3 bahan dan metode 3.1 tempat dan waktu penelitian · pengamatan di bagian ujung refractometer, ......

12
20 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di dua wilayah Kabupaten, yaitu Kabupaten Lampung Selatan dan Pesawaran yang merupakan wilayah kategori kasus malaria sedang (medium case incidence/MCI) di Indonesia, tepatnya di dua kecamatan dengan status kasus malaria tinggi (high incidence area/HIA), yaitu Kecamatan Rajabasa dan Padangcermin. Kabupaten Lampung Selatan dan Pesawaran merupakan wilayah yang berbatasan dengan pantai. Bagian timur berbatasan dengan Kabupaten Lampung Timur, bagian utara berbatasan dengan Kota Bandar Lampung, bagian barat berbatasan dengan Kabupaten Tanggamus, sedangkan di bagian selatan berbatasan dengan Selat Sunda (Gambar 3.1). Penelitian karakteristik habitat dan pemetaan larva Anopheles spp. dilakukan selama dua bulan, yaitu Agustus dan September 2008 di seluruh Kecamatan Rajabasa dan Padangcermin. Adapun penelitian kepadatan dan perilaku nyamuk Anopheles spp. dilaksanakan selama satu tahun, mulai Agustus 2008 sampai dengan September 2009. Gambar 3.1 Lokasi Penelitian, (A) Wilayah Kecamatan Rajabasa, (B) Wilayah Kecamatan Padangcermin

Upload: lephuc

Post on 15-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

20

3 BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di dua wilayah Kabupaten, yaitu Kabupaten

Lampung Selatan dan Pesawaran yang merupakan wilayah kategori kasus malaria

sedang (medium case incidence/MCI) di Indonesia, tepatnya di dua kecamatan

dengan status kasus malaria tinggi (high incidence area/HIA), yaitu Kecamatan

Rajabasa dan Padangcermin. Kabupaten Lampung Selatan dan Pesawaran

merupakan wilayah yang berbatasan dengan pantai. Bagian timur berbatasan

dengan Kabupaten Lampung Timur, bagian utara berbatasan dengan Kota Bandar

Lampung, bagian barat berbatasan dengan Kabupaten Tanggamus, sedangkan di

bagian selatan berbatasan dengan Selat Sunda (Gambar 3.1).

Penelitian karakteristik habitat dan pemetaan larva Anopheles spp. dilakukan

selama dua bulan, yaitu Agustus dan September 2008 di seluruh Kecamatan

Rajabasa dan Padangcermin. Adapun penelitian kepadatan dan perilaku nyamuk

Anopheles spp. dilaksanakan selama satu tahun, mulai Agustus 2008 sampai

dengan September 2009.

Gambar 3.1 Lokasi Penelitian, (A) Wilayah Kecamatan Rajabasa, (B) Wilayah

Kecamatan Padangcermin

21

3.2 Penentuan Sampel Lokasi Penelitian

3.2.1 Lokasi Pengambilan Sampel Larva Anopheles spp.

Lokasi pengambilan sampel larva Anopheles spp. adalah semua jenis

perairan (alami atau buatan) yang terdapat di Kecamatan Rajabasa Kabupaten

Lampung Selatan dan Padangcermin Kabupaten Pesawaran.

3.2.2 Lokasi Pengambilan Sampel Nyamuk Anopheles spp.

Lokasi pengambilan sampel nyamuk Anopheles spp. dibedakan berdasarkan

dua kegiatan, yaitu survei longitudinal dan pemetaan. Survei longitudinal nyamuk

Anopheles spp. dilakukan di dua desa, yaitu Desa Canti Kecamatan Rajabasa

Kabupaten Lampung Selatan dan Desa Lempasing Kecamatan Padangcermin

Kabupaten Pesawaran. Adapun untuk kegiatan pemetaan nyamuk, sampel diambil

dari 30 dusun secara random. Besar sampel diambil berdasarkan rumus

Lemenshow et al. (1997) :

)(1 dNNn

+=

Keterangan : N = besar populasi (105 dusun) n = besar sampel d = presisi absolut (0,05)

)30(6,29)05,0(1051

105 dusunmenjadidibulatkann =+

=

Dusun terpilih sebagai sampel di Kecamatan Rajabasa yaitu Dusun I Desa

Kunjir, Dusun I, II, III Desa Sebesi, Dusun I, II Desa Cugung, Dusun III Desa

Canti, Dusun II, IV, V Desa Waymuli, Dusun I, II, III Desa Sukaraja, Dusun I, III

Desa Banding. Adapun dusun terpilih di Kecamatan Padangcermin yaitu Dusun

A, B,C Desa Hanura, Dusun Gebang Induk, Mago Dalam Desa Gebang, Dusun I,

III, V Desa Lempasing, Dusun Wailok, Lubukbakak, Margodadi Desa

Padangcermin, Dusun Tegal Arum Desa Durian, Dusun Hanauberak Induk Desa

Hanauberak, Dusun Durian Induk Desa Durian dan Dusun Gayau Desa Gayau.

22

3.3 Pengumpulan Larva Anopheles spp.

Larva dikoleksi menggunakan cidukan plastik standar WHO dengan

kapasitas 400 cc. Pencidukan larva dilaksanakan oleh empat orang dengan

frekuensi 20 kali per orang untuk setiap habitat. Pencidukan dilakukan di pinggir

dan di tengah habitat perkembangbiakan secara merata. Larva yang tertangkap

dipelihara, diberi makan serbuk hati, dan diidentifikasi spesiesnya setelah menjadi

nyamuk. Identifikasi nyamuk menggunakan kunci identifikasi dari O’Connor dan

Soepanto (1999).

Kegiatan pengumpulan larva Anopheles spp. dilakukan pada lima area tata

guna lahan, yaitu permukiman, persawahan, semak belukar, hutan dan pantai.

Yang dimaksud dengan permukiman adalah area perumahan dan kondisi

lingkungan di sekitar tempat tinggal manusia. Persawahan adalah area tempat

menanam padi dan sejenisnya. Semak belukar adalah area tempat tumbuhnya

tanaman liar, seperti rerumputan dan tanaman perdu yang jaraknya minimal 500

m dari permukiman. Hutan adalah area tempat tumbuhnya tanaman besar,

pepohonan dan tanaman rawa-rawa yang jarang dikunjungi manusia. Pantai

adalah area pesisir laut yang berbatasan langsung dengan laut, dengan jarak

minimal 500 m dari permukiman.

3.4 Pengukuran dan Pengamatan Karakteristik Habitat Perkembangbiakan

Larva Anopheles spp.

Karakteristik habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. diperoleh

dengan melakukan pengamatan dan pengukuran terhadap jenis habitat, luasan,

ketinggian, kedalaman, dasar habitat, salinitas air, suhu air, pH air, arus air, jenis-

jenis gulma air, tinggi tinggi air dan kerapatan gulma air. Pengukuran dan

pengamatan karakteristik habitat dilakukan satu kali terhadap semua habitat yang

ada di lokasi penelitian, yang dilakukan selama dua bulan, yaitu bulan Agustus

dan September 2008.

3.4.1 Jenis Habitat

Habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. diamati secara langsung,

dan dicatat jenisnya seperti tambak terbengkalai, bak benur terbengkalai, kolam,

23

lagun, rawa-rawa, parit, sungai, sawah, saluran irigasi, sumur, kubangan, kobakan,

baik air, dan lain-lain.

3.4.2 Luasan Habitat

Luasan habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. diukur

menggunakan alat meteran gulung, dengan satuan meter (m). Pengukuran

dilakukan dengan mengelilingi tepian habitat.

3.4.3 Ketinggian Habitat

Ketinggian habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. diukur

menggunakan alat GPS (geografical positioning system). Hasil pengukurannya

dinyatakan dalam meter di atas permukaan laut. Pengukuran dilakukan dengan

mengaktifkan GPS di lokasi habitat larva Anopheles spp., kemudian dicatat

ketinggian lokasi tersebut.

3.4.4 Kedalaman Habitat

Kedalaman habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. diukur

menggunakan alat meteran kayu, dengan satuan senti meter (cm). Kedalaman

habitat adalah jarak antara pemukaan air dengan dasar habitat. Pengukuran

dilakukan dengan memasukan meteran kayu sampai menyentuh dasar habitat,

kemudian batas permukaan air pada meteran dicatat untuk melihat kedalaman

habitat.

3.4.5 Dasar Habitat

Dasar habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. diamati secara

langsung apakah berupa lumpur, pasir, batu kecil, batu sedang, batu besar, semen

dan lain-lain.

3.4.6 Salinitas Air

Salinitas air diukur menggunakan alat Refractometer, dengan satuan per mil

(‰). Pengukuran dilakukan dengan meneteskan air pada permukaan obyek

pengamatan di bagian ujung Refractometer, kemudian diteropong dan dicatat

hasilnya. Salinitas air diukur pada siang hari di tempat pengamatan habitat.

24

3.4.7 Suhu Air

Suhu air diukur menggunakan alat termometer air raksa bentuk batang,

dengan satuan derajat celcius (0

C). Pengukuran suhu dilakukan dengan

mencelupkan ujung termomoter selama tiga menit, kemudian diamati posisi air

raksa, dan dicatat suhu airnya. Pengukuran suhu air dilakukan pada siang hari di

tempat pengamatan habitat.

3.4.8 pH Air

Derajat keasaman (pH) air diukur menggunakan kertas lakmus. Pengukuran

pH dilakukan dengan mencelupkan kertas lakmus ke dalam air, kemudian kertas

dikeringkan selama lima menit, selanjutnya perubahan warna disesuaikan dengan

warna standar, dan dicatat nilai pH airnya. Pengukuran pH air dilakukan pada

siang hari di tempat pengamatan habitat.

3.4.9 Arus Air

Arus air diamati secara langsung apakah mengalir atau tidak, jika mengalir

seberapa cepat alirannya diukur dengan meletakan material yang mengapung di

atas permukaan air, kemudian dihitung kecepatannya dengan satuan meter per

menit. Arus air dikatagorikan menjadi empat yaitu ”tidak mengalir” jika

kecepatan air 0 meter per menit, ”mengalir lambat” jika kecepatan air 0,1-10

meter per menit, ”mengalir sedang” jika kecepatan air 10,1-25 meter per menit

dan ”mengalir cepat” jika >25 meter per menit.

3.4.10 Gulma Air

Gulma air diamati secara langsung, jika terdapat gulma air diidentifikasi

jenisnya. Tinggi gulma air diukur dari permukaan air menggunakan meteran,

dengan satuan senti meter (cm). Kerapatan gulma air dikategorikan menjadi

sangat rapat apabila >75% permukaan air tertutup gulma air, rapat 50-75%,

sedang 25-50%, jarang < 25%.

25

3.5 Pengumpulan Nyamuk Anopheles spp. (Dewasa)

3.5.1 Penangkapan Nyamuk Anopheles spp. Malam Hari

Penangkapan nyamuk malam hari dibedakan menjadi dua kegiatan, yaitu

kegiatan survei longitudinal dan pemetaan. Penangkapan nyamuk untuk survei

longitudinal menggunakan metode human landing collection (HLC), dari jam

18.00-06.00. Penangkapan nyamuk dilakukan pada tiga rumah, masing-masing di

luar dan di dalam rumah. Waktu penangkapan nyamuk dilakukan 45 menit untuk

setiap jam, per malam. Kegiatan survei longitudinal ini dilaksanakan selama satu

tahun, mulai dari Agustus 2008 sampai dengan September 2009, dengan frekuensi

penangkapan empat malam per bulan. Untuk kegiatan pemetaan penangkapan

nyamuk dilakukan di 30 dusun yang terpilih. Penangkapan nyamuk dengan

metode yang sama dilakukan oleh tiga orang, selama tiga malam per dusun, di

luar rumah dengan jarak 200-300 m. Identifikasi nyamuk menggunakan kunci

identifikasi dari O’Connor dan Soepanto (1999).

3.5.2 Penangkapan Nyamuk Anopheles spp. Pagi Hari

Penangkapan nyamuk pagi hari bertujuan untuk mengetahui tempat nyamuk

beristirahat. Penangkapan nyamuk pagi hari dilaksanakan oleh empat orang,

masing-masing dua orang di luar dan di dalam rumah. Penangkapan nyamuk

dilakukan pada jam 06.00-09.00, tiap bulannya selama empat hari, selama satu

tahun, mulai Agustus 2008 sampai dengan September 2009. Identifikasi nyamuk

menggunakan kunci identifikasi dari O’Connor dan Soepanto (1999).

3.5.3 Pemeriksaan Paritas

Pemeriksaan paritas digunakan untuk mengetahui apakah nyamuk sudah

menghisap darah (parus) atau belum (nuliparus). Pemeriksaan paritas dilakukan

dengan cara pembedahan abdomen nyamuk. Pembedahan nyamuk diawali dengan

meneteskan cairan NaCl 10% di atas obyek gelas. Nyamuk Anopheles yang tidak

berisi darah (unfed) diletakkan di atas obyek gelas, kemudian toraks dan abdomen

ke tujuh ditusuk dengan dengan jarum bedah. Abdomen nyamuk diletakkan di

atas cairan NaCl 10%, kemudian jarum bedah pada abdomen ketujuh ditarik

hingga ovarium keluar. Bentuk ovarium yang masih utuh (terdapat bundelan)

26

dinyatakan nyamuk nuliparus, sedangkan bentuk ovarium yang sudah terurai

berarti nyamuk parus (WHO 2003). Pembedahan nyamuk dilakukan di bawah

mikroskop stereo, sedangkan bentuk ovarium dilihat di bawah mikroskop

compound.

3.5.4 Pemeriksaan Circumsporozoite (CS) Protein (ELISA)

Pemeriksaan CS protein dengan menggunakan teknik ELISA (Enzyme

linked immunisorbent assay) untuk menentukan status vektor. Pemeriksaan

ELISA dilakukan di Lembaga Eijkman Jakarta.

Pemeriksaan ELISA diawali dengan menyiapkan sampel nyamuk yang akan

diuji sirkum protein sporozoitnya dengan menggerus kepala dan toraks nyamuk

dalam larutan blocking buffer dan NP40. Selanjutnya menyiapkan dua buah plate

Elisa, ke dalam plate pertama dimasukan larutan antibodi monoklonal

Plasmodium vivax dan pada plate ke dua dimasukkan AB monoklonal P.

falciparum. Plate diinkubasi dalam suhu ruang selama 30 menit, kemudian sisa

AB monoklonal dibuang hingga bersih. Setelah itu gerusan nyamuk (homogenat)

setiap spesimen dimasukkan ke dalam lubang-lubang plate ELISA, satu lubang

untuk satu spesimen, dilakukan pada plate A (untuk inkriminasi P. falciparum)

dan plate B (untuk P. vivax). Untuk pengujian ini diperlukan kontrol positif dan

kontrol negatif. Plate ELISA diinkubasi selama dua jam pada suhu ruang, setelah

dua jam plate ELISA dicuci dua kali dengan larutan PBS_tween. Ke dalam plate

ELISA ditambahkan monoklonal antibodi (Mab) peroksidase konjugat dan BB

untuk P. falciparum dan P. vivax. Setelah 1 jam plate dicuci dengan PBS_tween

sebanyak tiga kali. Kemudian tambahkan 10 µl larutan ABTS+H2O2.

Perubahan warna akan terjadi dalam 1-2 menit, menunjukkan bahwa enzim

peroksidase dan substrat berfungsi. Penilaian adanya sirkum sporozoit secara

visual adalah dengan melihat adanya perubahan warna pada plate Elisa, yaitu

menjadi berwarna hijau. Selain itu, hasilnya ditunjukkan berdasarkan nilai

absorbsi pada hasil cetakan mesin ELISA. Bila angka absorbsi di atas angka

kontrol positif, maka spesimen dikatakan positif mengandung sirkum protein

sporozoit (Balitbangkes 2009).

27

3.6 Pemetaan Sebaran Larva dan Nyamuk Anopheles spp.

Pencatatan titik koordinat sebaran larva dan nyamuk Anopheles spp.

menggunakan alat GPS (geografical positioning system). Titik koordinat larva

Anopheles spp. diambil berdasarkan keberadaan larva pada habitat

perkembangbiakan. Adapun titik koordinat nyamuk Anopheles spp. diambil

berdasarkan penangkapan nyamuk di 30 dusun terpilih.

3.7 Pengumpulan Data Sekunder

3.7.1 Pengumpulan Data Cuaca

Data cuaca diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

(BMKG) Raden Intan Lampung Selatan. Stasiun pengamatan ini terletak di Desa

Padangcermin dengan jarak tiga km dari tempat penangkapan nyamuk untuk

survei longitudinal. Data cuaca yang diambil adalah suhu udara, kelembaban

udara dan curah hujan. Data cuaca diambil mulai bulan September 2008 sampai

dengan September 2009.

3.7.2 Pengumpulan Data Kasus Malaria

Data kasus malaria diperoleh dari Puskesmas di wilayah Kecamatan

Rajabasa dan Padangcermin, yaitu Puskesmas Waymuli, Hanura dan

Padangcermin. Data kasus malaria diambil mulai bulan November 2008 sampai

dengan September 2009.

3.8 Analisis Data

3.8.1 Analisis Data Keragaman dan Kelimpahan Nisbi Larva Anopheles

spp.

Keragaman larva Anopheles spp. dihitung berdasarkan indeks keragaman

Shanon Wiener (Odum 1993), sedangkan angka kelimpahan nisbi digunakan

untuk mengetahui spesies dominan (WHO 2003). Perbedaan keragaman larva

Anopheles spp. pada area tata guna lahan dan keragaman Anopheles spp. di antara

dua lokasi penelitian Kecamatan Rajabasa dan Padangcermin dianalisis

menggunakan uji T, dengan α=0,05.

28

( )∑=

=s

iii eppH

1log

Keterangan : H = Indeks Shannon Wiener Pi = Proporsi spesies ke i dalam komunitas

%100xbaN =

Keterangan : N = Kelimpahan Nisbi a = Jumlah pesies tertentu b = Total spesies 3.8.2 Analisis Data Karakteristik Habitat

Karakteristik habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. dianalisis

secara deskripsi, meliputi jenis habitat, luasan, kedalaman, dasar habitat, suhu air,

pH air, salinitas air, arus air, jenis-jenis gulma air, tinggi gulma air dan kerapatan

gulma air. Besar risiko bak benur yang tidak digunakan untuk memelihara udang

(terbengkalai) sebagai habitat larva A. sundaicus dianalisis menggunakan

perhitungan odd ratio (OR) (Murti 1997). Faktor risiko lainnya yang dianalisis

yaitu besar risiko keberadaan serasah, lumut dan ikan predator terhadap

keberadaan larva A. sundaicus pada bak benur yang terbengkalai.

3.8.3 Analisis Data Kepadatan Nyamuk Anopheles spp.

Nyamuk Anopheles spp. yang hinggap di badan per orang per jam dihitung

berdasarkan nilai man hour density (MHD), sedangkan nyamuk Anopheles spp.

hinggap di badan per orang per malam dihitung berdasarkan nilai man biting rate

(MBR). Nilai MHD dihitung berdasarkan jumlah nyamuk yang hinggap di badan

per jam dibagi dengan jumlah penangkap dikali waktu penangkapan (dalam jam).

Adapun nilai MBR dihitung berdasarkan jumlah nyamuk yang hinggap di badan

per malam dibagi jumlah penangkap dikali waktu penangkapan (WHO 2003)

Σ Anopheles spesies tertentu yang tertangkap MHD= Σ kolektor x Σ waktu penangkapan (jam)

29

Keterangan : MHD = Man hour density (Jumlah Anopheles hinggap di badan per orang per jam) MBR = Man biting rate (Jumlah Anopheles hinggap di badan per orang per malam)

Fluktuasi MHD ditampilkan bentuk grafik selama 12 jam (18.00-06.00), di

dalam dan di luar rumah. Adapun fluktuasi MBR dirata-ratakan tiap bulannya dan

ditampil bentuk grafik selama satu tahun, di dalam dan di luar rumah. Hasil

penangkapan nyamuk per bulan hampir seluruhnya mendapatkan A. sundaicus,

maka fluktuasi MBR satu tahun adalah MBR A. sundaicus.

3.8.4 Analisis Data Paritas Nyamuk Anopheles spp.

Angka paritas Anopheles spp. fluktuasinya ditampilkan selama 12 jam, jam

18.00-06.00, di luar dan di dalam rumah. Angka paritas dihitung berdasarkan

jumlah nyamuk parus dibagi dengan jumlah nyamuk yang dibedah (parus dan

nuliparus) (WHO 2003). Angka paritas dirata-ratakan setiap bulan, fluktuasinya

ditampilkan selama satu tahun, di luar dan di dalam rumah.

)( nuliparusparusdibedahyangAnophelesnyamukparusAnophelesnyamukparitasAngka

+ΣΣ

=

3.8.5 Analisis Data Perilaku Anopheles spp. Menghisap Darah dan

Beristirahat

Perilaku Anopheles spp. menghisap darah dihitung persentasenya di luar dan

di dalam rumah. Kebiasaan Anopheles spp. beristirahat ditampilkan tempatnya

dan dihitung persentase tempat beristirahat di luar dan di dalam rumah.

Σ Anopheles spesies tertentu yang tertangkap MBR= Σ kolektor x Σ waktu penangkapan (hari)

30

3.8.6 Menghitung sporozoit rate dan entomological inoculation rate

Hasil pemeriksaan CS Protein (ELISA) dihitung angka sporozoit rate, yaitu

jumlah nyamuk yang positif Elisa di bagi jumlah seluruh nyamuk yang diperiksa

Elisa. Entomological inoculation rate (EIR) dihitung berdasarkan nilai MBR

dikalikan dengan nilai sporozoit rate, dengan satuan per orang per malam (WHO

2003).

ElisadinyamukseluruhnyamukElisapositifnyamukrateSporozoit

ΣΣ

=

Keterangan : EIR = Entomological inoculation rate, satuan per orang per malam MBR = Man biting rate

3.8.7 Analisis Data Cuaca

Suhu dan kelembaban udara dirata-ratakan tiap bulannya, nilai indeks curah

hujan (ICH) bulanan dihitung dengan mengalikan jumlah curah hujan perbulan

dengan hari hujan perbulan, lalu dibagi dengan jumlah hari pada bulan yang

bersangkutan.

)()(

bulansatudalamharibulanperhujanharixbulanpermmhujancurahICH

ΣΣΣ

=

Fluktuasi suhu udara, kelembaban udara dan indeks curah hujan ditampilkan

dalam bentuk grafik selama satu tahun. Hubungan suhu udara, kelembaban udara

dan curah hujan dengan jumlah A. sundaicus hinggap di badan dianalisis

menggunakan uji korelasi Pearson pada α =0 ,05. Apabila terdapat hubungan

bermakna, maka diteruskan dengan uji regresi linier sederhana untuk mengetahui

seberapa besar pengaruh cuaca (suhu udara, kelembaban udara dan curah hujan)

terhadap jumlah A. sundaicus hinggap di badan, dengan mencari nilai kooefesien

determinasi (r2

).

EIR = MBR x sporozoit rate

31

3.8.8 Analisis Data Kasus Malaria

Fluktuasi data kasus malaria ditampilkan selama satu tahun dalam bentuk

grafik, kemudian data tersebut dihubungkan dengan jumlah A. sundaicus hinggap

di badan. Hubungan antara jumlah A. sundaicus hinggap di badan dengan kasus

malaria dianalisis menggunakan uji korelasi Pearson pada α = 0,05. Apabila

terdapat hubungan bermakna, maka dilanjutkan dengan uji regresi linier

sederhana.

3.8.9 Analisis Data Titik Koordinat Larva dan Nyamuk Anopheles spp.

Data titik koordinat larva dan nyamuk Anopheles spp. dimasukan ke dalam

peta Lampung Selatan dan Pesawaran, kemudian digabungkan/tumpangkan

(overlay) dengan peta batas-batas administrasi Kecamatan Rajabasa dan

Padangcermin. Peta sebaran larva dan nyamuk Anopheles spp. diolah

menggunakan perangkat lunak (soft ware) Arc View.