35219183 pengaruh-budaya

29
TUGAS TUGAS KELOMPOK MATA KULIAH PSIKOLOGI AGAMA TENTANG PENGARUH KEBUDAYAAN TERHADAP JIWA KEAGAMAAN Oleh 1. HERLIZA 2. MURSID 3. MARIYAH PROGRAM : SI PRODI/LOKAL : PGMI. B/ Ibnu Rasyid SEMESTER : V (Lima) Sekolah tinggi agama islam (stai) Auliaurrasyidin Tembilahan 2009

Upload: rabian-syahbana

Post on 20-Jul-2015

380 views

Category:

Business


0 download

TRANSCRIPT

TUGAS TUGAS KELOMPOK

MATA KULIAHPSIKOLOGI AGAMA

TENTANG PENGARUH KEBUDAYAAN TERHADAP

JIWA KEAGAMAAN

Oleh

1. HERLIZA2. MURSID3. MARIYAH

PROGRAM : SIPRODI/LOKAL: PGMI. B/ Ibnu RasyidSEMESTER : V (Lima)

Sekolah tinggi agama islam (stai)Auliaurrasyidin

Tembilahan2009

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Untuk menghindari terjadinya pemahaman yang berbeda

maka dalam uraian ini akan dibahas terlebih dahulu tentang

pengertian kebudayaan dalam pembahasan berikut kebudayaa

yang merupakan cetak biru bagi kehidupan atau pedoman bagi

kehidupan masyarakat adalah perangkat-perangkat acuan

yang berlaku umum dan menyeluruh dalam menghadapi

lingkungan untuk pemenuhan kebutuhan “dalam menghadapi

perangkat dan keyakinan” yang dimiliki oleh pendukung

kebudayaan tersebut perangkat pengetahuan itu sendiri

membentuk sebuah sistem sendiri yang berbeda secara

bertingkat yang fungsional hubungannya satu sama lainnya

secara keseluruhan.

Disini terlihat bahwa kebudayaan dalam suatu

masyarakat meupakan sistem nilai tertentu yang dijadikan

pedoman hidup oleh warga yang mendukung kebudayaan

tersebut, karena dijadikan kerangka acuan dalam bertindak

dan bertingkah laku maka kebudayaan cenderung menjadi

tradisi dalam suatu masyarakat, tradisi adalah sesuatu

yang sulit berubah, karena sudah menyatu dalam kehidupan

masyarakat pendukungnya tradisi masyarakat merupakan bentuk

normal yang terbentuk dari bawah, sehingga sulit untuk di

ketahui sumber asalnya, oleh karena itu tampaknya tradisi

sudah terbentuk sebagai norma yang dilakukan dalam

kehidupan masyarakat.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang di maksutkan dengan kebudayaan ?

2. Apakah hubungan kebudayaan tehadap jiwa keagamaan ?

3. bagaimana jiwa keagamaan mempengaruhi kebudayaan

2

4. Bagaimana Hubungan kebudayaan dalam era Global

C. Manfaat Penulisana

1. Agar kita bisa lebih mengetahui lebih dalam tentang

pengaruh kebudayaan terhadap jiwa keagamaan ?

2. Untuk bisa lebih memahami tentang apa itu budaya dan

apa itu jiwa keagamaan

3. Untuk memenuhi tugas mandiri pada mata kuliyah

psikologi agama terutama tentang pengaruh kebudayaan

terhadap jiwa keagamaan.

3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Tradisi Keagamaan dan Kebudayaan

Tradisi menurut Pursudi Suparlan PhD, merupakan usnur

sosial budaya yang telah mengakar kehidupan masyarakat

dansulit berubah (parsudi Suparlan, 1987 : 115) Meredith Mc

Guire melihat bahwa dalam masyarakat pedesan umumnya

tradisi erat kaitannya dengan mitos dan agama (Mc. Guire

1984 : 338)

Secara garis besarnya tradisi sebagai kerangka acuan

norma dalam masyarakat disebut pranata, pranata ini ada

yang bercorak rasional, terbuka dan umum, kompetitip dan

konflik yang menekankan legalitas, seperti pranata politik,

dan konflik yang menekankan legalitas seperti pranata

politik, pranata pemerintahan, ekonomi, dan pasar, berbagai

pranata hukum dan keterkaitan sosial dalam masyarakat yang

bersangkutan, para ahli sosialogi menyebutkannya sebagai

pranata sekunder, pranata ini dapat dengan mudah diubah

struktur dan peranan hubungan antar pranatanya maupun norma

yang berkaitan dengan itu, dengan perhitungan rasional yan

menguntungkan yang dihadapi sehari-hari,1 pranata sekunder

tampaknya bersifat fleksibel, mudah berubah sesuai dengan

situasi yang diinginkan oleh pendukungnya.

Sebaliknya menurut parsudi suparlan para sosiolog

mengidentfikasikan adanya pranata primer, pranata primer

ini merupakan kerangka acuan norma yang mendasar dan

hakiki dalam kehidupan manusia itu sendiri, pranata primer

berhubungan dengan kehormatan dan harga diri, jati diri

serta kelestariannya, karena itu, pranata ini tidak dengan

mudah dpat berubah begitu saja.2

1 Parsudi suparlan, 1995 : 62 Parsudi suparlan, 1995 : 6

4

Melihat struktur dan peranan serta funsinya, pranata primer

ini lebih mengakar pada kehidupan masyarakat, oleh karena

itgu, pranata primer bercorak menekankan pada pentingnya

keyuakinan dan kebersamaan serta bersifat tertutup atau

pribadi, seperti pranata-pranata keluarga kekerabatan,

keagamaan pertemanan atau persahaban.3

Mengacu kepada penjelasan tersebut, tadisi keagamaan

termasuk ke dalam pranata primer, Hal ini dikarenakan

antara lain menurut Rodaslav A tsanoff, pranata keagamaan

ini mengandung unsur yang berkaitan dengan ke Tuhanan atau

keyakinan, tidak keagamaan, perasaan-perasaan yang bersifat

mistik, penyembahan kepada yang suci (ibadah), dan

keyakinan terhadap nilai-nilai yang hakiki.4 Dengan demikian

tradisi keagamaan sulit berubah, karena selain di dukung

oleh masyarakat juga memuat sejumlah unsur-unsur yang

memiliki nilai-nilai luhur yang berkaitan dengan keyakinan

masyarakat, tradisi keagamaan mengandung nilai-nilai yang

sangat penting (pivotal values) yang berkaitan erat dengan

agama yang dianut masyarakat, atau pribadi pemeluk agama

tersebut.

Tradisi keagamaan (bai agama sawawi) bersumber dari

norma yang termuat dalam kitab suci agma menurut thomas F.O

dea merupakan appek sentral dan fundamental dalam

kebudayaan.5

Kenyataan ini barangkali dapat dilihat dalam kaitannya

dengan pola kehidupan masyarakat di Indoensia, kehususnya

mayarakat minang kabau, yang dengan tegas mendasarkan

kebudayaan berdasarkan pada ilai dan norma Islam,

dalamkehidupan masyarakat minangkabayu dikenal pepatah “

3 Parsudi suparlan, 1995 ( 5 - 6)4 Mc. Guire 1984 : 45 Thomas F.O, Dea : 215

5

adat bersendi syara’ syara’ bersendi adat, adat bersendi

syara’ syara’ bersendi kitabullah”6

Agama yang terlihat sebagai pusat kebudayaan dan penyaji

aspek kebudayaan yang tertinggi dan suci, menunjukkan mode

kesadaran manusia yang menyangkut bentuk simbolik sendiri,

sebagai sistem pengarahan, agama tersusun dalam unsur

normatif yang membentuk jabawan pada berbagai tingkat

pemikiran, perasaan, dan pebuatan dalam bentuk pila

berfikir dengan kompleksias hubungan manusia dalam

masyarakat, termasuk lembaga7

Dalam suatu masyarakat yang warganya terdiri atas pemeluk

agama maka secara umum pranata keagamaan menjad salah satu

pranata kebudayaan yangada di masyarakat tersebut, dalam

konteks seperti ini terlihat hubungan antara tradisi

keagamaan dengan kebuyaan masyarakat tersebut.

Bila kebudayaan sebagaibiru bagi kehidupan (kluckhohn)

atau sebagai pedoman bagi kehidupan masyaraakat (parsu di

suparlan), maka dalam masyarakat pemneluk agama perangkat-

perangkat yang berlaku umum dan menyeluruh sebagai norma-

norma kehhidupanakan cenderung mengandunng muatan

keagamaan. Dengan demikian, hubungan antara tradisi

keagamaan dengan kebudayaan terjalin sebagai hubungan

timbal bali. Maki kuat tradisi keagamaan dalam suatu

masyarakat akan makin terlihat paran akan dominan

pengaruhnya dalam kebudayaan.sebaliknya, makin sekular

suatu masyarakat maka pengaruh tradisi keagamaan dalam

kehidupan masyarakat akan kian memudar.

B. Tradisi Keagamaan dan Sikap Keagaaman

Tradisi keagamaan pada dasarnya merupakan penata

keagamaan yang sudah dianggap baku oleh masyarakat

6 Hamka, 1985 : 1387 Thomas F.O Dea : 216 - 217

6

pendukungnya. Dengan demikian, tradisi keagamaan sudah

merupakan kerangka acuan norma dalam kehidupan dan peilaku

masyarakat.Dan tadisi keagamaan sebagai pranata primer dari

kebudayaan memang sulit untuk berubah, karna keberadaanya

didukunng oleh kesadaran bahwa pranata tersebut menyangkut

kehormatan, harga diri, dan jati diri masyaakat

pendukungnya.

Para ahli antropologi membagi kebudayaandalam bentuk dan

isi.Menurut bentukntya kebudayaan terdiri atas tiga, yaitu8

1. sistem kebudayaan (cultural sistem)

sistem kebudayaan berwujud gagasan, pikiran, konsep,

nilai-nilai budaya noma –nom apdanangan yang bentuknya

abstrak serta beada dalam pikirana para pemangku

kebudayaan yang besangkutan

2. Sistem Sosial (social System)

Sisem sosial bewujud aktivitas, tingkah laku bepola,

peilaku, upacaa-upacara serta ritus-ritus yang wujudnya

lebih konkit sistem sosial adalah bentuk kebudayaan

dalam wujud yang lebih kongkret dan dapat diamati

3. Benda-benda budaya (material cuture)

Benda-benda budaya disebut juga sebagai kebudayaan,

fisik atau kebudayaan material, benda budaya merupakan

hasil tingkah laku dan karya pemangku kebudayaan yang

besangkutan

Selanjutnya isi kebudayaan menurut koentjaraningrat

teediri atas tujujh unsur yaitu bahasa sistem teknologi

sistem ekonomi organisasi sosial, sistem pengetahuan

religi, dan kesenian.9

Dengan demikian dilihat dari bentuk dan isi, kebudayaan

pada dasarnya merupakan suatu tatanan yang mengatur

kehidupan suau masyaakat kebudayaan merupakan lingkungan

8 Koetjaraningrat 1986 : 80-909 Koentara ningrat 1986 : 75

7

yang terbentuk oleh norma dan nilai yang dipelihara oleh

masyarakat pendukungnya, nilai serta norma yang yang

menjadi pedoman hidup itu kemudian berkembang dalam bebagai

kebutuhan masyaakat, sehingga tebentuk dalam satu sistem

sosial, dari sistem ini selanjutnya tewujud pula benda

kebudayaan dalam bentuk fisik.

Dalam kaitannya dengan pembentukan tradisi keagamaan,

secara kongret, pernyataan koetaraningrat tesebut dapat

digambarkan melalui proses penyiaran aagama, hingga

terbentuk suatu komunitas keagamaan, sebagai contoh

masuknya agama ke nusantara sejak abad ke empat (hindu

budha) ketujuh (Islam) dan ke 16 (kristen), meskipun

keempat agama tersebut disiarkan ke nusantara dalam kurun

waktu yang berbeda namun pengaruhnya terhadap perilaku

masyarakat pendukungnya di Indosia masih terlihat nyata.

Pada tahap permulaan sekali, ketika agama tersebut datang

ke wilayah nusantara, para pemimpin agama tersebut

menyampaikan ajaran agama masing-masing kepada penduduk

setempat ajaran tersebut berupa konsep tentang ketuhanan,

nilai-nilai maupun norma yang perlu diketahui oleh

masyarakat pemeluk agama itu masing-masing sebagai gagasan

pertama yang oleh antopolog disebut culture system, pada

tahap pertama, ini terjadi proses transfer nilai-nilai dan

norma-norma agama dari pemimpin agama kepada masyarakat,

transfer ini dalam psikologi pendidikan disebut aspek

kognitif (yang menyangkut pengetahuan agama)

Selanjutnya pada tahap masyarakat diarahkan kepada

bagaimana melaksanakan ajaan agama masing-masing

pengetahuan agama yang telah dimiliki oleh masyarakat

penganutnya diharapkan dapat dilakonkan, baik dalam upacara

yang resmi seperti kepibadatan, maupun dalam pola tingkah

laku keseharian lakon agama ini ditekankan pada penguasaan

sikap dan tingkah laku (Afektif) pada tahap ini terlihat

8

bahwa ajaran agama sudah mencapai tingkat yang dalam

pendekatan antropologi disebut social system, agama sudah

diwujudkan dalam bentuk kegiatan hidup dimasyarakat.

Di tahap berikutnya, terciptanya benda keagamaan, baik

dalam bentuk keagamaan maupun kaya para penganut agama itu

masing pada tahap ini, untuk kepentingan melaksanakan

aktivitas keagamaan, maka dibangun rumah-rumah ibadah

dengan segala kelengekapannya, selannjutnya untuk membakuan

ajaran agama di masyarakat ditulis dan dibukukan ajaran

agama tersebut, tahap ini merupakan tahap akhir dari

pemantapan ajaran agama dalam suatu masyarakat, dan pada

tahap ini dalam pandangan oara antropolog, sudah terwujud

suatu bentuk kebudayaan fisik.10

Lingkungan kebudayaan yang bersumber dari ajaran agama ini

kemudian mempengaruhi sikap keberagaman masyarakat

indonesia hingga sekarang, pada wilayah tertentu sikap

keberagaman ini dipengaruhi oleh agama Hindu, pada wilayah

lain oleh kristen, dan wilayahnya selanjutnya oleh agama

Islam, di sini terlihat bagaimana tradisi keagamaan yang

telah berlangsung sejak empat bebas abad lalu masih ikut

mempengaruhi sikap keagamaan masyakat.

Menurut obert C.Monk memang pengalaman agama umumnya

bersifat individual, tetapi kaena pengalaman agama yang

dimiliki umumnya selalu menekankan pada pendekatan

keagamaan bersifat pribadi hal ini senantiasa mendorong

seseorang untuk mengembangkan dan menegaskan keyakinan itu

dalam sikap dan tingkah laku, dan pratik keagamaanyang

dianutnya. Inilah sisi-sisi sosial (kemasyarakatan) yang

menjadi unsu pemelihara dan pelestarian sikap paa individu

yan menjadi anggota masyarakat tersebut.

Monk melihat bagaimana hubungan antara sikap keagamaan

dengan tradisi keagamaan, sikap keagamaan perorangan dalam

10 Material culnare sudah terwujud suatu bentuk kebudayaan fisik

9

masyarakat yang menganut suatu keyakinan agama merupakan

unsur penopang bagi terbentuknya tradisi keagamaan.

Tadisi keagamaan menurut monk menunjukkan kepada

kompleksitas pola-pola tingkah laku, sikap dan kepercayaan

atau keyakinan yang befungsi untuk menolak atau menaati

suatu nilai penting (nilai-nilai) oleh sekelompok oang yang

dipelihara dan diteruskan secara berkesinambungan selama

priode tertentu.11

Penolakan terhadap pola tingkah laku, sikap dan

keyakinan dalam kaitannya dengan keagamaan juga merupakan

tradisi keagamaan, sebab bagaimanapun penolakan tersebut

telah membentuk suatu pandangan tertentu yang berbeda

dengan pola tingkah laku, sikap maupun keyakinan suatu

agama, hal ini dapat dilihat dari penolakan terhadap

tradisi keagamaan yang sudah mapan oleh martin luther,

penolakan itu kemudian melahirkan tradisi keagamaan baru

yaitu protestan.

Selanjutnya ketaatan terhadap pola tingkah laku, sikap

dan keyakinan terhadap nilai-nilai penting dalam suatu

agama (seperti halnya penolakan) akan melahirkan bentuk

tradisi keagamaan, tradisi12 seperti ini umumnya akan

dipertahankan dan bahkan diwariskan dari suatu generasi ke

generasi selanjutnya, meskipun meungkin dalam alih generasi

tersebut ada unsur-unsur tertentu yang berubah, namun

masalah yang dinilai prisip masih tetap dipertahankan,

sebab bagaimanapun menurut Robert C. Monk tradisi keagamaan

dan keyakinan Komunitas bergantung kepada taggung jawab dan

partisipasi perorangan yang menjadi anggotanya, kondisi

seperti ini seperti itu sebaliknya memberi dukungan dan

bimbingan kepada setiap pemeluk keyakinan yang di maksud

11 Robet C. Monk, 1979 : 26412 Robet C. Monk, 1979 : 267

10

sehingga timbuk rasa memiliki pada diri masing-masig,

semuanya itu, kata monk, iku membatnu memperjelas jati diri

individu dan hal ini akan berperan dalam mengatasi krisis

yang dialami oleh pemeluk keyakinan itu masing-masing.

Tradisi keagamaan dan sikap keagamaan saling

mempengaruhi, sikap keagamaan mendukung terbentuknya

tradisi keagamaan, sedangkan, tradisis keagamaan sebagai

lingkungan kehidupan turut memberi nilai norma pola tingkah

laku keagamaan kepada seseorang. Dengan demikian, tradisi

keagamaan membeeri pengaruh dalam membentuk pengalaman dan

keasadaran agama sehingga terbntuk dalam sikap keagamaan

pada diri seseorang yang hidup dalam lingungan tradisi

keagamaan tertentu.

Bagaimana pengaruh tradisi keagamaan terhadap sikap

keegamaan ini dapat dilihat dari contoh yang paling

sederhana seorang muslim yang dibesarkan dilingkungan

keluarga yang taat akan menunjukkan sikap yang menilak

ketika diajak masuk kekelenteng, pure atau gereja,

sebaliknya hatinya akan ternteram saat menjejakkan kakinya

ke mesjid, demikian pula seorang penganut agama katolik,

budha ataupun hindu akan mengalami hal yang serupa, jika

masing-masing diajak masuk ke rumah ibadah agama lain yang

bukan agama yang dianutnya, meskipun yang menjadi arsitek

mesjid istiqal adalah seorang katolik bernama fredrik

Silaban, namun pemeluk agama Katolik lainnya akan mengalami

suatu kondisi yang berbeda saat masuk ke istiqlal

dibandingkan saat masuk ke katerdral.

Sikap keagamaan yang terbentuk oleh tradisi keagamaan

merupakan bagian dari pernyataan jati diri sseorang dalam

kaitan dengan agama yang dianutnya, sikap keagamaan ini

akan ikut mempengaruhi cara berfikir, cita rasa, ataupun

penilaian seseorang terhadap segala sesuatu yang berkaitan

dengan agama tradisi keagamaan dalam pandangan Robert C.

11

Monk memiliki dua fungsi utama yang mempunyai peran ganda,

yaitu bagi masyarakat maupun individu, fungsi yang pertama,

adalah sebagai kekuatan yang mampu membuat kestabilan dan

keterpaduan masyarakat maupun individu, sedangkan fungsi

kedua tradisi keagamaan sebagai agen perubahan dalam

masyarakat atau diri individu, bahkan dalam siatusasi

terjadinya konflik.13

Dalam konteks pendidikan, tradisi keagamaan merupakan

isi pendidikan yang bakal diwariskan generasi tua kepada

generasi muda, sebab, pendidikan menurut Hasan Langgulung,

C. Kebudayaan dalam era Global dan pengaruhnya terhadap jiwa

keagamaan

Era global14 umumnya digambarkan sebagaikehidupan

masyarakat dunia yang menyatu, karena kemajuan teknologi,

manusia antar negara mejnadi mudah berhubungan baik melalui

kunjungan secara fisik, karena alat tranportasi sudah

bukan merupakan penghambat bagi manusia untuk smelewati ke

berbagai tempat di sentero bumi ini, atapun melalui

pemanfaatan perangkat komunikasi.

Era global saling pengaruh sehingga segala sesuatu

yang sebelumnya dianggap sebagai milik suatu bangsa

tertentu akan terangkat menjadi milik bersama, dibayangkan

bahwa buah apel dan anggur sebagai tanaman wilayah

subtopis akan dapat dibeli dan dikonsumsi oleh mereka yang

tinggal di daerah beriklim dingin atau masyarakat di

wilayah tropis, dan mungkin saja tari pndet yang berasal

dari budaya bali aan dapat ditonton atau dilakonkan oleh

para penari kebangsaan denmakr dan brasil demikian pula

gejala penyakit AIDS akan menyebar ke seluruh dunia,

sebagai dampakd ari kunjungan wisata antar bangsa.

13 Robert c. Monk, 1979 : 26214 Era global yakni era persatuan umat manusia

12

Tetapi menurut David C. Korten, ada tiga krisis yang

bakal dihadapi manusia secara globals kesadaran akan

krisis ini sudah muncul sekitar tahun 1980an,yaitu

kemiskinan serta kekerasan sosial. Gejala tersebut akan

menjadi mimpi buruk kemanusiaan di abd 2115 selanjutnya ia

menginventarisasi ada 21 permasalahan yang secara global

akan dihadapi manusia, yaitu

1. Pemulihan lahan Kosong Yang kritis

2. Mengkonservasi dan mengalokasi sumber air yang langka

3. Mengurangi polusi udara

4. Memperkuat dan memelihara lahan pertanian kecil

5. Mengurangi tingkat pengangguran yang kronis

6. Jaminan terhadap pemeliharaan hak-hak asasi manusia

7. penyediaan kredit bagi kegiatan ekonomi berskala kecil.

8. usaha pengurangan persenjataan dan militerisasi

9. pengawasan terhadap suhu udara secara global

10.Penyediaan tempat tinggal bagi tunawisma

11.Pertemuan yang membutuhkan pendidikan dua bahasa

12.Pengurangans tingkat kelaparan, tuna aksara, dan tingkat

Kematian bayi untuk menambah jumlah penduduk

13.Mengurangi tingkat kehamilan remaja

David. C. Konten : 1990 : 11

14.Mengatur pertambahan penduduk dan pengaturan pertimbngan

15. Meningkatkan kewaspadaa masyarakat terhadap permasalan

yang menyangkut perkembangan global

16. Peningkatan kewaspadaan terhadap pengrusakan alam

17. Menyediakan fasilitas bagi kesepakatan untuk mengurangi

berbagai ketegangan regional yang disebabkan perbedaan

etnis

18. Menghilangkan atau membersihkan hujan asam

19. Penyembuhan terhadap korban penyakit AIDS serta

pengawasan penyebaran terjangkitnya wabah tersebut

15 David C. Korten 1990 : 11

13

20. Menempatkan kembali atau memulangkan para pengugsi

21. pengawasan terhadap lalu lintas perdagangan alkohol dan

penyalahgunaan obat bius

Keseluruhan permasalahan ini menurut David C. Korten

merupakan contoh ilustrasi yang harus dihadapi bersama oleh

seluruh negara di dunia ini tanpa memandang letak geografis

maupun tigkat perkembangan.16 Melihat gejala dimaksud akan

dialami oleh masyarakat dunia secara menyeluruh sebagai dampak

dari globalisasi

Gejala serupa itu merupakan tantangan yang bakal

dihadapi masyarakat dunia era globalisasi, suatu krisis

kemanusiaan menyuruh sebagai akibat dari perkembangan yang

keliru dari peradaban manusia yang berkaitan erat dengan

keadilan, perkembangan yang berkelanjutan serta keterasingan,

kekeliruan tersebut terjadi karena kekeliruan dalam sistem

pengelolaan hubungan antar manusia dan sistem pengelolaan

lingkungan.17

Agaknya musibah global ini pula yang mendorong para

futurulog meramalkan bahwa di abad ke 21 ini umat manusia

merindukan kehidupan beragama, tetapi menjelang terjadinya

keadaan yang diketengahkan oleh david, korten tersbut dampak

kemajuan teknologi dan komunikasi telah ikut menimbulkan rasa

kekhawatiran masyarakat dunia, disamping nilai positif yang di

tampilkan oleh kemajuan tersebut.

Dalam kaitannya dengan jiwa keagamaan, baragkali dampak

globalisasi itu dapat di lihat melalui hubungannya dengan

perubahan sikap, Prof. Dr. Mar’at mengemukakan beberapa teori

mengenai perubahan sikap ini, menurut teori yang dikemukakan

oleh Osgood dan tannenbaum perubahan sikap akan terjadi jika

16 David C. Korten : 1990 : 14817 David C. Korten : 1990 : 11

14

terjadi persamaan perspei pada diri seseorang atau masyarakat

terhadap sesuatu.18

Selanjutnya menurut teori festinger, bahwa perubahan

seakan terjadi apabila terjadi keseimbangan kognitif

(pengetahuan) terahdap lingkungan.19 Dengan demikian perubahan

sikap dari seseorang atau masyarakat akan terjadi apabila

menurut pengetahuan mereka kemajuan teknologi yang dialaminya

di era globalisasi sejalan dengan pengetahuan dan

pemikirannya, hal ini akan memberi dampak penerimaan pengaruh

yang datang, sedangkan menurut teori reactance, manusia akan

menerima sesuatu dengan mengubah sikap yang sebelumnya

menentang apabila menurut penilainnya sesuatu itu akan

mengarah kepada aktivitas yang lebih aktif (ma’rat 1981 : 47)

teori ini mengisaratkan bahwa penerimaan terahdap sesuatu

didasarkan atas manfaat pada kativitas seseorang.

Sebaliknya dalam terori fungsional dikemukakan bawh

perubahan sikap tergantung dari pemenuhan kebutuhan

pertubahan sikap ini menurut pendekatan psikologis adalah

berupa kecendrungan yang besar untuk menyenangi sesuatu jadi,

apabila seseorang merasa sependapat dengan sesuatu maka akan

timbul simpati pada garis besarnya peroses perubahan sikap

tersebut dapat digambarkan melalui dua jalur yaitu proses

rasional dan proses emosional.

Proses rasional diawali oleh adanya perhatian, pemahaman,

penerimaan dan berakhir pada keyakinan, sedangkan proses

emosional berawal dari perhatian, simpati, menerima, dan

berahir pada minat, mengacu kepada kedua proses bagaimana

seseorang atau masyarakat mengubah sikap, dari tidak menerima

menjadi menerima sesuatu berawal dari tingkat perhatian,dalam

hal inilah barangkali dapat dilihat hubunga antara pengaruh

kebudayaan dalam era globalisasi dengan pembentukan jikwa

18 Mar’at 1981 : 4419 Mar’at 1981 : 44

15

keagamaan, seperti dikemukakan oleh parsudi suparlan, bahwa

kebudayaan terdiri dari pranata-pranata primer dan pranata

sukunder.

Pranata primer tidak dengan mudah dapat berubah begitu

saja sedangkan pranata sekunder sifatnya lebih fleksibel,

pranata ini dapat denan mudah diubah struktur dan peranan

serta hubungan antar peranannya maupun norma yang berkaitan

dengan itu sesuai dengan perhitungan rasional yang

menguntungkan yang dihadapi sehari-hari.

Tradisi keagamaan yang termasuk pranata primer memang

sulit untuk menerima perubahan begitu saja, namun pratana-

pratana sekunder lainnya dapat dengan mudah berubah, di sini

terlihat bahwa kelestarian tradisi, seperti tulis Robert Monk,

sangat tergantung dengan invidu pendukungnya, dengan demikian,

kelestarian dan uapaya pemeliharaan pranata keagamaan sebagi

unsur kebudayaan banyak tergantung dari penganut agama itu

sendiri.

Menurut pendekatan psikolog keterikatan terhadap tradisi

keagamaan lebih tinggi pada orang-orang yang sudah berusaha

lanjut ketimbang generasi muda, tingkat usia ikut menentukan

dalam hal ini, temuan ini setidaknya menunjukkan bahwa

perubahan sikap terhadap perubahan yang terjadi akan lebih

mudah terjadi dikalangan generasi muda, mereka lebih mudah

menerima perubahan dibandingkan dengan generasi lebih tua.

Gejala Kecendrungan ini tampak pada proses perubahan

sikap generasi muda ditanah air terhadap berbagai tradisi

keagamaan. Perayaan tahun baru (1 januari) setiap tahun

tampaknya sudah bukan lagi dianggap sebagai tradisi keagamaan

dan agama tertentu, melainkan sudah diangga sebagai perayaan

nasional hal ini mengisayatkan terjadi pelunturan norma dan

nilai keagamaan dikalangan generasi muda, tradisi keagamaan

cendrung ditanggapi tanpa disertai emosi dan rasio keagamaan

niali kebudayaan yang bersumber kepada ajaran suatu agama

16

beralih menjadi nilai sosial, dengan demikian, terjadi

pergeseran nilai dari yang sakral kepada yang profan.

Kedua kecendrungan tersebut menurut pendekatan psikologis

berisi ciri-ciri kepribadian yagn ditampilkan kelompok

introvet dan eksrovet gajah kejiwaan yang dimiliki orang yang

inrovet lebih tertutup terhadap perubahan yang terjadi,

sedangkan ekstriver lebih bersifat terbuka dan mudah menerima,

tetapi yang jelas era globalisasi dipandang dari sudut

teknologi adalah modernisasi puncak bagi peradan manusia.

Ciri-ciri manusia modern menurut alex inkeles adalah 1)

terbuka dan bersedia menerima hal-hal yang baru dari inovasi

dan perubahan 2) beroritentasi demokratis dan mampu memiliki

pendapat yang tidak selalu sama dari lingkungannya sendiri 3)

berpijak pada kini mendatang, menghargai wktu, konsisten, dan

sistematik dalam setiap urusan, 4) selalu terlibat pada

perencanaan dan pengorganisasian 5) mampu belajar lebih lanjut

untuk mengusai lingkungan 6) memiliki keyakinan bahwa

segalanya dapat diperhitungkan 7) menyadari dan menghargai

harkat dan pendapat orang lain 8) percaya kepada kemampuan

iptek, 9) menjunjung tinggi keadilan berdasarkan prestasi

kotnibusi dan kebutuhan 10) berorientasi kepada produktivitas,

efektivitas, dan efisieni.20

Era Global memberikan perubahan besar pada tatanan dunia

secara menyeluruh dan perubahan itu dihadapi berasma sebagai

suatu perubahan yang wajar, sebab mau tidak mau, siap tidak

siap perubahan itu diperkirakan bakal terjadi, dikala itu,

manusia dihadapkan pada paradaban umat manusia, sedangkan di

sisi lain manusia dihadapkan kepada malapetaka sebagai dampak

perkembangan dan kemajuan modernisasi dan perkembangan

teknologi itu sendiri, seperti yang dikemukakan oleh David. C.

Korten.

20 Mastuhu, 193 : 103

17

Dalam kondisi seperti itu, barangkali manusia akan

mengalami konflik batin secara besar-besaran, konflik tersebut

sebagai dampak dari ketidakseimbangan antara kemampuan iptek

yang menghasilkan kebudayaan materi dengan kekosongan ruhani,

kegoncangan batin yang diperkirakan akan melanda umat manusia

ini, barangkali akan mempengaruhi kehidupan psikologis

manusia, pada kondisi ini, manusia akan mencari penenteram

batin, antara lain agama, hal ini pula barang kali yang

menyebabkan munculnya ramalan futurulog bahwa di era Global

agama akan mempengaruhi jiwa manusia.

Era global ditandai oeh proses kehidupan mendunia,

kemajuan ilmu pengetahuan, dan teknologi, terutama dalam

bidang transportasi dan komunikasi serta terjatinya lintas

budaya, kondisi ini mendukung terciptanya berbagai kemudahan

dalam hidup manusia mobilitas mejnadi cepat oleh adanya

kemajuan bidang tranpotasi, kemudian dengan dukungan teknik

komunikasi yagn canggih, manusia dengan mudah dapat

berhubungan dan memperoleh informasi.

Kehidupan manusia di era global mengacu kehidupan

kosmopolitan (warga dunia), batas geografis segera seakan

melebur menjadi kawasan global (dunia yang satu), demikian

pula enan rasa kebangsaan kian menipis, kondisi seperti ini

tampaknya mulai dialami oleh bangsa-bangsa di negara Eropa,

mereka mulai tertarik kepada uni Eropa ketimbang negara

kebangsaan.

Dipihak lain, dampak dari mobilitas manusia yang semakin

tinggi dan kemudahan transportasi, terjadi proses lintas

budaya yang cepat dukungan dari kecanggihan sistem informasi,

menjadikan dunia semakin transparan, apa yang terjadi di suatu

tepat di wilayah tertentu, dengan mudah dan cepat tersebut dan

diketahui masyarakat dunia, hampir tidak ada yang bersembunyi

pengaruh ini ikut melahirkan pandangan yang serta boleh, apa

18

yang serba boleh(permissiveness). Apa yang sebelumnya di

anggap sebagai tabu,selanjutnya di terima dan di anggap biasa.

Sementara itu,nilai-nilai tradisional mengalami

penggerusan.Manusia mengalami proses perubahan sistem nilai,

bahkan mulai kehilangan pegangan hidup yang bersumber dari

tradisi masyarakatnya, termasuk kedalamnya sistem nilai yang

bersumber dari ajaran agama, era global dan millenium III

seakan menawarkan alternatif kehidupan baru bagi manusia,

yakni kekaguman terhadap hasil rekayasa Ilmu pengetahuan dan

teknologi yang menawarkan kemudahan dan kenikmatan bendawi,

di pihak lain, manusia juga dihadapkan pada upaya untuk

mempertahankan sistem nilai yang mereka anut.

Nilai sebagai suatu yang dianggap benar dan diyakini,

serta perlu dipertahankan, sementara itu, merekapun

memerlukan Produk teknologi yang menjanjikan kemudahan,

keamanan, dan kenyamanan hidup kondisi seperti ini dapat

menimbulkan keraguan dan kecemasan kemanusiaan (human anxiaty)

dalam siatusi yang cemas ini manusia mencari pilihan yang

diyakini dapat menentramkan jiwanya.

Dalam situasi seperti ini, bisa saja terjadi berbagai

kemungkinan pertama, mereka yang tidak ikut larut dalam

pengaguman yang berlebihan terhadap rekayasa teknologi dan

etap berpegang teguh pada nilai keagamaan, kemungkinan akan

lebih meyakini kebenaran agama, kedua golongan yang longgar

dari nilai-nilai ajaran agama akan mengalami kekosongan jiwa,

golongan ini sulit menentukan pilihan guna menentramkan

gejolak dalam jiwanya, oleh karena itu, adakalanya mereka

melarikan dirinya keagama-agama yang memiliki tradisi mistis

kecendrungan ini terkait dengan kebutuhan psikologis yang

sedang mengalami kegoncangan, Kecendrungan seperti ini pula

tampaknya yang diprediksi oleh alvin toffler, bahwa abad ke 21

sebagai era keberagaman.

19

Namun kegoncangan batin dapat pula mendorong manusia

untuk memperturutkan khayalan semuanya, goloanga ini mungkin

saja akan tetap bertahan dan larut dalam keterikatannya dengan

pengaguman terhadap kecanggihan teknologi, kecemasan batin

dinetralisasi dalam kenikmatan duniawi, pelarian diri ke

alkohol dan obat bius, walaupun bersifat semu, dianggap mampu

menentramkan kegelisahan batin, karena sifatnya sementara,

maka golongan yang salah pilih ini akan menghancurkan

kehidupannya.

Adapun kecendrungan berikutnya adalah dengan menicptakan

agama baru melalui berbagai ritus dan upacara yang

disakralkan, bila mereka dapat mempengaruhi dan mengumpulkan

banyak pengikut, akan muncul menjadi semacam gerakan

geagamaan, berbagai macam gerakan keagamaan seperti ini pada

hakikatnya merupkan tindakan kompesatif, hanya sekedar

enentramkan batin, mengisi jiwa yang mengalami kekosongan

nilai ruhaniah, dalam kondisi kesendirian kekosongan itu

terasa menyakitkan, hingga perlu mengajak orang lain secara

bersama-sama larut dalam upacara yang mereka rekayasa.

Era global diperkirakan memunculkan tiga kecendrungan

utama dalam kesadaran agam dan pengalaman agama, kecendrungan

pertama, berupa arus kembali ke tradisi keagamaan yang

liberal, kedua kecendrungan ke tradisi keagamaan pada aspek

mistis, sedangkan kecendrungan ketiga, adalah munculnya

gerakan sempalan yang mengatasnamakan agama.

Nilai-nilai keagamaan, kemungkinan akan lebih meyakini

kebenaran agama, kedua golongan yang longgar dari nilai-nilai

ajaran agama akan mengalami kekosonan jiwa, golongan ini sulit

menentukan pilihan guna menentramkan gejolak dalam jiwanya,

oleh karena itu, adakalanya mereka melarikan dirinyake agama-

agama yang memiliki tradisi msitis, kedendrungan ini terkait

dengan kebutuhan psikologis yang sedang mengalami kegoncangan,

20

kecendrungan seperti ini pula tanpaknya yang diprediksi oleh

alvin toffer, bahwa abad 21 sebagai era keberagaman.

Namun kegoncangan batin dapat pula mendorong manusia

untuk memperturutkan khayalan semuanya, golongan ini mungkin

saja akan tetap tertahan danlarut dalma keteriakatannya dengan

pengaguman terhadap kecanggihan teknologi, kecemasan batin

dinetralisasi dalam kenikmatan duniawi, pelarian diri ke

alkohol dan obat bius, walupun bersifat semu, dianggap mampu

menentramkan kegelisahan batin, karena sifatnya sementara,

maka golongan yang salah pilih ini akan menghancurkan

kehidupannya.

Adapun kecendrungan berikutnya adalah dengan menciptakan

agama baru melalui berbagai ritus dan upacara yang

disakralkan, bila mereka dapat mempengaruhi dan mengumpulkan

banyak pengikut, akan muncul menjadi semacam gerakan

keagamaan, berbagai macam gerakan keagamaan sperti ini pada

hakekatnya merupakan tindakan kompensif, hanya sekadar

menentramkan batin, mengisi jiwa yang mengalami kekosongan

nilai rohaniah, dalam kondisi kesendirian kekosongan itu

terasa menyakitkan. Hingga perlu mengajak orang lain secara

Bersama-sama laru dalam upacara yang mereka rekayasa.

Era global diperkirakan memunculkan tiga kecendrungan

utama dalam kesadaran agama dan pengalaman agama,

kecendrungan pertama, berupa arus kembali ke tradisi

keagamaan yang liberal, kedua kecendrungan ke tradisi

keagamaan pada aspek mistis, sedangkan kecendrungan ke tradisi

keagamaan pada spek mistis, sedangkan kecendrungan ketiga

adalah munculnya gerakan sempalan yang mengatasnamakan agama.

D. Agama Budaya dan Budaya Agama

Umumnya para agamawan terkesan sepakat denan pembagian

agama menjadi agama samawi (langit) dan agama budaya,

pembagian sperti ini dikenal dalam kajian ilmu perbadingan

21

agama, agama samawi bersumber daru kitabs suci yang yang

diajarkan disampaikan oleh para rasul agama besar dunia

seperti Yahudi, Kristen, dan islam dimaksudkan sebagai agama

samawi, sedangkan yang dimaksud dengan agama budaya, adalah

agama yang lahir dari pemikiran atau perkembangan budaya

manusia kepercayaan kepada sesuatu yang melahirkan sistem

kepercayaan yang secara umum disebut agama yang sejauh ini

sebagian besar pengalaman manusia lebih banyak berdasarkan

atau berpusatkan legenda dan mitologi. 21

Agama memang bagian dari fitrah manusia, ungkap murtadha

muthahhari (1998), kehadiran rasul membawa agama tuhan adalah

untuk mengingatkan kepada manusia akan yang dimiliki itu,

senada dengan pandangan tersebut,menurut Ibn Thaimiyyah, dari

segi kemanusiaan agama itu juga dapat didekati dari sudut

kenyataan, bahwa agama di sebut sebagai fitrrah yang

diwahyukan (fithrab munazzalah) , untuk menguatkan fitrah yang

sudah ada dalam diri manusia secara alami (fithrah majbulah).

Ini berarti, bahwa agama adalah kelanjutan dari ”natur”

manusia itu sendiri, dan merupakan wujud nyata dari

kecenderungan alaminya (Nurcholis Masjid, 1992: xiii). Dengan

demikian,mereka yang tidak memperoleh informasi wahyu,

terdorong untuk ”menciptakan”agama sendiri.

Sebagai pakar sosiologi selo soemardjan melihat agama dari

sudut sosiologi, menurutnya agama memang bersumber dari ajaran

ilahi, namun bila sudah dimplementasikan dalam kehidupan

manusia, maka ia menjadi sbagian budaya, sejalan dengan

pandangan ini, makaada yang menggolongkan budaya dalam 1)

budaya iptek dan 2) budaya agama, golongan pertama, adalah

budaya yang lahir dari ilmu pengetahuan dan teknologi,

sedangkan yang kedua, adalah budaya yang lahir dari nilai-

nilai ajaran gama, bangujnangedung sebagai karya arsitektur

termasuk budaya yang lahir dari nilai-nilai ajaran agama,

21 Nurcholish madjid, 1992 :99

22

bangunan gedung sebagai karya arsitektur termasuk budaya

iptek, namun bangunanrumah ibadah, serta prosei ibadahnya

termasuk budaya agama.

Atas pembagian ini, seyogyanya acara keagamaan dapat

dibedakan dari acara formal yang non aama dan murni budaya,

cara keagamaan lazimnya mengandung unsur-unsur sakral, hingga

mereka yang terlibat di dalamnya mersakan kehidmatan, namun

dalma kehidupan masyarakat modern tampaknya perbedaan itu

sudah kain menipis, acara sekaten yang bersumber dari

peringatan maulid nabi, terkesan sudah dianggap sebagai acara

yang bersifat rekreatif, kondisi yang tak jauh berbeda juga

dialami oleh masyarakat hindu di bali, upacara-upacara

keagamaan sebagian besar sudah mengarah ke atraksi.

Atas pembagian ini, seyogyanya acara keagamaan dapat

dibedakan dari cara formal yang non agama dan murni budaya,

acara kegamaan, lazimnya mengandung unsur sakral, hingga

mereka yang terlibat di dalamnya merasakan kehidmatan, namun

dalam kehidupan masyarakat modern tampaknya perbedaan itu suda

kian menipis, acara ekaten yang bersumber dari peringatan

maulid nabi, terkesan sudah dianggap sebagai acara yang

bersifat rekreatif, kondisi yang tak jauh berbeda juga dialami

oleh masyarakat hindu.

E. Sintemen keagmaan

Baru-baru ini masyarakat dikagetkan oleh masalah yang

telah menimbulkan gejolak munculnya sentimen keagamaan, dalam

skala internasional, adalah kasus pemuatan karikatur nabi

Muhammad saw.

Secara etimilogis22 senitimen diartikan sentimen diartikan

sebagai semacam pendapat atau pandangan yang didasarkan

perasaan yang berlebih-lebihan terhadap sesuatu yang

bertentangan dengan pertimbangan pikiran.

22 Etiomologi, secara sejarah KBBI, 1990 : 851

23

Sistem adat yang bersumber dari ajaran agama dikatikand

engan nilai kekudusan didalamnya termuat segala sesuatu yang

diangghap suci oleh penganutnya nilai-nilai kesucian tersebut

mencakup unsur ghaib yang berhubungan dengan sembuhan, tokoh,

sumber ajaran perangkat tempat serta aktivitas, unsur

sembahan ditempatkan pada tingkat yang paling suci ini dikenal

seaghao tuhan atau dewa, lalu ada tokoh suci seperti nabi,

rasul rahib dan seumpamanya, di saping itu, pemeluk agama pun

mengenal adanya kitab suci sebagai sumber ajaran, kemudian

juga dikenal adanya perangkat suci keagamaan.

24

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Tradisi keagamaan menurut monk menunjukan kepada

kompleks sitas pola-pola tingkah laku,sikap-sikap dan

kepercayaan atau keyakinan yang berfungsiuntuk menolak atau

menaati suatu nilai penting oleh sekelompok orang yang

dipelihara dan di teruskan secara berkesinambungan selama

periode tertentu. Penolakan terhadap pola tingkah

laku,sikap dan keyakinan dalam kaitanya dengan keagamaan

juga merupakan tradisi keagamaan.sebab,bagaimanapun

penolakan tersebut telah membentuk suatu pandangan

tertentuyang berbeda dengan pola tingkahlaku ,sikap maupun

keyakinan suatu agama. Hal ini dapat dilihat dari

pendidikan tradisi keagamaan yang sudah mapan oleh martin

luther. Penolakan itu kemudian melahirkan tradisi keagamaan

baru,yaitu protesta.

Selanjutnya ketaatan terhadap nilai-nilai penting

dalam suatu agama akan melahirkan bentuk tradisi keagamaan.

Tadisi seperti ini umumnya akanb dipertahankan dan bahkan

diwariskan dari suatu generasi tersebut ada unsur tertewntu

yang berubah , namun masalah-masalah yang dinilai pinsip

masih teta dipertahsankan. Sabab bagaimanapun tadisi

keagamaan dan keyakinan komunitas bergantung kepada

tanggung jawab dan partisipasi perorangan yang menjadi

anggotanya. Kondisi seperti itu sebaliknya memberi dukungan

dan bimbingan kepada setiap pemeluk keyakinan yang di

maksudnya sehingga timbull rasa memiliki pada dii masing-

masing , semuanya itu,kata monk,ikut membantu memperjelas

jati dii. Individu dan hal ini akan berperan dalam

mengatasi krisis yang dialami oleh pemeluk keyakinan itu

masing-masing.

25

b. Saran

Saya sebagai penulis menyadari bahwa tulisan saya

masih banyak kekurangan dan kesalahan baik segi penlisan

maupun pemaparan materi, oleh karena itu saya harap kepada

para pembaca dapat memnberikan kritikan dan saranya kepada

tulisabn saya ini, atas saran –saran nya saya ucapkan

terima kasih.

26

DAFTAR PUSTAKA

- Prof. Dr. H.Jailudin 2008, Psikologi Agama, Jakarta,

PT.Raja grafinda persada.

- Prof Drs. Jailudin. 1987. Pengantar ilmu jiwa Agama.

Jakata . PT kalam mulia.

- Drs. H. Ahyadi abdul aziz . 1995. Bandung. PT . Algen

sindo.

- Dra. Hartati netty. 2008. Islam Dan Psikologi Jakarta. PT

Raja Wali Press.

27

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kehadirat Allah SWT semoga

rahmad dan hidayahnya serta keselamatan dilimpahkan kepada

kita semua, slawat dan salam kita atukan kepada penghulu alam

semesta yaitu nabi Muhammad SAW yang mana telah membawa kita

ke alam yang penuh terang benderang dan beilmu pengetahuan

seperti yang kita rasakan sekarang ini, karena berkat dan

rahmat beliaulah sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas

kelompok “Psikologi Agama” tentang “pengaruh kebudayaan

terhadap jiwa keagamaan” semoga dengan adanya makalah ini

dapat menambah wawasan kita semua terutama tentang pengaruh

kebudayaan terhadap jiwa keagamaan yang diajukan oleh dosen

Pengampu Bapak.

Dan tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada

rekan-rekan yang telah ikut membantu dalam menyelesaikan

makalah ini, penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah

ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu penulis

mengharapkan kitikan dansaran dari pembaca semua demi

kesempurnaan penulisan makalah berikutnya

Demikianlah semoga segala amal danusaha yang kita kejakan

di ridhoi oleh Allah SWT dan semoga juga bermanfaat bagi kita

semua Amin.

Tembilahan, 12 Desember 2009

Penulis

Kelompok VI

28

i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN......................................... 1

A. Latar Belakang.................................... 1

B. Rumusan Masalah................................... 1

C. Tujuan Penulisan.................................. 1

BAB II PEMBAHASAN........................................... 2

A. Tradisi Keagamaan dan Kebudayaan.................. 2

B. Tradisi keagamaan dan sikap keagamaan............. 5

C. Kebudayaan dalam era global, dan pengaruh terhadap

jiwa keagamaan.................................... 11

D. Agama Budaya dan Budaya Agama.................... 20

E. Sentimen Keagamaan................................ 22

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan........................................ 24

B. Saran............................................. 25

DAFTAR PUSTAKA

29ii