3. isi2

19
 BAB 1 PENDAHULUAN Retini tis pig men tosa (RP) adalah kel omp ok kelainan yan g dit uru nka n (inherited disorders) yang ditandai dengan kehilangan penglihatan perifer yang  berkelanjutan (progressive peripheral vision loss) dan kesulitan melihat di malam har i atau dengan cahaya sur am (nycta lop ia) yang men imb ulkan keh ila nga n  penglihatan sentral (central vision loss). 1,2,3,6,7,11 RP memengaruhi 1 dari 5000 penduduk di seluruh dunia. RP biasanya didiagnosis pada masa dewasa muda (young adulthood), meskipun dapat juga dit emu kan pad a masa kanak-kanak (infancy) hin gga per tengah an usi a 30- an sampai 50-an. Kematian sel fotoreseptor (sebagian besar adalah fotoreseptor sel  batang/rod). Defek molekuler (molecular defects) pada lebih dari seratus gen yang  berbeda. Pada 75% kasus X-linked RP disebabkan oleh mutasi pada gen RPGR. 3,9,10 Kasus autosomal dominant RP disebabkan oleh mutasi pada "the gene for rhodopsin" (gen pembentuk rhodopsin/red photopigment), sekitar 15% kasus ini merupakan mutasi single point. Pada beberapa kasus RP autosomal recessive, ditemukan adanya mutasi pada beta-phosphodiesterase, suatu protein penting pada  phototransduction cascade. 2,9 1

Upload: lanna-harumiya

Post on 15-Jul-2015

127 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: 3. isi2

5/13/2018 3. isi2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/3-isi2 1/19

 

BAB 1

PENDAHULUAN

Retinitis pigmentosa (RP) adalah kelompok kelainan yang diturunkan

(inherited disorders) yang ditandai dengan kehilangan penglihatan perifer yang

 berkelanjutan (progressive peripheral vision loss) dan kesulitan melihat di malam

hari atau dengan cahaya suram (nyctalopia) yang menimbulkan kehilangan

 penglihatan sentral (central vision loss). 1,2,3,6,7,11

RP memengaruhi 1 dari 5000 penduduk di seluruh dunia. RP biasanya

didiagnosis pada masa dewasa muda (young adulthood), meskipun dapat juga

ditemukan pada masa kanak-kanak (infancy) hingga pertengahan usia 30-an

sampai 50-an. Kematian sel fotoreseptor (sebagian besar adalah fotoreseptor sel

 batang/rod). Defek molekuler (molecular defects) pada lebih dari seratus gen yang

 berbeda. Pada 75% kasus X-linked RP disebabkan oleh mutasi pada gen RPGR.

3,9,10

Kasus autosomal dominant RP disebabkan oleh mutasi pada "the gene for 

rhodopsin" (gen pembentuk rhodopsin/red photopigment), sekitar 15% kasus ini

merupakan mutasi single point. Pada beberapa kasus RP autosomal recessive,

ditemukan adanya mutasi pada beta-phosphodiesterase, suatu protein penting pada

 phototransduction cascade. 2,9

1

Page 2: 3. isi2

5/13/2018 3. isi2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/3-isi2 2/19

 

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Histologi Retina

Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan dan

multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata.

Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliari dan

 berakhir di tepi ora serata. Pada orang dewasa, ora serata berada sekitar 6,5mm di

 belakang garis schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini pada

sisi nasal. Di sebagian besar tempat retina dan epitelium pigmen retina mudah

 berpisah hingga membentuk suatu ruang subretina, seperti yang terjadi pada

ablasio retina. Tetapi pada diskus dan ora serata, retina dan eiptelium pigmen

retina saling melekat kuat, sehingga membatasi perluasan cairan subretina pada

ablasio retina. 1,3,4

Gambar 1. Anatomi retina.8

2

Page 3: 3. isi2

5/13/2018 3. isi2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/3-isi2 3/19

 

Retina mempunyai tebal 0,12 mm pada ora serata dan 0,23 mm pada

kutub posterior. Di tengan-tengan kutub posterior terdapat makula yang

mengandung xanthophylls (pigmen kuning). Secara histologis makula terdiri dari

dua atau lebih lapisan sel ganglion dengan diameter 5-6 mm. Makula berwarna

kuning akibat akumulasi dari karotenoid teroksidasi khususnya lutein dan

zeaxhantine di tengah-tengah makula. Karotenoid ini berperan sebagai

antioksidan dan berfungsi untuk memfilter gelombang sinar biru yang berperan

dalam retinitis solar. 1,3,4

Di tengah-tengah makula terdapat fovea (fovea sentralis) dengan diameter 

1,5 mm dan di dalamnya terdapat fotoreseptor yang berperan dalam ketajaman

  pengihatan dan penglihatan warna. Di dalam fovea terdapat  foveal avascular 

 zone. Di tengah-tengah fovea foveola dengan diameter 0,35 dan di dalamnya

tersusun padat sel kerucut. Di sekitar fovea terdapat lingkaran yang berdiameter 

0,5 mm yang disebut parafoveal dimana tersusun dari lapisan sel ganglion,

lapisan inti dalam dan lapisan pleksiformis luar yang tebal. Di sekeliling daerah

ini terdapat lingkaran berdiameter 1,5 mm, disebut perifoveal zone.1,3,4

Gambar 2. Anatomi makula yang disebut juga area sentralis atau pole

 posterior. 3

3

Page 4: 3. isi2

5/13/2018 3. isi2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/3-isi2 4/19

 

Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi dalamnya adalah sebagai berikut : 1,3,4,8

Membrana limitans interna• Lapisan serat saraf yang mengandung akson-akson sel ganglion yang

 berjalan menuju nervus optikus

• Lapisan sel ganglion

• Lapisan pleksiformis dalam yang mengandung sambungan-sambungan sel

ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar 

• Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal

• Lapisan pleksiformis luar, yang mengandung sambungan-sambungan sel

 bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor 

• Lapisan inti luar sel fotoreseptor 

• Membrana limitans eksterna

• Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut

• Epitelium pigmen retina

4

Page 5: 3. isi2

5/13/2018 3. isi2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/3-isi2 5/19

 

Gambar 3. Lapisan retina.8

Lapisan dalam retina (mulai dari lapisan membran limitans interna sampai

lapisan inti dalam) diperdarahi oleh arteri retina sentralis yang berasal dari arteri

optalmika. Lapisan retina sisanya tidak mempunyai pembuluh darah dan

memperoleh nutrisi secara difusi dari lapisan koroid yang kaya akan kapiler.

Arteri retina sentralis memasuki orbita bersama dengan nervus optikus dan

  bercabang menjadi empat percabangan yaitu cabang superior-nasal, superior 

temporal, inferior-nasal, inferior temporal. Arteri-arteri ini tidak mempunyai

anastomosis sehingga apabila terjadi sumbatan akan menyebabkan infark retina.

Retina tidak mempunyai persarafan sensoris sehingga kerusakan pada retina tidak 

akan menyebabkan nyeri. 1,3,4

2.2. Fisiologi Retina

Retina terdiri atas fotoreseptor yang berperan dalam proses penglihatan

yaitu fotoreseptor batang dan kerucut. Kedua fotoreseptor ini mengandung

5

Page 6: 3. isi2

5/13/2018 3. isi2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/3-isi2 6/19

 

komponen kimia yang sensitive terhadap cahaya yang berperan dalam proses

  penglihatan. Pada sel batang dikenal dengan rodopsin dan pada sel kerucut

dikenal dengan pigmen warna yang mempunyai susunan yang sedikit berbeda

dengan rodopsin. 5

Segmen terluar dari sel batang yang mendekati lapisan pigmen retina

mengandung rodopsin sekitar 40%. Rodopsin merupakn kombinasi dari protein

scotopsin dengan pigmen karotenoid retina. Retina mempunyai bentuk rantai 11-

cis. Bentuk cis ini penting karena hanya bentuk ini yang dapat mengikat scotopsin

untuk membentuk rodopsin. 5

Ketika energi cahaya diabsorpsi oleh rodopsin, maka akan terjadi

dekomposisi rodopsin menjadi fraksi yang sangat kecil menjadi barthorhodopsin.

Kemudian barthorhodopsin berubah menjadi lumirhodopsin kemudian menjadi

metarhodopsin I dan terakhir menjadi metarhodopsin II. Bentuk akhir ini,

metarhodopsin, dikenal juga sebagai rodopsin yang teraktivasi yang mengeksitasi

 perubahan impuls listrik di dalam sel batang melalui proses hiperpolarisasi sel

 batang yang .kemudian menyampaikan impuls visual ke system saraf pusat. 5

6

Page 7: 3. isi2

5/13/2018 3. isi2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/3-isi2 7/19

 

Gambar 4. Aktivasi rodopsin. 5

Pembentukan rodopsin diawali dengan isomerisasi rantai all-trans retinal 

menjadi rantai 11-cis retina dengan bantuan enzim retinal isomerase. Setelah 11-

cis retina terbentuk secara otomomatis akan berikatan dengan skotopsin dan

membentuk rodopsin yang akan tetap stabil sampai terjadi dekomposisi kembali

yang dipicu oleh absorbsi energy cahaya. 5

Rantai all-trans retinal  yang terbentuk dalam proses aktivasi rodopsin

dapat dikonversi menjadi bentuk all-trans retinol yang merupakan salah satu

  bentuk vitamin A. Dengan bantuan enzim isomerase all-trans retinol  akan

dikonversi menjadi bentuk 11-cis retinol yang kemudian berubah menjadi 11-cis

retinal yang kemudian berikatan dengan skotopsin membentuk rodopsin. Vitamin

A yang terdapat pada sel batang dapat diubah menjadi bentuk retina apabila

dibutuhkan, dan sebaliknya retinal yang berlebih diretina dapat diubah menjadi

vitamin A. Hal ini penting, karena berhubungan dengan proses penglihatan,

7

Page 8: 3. isi2

5/13/2018 3. isi2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/3-isi2 8/19

 

seperti yang terjadi pada rabun senja. Pada rabun senja terjadi defisiensi vitamin

A yang berat dan tanpa vitamin A jumlah retinal dan rodopsin yang terbentuk juga

semakin berkurang. 5

Komponen fotokimia pada sel kerucut mempunyai struktur yang mirip

dengan komponen kimia rodopsin pada sel batang. Perbedaannya berada pada

komponen protein atau opsin, disebut dengan  photopsin pada sel kerucut, sedikit

 berbeda dengan skotopsin pada sel batang. Komponen retinal pada pigmen retina

sama pada sel kerucut dan sel batang. 5

Sel kerucut sensitif terhadap pigmen warna yang berbeda. Pigmen warna

ini dikenal dengan pigmen sensitif warna biru, pigmen sensitif warna hijau dan

 pigmen sensitif warna merah. 5

Gambar 5. Absorbsi cahaya oleh pigmen retina sel batang dan sel kerucut.5

Jalur penghantaran sinyal visual dari sel kerucut ke sel ganglion berbeda

dengan jalur penghantaran sinyal visual dari sel batang ke sel ganglion. Neuron

dan serabut saraf yang menghantar sinyal visual dari penglihatan sel kerucutlebih

 besar dan dua kali lebih cepat menghantarkan sinyal visual dibandingkan dengan

 penglihatan sel kerucut. 5

8

Page 9: 3. isi2

5/13/2018 3. isi2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/3-isi2 9/19

 

Gambar 6. Organisasi neural retina, sebelah kiri di daerah perifer retina dan di

sebelah kanan di daerah fovea. 5

Dari gambar di atas terlihat jalur penghantaran sinyal visual dari

fotoreseptor menuju ke sel ganglion. Fotoreseptor baik sel kerucut maupun sel

 batang akan menghantarkan sinyal visual menuju lapisan pleksiformis eksterna

yang akan bersinaps dengan sel bipolar dan sel horizontal. Sel bipolar akan

menghantarkan sinyal visual akan meneruskan sinyak visual menuju lapisan

 pleksiformis interna yang akan bersinaps dengan sel ganglion dan sel amakrin. Sel

amakrin akan menghantarkan sinyal visual melalui dua arah yaitu secara langsung

dari sel bipolar menuju sel ganglion atau secara horizontal di dalam lapisan

  pleksiformis interna dari akson sel bipolar ke dendrite sel ganglion atau sel

amakrin yang lainnya. Sel ganglion kemudian akan menghantarkan sinyak dari

retina menuju nervus optikus dan kemudian menuju otak. 5

9

Page 10: 3. isi2

5/13/2018 3. isi2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/3-isi2 10/19

 

2.3. Definisi

Retinitis pigmentosa adalah sekelompok degenerasi retina herediter yang

ditandai oleh disfungsi progresif foto reseptor yang disertai oleh hilangnya sel

secara progresif dan akhirnya atrofi beberapa lapisan retina. 1

2.4. Insidensi 

Penyakit ini terjadi pada 5 orang per 1000 dari populasi dunia, penyakit ini

 berawal di masa kecil dan berkembang secara perlahan, sering mengakibatkan

kebutaan di usia dewasa. Tidak ada ras yang rentan terhadap penyakit ini. Laki-

laki lebih sering terkena daripada perempuan dengan rasio 3:2. Penyakit ini

hampir selalu bilateral dan mempengaruhi kedua mata. 3

2.5. Etiologi

Retinitis pigmentosa merupakan penyakit genetik yang diturunkan secara

mendel yang terjadi pada beberapa kasus. Beberapa kasus retinitis pigmentosa

disebabkan oleh mutasi dna mitokondria. Pada tahun 1990 gen pertama yangmenunjukkan kelainan pada retinitis pigmentosa yaitu rhodopsin, yang merupakan

 pengkodean rod visual pigmen. Sejak saat itu, banyak kelainan gen yang bisa

mengakibatkan terjadinya retinitis pigmentosa. 2

2.6. Patofisiologi

RP secara khas dipercaya sebagai suatu dystrophy (kelainan degeneratif,

  biasanya karena kekurangan nutrisi tubuh) sel batang-kerucut dimana defek 

genetik menyebabkan kematian sel (apoptosis), sebagian besar di fotoreseptor sel

 batang; sebagian kecil, defek genetik memengaruhi retinal pigment epithelium

(RPE) dan fotoreseptor sel kerucut. 2,3

Variasi fenotip sangat signifikan karena lebih dari seratus gen dapat

menyebabkan RP. Jalur akhir (final common pathway) RP menyisakan kematian

sel fotoreseptor oleh karena apoptosis. Perubahan histologis pertama yang

ditemukan di fotoreseptor adalah pemendekan segmen luar sel batang. Segmen

10

Page 11: 3. isi2

5/13/2018 3. isi2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/3-isi2 11/19

 

luar semakin memendek, diikuti hilangnya fotoreseptor sel batang. Proses ini

 berlangsung di mid perifer retina. Daerah (region) retina ini menggambarkan

apoptosis sel dengan penurunan nuclei di lapisan inti luar (outer nuclear layer).

Dalam banyak kasus, degenerasi cenderung memburuk di inferior retina, karena

itu menyarankan suatu peran untuk terpapar cahaya (a role for light exposure). 2,3

Jalur akhir (final common pathway) RP adalah kematian secara khas

fotoreseptor sel batang yang cenderung menyebabkan kehilangan penglihatan

(vision loss). Karena sel batang paling banyak ditemukan di midperipheral retina,

maka hilangnya sel di daerah ini akan menyebabkan hilangnya penglihatan tepi

(peripheral vision loss) dan hilangnya penglihatan malam hari (night vision loss).

2,3

Kematian fotoreseptor sel kerucut mirip dengan apoptosis sel batang

dengan pemendekan bagian luar (outer segments) yang diikuti oleh kehilangan

sel. Proses ini dapat berlangsung cepat atau lambat pada berbagai macam RP. 2,3

2.7. Jenis-jenis Retinitis Pigmentosa

Adapun jenis-jenis retinitis pigmentosa yaitu: 2

1. Rod-cone dystrophy (bentuk klasik)

2. Cone-rod dystrophy

3. Sectoral retinitis pigmentosa.

4. Retinitis pigmentosa sine pigmento (tanpa pigmen).

5. Unilateral retinitis pigmentosa.

6. Leber’s amaurosis (terjadi pada masa anak-anak).

7. Retinopathy punctata albescens (punctate retinitis).

8. Retinitis pigmentosa yang diikuti dengan penyakit lain.

11

Page 12: 3. isi2

5/13/2018 3. isi2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/3-isi2 12/19

 

2.8. Gejala Klinis

Adapun gejala klinis dari retinitis pigmentosa antara lain: 3,9

1. Gejala visual

•  Nyctalopia, adaptasi penglihatan yang buruk pada malam hari.

• Penurunan penglihatan perifer 

• Penurunan penglihatan sentral pada akhirnya

2. Perubahan pada fundus

• Perubahan pigmen retina, ini adalah jenis perivaskular dan bentuk 

seperti bone spicules. pada awalnya perubahan ini ditemukan

hanya pada bagian equatorial dan kemudian berlanjut ke bagian

anterior dan posterior.

• Arteriol retina berkurang dan menjadi seperti benang pada tingkat

lanjut

• Optic disc menjadi pucat pada tingkat lanjut dan terjadi atrofi

• Perubahan yang lain yang dapat terlihat colloid bodies, choroidal

sclerosis, cystoid macular oedema, atrophic or cellophane

maculopathy.

12

Page 13: 3. isi2

5/13/2018 3. isi2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/3-isi2 13/19

 

Gambar 7. Fundus picture in retinitis pigmentosa3

Gambar 8. Consecutive optic atrophy in retinitis pigmentosa 3

3. Perubahan lapangan pandang

Annular atau ring shape scotoma adalah gambaran adanya degenerasi pada

 bagian equator pada retina. Seperti progres dari suatu penyakit, scotoma

meningkat pada bagian anterior dan posterior dan utamanya hanya

 pengliahatan central berada disebelah kiri (tubular vision). biasanya hal ini

hilang dan pasien menjadi buta.

13

Page 14: 3. isi2

5/13/2018 3. isi2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/3-isi2 14/19

 

Gambar 9. Field change in retinitis pigmentosa 3

4. Perubahan Elektrofisiologi

Perubahan secara electrofisiologi ini muncul diawal sebelum gejala

subjektif dan tanda-tanda objektif muncul.

2.9. Pemeriksaan

Pemeriksaan atau Tes pada retinitis pigmentosa:3,9,10

1. Imaging Studies

Meskipun fluorescein angiography jarang berguna untuk menegakkan

diagnosis, keberadaan cystoid macular edema dapat dikonfirmasikan

dengan tes ini.

2. Electroretinogram (ERG)

ERG merupakan tes diagnostik yang paling critical (penting dan

diperlukan) untuk RP karena menyediakan pengukuran objektif fungsi sel

 batang (rod) dan kerucut (cone) di retina dan peka (sensitive) bahkan

untuk kerusakan photoreceptor yang ringan.

14

Page 15: 3. isi2

5/13/2018 3. isi2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/3-isi2 15/19

 

3. Formal visual field

Progressive loss of peripheral vision merupakan gejala utama yang

menyertai perubahan visual acuity. Oleh karena itu, tes ini merupakan alat

ukur paling bermanfaat untuk melakukan ongoing follow-up care pada

 pasien RP. Goldmann (kinetic) perimetry direkomendasikan karena dapat

dengan mudah mendeteksi perubahan progressive visual field.

4. Color testing

Umumnya terdapat mild blue-yellow axis color defects, meskipun pasien

tidak mengeluh kesulitan tentang persepsi warna.

5. Adaptasi gelap (Dark adaptation)

Pasien biasanya sensitif cahaya terang (bright light).

6. Genetic subtyping

Merupakan tes definitive untuk mengidentifikasi particular defect.

2.10. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada retinitis pigmentosa antaralain: 1,2,3,4,9,10

1. Vitamin A palmitate dosis 15 ribu U per hari.

2. Beta-carotene dosis 25 ribu IU.

3.Docosahexaenoic acid (DHA). DHA merupakan omega-3

 polyunsaturated fatty acid dan antioxidant.

4. Acetazolamide, efek samping obat ini, yaitu: kelelahan (fatigue), batu

ginjal, kehilangan selera makan, hand tingling, dan anemia, telah

membatasi penggunaannya.

5. Lutein/zeaxanthin Lutein dan zeaxanthin adalah macular pigments yang

tidak dapat diproduksi tubuh namun dapat diperoleh dari makanan. Lutein

15

Page 16: 3. isi2

5/13/2018 3. isi2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/3-isi2 16/19

 

dapat melindungi macula dari kerusakan okidatif, dan suplementasi oral

telah terbukti meningkatkan pigmen macular. Dosis 20 mg per hari telah

direkomendasikan.

6. Vitamin E dosis 800 IU per hari telah direkomendasikan.

7. Vitamin C (ascorbic acid) dosis 1000 mg per hari. Namun belum ada

 bukti nyata dan penelitian lanjut tentang manfaat vitamin C pada RP.

8. Perawatan bedah (Surgical Care), misalnya: Cataract extraction. Bedah

katarak seringkali bermanfaat pada stadium kemudian (later stages) RP.

Penggunaan perioperatif kortikosteroid direkomendasikan untuk 

mencegah postoperative cystoid macular edema.

9. Beberapa terapi RP di masa depan yang sedang dikembangkan dan

diteliti lebih lanjut adalah:

a. Growth factors. Pada hewan percobaan, ciliary neurotrophic factor 

(CNTF) telah berhasil memperlambat degenerasi retina.

 b. Transplantasi (seperti: RPE cell transplants, stem cells)

c. Retinal prosthesis (phototransducing chip, subretinal microphotodiodes)

d. terapi gen (gene therapy)

2.11. Prognosa

Retinitis pigmentosa merupakan suatu proses yang kronik. Penampilan

klinis tergantung pada jenis dari kelainan yang terjadi, masing-masing bentuk 

keparahan dapat menyebabkan kebutaan. 2

16

Page 17: 3. isi2

5/13/2018 3. isi2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/3-isi2 17/19

 

BAB III

KESIMPULAN

Retinitis pigmentosa merupakan sekelompok degenerasi retina herediter 

yang di tandai oleh disfungsi progresif fotoreseptor dan disertai oleh hilangnya sel

secara progresif dan akhirnya atrofi beberapa lapisan retina. Gejala awal sering

muncul pada masa anak-anak dan semakin memburuk dengan bertambahnya usia.

Pengobatan nya terdiri dari medical care, surgical care, pemberian anti oksidan

sampai penggunaan kacamata gelap. Retinitis pigmentosa merupakan penyakit

yang berlangsung kronik, penampilan fisiknya tergantung dari kelainan masing-

masing sampai pada akhirnya terjadi kebutaan.

17

Page 18: 3. isi2

5/13/2018 3. isi2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/3-isi2 18/19

 

DAFTAR PUSTAKA

1. Riordan-Eva P. Bab 1 : Anatomi dan Embriologi Mata. Dalam Vaughan GD,

Asbury T, dan Riordan-Eva Paul (editor). Oftalmologi Umum. Edisi 14.

Jakarta : Widya Medika; 2000. Hal. 1-29.

2. Lang GK. Chapter 12: Retina. In Ophthalmology A short of Textbook.

 NewYork: Thieme Stuttgart ;2000. Hal. 299-304, 343-345.

3. Khurana AK. Chapter 11: Diseases of the Retina. In:  Comprehensive

Ophtalmology. 4th ed. New Delhi: New Age International (P) Ltd; 2007.

Hal.249-253, 268-269.

4. Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam   Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3.

Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008.

Hal 1-12.

5. Guyton, Arthur C. Textbook of Medical Physiology. 11th edition.

Philadelphia. Elsevier. 2006. Hal. 626-636.

6. Crick RP, Textbook of Clinical Ophtalmology: Retinitis Pigmentosa. 3rd ed.

World Scientific Publishing. 2003. Hal. 519-522.

7. Khaw PT, ABC of Eyes: Retinitis Pigmentosa. 4th ed. London. BMJ. 2006.

Hal. 41.

8. Olver J, At a Glance Ophthalmology: Posterior segment and retina. 1st ed.

Blackwell Science. 2005. Hal. 28-29.

9. Yog Raj Sharma, P. Raja Rami Reddy, Deependra V. Singh, Article: Retinitis

Pigmentosa and Allied Disorders. Centre for Ophthalmic Sciences, All India

Institute of Medical Sciences, New Delhi. 2004.

18

Page 19: 3. isi2

5/13/2018 3. isi2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/3-isi2 19/19

 

10. Hamel C. Retinitis Pigmentosa. Orphanet Encyclopedia, July 2003. Available

from: http://www.orpha.net/data/patho/GB/uk-RetinitisPigmentosa.pdf 

11. Ilyas S. Retinitis Pigmentosa. Dalam Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta :

Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008. Hal 225-

226.

19