35.terapi insulin intensif
DESCRIPTION
ipdTRANSCRIPT
1
Terapi Insulin Intensif
Em Yunir
Divisi Metabolik Endokrin Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM‐Jakarta
Sesuai dengan perjalanan penyakit diabetes tipe 2, pada suatu saat akan terjadi
penurunan fungsi dari sel beta pankreas yang cukup berat, sehingga produksi insulin
yang dihasilkan tidak lagi memadai untuk pengendalian glukosa darah. Keadaan ini
menyebabkan pengobatan dengan menggunakan anti diabetik oral yang sudah
dilakukan sebelumnya menjadi tidak efektif lagi. Sekitar 90% pasien diabetes dengan
gangguan fungsi sel beta yang cukup berat membutuhkan terapi insulin untuk regulasi
glukosa darahnya. Pada situasi ini diperlukan tambahan insulin eksogen untuk menutupi
kekurangan insulin endogen yang dihasilkan dari sel beta pankreas, sehingga
pengendalian glukosa darah dapat dilakukan dengan optimal.
Penambahan terapi insulin pada keadaan ini dapat dilakukan dengan cara
mengkombinasi dengan obat anti diabetik oral yang sudah digunakan atau total
menghentikan obat tersebut kalau dianggap sudah tidak berperan lagi dalam regulasi
glukosa darah. Obat anti diabetik oral yang masih dapat digunakan pada keadaan ini
antara lain metformin atau alfa glukosidase inhibitor, namun harus diperhatikan efek
samping yang mungkin timbul kalau penggunaannnya dikombinasi dengan insulin.
Secara fisiologis regulasi glukosa darah sangat ditentukan oleh hormon insulin.
Dalam hal ini terdapat 3 jenis kebutuhan insulin dalam metabolisme karbohidrat, yaitu;
1. Kebutuhan insulin basal
Insulin basal dibutuhkan untuk meregulasi kenaikan glukosa darah yang
dihasilkan dari produksi glukosa di hati (hepatic glucose product) yang secara
fisiologis akan terus terjadi selama waktu tidak ada makanan yang masuk. Insulin
basal mengatur produksi glukosa oleh hati dan sekresi insulin ini tidak
dipengaruhi oleh makanan yang di makan. Resistensi insulin yang dijumpai pada
diabetes tipe 2 menyebabkan produksi glukosa darah hati menjadi meningkat
akibat insulin yang tidak dapat bekerja secara optimal di sel hati, sehingga akan
menyebabkan kenaikan kadar glukosa darah puasa. Pada diabetes yang sudah
2
lanjut selain resisitensi insulin, dapat terjadi penurunan produksi insulin basal,
sehingga akan memperburuk pengendalian glukosa darah puasa.
2. Kebutuhan insulin prandial
Insulin prandial merupakan insulin yang disekresikan oleh sel beta pankreas
akibat stimulasi kenaikan kadar glukosa darah sesaat setelah makan. Pada
sepuluh menit pertama setelah stimulasi glukosa akan disekresikan sejumlah
besar insulin, kemudian sekresi akan menurun menuju level sekresi insulin basal
dalam waktu sekitar 120 menit. Pada diabetes tipe‐2 sekresi ini mengalami
penurunan, sehingga tidak terdapat kenaikan kadar insulin yang memadai
setelah makan, beratnya penurunan sekresi insulin ditentukan oleh beratnya
kerusakan sel beta pankreas. Pada diabetes tipe 2, keadaan ini akan
menyebabkan terjadinya kenaikan glukosa darah setelah makan.
3. Kebutuhan insulin corectional, sejumlah insulin yang dibutuhkan pada saat
seorang pasien diabetes mengalami keadaan stress akut, seperti infeksi, trauma
kecelakaan, serangan jantung akut, yang menyebabkan kebutuhan insulin saat ini
mengalami peningkatan. Setelah kondisi akut ini selesai maka kebutuhan insulin
tersebut akan kembali ke keadaan semula.
Penggunaan insulin pada diabetes tipe 2, terutama saat rawat jalan, dapat dilakukan
dengan beberapa cara, disesuai dengan kondisi klinis dari pasien yang bersangkutan.
Tujuan pemberian insulin pada keadaan ini adalah untuk mendekati profil normal sekresi
insulin dari sel beta pankreas. Pada mulanya jika pasien sudah mendapat terapi anti
diabetik oral dengan dosis yang maksimal melalui terapi kombinasi tetapi glukosa darah
belum juga tercapai, dimana kadar A1c masih diatas batas yang diharapkan (A1c >7%,
maka dapat diberikan penambahan insulin. Kadar A1c > 8% lebih dominan dipengaruhi
oleh kadar glukosa darah puasa, sedangkan A1c < 8% lebih dominan karena dipengaruhi
oleh fluktuasi glukosa darah post prandial. Sehingga pada saat awal jika kadar A1c
sangat tinggi, maka bisa dipertimbangkan pemberian insulin basal saja, dengan tujuan
untuk mengendalikan glukosa darah puasa, biasanya disuntikan malam hari sebelum
tidur. Target glukosa darah puasa yang diharapkan antara 70‐130 mg/dl. Jenis insulin
yang dapat diberikan untuk meregulasi glukosa darah puasa adalah jenis human insulin
kerja sedang (intermediet) seperti NPH atau insulin analog kerja panjang seperti glargine
3
dan detemir. Dosis awal dapat diberikan sekitar 8‐10 unit, selama pemantauan dapat
dilakukan perubahan dosis insulin, biasanya dinaikan sekitar 2‐4 unit, untuk mencapai
target glukosa darah puasa yang diinginkan setiap 3‐7 hari.
Setelah mencapai target, maka selanjutnya lakukan pemantauan terhadap kadar
glukosa darah post prandial, baik post prandial pagi, siang atau malam. Kalau di
dapatkan kadar glukosa darah prandial yang belum mencapai target ( glukosa darah
>140‐180 mg/dl), maka dapat dipertimbangkan pemberian insulin prandial. Pemberian
insulin prandial biasanya dimulai dengan dosis kecil dahulu, sekitar 4 unit, bertujuan
untuk mengoptimalkan pengendalian glukosa post prandial, dapat dilakukan dengan
pemberian insulin analog kerja cepat seperti insulin lispro, aspart dan glulisine, atau
human insulin kerja pendek seperti regular insulin saat makan pagi, makan siang atau
makan malam, tergantung dari kebutuhan. Lakukan pemantauan setiap 3‐7 hari.
Intensifikasi pemberian insulin prandial ini dapat dilakukan bertahap 1,2 atau 3 kali
sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan waktu pemberian prandial insulin juga disesuikan
dengan kebutuhan, bisa saat makan pagi, makan siang atau makan malam, tergantung
dari glukosa prandial mana yang lebih dominan membutuhkan insulin. Kemudian secara
bertahap intensifikasi dapat dilakukan sesuai dengan hasil pemeriksaan glukosa darah
prandial. Pemberian insulin intensif seperti ini dikenal juga dengan cara multiple daily
injection (MDI)
Pemberian insulin intensif dengan cara diatas diharapkan dapat mengkoreksi profil
insulin pasien diabetes mendekati fisiologi normal, sehingga dapat dicapai kadar glukosa
darah puasa dan prandial serta A1c yang memadai. Dengan demikian risiko komplikasi
kronis diabetes dapat dicegah atau diperlambat munculnya.
Namun demikian sampai saat ini pemberian insulin basal dan insulin prandial
dengan cara diatas, yang dikenal dengan konsep basal bolus, belum dapat seratus
persen menggantikan sekresi insulin alami. Penggunaan insulin pump sebenarnya
merupakan pilihan yang ideal untuk meniru profil sekresi insulin normal.
Sehubungan dengan risiko hipoglikemia yang cukup besar, setiap pasien dengan
terapi insulin, apalagi dengan MDI, sangat dianjurkan untuk memiliki alat pemeriksaan
glukosa mandiri (glucometer), sehingga dapat dilakukan pemeriksaan glukosa darah
sesuai dengan kebutuhan. Walaupun sampai saat ini belum ada kesepakatan berapa kali
4
idealnya dilakukan pemeriksaan glukosa darah mandiri, namun ada beberapa penelitian
yang menganjurkan untuk melakukan pemeriksaan 3‐6 kali sehari, terutama pada saat
mulai dilakukan intensifikasi penggunaan insulin.
Sebenarnya terdapat beberapa kendala yang sering dihadapi saat akan memulai
terapi insulin. Kendala bisa berasal dari petugas kesehatannya, dari pasien, atau dari
finansial. Banyak dokter atau petugas kesehatan yang belum siap untuk menganjurkan
pasien mendapat insulin, bisa karena kurangnya pengetahuan tentang insulin, sehingga
belum berani untuk menganjurkan pasien menggunakan insulin. Dari pasien sering ada
anggapan adanya ketergantungan jika menggunakan insulin atau anggapan bahwa terapi
insulin menunjukan tingkat keparahan yang sangat menakutkan.
Untuk mengatasi keadaan diatas, dimana satu sisi sudah dibutuhkan penambahan
insulin dalam terapi diabetes, dilain sisi terdapat ketidaksiapan petugas dan pasien
untuk menerima alternatif ini, untuk itu perlu dilakukan edukasi yang lebih intensif
tentang peran dan kegunaan insulin pada penanganan diabetes, baik terhadap petugas
maupun terhadap pasien.
Kepustakaan
1. Nathan DM, buse JB, Davidson MB, et al. Medical Management of hyperglycemia in type 2 diabetes: a consensus algorithm for the initiation and adjustment of therapy a consensus statement of the American Diabetes association and the european association for the study of diabetes. Diabetes Care .2009; 32:193–203,
2. Konsensus Pencegahan dan Penatalaksanaan Diabetes. PB Perkeni 2011.
3. Compos C. treating the whole patients for optimal management of type2 diabetes: consideration for insulin therapy. South Med J 2007;100(8):804‐11
4. Krssak M, Brehm A, Bernroider E, et al. Alterations in post‐ prandial hepatic glycogen metabolism in type 2 diabetes. Diabetes 2004;53:3048‐56.
5. Duckworth W, Abraira C, Moritz T, et al. Glucose control and vascular complications in veterans with type 2 diabetes. N Engl J Med 2009;360:129‐39.
6. Holman, RR, Thorne KI, FarmerAJ, et al. Addition of biphasic, prandial, or basal insulin to oral therapy in type 2 diabetes. N Engl J Med 2007;357:1716‐30