35575605 laporan penelitian komunitas tentang hasil program demam berdarah di puskesmas bareng

54
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampai saat ini penyakit demam berdarah dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Hal ini didukung oleh data- data berikut ini. 1. Sejak ditemukan kasus DBD pada tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta, angka kejadian penyakit DBD meningkat dan menyebar ke seluruh daerah kabupaten di wilayah Republik Indonesia termasuk kabupaten yang berada di wilayah Provinsi Timor Timor. 2. Pada pengamatan selama kurun waktu 20-25 tahun sejak awal ditemukan kasus DBD, angka kejadian luar biasa penyakit DBD diestimasikan setiap 5 tahun dengan angka kematian tertinggi pada tahun 1968 awal ditemukan kasus DBD dan angka kejadian penyakit DBD tertinggi pada tahun 1988. 3. Angka kematian kasus DBD masih tinggi, terutama penderita DBD yang datang terlambat dengan derajat IV. 1

Upload: dafaiz-dann

Post on 01-Dec-2015

136 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ikm

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sampai saat ini penyakit demam berdarah dengue (DBD) masih

menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Hal ini didukung oleh

data-data berikut ini.

1. Sejak ditemukan kasus DBD pada tahun 1968 di Surabaya dan

Jakarta, angka kejadian penyakit DBD meningkat dan menyebar ke

seluruh daerah kabupaten di wilayah Republik Indonesia termasuk

kabupaten yang berada di wilayah Provinsi Timor Timor.

2. Pada pengamatan selama kurun waktu 20-25 tahun sejak awal

ditemukan kasus DBD, angka kejadian luar biasa penyakit DBD

diestimasikan setiap 5 tahun dengan angka kematian tertinggi pada

tahun 1968 awal ditemukan kasus DBD dan angka kejadian

penyakit DBD tertinggi pada tahun 1988.

3. Angka kematian kasus DBD masih tinggi, terutama penderita

DBD yang datang terlambat dengan derajat IV.

4. Vektor penyakit DBD nyamuk Aedes aegypti dan Aedes

albopictus masih banyak dijumpai di wilayah Indonesia.

5. Kemajuan teknologi dalam bidang transportasi disertai

mobilitas penduduk yang cepat memudahkan penyebaran sumber

penularan dari satu kota ke kota lainnya. (Soegijanto, 2006)

Indonesia menempati peringkat kedua negara endemis DBD di

Asia Tenggara. Angka kesakitan DBD di Indonesia tahun 1998 adalah

22,1 per 100.000 penduduk, sedangkan di Jawa Timur Incidence Rate (IR)

tertinggi tahun 1996 yaitu 38,05 per 100.000 penduduk. Sejak itu penyakit

DBD menunjukkan kecenderungan peningkatan jumlah kasus dan luas

daerah terjangkit. Seluruh wilayah Indonesia mempunyai risiko untuk

terjangkit penyakit DBD, terutama dengan faktor risiko dari host usia 5-9

1

tahun, genetik, strain virus dengue, dan infeksi virus dengue sekunder

(Andajani, 2006).

DBD merupakan penyakit yang sering menimbulkan suatu letusan

Kejadian Luar Biasa (KLB) dengan jumlah kematian yang besar. Penyakit

DBD yang pertama kali ditemukan pada tahun 1968 di Surabaya dengan

kasus 58 orang anak, 24 diantaranya meninggal dengan Case Fatality Rate

(CFR) = 41,3%. Mengingat angka CFR – nya yang tinggi, cepatnya

penyebaran dan kecenderungan terjadi peningkatan maka DBD merupakan

salah satu masalah yang harus segera ditangani dengan cepat di Indonesia

(Ditjen PPM&PL, 2001).

Menurut data yang didapatkan di Puskesmas Bareng, Kabupaten

Jombang ditemukan 1 kasus DBD pada 31 Desember 2008 dan 1 kasus

kematian karena DBD pada Februari 2009 di Desa Tebel. Sedangkan pada

desa –desa yang lain pada Kecamatan Bareng didapatkan juga kasus DBD

tetapi tidak sampai ada yang meninggal. Dengan adanya kasus kematian

tersebut maka dapat dikatakan Desa Tebel merupakan Desa Endemis

karena terdapat Kejadian Luar Biasa (KLB) disana.

Banyak faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit demam

berdarah dengue, antara lain faktor hospes (host), lingkungan

(environment), dan faktor virus itu sendiri. Faktor hospes yaitu

kerentanan (susceptability), dan respons imun. Faktor lingkungan

(environment) yaitu kondisi geografis (ketinggian dari permukaan laut,

curah hujan, angin, kelembapan, musim), kondisi demografis (kepadatan,

mobilitas, perilaku, adapt istiadat, sosial ekonomi penduduk), jenis dan

kepadatan nyamuk sebagai vektor penular penyakit. Faktor agent yaitu

sifat virus dengue yang hingga saat ini telah diketahui ada 4 jenis serotype

virus dengue yaitu Dengue 1, 2, 3, dan 4. Dari berbagai penelitian yang

telah dilakukan di India telah terjadi pergeseran genotipe virus Dengue

strain Den-2. Demikian pula kejadian di 4 negara di Amerika Latin dan

Srilangka menunjukkan bahwa timbul genotipe baru dari Den-2 yang

berhubungan dengan terjadinya DHF-DSS. Di Indonesia khususnya Jawa

2

Timur belum pernah dilakukan penelitian tentang pengaruh geografis

terhadap karakteristik serotype virus Dengue. (Soegijanto, 2006)

Penyakit DBD sampai sekarang belum ditemukan obat maupun

vaksinnya, sehingga satu-satunya cara untuk mencegah terjadinya

penyakit ini dengan memutuskan rantai penularan. Baru-baru ini

pemerintah mencanangkan metode 3M Plus, yaitu mengubur sejumlah

kaleng atau plastik bekas yang dapat menampung air sehingga jadi media

bertelur nyamuk Aedes aegypti. Menutup dan menguras berbagai tempat

penampungan air di rumah masing-masing dengan periode tertentu.

Setelah melakukan kegiatan 3M, dilanjutkan dengan pelaksanaan abatisasi

masal untuk membunuh jentik. (Elmy Rustam, plt Asisten III sekprov

Kaltim ).

Angka bebas jentik merupakan prosentase jumlah rumah bebas

jentik dibanding dengan jumlah rumah diperiksa. Peran serta masyarakat

sangat dibutuhkan untuk meningkatkan angka bebas jentik misalnya

dengan kegiatan 3M dan PSN (www.desentralisasi-kesehatan.net).

Pada bulan Januari 2009 didapatkan Angka Bebas Jentik rata-

rata dari 13 desa di Kecamatan Bareng sebesar 77,78%, pada bulan

Februari rata-rata Angka Bebas Jentik di Kecamatan Bareng mengalami

peningkatan menjadi 79,10%. Desa Pakel memiliki Angka Bebas Jentik

terendah yaitu sebesar 43%, sedang Angka Bebas Jentik terbesar yaitu

sebesar 94% didapatkan pada Desa Bareng dan Desa Mundusewu.

Di Puskemas Bareng didapatkan angka kejadian DBD pada bulan

Januari dan Februari 2009 sebanyak 5 kasus, 4 kasus pada bulan Januari

dan 1 kasus pada bulan Februari 2009. Pada bulan Februari terdapat 1

kasus meninggal dunia. Oleh karena itu, perlu tindak lanjut untuk

menangani permasalahan ini sehingga angka penderita dan angka

kematian akibat DBD dapat dikurangi.

3

1.2 Strategi, Kebijakan dan Pokok-pokok Kegiatan Program P2 DBD

1.2.1. Strategi

A. Pemberdayaan Masyarakat

Meningkatnya peran aktif masyarakat dalam pencegahan dan

penanggulangan penyakit DBD merupakan kunci keberhasilan upaya

pemberantasan penyakit DBD. Untuk mendorong meningkatnya peran

aktif masyarakat, maka upaya-upaya KIE, social marketing, advokasi dan

berbagai penyuluhan dilaksanakan secara intensif dan berkesinambungan

melalui berbagai media massa dan sarana.

B. Peningkatan Kemitraan Berwawasan Bebas Penyakit DBD

Peran sektor terkait sangat menentukan sekali dalam pemberantasan

penyakit DBD. Oleh karena itu perlu dilakukan identifikasi stakeholder

baik sebagai mitra maupun pelaku merupakan langkah awal dalam

menggalang, meningkatkan dan mewujudkan kemitraan. Jejaring

kemitraan dilaksanakan melalui pertemuan berkala guna memadukan

berbagai sumber daya masing-masing mitra. Pertemuan berkala

dilaksanakan mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan penilaian program.

C. Peningkatan Profesionalisme Pengelola Program

Pengetahuan mengenai bionomic vektor, virologi, faktor perubahan

iklim, penatalaksaan kasus harus dikuasai oleh pengelola program sebagai

landasan dalam menyusun program pemberantasan DBD, sehingga

diperlukan adanya peningkatan SDM misal : pelatihan, sekolah dan

sebagainya.

D. Desentralisasi

Optimalisasi pendelegasian wewenang pengelolaan program kepada

kabupaten/kota.

E. Pembangunan Berwawasan Kesehatan Lingkungan

Lingkungan hidup yang sehat akan mengurangi angka kesakitan

penyakit DBD, sehingga diperlukan adanya peningkatan mutu dari

lingkungan itu sendiri melalui orientasi, advokasi, sosialisasi tentang

pemberantasan penyakit DBD yang berwawasan lingkungan kepada semua

pihak terkait.

4

1.2.2 Kebijakan

a) Meningkatkan perilaku hidup sehat dan kemandirian terhadap P2 DBD

b) Meningkatkan perlindungan kesehatan masyarakat terhadap penyakit DBD

c) Meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi program P2 DBD

d) Memantapkan kemitraan baik lintas sektor/program, LSM, organisasi

profesional dan dunia usaha

1.2.3. Pokok-Pokok Kegiatan

1. Melakukan surveilans epidemiologi dimana dilakukan kewaspadaan

dini penyakit DBD melalui kegiatan penemuan dan pelaporan

penderita baik dari RS, Puskemas, Pemantauan Jentik Berkala.

2. Tatalaksana kasus

3. Pemberantasan vektor melalui program pemberantasan sarang

nyamuk (PSN)

4. Penanggulangan kejadian luar biasa (KLB)

5. Penggerakan peran serta masyarakat

6. Pelatihan guna meningkatkan SDM yang profesional terhadap petugas

kesehatan, petugas laboratorium, pelaksana program, petugas

lapangan penyemprot, dokter puskesmas, dokter swasta, dan dokter

RS

7. Promosi DBD yaitu melalui penyuluhan media massa, pengadaan

leaflet, poster dan seminar

1.3 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pencapaian program P2P DBD tentang ABJ, apakah

telah mencapai angka ≥ 95% di wilayah kerja Puskesmas Bareng dari

bulan Januari dan Februari 2009?

2. Bagaimana pencapaian program P2P DBD tentang abatisasi,

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan penyuluhan di wilayah

kerja Puskesmas Bareng dari bulan Januari dan Februari 2009?

5

1.4. Tujuan

1. Untuk mengetahui pencapaian program P2DBD tentang ABJ,

apakah telah mencapai angka ≥ 95% di wilayah kerja Puskesmas

Bareng dari bulan Januari dan Februari 2009.

2. Untuk mengetahui pencapaian program P2DBD tentang abatisasi,

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan penyuluhan di wilayah

kerja Puskesmas Bareng dari dari bulan Januari dan Februari 2009

6

BAB II

ANALISA SITUASI

2.1 DATA UMUM

2.1.1 Geografi

Bareng merupakan sebuah kecamatan yang terletak dalam wilayah

Kabupaten Jombang dengan wilayah seluas 5421,20 Ha dan berada di

ketinggian 90m di atas permukaan laut. Suhu udara berkisar antara 230C

hingga 300C. Kecamatan Bareng terdiri atas 13 desa, 52 Dusun, 115 RW dan

306 RT dengan ibukota kecamatan berada di wilayah Desa Bareng. Desa

yang menjadi bagian Kecamatan Bareng adalah sebagai berikut:

1. Desa Banjaragung

2. Desa Bareng

3. Desa Jenis Gelaran

4. Desa Karangan

5. Desa Kebon Dalem

6. Desa Mojo Tengah

7. Desa Mundusewu

8. Desa Ngampungan

9. Desa Nglebak

10. Desa Ngrimbi

11. Desa Pakel

12. Desa Pulosari

13. Desa Tebel

Daerah yang menjadi wilayah kerja Puskesmas Bareng adalah seluruh

wilayah kecamatan Bareng itu sendiri karena Puskesmas Bareng merupakan

satu-satunya Puskesmas di kecamatan Bareng. Puskemas Bareng terletak di

Jalan Raya Dr. Sutomo No. 47 Bareng Kabupaten Jombang. Puskesmas

Bareng merupakan puskesmas perawatan dan puskesmas PONED

(Pelayanan Obstetri dan Neonatologi Esensial Dasar).

7

1. Letak puskesmas ditinjau dari :

a. Ibukota Kecamatan : 500 m

b. Ibukota Kabupaten : 25 km

c. Ibukota Propinsi : 80 km

2. Batas Wilayah Kecamatan Bareng

a. Sebelah utara : Kecamatan Mojowarno

b.Sebelah timur : Kecamatan Wonosalam dan Kecamatan

Kandangan

c. Sebelah selatan : Kecamatan Jatirejo

d. Sebelah barat : Kecamatan Ngoro

3. Keadaan Medan

a. Luas wilayah : 63,112 km2

b. Data guna tanah sebagian besar adalah areal persawahan

c. Situasi daerah merupakan dataran rendah.

4. Wilayah kecamatan Bareng terdiri dari :

a. Sawah : 31,19 km

b. Tegalan : 22,24 km2

c. Hutan : 0,63 km2

d. Pemukiman : 7,33 km2

e Perkebunan : 0,63 km2

f. Lain-lain : 0,65 km2

8

Gambar 2.1 Peta Kecamatan Bareng

2.1.2 Demografi

1. Terdapat 13 desa dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 14.286

KK.

2. Jumlah penduduk Juli 2008 sebanyak 52.536 jiwa dengan jumlah

terbanyak yaitu 11.797 jiwa pada kelompok usia 10-19 tahun.

Tabel 2.1 Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur Kecamatan Bareng,

Kabupaten Jombang

9

NO DESA 0 – 9 10 –

19

20 -

29

30 -

39

40 –

49

50 -

59

60 -

69

>70

1 Bareng 1,856 2,110 1,378 1,425 655 638 656 627

2 Mojotengah 676 758 496 519 239 229 236 227

3 Tebel 814 916 596 626 292 277 285 269

4 Kebondalem 1,082 1,230 811 848 393 378 387 366

5 Karangan 671 742 483 506 235 224 231 221

6 Pakel 735 831 542 569 265 255 258 247

7 Mundusewu 759 861 559 589 275 262 267 255

8 Ngampunan 724 817 533 561 262 249 258 246

9 Jenis Gelaran 464 527 345 361 167 159 163 156

10 Pulosari 695 786 514 539 248 241 245 233

11 Ngrimbi 687 779 512 532 246 236 242 232

12 Nglebak 441 385 254 257 123 115 119 57

13 Banjaragung 958 1,081 712 742 345 329 339 321

JUMLAH 10,562 11,823 7,735 8,074 3,745 3,592 3,686 3,457

Sumber : Data demografi Kecamatan Bareng, Kabupaten Jombang 19 Juli 2008

2.1.3 Sosial Ekonomi

Sebagian besar mata pencaharian penduduk adalah petani. Adapun

selengkapnya dapat dilihat pada tabel 2.2

Tabel 2.2 Daftar mata pencaharian penduduk Kecamatan Bareng, Kabupaten

Jombang

NO DESA PETANI WIRA-

SWASTA

PEG.

SWASTA

TNI /

POLRI

PURNAWIRA

WAN PNS DAN

10

TNI / POLRI

1 Bareng 3,548 525 179 195 85

2 Mojotengah 1,245 111 83 62 30

3 Tebel 737 175 81 71 29

4 Kebondalem 1,219 455 72 60 32

5 Karangan 1,191 390 79 55 25

6 Pakel 1,553 193 145 75 17

7 Mundusewu 1,467 541 431 47 25

8 Ngampunan 1,626 377 367 34 17

9 Jenis Gelaran 1,184 161 165 20 16

10 Pulosari 1,239 375 325 45 18

11 Ngrimbi 511 69 169 28 19

12 Nglebak 1,077 55 105 19 13

13 Banjaragung 2,246 132 210 49 20

JUMLAH 18,843 3,559 2,411 760 346

Sumber : Data demografi Kecamatan Bareng, Kabupaten Jombang 15 Juli 2008

2.1.4 Hasil Utama Daerah

Hasil utama daerah Bareng adalah :

1. Padi dari sektor pertanian

1. Jagung dari sektor pertanian

2. Kedelai

3. Ketela pohon

4. Tebu

2.1.5 Sosial Budaya

Perilaku, adat, dan kebiasaan penduduk Kecamatan Bareng, Kabupaten

Jombang masih kental dengan tradisi yang ada. Media kesenian yang masih

lestari antara lain adalah : samroh, karawitan, dan ludruk.

11

2.1.6 Agama dan Sarana Ibadah

Agama yang dipeluk oleh penduduk Kecamatan Bareng, Kabupaten

Jombang sebagian besar adalah agama Islam. Agama yang lain adalah

Kristen Protestan, Kristen Katolik, Budha, Hindu dan Aliran Kepercayaan.

Tabel 2.3 Agama yang dipeluk oleh penduduk Kecamatan Bareng, Kabupaten

Jombang

NO DESA ISLAM KRISTEN

PROTES

TAN

KRISTEN

KATOLIK

HINDU BUDHA

1 Bareng 9,104 203 23 - 19

2 Mojotengah 3,222 152 - 9 -

3 Tebel 3,550 525 - - -

4 Kebondalem 5,383 114 - - -

5 Karangan 3,204 77 34 - -

6 Pakel 3,592 42 73 - -

7 Mundusewu 3,392 437 - - -

8 Ngampunan 3,527 125 - - -

9 Jenis Gelaran 2,204 109 - 31 -

10 Pulosari 3,306 199 - - -

11 Ngrimbi 3,263 205 - - -

12 Nglebak 1,641 92 18 - -

13 Banjaragung 4,736 63 - - -

JUMLAH 50,124 2,343 148 40 19

Sumber : Data demografi Kecamatan Bareng, Kabupaten Jombang 15 Juli 2008

2.1.7 Pendidikan

Tingkat pendidikan yang terdapat di Kecamatan Bareng, Kabupaten

Jombang adalah seperti yang terlihat pada Tabel 2.4

Tabel 2.4 Tingkat Pendidikan Penduduk Kecamatan Bareng, Kabupaten Jombang

12

NO DESA TK SD

SEDERA

JAT

SLTP

SEDERA

JAT

SLTA

SEDERA

JAT

PERGU-

RUAN

TINGGI

LAIN-

LAIN

1 Bareng 160 3,000 1,050 750 90 3,817

2 Mojotengah 90 1,330 715 325 45 663

3 Tebel 84 1,989 835 255 15 782

4 Kebondalem 81 3,760 535 370 19 314

5 Karangan 72 2,350 300 250 19 413

6 Pakel 55 1,590 375 220 19 1,036

7 Mundusewu 79 2,005 52 285 30 819

8 Ngampunan 54 2,752 193 142 30 411

9 Jenis Gelaran 65 1,583 285 137 15 360

10 Pulosari 70 2,384 530 215 15 220

11 Ngrimbi 65 1,031 120 150 19 1,888

12 Nglebak 40 1,440 115 45 7 175

13 Banjaragung 115 2,220 455 219 25 905

JUMLAH 1,0

30

27,434 5,560 3,363 348 11,803

Sumber : Data demografi Kecamatan Bareng, Kabupaten Jombang 15 Juli 2008

2.2 Data Khusus (Sumber : Data Puskesmas Bareng 2009)

2.2.1 Data Sarana Kesehatan

Sarana kesehatan yang ada di wilayah Puskesmas Bareng pada tahun 2009

dapat dilihat pada tabel 2.5 berikut :

Tabel 2.5 Data sarana dan prasarana Puskesmas Bareng per Maret 2009

13

No Uraian Jumlah

1 Puskesmas Pembantu 3

2 Puskesmas Keliling 1

3 Kendaraan operasional (sepeda motor) 4

4 Rumah Dinas Dokter 4

5 Rumah Dinas Paramedis -

6 Pondok Bersalin Desa 9

7 BP/RB Swasta -

8 RS Swasta -

9 Posyandu 70

10 Praktek dokter

a. Spesialis 1

b. Umum 2

c. Gigi 1

11 Bidan Praktek Swasta 1

12 Apotik 1

13 Toko obat / jamu 3

Sumber : Data Laporan Tahunan Puskesmas Bareng Tahun 2009

2.2.2 Data Ketenagaan

Data Ketenagaan Puskesmas Bareng dapat dilihat pada tabel 2.6 berikut

Tabel 2.6. Data Ketenagaan Puskesmas Bareng perFebruari 2009

NO JABATAN PN KONTRAK PTT SUKARELA MANDI JML

14

S WAN RIPEM

DA

DIN

KES

1Dokter

Spesialis1 - - - - - 1

2Dokter

Umum3 - - - - - 3

3 Dokter Gigi 1 - - - - - 1

4 Perawat 13 - 8 - 5 - 26

5Perawat

Gigi1 - - - - - 1

6 Bidan 15 - - 4 - 1 20

7 Sanitarian 2 - - - - - 2

8 Promkes 1 - - - - - 1

9 Gizi 1 - 1 - - - 2

10

Analis

laboratoriu

m

1 - - - - - 1

11 Farmasi 1 - 1 - - - 2

12Pranata

rontgen- - - - - - 0

13Rekam

medik- - - - - - 0

14 Staf TU 3 1 3 - 1 - 8

15 Sopir 1 - - - - - 1

16Penjaga

kebun1 - - - - - 1

15

TOTAL 45 1 13 4 6 1 70

Sumber : Data Laporan Tahunan Puskesmas Bareng per Maret 2009

2.2.3 Organisasi

2.2.3.1 Struktur Organisasi

Struktur organisasi Puskesmas Bareng Kabupaten Jombang

berdasarkan Keputusan Bupati Jombang No 78 Tahun 2005 adalah

sebagai berikut:

a. Kepala Puskesmas

b. Unit tata usaha yang bertanggung jawab membantu kepala

puskesmas dalam pengelolaan :

Data dan informasi

Perencanaan dan penilaian

Keuangan

Umum dan kepegawaian

c. Unit pelaksana teknis fungsional puskesmas :

Upaya kesehatan masyarakat, termasuk pembinaan terhadap

UKBM

Upaya kesehatan perorangan

Jaringan pelayanan puskesmas

d. Jaringan pelayanan puskesmas :

Unit puskesmas Pembantu

Unit puskesmas keliling

Unit bidan di desa / komunitas

2.2.3.2 Kriteria Personalia

1. Kepala UPTD Puskesmas Bareng adalah Jabatan Struktural

Eselon IVa.

Kepala UPTD Puskesmas Bareng Kabupaten Jombang Kepala UPTD

Pukesmas Bareng dijabat oleh sarjana dibidang kesehatan dan

16

merupakan jabatan yang tidak boleh dirangkap oleh pemegang jabatan

fungsional atau pemegang jabatan struktural lainnya. Apabila Kepala

UPTD berhalangan melaksanakan tugasnya, Kepala UPTD dapat

mengusulkan salah satu staf untuk mewakilinya.

2. Kepala UPTD Puskesmas Bareng dibantu staf sesuai

kebutuhan.

Uraian Tugas Operasional Staf dibawah Kepala UPTD Puskesmas

Bareng Kabupaten Jombang, menyesuaikan dengan fungsi Kepala

UPTD Puskesmas Bareng.

2.2.4 Upaya Penyelenggaraan

Upaya kesehatan pada Puskesmas Bareng dibagi menjadi dua yakni :

1. Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM), dibagi 2 yakni:

Wajib,antara lain :

a. Upaya promosi kesehatan

b. Upaya kesehatan lingkungan

c. Upayakesehatana ibu dan anak serta keluarga berencana

d. Upaya perbaikan gizi masyarakat

e. Upaya Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular

f. Upaya pengobatan

Inovasi, antara lain :

a. UKS

b. UKGM

c. Remaja

d. Usila

e. Poskestren Haji

f. PONED

2. Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP), dibagi menjadi 5 yakni :

IRJ (Instalasi Rawat Jalan)

IRNA (Instalasi Rawat Inap)

UGD (Unit Gawat Darurat)

17

Farmasi

Laboratorium

2.2.5 Struktur Organisasi Puskesmas

Gambar 2.2 Struktur Organisasi

2.3 Puskesmas

2.3.1 Batasan puskesmas

Menurut Dinkes Provinsi Jawa Timur tahun 2008 dijelaskan bahwa

puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan (UPTD)

18

Kepala Puskesmasdr. Gigih Setijawan, MARS

Kepala TUSoetojo

Renev : Puguh Saneko, SKM Keuangan : Lilik EDP : dr. Agustinus S Umum personalia : Soetojo

Polindes

Jar Yan

Pustu Pusling Dansa Unit Pengaduan Masyarakat : Anik W

UKM UKP

Wajib Inovasi

Promkes : Puguh Saneko, SKM Kesling : Mudjiana Imunisasi : Nila Rahmawati KIA : Ulfa Ida KB : Syamsiah Gizi : Endang P2P : Hadi Pranoto

UKS : Uning A UKGM : drg. Nurul Hidayati Usila : Hadi Pranoto Remaja : Nisful Lailiyah Poskestren – Kesehatan Haji :

Hadi Pranoto PONED : Putoyah

IRJ : dr. Sri Rahayu UGD : Norman Mahendra Farmasi : Dyah Laborat : Aris S IRNA : Amik S

kabupaten atau kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan

pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.

Pembangunan kesehatan yang dimaksud adalah penyelenggaraan

upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran,

kemauan dan kemauan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat

kesehatan masyarakat.

Puskesmas sebagai unit pelaksana tingkat pertama serta ujung

tombak pembangunan kesehatan di Indonesia bertanggung jawab langsung

kepada dinas kesehatan kabupaten/kota. Adapun standar wilayah kerja

puskesmas adalah satu kecamatan. Akan tetapi bila di satu kecamatan

terdapat lebih dari satu puskesmas, maka tanggung jawab wilayah kerja

dibagi antar puskesmas dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah

(desa/kelurahan atau RW). Masing-masing puskesmas tersebut secara

operasional bertanggung jawab langsung kepada dinas kesehatan

kabupaten/kota.

2.3.2 Visi puskesmas

Visi puskesmas adalah untuk mewujudkan tercapainya kecamatan

sehat menuju terwujudnya Indonesia sehat. Yang dimaksud dengan

kecamatan sehat yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan

dengan perilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan

kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat

kesehatan yang setinggi-tingginya.

Indikator keberhasilan kecamatan sehat adalah sebagai berikut:

1. Lingkungan sehat

2. Perilaku sehat

3. Cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu

4. Derajat kesehatan masyarakat kecamatan

2.3.3 Misi puskesmas

1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah

kerjanya.

19

2. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di

wilayah kerjanya.

3. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan

pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.

4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan

masyarakat beserta lingkungannya.

2.3.4 Tujuan puskesmas

Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh

puskesmas adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan

nasional yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup

sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas

agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dalam rangka

mewujudkan Indonesia Sehat 2010.

2.3.5 Fungsi puskesmas

1. Pusat penggerakan pembangunan berwawasan kesehatan

a. Menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas

sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah

kerjanya.

b. Melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap program

pembangunan di wilayah kerjanya.

2. Pusat pemberdayaan masyarakat

a. Berupaya agar masyarakat memiliki kesadaran, kemauan dan

kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat

b. Berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan.

c. Ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan

program kesehatan.

3. Pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama.

Pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan

berkesinambungan, meliputi:

20

a. Pelayanan kesehatan perorangan meliputi rawat jalan dan untuk

beberapa puskesmas melayani rawat inap.

b. Pelayanan kesehatan masyarakat (public goods) meliputi promosi

kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan,

perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana

kesehatan jiwa masyarakat serta berbagai program kesehatan

masyarakat lainnya.

Dalam melaksanakan fungsinya ditempuh langkah-langkah strategis

sebagai berikut:

1. Mengumpulkan informasi keadaan lingkungan, geografi, demografi,

morbiditas, sosio-budaya dan sosio-ekonomi penduduk serta keadaan

infrastruktur untuk melakukan analisis situasi dan menetapkan

diagnosis masalah kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya.

2. Berdasarkan hasil diagnosis masalah dengan kebijaksanaan dan

petunjuk yang diberikan dari Dinas Kesehatan Dati II sebagai

atasannya.

3. Mengamati dan menganalisis data atau informasi yang dikumpulkan

secara berkala untuk kewaspadaan timbulnya keadaan yang

membahayakan kesehatan masyarakat.

4. Merangsang masyarakat termasuk untuk melaksanakan kegiatan dalam

rangka menolong mereka sendiri.

5. Memberi petunjuk kepada masyarakat bagaimana menggali dan

menggunakan sumber daya setempat yang ada secara efektif dan

efisien.

6. Memberikan bantuan yang bersifat teknis, materi dan rujukan medik

maupun rujukan kesehatan kepada masyarakat dengan ketentuan

bantuan tersebut tidak menimbulkan ketergantungan.

7. Memberikan pelayanan kesehatan secara langsung kepada masyarakat

dengan memperhatikan kebutuhannya, mutu pelayanan dan Penilaian

masyarakat yang dilayani.

8. Bekerja sama dengan sektor-sektor yang bersangkutan dalam

melaksanakan program puskesmas.

21

2.3.6 Kedudukan Puskesmas

1. Sistem kesehatan nasional

Sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama.

2. Sistem kesehatan Kabupaten/Kota

Unit pelaksana teknis dinas kesehatan Kabupaten/Kota.

3. Sistem pemerintahan daerah

Unit struktural pemerintah daerah Kabupaten/Kota bidang kesehatan

di tingkat kecamatan.

4. Antar sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama

a. Mitra organisasi pelayanan kesehatan tingkat pertama yang

dikelola oleh lembaga masyarakat dan swasta.

b. Pembina bentuk upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat

seperti Posyandu dan Polindes.

2.3.7 Upaya dan asas penyelenggaraan

1. Bertanggung jawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan

upaya kesehatan masyarakat pada tingkat pertama (primer).

2. Upaya dijabarkan dalam bentuk kegiatan yang ditetapkan dinas

kesehatan Kabupaten/Kota bersama puskesmas.

2.3.7.1 Upaya puskesmas

1. Upaya kesehatan wajib puskesmas

Yang termasuk didalamnya adalah :

a. Promosi kesehatan

b. Kesehatan lingkungan

c. Kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana

d. Perbaikan gizi masyarakat

e. Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular

f. Pengobatan

2. Upaya kesehatan pengembangan puskesmas

2.3.7.2 Asas penyelenggaraan :

22

1. Asas pertanggungjawaban wilayah

2. Asas pemberdayaan masyarakat

3. Asas keterpaduan

a. Lintas program

b. Lintas sektor

4. Asas rujukan

a. Rujukan medis

b. Rujukan kesehatan masyarakat

2.3.8 Manajemen puskesmas

2.3.8.1 Perencanaan

Proses penyusunan rencana tahunan puskesmas untuk mengatasi

masalah kesehatan di wilayah kerja puskesmas dibedakan atas dua

macam :

1. Perencanaan upaya kesehatan wajib

2. Perencanaan upaya kesehatan pengembangan termasuk kegiatan

operasional puskesmas (pusling, manajemen, dsb) dan perbaikan

sarana puskesmas, rumah dokter serta perawat/ bidan

Langkah kegiatan perencanaan :

1. Identifikasi masalah

2. Menyusun usulan kegiatan

3. Mengajukan usulan kegiatan

4. Menyusun rencana pelaksanaan kegiatan

2.3.8.2 Pelaksanaan dan Pengendalian

Puskesmas dalam mencapai tujuannya dapat melaksanakan kegiatan

bulanan (lintas program) maupun tribulanan (lintas sektor, swasta, LSM

dan BPP). Tahapan kegiatan yang dapat dilakukan antara lain:

1. Pengkajian ulang rencana pelaksanaan.

2. Penyusunan jadwal kegiatan bulanan untuk tiap petugas

penanggungjawab.

23

3. Penyelenggaraan kegiatan sesuai dengan jadwal.

Dan sebagai langkah pemantauan dilaksanakan kegiatan seperti:

1. Memeriksa penyelenggaraan kegiatan dan hasil yang dicapai

kemudian dibandingkan dengan rencana.

2. Menyusun acara peningkatan penyelenggaraan kegiatan.

2.3.8.3 Pengawasan dan Pertanggungjawaban

1. Pengawasan puskesmas dilakukan melalui dua cara, yaitu:

a. Internal

b. Eksternal

2.Pertanggungjawaban, berupa laporan pertanggungjawaban bulanan,

tahunan maupun jenis laporan pertanggungjawaban khusus seperti

laporan tribulanan dan laporan harian yang biasanya digunakan untuk

kejadian luar biasa (KLB) atau wabah.

2.3.9 Indikator keberhasilan

1. Pencapaian kecamatan sehat 2010, yang diukur :

a. Lingkungan sehat

b. Perilaku sehat

c. Yankes

d. Status kesehatan

2. Pencapaian program puskesmas, yang diukur:

a. Penggerak pembangunan berwawasan kesehatan

b. Pemberdayaan masyarakat dan keluarga

c. Pelayanan kesehatan tingkat pertama

24

BAB III

HASIL PROGRAM

3.1. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit (P2P)

Tujuan pelaksanaan UPK bidang pencegahan dan pemberantasan

penyakit menular adalah menemukan kasus penyakit menular sedini mungkin dan

mengurangi faktor risiko yang memudahkan terjadinya penularan penyakit,

kesakitan, dan kematian. Sasarannya adalah: ibu hamil, balita dan anak-anak

sekolah serta kelompok masyarakat tertentu yang berperilaku resiko tinggi.

Sasaran sekunder kegiatan ini adalah lingkungan pemukiman masyarakat. Ruang

lingkup kegiatan meliputi surveilans epidemiologi, imunisasi, dan pemberantasan

vektor.

Berbagai kegiatan pencegahan dan pemberantasan penyakit menular

yang dilakukan di Puskesmas Bareng adalah:

1. Mengumpulkan dan menganalisis data penyakit

2. Melaporkan penyakit menular pada Dinas Kesehatan Dati II Jombang

3. Menyelidiki lapangan untuk mengetahui sumber-sumber penularan dan

menemukan kasus-kasus lain

4. Tindakan yang dilakukan untuk menahan penjalaran penyakit endemik

5. Penyembuhan penderita sehingga tidak menjadi sumber infeksi

6. Pengebalan atau imunisasi yang bertujuan menurunkan angka kematian

dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (TBC paru, difteri,

pertusis, tetanus neonatorum, polio, campak)

7. Pemberantasan penyakit

8. Pendidikan kesehatan

Di Puskesmas Bareng pelaksanaan UPK salah satunya di bidang

pencegahan dan pemberantasan penyakit menular (P2P) adalah menemukan kasus

penyakit menular sedini mungkin dan mengurangi faktor risiko yang

memudahkan terjadinya penularan penyakit, kesakitan, dan kematian. Sasarannya

adalah: ibu hamil, balita dan anak-anak sekolah serta kelompok masyarakat

25

tertentu yang berperilaku resiko tinggi. Sasaran sekunder kegiatan ini adalah

lingkungan pemukiman masyarakat. Ruang lingkup kegiatan meliputi surveilans

epidemiologi, imunisasi, dan pemberantasan vektor.

Berbagai kegiatan pencegahan dan pemberantasan penyakit menular

yang dilakukan di Puskesmas Bareng adalah mengumpulkan dan menganalisis

data penyakit, melaporkan penyakit menular pada Dinas Kesehatan Dati II

Jombang, menyelidiki lapangan untuk mengetahui sumber-sumber penularan dan

menemukan kasus-kasus lain, tindakan yang dilakukan untuk menahan penjalaran

penyakit endemik, penyembuhan penderita sehingga tidak menjadi sumber

infeksi, pengebalan atau imunisasi yang bertujuan menurunkan angka kematian

dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (TBC paru, difteri, pertusis,

tetanus neonatorum, polio, campak), pemberantasan penyakit dan pendidikan

kesehatan

Jenis pelayanan kesehatan pokok pencegahan dan pemberantasan penyakit

menular (P2P) yang dilakukan di Puskesmas Bareng diantaranya P2P Malaria P2P

polio, P2P TB Paru, P2P ISPA, P2P Demam Berdarah Dengue, P2P HIV-AIDS,

P2P Diare. Dari beberapa kegiatan P2P yang telah dilakukan, untuk bulan Januari

dan Februari 2009, P2P DBD menjadi prioritas dibandingkan kegiatan P2P yang

lain. Hal ini karena terdapat 1 orang yang meninggal dunia dengan diagnosa

Demam Berdarah Dengue di wilayah kerja Puskesmas Bareng, sementara jumlah

kasus DBD yang tercatat sejumlah 4 kasus dalam kurun waktu Januari – Februari

2009.

3.2. Pencegahan dan Pemberantasan DBD (P2 DBD)

Tujuan umum pemberantasan DBD adalah menurunkan angka kesakitan

dan kematian karena DBD serta mencegah dan membatasi kejadian luar biasa atau

wabah. Tujuan khusus pemberantasan DBD adalah:

1. Menurunkan insiden DBD non endemis < 20/100.000,

2. Menurunkan kematian < 2 %

3. Meningkatkan angka bebas jentik (ABJ) 95 %

4. Cegah/batasi KLB/wabah

Sasaran pemberantasan DBD adalah masyarakat di daerah endemis dan

non endemis.

26

Kegiatan pemberantasan DBD di Puskesmas Bareng adalah:

1. Melakukan pemeriksaan jentik berkala (PJB) pada 400 rumah

2. Menemukan tersangka kasus DBD (20/100.000 penduduk)

3. Menangani penderita DBD sesuai standar

4. Meningkatkan kepatuhan provider terhadap prosedur penanganan DBD

5. Melengkapi alat pelayanan DBD di Puskesmas

Tabel 3.1. Pencapaian Puskesmas Bareng dalam Pemberantasan Penyakit

Menular Demam Berdarah Dengue (DBD) bulan Januari dan Februari 2009

No Kegiatan Jumlah

Jan 2009 Feb 2009

1 Jumlah pelacakan penderita DBD 4 1

2 Jumlah penderita DBD yang meninggal 0 1

3 Jumlah fogging

Fogging fokus 0 1

Fogging massal (ULV) 0 1

4 Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB)

Jumlah rumah yang dilakukan pemeriksaan jentik 450 445

Jumlah rumah yang ada jentik 100 93

Angka bebas jentik 77,78% 79,10%

Jumlah Container yang dilakukan pemeriksaan jentik 775 735

Jumlah Container yang ada jentik 79 86

Container index 10,19% 11,70%

5 Jumlah rumah yang diabatisasi selektif 0 0

6 Penyuluhan Kesehatan tentang DBD 0 0

Sumber : Laporan Bulanan Pemberantasan Penyakit Menular Demam Berdarah

Dengue (DBD) di Puskesmas Bareng bulan Januari dan Februari 2009

27

BAB IV

MASALAH PROGRAM

Salah satu parameter keberhasilan program upaya kesehatan yang

dilakukan Puskesmas adalah target yang telah ditetapkan Puskesmas tersebut di

awal tahun yang didasarkan pada target dari Dinas Kesehatan Dati II dimana

puskesmas itu berada. Sehingga nantinya dapat dievaluasi dan ditindak lanjuti

dengan perbaikan-perbaikan untuk mencapai targetan tersebut.

Jumlah insidens kasus Demam Berdarah Dengue pada Januari dan

Februari 2009 adalah sebesar 5 kasus dengan jumlah penduduk kecamatan Bareng

sebanyak 52.536 jiwa. Sehingga didapatkan besar insidens kasus DBD di

kecamatan Bareng adalah sebesar 10/ 100.000 jiwa. Angka nasional yang

ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang untuk insidens DBD adalah

kurang dari 20/100.000 jiwa. Dari angka insidens DBD tersebut maka insidens

kasus DBD di wilayah Puskesmas Bareng dalam batas normal.

Kasus kematian karena DBD di kecamatan Bareng sebanyak 1 jiwa pada

bulan Februari 2009 dari 1 kasus yang ditemukan. Sementara pada bulan januari

kasus kematian karena DBD tidak ditemukan dari 4 kasus yang ditemukan.

Sehingga terjadi peningkatan (Case Fatality Rate) CFR DBD dari bulan Januari

sebesar 0% ke bulan Februari 2009 sebesar 100%. Peningkatan ini perlu

mendapatkan penanganan yang khusus dari pihak puskesmas setempat.

Kegiatan Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) yang dilakukan pada bulan

Januari 2009 didapatkan data Angka Bebas Jentik (ABJ) sebesar 77,78%,

sementara pada bulan Februari 2009 didapatkan data data Angka Bebas Jentik

(ABJ) sebesar 79,10%. Angka nasional untuk Angka Bebas Jentik (ABJ) adalah

sebesar lebih dari 95%. Jadi indeks Angka Bebas Jentik untuk bulan Januari dan

Februari 2009 masih berada dibawah Angka nasional Angka Bebas Jentik (ABJ).

Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak bangunan yang didalamnya terdapat

tempat penampungan air yang mengandung jentik-jentik nyamuk Aedes aegypti.

28

Dari beberapa permasalahan yang terdapat dalam program P2P DBD

Puskesmas Bareng dilihat dari segi UKP, UKM dan Menajemen

Puskesmas. Prioritas masalah sendiri ditentukan oleh beberapa foktor,

diantarannya :

1. Emergency

2. Severity

3. Magnitude/greatest member

4. Rate of increases

5. Expanding scope

6. Public concern

7. Degree of unmeet need

8. Tecnological feasibility

9. Benefit

10. Keterpaduan

11. Pertimbangan politik dan spesial mandat

4.1. Upaya kesehatan Perseorangan

Puskesmas Bareng dalam pelaksanaan upaya kesehatan individu di

wilayah kerjanya yang menyangkut program P2P DBD belum memiliki

alur penanganan pasien yang baik. Sering kali pasien yang berobat di

Puskesmas dengan diagnosa DBD langsung di rehidrasi cepat. Tanpa

melihat tingkat keparahan dari penyakit DBD itu sendiri. Padahal

berdasarkan pedoman tatalaksana dari WHO rehidrasi pasien berbeda tiap

tingkat keparahannya.

Selain itu, dalam penatalaksanaan pasien DBD di rawat inap masih

belum memiliki rencana asuhan keperawatan yang baik sehingga sulit

untuk dilakukan evaluasi kondisi pasien yang di rawat di Rawat inap

tersebut. Juga tidak bisa dinilai rasionalisasi terapi dan asuhan

keperawatan yang telah diberikan ke pasien.

Disamping itu, kurangnya tenaga dokter di Puskesmas Bareng

menyebabkan pasien yang berobat di sana lebih banyak ditangani secara

penuh oleh perawat, mulai dari penegakan diagnosa sampai pemberian

terapi. Padahal penanganan pasien yang seharusnya atas instruksi dari

29

dokter kepada perawat, perawat melakukan intruksi terapi dari dokter yang

menangani pasien tersebut.

4.2. Upaya Kesehatan Masyarakat

Angka bebas jentik di Kecamatan Bareng bulan Januari- Februari

2009 masih berada di bawah standar angka bebas jentik nasional. Padahal

Departemen Kesehatan RI menetapkan untuk angka bebas jentik nasional

harus di atas 95 %. Angka bebas jentik menunjukkan perbandingan antara

jumlah rumah ataubangunan dan tempat penanmpungan air yang bebas

jentik nyamuk aedes aegypti di suatu wilayah kerja Puskesmas dalam

kurun waktu tertentu dengan seluruh jumlah rumah atau bangunan dan

tempat penampungan air yang di periksa dalam kurun waktu yang sama.

Penghitungan ABJ berpedoman pada buku petunjuk teknis

penanggulangan Demam Berdarah Dengue Depkes RI.

Pelaksanaan program pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan

pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) oleh Puskesmas Bareng dalam wilayah

kerjanya masih belum optimal. Sementara pelaksaan PSN dan PJB

merupakan salah satu kegiatan dalam program P2P DBD yang

keberhasilannya memerlukan peran aktif masyarakat. Hambatan yang

muncul dala pelaksanaan PSN dan PJB berasal dari sumber daya manusia

yang kurang baik kualitas maupun kuantitas.

Program abatisasi yang dilaksanakan bekeja sama dengan masyrakat

dalam distribusi bubuk abate. Puskesmas memberikan bubuk abate

dibagikan ke masyarakat saat penyuluhan dan di titipkan pada bebrapa

orang untuk di bagikan ke masyarakat sekitarnya. Puskesmas melakukan

kontol pembagian bubuk abate itu dengan cara menanyakan ke perangkat

desa atau orang yang di tunjuk tanpa mengecek langung ke masyarakat.

Dari survey yang kami lakukan di desa Tebel, banyak masyarakat yang

tidak menerima bubuk abate dari puskesmas tetapi secara pribadi

membelinya dari penjual yang ada.

4.3. Manajemen Puskesmas

Program puskesmas sangat banyak sehingga memerlukan manajemen

yang baik. Saat ini di Puskesmas Bareng banyak program yang berjalan

30

sendir-sendiri tanpa adanya kerjasama lintas program dan lintas sektoral.

Lokakarya mini puskesmas seharusnya dijadikan forum bersama antar

program internal puskesmas dan masyarakat, tetapi dalam pelaksanaannya

kurang efektif. Akibatnya suatu program yang seharusnya melibatkan

beberapa bidang hanya dibebankan pada satu bidang saja. Pada

pelaksanaan program PSN dan PJB oleh Puskesmas Bareng hanya

melibatkan bidang P2P DBD saja. Padahal bidang-bidang seperti bidang

Promosi Kesehatan, Penyehatan Lingkungan, Gizi, dan Balai Pengobatan

juga ikut berperan dalam Program P2P DBD tersebut.

Proses pendelegasian tugas dan beban tidak merata antara pegawai

puskesmas. Sebagai contoh penanggung jawab P2P DBD merangkap

tanggung jawab program yang lain diluar program P2P DBD. Sehingga

pelaksana program tersebut kurang fokus dan hasil dari program yang

dicapai kurang dari target yang telah ditentukan Dinas Kesehatan

Kabupaten Jombang dan Puskesmas Jombang.

31

BAB V

PENYEBAB MASALAH

Pelaksanaan program P2P Demam Berdarah Dengue di Puskesmas Bareng

telah di rencanakan dengan target yang dapat diukur berupa angka. Dari beberapa

kegiatan P2P yang telah dilakukan, untuk bulan Januari dan Februari 2009, P2P

DBD menjadi prioritas dibandingkan kegiatan P2P yang lain. Hal ini karena

terdapat 1 orang yang meninggal dunia dengan diagnosa Demam Berdarah

Dengue di wilayah kerja Puskesmas Bareng, sementara jumlah kasus DBD yang

tercatat sejumlah 4 kasus dalam kurun waktu Januari – Februari 2009.

5.1 Upaya Kesehatan Perseorangan

Beberapa permasalahan seperti belum tersedianya alur penanganan

pasien yang standart, penatalaksanaan pasien DBD di rawat inap masih

belum memiliki rencana asuhan keperawatan yang baik, penderita DBD

lebih banyak ditangani oleh tenaga perawat. Permasalahan tersebut apabila

ditelusuri lebih lanjut akan diperoleh beberapa faktor yang mendukung.

Belum berjalannya alur penanganan pasien DBD yang standart dan

penatalakasaan pasien DBD di rawat inap Pasien Bareng disebabkan oleh

beberapa faktor diantaranya :

1. Belum dipatuhinya alur penatalaksanaan dan Prosedur

Pelaksanaan

sesuai standar WHO

2. Penatalaksanaan pasien DBD sebagian besar dilakukan tenaga

kesehatan perawat

3. Tenaga kesehatan berupa dokter kurang

5.2 Upaya Kesehatan Masyarakat

Upaya kesehatan masyarakat yang menyangkut program-program P2P

DBD yang memerlukan peran serta aktif masyarakat. Sementara kondii

dilapangan angka keberadaan jentik cukup tinggi sehingga angka bebas

jentiknya rendah. Hal ini berarti program P2P DBD yang berbasis

32

masyarakat belum terlaksana dengan baik. Beberapa faktor yang

mempengaruhi diantaranya:

1. Masyarakat

a. kurangnya pengetahuan tentang Demam Berdarah dengue dan

cara pencegahannya

b. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam menindaklanjuti

program dari Puskesmas terutama program PSN sesuai

denganpenelitian kami didesa Tebel Kecamatan Bareng.

c. kualitas dan kuantitas kader kesehatan yang kurang memadai.

d. adanya keengganan sebagian masyarakat untuk mendukung

dan berperan aktif dalam program PSN karena ketidakpahaman

mereka. Contohnya penolakan masyarakat untuk diperiksa jentik di

penampungan airnya oleh kader kesehatan.

e. penggunaan bubuk abate yang kurang benar.

2. Puskesmas

a. penyuluhan tentang DBD dan pencegahannya dilakukan Puskesmas

Bareng bila ada permintan dari daerah tertentu atau ada kasus DBD

yang terjadidi daerah tersebut.

b. Program PSN dan PJB, pelaksanaanya dilakukan oleh bidan desa

atau kader, sehingga evaluasi program bergantung pada kinerja

bidan desa atau kader.

c. kurangnya pelatihan dan pembekalan kader kesehatan tentang DBD

dari Puskesmas Bareng.

5.3 Manajemen Puskesmas

Kebijakan puskesmas dalam pelaksanaan program-program bidang

P2P DBD mempengaruhi kinerja dan pencapaian program tersebut.

Kebijakan puskesmas Bareng sendiri mengatur segala hal yang

menyangkut setiap program yang dilaksanakan bidang P2P DBD

Puskesmas Bareng, baik internal maupun eksternal. Beberapa faktor yang

menyebabkan masalah dalam manajemen puskesmas menyangkut kinerja

bidang P2P DBD diantaranya :

33

1. Dalam pelaksanaan program-program P2P DBD, masih kurang

melibatkan bidang-bidang selain bidang P2P DBD. Hal ini disebabkan

karena kurangnya transfer informasi antar bidang-bidang yang ada di

Puskesmas Bareng.

2. Pendelegasian tanggung jawab program P2P DBD tidak berjalan

dengan baik. Hal ini disebabkan karena penanggung jawab P2P DBD

merangkap kesibukkan lain internal puskesmas.

3. Penanggung jawab P2P DBD juga kurang diberi wewenang untuk

pendelegasian tugas-tugasnya kepada pegawai puskesmas yang lain.

4. Dalam lokakarya mini, setiap program sering tidak dipresentasikan

tentang gambaran dan pencapaian karena tidak ada waktu. Serta tidak

mencari solusi bersama bidang-bidang yang lain, sehingga proses

diskusi yang terjadi adalah komunikasi 1 arah.

34

BAB VI

PENYELESAIAN MASALAH DAN RENCANA TINDAK

LANJUT

6.1 Upaya Kesehatan Perseorangan

1. pelatihan dan pembekalan tenaga kesehatan puskesmas mengenai

standar prosedur dan operasional penanganan pasien DBD

2. pengawasan dan evaluasi berkala mengenai penatalaksanaan pasien

DBD.

3. pembuatan lembar observasi asuhan keperawatan.

4. pembuatan alur diagnosa dan penatalaksanaan pasien yang mudah

dipahami dan dilaksanakan oleh tenaga medis non dokter.

6.2 Upaya Kesehatan Masyarakat

1. penambahan jumlah kader dengan cara perekrutan kader baru melalui

PKK dan pemberian Surat Tugas dari Puskesmas Bareng dan

pemerintahan Desa.

2. pertemuan rutin kader kesehatan yang diadakan Puskesmas tiap bulan

untuk mengevaluasi program yang sudah disepakati sebelumnya dan

membahas masalah yang ada di masing-masing wilayah kerja

kemudian mencari solusi dari masalah tersebut.

3. pelatihan dan pembekalan kader kesehatan tentang ciri-ciri jentik

nyamuk aedes aegypti.

4. pertemuan masyarakat desa untuk diberikan penjelasan dari perangkat

desa mengenai pentingnya kerja sama semua pihak dalam mengatasi

masalah kesehatan yang ada.

5. melakukan penilaian tingkat pengetahuan masyarakat tentang DBD

dan pencegahannya sebagai pedoman dalam memilih daerah yang

menjadi prioritas dilaksanakannya penyuluhan. Penyuluhan ditindak

lajuti dengan monitoring tindak lanjut dan evaluasi hasil yang dicapai.

35

6.3 Manajemen Puskesmas

1. Pembagian tugas dan beban yang merata diantara pegawai puskesmas

Bareng, agar pegawai puskesmas yang mendapat tugas dapat fokus

dalam bekerja sehingga setiap program dapat berjalan dengan baik.

2. Pemberian wewenang bagi penanggung jawab program dalam

membentuk tim pelaksana program atas persetujuan kepala Puskesmas

3. Dalam lokakarya mini disediakan waktu untuk diskusi antar bidang

untuk membicarakan program-program dari tiap bidang sehingga

terjadi komunikasi dua arah. Diharapkan adanya kerjasama lintas

program dalam pelaksanaan program P2P DBD.

36

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. KESIMPULAN

1. Jumlah insiden kasus DBD di wilayah Puskesmas Bareng untuk bulan Januari

– Februari 2009 dalam batas normal.

2. Kasus kematian karena DBD di kecamatan Bareng pada Februari 2009

meningkat dari bulan Januari 2009 sebesar 100%.

3. Indeks Angka Bebas Jentik bulan Januari 2009 sebesar 77,78 % dan bulsn

Februari 2009 sebesar 79,10 %, dibawah Angka Nasional untuk Angka Bebas

Jentik sebesar 95 %.

4. Masih dijumpai masalah dalam Upaya Kesehatan Perseorangan pasien DBD

di Puskesmas Bareng

5. Masih dijumpai masalah dalam Upaya Kesehatan Masyarakat program P2P

DBD di Puskesmas Bareng

6. Masih dijumpai masalah dalam Manajemen pencegahan dan penanggulangan

DBD di Puskesmas Bareng

7.2. SARAN

1. Perlunya peran serta aktif masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan

DBD di kecamatan Bareng

2. Pemilihan dan pemberian penghargaan kepada kader kesehatan idola setiap

tahun oleh Puskesmas Bareng dan pemerintahan Kecamatan Bareng.

3. Meningkatkan hiegene perorangan, bekerjasama dengan Program Kesehatan

Lingkungan (KesLing) Puskesmas Bareng untuk mengurangi angka kejadian

DBD.

4. Meningkatkan penyuluhan mengenai pemberantasan sarang nyamuk terutama

di tingkat RT dan kelurahan dan sekolah-sekolah sehingga nilai ABJ dapat

lebih ditingkatkan sampai angka ≥ 95%, bekerjasama Program Promosi

kesehatan (Promkes) Puskesmas Bareng

37

5. Mengadakan kerjasama dengan praktek dokter swasta atau tempat pelayanan

kesehatan lainnya yang berada di wilayah kerja Puskesmas Bareng dalam

pendataan penderita DBD.

38