document3

54
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benda asing jalan napas merupakan masalah klinis yang memiliki tantangan tersendiri, meskipun belakangan ini telah terjadi kemajuan besar dalam teknik anestesi dan instrumentasi, ekstraksi benda asing jalan napas bukanlah merupakan suatu prosedur yang mudah dan tetap memerlukan keterampilan serta pengalaman dari dokter yang melakukannya.1 Benda asing dalam suatu organ dapat terbagi atas benda asing ek- sogen (dari luar tubuh) dan benda asing endogen (dari dalam tubuh) yang dalam keadaan normal benda tersebut tidak ada.2 Secara statistik, persentase aspirasi benda asing berdasarkan letaknya masing-masing adalah; hipofaring 5%, laring/trakea 12%, dan bronkus sebanyak 83%. Kebanyakan kasus aspirasi benda asing terjadi pada anak usia <15 tahun; sekitar 75% aspirasi benda asing ter- jadi pada anak usia 1–3 tahun. Rasio laki-laki banding wanita adalah 1,4 : 1,3. 4 Pada benda asing laring, dapat dipergunakan kateter insuflasi yang dipasang melalui hidung dengan bagian ujung di dalam hipofa- ring untuk mempertahankan keadaan anestesia dan oksigenasi. Ujung laringoskop kemudian ditempatkan pada vallecula untuk melihat se- luruh struktur laring dan untuk melihat benda asing di dalam laring, sehingga dapat dikeluarkan dengan

Upload: ongko-setunggal

Post on 01-Dec-2015

16 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

3

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Benda asing jalan napas merupakan masalah klinis yang memiliki tantangan tersendiri,

meskipun belakangan ini telah terjadi kemajuan besar dalam teknik anestesi dan instrumentasi,

ekstraksi benda asing jalan napas bukanlah merupakan suatu prosedur yang mudah dan tetap

memerlukan keterampilan serta pengalaman dari dokter yang melakukannya.1

Benda asing dalam suatu organ dapat terbagi atas benda asing ek- sogen (dari luar tubuh)

dan benda asing endogen (dari dalam tubuh) yang dalam keadaan normal benda tersebut tidak

ada.2

Secara statistik, persentase aspirasi benda asing berdasarkan letaknya masing-masing

adalah; hipofaring 5%, laring/trakea 12%, dan bronkus sebanyak 83%. Kebanyakan kasus

aspirasi benda asing terjadi pada anak usia <15 tahun; sekitar 75% aspirasi benda asing ter- jadi

pada anak usia 1–3 tahun. Rasio laki-laki banding wanita adalah 1,4 : 1,3. 4

Pada benda asing laring, dapat dipergunakan kateter insuflasi yang dipasang melalui

hidung dengan bagian ujung di dalam hipofa- ring untuk mempertahankan keadaan anestesia dan

oksigenasi. Ujung laringoskop kemudian ditempatkan pada vallecula untuk melihat se- luruh

struktur laring dan untuk melihat benda asing di dalam laring, sehingga dapat dikeluarkan

dengan menggunakan forceps yang sesuai. Setelah tindakan ekstraksi benda asing, laring

dievaluasi kembali un- tuk mencari kemungkinan adanya benda asing lainnya.3

2

1.2 Tujuan

1.2.1. Tujuan umum

Setelah menyelesaikan tinjauan pustaka ini diharapkan mahasiswa dapat

mengerti, memahami dan menjelaskan mengenai benda asing teraspirasi.

1.2.2. Tujuan khusus

Setelah mempelajari tinjauan pustaka ini, diharapkan mahasiswa mampu :

1. Memahami dan menjelaskan definisi dari kasus benda asing teraspirasi.

2. Memahami dan menjelaskan etiologi dari kasus benda asing teraspirasi.

3. Memahami dan menjelaskan patofisiologi dari kasus benda asing teraspirasi.

4. Memahami dan menjelaskan faktor resiko dari kasus benda asing teraspirasi.

5. Memahami dan menjelaskan penatalaksanaan pada kasus benda asing

teraspirasi.

1.3 Manfaat

1.1.1. Bagi penulis.

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan karya tulis ilmiah

ini adalah untuk menambah pengetahuan bagi penulis tentang keadaan

dimana teraspirasinya benda asing pada saluran pernafasan terutama

mengenai penatalaksanaan pada kasus tersebut.

1.1.2. Bagi pembaca.

Membantu memberikan informasi tambahan dan meningkatkan

pengetahuan tentang bagaimana penatalaksanaan pada kasus benda asing

yang teraspirasi.

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

Meningioma adalah tumor otak jinak yang berasal dari sel-sel yang terdapat pada lapisan

meningen serta derivat-derivatnya. Di antara sel-sel meningen itu belum dapat dipastikan sel

mana yang membentuk tumor tetapi terdapat hubungan erat antara tumor ini dengan vili

arachnoid. Tumbuhnya meningioma kebanyakan di tempat ditemukan banyak vili arachnoid.

Dari observasi yang dilakukan Mallary (1920) dan didukung Penifield (1923) didapatkan suatu

konsep bahwa sel yang membentuk tumor ini ialah fibroblast sehingga mereka menyebutnya

arachnoid fibroblast atau meningeal fibroblast. Meningioma berasal dari leptomening yang

biasanya berkembang jinak. Chusing, 1922 menamakannya meningioma karena tumor ini yang

berdekatan dengan meningen.

Ahli patologi pada umumnya lebih menyukai label histology dari pada label anatomi

untuk suatu tumor. Namun istilah meningioma yang diajukan Cushing (1922) ternyata dapat

diterima dan didukung oleh Bailey dan Bucy (1931).

Orville Bailey (1940) mengemukakan bahwa sel-sel arachnoid berasal dari neural crest,

sel-sel arachnoid disebut Cap cells; pendapat ini didukung Harstadius (1950), bermula dari

unsure ectoderm. Zuich tetap menggolongkan meningioma ke dalam tumor mesodermal.

Gambar 2.1. lokasi meningioma.

4

2.2. ANATOMI MENINGEN

Meningea adalah suatu selaput jaringan ikat yang membungkus enchepalon dan medulla

spinalis. Terdiri dari duramater, arachnoid dan piamater, yang letaknya berurutan dari superfisial

ke profunda. Bersama-sama arachnoid dan piamater disebut leptomening.

Duramater terdiri dari jaringan fibrous yang kuat, berwarna putih, terdiri dari lamina

meningialis dan lamina endostealis. Pada medulla spinalis lamina endostealis melekat erat pada

dinding canalis vertebralis, menjadi endosteum (=periosteum), sehingga di antara lamina

meningialis dan lamina endostealis terdapat spatium extradualis (spatium epiduralis) yang berisi

jaringan ikat longgar, lemak dan pleksus venosus. Antara duramater dan arachnoid terdapat

spatium subdurale yang berisi cairan lymphe. Pada enchepalon lamina endostealis melekat erat

pada permukaan interior cranium, terutama pada sutura, basis crania dan tepi foramen occipital

magnum. Lamina meningialis mempunyai permukaan yang licin dan dilapisi oleh suatu lapisan

sel, dan membentuk empat buah septa, yaitu :

1. Falx cerebri

2. Tentorium cerebelli

3. Falx cerebelli

4. Diaphragma sellae

Gambar 2.2.1 : Lapisan Meningen

5

Gambar 2.2.3 : Kavitas Kranium

Arachnoid bersama-sama dengan piamater disebut leptomeninges. Kedua lapisan ini

dihubungkan satu sama lain oleh trabekula arachnoidae. Arachnoid adalah suatu selubung tipis,

membentuk spatium subdurale dengan duramater. Antara arachnoid dan piamater terdapat

spatium subarachnoideum yang berisi liquor cerebrospinalis. Arachnoid yang membungkus basis

serebri berbentuk tebal sedangkan yang membungkus facies superior cerebri tipis dan transparan.

Arachnoid membentuk tonjolan-tonjolan kecil disebut granulation arachnoidea, masuk kedalam

sinus venosus, terutama sinus sagitalis superior.

Lapisan disebelah profunda meluas ke dalam gyrus cerebri dan diantara folia cerebri,

membentuk tela choridea venticuli. Dibentuk oleh serabut-serabut reticularis dan elastic, ditutupi

oleh pembuluh–pembuluh darah cerebral. Piamater terdiri dari lapisan sel mesodermal tipis

seperti endothelium. Berlawanan dengan arachnoid, membrane ini menutupi semua permukaan

otak dan medulla spinalis.

6

Gambar 2.2.4 : kulit kepala, kalvaria dan meningen

2.3. EPIDEMIOLOGI

Meningioma dapat dijumpai pada semua umur, namun paling banyak dijumpai pada usia

pertengahan. Meningioma dapat terjadi pada semua usia namun jarang didapatkan pada bayi dan

anak-anak.Angka tertinggi penderita meningioma adalah pada usia 50-60 tahun. Meningioma

omogenyial merupakan 15-20% dari semua tumor primer di region ini. Meningioma juga omo

timbul di sepanjang kanalis spinalis, dan frekuensinya omogeny lebih tinggi dibandingkan tumor

lain yang tumbuh di region ini. Di omogenyial, meningioma banyak ditemukan pada wanita

omogenyi pria (2:1), sedangkan pada kanalis spinalis lebih tinggi lagi (4:1). Meningioma pada

bayi lebih banyak pada pria.

2.4. ETIOLOGI

Faktor-faktor terpenting sebagai penyebab meningioma adalah trauma, kehamilan, dan

virus. Pada penyelidikan dilaporkan 1/3 dari meningioma mengalami trauma. Pada beberapa

kasus ada hubungan langsung antara tempat terjadinya trauma dengan tempat timbulnya tumor.

Sehingga disimpulkan bahwa penyebab timbulnya meningioma adalah trauma. Beberapa

penyelidikan berpendapat hanya sedikit bukti yang menunjukkan adanya hubungan antara

meningioma dengan trauma.

Dilaporkan juga bahwa meningioma ini sering pada akhir kehamilan, mungkin hal ini

dapat dijelaskan atas dasar adanya hidrasi otak yang meningkat pada saat itu.

Teori lain menyatakan bahwa virus dapat juga sebagai penyebabnya. Pada penyelidikan

dengan light microscope ditemukan virus like inclusion bodies dalam nuclei dari meningioma.

Tetapi penyelidikan ini kemudian dibantah bahwa pemeriksaan electron microscope inclusion

bodies ini adalah proyeksi cytoplasma yang berada dalam omogeny inti.

Pada sisi lain, radiasi juga merupakan penyebab yang berperan.

Pasien yang mendapatkan radiasi dosis kecil untuk linea kapitis dapat

berkembang menjadi meningioma.

7

Radiasi kepala dengan dosis yang besar, dapat menimbulkan meningioma dalam

waktu singkat.

Umumnya abnormalitas kromosom juga menjadi penyebab.

2.5. FAKTOR RESIKO

Selain peningkatan usia, omoge lain yang dinilai konsisten berhubungan dengan risiko

terjadinya meningioma yaitu, sinar radiasi pengion; omoge lingkungan berupa gaya hidup dan

omogen telah dipelajari namun perannya masih dipertanyakan. Faktor lain yang telah diteliti

yaitu penggunaan omogen endogen dan eksogen, penggunaan telepon genggam, dan variasi

omogen atau polimorfisme. Faktor lain yang dinilai berperan adalah keadaan penyakit yang

sudah ada seperti diabetes mellitus, hipertensi, dan omogeny; pajanan timbale, pemakaian

pewarna rambut, pajanan gelombang micro atau medan magnet, merokok; trauma kepala; dan

alergi. Sebagian omoge risiko diatas dinilai tidak signifikan atau tidak konsisten bila

dihubungkan dengan risiko yang ditemukan pada pasien meningioma, hal ini dpat disebabkan

jumlah sampel penelitian yang sedikit, waktu follow up yang singkat, dan adanya perbedaan

omogeny dan pajanan.

Radiasi Pengion

Faktor yang dinilai memiliki bukti kuat ilmiah dalam meningkatkan risiko kejadian

meningioma adalah pajanan radiasi pengion. Penelitian mengenai radiasi pengion sebagai omoge

risiko dilakukan pada cohort tinea capitis di Israel, korban bom atom yang masih hidup, dan

pasien pajanan radiasi terapeutik atau diagnostic. Bukti terkuat radiasi pengion dosis tinggi

mempengaruhi insidensi meningioma ditemukan pada individu yang mendapatkan pajanan

radiasi dosis tinggi dalam pengobatan tumor leher dan kepala, sedangkan contoh radiasi pengion

dosis rendah sebagai factor risiko meningioma dapat diketahui dalam penelitian cohort tinea

capitis.

8

Periode laten munculnya meningioma setelah pajanan radiasi pengion bergantung pada

dosis radiasi; sekitar 35,2 tahun untuk dosis rendah, 26,1 tahun untuk dosis menengah, dan 19,5

tahun umtuk dosis radiasi pengion tinggi. Dengan kata lain, usia saat dietemukannya

meningioma pada seseorang semakin rendah bila dosis pajanan radiasi pengion semakin besar,

selain itu dosis radiasi yang semakin tinggi memiliki kecenderungan akan munculnya tumor

multiple atau sifat meningioma yang atipikal atau malignant.

Hormon

Melihat dari dominannya insidensi meningioma pada wanita omogenyi pria, adanya

ekspresi hormone pada beberapa tumor tertentu, kemungkinan adanya hubungan dengan kanker

payudara dan laporan perubahan ukuran tumor saat kehamilan, siklus menstruarsi, dan

menopause; beberapa peneleti menyatakan adanya hubungan antara hormone sebagai omoge

risiko meningioma.

Pada sebuah penelitian telah meneliti mengenai hubungan antara pemakaian kontrasepsi

oral dan terapi pengganti hormone pada wanita pre-menopause dan post-menopause untuk

melihat risiko kemungkinan meningioma secara umum data-data tidak memperlihatkan bukti

yang kuat bahwa kontrasepsioral sebagai omoge risiko meningioma namun sebaliknya

pemakaian terapi pengganti hormone mengindikasikan kemungkinan hubungan sebagai

omoge risiko. Wigertz dan kawan-kawan menemukan bahwa terdapat peningkatan signifikan

risiko meningioma pada wanita post-menopause di Swedia yang pernah menggunakan terapi

pengganti hormone (OR [95%CI] 1.7 [1.0-2.8]), hasil ini mengkonfirmasi penemuan Jhawar dan

kawan-kawan dalam penelitian Nurse health study. Perlu diperhatikan bahwa tidak semua

penelitian menunjukkan hubungan antara pemakaian terapi pengganti hormone dengan

meningioma.

Pemakaian telepon genggam

Pertanyaan mengenai penggunaan telepon genggam dapat menyebabkan meningioma

sangat marak di masyarakat namun sampai sekarang bukti yang menunjukkan hal tersebut masih

sedikit. Berbagai penelitian kasus omogen sudah dilakukan di populasi Amerika Serikat, Eropa,

dan Israel untuk mencari hubungan pemakaian telepon genggam dengan risiko tumor otak;

semua penelitian di atas tidak menunjukkan hubungan yang signifikan. Namun demikian

9

beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemakaian telepon genggam jangka panjang

(>10tahun) menunjukkan peningkatan risiko neuroma akustik, suatu tipe glioma high grade.

Genetik

  Sebagian besar meningioma merupakan tumor sporadic; pasien dengan lesi sporadic

tidak memiliki riwayat tumor otak pada keluarganya. Sindrom omogen yang diketahui menjadi

omoge risiko pertumbuhan meningioma hanya sedikit dan jarang. Meningioma dapat ditemukan

pada pasien dengan NF2, sebuah kelainan autosom dominan yang disebabkan oleh mutasi pada

gen NF2 di 22q12; kelainan ini memiliki insidensi 1 per 30.000 – 40.000 di Amerika Serikat.

Namun demikian, terdapat kemungkinan banyak gen disamping NF2 yang terlibat dalam

meningioma familial. Dilaporkan meningioma pada keluarga-keluarga di Swedia tanpa

ditemukan adanya gen NF2, terdapat hubungan signifikan antara diagnosis meningioma dengan

riwayat meningioma pada orang tua ([95% CI] 3.06 [1.84– 4.79]). Penelitian cohort tinea capitis,

pasien meningioma yang sebelumnya mendapat radiasi pengion lebih banyak insidensinya pada

pasien yang memiliki orang tua dengan riwayat pajanan radiasi pengion; hal ini menggambarkan

kerentanan omogen. Selain itu, sekitar 50% pasien meningioma sporadic juga memiliki mutasi

pada gen NF2 atau mutasi gen lain yang melibatkan lengan kromosom 22q12.

2.6. PATOFISIOLOGI

Seperti banyak kasus neoplasma lainnya, masih banyak hal yang belum

diketahui dari meningioma. Tumor otak yang yang tergolong jinak ini secara

histopatologis berasal dari sel pembungkus arakhnoid (arakhnoid cap cells) yang

mengalami granulasi dan perubahan bentuk. Patofisiologi terjadinya meningioma sampai saat ini

masih belum jelas. Kaskade eikosanoid diduga memainkan peranan dalam tumorogenesis dan

perkembangan edema peritumoral.

10

Tumor otak menyebabkan gangguan neurologik progresif. Gangguan neurologik pada

tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh dua faktor : gangguan fokal disebabkan oleh

tumor dan kenaikan tekanan intracranial.

Gangguan fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak, dan infiltrasi atau

invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron.

Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang bertumbuh menyebabkan

nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai

kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan serebrovaskuler

primer.

Serangan kejang sebagai gejala perunahan kepekaan neuron dihubungkan dengan

kompesi invasi dan perubahan suplai darah ke jaringan otak. Bebrapa tumor membentuk kista

yang juga menekan parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat ganggguan neurologist

fokal.

Peningkatan tekanan intrakranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor : bertambahnya

massa dalam tengkorak, terbentuknya edema sekitar tumor, dan perubahan sirkulasi cairan

serebrospinal.

Beberapa tumor dapat menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan edema yang

disebabkan oleh kerusakan sawar darah otak, semuanya menimbulkan kenaikan volume

intracranial dan meningkatkan tekanan intracranial. Obstruksi sirkulasi cairan serebrospinal dari

ventrikel lateral ke ruangan subaraknoid menimbulkan hidrosefalus. Peningkatan tekanan

intracranial akan membahayakan jiwa. Mekanisme kompensasi memerlukan waktu lama untuk

menjadi efektif dan oleh karena itu tak berguna apabila tekanan intrakranial timbul cepat.

Mekanisme kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan volume darah intracranial,

volume cairan serebrospinal, kandungan cairan intrasel dan mengurangi sel-sel parenkim,

kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan herniasi unkus atau serebelum yang timbul

bilagirus medialis lobus temporalis bergeser ke inferior melalui insisura tentorial oleh massa

dalam hemisfer otak. Herniasi menekan mesensenfalon, menyebabkan hilangnya kesadaran dan

menekan saraf otak ketiga. Kompresi medula oblogata dan henti pernafasan terjadi dengan cepat.

Perubahan fisiologi lain terjadi akibat peningkatan intracranial yang cepat adalah bradikardia

progresif, hipertensi sistemik (pelebaran tekanan nadi), dan gangguan pernafasan.

11

2.7. GAMBARAN HISTOPATOLOGI

Meningioma omogenyial banyak ditemukan di omoge parasagital, selanjutnya di daerah

permukaan konveks lateral dan falx cerebri. Di kanalis spinalis meningioma lebih sering

menempati region torakal. Pertumbuhan tumor ini mengakibatkan tekanan hebat pada jaringan

sekitarnya, namun jarang menyebuk ke jaringan otak. Kadang-kadang ditemukan focus-fokus

kalsifikasi kecil-kecil yang berasal dari psammona bodies, bahkan dapat ditemukan

pembentukan jaringan tulang yang baru.

Secara histologist, meningioma biasanya berbentuk globuler dan meliputi dura secara

luas. Pada permukaan potongan, tampak pucat translusen atau merah kecoklatan omogeny serta

dapat seperti berpasir. Dikatakan atipikal jika ditemukan proses mitosis pada 4 sel per lapangan

pandang electron atau terdapat peningkatan selularitas, rasio small cell dan nuclei sitoplasma

yang tinggi, uninterrupted patternless dan sheel-like growth. Sedangkan pada anaplastik akan

ditemukan peningkatan jumlah mitosis sel, nuclear pleomorphism, abnormalitas pola

pertumbuhan meningioma dan infiltrasi serebral. Imunohistokimia adanya epithelial membrane

antigen (EMA) yang positif. Stain negative untuk anti-Leu 7 antibodi (positif pada

Schwannomas) dan glial fibrillary acidid protein (GFAP).

gammbar 2.7. :gambaran histopatologi meningioma.

2.8. KLASIFIKASI

12

Klasifikasi menurut Kernohan dan Sayre, yaitu:

1. Meningioma meningiotheliomatosa (syncytial, endothclimatous).

2. Meningioma fibroblastic

3. Meningioma angioblastik

Yang terakhir ada yang menggolongkan sebagai haemangioperisitoma tipe transisional

atau tipe campuran digolongkan ke dalam kelompok meningioma meningiotheliomatosa.

Meningioma meningotheliomatosa

Terdiri atas sel-sel uniform, berinti bulat atau oval, mengandung satu atau dua nuklcoii

nyata, sedangkan membrane sel tidak jelas, sebagian dari kelompok-kelompok sel tersebut

tersusun dalam lobules-lobulus membentuk massa yang solid. Jaringan ikat pada batas-batas

lobules. Whorls dan psammona bodies juga merupakan gambaran khas tumor ini.

Meningioma fibroblastic

Terdiri atas sel-sel yang pipih yang membentuk berkas-berkas yang saling beranyaman,

kadang-kadang dengan bagian-bagian menyerupai struktur palisade. Sel-sel tersebut mirip

dengan fibroblast, namun inti sel identik dengan inti sel meningioma meningiomatosa. Adanya

serabut retikulin yang berlebihan dan serabut kolagen yang menjadi pemisah antara sel pada

meningioma tipe ini, merupakan tanda yang khas.

Meningioma angioblastik

Terdiri atas sel-sel yang tersusun padat, batas-batas sitoplasma tidak jelas, inti sel

tersusun rapat. Sel-sel tersebut umunya menempel pada dinding kapiler, namun kapiler-kapiler

tersebut sebagian mengalami dilatasi, sebagian lagi kompresi, sehingga sukar untuk di

identifikasi. Bailey dkk. (1928) beranggapan bahwa sel-sel tumor ini berasal dari elemen

dinding pembuluh darah. Beberapa penulis melaporkan bahwa meningioma angioblastik lebih

sering kambuh.

WHO mengembangkan sistem klasifikasi untuk beberapa tumor yang telah

diketahui, termasuk meningioma. Tumor diklasifikasikan melalui tipe sel dan derajat pada hasil

biopsi yang dilihat di bawah mikroskop. Penatalaksanaannya pun berbeda- beda di tiap

derajatnya.

a. Grade I (Tipikal / Meningioma benign 90%)

13

Meningioma tumbuh dengan lambat. Tumor tidak menimbulkan gejala, mungkin

pertumbuhannya sangat baik jika diobservasi dengan MRI secara periodik. Jika tumor semakin

berkembang, maka pada akhirnya dapat menimbulkan gejala, kemudian

penatalaksanaan bedah dapat direkomendasikan. Kebanyakan meningioma grade I diterapi

dengan tindakan bedah dan observasi secara berterusan.

b. Grade II (Atipikal meningioma 6-7%)

Meningioma grade II disebut juga meningioma atypical. Jenis ini tumbuh lebih cepat

dibandingkan dengan grade I dan mempunyai angka kekambuhan yang lebih tinggi juga.

Pembedahan adalah penatalaksanaan awal pada tipe ini. Meningioma grade II biasanya

membutuhkan terapi radiasi setelah pembedahan.

c. Grade III

Meningioma berkembang dengan sangat agresif dan disebut meningioma malignant atau

meningioma anaplastik. Meningioma malignant terhitung kurang dari 1% dari seluruh kejadian

meningioma. Pembedahan adalah penatalaksanaan yang pertama untuk grade III diikuti

dengan terapi radiasi. Jika terjadi rekurensi tumor, dapat dilakukan kemoterapi.

Meningioma juga diklasifikasikan ke dalam subtype berdasarkan lokasi dari tumor :

1. Meningioma falx dan parasagital (25% dari kasus meningioma). Falx adalah

selaput yang terletak antara dua sisi otak yang memisahkan hemisfer kiri dan

kanan. Falx cerebri mengandung pembuluh darah besar. Parasagital

meningioma terdapat di sekitar falx.

2. Meningioma convexitas (20%). Tipe meningioma ini terdapat pada permukaan atas otak.

3. Menigioma sphenoid (20%) daerah sphenoidalis berlokasi pada daerah belakang mata.

Banyak terjadi pada wanita.

4. Meningioma olfactorius (10%). Tipe ini terjadi di sepanjang nervus yang

menghubungkan otak dengan hidung.

5. Meningioma fossa posterior (10%). Tipe ini berkembang di permukaan bawah bagian

belakang otak.

6. Meningioma suprasellar (10%). Terjadi dibagian belakang sella tursica, sebuah kotak

pada dasar tengkorak dimana terdapat kelenjar pituitary.

14

7. Spinal meningioma (kurang dari 10%). Banyak terjadi pada wanita yang berumur antara

40 dan 70 tahun. Akan selalu terjadi pada medulla spinalis dapat menyebabkan gejala

seperti nyeri radikuler di sekeliling dinding dada, gangguan kencing, dan nyeri tungkai.

8. Meningioma intraorbital (kurang dari 10%). Tipe ini berkembang pada atau di sekitar

mata cavum orbita.

9. Meningioma intraventrikular (2%). Terjadi pada ruangan yang berisi cairan di seluruh

bagian otak.

Gambar 2.8.2 :Lokasi umum meningioma

Tempat predileksi di ruang cranium supratentorial ialah daerah parasagital, yang terletak

di krista sphenoid, parellar, dan baso-frontal biasanya gepeng atau kecil bundar. Bilamana

meningioma terletak infratentorial, kebanyakan didapati dan di samping medial os petrosum di

dekat sudut serebelopontin. Meningioma spinalis mempunyai kecenderungan untuk memilih

15

tempat di bagian T.4 sampai T.8. Meningioma yang bulat sering menimbulkan penipisan pada

tulang tengkorak sedangkan yang gepeng justru menimbulkan hyperostosis.

Meningioma dapat tumbuh dimana saja di sepanjang meningen dan dapat menimbulkan

manifestasi klinis yang sangat bervariasi sesuai dengan bagian otak yang terganggu. Sekitar 40%

meningioma berlokasi di lobus frontalis dan 20% menimbulkan gejala sindroma lobus frontalis.

Sindroma lobus frontalis sendiri merupakan gejala ketidakmampuan mengatur perilaku seperti

impulsif, apati, disorganisasi, deficit memori dan atensi, disfungsi eksekutif, dan

ketidakmampuan mengatur mood.

2.9. MANIFESTASI KLINIS

Gejala umum yang terjadi disebabkan karena gangguan fungsi serebral akibat edema

otak dan tekanan intrakranial yang meningkat. Gejala spesifik terjadi akibat

destruksi dan kompresi jaringan saraf, bisa berupa nyeri kepala, muntah,

kejang, penurunan kesadaran, gangguan mental , gangguan visual dan sebagainya.

Edema papil dan defisit neurologis lain biasanya ditemukan pada stadium yang lebih lanjut.

Gejala-gejala umum, seperti juga pada tumor intracranial yang lain misalnya sakit

kepala, muntah-muntah, perubahan mental atau gejala-gejala fokal seperti kejang-kejang,

kelumpuhan, atau hemiplegia. Gejala umum ini sering sudah ada sejak lama bahkan ada yang

bertahun-tahun sebelum penderita mendapat perawatan dan sebelum diagnosa ditegakkan.

Gejala-gejala yang paling sering didapatkan adalah sakit kepala. Gejala Minis lain yang

paling sering adalah berturut-turut sebagai berikut:

1) kejang-kejang (±48%)

2) gangguan visus (± 29%)

3) gangguan mental (± 13%)

4) gangguan fokal (± 10%)

Tetapi timbulnya tanda-tanda dan gejala-gejala ini tergantung pada letak tumor dan

tingginya tekanan intrakranial, Tanda-tanda fokal sangat tergantung dari letak tumor, gejala-

gejala bermacam-macam sesuai dengan fungsi jaringan otak yang ditekan atau dirusak, dapat

16

perlahan-lahan atau cepat. Menurut Leaven gangguan fungsi otak ini penting untuk diagnosa

dini. Gejala-gejala ini tirnbul akibat hemodynamic steal dalam satu hemisfer otak, antara hemisfer

atau dari otak kedalam tumor.

Gejala umumnya seperti :

a. Sakit kepala

Nyeri kepala biasanya terlokalisir, tapi bisa juga menyeluruh. Biasanya muncul pada pagi

hari setelah bangun tidur dan berlangsung beberapa waktu, datang pergi (rekuren) dengan

interval tak teratur beberapa menit sampai beberapa jam. Serangan semakin lama semakin sering

dengan interval semakin pendek. Nyeri kepala ini bertambah hebat pada waktu penderita batuk,

bersin atau mengejan (misalnya waktu buang air besar atau koitus). Nyeri kepala juga

bertambah beratwaktu posisi berbaring, dan berkurang bila duduk.

Penyebab nyeri kepala ini diduga akibat tarikan (traksi) pada pain sensitive structure

seperti dura, serabut saraf atau pembuluh darah.

b. Kejang

Ini terjadi bila tumor berada di hemisfer serebri serta merangsang

korteksmotorik. Kejang yang sifatnya lokal sukar dibedakan dengan kejang akibat

lesi otak lainnya, sedang kejang yang sifatnya umum/general sukar dibedakan dengan kejang

karena epilepsy. Tapi bila kejang terjadi pertama kali pada usia dekade III dari kehidupan harus

diwaspadai kemungkinan adanya tumor otak.

c. Mual muntah

17

Lebih jarang dibanding dengan nyeri kepala. Muntah biasanya proyektil (menyemprot)

tanpa didahului rasa mual, dan jarang terjadi tanpa disertai nyeri kepala.

d. Edema papil

Keadaan ini bisa terlihat dengan pemeriksaan funduskopi menggunakan oftalmoskop.

Gambarannya berupa kaburnya batas pupil, warna pupil berubah menjadi kemerahan dan pucat,

pembuluh darah melebar atau kadang-kadang tampak terputus-putus. Untuk mengetahui

gambaran edema papil seharusnya kita sudah mengetahui gambaran papil normal terlebih

dahulu. Penyebab edema papil ini masih diperdebatkan, tapi diduga akibat penekanan terhadap

vena sentralis retinae.

e. Hemiparese

Lebih sering didapatkan pada meningioma dibandingkan dengan. tumor-tumor

intrakranial yang lain. 10% dari kasus meningiomadidapati kehimpuhan fokal, Crose dkk

mendapatkan tiga dari 13 kasusnya dengan hemi parese disertai gangguan sensoris dari N V.

f. Gangguan Mental

Sering juga didapatkan gangguan mental, tentunya berhubungan pula dengan lokalisasi

dari tumor.Dilaporkan 13% dari kasus-kasus RAAF (29) dengangangguan mental. Gejala mental

seperti: dullness, confusion stupor merupakan gejala-gejala yang paling sering.

Disamping gejala-gejala tersebut di atas juga sering didapatkan gangguan saraf otak

(nervus cranialis) terutama yang paling sering dari kasus-kasus Grouse yaitu N II, V, VI, IXdan

X. Gejala yang raenarik adalah adanya Intermittent cerebral symptoms. Pada 219 penderita

dengan meningioma supra tentorial didapatkan gangguan fungsi serebral yang mendadak

intermitten dan sementara dapat beberapa raenit atau lebih dari sehari. Gejala-gejala dapat berapa

afasia, kelumpuhan dari muka dan lidah, hemi plegia, vertigo, buta, ataxia, hallusinasi

(olfaktoris) dan kejang-kejang. Setengah dari kasus-kasus ini gangguan fungsi serebral berulang-

ulang, karena terjadi pada usia lanjut maka seringkali diagnosa membingungkan dengan suatu

infark otak atau insuffuiensia serebrovaskuler, migrain, dan multiple sclerosis. Pada umumnya

C.V.A. dapat dibedakan dengan tumor intrakranial dengan adanya gejala-gejala yang mendadak

18

dan perlahan-lahan diikuti dengan kemajuan dari gejala-gejala neurologis. Bermacam-macam

gejala eurologis yang paling sering menimbulkan kesalahan diagnosa.

Gejala dapat pula spesifik terhadap lokasi tumor :

a) Meningioma falx dan parasagital

- Nyeri tungkai

b) Meningioma convexitas

- Kejang, sakit kepala, defisit neurologis fokal, perubahan status mental

c) Meningioma sphenoid

- Kurangnya sensibilitas wajah, gangguan lapangan pandang, kebutaan dan penglihatan

ganda

d) Meningioma olfaktorius

- Kurangnya kepekaan penciuman, masalah visus

e) Meningioma fossa posterior

- Nyeri tajam pada wajah, mati rasa, dan spasme otot-otot wajah, berkurangnya

pendengaran, gangguan menelan, gangguan gaya berjalan

f) Meningioma suprasellar

- Pembengkakan duktus optikus, masalah visus

g) Spinal meningioma

- Nyeri pungggung, myeri dada dan lengan

h) Meningioma intraorbital

- Penurunan visus, penonjolan bola mata

19

i) Meningioma intraventrikular

- Perubahan mental, sakit kepala, pusing.

Gambar 2.9.1 : posisi klasik pada meningioma.

20

2.10. DIAGNOSA

2.10.1. Anamnesa

IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn. MJ

Umur : 27 tahun

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Agama : Kristen

Alamat : Jorong

MRS : 12 Februari 2011

RMK : 92 01 22

1. Keluhan Utama : benjolan di kepala

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengaku timbul benjolan di kepala bagian belakang sejak kurang lebih

tiga tahun yang lalu, pada awalnya diameter benjolan sebesar dua sentimeter, semakin

lama semakin membesar hingga sekarang sebesar lima sentimeter. Benjolan terasa

keras dan kadang-kadang sakit bila ditekan. Pasien mengaku, pernah mengalami trauma

pada kepala tepat di tempat benjolan tersebut muncul kurang lebih satu tahun sebelum

munculnya benjolan, tapi setelah kurang lebih satu minggu setelahnya pembengkakan

yang ditimbulkan hilang.

Pasien juga mengeluhkan terjadi penurunan ketajaman penglihatan sejak kurang

lebih tiga tahun yang lalu. Keluhan mengenai kedua mata tetapi dirasakan lebih berat

21

pada mata sebelah kanan dan tidak berkurang walaupun dikoreksi dengan kacamata.

Selain itu, pasien juga mengeluhkan sering sakit kepala, pada awalnya terasa di bawah

benjolan yang semakin lama semakin menyebar dan lebih dominant pada kepala

sebelah kanan. Pasien juga mengeluh sering mengalami nyeri kepala hebat, terutama

pada saat pagi hari, disertai rasa mual. Pasien kadang-kadang mendengar suara

gemuruh pada telinga kanannya. Pasien tidak mengeluhkan adanya gangguan pada

pengecapan dan penciumannya.

Sejak beberapa bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien beberapa kali

mengalami kejang. Setiap kejang berlangsung selama kurang lebih lima menit berupa

kekakuan seluruh tubuh dengan kedua tangan bergerak secara ritmik. Tiga bulan

sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluhkan rasa kebal pada wajah kanan yang

berlangsung sampai sekarang. Pasien juga mengaku mengalami penurunan daya ingat

dalam beberapa bulan terakhir ini.Pasien mengaku telah menggunakan KB suntik

selama 6 tahun

Riwayat Penyakit Dahulu

Os mengaku tidak ada riwayat kejang, hipertensi ataupun kencing manis.Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit serupa.

22

2.10.2. Pemeriksaan Fisik

STATUS INTERNE SINGKAT

Berat Badan : 48 kg

Tekanan Darah : 110/80 mmHg

Suhu Badan : 36,5 oC

Nadi : 88 kali/menit, reguler, kuat angkat

Pernapasan : 21 kali/menit, reguler

Pulmo : Suara napas vesikuler, Rhonki (-/-), Wheezing (-)

Cor : S1 dan S2 tunggal reguler

Hepar : Dalam batas normal

Limpa : Dalam batas normal

Ren : Dalam batas normal

STATUS LOKALIS

Kepala : terdapat massa di regio oksipitalis (midline) dengan diameter 5

cm, soliter, konsistensi keras, immobile, permukaan licin,

hiperemis (-), nyeri tekan (-)

23

STATUS NEUROLOGIK

Kesan Umum

Kesadaran : GCS 4 – 5 – 6

Pembicara: Disarti :(-)

Monoton :(-)

Scanning :(-)

Afasia :Motorik :(-)

Sensorik :(-)

Amnestik (Anomik) :(-)

Kepala : Besar : normal

Asimetri : (-)

Sikap Paksa : (-)

Tortikolis : (-)

Muka : Mask : (-)

Mypathik : (-)

Fullmoon : (-)

Lain-lain : tidak ada

Pemeriksaan Khusus

1. Rangsang Selaput Otak

Kaku tengkuk : (-) Brudzinski I : (-)

Laseque : (-/-) Brudzinski II : (-)

24

Kernig : (-/-)

2. Saraf Otak

N. I Hyp/Anosmi : (-/-) N. II Visus (OD/OS): 1/~ / 2/5

Parosmi : (-/-) Yojana penglihatan : N

Hallusinasi : (-/-) Melihat warna : N

Funduscopi : -

N. III, IV, VIKedudukan bola mata : normal

Pergerakan bola mata : ke nasal : normal

ke temporal : normal

ke atas : normal

ke bawah : normal

ke temporal bawah : normal

Exophthalmus : (-/-)

Celah mata (ptosis) : (-)

PUPIL :

Bentuk : bulat

Lebar : 5 mm/ 3 mm

Perbedaan lebar : anisokor

Rekasi cahaya langsung : </N

Reaksi cahaya konsensuil : </N

N. V Cabang Motorik

- Otot maseter : N/N

- Otot temporal : N/N

25

- Otot pterygoideus : N/N

Cabang Sensorik

- Oftalmikus : N/N

- Maksilaris : </N

- Mandibularis : </N

Refleks Kornea langsung : N/N

Reflleks kornea konsensuil : N/N

N. VII

Waktu diam

- Kerutan dahi : N/N

- Tinggi alis : N/N

- Sudut mata : N/N

- Lipatan nasolabial : N/N

Waktu gerak

- Mengerutkan dahi :

- Menutup mata :

- Bersiul :

- Memperlihatkan gigi :

Pengecapan 2/3 depan lidah :tdl

Hiperakusis : (-/-)

Sekresi air mata : N/N

26

N. VIII

Vestibular

- Vertigo : (-)

- Nistagmus : (-)

- Tinitus Aureum : N/N

- Tes kalori : tde

Cochlearis

- Rinne : tdl

- Weber : tdl

- Schwabah : tdl

- Tuli Konduktif : tdl

- Tuli perseptif : tdl

N. IX, X

Bagian Motorik

- Suara : N

- Menelan : N

- Kedudukan arcus pharinx : N/N

- Kedudukan uvula : sentral

- Pergerakan arcus pharinx / uvula : N

- Detak jantung : N

- Bising Usus : N

Bagian Sensorik

- Pengecapan 1/3 belakang lidah : tdl

Reflek muntah : tdl

Reflek palatum Mole : tdl

27

N. XI

Mengangkat bahu : N/N

Memalingkan wajah : N/N

N. XII

Kedudukan lidah waktu istirahat : di tengah

Kedudukan lidah waktu bergerak : di tengah

Atrofi : (-/-)

Fascikulasi / Tremor : (-/-)

Kekeuatan lidah menekan pipi : N/N

Sistem Motorik

5 5 5 5

3. Refleks-Refleks

Reflex fisiologis

Refleks biseps : +/+

Refleks triceps : +/+

Refleks patella : +/+

Refleks Achiles : +/+

Refleks patologis

Tungkai

Refleks babinsky : (-/-)

Refleks Chaddock : (-/-)

Lengan

Refleks Hoffman tromer : (-/-)

dalam batas normal

28

4. Susunan Saraf Otonom

Miksi : N

Defekasi : N

Sekresi keringat : N

Salivasi : N

Gangguan vasomotor : (-)

Ortostatik hipotensi : (-)

5. Pemeriksaan radiologic

CT Scan :

- Tampak Lesi massa hyperdens, semisolid dengan central necrosis pada left

occipital lobe. Strong contrast enhancment 55x40x70mm

- Mass Effect (+) Midline Shift (+) ke kiri 1,76 cm

- System Cysterm menyempit dan ventrikel menyempit

- Sulci dan Gyri Hemisphere Dextra et Sinistra tampak menyempit

- Orbita et retroorbita normal

- Lain lain tak tampak kelainan, regio nasopharynx tak tampak kelainan

- Kesimpulan : Mendukung Meningioma pada Right Occipital Lobe

55x45x70mm

6. Pemeriksaan Tambahan

Laboratorium Darah Rutin

Hb : 15,4 g/dl

Leukosit : 11.100 mg/ul

Eritrosit : 5,43 juta/ul

29

Hematokrit : 42 %

Trombosit : 342.000/ul

Laboratorium Kimia Darah

Ureum : 21 mg/dL

Kreatinin : 0,9 mg/dL

Albumin : 5,1 g/dl

SGOT : 30

SGPT : 59

PT : 12,7

APTT : 26,8

7. Diagnosis Kerja

1. Meningioma

30

2.10.3. Pemeriksaan Labor dan Penunjang

Pemeriksaan labor

Pembiakan jaringan (Tissue Culture)

Sejak tahun 1928 pembiakan jaringan meningioma telah dilakukan, tetapi tidak

didapatkan bentuk-bentuk pertumbuhan, sampai COSTERO dkk pada tahun 1955 mendapatkan

pertumbuhan meningioma whorls yang khusus. Bentuk whorls tidak selalu didapatkan pada

semua pembiakan jaringan meningioma, tetapi whorls ini merupakan tanda khas adanya

meningioma dan tidak pernah didapatkan pada tumor-tumor yang lain baik intra maupun

ekstraserebral.

Pemeriksaan Penunjang

Dahulu mendiagnosa suatu tumor otak, selain klinis peranan radiologi sangat besar.

Dahulu angiografi, kemudian CT Scan dan terakhir MRI; terutama untuk tumor-tumor di daerah

fossa posterior, Karena CT Scan sukar mendiagnosis tumor otak akibat banyaknya artefak,

sekalipun dengan kontras. Dengan MRI suatu tumor dapat dengan jelas tervisualisasi melalui di

potongan 3 dimensi sehingga memudahkan ahli bedah saraf untuk dapat menentukan teknik

operasi atau menentukan tumor tersebut tidak dapat di operasi mengingat risiko atau komplikasi

yang akan timbul.

1. Foto polos

Hiperostosis adalah salah satu gambaran mayor dari meningioma pada foto polos. Di

indikasikan untuk tumor pada meningen. Tampak erosi tulang dan dekstr uksi sinus

sphenoidales, kalsifikasi dan lesi litik pada tulang tengkorak. Pembesaran pembuluh darah

mening menggambarkan dilatasi arteri meningea yang mensuplai darah ke tumor.

Kalsifikasi terdapat pada 20-25% kasus dapat bersifat fokal maupun difus.

31

2. CT Scan

Meningioma mempunyai gambaran yang agak khas tetapi tidak cukup spesifik apabila

diagnosis tanpa dilengkapi pemeriksaan angiografi dan eksplorasi bedah. Angiografi penting

untuk menentukan suplai pembuluh darah ke meningiomanya dan untuk menilai efek di sekitar

struktur arteri dan venanya.

CT tanpa kontras

Kebanyakan meningioma memperlihatkan lesi hiperdens yang homogen atau berbintik-

bintik, bentuknya reguler dan berbatas tegas. Bagian yang hiperdens dapat memperlihatkan

gambaran psammomatus calcifications. Kadang-kadang meningioma memperlihatkan

komponen hipodens yang prominen apabila disertai dengan komponen kistik, nekrosis,

degenerasi lipomatous atau rongga-rongga.

Gambar 2.10 : Meningioma otak. CT-scan nonkontras menunjukkan meningioma fossa media.

Massa kalsifikasi melekat pada anterior tulang petrous kanan. Terlihat kalsifikasi berbentuk

cincin dan punctata. Tidak terlihat adanya edema.

32

CSF yang loculated

Sepertiga dari meningioma memperlihatkan gambaran isodens yang biasanya dapat

dilihat berbeda dari jaringan parenkim di sekitarnya dan, hampir semua lesi-lesi isodens ini

menyebabkan efek masa yang bermakna.

CT dengan kontras

Semua meningioma memperlihatkan enchancement kontras yang nyata kecuali lesi-lesi

dengan perkapuran. Pola echancement biasanya homogeny tajam (intense) dan berbatas tegas.

Duramater yang berlanjut ke lesinya biasanya tebal, tanda yang relative sspesifik karena bias

tampak juga pada glioma dan metastasis.

Disekitar lesi yang menunjukkan enchancement, bisa disertai gambaran hypodense

semilunar collar atau berbentuk cincin. Meningioma sering menunjukkan enchancement

heterogen yang kompleks.

3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI merupakan pencitraan yang sangat baik digunakan untuk mengevaluasi

meningioma. MRI memperlihatkan lesi berupa massa,dengan gejala tergantung pada

lokasi tumor berada.

4. Angiografi

Umunya meningioma merupakan tumor vascular. Dan dapat menimbulkan gambaran “spoke

wheel appearance”. Selanjutnya arteridan kap i l e r memper l i h a tkan gamba r an

va s cu l a r yan g hom oge n dan  prominen yang disebut dengan mother and law

phenomenon.

Tanda-tanda yang menyesatkan (False Localizing Signs = FLS)

FLS dari tumor-tumor intrakranial adalah tanda-tanda yang tidak semuanya berhubungan

dengan gangguan fungsi pada tempat tumor tersebut. Biasanya terlihat sebagai gejala fokal dari

tempat-tempat yang jauh dari tumor dimana hal ini dapat membingungkan untuk menentukan

lokalisasi tumor tersebut. Seperti biasanya diagnosa klinik dutegakkan dari kumpulan atau tanda-

tanda, tetapi kurangnya pengetahuan akan FLS menyebabkan kesalahn-kesalahan pada diagnosa,

apabila pada kasus-kasus yang tanda-tandanya tidak jelas. Dari 250 kasus meningioma

intrakranial didapatkan 101 kasus dengan FLS. Diagnosa yang salah karena gejala-gejala yang

33

tidak jelas disertai adanya FLS. Gejala-gejala yang tidak jelas dapat disebabkan oleh karena

adanya silent area dimana tumor-tumor itu pada permulaannya tidak menunjukkan gejala. Yang

termasuk silent area; parasagital anterior, convexitas frontal dan intraventrikular.

2.11. DIAGNOSA BANDING

Diagnosa banding tergantung dari bentuk gejala sebenarnya dan usia penderita. Telah

dibuat sejumlah diagnosa banding pada beberapa penyelidikan. Kira-kira separo dari kasus-kasus

dengan insuffisiensia serebral sepintas dan berulang-ulang pada penderita yang tua menyerupai

infark otak atau insuffisiensia serebro vaskuler. Seringkali juga menyerupai chronic subdural

hematoma, perdarahan subarachnoid dan meningitis serosa.

2.12. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan meningioma tergantung dari lokasi dan ukuran tumor itu sendiri. Terapi meningioma masih menempatkan reseksi operatif sebagai pilihan pertama. Beberapa factor yang mempengaruhi operasi removal massa tumor ini antara lain lokasi tumor, ukuran dan konsistensi, vaskularisasi dan pengaruh terhadap sel saraf, dan pada kasus rekurensi, riwayat operasi sebelumnya dan atau radioterapi. Lebih jauh lagi, rencana operasi dan tujuannya berubah berdasarkan factor risiko, pola, dan rekurensi tumor. Tindakan operasi tidak hanya mengangkat seluruh tumor tetapi juga termasuk dura, jaringan lunak, dan tulang untuk menurunkan kejadian rekurensi.

Rencana Preoperatif

Pada pasien dengan meningioma supratentorial, pemberian antikonvulsan dapat segera

diberikan, dekametason diberikan dan dilindungi pemberian H2 antagonis beberapa hari sebelum

operasi dilaksanakan. Pembe r i an an t i b io t i k    perioperatif digunakan sebagai

profilaksis pada semua pasien untuk organism stafilokokkus, dan pemberian

cephalosporin generasi III yang memiliki aktifitas terhadap organisme

pseudomonas, serta pemberian metronidazol (untuk organism anaerob) ditambahkan

apabila operasi direncanakan dengan pendekatan melalui mulut, sinus paranasal, telinga,

atau mastoid.

Klasifikasi symptom dari ukuran reseksi pada meningioma intracranial :

- Grade I : Reseksi total tumor, perlekatan dural dan tulang abnormal

34

- Grade II : Reseksi total tumor, koagulasi dan perlekatan dura

- Grade III : Reseksi total tumor, tanpa reseksi atau koagulasi dari perlekatan dura,

atau mungkin perlekatan ekstradural (misalnya sinus yang terserang atau tulsng ysng

hiperostotik)

- Grade IV : Reseksi parsial tumor

- Grade V : Dekompresi sederhana (biopsy)

Operasi

Meningioma yang terletak di vault biasanya dapat dioperasi seluruhnya. Pada basis otak

terdapat kesukaran teknis untuk diambil seluruhnya.

Drainage Ventrikel

Cara ini digunakan umpamanya pada neoplasma dari fossa posterior dengan obstruksi

akut dari system ventrikel, tekanan intrakranial meningkat secara massif dan oedema otak yang

ikut menyertainya.

Terapi Adjuvan

Radioterapi

Penggunaan external beam irradiation pada meningioma semakin

banyak dipakai untuk terapi. External beam irradiation dengan 4500-6000 cGy dilaporkan

efektif untuk melanjutkan terapi operasi meningioma reseksi subtotal, kasus-kasus rekurensi

baik yang didahului dengan operasi sebelumnya ataupun tidak. Pada kasus

meningioma yang tidak dapat dioperasi karena lokasi yang sulit, keadaan  pasien

yang buruk, atau pada pasien yang menolak dilakukan operasi, external  beam

irradiation masih belum menunjukkan keefektifitasannya. Teori terakhir  menyatakan

terapi external beam irradiation tampaknya akan efektif pada kasus meningioma

yang agresif (atypical, malignant), tetapi informasi yang mendukung teori ini belum

banyak dikemukakan.

35

Efektifitas dosis yang lebih tinggi dari radioterapi harus dengan perti mbangan

komplikasi yang ditimbulkan terutama pada meningioma. Saraf  optikus sangat

rentan mengalami kerusakan akibat radioterapi. Komplikasi lain yan g dapa t

d i t imb u lkan be r upa i n su f i s i e ns i p i t u i t a r i a t au pun nek ros i s ak iba t radioterapi.

Radiasi Stereotaktik

Terapi radiasi tumor menggunakan stereotaktik pertama kali diperkenalkan pada tahun

1960an menggunakan alat Harvard proton beam. Setelah itu penggunaan stereotaktik

radioterapi ini semakin banyak dilakukan untuk meningioma. Sumber energi yang

digunakan didapat melalui teknik yang bervariasi, yang paling sering digunakan

adalah sinar foton yang berasal dari Cogamma (gamma knife) atau linear

accelerators (LINAC) dan partikel berat (proton, ion helium) dari cyclotrons. Semua

teknik radioterapi stereotaktik ini dapat mengurangi komplikasi, terutama pada lesi

dengandiameter kurang dari 2.5 cm.

Kemoterapi

Modalitas kemoterapi dengan regimen antineoplasma masih belum banyak diketahui

efikasinya untuk terapi meningioma jinak maupun maligna. Kemoterapi sebagai terapi ajuvan

untuk rekuren meningioma atipikal atau jinak baru sedikit sekali diaplikasikan pada

pasien, tetapi terapi menggunakan regimen kemoterapi (baik intravena atau intraarterial cis-

platinum, decarbazine (DTIC) dan adriamycin) menunjukkan hasil yang kurang memuaskan (De

monte dan De yung), walaupun regimen tersebut efektifitasnya sangat baik pada tumor jaringan

lunak. Laporan dari Chamberlin pemberian terapi kombinasi menggunakan cyclophosphamide,

adriamycin, dan vincristine dapat memperbaiki angka harapanhidup dengan rata-rata sekitar

5,3 tahun. Pemberian obat kemoterapi lain seperti hydroxyurea sedang dalam

penelitian. Pertumbuhan sel pada meningioma dihambat pada fase S dari siklus sel dan

menginduksi apoptosis dari beberapa sel dengan pemberian hydroxyurea. Dan dilaporkan pada

satu kasus pemberian hydroxyurea ini memberikan efek pada pasien-pasien dengan rekurensi

dan meningioma yang tidak dapat direseksi. Pemberian Alfainterferon dilaporkan dapat

memperpanjang waktu terjadinya rekurensi pada kasus meningioma yang agresif. Dilaporkan

juga terapi ini kurang menimbulkan toksisitas dibanding pemberian dengan kemoterapi.

36

Pemberian hormon antagonis mitogen telah juga dilakukan pada kasus dengan

meningioma. Preparat yang dipakai biasanya tamoxifen (anti estrogen) dan mifepristone (anti

progesterone). Tamoxifen (40 mg/m2 2 kali/hari selama 4 hari dan dilanjutkan 10 mg 2 kali/hari)

telah digunakan oleh kelompok onkologi Southwest pada 19 pasien dengan meningioma yang

sulit dilakukan reseksi dan refrakter. Terdapat pertumbuhan tumor pada 10 pasien, stabilisasi

sementara pertumbuhan tumor pada 6 pasien, dan respon minimal atau parsial pada tiga pasien.

Pada dua studi terpisah dilakukan pemberian mifepristone (RU486) 200 mg perhari

selama 2 minggu hingga 31 bulan. Pada studi yang pertama didapatkan 5 dari 14 pasien

menunjukkan perbaikan secara objektif yaitu sedikit pengurangan massa tumor pada empat

pasien dan satu pasien gangguan lapang pandangnya membaik walaupun tidak terdapat

pengurangan massa tumor, terdapat pertumbuhan tulang pada salah satu pasien tersebut. Pada

studi yang kedua dari kelompok Netherlands dengan jumlah pasien 10 orang menunjukkan

pertumbuhan tumor berlanjut pada empat pasien, stabil pada tiga pasien, dan pengurangan

ukuran yang minimal pada tiga pasien. Tiga jenis obat tersebut sedang dilakukan penelitian

dengan jumlah sampel yang lebih besar pada meningioma tetapi sampai sekarang belum ada

terapi yang menjadi prosedur tetap untuk terapi pada tumor ini.

2.13. PROGNOSIS

37

Pada umumnya prognosa meningioma adalah baik, karena pengangkatan tumor yang

sempurna akan memberikan penyembuhan yang permanen. Pada orang dewasa survivalnya

relative lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak, dilaporkan survival rate lima tahun adalah

75%. Pada anak-anak lebih agresif,  perubahan menjadi keganasan lebih besar dan tumor

dapat menjadi sangat besar. Pada penyelidikan pengarang-pengarang barat lebih dari

10% meningioma akan mengalami keganasan dan kekambuhannya tinggi.

Sejak 18 tahun meningioma dipandang sebagai tumor jinak, dan bila letaknya mudah

dapat diangkat seluruhnya. Degenerasi keganasan tampak bila ada :

- Invasi dan kerusakan tulang

- Tumor tidak berkapsul pada saat operasi

- Invasi pada jaringan otak

Angka kematian (mortalitas) meningioma sebelum operasi karang dilaporkan, dengan kemajuan

teknik dan pengalaman operasi para ahli bedah maka angka kematian post operasi makin kecil.

Diperkirakan angka kematian post operasi selama lima tahun (1942-1946) adalah 7,9% dan

(1957-1966) adalah 8,5%. Sebab-sebab kematian menurut laporan-laporan yaitu perdarahan dan

oedema otak.

BAB III

38

KESIMPULAN DAN SARAN

a. Kesimpulan

Meningioma adalah tumor pada meningen yang berasal dari jaringan

duramater dan arakhnoid. Dengan insiden paling banyak pada usia pertengahan.

Patofisiologi terjadinya meningioma sampai saat ini masih belum jelas. Diduga penyebab

meningioma ini adalah trauma, kehamilan dan virus. Lokalisasi tersering didaerah supratentorial.

Factor resiko selain usia yaitu dipengaruhi oleh genetic, hormone, radiasi pengion dan pemakain

telepon genggam.

Gejala umum yang terjadi disebabkan karena gangguan fungsi serebral akibat edema

otak dan tekanan intrakranial yang meningkat. Gejala spesifik terjadi akibat

destruksi dan kompresi jaringan saraf, bisa berupa nyeri kepala, muntah,

kejang, penurunan kesadaran, gangguan mental , gangguan visual dan sebagainya.

Edema papil dan defisit neurologis lain biasanya ditemukan pada stadium yang lebih lanjut.

Diagnose ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang yang sering digunakan termasuk CT Scan, MRI dan angiografi. Diagnose banding

seringkali menyerupai insufisiensi serebral sementara dan berulang seperti, infark otak, chronic

subdural hematoma, perdarahan subarakhnoid dan meningitis serosa.

Penatalaksaan meningioma tergantung dari lokasi dan ukuran tumor sendiri. Terapi

meningioma masih menempatkan reseksi operatif sebagai pilihan utama, drainage ventrikel,

radioterapi dan kemoterapi. Prognosa meningioma pada umumnya adalah baik, dengan angka

harapan hidup lima tahun sebesar 75%.

b. Saran

Dari karya tulis ilmiah yang berjudul “ meningioma “ ini diharapkan para pembaca dapat

mengambil manfaat dari karya tulis ini. Apabila ada kesalahan dalam penulisan karya tulis

ilmiah ini, kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca, agar dilain kesempatan tim

penulis dapat menyempurnakan karya tulis ini sehingga dapat dijadikan sumber tambahan untuk

menambah ilmu pengetahuan.

BAB IV

39

DAFTAR PUSTAKA

1. Merchant SN, Kirtane MV, Shah KL, Karnk PP. Foreign bodies in the bron- chi (a 10 years review of 132 cases). Journal of Postgraduate Medicine 1984; 30(4):219-23 or Available at http://www.jpgmonline.com/article. asp?issn=0022-3859;year=1984;volume=30;issue=4;spage=219;epage=23; aulast=Merchant;type=0

2. Junizaf MH. Benda asing di saluran napas. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT–KL. Jakarta:FKUI, 2004.h.213–31

3. Murray AD. Foreign bodies of airway. 2006. Available at http://emedicine. medscape.com/article/872498-overview

4. Giannoni CM. Foreign bodies aspiration. 1994. Available at http://www.bcm. edu/oto/grand/31094.html