanan Warna Eritrosit
Arteriografi
EEG
Crossing phenomena
Silver wire art
Normal
Jernih
< 250/mm3
oklusi
di tengah
(lesi hyperdensi)
Perdarahan retina atau corpus vitreum
Meningkat
Merah
>1000/mm3
ada shift
shift midline echo
Disadur dari Makalah Simposium Sehari “Peran Perawat dalam Kegawat Daruratan” dalam Rangka Dirgahayu PPNI XIX di Tirta Graha Lantai V Jl. Myjen Prof. Dr. Moestopo No. 2 Surabaya (Gedung PDAM Kotamadya Surabaya yang diselenggarakan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia Dewan Pimpinan Daerah Tingkat II Kotamadya Suarabaya.
1. Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya :
1. TIA (Trans Iskemik Attack):
Gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam
saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang
dari 24 jam.
2. Stroke involusi:
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis terlihat
semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
3. Stroke komplit:
Gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai dengan istilahnya
stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang.
5. Manifestasi Klinis
Menurut Hudak dan Gallo dalam bukunya Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik
(1996: 258-260), terdapat manifestasi akibat stroke, yaitu:
1. Defisit Motorik
Hemiparese, hemiplegia
Distria (kerusakan otot-otot bicara)
Disfagia (kerusakn otot-otot menelan)
1. Defisit Sensori
Defisit visual (umum karena jaras visual terpotong sebagian besar pada hemisfer serebri)
Hemianopsia homonimosa (kehilangan pandangan pada setengah bidang pandang pada
sisi yang sama)
Diplopia (penglihatan ganda)
Penurunan ketajaman penglihatan
Tidak memberikan atau hilangnya respon terhadap sensasi superfisial (sentuhan, nyeri,
tekanan, panas dan dingin)
Tidak memberikan atau hilangnya respon terhadap proprioresepsi (pengetahuan tentang
posisi bagian tubuh)
1. Defisit Perseptual (Gangguan dalam merasakan dengan tepat dan
menginterpretasi diri dan/atau lingkungan)
Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal terhadap ekstremitas yang
mengalami paralise; kelainan unilateral)
Disorientasi (waktu, tempat, orang)
Apraksia (kehilangan kemampuan untuk menggunakan obyek-obyek dengan tepat)
Agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi lingkungan melalui indera)
Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruang, memperkirakan ukurannya dan
menilai jauhnya
Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek atau tempat
Disorientasi kanan kiri
1. Defisit Bahasa/Komunikasi
Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-pola bicara yang dapat
difahami) - dapat berbicara dengan menggunakan respons satu kata
Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan - mampu untuk berbicara,
tetapi menggunakan kata-kata dengan tidak tepat dan tidak sadar tentang kesalahan ini)
Afasia global (kombinasi afasia ekspresif dan reseptif) – tidak mampu berkomunikasi
pada setiap tingkat
Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan)
Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide dalam tulisan)
1. Defisit Intelektual
Kehilangan memori
Rentang perhatian singkat
Peningkatan distraktibilitas (mudah buyar)
Penilaian buruk
Ketidakmampuan untuk mentransfer pembelajaran dari satu situasi ke situasi yang lain
Ketidakmampuan untuk menghitung, memberi alasan atau berpikir secara abstrak
1. Disfungsi Aktivitas Mental dan Psikologis
Labilitas emosional (menunjukkan reaksi dengan mudah atau tidak tepat)
Kehilangan kontrol diri dan hambatan sosial
Penurunan toleransi terhadap stres
Ketakutan, permusuhan, frustasi, marah
Kekacauan mental dan keputusasaan
Menarik diri, isolasi
Depresi
1. Gangguan Eliminasi (Kandung kemih dan usus)
Lesi unilateral karena stroke mengakibatkans sensasi dan kontrol partial kandung kemin,
sehingga klien sering mengalami berkemih, dorongan dan inkontinensia urine.
Jika lesi stroke ada pada batang otak, maka akan terjadi kerusakan lateral yang
mengakibatkan neuron motorik bagian atas kandung kemih dengan kehilangan semua
kontrol miksi
Kemungkinan untuk memulihkan fungsi normal kandung kemih sangat baik
Kerusakan fungsi usus akibat dari penurunan tingkat kesadaran, dehidrasi dan imobilitas
Konstipasi dann pengerasan feses
8. Gangguan Kesadaran
6. Patofisiologi Infark Otak (Proses yang terjadi sesudah obstruksi vena dan arteri)
Patofisiologi CVA karena Emboli/trombus dan perdarahan
Thalamus
GANGGUAN KESADARAN
1. PENGERTIAN KESADARAN
Kesadaran merupakan kemampuan individu mengadakan hubungan dengan
lingkungan serta dirinya sendiri (melalui panca inderanya) dan mengadakan pembatasan
(limitasi) terhadap lingkungan dan dirinya sendiri (melalui perhatian). Bila kesadaran baik,
maka akan terjadi orientasi (waktu, tempat dan orang), pengertian yang baik serta pemakaian
informasi yang masuk secara efektif (melalui ingatan dan pertimbangan). (Maramis, 1994:
101).
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter paling mendasar dan paling penting
yang harus ditentukan dan dikaji untuk menentukan status kerusakan pada sistem persyarafan
khususnya pada kasus stroke. Tingkat keterjagaan klien dan respon terhadap lingkungan
adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persyarafan (Hudak & Gallo, 1996:
160)
2. JENIS KESADARAN
1. Isi Kesadaran
1. Kognitif
2. Afektif
2. Derajat/tingkat kesadaran (Aurosal) (Juwono, 1993: 1)
3. BENTUK KESADARAN
1. Kesadaran Menurun
Kesadaran menurun adalah keadaan dengan kemampuan persepsi, perhatian dan
pemikiran yang berkurang secara keseluruhan (secara kuantitatif), kemudian muncullah
amnesia sebagian atau total.
Beberapa tingkat dalam menurunnya kesadaran yaitu:
1. Apati
Mulai mengantuk, acuh-tak acuh terhadap stimulus, untuk menarik perhatiannya
diperlukan stimulus yang sedikit lebih keras
2. Somnolen
Sudah mengantuk, untuk menarik perhatiannya dibutuhkan stimulus yang lebih keras
3. Sopor
Ingatan, orientasi dan pertimbangan sudah hilang. Hanya berespon dengan
rangsangan yang keras
4. Subkoma dan koma
Tidak ada respon terhadap stimulus yang kuat/keras, pupil melebar, reflek muntah
hilang. (Maramis, 1996: 101)
2. Kesadaran Meninggi
Kesadaran meninggi adalah keadaan dengan respon yang meninggi terhadap
stimulus, biasanya disebabkan pengaruh berbagai zat yang menstimulus otak
(psikosimultan) atau oleh faktor psikologi. (Maramis, 1996: 102)
Selain kesadaran menurun, terdapat beberapa sistem yang digunakan untuk
membuat peringkat perubahan dalam keawasan dan keterjagaan, istilah-istilah tersebut
antara lain: (Hudak & Gallo, 1996: 160)
1. Terjaga: normal
2. Sadar
Dapat tidur lebih dari biasanya atau sedikit bingung saat pertama kali terjaga, tetapi
berorientasi sempurna ketika bangun.
Dapat berorientasi dan berkomunikasi
3. Letargi/somnolen
Mengantuk tetapi dapat mengikuti perintah sederhana ketika dirangsang
4. Stupor
Sangat sulit dibangunkan, tidak konsisten dapat mengikuti perintah sederhana atau
berbicara satu kata atau frase pendek. Menjawab secara refleks terhadap rangsangan
nyeri. Pendengaran dengan suara keras dan penglihatan kuat. Non verbal dengan
menganggukkan kepala.
5. Semikomatosa
Gerak bertujuan ketika dirangsang; tidak mengikuti perintah atau berbicara koheren
6. Koma
Dapat berespon dengan postur secara refleks ketiak distimulasi atau dpat tidak
berespon pada setiap stimulus.
Berdasarkan kwalitas kesadaran, yaitu pengkajian mutu mental seseorang
terhadap dunia luar: (Catatan Ruang Tropik Wanita, 1998)
1. Composmentis
Bereaksi secara adekuat
2. Abstensia/kesadaran tumpul/drowsky
Tidak tidur dan tidak megitu waspada, perhatian terhadap sekeliling berkurang,
cenderung mengantuk
3. Bingung/confused
Disorientasi waktu, tempat dan orang
4. Delirium
Mental dan motorik kacau, ada halusinasi dan bergerak sesuai dengan kekacauan
pikirannya
5. Apatis
Tidak tidur, tak acuh, tidak bicara dan pandangan hampa
4. GANGGUAN KESADARAN
1. Gangguan Isi Kesadaran
1. Gangguan Kognitif
Afasia
Gangguan persepsi
Gangguan berfikir
Gangguan daya ingat
1. Gangguan Afektif
Apatis
Agitasi
2. Gangguan Kesadaran Akut
1. Kesadaran Berkabut (clouding of Consciousness)
Penurunan kewaspadaan (awareness)
Penurunan keadaan bangun
Hypereksitabilitas
Iritabilitas
Mengantuk diselingi agitasi
Gagguan perhatian
Kebingungan
Gangguan persepsi sensori (terutama persepsi visual)
Tidak selalu ada disorientasi
Akut atau subacut confusional state bila berat
Salah interpretasi
Gangguan ingatan (kesulitan mengulang angka-angka ke belakang lebih dari 4 atau 5
angka).
2. Delirium
Disorientasi
Takut
Iriabilitas
Gangguan persepsi sensori dan halusinasi visual
Tidak mengenal diri sendiri dan lingkungannya
Penyakiy yang menyebabkan delirium
3. Optundation
Penumpulan mental (torpidity)
Penurunan kewaspadaan yang cukup berat
Penurunan minat
Lambatnya jawaban terhadap rangsangan
Sering mengantuk dan banyak tidur
4. Stupor
5. Koma
3. Gangguan Kesadaran Sub akut atau Kronik
1. Demensia
2. Hypersomnia
3. Keadaan vegetatif (termasuk coma vigil, spsllic syndrome, mati serebral, mati
neokortikal, dementia total)
4. Mutisme akinetik
5. Apallic syndrome: fungsi neokorteks tidak ada tapi batang otak masih ada
6. Locked-in syndrome:
Tidak ada penurunan kesadaran
Kelumpuhan keempat ekstremitas dan syaraf otak bawah
Pergerakan bola mata ke atas dan berkedip masih ada
7. Mati otak
Fungsi korteks, subkortikal dan batang otak secara permanen sudah tidak ada.
(Juwono, 1993: 1-4)
5. PROSES PATOLOGIS PENYEBAB GANGGUAN KESADARAN
1. Keadaan yang secara luas dan langsung menekan fungsi hemisfer serebri (biasanya pada
waktu bersamaan juga mengenai struktur batang otak)
2. Kelainan yang menekan atau merusak substansia grisea (diencepalon, mesenchepalon dan
pons atas).
6. CARA PENGUKURAN TINGKAT KESADARAN
1. Glasgow Coma Scale (GCS)
1. Respon Membuka Mata
Spontan 4
Terhadap bicara 3
Terhadap nyeri 2
Tidak ada respon 1
2. Respon Verbal
Terorientasi 5
Percakapan yang membingungkan 4
Penggunaan kata-kata yang tidak sesuai 3
Suara mengguman 2
Tidak ada respon 1
3. Respon Motorik
Mengikuti perintah 6
Menunjuk tempat rangsangan 5
Menghindar dari stimulasi 4
Fleksi abnormal (dekortikasi) 3
Ekstensi abnormal (deserebrasi) 2
Tidak ada respon 1
Penilaian:
Nilai 3 : kesadaran terburuk
Nilai 3-5 : koma yang dalam
Nilai 6-10 : gangguan kesadaran intermediate
Nilai 11-14 : kesadaran lebih baik
Nilai 15 : terbaik
2. Penggambaran stimulus dan respon klien
1. Panggil pasien dengan namanya
2. Panggil namanya dengan keras
3. Kombinasikan memanggil nama dengan sentuhan ringan
4. Kombinasikan memanggil nama dengan sentuhan kasar (guncangan dan kejutan)
5. Timbulkan nyeri
3. Skala Tingkat (Reaksi – Stimuli)
1 Terjaga; tidak menunda respon
2 Mengantuk tetapi berespon terhadap stimulus lembut. Bingung tentang nama, tempat dan waktu
3 Sangat mengantuk, berespon terhadap rangsangan yang kuat dengan orientasi gerakan mata, memenuhi perintah atau menunjuk dan secara
aktif berupaya untuk menyingkirkan stimulus
4 Tidak sadar. Dapat menunjuk tetapi tidak berhasil menyingkirkan stimulus
5 Tidak sadar. Gerakan menghindar pada setiap stimulus
6 Tidak sadar. Gerakan fleksi yang umum terhadap nyeri
7 Tidak sadar. Gerakan ekstensi yang umum terhadap nyeri
8 Tidak sadar. Tidak berespon pada stimulasi nyeri
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN STROKE
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk mengenal
masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Tahap pengkajian
terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data dan perumusan
diagnosis keperawatan. (Lismidar, 1990)
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan klien
yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif, tingkat
perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien. (Marilynn E.
Doenges et al, 1998)
1. Data demografi
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register,
diagnose medis.
2. Keluhan utama
Didapatkan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak
dapat berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999)
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien
sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan
kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau
gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani, 2000) Sedangkan stroke infark tidak
terlalu mendadak, saat istirahat atau bangun pagi, kadang nyeri copula, tidak kejang
dan tidak muntah, kesadaran masih baik.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma
kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D. Ignativicius, 1995)
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus.
(Hendro Susilo, 2000)
6. Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor
biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
(Harsono, 1996)
1. Pola-pola fungsi kesehatan
Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi
oral.
Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut, kehilangan
sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia ditandai dengan
kesulitan menelan, obesitas (Doengoes, 2000: 291)
Pola eliminasi
Gejala menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti inkontinensia urine,
anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder berlebih), bising usus negatif
(ilius paralitik), pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan
peristaltik usus.(Doengoes, 1998 dan Doengoes, 2000: 290)
Pola aktivitas dan latihan
Gejala menunjukkan danya kesukaran untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah.
Tanda yang muncul adalah gangguan tonus otot (flaksid, spastis), paralitik
(hemiplegia) dan terjadi kelemahan umum, gangguan penglihatan, gangguan
tingkat kesadaran (Doengoes, 1998, 2000: 290)
Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri
otot
Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk
berkomunikasi akibat gangguan bicara.
Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/ kekaburan pandangan,
perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola
kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir.
Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan
stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena
gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
Integritas ego
Terdapat gejala perasaan tak berdaya, perasaan putus asa dengan tanda
emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira, kesulian
mengekspresikan diri (Doengoes, 2000: 290)
Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil,
kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. (Marilynn E. Doenges, 2000)
1. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Kesadaran: umumnya mengelami penurunan kesadaran
Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa
bicara
Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
Pemeriksaan integumen
Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan
maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus
terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke hemoragik harus bed rest 2-3
minggu
Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
Rambut : umumnya tidak ada kelainan
Pemeriksaan kepala dan leher
Kepala : bentuk normocephalik
Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing
ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks
batuk dan menelan, adanya hambatan jalan nafas. Merokok merupakan faktor
resiko.
Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang
terdapat kembung.
Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
Pemeriksaan neurologi
Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII
central. Penglihatan menurun, diplopia, gangguan rasa pengecapan dan penciuman,
paralisis atau parese wajah.
Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan pada salah satu sisi
tubuh, kelemahan, kesemutan, kebas, genggaman tidak sama, refleks tendon melemah
secara kontralateral, apraksia
Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi, hilangnya rangsang sensorik
kontralteral.
Pemeriksaan refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari
refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.
Sinkop/pusing, sakitkepala, gangguan status mental/tingkat kesadaran, gangguan fungsi
kognitif seperti penurunan memori, pemecahan masalah, afasia, kekakuan nukhal, kejang,
dll (Jusuf Misbach, 1999, Doengoes, 2000: 291)
2. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan radiologi
1. CT scan: didapatkan hiperdens fokal, kadang-
kadang masuk ventrikel, atau menyebar ke
permukaan otak. (Linardi Widjaja, 1993), edema,
hematoma, iskemia dan infark (Doengoes, 2000:
292)
2. MRI: untuk menunjukkan area yang mengalami
hemoragik. (Marilynn E. Doenges, 2000: 292)
3. Angiografi serebral: untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurisma atau malformasi
vaskuler. (Satyanegara, 1998) atau membantu
menenukan penyebab stroke yang lebih spesifik
seperti perdarahan atau obstruksi arteri, adanya titik
oklusi atau ruptur (Doengoes, 2000: 292)
4. Pemeriksaan foto thorax: dapat memperlihatkan
keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran
ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda
hipertensi kronis pada penderita
stroke. (Jusuf Misbach, 1999), menggambarkan perubahan kelenjar
lempeng pineal daerah berlawanan dari massa yang meluas (Doengoes,
2000: 292)
2. Pemeriksaan laboratorium
1. Pungsi lumbal: pemeriksaan likuor yang merah
biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif,
sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-
hari pertama. (Satyanegara, 1998). Tekanan normal
biasanya ada trombosis, emboli dan TIA.
Sedangkan tekanan yang meningkat dan cairan yang
mengandungdarah menunjukkan adanya perdarahan
subarachnoid atau intrakranial. Kadar protein total
meningkat pada kasus trombosis sehubungan
dengan proses inflamasi (Doengoes, 2000: 292)
2. Pemeriksaan darah rutin
3. Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat
terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai
250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-
angsur turun kembali. (Jusuf Misbach, 1999)
4. Pemeriksaan darah lengkap: unutk mencari kelainan
pada darah itu sendiri. (Linardi Widjaja, 1993)
1. Prioritas Keperawatan
1. Meningkatkan perfusi dan oksigenasi serebral yang adekuat
2. Mencegah/meminimalkan komplikasi dan ketidakmampuan yang bersifat permanen
3. Membantu pasien untuk menemukan kemandiriannya dalam melakukan aktivitas sehari-
hari
4. Memberikan dukungan terhadap proses koping dan mengintegrasikan perubaahan dalam
konsep diri pasien
5. Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosisnya dan kebutuhan
tindakan/rehabilitasi
1. Tujuan Pemulangan
1. Fungsi serebral membaik/meningkat, penurunan fungsi neurologis dapat
diminimalkan/dapat didtabilkan
2. Komplikasi dapat dicegah dan diminimalkan
3. Kebutuhan pasien sehari-hari dapat dipenuhi oleh pasien sendiri atau dengan bantuan
yang minimal dari orang lain
4. Mampu melakukan koping dengan cara yang positif, perencanaan untuk masa depan
5. Proses dan prognosis penyakit dan pengobatannya dapat dipahami
4. Diagnosa keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan otak (serebral) berhubungan dengan
perdarahan intracerebral, edema serebral, gangguan oklusi
(Marilynn E. Doenges, 2000: 293)
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan,
parastesia, hemiparese/hemiplagia (Donna D. Ignativicius, 1995,
doengoes, 2000: 295)
3. Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan
penekanan pada saraf sensori, penurunan penglihatan (Marilynn E.
Doenges, 2000)
4. Gangguan/kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan
penurunan sirkulasi darah otak, kerusakan neuromuskuler,
kehilangan tonus otot fasial, kelemahan umum (Donna D.
Ignativicius, 1995, Doengoes, 2000: 298)
5. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubungan dengan
imobilisasi, intake cairan yang tidak adekuat (Donna D.
Ignativicius, 1995)
6. Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot
mengunyah dan menelan ( Barbara Engram, 1998)
7. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan resepsi
sensori, transmisi, integrasi, stres psikologis (Doengoes, 2000:
300)
8. Kurangnya pemenuhan perawatan diri yang berhubungan dengan
hemiparese/hemiplegi, kerusakan neuromuskuler, kehilangan
kontrol/koordinasi otot, penurunan kekuatan/ketahanan, kerusakan
perseptual, nyeri, depresi (Donna D. Ignativicius, 1995, Doengoes,
2000: 301)
9. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring
lama (Barbara Engram, 1998)
10. Resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan
dengan penurunan refleks batuk dan menelan.(Lynda Juall
Carpenito, 1998)
11. Gangguan eliminasi uri (inkontinensia uri) yang berhubungan
dengan penurunan sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan
untuk berkomunikasi (Donna D. Ignatavicius, 1995)
12. Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik,
psikososial, persepsi kognitif (Doengoes, 2000: 303)
5. Perencanaan
Rencana keperawatan dari diagnosa keperawatan diatas adalah:
Perubahan perfusi jaringan otak (serebral) berhubungan dengan perdarahan intracerebral,
edema serebral, gangguan oklusi dibuktikan oleh perubahan tingkat kesadaran, kehilangan
memori, perubahan respon motorik/sensori, gelisah, defisit sensori, bahasa, intelektual dan
emosi, perubahan VS
Tujuan: Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal
Kriteria hasil:
Klien tidak gelisah, mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik, fungsi
kognitif dan motorik/sensori
Tidak ada tanda TIK meningkat
Menunjukkan tidak ada kelanjutan deteriorasi/kekambuhan defisit
Tanda-tanda vital stabil (nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C, pernafasan 16-20
kali permenit)
Rencana tindakan
1. Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-
sebab gangguan perfusi jaringan otak dan akibatnya
2. Anjurkan kepada klien untuk bed rest total
3. Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan
intrakranial tiap dua jam
4. Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak
jantung (beri bantal tipis)
5. Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan
berlebihan
6. Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
7. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat
neuroprotektor
Rasional
1. Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
2. Untuk mencegah perdarahan ulang
3. Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara
dini dan untuk penetapan tindakan yang tepat
4. Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage
vena dan memperbaiki sirkulasi serebral
5. Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra
kranial dan potensial terjadi perdarahan ulang
6. Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan
kenaikan TIK. Istirahat total dan ketenangan mungkin
diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam
kasus stroke hemoragik / perdarahan lainnya
7. Memperbaiki sel yang masih viabel
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, parastesia, hemiparese/hemiplagia
Tujuan :
Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya
Kriteria hasil
Tidak terjadi kontraktur sendi (mempertahankan posisi optimal dan mempertahankan
fungsi secara optimal)
Bertambahnya kekuatan otot
Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
Mempertahankan integritas kulit
Rencana tindakan
1. Ubah posisi klien tiap 2 jam
2. Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada
ekstrimitas yang tidak sakit
3. Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit
4. Berikan papan kaki pada ekstrimitas dalam posisi
fungsionalnya
5. Tinggikan kepala dan tangan
6. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
Rasional
1. Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat
sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan
2. Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot
serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan
3. Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila
tidak dilatih untuk digerakkan
Gangguan persepsi sensori: perabaan yang berhubungan dengan penekanan pada saraf sensori
Tujuan: Meningkatnya persepsi sensorik: perabaan secara optimal.
Kriteria hasil:
Klien dapat mempertahankan tingakat kesadaran dan fungsi persepsi
Klien mengakui perubahan dalam kemampuan untuk meraba dan merasa
Klien dapat menunjukkan perilaku untuk mengkompensasi terhadap perubahan sensori
Rencana tindakan
1. Tentukan kondisi patologis klien
2. Kaji kesadaran sensori, seperti membedakan panas/dingin, tajam/tumpul, posisi bagian
tubuh/otot, rasa persendian
3. Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan, seperti memberikan klien suatu benda untuk
menyentuh, meraba. Biarkan klien menyentuh dinding atau batas-batas lainnya.
4. Lindungi klien dari suhu yang berlebihan, kaji adanya lindungan yang berbahaya.
Anjurkan pada klien dan keluarga untuk melakukan pemeriksaan terhadap suhu air
dengan tangan yang normal
5. Anjurkan klien untuk mengamati kaki dan tangannya bila perlu dan menyadari posisi
bagian tubuh yang sakit. Buatlah klien sadar akan semua bagian tubuh yang terabaikan
seperti stimulasi sensorik pada daerah yang sakit, latihan yang membawa area yang sakit
melewati garis tengah, ingatkan individu untuk merawata sisi yang sakit.
6. Hilangkan kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebihan.
7. Lakukan validasi terhadap persepsi klien
Rasional
1. Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami gangguan, sebagai penetapan rencana
tindakan
2. Penurunan kesadaran terhadap sensorik dan perasaan kinetik berpengaruh terhadap
keseimbangan/posisi dan kesesuaian dari gerakan yang mengganggu ambulasi,
meningkatkan resiko terjadinya trauma.
3. Melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan persepsi dan intepretasi diri.
Membantu klien untuk mengorientasikan bagian dirinya dan kekuatan dari daerah yang
terpengaruh.
4. Meningkatkan keamanan klien dan menurunkan resiko terjadinya trauma.
5. Penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu dalan mengintegrasikan sisi
yang sakit.
6. Menurunkan ansietas dan respon emosi yang berlebihan/kebingungan yang berhubungan
dengan sensori berlebih.
7. Membantu klien untuk mengidentifikasi ketidakkonsistenan dari persepsi dan integrasi
stimulus.
Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi
Tujuan: Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
Kriteria hasil
Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan kemampuan klien
Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk memberikan bantuan
sesuai kebutuhan
Rencana tindakan
1. Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan perawatan diri
2. Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas dan beri bantuan dengan
sikap sungguh
3. Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan klien sendiri, tetapi berikan
bantuan sesuai kebutuhan
4. Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukannya atau
keberhasilannya
5. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi
Rasional
1. Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual
2. Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus-menerus
3. Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun bantuan
yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi, adalah penting bagi klien untuk
melakukan sebanyak mungkin untuk diri-sendiri untuk mempertahankan harga diri dan
meningkatkan pemulihan
4. Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta mendorong klien untuk
berusaha secara kontinyu
5. Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan
mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus
Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan otot
mengunyah dan menelan
Tujuan: Tidak terjadi gangguan nutrisi
Kriteria hasil
Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan
Hb dan albumin dalam batas normal
Rencana tindakan
1. Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek batuk
2. Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah makan
3. Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan menekan
ringan diatas bibir/dibawah dagu jika dibutuhkan
4. Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu
5. Berikan makan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang
6. Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah cair, makan lunak ketika klien dapat
menelan air
7. Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan
8. Anjurkan klien untuk berpartisipasidalam program latihan/kegiatan
9. Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran melalui iv atau makanan melalui
selang
Rasional
1. Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien
2. Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi
3. Membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol muskuler
4. Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat mencetuskan usaha
untuk menelan dan meningkatkan masukan
5. Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya distraksi/gangguan dari
luar
6. Makan lunak/cairan kental mudah untuk mengendalikannya didalam mulut, menurunkan
terjadinya aspirasi
7. Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan menurunkan resiko terjadinya tersedak
8. Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang meningkatkan nafsu makan
9. Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika klien
tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut
Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama
Tujuan: Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit
Kriteria hasil
Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka
Rencana tindakan
1. Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi jika mungkin
2. Rubah posisi tiap 2 jam
3. Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang menonjol
4. Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu
berubah posisi
5. Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan
dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi
6. Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap kulit
Rasional
1. Meningkatkan aliran darah kesemua daerah
2. Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah
3. Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol
4. Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler
5. Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan
6. Mempertahankan keutuhan kulit
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Wendra, 1999, Petunjuk Praktis Rehabilitasi Penderita Stroke, Bagian Neurologi FKUI /RSCM, UCB Pharma Indonesia, Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta.
Depkes RI, 1996, Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan, Diknakes, Jakarta.
Doenges, M.E., Moorhouse M.F.,Geissler A.C., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.
Engram, Barbara, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3, EGC, Jakarta.
Harsono, 1996, Buku Ajar Neurologi Klinis, Edisi 1, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Harsono, 2000, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Hudak C.M., Gallo B.M., 1996, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Edisi VI, Volume II, EGC, Jakarta.
Ignatavicius D.D., Bayne M.V., 1991, Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach, An HBJ International Edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia.
Ignatavicius D.D., Workman M.L., Mishler M.A., 1995, Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach, 2nd edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia.
Islam, Mohammad Saiful, 1998, Stroke: Diagnosis Dan Penatalaksanaannya, Lab/SMF Ilmu Penyakit Saraf, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.
Juwono, T., 1993, Pemeriksaan Klinik Neurologik Dalam Praktek, EGC, Jakarta.
Lismidar, 1990, Proses Keperawatan, Universitas Indonesia, Jakarta.
Mardjono M., Sidharta P., 1981, Neurologi Klinis Dasar, PT Dian Rakyat, Jakarta.
Price S.A., Wilson L.M., 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4, Buku II, EGC, Jakarta.
Rochani, Siti, 2000, Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Saraf Indonesia, Surabaya.
Satyanegara, 1998, Ilmu Bedah Saraf, Edisi Ketiga, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Susilo, Hendro, 2000, Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke, Suatu Pendekatan Baru Millenium III, Bangkalan.
Widjaja, Linardi, 1993, Patofisiologi dan Penatalaksanaan Stroke, Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.
BAB 2
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN STROKE INFARK TROMBOSIS
1. DATA DASAR
1. Informasi Umum
Tanggal Pengkajian 11 November 2002
Jam Pengkajian Pukul 10.00 WIB
Ruang Perawatan Rawat Inap Syaraf A
Kelas/Kamar/Bed III/15/1
Tanggal MRS 7 November 2002
Jam MRS 13.25 WIB
Kedatangan Diantar istri dan anaknya
Sumber Data Subyektif: Istri klien
Obyektif: status klien di ruangan dan hasil pemeriksaan
Diagnosa Medis CVA Infark trombosis
Nomor Rekam Medik
10155023
2. Identitas Klien
Nama Tn. S
Umur 62 tahun
Jenis Kelamin Laki-laki
Pendidikan SMA
Pekerjaan Pensiunan PNS
Suku/Bangsa Jawa/Indonesia
Bahasa Jawa dan Indonesia
Alamat Winongan Pasuruan
Istri Ny. M
Penanggung Biaya ASKES
3. Keluhan Utama
Data Subyektif
“Kaki suami saya kok sekarang tidak bisa bergerak, padahal kemarin masih bisa”
“Badannya panas terus mulai kemarin”
“Suami saya kan diabet dan dapat diabetasol susu, kata perawatnya harus diminumkan jam 23.00 WIB, lalu kapan lagi?”
“Saya rasanya bingung suster”
4. Alasan Masuk
Data Subyektif
“Pingsan di tempat sholat sambil membawa kopyah, tidak mau berbicara, pelo, lalu saya bawa ke rumah sakit di UGD dan ngamar sejak Kamis kemarin”
Data Obyektif
(dari Rekam Medik saat pemeriksaan di UGD RSUD Dr. Soetomo tanggal 7 Novenber 2002 pukul 13.25 WIB)
Pingsan di tempat sholat, tidak mau berbicara didahului pelo, tidak ada sakit kepala sebelum serangan, tidak ada lemah anggota gerak, tidak muntah dan tidak pusing.
5. Riwayat Penyakit Sekarang
Data Subyektif
“Sejak Rabu malam Bapak sudah gelisah dan tidak mau bicara, kemudian saya sarankan untuk istirahat dan Bapak tidur tanpa saya temani agar bisa beristirahat dengan nyaman. Pada waktu shubuh saya mendengar suara ‘gedebug’, saya kira Bapak jatuh dari tempat tidur, ternyata tidak, akhirnya saya tahu kalau Bapak jatuh di tempat sholat sambil membewa kopyah seperti mau sembahyang, bapak pingsan, lalu sadar tapi tidak bisa bicara dan pelo, tidak pusing, tidak muntah, tidak kejang, akhirnya saya bawa ke sini”
“Saat kejadian, tidak saya lakukan apa-apa, langsung dibawa ke rumah sakit saja, wong bingung dan takut terjadi apa-apa”
Data Obyektif
(dari Rekam Medik saat pemeriksaan di UGD RSUD Dr. Soetomo tanggal 7 Novenber 2002 pukul 13.25 WIB)
Pingsan di tempat sholat, tidak mau berbicara didahului pelo, tidak ada sakit kepala sebelum serangan, tidak ada lemah anggota gerak, tidak muntah dan tidak pusing.
T=140/90 mmHg, nadi 86 x/menit, suhu tak diukur, GCS 4X5 (afasia motorik)
RP: babs -/-, chad -/-, schief +/+, HT +/+ RF: BPR +3/+3, TPR +2/+2, BHR ---/+++
6. Riwayat Penyakit Dahulu
Data Subyektif
“Bapak mempunyai sakit darah tinggi sejak masih bekerja, tepatnya saya kurang tahu dan tidak begitu hafal, tetapi tetap berobat sejak bekerja dulu di Puskesmas, kan saya pegawai Puskesmas di tempat saya”
“Pengobatan untuk tekanan darah tingginya semenjak bulan April 2002 tidak terkontrol, karena dokter di Pasuruan hanya memntingkan kencing manisnya Bapak”
“Selain itu, Bapak mempunyai sakit kencing manis, baru diketahui sejak April 2002 kemarin, diketahui karena badannya bertambah gemuk. Untuk mengobatinya Bapak mendapat obat dari dokter rumah sakit dan makanannya saya atur sesuai keterangann dari teman ahli gizi di Puskesmas tempat saya bekerja”
“Penyakit menular yang lain tidak ada”
Data Obyektif
(dari Rekam Medik saat pemeriksaan di UGD RSUD Dr. Soetomo tanggal 7 Novenber 2002 pukul 13.25 WIB)
adanya diabetes mellitus sejak April 2002, HT +
7. Riwayat Penyakit Keluarga
Data Subyektif
“Saya tidak tahu apakah ada keturunan darah tinggi dan kencing manis dari mertua, sedangkan saya dan anak-anak tidak mempunyai sakit seperti Bapak dan penyakit lain, paling cuma flu biasa”
Data Obyektif
(dari Rekam Medik saat pemeriksaan di UGD RSUD Dr. Soetomo tanggal 7 Novenber 2002 pukul 13.25 WIB)
keluarga dalam batas normal
8. Genogram
X
X
X
Laki-laki meninggal Serumah
Perempuan klien
9. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Data obyektif (melalui observasi):
Klien gemuk, BB 70 Kg, berbaring diatas tempat tidur, kesadaran menurun, ngorok, mulut terbuka, lubang hidung sebelah kiri dipasang NG tube dengan cairan jernih, rambut ikal acak-acakan, keringat di tubuh, kulit teraba panas, tangan dan kaki kanan plegi (hemiplegi), tangan kiri sering digerakkan untuk mengusap kepalanya, kaki kiri terpasang infus RL sesa 50 cc tidak bisa digerakkan, terpasang dower cateter dengan PU 400 cc warna merah kehitaman.
Pemeriksaan per Sistem
1. B1 (Breathing)
Data Subyektif
“Suami saya nafasnya ngongsro, seperti sesak”
“tidak batuk, tidak mempunyai asma dan sakit paru lain”
“riwayat merokok sejak muda”
“di rumah suka ngorok saat tidur”
“kelihatannya masih bisa menelan”
Data Obyektif
Inspeksi
Bentuk dada simetris, tidak ada retraksi otot-otot bantu nafas, nafas melalui mulut dan hidung, frekuensi cepat, terdengar ngorok, ekspansi paru kanan kiri simetris, tidak terlihat nafas tertinggal pada salah satu sisi dada, RR 40 x/menit, tidak menggunakan alat bantu nafas
Palpasi
Tidak apa krepitasi, tidak ada benjolan
Perkusi
Pada seluruh lapang paru suara sonor
Auskultasi
Stridor pada kedua paru; paling keras pada bronchial, tidak ada wheezing pada seluruh lapang paru, tidak ada ronchi pada seluruh lapang paru, nafas vesikuler terdengar pada kedua paru, suara nafas bronchial +, suara nafas bronchovesikuler +.
Hasil pemeriksaan laboratorium dan foto thoraks
Hasil pemeriksaan analisa gas darah belum ada
Foto thorax AP (kurang inspirasi):
Cor: kesan tak tampak prominent Pulmo: tak tampak infiltrat, tak tampak kelainan Kedua sinus phrenicocostalis tajam Kesimpulan tidak ada kelainan pada paru
Lain-lain:
Program dokter
7-11-2002: thoraks foto
8-11-2002: thoraks foto
11-11-002: thoraks foto, beri O2 masker 6 lpm
2. B2 (Blood)
Data Subyektif
Riwayat
“Bapak mempunyai tekanan darah tinggi sejak bekerja, dan berobat terus”
“Tiga bulan yang lalu saya tidak memperhatikan tekanan darah tingginya, tidak kontrol”
“sebelum sakit tidak ada nyeri dada”
Copula
“Saat masuk tidak ada pusing”
Batuk/hemoptisis
“kalau batuk ada, bersin juga ada, tapi tidak berdarah”
Saat di RS: “Bapak tekanan darahnya masih tinggi”
Kulit/sirkulasi “tidak pucat
Data Obyektif
Tekanan darah
190/100 mmHg lengan kiri berbaring
Nadi palpasi
120 x/menit arteri radialis tangan kiri, kualitas kuat, irama teratur
Inspeksi
Tidak terlihat undulasi apeks jantung pada ICS V
Palpasi
Tidak teraba undulasi apeks jantung pada ICS V
Auskultasi jantung
Pada apeks jantung ICS V terdengar 120 x/menit, irama teratur, kualitas kuat, S1 dan S2 tunggal, tidak ada suara tambahan; murmur sistolik; murmur diastolik; gallop; S3; S4.
Ekstrimitas
Suhu akral hangat, pengisian kapiler cepat pada jari tangan dan kaki (<2 detik)
Warna umum
Wajah dan lengan merah sehat, mukosa bibir merah muda, konjungtiva merah muda, sklera putih, tidak ada kemerahan/petekia pada kulit
Turgor kulit: baik, < 2 detik (pada kulit perut)
Intake cairan:
RL 2 fles tiap hari Minum susu jam 08.00 WIB sebanyak 200 cc Minum jus buah pepaya jam 09.30 WIB sebanyak 150
cc Minum air putih untuk membilas susu dan jus sejumlah
100 cc
Output cairan
Urine bag mulai pagi (jam 05.00 WIB) sampai jam 10.00 WIB sejumlah 400 cc
Keringat dan nafas (IWL) tidak terukur
Lain-lain
Tekanan intra kranial tak terukur Tidak ada perdarahan kulit Program dokter:
7-11-2002:
lab cito lab lengkap elektrolit Piracetam 12 gr IV dalam 20’ dilanjutkan 3 X 4 gr (IV) ASA 1 X 100 mg (PO)
8-11-2002:
lab darah lab darah GDA
Piracetam 4 X 3 gr IV ASA 1 X 100 mg PO EKG
9-11-2002:
cek lab darah GDA
11-11-2002:
Nicholin 3 X 200 gr IV ASA 1 X 100 mg PS Transamin 3 X 200 mg PS
Hasil laboratorium
7-11-2002 (darah)
Hb = 13,7 g/dl (N=13,4-17,7) Leuko = 20,1 x 109/L (N=4,3-10,3) Trombo = 339 x 109/L (N=150-350) PCV = 0,40 (N=0,40-0,47) GDA = 64 mg/dl (N=<200) SGOT = 20 U/l (N=<42)
Elektrolit (Kalium) = 3,96 meq/L (N=3,8-5,0) Elektrolit (Natrium) = 142 meq/L (N=136-144)
8-11-2002 (darah)
sedimen eryt = penuh sedimen leuko = 8-10 sedimen sel epitel = 0-1 LED = 102 mm/jam (<15) GDA = 138 mg/dl, jam 18.35 WIB = 124 mg/dl
9-11-2002 (darah)
GDP = 208 mg/dl (N=70-110) GD 2 jPP = 216 mg/dl (N=<200) Cholesterol total = 226 mg/dl (N=100-240) SGOT = 25 U/l (N=<42) SGPT = 17 U/l (N=<40)
Fosfat alkali = 157 BU (N=73-270)
Protein total = 6,6 G/dl (N=6,3-8,8) Albumin = 3,4 G/dl (N=3,2-4,5)
Globulin = 3,2 mg/dl (N=2,6-3,6) Asam urat = 6,4 mg/dl (<7,9) HDL = 33 LDL = 176 TG = 127
10-11-2002 (darah)
GDA jam 08.30 WIB = 173 mg/dl Bj plasma jam 08.30 WIB = 1,029
11-11-2002
WBC = 16,75 + 10^g/l (4,30-11,3) Lym = 1,87 10^ g/l (1,30-4,10) MID = 0,70 + 10^ g/l (0,15-0,70) Gra = 14,18 + 10^ g/l (2,50-7,50) Ly% = 11,2 - % (25,9-40,0) MI% = 4,2 % (3,0-7,0) GR% = 84,6 + % (50,0-75,0) RBC = 4,97 10^ 12/l (4,33-5,95) HGB = 13,8 g/l (11,4-17,7) HCT = 39,81% (38,0-47,0) MCV = 80 fl (80-93) MCH = 27,7 pg (270-310) MCHC = 34,5 g/dl (32,0-36,0) RDwC = 15,9% PLT = 228 10^ g/l (150-350) PDwC = 37,6% PCT = 0,18% MPV = 7,8 – fl (8,0 – 15,0)
3. B3 (Brain)
Data Subyektif
Riwayat
“Tidak sadar di tempat sholat, tidak mau bicara, pelo, tidak ada
pusing dan nyeri, tidak ada mual, tidak ada kesemutan”
di ruangan
“saat masuk masih sadar, mulai hari Sabtu tidak sadar sampai sekarang”
“tidak bisa bicara sama sekali”
“sering geleng-geleng kepala”
“sepertinya bisa mendengar”
Data Obyektif
Tingkat kesadaran
Semikomatosa (gerak bertujuan ketika dirangsang, yaitu ketika dicubit klien menggerakkan tangan kirinya untuk menolak stimulus tersebut, tidak mengikuti perintak perawat)
GCS: (11-11-2002 saat pengkajian)
1 (tidak ada respon, hanya kedip-kedip saja) 1 (tidak ada respon verbal) 5 (menggerakkan tangan kiri ke arah tempat
rangsangan, yaitu cubitan di mammae kanan)
GCS tgl 7-11-02: 4X5 GCS tgl 8-11-02: 3X5 GCS tgl 10-11-02 jam 08.30 WIB = 113, jam 10.30
WIB = 2X5 Skala tingkat reaksi-stimulasi (11-11-2002 saat
pengkajian) = 4 (tidak sadar. Dapat menunjuk tetapi tidak berhasil menyingkirkan stimulus)
Respon fisiologis
BPR +3/+3, TPR +2/+2, BHR ---/+++
Respon patologis
babs -/-, chad -/-, schief +/+
N I (Olfaktorius): tak terdeteksi
N II (Optikus): tak terdeteksi
N III (Okulomorius), N IV (Troklear), N VI (Abdusen):
Akomodasi lensa tak terdeteksi Pupil Bulat isokor, diameter 3 mm, tidak ada perbedaan
lebar, reaksi cahaya langsung + (konstriksi pupil yang cepat).
Tidak ada ptosis Kedudukan bola mata kanan dan kiri di tengah Pergerakan bola mata ke kanan dan ke kiri
N V (Trigeminal: Optalmikus, mandibularis, maksilaris)
Berkedip ketika kornea di gores dengan kassa Refleks mengunyah tah terdeteksi Reaksi sentuhan tak terdeteksi Mulut membuka terus
N VII (Fasial): tak terrdeteksi
N VIII (Akustikus): tak terdekeksi
N IX (Glosofaringeus) dan N X (Vagus):
Saat disentuh bagian tenggorokan belakang, terdapat reflek tersedak dan batuk
N XI (aksesorius spinal): tak terdeteksi
N XII (Hypoglosus): tak terdeteksi
Status mental: susah dievaluasi
Lain-lain:
Hemiplegia kanan, tungkai kesan lateralisasi dekstra, tidak ada rinorroe, otoroea, kaku kuduk +, brudzinski -, gerakan mata normal yaitu saat kepala digerakkan ke kanan mata berputar ke arah kiri.
CT Scan kepala dengan irisan axial//OM line tanpa
kontras tanggal 7-11-2002:
Tampak area hypodeus abnormal, batas tegas dengan densitas meyerupai liquor di daerah capsula interna dan basal ganglia kiri
Sistem ventrikel tampak dilatasi, sisterna sedikit melebar
Sulci dan gyri tampak sedikit lebar dan dalam Tak tampak deviasi midline structur Tak tampak kalsifikasi abnormal Sella media index 3,1 Kesimpulan:
Old ischemic cerebral infarction di capsula interna dan corona radiata kiri
Moderate internal cerebral atrophy
Hasil laboratorium tanggal 7-11-2002:
Elektrolit (Kalium) = 3,96 meq/L (N=3,8-5,0) Elektrolit (Natrium) = 142 meq/L (N=136-144)
Program dokter:
7-11-2002: CT Scan kepala tanpa kontras. Observasi kesadaran
8-11-2002: CT Scan kepala tanpa kontras. Observasi kesadaran
10-11-2002: observasi kesadaran 11-11-2002: observasi kesadaran
4. B4 (Bladder)
Data Subyektif
Pola buang air kecil
“di rumah biasa saja, kalau banyak minum ya kencingya banyak, tapi ukurannya tidak tahu”
Riwayat perdarahan
“Tidak pernah ada perdarahan saat kencing”
Riwayat penyakit saluran kencing
“dulu pernah sakit kencing batu, tapi sudah dinyatakan sembuh oleh dokter”
Lain-lain
“Saat masuk dipasang kateter kondom hari kamis, lalu karena perutnya penuh (tempat kencingnya) maka diganti kateter selang hari jum’at”
“kencing pagi tadi (11-11-02 jam 05.00 WIB) dibuang oleh perawat tapi jumlahnya tidak tahu”
“warna kencingnya sekarang kok jadi merah ya, padahal saat dipasang kateter selang belum berdarah, tapi selang beberapa waktu (lupa berapa jam) keluar kencingnya merah”
“Kenapa ya kok bisa terjadi begitu?”
Data Obyektif
Inspeksi warna dan jumlah
Warna merah, jumlah tanggal 11-11-2002 mulai jam 05.00 WIB sampai 10.00 WIB sebanyak 400 cc
Palpasi kandung kencing: tidak tegang
RL 2 fles tiap hari Minum susu jam 08.00 WIB sebanyak 200 cc Minum jus buah pepaya jam 09.30 WIB sebanyak 150
cc Minum air putih untuk membilas susu dan jus sejumlah
100 cc
Output cairan
Urine bag mulai pagi (jam 05.00 WIB) sampai jam 10.00 WIB sejumlah 400 cc
Keringat dan nafas (IWL) tidak terukur
Keadaa genitalian eksterna:
Tidak ada kemerahan, tidak kotor
Sistem drainage dan fiksasi kateter
Drainage tidak ada sumbatan, tidak ada kristal di selang, fiksasi kateter di inguinal
Nyeri tekan abdomen: tak terdeteksi
Lain-lain:
Program dokter
7-11-2002: lab darah ureum, serum creatinin, elektrolit, pasang cateter foley
11-11-2002: UL, LFT, RFT ulang
Hasil laboratorium
7-11-2002 (darah):
BUN = 13 mg/dl (N=10-20) Serum creatinin = 1,75 mg/dl (N=<1,5) Elektrolit (Kalium) = 3,96 meq/L (N=3,8-5,0) Elektrolit (Natrium) = 142 meq/L (N=136-144)
9-11-2002 (darah):
BUN = 39,3 mg/dl (N=10-20) Serum creatinin = 2,2 mg/dl (N=<1,5) Fosfat alkali = 157 BU (N=73-270) Protein total = 6,6 G/dl (N=6,3-8,8) Albumin = 3,4 G/dl (N=3,2-4,5)
11-11-2002 (urine)
SG = 1,020 PH = 6,5 Leuko = 100/l ++
Nitrit = negatif Protein = 150 mg/dl ++ UBG = normal Bilirubin = negatif Erytrosit = 250/l +++ Kejernihan = hematuri
5. B5 (Bowel)
Data Subyektif
Pola buang air besar
“di rumah berak biasanya 1 kali dalam sehari”
“di rumah sakit sejak masuk sampai sekarang belum berak”
Makan
“di rumah makan biasanya, 3 kali porsi sedang, kandungan gizi sedang, menghindari garam dan kolesterol, semenjak terkena kencing manis Bapak menghindari manis-manis dan mengandung lemak”
“di rumah sakit mendapat susu 3 kali yaitu pagi; siang dan sore masing-masing waktu sebanyak 1 gelas, habis, diabetasol coklat, nah ini hanya tahu jam 11 malam, kapan lagi diberikan?”
Keadaan gaster
“saat masuk tidak ada mual dan muntah”
“saat di RS, tidak ada muntah”
haemoroid: “bapak tidak punya wasir”
fungsi menelan:
“masih bisa batuk dan bersin, menelan mungkin tidak bisa”
Data Obyektif
Pola buang air besar: tak terdekteksi
Nyeri tekan abdomen; tak terdeteksi
Abdomen kenyal, tidak distended, tidak terasa massa feses
Bising usus 4 x/menit, positif pada kuadran kiri atas
Haemoroid: tidak ada haemoroid
Makan: mendapatkan sonde diet KV 2100 kal sebanyak 6 x 200 cc dan diabetasol (selang waktu makan 4 jam), dihabiskan, pantangan manis dan garam/asin, lemak
Hidung:
Terpasang NG Tube di lubang hidung kiri, cairan merah kehitaman 17 cc
Mulut:
Terbuka, kotor, berbau
Tenggorokan: refleks telan tidak terdeteksi
Anus: tidak ada melena, konstipasi
Lain-lain:
Program dokter:
7-11-2002
lab darah lengkap (terutama GDA, GDP, 2jPP, chol, TG, HDL, LDL, Albumin, SGOT, SGPT)
elektrolit (K, Na, Cl) ulsikur 3 x 1 amp (IV) dextrose 40% drips 1 fles puasa 1 x 24 jam
8-11-2002
cek GDA, jika kurang lakukan penambahan gula dan cek ulang GDA
jam 03.10 WIB : bolus D 40% 1 fles, infus D10% 20 tts/mnt
ulsikur 3 x 1 amp (IV) alinamin F 2 x 1 amp (IV) diet KV 1800 kal jam 08.30 WIB : cek GDA
10-11-2002
RL 1000 cc Cefotaxim 3 x 1 gr (test dulu) jam 10.30 WIB karena febris, beri xyllo : della = 2:1
11-11-2002
cek GDA setiap 2 hari diet KV 2100 kal, bila kesadaran menurun diet sonde 6
x 200 cc sementara obat hypoglikemia stop
Hasil laboratorium: sama dengan di B2 (Blood)
6. B6 (Bone)
Data Subyektif
Riwayat
“jatuh pingsan di tempat sholat, tidak mau bicara, pelo”
“punya darah tinggi sejak bekerja, berobat terus, 3 bulan terakhir tidak kontrol”
Saat di RS
Ekstrimitas
“Tangan dan kaki kanan suami saya tidak bisa digerakkan sejak
masuk, kaki kiri kok sekarang tidak bergerak juga?”
“Tangan kiri masih bisa digerakkan”
Kulit
“ada luka pada pantat, kulitnya lecet, ada yang besar dan ada yang kecil”
Pekerjaan/Aktivitas
“Bapak sebagai pegawai negeri, tapi sudah pensiun”
Keterbatasan karena kondisi
“Kamis-Jumat masih bisa bergerak, molak-malik, tapi sejak Sabtu dan tidak sadar, Bapak tidak bisa apa-apa”
“Berbaring saja sejak Sabtu dengan bantal satu”
Data Obyektif
Aktivitas
Klien bedrest tanpa bantal Bahu sisi kanan dan kaki ditopang bantal Kesadaran menurun
Ekstrimitas
Hemiplegia (lateralisasi dekstra) Kaki kiri tidak bergerak, tahanan terhadap rangsang
gerak tidak ada Tangan kiri bergerak aktif
Kulit
Turgor baik (<2“) Sawo matang Petekia Keringat Teraba panas Dibedaki Dekubitus grade I pada pantat, terdapat 2 luka yaitu
luka I dengan panjang 7 cm lebar 5 cm, dan luka II panjang dan lebar 1 cm. Warna kulit yang terkelupas
kehitaman, basah, warna lapisan selanjutnya merah Tidak pucat, tidak cyanosis, perfusi jaringan bagus
10. Status Psikologi: pada pasien tak terkaji, pada keluarga (istri) terkaji istri sudah menerima apa adanya yang terjadi pada klien, mampu berinteraksi dengan klien dan keluarga lain dalam ruangan (kamar 15), kooperatif terhadap tindakan dan instruksi dari dokter dan perawat.
11. Pemeriksaan vital sign:
8-11-2002: Tensi 190/120 mmHg, Nadi 100 x/menit, Suhu 38,1oC
9-11-2002: Tensi 200/130 mmHg, Nadi 120x/menit, Suhu 39oC
10-11-2002: Tensi 195/100 mmHg, Nadi 120 x/menit, Suhu 39,1oC
11-11-02 jam 05.00 WIB: T=210/150 mmHg, N=120 x/menit, Suhu 38,5oC
11-11-02 jam 10.00 WIB: T=190/100 mmHg, N=120 x/menit, Suhu 40,1oC
2. ANALISA DATA
Analisa data ini dilakukan untuk persistem
B1. Breathing
Tgl Data Faktor yang berhubungan
Masalah
11-11-
2002
Data Subyektif
“Suami saya nafasnya ngongsro, seperti sesak”
“Tidak batuk, tidak mempunyai asma dan sakit paru lain”
“Riwayat merokok sejak muda”
“di rumah suka ngorok
CVA Infark trombosis
oklusi
Resiko terhadap perubahan fungsi pernafasan
Resiko Orto-statik pneumonia
saat tidur” “Kelihatannya masih
bisa menelan”
Data Obyektif
RR=40 x/menit Tidak menggunakan alat
bantu nafas Frekuensi cepat Klien bedrest (tidur
terlentang) mulai Kamis (saat masuk) sampai pengkajian
Seluruh lapang paru terdengan suara sonor
Stridor kedua paru; paling keras pada bronchial
Tidak ada wheezing pada seluruh lapang paru
Kesadaran menurun (semi-komatosa) dengan GCS 115
Program dokter beri O2 masker 6 lpm
Tidak ada sputum yang terakumulasi
Ekspansi dada simetris dan terlihat nafas tidak tertinggal pada salah satu dada
Lab 11-11-2002
WBC=16,75+10^g/l HGB=13,8 g/l HCT=39,81%
perfusi jar. cerebral
iskemia
hypoksia
nekrotik jar. Otak
infark
kesadaran
tirah baring lama
(imobilisasi)
komplian paru
mikroatelektasis paru
retensi sputum
ketidakefektifan bersihan jalan nafas
(resiko)
ortostatik pneumonia
(resiko/aktual)
B2. Blood
Tgl Data Faktor yang berhubungan
Masalah
11-11-
2002
Data Subyektif
“Badannya panas terus mulai kemarin”
“kulit tidak pucat”
Data Obyektif
Suhu: 40,1o C aksiler RR 40 x/menit, frekuensi
cepat Nafas melalui mulut dan
hidung Suhu akral hangat Tensi=190/100 mmHg Nadi=120 x/mmHg Intake cairan:
RL 2 fl/hari Minum susu (PS) jam
08.00 WIB 200 cc Minum jus buah pepaya
CVA Infark trombosis
oklusi
perfusi jar. cerebral
iskemia
hypoksia
nekrotik jar. Otak
Perubah an suhu tubuh: hypertermia
jam 09.30 WIB 150 cc Minum air putih untuk
membilas susu dan jus sejumlah 100 cc
Output cairan:
Urine bag mulai pagi (jam 05.00 WIB) sampai jam 10.00 WIB sejumlah 400 cc
Keringat dan nafas (IWL) tidak terukur
Keringat banyak (dehidrasi)
Kulit teraba/terasa panas Kesadaran menurun Kesimpulan CT scan:
Old ischemic cerebral infarction di capsula interna dan corona radiata kiri
Moderate internal cerebral atrophy
Hasil laboratorium
7-11-2002 (darah)
Hb = 13,7 g/dl (N=13,4-17,7)
Leuko = 20,1 x 109/L (N=4,3-10,3)
GDA = 64 mg/dl (N=<200)
BUN = 13 mg/dl (N=10-20)
Serum creatinin = 1,75 mg/dl (N=<1,5)
Elektrolit (Kalium) = 3,96 meq/L (N=3,8-5,0)
Elektrolit (Natrium) = 142
infark
kesadaran
ketidakefektifan termoregulasi
dan infeksi
perubahan suhu tubuh: hypertermia
meq/L (N=136-144)
8-11-2002 (darah)
GDA = 138 mg/dl, jam 18.35 WIB = 124 mg/dl
9-11-2002 (darah)
GDP = 208 mg/dl (N=70-110)
GD 2 jPP = 216 mg/dl (N=<200)
BUN = 39,3 mg/dl (N=10-20)
Serum creatinin = 2,2 mg/dl (N=<1,5)
Protein total = 6,6 G/dl (N=6,3-8,8)
Albumin = 3,4 G/dl (N=3,2-4,5)
Globulin = 3,2 mg/dl (N=2,6-3,6)
10-11-2002 (darah)
GDA jam 08.30 WIB = 173 mg/dl
Bj plasma jam 08.30 WIB = 1,029
11-11-2002
HGB = 13,8 g/l (11,4-17,7) HCT = 39,81% (38,0-47,0) PCT = 0,18%
11-11-
2002
Data Subyektif
“Badannya panas terus mulai kemarin”
CVA Infark trombosis
Resiko kekurangan cairan
“kulit tidak pucat”
Data Obyektif
Suhu: 40,1o C aksiler RR 40 x/menit, frekuensi
cepat Nafas melalui mulut dan
hidung Suhu akral hangat Tensi=190/100 mmHg Nadi=120 x/mmHg Intake cairan:
RL 2 fl/hari Minum susu (PS) jam
08.00 WIB 200 cc Minum jus buah pepaya
jam 09.30 WIB 150 cc Minum air putih untuk
membilas susu dan jus sejumlah 100 cc
Output cairan:
Urine bag mulai pagi (jam 05.00 WIB) sampai jam 10.00 WIB sejumlah 400 cc
Keringat dan nafas (IWL) tidak terukur
Keringat banyak (dehidrasi)
Kulit teraba/terasa panas Kesadaran menurun Kesimpulan CT scan:
Old ischemic cerebral infarction di capsula interna dan corona radiata kiri
Moderate internal cerebral
oklusi
perfusi jar. cerebral
iskemia
hypoksia
nekrotik jar. Otak
infark
odema serebral
disfungsi neurohormonsl
restriksi cairan
hypertermia
evaporasi
atrophy
BJ Plasma tgl 10-11-2002 jam 08.30 WIB = 1,029
Natrium (7-11-2002)=142 meq/L
Restriksi cairan RL 2 fles/hari
Turgor kulit baik GDA 10-11-2002 jam
08.30 WIB = 173 mg/dl BB 70 kg, awal masuk
tak terukur Urine warna merah Laboratorium urine
terdapat eritrosit 250 l ++ dengan kejernihan hematuria
keseimbangan asupan cairan terganggu
resiko kekurangan cairan
B3. Brain
Tgl Data Faktor yang berhubungan
Masalah
11-11-
2002
Data Subyektif
“Tidak sadar di tempat sholat, tidak mau bicara, pelo, tidak ada pusing dan nyeri, tidak ada mual, tidak ada kesemutan”
“saat masuk masih sadar, mulai hari Sabtu tidak sadar sampai sekarang”
“tidak bisa bicara sama sekali”
bapak mempunyai tekanan darah tinggi sejak bekerja, tetapi berobat terus”
CVA Infark trombosis
oklusi
perfusi jar. cerebral
iskemia
Resiko tinggi pening-katan tekanan intra kranial
“sejak 3 bulan yang lalu lupa kontrol”
“sering geleng-geleng kepala”
“Bapak tekanan darahnya masih tinggi”
“tidak pucat” “sepertinya masih bisa
menelan” “nafas ngorok”
Data Obyektif
Tingkat kesadaran semikomatosa dengan GCS 115
Skala tingkat reaksi stimuli=4
Tensi 190/100 mmHg Nadi 120 x/menit RR 40 x/menit, frekuensi
cepat Tidak ada wheezing Wajah dan lengan merah
sehat, mukosa bibir merah muda, konjungtiva merah muda, sklera putih, tidak ada kemerahan/ petekia pada kulit
Suhu akral hangat Pengisian kapiler (capiler
refile) cepat (<2”) TIK tidak terukur GDA 10-11-2002 jam
08.30 WI 173 mg/dl Kesimpulan CT scan:
Old ischemic cerebral infarction di capsula interna dan corona radiata kiri
Moderate internal cerebral
hypoksia
nekrotik jar. Otak
infark
odema serebral
resiko TIK
atrophy
Trombosit (7-11-2002) 339 x 109/L
Gra (11-11-2002)=14,18 + 10^ g/l (2,50-7,50)
GR% (11-11-2002) = 84,6 + % (50,0-75,0)
Pupil Bulat isokor, diameter 3 mm, tidak ada perbedaan lebar, reaksi cahaya langsung + (konstriksi pupil yang cepat).
N IX (Glosofaringeus) dan N X (Vagus): Saat disentuh bagian tenggorokan belakang, terdapat reflek tersedak dan batuk
Muntah tidak ada
B4. Bladder
Tgl Data Faktor yang berhubungan
Masalah
11-11-
2002
Data Subyektif
“Badannya panas terus mulai kemarin”
“Dulu pernah sakit kencing batu, tapi sudah dinyatakan sembuh oleh dokter”
“Saat masuk dipasang kateter kondom hari kamis, lalu karena perutnya penuh (tempat kencingnya) maka diganti kateter selang hari jum’at”
“Warna kencingnya sekarang kok jadi merah
CVA Infark trombosis
oklusi
perfusi jar. cerebral
iskemia
Resiko infeksi saluran kencing
ya, padahal saat dipasang kateter selang belum berdarah, tapi selang beberapa waktu (lupa berapa jam) keluar kencingnya merah”
Data Obyektif
Warna merah, jumlah tanggal 11-11-2002 mulai jam 05.00 WIB sampai 10.00 WIB sebanyak 400 cc
Keadaan genitalian eksterna: Tidak ada kemerahan, tidak kotor
Sistem drainage dan fiksasi kateter: Drainage tidak ada sumbatan, tidak ada kristal di selang, fiksasi kateter di inguinal
hypoksia
nekrotik jar. Otak
infark
kesadaran
tirah baring lama
(imobilisasi)
dan terpasangnya dower kateter sebagai
benda asing
resiko ISK
11-11-
2002
Data Subyektif
“saat masuk masih sadar, mulai hari Sabtu tidak sadar sampai sekarang”
“berbaring terus mulai Kamis”
Data Obyektif
Tingkat kesadaran semikomatosa dengan GCS 115
CVA Infark trombosis
oklusi
perfusi jar. Cerebral
iskemia
Resiko stagnasi urine
Skala tingkat reaksi stimuli=4
Tirah baring lama PU tgl 11-11-2002 mulai
jam 05.00 WIB-10.00 WIB = 400 cc
Sistem drainage dan fiksasi kateter: Drainage tidak ada sumbatan, tidak ada kristal di selang, fiksasi kateter di inguinal
Kejernihan hematuria, tidak ada
hypoksia
nekrotik jar. Otak
infark
kesadaran
tirah baring lama
(imobilisasi)
stagnasi urine
B5. Bowel
Tgl Data Faktor yang berhubungan
Masalah
11-11-
2002
Data Subyektif
“badannya panas terus sejak kemarin”
“mendapat susu 6x200 cc, dan diabetasol”
Data Obyektif
RR 40 x/menit BB 70 Kg
CVA
proses infeksi
peningkatan metabolisme dan
Resiko terhadap perubah an nutrisi
Suhu 40,1oC Kesadaran \semikomatosa
dengan GCS 115 Hasil laboratorium
7-11-2002 (darah)
Hb = 13,7 g/dl (N=13,4-17,7)
Leuko = 20,1 x 109/L (N=4,3-10,3)
GDA = 64 mg/dl (N=<200)
BUN = 13 mg/dl (N=10-20)
Serum creatinin = 1,75 mg/dl (N=<1,5)
Elektrolit (Kalium) = 3,96 meq/L (N=3,8-5,0)
Elektrolit (Natrium) = 142 meq/L (N=136-144)
8-11-2002 (darah)
GDA = 138 mg/dl, jam 18.35 WIB = 124 mg/dl
9-11-2002 (darah)
GDP = 208 mg/dl (N=70-110)
GD 2 jPP = 216 mg/dl (N=<200)
BUN = 39,3 mg/dl (N=10-20)
Serum creatinin = 2,2 mg/dl (N=<1,5)
Protein total = 6,6 G/dl (N=6,3-8,8)
Albumin = 3,4 G/dl (N=3,2-4,5)
Globulin = 3,2 mg/dl
kesadaran menurun
perubahan nutrisi
(N=2,6-3,6)
10-11-2002 (darah)
GDA jam 08.30 WIB = 173 mg/dl
Bj plasma jam 08.30 WIB = 1,029
11-11-2002
HGB = 13,8 g/l (11,4-17,7) HCT = 39,81% (38,0-47,0) PCT = 0,18%
Data Subyektif
“Suami saya kan diabet dan dapat diabetasol susu, kata perawatnya harus diminumkan jam 23.00 WIB, lalu kapan lagi?”
Data Obyektif
istri klien menanyakan tentang diet diabet
istri klien meminta penjelasan tentang jadual diet
Kondisi sakitnya
informasi yang tidak jelas/kurang
kurangnya pengetahuan
Kurang nya pengeta huan tentang pengaturan jadual diet DM
Data Subyektif
“saat masuk masih sadar, mulai hari Sabtu tidak sadar sampai sekarang”
“di rumah sakit sejak masuk sampai sekarang belum berak”
CVA Infark trombosis
oklusi
perfusi jar. Cerebral
Konstipasi
Data Obyektif
abdomen supel, tidak teraba massa feses
kesadaran semikomatosa dengan GCS 115
klien tirah baring lama
iskemia
hypoksia
nekrotik jar. Otak
infark
kesadaran
tirah baring lama
(imobilisasi)
motilitas usus
konstipasi
B6. Bone
Tgl Data Faktor yang berhubungan
Masalah
11-11-
2002
Data Subyektif
“saat masuk masih sadar,
CVA Infark trombosis Mobili-tas fisik
mulai hari Sabtu tidak sadar sampai sekarang”
Tangan dan kaki kanan suami saya tidak bisa digerakkan sejak masuk, kaki kiri kok sekarang tidak bergerak juga?”
“Tangan kiri masih bisa digerakkan”
Keterbatasan karena kondisi: “Kamis-Jumat masih bisa bergerak, molak-malik, tapi sejak Sabtu dan tidak sadar, Bapak tidak bisa apa-apa”
“Berbaring saja sejak Sabtu dengan bantal satu”
Data Obyektif
Aktivitas
Klien bedrest tanpa bantal Bahu sisi kanan dan kaki
ditopang bantal
Kesadaran menurun semi-komatosa dengan GCS 115
Ekstrimitas
Hemiplegia (lateralisasi dekstra)
Kaki kiri tidak bergerak, tahanan terhadap rangsang gerak tidak ada
Tangan kiri bergerak aktif
belum dimobilisasi Respon fisiologis: BPR
+3/+3, TPR +2/+2
oklusi
perfusi jar. cerebral
iskemia
hypoksia
nekrotik jar. Otak
infark
hemiplegia, paraplegia, kelemahan, penurunan
kesadaran
kerusakan mobilitas fisik
11-11-
2002
Data Subyektif
“saat masuk masih sadar, mulai hari Sabtu tidak sadar sampai sekarang”
Tangan dan kaki kanan suami saya tidak bisa digerakkan sejak masuk, kaki kiri kok sekarang tidak bergerak juga?”
“Tangan kiri masih bisa digerakkan”
Keterbatasan karena kondisi: “Kamis-Jumat masih bisa bergerak, molak-malik, tapi sejak Sabtu dan tidak sadar, Bapak tidak bisa apa-apa”
“Berbaring saja sejak Sabtu”
Data Obyektif
klien tirah baring lama kesadaran semikomatosa
dengan GCS 115 hemiplegia lateralisasi dekstra
CVA Infark trombosis
oklusi
perfusi jar. cerebral
iskemia
hypoksia
nekrotik jar. Otak
infark
kesadaran menurun
ketidakmampuan merawat diri
Syndro-ma Defisit perawa-tan diri
11-11-
2002
Data Subyektif
“ada luka pada pantat, kulitnya lecet, ada yang besar dan ada yang kecil”
CVA Infark trombosis
oklusi
Integritas kulit
Data Obyektif
Aktivitas
Klien bedrest tanpa bantal Bahu sisi kanan dan kaki
ditopang bantal Kesadaran menurun
Ekstrimitas
Hemiplegia (lateralisasi dekstra)
Kaki kiri tidak bergerak, tahanan terhadap rangsang gerak tidak ada
Tangan kiri bergerak aktif
Kulit
Turgor baik (<2“) Sawo matang Petekia Keringat Teraba panas Dibedaki Dekubitus grade I pada
pantat, terdapat 2 luka yaitu luka I dengan panjang 7 cm lebar 5 cm, dan luka II panjang dan lebar 1 cm. Warna kulit yang terkelupas kehitaman, basah, warna lapisan selanjutnya merah
Tidak pucat, tidak cyanosis, perfusi jaringan bagus
perfusi jar. Cerebral
iskemia
hypoksia
nekrotik jar. Otak
infark
kesadaran
tirah baring lama
(imobilisasi)
Sirkulasi
Oksigenasi perifer terganggu
gangguan integritas kulit
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
No Pernyataan Diagnosa KeperawatanTanggal
Ditemukan Diatasi Terulang
1. Resiko tinggi peningkatan tekanan intra kranial b.d. oklusi dan edema serebri (meningkatnya volume intra kranial)
11-11-2002
2. Perubahan suhu tubuh: hypertermia b.d. ketidak efektifan termoregulasi sekunder terhadap penurunan kesadaran dan proses infeksi
11-11-2002
3. Resiko tinggi terhadap perubahan fungsi pernafasan b.d. imobilisasi
11-11-2002
4. Resiko tinggi ortostatik pneumonia b.d. mikroatelektasis paru sekunder terhadap imobilisasi
11-11-2002
5. Syndroma defisit perawatan diri b.d. kesadaran menurun (semikomatosa)
11-11-2002
6. Resiko tinggi kekurangan cairan b.d. peningkatan evaporasi dan peningkatan kebutuhan metabolisme, disfungsi neurohormonal dan restriksi cairan
11-11-2002
7. Kerusakan mobilitas fisik b.d. hemiplegia dan penurunan kesadaran
11-11-2002
8. Kerusakan integritas kulit b.d. tirah baring lama (imobilisasi) sekunder terhadap penurunan kesadaran
11-11-2002
9. Konstipasi b.d. penurunan refleks mengejan dan penurunan motilitas usus sekunder terhadap imobilisasi
11-11-2002
10. Resiko tinggi infeksi saluran kencing b.d. imobilisasi
11-11-2002
11. Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang 11-11-
dari kebutuhan b.d. peningkatan kebutuhan metabolisme dan penurunan kesadaran
2002
12. Resiko tinggi stagnasi urine b.d. imobilisasi
11-11-2002
13. Kurangnya pengetahuan tentang pengaturan jadual diet DM b.d. informasi yang tidak jelas dan kurang
11-11-2002
4. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Diagnosa Keperawatan Nomor urut 1
Diagnosa Keperawatan
Resiko tinggi peningkatan tekanan intra kranial b.d. oklusi dan edema serebri (meningkatnya volume intra kranial)
Tujuan
Tidak terjadi peningkatan tekanan intra ranial selama 2x24 jam
Klien akan mempertahankan TIK dalam batas normal
Segera diketahui apabila terdapat tanda TIK meningkat mendadak
Perencanaan dibuat pada tanggal 11 November 2002 pukul 11.30 WIB
Kriteria hasil
Klien tidak gelisah Tidak ditemukan chusing syndroma TIK 15-18 mmHg (60-180 mmH2O) Mempertahankan GCS pada kondisi yang sama atau lebih baik Tidak terdapat pupil edema
Rencana Tindakan Rasional
1. Berikan penjelasan kepada keluarga tentang sebab dan akibat TIK meningkat dengan bahasa yang sederhana dan jelas pada tanggal 11-11-2002 pukul 11.30 WIB dan saat klien bertanya di lain waktu.
Meningkatkan keikutsertaan keluarga dalam upaya menghindari TIK meningkat
2. Kaji tingkat kesadaran, tanda TIK meningkat dan tanda-tanda vital tiap 3 jam yaitu pada jam 09.00 WIB, 12.00 WIB, 15.00 WIB, 18.00 WIB, 21.00 WIB, 24.00 WIB, 03.00 WIB, 06.00 WIB
Adanya penurunan kesadaran ketingkat yang lebih buruk, chusing syndroma dan perubahan VS menunjukkan TIK meningkat
3. Tetapkan klien pada posisi bedrest total Aktivitas dan stimulasi yang kontinyu meningkatkan TIK
4. Pertahankan posisi head up 30o dan kurangi manipulasi yang berlebihan selama perawatan
Mengurangi tekanan arteri dan meningkatkan drainage vena serta memperbaiki sirkulasi serebral
5. Berikan lingkungan yang nyaman dengan mengurangi stimulus, yaitu membatasi pengunjung, hawa panas
Stimulasi yang kontinyu meningkatkan TIK
6. Bantu ADL klien Minimalisasi stimulus
7. Penuhi kebutuhan oksigennya (beri oksigen sesuai advis)
Mencegah hypoxia yang menyebakan vasodilatasi serebral dan TIK meningkat
8. Kolaborasi diet tinggi serat dan pemberian laxadin serta mobilisasi pasif
Pencegahan konstipasi
9. Berikan obat anti hypertensi, anti koagulasi dan anti fibrotik sesuai advis (nicholin 2x1 amp) pukul 08.00 WIB dan 20.00 WIB
Meningkatkan dan memper-baiki aliran darah cerebral dan mencegah pembekuan saat trombus
2. Diagnosa Keperawatan Nomor urut 2
Diagnosa Keperawatan
Perubahan suhu tubuh: hypertermia b.d. ketidak efektifan termoregulasi sekunder terhadap penurunan kesadaran dan proses infeksi
Tujuan
Suhu tubuh kembali normal 2x24 jam
Perencanaan dibuat pada tanggal 11 November 2002 pukul 11.30 WIB
Kriteria hasil
Mempertahankan suhu tubuh dan pemeriksaan laboratorium yang ada Tidak dijumpai karakteristik mayor dan minor hypertermia
Rencana Tindakan Rasional
1. Kaji faktor yang memperberat resiko, seperti dehidrasi dan hawa lingkungan
Suhu ruangan yang panas akan meningkatkan evaporasi
2. Pantau intake dan output cairan tiap 6 jam, yaitu pukul 06.00 WIB, 12.00 WIB
Ketidakseimbangan antara input dan output cairan menyebabkan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit dan kekurangan cairan tubuh
3. Longgarkan baju, rapikan seprei dan beri pakaian tipis
Penekanan oleh laken dan baju tebal meningkatkan suhu permukaaan tubuh dan menghalangi sirkulasi
4. Beri kompres pada belakang kepala dan arteri besar
Hypotalamus sebagai pusat termoregulasi dan kompres pada arteri yang besar mempercepat penurunan panas (penguapan)
5. Berikan antipiretik dan antibiotik sesuai advis,yaitu paracetamol 3x1 jam 10.00 WIB, 18.00 WIB, 24.00 WIB tablet dan ceftriaxone 3x2gr jam 08.00 WIB, 16.00 WIB dan 23.00 WIB
Menstimulasi hypotalamus untuk menurunkan panas dan mencegah/mematikan bakteri penyebab infeksi
3. Diagnosa Keperawatan Nomor urut 3
Diagnosa Keperawatan
Resiko tinggi terhadap perubahan fungsi pernafasan b.d. imobilisasi
Tujuan
Tidak terjadi perubahan fungsi pernafasan dalam 2x24 jam
Perencanaan dibuat pada tanggal 11 November 2002 pukul 11.30 WIB
Kriteria hasil
Bersihan jalan nafas efektif (tidak ada wheezing; akumulasi sekret) Pertukaran gas tidak rusak/terganggu (PaO2, PCO2, saturasi O2 normal) Pola nafas efektif (ventilasi normal)
Rencana Tindakan Rasional
1. Kaji faktor penyebab yaitu penurunan kesadaran
Koma memberikan dampak pada beratnya penurunan fungsi pernafasan
2. Lakukan mobilisasi pasif (mika/miki) tiap 2 jam jika tak ada kontraindikasi (mulai jam 12.00 WIB tgl 11-11-2002)
Meningkatkan komplian paru sehingga pengembangan paru optimal dan mencegah atelektsis paru
3. Posisikan klien ke sebelah kanan setelah makan (sonde)
Mencegah regurgitasi dan aspirasi
4. Posisikan head up 30o Meningkatkan ekspansi paru, menghindari aspirasi dan adanya gaya grafitasi
5. Monitor pernafasan; frekuensi, irama, kecepatan, isi paru
Perubahan pernafasan menunjukkan adanya gangguan pada paru
6. Berikan nebulezer tiap 6 jam mulai jam 12.00 WIB tanggal 11-11-2002
Sekret yang encer mudah teraspirasi sehingga menurunkan kemungkinan akumulasi sekret an perubahan pola nafas
4. Diagnosa Keperawatan Nomor urut 4
Diagnosa Keperawatan
Resiko tinggi ortostatik pneumonia b.d. mikroatelektasis paru sekunder terhadap imobilisasi
Tujuan
Tidak terjadi ortostatik pneumonia dalam 2x24 jam
Perencanaan dibuat pada tanggal 11 November 2002 pukul 11.30 WIB
Kriteria hasil
Komplian paru normal Tidak terjadi atelektasis paru Ekspansi paru maksimal Tidak ada akumulasi sekret RR dalam batas normal (respon pernafasan normal)
Rencana Tindakan Rasional
1. Berikan posisi head up 30o Meningkatkan ekspansi paru, menghindari aspirasi dan adanya gaya grafitasi
2. Berikan penjelasan kepada keluarga tentang akibat tirah baring lama
Meningkatkan kerjasama keluarga dalam melakukan tindakan
3. Mobilisasi pasif pada klien posisi miring kanan dan kiri tiap jam jika tanpa ada kontra indikasi mulai jam 12.00 WIB tanggal 11-11-2002
Meningkatkan komplian paru sehingga pengembangan paru optimal dan mencegah atelektsis paru
4. Berikan chest terapy dengan fibrasi dan nebulezer tiap 6 jam atau jika ada akumulasi sekret mulai jam 12.00 WIB tanggal 11-11-2002
Fibrasi ringan memudahkan sekret lepas dari perlengketan dan nebulezer mengencerkan sekret sehingga mudah untuk diaspirasi
5. Monitor pernafasan, tanda aspirasi dan obstruksi khususnya auskultasi paru tiap 6 jam mulai jam 12.00 WIB tanggal 11-11-2002
Perubahan pernafasan menunjukkan adanya gangguan pada paru
5. Diagnosa Keperawatan Nomor urut 5
Diagnosa Keperawatan
Syndroma defisit perawatan diri b.d. kesadaran menurun (semikomatosa)
Tujuan
Klien terawat sesuai dengan kemampuan dan kemandirian pasien selama perawatan
Perencanaan dibuat pada tanggal 11 November 2002 pukul 11.30 WIB
Kriteria hasil
Kebutuhan perawatan diri pasien terpenuhi mulai dari eating, bathing, toileting, dressing, dan instrumenting
Rencana Tindakan Rasional
1. Berikan diet KV 2100 kal personde dari RS (3X200 cc) tiap 4 jam, yaitu jam 08.00 WIB, 12.00 WIB, 16.00 WIB, dan diabetasol (3x200 cc) jam 20.00 WIB, 24.00 WIB dan 04.00 WIB serta jus buah pepaya 150 cc tiap jam 10.00 WIB
Kebutuhan makanan harus terpenuhi untuk metabolisme tubuh. Ketidakmampuan klien memenuhi konsumsi tubuh dengan mandiri memudahkan menurunnya kondisi tubuh
2. Mandikan klien 2 kali sehari jam 05.00 WIB dan 15.00 WIB
Membersihkan kotoran sehingga meningkatan kenyamanan
3. Lakukan oral higiene dengan betadin kumur 2 kali seari jam 08.15 WIB dan 15.00 WIB
Mengurangi koloni kuman, menghindari infeksi sekunder dan meningkatkan kenyamanan klien
4. Bantu jika BAB dan buang urine dari urobag
Mengurangi infeksi dan memperhatikan kebutuhan klien
5. Ganti baju klien 1 haari sekali atau jika sudah basah
Baju yang basah dan melipat-lipat membuat klien tidak nyaman
6. Diagnosa Keperawatan Nomor urut 6
Diagnosa Keperawatan
Resiko tinggi kekurangan cairan b.d. peningkatan evaporasi dan peningkatan kebutuhan metabolisme, disfungsi neurohormonal dan restriksi cairan
Tujuan
Klien akan mempertahankan hidrasi yang kuat 2x24 jam
Perencanaan dibuat pada tanggal 11 November 2002 pukul 11.30 WIB
Kriteria hasil
Tensi stabil Perfusi perifer normal, akral hangat, warna merah muda Urine normal 1 cc/kg BB/jam Klien tidak sesak, tidak ada ronchi
Rencana Tindakan Rasional
1. Berikan penjelasan kepada keluarga sebab dan akibat kekurangan cairan
Meningkatkan kerjasama keluarga dalam melakukan tindakan
2. Catat intake dan output cairan, tanda vital tiap 6 jam mulai jam 12.00 WIB tanggal 11-11-2002
Output cairan yang berlebih dari pemasukan, hypotensi, bradikardia menunjukkan defisit cairan
3. Laporkan tanda defisit cairan (hypotensi, oliguria, membran mukosa kering, turgor kulit buruk)
Antisipasi dini terjadinya defisit cairan
4. Hitung keseimbangan cairan selama 24 jam
Ketidak seimbangan cairan akan meningkatkan odema otak
5. Laporkan tanda TIK meningkat dan pantau nilai serum elektrolit dan Bj Plasma
Hypernatremia menyebabkan akumulasi cairan sehingga odema akan semakin meningkat dan penurunan Bj Palsma menunjukkan defisit cairan sudah terjadi
6. Diagnosa Keperawatan Nomor urut 7
Diagnosa Keperawatan
Kerusakan mobilitas fisik b.d. hemiplegia dan penurunan kesadaran
Tujuan
Mobilitas fisik dapat dipertahankan dalam kondisi yang optimal 2x24 jam
Perencanaan dibuat pada tanggal 11 November 2002 pukul 11.30 WIB
Kriteria hasil, klien mampu:
Mempertahankan posisi optimal dari fungsi dengan tidak adanya kontraktur dan footdrop
Mempertahankan.meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena atau kompensasi
Integritas kulit dipertahankan
Rencana Tindakan Rasional
1. Ubah posisi minimal tiap 2 jam mulai jam 112.00 WIB (11-11-2002)
Menurunkan terjadi resiko trauma/iskemia jaringan daerah yang terkena kerusakan sirkulasi
2. Mulailah melakukan latihan rentang gerak pasif pada semua ekstrimitas. Libatkan keluarga
Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur
3. Sokong dan posisikan ekstrimitas dalam posisi fungsionalnya
Mencegah kontraktur atau footdrop
4. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi secara aktif
Program yang khusus dapat dikembangkan untuk menemukan kebutuhan yang berarti
5. Diagnosa Keperawatan Nomor urut 8
Diagnosa Keperawatan
Kerusakan integritas kulit b.d. tirah baring lama (imobilisasi) sekunder terhadap penurunan kesadaran
Tujuan
Kerusakan integrasi kulit dapat diminamilisasi 2x24 jam
Perencanaan dibuat pada tanggal 11 November 2002 pukul 11.30 WIB
Kriteria hasil, klien mampu:
Luka tidak meningkat pad grade yang lebih tinggi Vaskularisasi dan oksigenasi jaringan adekuat
Rencana Tindakan Rasional
1. Ubah posisi minimal tiap 2 jam mulai jam 112.00 WIB (11-11-2002)
Menurunkan terjadi resiko iskemia jaringan daerah yang terkena kerusakan sirkulasi dan meningkatkan vaskularisasi
2. Lakukan rawat luka tiap pagi hari pukul 09.00 WIB dan monitor keadaan luka
Mencegah kuman bersrang, meningkatkan oksigenasi
3. Identifikasi derajat perkembangan luka tekan
Monitoring luka
4. Kolaborasi dengan dokter untuk penanggulangan luka tekan
Interdependent task
5. Diagnosa Keperawatan Nomor urut 9
Diagnosa Keperawatan
Konstipasi b.d. penurunan refleks mengejan dan penurunan motilitas usus sekunder terhadap imobilisasi
Tujuan
BAB klien lancar dan tidak ada konstipasi
Perencanaan dibuat pada tanggal 11 November 2002 pukul 11.30 WIB
Kriteria hasil, klien mampu:
Klien dapat BAB Tidak ada kesulitan defekasi Konsistensi lunak
Rencana Tindakan Rasional
1. Berikan diet seimbang dan jus buah pepaya tiap jam 10.00 WIB
Meningkatkan peristaltik usus dan memperlancar defekasi
2. Monitor dan berikan cairan yang adekuat sesuai program terapi cairan
Mempermudah absorbsi, memperlembek feses dan menstimulasi pengosongan usus
3. Lakukan mobilisasi mika miki tiap 2 jam
Menghindari penurunan peristaltik usus
4. Berikan laksan sesuai terapi Meningkatkan peristaltik usus untuk mempermudah defekasi
5. Kalau perlu berikan gliserin spruit Melembekkan feses yang terakumulasi dan mengeras
6. Diagnosa Keperawatan Nomor urut 11
Diagnosa Keperawatan
Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d. peningkatan kebutuhan metabolisme dan penurunan kesadaran
Tujuan
Klien dapat mempertahankan berat badan adekuat selama 2x24 jam
Perencanaan dibuat pada tanggal 11 November 2002 pukul 11.30 WIB
Kriteria hasil, klien mampu:
Berat badan optimal Konjungtiva merah Tidak ada edema akral Diet terpenuhi
Rencana Tindakan Rasional
1. Berikan penjelasan pada keluarga tentang sebab dan akibat kurang nutrisi
Meningkatkan kerjasama
2. Kontrol fungsi peristaltik bila akan memberikan sonde, beri sonde sesuai diet yang dianjurkan
Peristaltik menurun menunjukkan kemungkinan dilatasi lambung, ulkus peptikum sehingga meningkatkan asam lambung dan memungkinkan perdarahan
3. Monitor tanda kurang nutrisi (kadar HB, albumin, BB)
Mencegah penurunan kebutuhan nutrisi
4. Diagnosa Keperawatan Nomor urut 13
Diagnosa Keperawatan
Kurangnya pengetahuan tentang pengaturan jadual diet DM b.d. informasi yang tidak jelas dan kurang
Tujuan
Keluarga mengerti pengaturan jadual diet DM setelah diberi penjelasan
Perencanaan dibuat pada tanggal 11 November 2002 pukul 11.30 WIB
Kriteria hasil, keluarga mampu:
Mematuhi jadual det DM Mandiri menentukan diet DM
Rencana Tindakan Rasional
1. Berikan penjelasan pada keluarga tentang diet DM dan pemenuhan jadual
Meningkatkan kerjasama
2. Buatkan jadual terstruktur untuk pemberian sonde feeding yaitu diet KV 2100 kal personde dari RS (3X200 cc) tiap 4 jam, yaitu jam 08.00 WIB, 12.00 WIB, 16.00 WIB, dan diabetasol (3x200 cc) jam 20.00 WIB, 24.00 WIB dan 04.00 WIB serta jus buah pepaya 150 cc tiap jam 10.00 WIB
Memberikan pegangan pada keluarga untuk memenuhi diet klien dan meningkatkan pengetahuan keluarga
3. Pantau pemenuhan jadual diet DM (KV)
Monitor peningkatan pengetahuan keluarga
5. CATATAN TINDAKAN KEPERAWATAN
Tanggal 11-11-002
Jam
No
DxTindakan Respon Klien
11. 30
WIB
1 Memberikan penjelasan kepada keluarga tentang sebab TIK yaitu manipulasi klien yang berlebihan, mengedan, nyeri yang tidak ditolelir dan akibat TIK meningkat yaitu bradikardia, puil edema, muntah proyektil, peningkatan tekanan darah sistole dengan bahasa yang sederhana dan jelas
“oh jadi begitu ya, ya saya tidak akan menggerak-gerakkan bapak kecuali oleh perawat dan saat miring-miring”
istri terlihat mengerti
12. 00
WIB
1 Mengkaji tingkat kesadaran, tanda TIK meningkat dan tanda-tanda vital pada jam 12.00 WIB
GCS 115, Tensi 170/120 mmHg, Nadi 120 x/menit, Suhu 39oC, RR 40 x/menit, tidak ada pupil edema, tidak ada muntah proyektil, klien tidak gelisah
11. 30
WIB
1 Mempertahankan klien pada posisi bedrest total dan memberitahukan pada kelurga untuk memposisikan bedrest
Klien bedrest dengan diberi bantal
11. 30
WIB
1,3,4 Memposisikan klien head up 30o dengan memberi bantal 1 buah dan menngurangi manipulasi yang berlebihan
Klien memakai bantal 1 buah
11. 35
WIB
1 membatasi pengunjung dan penjaga, mengopres ketiak dan kepala bagian belakang
Penjaga hanya istrinya bergantian dengan anaknya, kettiak dan copula bagian belakang terkompres air biasa
10. 00
WIB
1 Membantu sonde feeding jus buah pepaya 150 cc, kompres
Sonde diberikan jus buah pepaya 150 cc, retensi jernih
10. 00
WIB
1 Memberikan oksigen masker 5 lpm
Oksigen terberikan 5 lpm, RR 40 x/mnt
13. 00
WIB
1,9 Kolaborasi pemberian laxadin serta mobilisasi pasif dengan menggerakkan lengan dan kaki bergantian dan mengajak istri untuk ikut serta
Dokter menerima usulan dan memberikan resep laxadin 3xCII,
11. 30
WIB
2 Mengkaji faktor yang memperberat resiko, seperti dehidrasi dan hawa lingkungan
Klien berkeringat banyak, kulit teraba panas, suhu lingkungan panas
12. 00
WIB
2,6,9 Memantau dan mencatat intake dan output cairan
Intake:
Infus RL 250 cc Sonde susu 200 cc Sonde jus 150 cc Air putih 100 cc
Output:
Urine jam 10.00 WIB=400 cc
Urine jam 12.00 WIB=10 cc
IWL tak terukur
11. 30
WIB
2 Melonggarkan baju, merapikan seprei, memberi baju yang menyerap keringat
Baju longgar, seprei rapi, baju langsungmenyerap keringat
11. 30
WIB
2 Memberi kompres pada belakang kepala dan arteri besar
Klien terkompres
11. 30
WIB
2 Memberikan paracetamol 1 tablet personde jam 11.30 WIB, ceftriaxone 3x2gr IV jam 08.00 WIB
Pamol dan ceftriaxone terberikan. Suhu jam 12.00 WIB 39,9oC
12. 00
WIB
3,4 Mengkaji faktor penyebab yaitu penurunan kesadaran
GCS 115
11. 30
WIB
3,4,7,8,9 Memiringkan pasien kearah kiri Pasien miring kiri dengan disangga bantal di punggung
10. 15
WIB
3 Memposisikan kepala klien ke sebelah kanan setelah makan (sonde)
Copula miring kanan, tidak ada refluk dan aspirasi
12. 00
WIB
3,4 Memonitor pernafasan; frekuensi, irama, kecepatan, isi paru
RR 40 x/mnt, frekuensi cepat, irama teratur, wheezing tidak ada
13. 00
WIB
3,4 Memberikan nebulezer selama 15 menit
Nebulezer diberikan, suara nafas bersih, stridor ada, wheezing tidak ada, sekret tidak ada, refleks menelan ada
11. 45
WIB
3,4 Memberikan penjelasan kepada keluarga tentang akibat tirah baring lama yaitu komplian paru menurun, paru bisa lengket, akumulasi dan stagnasi sekret, perubahan nafas, sesak dan akibatnya pernafasan tidak ada
Istri: “saya sudah mengerti”
10. 00 & 12. 00
WIB
5,9 Memberikan diet KV 2100 kal personde dari RS jam 12.00 WIB, jus buah pepaya 150 cc tiap jam 10.00 WIB
Diet terberikan, kebutuhan eating terpenuhi, tidak ada muntah, aspirasi tidak ada
08. 00
WIB
5,9 Oral higiene dengan betadin kumur
Rongga mulut bersih, bau betadin
12. 00
WIB
5 membuang urine dari urobag 10 cc mulai jam 10.00 WIB – 12.00 WIB, warna merah, tidak ada kristal
12. 15
WIB
5 Mengganti baju klien karena basah
Terpasang baju dengan kancing depan warna merah dari kain nylon
11. 15
WIB
6 Memberikan penjelasan kepada keluarga sebab kekurangan cairan yaitu panas dengan evaporasi yang meningkat, proses infeksinya dan akibat kekurangan
Istri mengerti
cairan yaitu penurunan kesadaran, kurang kebutuhan cairan, BB menurun, gangguan ginjal dll
12. 10
WIB
6 Memonitor tanda defisit cairan (hypotensi, oliguria, membran mukosa kering, turgor kulit buruk)
T=175/120 mmHg, PU=10 cc dalam 2 jam, mukosa lembab, turgor baik
13. 00
WIB
7 Kolaborasi untuk pemeriksaan BJ Plasma
Terkolaborasikan
12. 30
WIB
7 Menggerakkan tangan dan kaki klien dan melibatkan keluarga
Termobilisasi pasif, tidak ada foot drop, tidak ada atropi, keluarga ikut serta dan mengerti
10. 30
WIB
8 rawat luka dan memonitor keadaan luka
Jaringan nektirik ada, lebar luka sesuai pengkajian, vaskularisasi lancar, tidak ada tanda infeksi pada jaringan
10. 30
8 Mengidentifikasi derajat perkem-bangan luka tekan
Grade I
13. 00
8 Kolaborasi dengan dokter untuk penanggulangan luka tekan
Terkolaborasikan
12. 00
WIB
11 Memberikan penjelasan pada keluarga tentang sebab kurang nutrisi karena kesadaran yang menurun, metabolisme meningkat asupan kurang, hypertermia, proses infeksi dan akibat kurang nutrisi BB turun, penurunan kesadaran tahap lanjut, gangguan inernal
12. 00
WIB
11 Mengontrol fungsi peristaltik bila akan memberikan sonde
Terdengar susu masuk ke gaster, perstaltik positif jumlah 5 x/menit
13. 00
WIB
11 Memonitor tanda kurang nutrisi dan mengkolaborasikan dengan dokter (kadar HB, albumin)
Kadar Hb sesuai pemeriksaan lab diatas, terkolaborasikan untuk
pemeriksaan Hb ulang
11. 00
WIB
13 Memberikan penjelasan pada keluarga tentang diet DM dan pemenuhan jadual
Istri klien mengerti
11. 00
13 Membuatkan jadual terstruktur untuk pemberian sonde feeding yaitu diet KV 2100 kal personde dari RS (3X200 cc) tiap 4 jam, yaitu jam 08.00 WIB, 12.00 WIB, 16.00 WIB, dan diabetasol (3x200 cc) jam 20.00 WIB, 24.00 WIB dan 04.00 WIB serta jus buah pepaya 150 cc tiap jam 10.00 WIB
Jadual diberikan ke istri klien dan dipatuhi
12. 00
WIB
13 Memantau pemenuhan jadual diet DM (KV)
Diet terberikan jam 10.00 WIB dan jam 12.00 WIB
2. Tanggal 12-11-2002
Jam
No
DxTindakan Respon Klien
08. 00
WIB & 12. 00
WIB
1 Mengkaji tingkat kesadaran, tanda TIK meningkat dan tanda-tanda vital
Jam 08.00 WIB
Tensi 170/100 mmHg, Nadi 120 x/menit, RR 44 X/menit, suhu 39oC, GCS 115, tidak ada pupil edema, tidak ada muntah proyektil, klien tidak gelisah
Jam 09.50 WIB suhu 40,1oC, pamol diberikan
Jam 12.00 WIB
Tensi 180/100 mmHg, Nadi 120 x/menit, Suhu 40,3oC, RR 44 x/menit, GCS 111 tidak ada pupil edema, tidak ada muntah proyektil, klien tidak gelisah
08. 00
WIB
1 Mempertahankan klien pada posisi bedrest total
Klien bedrest dengan diberi bantal
08. 00
WIB
1,3,4 Memposisikan klien head up 30o dengan memberi bantal 1 buah dan menngurangi manipulasi yang berlebihan
Klien memakai bantal 1 buah
08. 00
WIB
1 membatasi pengunjung dan penjaga, mengompres ketiak dan kepala bagian belakang
Penjaga istri dan anaknya, ketiak dan kepala bagian belakang terkompres air biasa
08. 00
WIB
1 Mempuasakan pasien karena ada hematemesis
Pasien dipuasakan
08. 00
WIB
1 Memberikan oksigen masker 5 lpm, mengecek tabung dan saluran udara
Oksigen terberikan 5 lpm, RR 44 x/mnt
9. 30 WIB
1,9 Memberikan laxadin CII dan inpepsa
Laxadin dn inpepsa diberikan
08. 00
WIB
2 Mengkaji faktor yang memperberat resiko, seperti dehidrasi dan hawa lingkungan
Klien berkeringat banyak, kulit teraba panas, suhu lingkungan panas
13. 00
WIB
2,6,9 Memantau dan mencatat intake dan output cairan
Intake:
Infus RL 300 cc Puasa
Output:
400 cc
IWL tak terukur
11. 30
WIB
2 Memberi kompres pada belakang kepala dan arteri besar
Klien terkompres
08. 00
WIB
2 Memberikan paracetamol 1 tablet personde jam 08.00 WIB, ceftriaxone 3x2gr IV jam 08.00 WIB
Pamol dan ceftriaxone terberikan. Suhu jam 12.00 WIB 40,3oC
12. 00
WIB
3,4 Mengkaji faktor penyebab yaitu penurunan kesadaran
GCS 111
11. 30
WIB
3,4,7,8,9 Memiringkan pasien kearah kanan
Pasien miring kanan dengan disangga bantal di punggung
08. 00
WIB & 12. 00
WIB
3,4 Memonitor pernafasan; frekuensi, irama, kecepatan, isi paru
08.00 WIB
RR 44 x/mnt, frekuensi cepat, irama teratur, wheezing tidak ada
12.00 WIB
RR 40 x/mnt, frekuensi cepat, irama teratur, wheezing tidak ada
08. 00
WIB
3,4 Memberikan nebulezer selama 15 menit
Nebulezer diberikan, suara nafas bersih, stridor ada, wheezing tidak ada, sekret tidak ada, refleks menelan ada
08. 00
WIB
5,9 Oral higiene dengan betadin kumur
Rongga mulut bersih, bau betadin
13. 00
WIB
5 membuang urine dari urobag Jam 13.00 WIB sebanyak 400 cc, warna merah, tidak ada kristal
12. 5 Mengganti baju klien karena Terpasang baju dengan
15 WIB
basah kancing depan warna kuning garis-garis dari kain nylon
12. 10
WIB
6 Memonitor tanda defisit cairan (hypotensi, oliguria, membran mukosa kering, turgor kulit buruk)
T=180/100 mmHg, PU=400cc jam 13.00 WIB, mukosa lembab, turgor baik
13. 00
WIB
7 Kolaborasi untuk pemeriksaan BJ Plasma
Terkolaborasikan, tetapi bellum diperiksakan
08. 30
WIB
7 Menggerakkan tangan dan kaki klien dan melibatkan keluarga
Termobilisasi pasif, tidak ada foot drop, tidak ada atropi, keluarga ikut serta dan mengerti
09. 00
WIB
8 rawat luka dan memonitor keadaan luka
Jaringan nekrotik ada, lebar luka tetap seperti kemarin, vaskularisasi lancar, tidak ada tanda infeksi pada jaringan
09. 00
8 Mengidentifikasi derajat perkem-bangan luka tekan
Grade I
10. 00
WIB
11 Memonitor tanda kurang nutrisi dan mengkolaborasikan dengan dokter (kadar HB, albumin)
Kadar Hb sesuai pemeriksaan lab diatas, terkolaborasikan untuk pemeriksaan Hb ulang tetapi belum diperiksa
12. 00
WIB
13 Memantau pemenuhan jadual diet DM (KV)
Pasien puasa
6. CATATAN PERKEMBANGAN
Tgl No Perkembangan
Jam Dx
11-11-
2002 jam 13. 30
WIB
1 S
O
A
P
-
Istri “tekanan darahnya masih tinggi, tapi tidak gelisah”
Tensi: 175/110 mmHg, nadi 120 x/menit, RR 44 x/menit, suhu 39,9oC
Akral hangat, capiler refile baik, turgor baik, ada hematemesis, tidak ada pupil edema (diameter 3 mm), refleks cahaya langsung positif, GCS 115
Tidak ada chusing syndroma
Nafas cepat
Lanjutkan rencana b - i
11-11-
2002 jam 13. 30
WIB
2 S
O
AP
-
Istri “badannya panas terus”
RR 44 x/menit, frekuensi cepat, irama teratur, stridor, evaporasi meningkat, keringat banyak, PU 450 cc, IWL tak terukur, sonde 450 cc, infus 300 cc, terkompres
Klien terkompres, terobservasi TTV, tanda dehidrasi
Lanjutkan rencana a-e
11-11-
2002 jam 13. 30
WIB
3,4 S
O
A
-
Istri “tetap sesak, tidak ada riyak”
Posisi head up 30o, miring kiri, wheezing tidak ada, RR 44 x/menit, tidak ada retraksi otot nafas, O2 5 lpm, tidak ada sputum terakumulasi, nebulezer diberikan, reflek telan ada
Pasien bedrest, head up 30o, O2 diberikan terpasang masker, tidak ada ortostatik pneumonia dan gangguan bersihan jalan nafas
Lanjutkan rencana
P
11-11-
2002 jam 13. 30
WIB
5 S
O
A
P
-
Istri “semuanya perlu bantuan, terima kasih telah dibantu”
Oral higiene dilaksanakan, seka sudah, baju sudah diganti, sonde susu diberikan 400 cc dan jus buah 150 cc, air 100 cc
Semua keperluan dibantu
Lanjutkan rencana keseluruhan
11-11-
2002 jam 13. 30
WIB
6 S
O
AP
-
mukosa merah muda, kulit panas, suhu 39,9 C, diaporesis, infus dan sonde diberikan
kebutuhan cairan terpenuhi, terobservasi
lanjutkan rencana
11-11-
2002 jam 13. 30
WIB
7 S
O
A
P
-
tidak ada kontraktur, tidak ada drop fet, klien miring kiri, posisi head up 30o
dilakukan mobilisasi pasif dengan posisi klien miring kiri, posisi head up 30o
lanjutkan rencana
11-11-
2002 jam 13. 30
8 S
O
-
luka terawat, grade I, vaskularisasi lancar, diameter sama seperti pengkajian (luka I panjang 7 cm lebar 5 cm dan luka II panjang dan lebar 1 cm)
WIB
A
P
integritas kulit tetap terjaga dan terawat
lanjutkan rencana
11-11-
2002 jam 13. 30
WIB
9 S
O
A
P
- Istri “bapak belum berak”
massa feses di abdomen tak terasa, belum BAB, laksan diberikan
kondisi bowel terkaji
lanjutkan rencana
7. EVALUASI
Tgl
Jam
No
DxPerkembangan
12-11-
2002 jam 13. 30
WIB
1 S
O
A
P
-
Istri “tekanan darahnya masih tinggi”
Tensi: 180/100 mmHg, nadi 108 x/menit, RR 44 x/menit, suhu 40,3oC
Akral hangat, capiler refile baik, turgor baik, ada hematemesis, tidak ada pupil edema (diameter 3 mm), refleks cahaya langsung positif, GCS 115
Tidak ada chusing syndroma
Nafas cepat. Masalah teratasi, tidak ada TIK meningkat
Stop rencana, tetapi tetap waspadai peningkatan TIK mendadak dengan membuat atau melanjutkan rencana untuk selanjutnya selama
klien masih dalam perawatan
12-11-
2002 jam 13. 30
WIB
2 S
O
AP
-
Istri “badannya panas terus”
RR 44 x/menit, frekuensi cepat, irama teratur, stridor, evaporasi meningkat, keringat banyak, PU 400 cc, IWL tak terukur, sonde tidak ada karena puasa, terkompres
Masalah belum tertasi
Lanjutkan rencana a-e, dan kolaborasikan ke dokter tentang peningkatan suhu tubuh, kemungkinan karena proses infeksi dan kemungkinan karena proses di sentral
12-11-
2002 jam 13. 30
WIB
3,4 S
O
AP
-
Istri “sesak, tapi sepertinya masih bisa menelan, karena tidak ada riyaknya”
Posisi head up 30o, miring kiri, wheezing tidak ada, RR 44 x/menit, tidak ada retraksi otot nafas, O2 5 lpm, tidak ada sputum terakumulasi, nebulezer diberikan, reflek telan ada
Masalah teratasi
Stop rencana. Tetapi lakukan auskultasi rutin terhadap isi paru, monitor pernafasan dan cegah ortostatik pneumonia
12-11-
2002 jam 13. 30
WIB
5 S
O
A
P
-
Oral higiene dilaksanakan, seka sudah, baju sudah diganti, sonde susu tidak diberikan karena puasa karena ada hematemesis 17 cc
Semua keperluan dibantu, masalah belum selesai
Lanjutkan rencana keseluruhan
12-11-
2002
6 S -
mukosa merah muda, kulit panas, suhu 39,9 C, diaporesis, infus dan
jam 13. 30
WIB
O
AP
sonde tidak diberikan, cairan lambung 17 cc merah kehitaman
kebutuhan cairan terpenuhi, terobservasi dan masalah tidak teratasi
lanjutkan rencana
12-11-
2002 jam 13. 30
WIB
7 S
O
A
P
-
tidak ada kontraktur, tidak ada drop fet, klien miring kiri, posisi head up 30o
dilakukan mobilisasi pasif dengan posisi klien miring kiri, posisi head up 30o. masalah teratasi
stop rencana
12-11-
2002 jam 13. 30
WIB
8 S
O
A
P
-
luka terawat, grade I, vaskularisasi lancar, diameter sama seperti pengkajian (luka I panjang 7 cm lebar 5 cm dan luka II panjang dan lebar 1 cm)
integritas kulit tetap terjaga dan terawat. Masalah belum teratasi
lanjutkan rencana
12-11-
2002 jam 13. 30
WIB
9 S
O
A
P
- Istri “bapak belum berak”
massa feses di abdomen tak terasa, belum BAB, laksan diberikan
kondisi bowel terkaji. Masalah belum teratasi
lanjutkan rencana
12-11-
2002
13 S Istri saya sudah mengerti dan jadual ini akan saya pakai, begini kan enak jadi saya tidak bingung lagi”
jam 13. 30
WIB O
A
P
Istri memenuhi jadual yang diberikan, tetapi sonde tidak diberikan sebab klien mengalami hematemesis 17 cc sehingga dipuasakan
Masalah teratasi
Stop rencana
LAPORAN
Klien meninggal tanggal 13 November 2002 pukul 06.00 WIB