3 bab ii
DESCRIPTION
.TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep DBD
2.1.1 Pengertian Dengue Haemoragic Fever (DHF)
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai dengan
adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat
menyebabkan kematian (Arief Mansjoer & Suprohaita; 2000; 419).
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan
oleh virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegyptiyang ditandai dengan demam
mendadak dua sampai tujuh hari tanpa penyebab yang jelas, lemah atau lesu, gelisah,
nyeri ulu hati, disertai dengan tanda-tanda perdarahan di kulit berupa bintik perdarahan
(petechia), ruam (purpura). Kadang-kadang mimisan, berak darah, muntah darah,
kesadaran menurun dan bertendensi menimbulkan renjatan (syok) dan kematian (Mubin,
2005: 8).
2.1.2 Epidemiologi DBD
a. Distribusi Penyakit DBD Menurut Orang
DBD dapat diderita oleh semua golongan umur, walaupun saat ini DBD lebih
banyak pada anak-anak, tetapi dalam dekadeterakhir ini DBD terlihat kecenderungan
kenaikan proporsi pada kelompok dewasa, karena pada kelompok umur ini
mempunyai mobilitas yang tinggi dan sejalan dengan perkembangan transportasi
yang lancar, sehingga memungkinkan untuk tertularnya virus dengue lebih besar, dan
juga karena adanya infeksi virus dengue jenis baru yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan
DEN 4 yang sebelumya belum pernah ada pada suatu daerah.
b. Distribusi Penyakit DBD Menurut Tempat
Penyakit DBD dapat menyebar pada semua tempat kecuali tempat-tempat
dengan ketinggian 1000 meter dari permukaan laut karena pada tempat yang tinggi
dengan suhu yang rendah perkembangbiakan Aedes aegypti tidak sempurna. Dalam
kurun waktu 30 tahun sejak ditemukan virus dengue di Surabaya dan Jakarta tahun
1968 angka kejadian sakit infeksi virus dengue meningkat dari 0,05 per 100.000
penduduk menjadi 35,19 per 100.000 penduduk tahun 1998. Sampai saat ini DBD
telah ditemukan diseluruh propinsi di Indonesia.
c. Distribusi Penyakit DBD Menurut Waktu
Pola berjangkitnya infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban
udara. Pada suhu yang panas dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes aegypti
akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia karena suhu udara
dan kelembaban tidak sama di setiap tempat maka pola terjadinya penyakit agak 3
berbeda untuk setiap tempat. Di pulau Jawa pada umumnya infeksi virus dengueterjadi
mulai awal Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar
bulan April-Mei setiap tahun.
2.1.3 Klasifikasi DBD
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan,
yaitu :
1) Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahanspontan. Uji tourniquet positif.
2) Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti
petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
3) Derajat III
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat
(>120x/mnt) tekanan nadi sempit (≤20 mmHg), tekanan darah menurun, (120/80
→120/100 →120/110 →90/70 →80/70 →80/0 →0/0 )
4) Derajat IV
Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung ≥140x/mnt) anggota
gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
4
Tabel 2.1 Klasifikasi Derajat Infeksi Virus Dengue
2.1.4 Etiologi DBD
1. Virus dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam Arbovirus
(Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1,2,3 dan 4
keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari
yang lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk dalam genus flavovirus ini
berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai macam
kultur jaringan baik yang berasal dari sel – sel mamalia misalnya sel BHK (Babby
Homster Kidney) maupun sel – sel Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus.
2. Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk
aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensisdan beberapa spesies lain
merupakan vektor yang kurang berperan berperan.infeksi dengan salah satu serotipe
akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipebersangkutan tetapi tidak ada
perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer & Suprohaita; 2000;
420).
5
Gambar 2.1 Siklus hidup nyamuk Aedes spp
- Habitat Perkembangbiakan
Habitat perkembangbiakan Aedes sp. ialah tempat-tempat yang dapat menampung air di
dalam, di luar atau sekitar rumah serta tempat-tempat umum. Habitat perkembangbiakan
nyamuk Aedes aegypti dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1) Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, seperti: drum,
tangki reservoir, tempayan, bak mandi/wc, dan ember.
2) Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti: tempat
minum burung, vas bunga, perangkap semut, bak kontrol pembuangan air,
tempat pembuangan air kulkas/dispenser, barang-barang bekas (contoh :
ban, kaleng, botol, plastik, dll).
3) Tempat penampungan air alamiah seperti: lubang pohon, lubang batu,
pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang dan potongan bambu dan
tempurung coklat/karet, dll.
- Perilaku Nyamuk Dewasa
Setelah keluar dari pupa, nyamuk istirahat di permukaan air untuk sementara
waktu. Beberapa saat setelah itu, sayap meregang menjadi kaku, sehingga
nyamuk mampu terbang mencari makanan. Nyamuk Aedes sp jantan mengisap
cairan tumbuhan atau sari bunga untuk keperluan hidupnya sedangkan yang
betina mengisap darah. Nyamuk betina ini lebih menyukai darah manusia
daripada hewan (bersifat antropofilik). Darah diperlukan untuk pematangan sel
telur, agar dapat menetas. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan
perkembangan telur mulai dari nyamuk mengisap darah sampai telur dikeluarkan,
6
waktunya bervariasi antara 3-4 hari. Jangka waktu tersebut disebut dengan siklus
gonotropik. Aktivitas menggigit nyamuk Aedes sp biasanya mulai pagi dan petang
hari, dengan 2 puncak aktifitas antara pukul 09.00 -10.00 dan 16.00 -17.00. Aedes
aegypti mempunyai kebiasaan mengisap darah berulang kali dalam satu siklus
gonotropik, untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian
nyamuk ini sangat efektif sebagai penular penyakit. Setelah mengisap darah,
nyamuk akan beristirahat pada tempat yang gelap dan lembab di dalam atau di
luar rumah, berdekatan dengan habitat perkembangbiakannya. Pada tempat
tersebut nyamuk menunggu proses pematangan telurnya. Setelah beristirahat dan
proses pematangan telur selesai, nyamuk betina akan meletakkan telurnya di atas
permukaan air, kemudian telur menepi dan melekat pada dinding-dinding habitat
perkembangbiakannya. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik/larva
dalam waktu ±2 hari. Setiap kali bertelur nyamuk betina dapat menghasilkan telur
sebanyak ±100 butir. Telur itu di tempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan ±6
bulan, jika tempat-tempat tersebut kemudian tergenang air atau kelembabannya
tinggi maka telur dapat menetas lebih cepat.
Ga
gambar 2.2 Siklus gono tropic
- Penyebaran
Kemampuan terbang nyamuk Aedes spp betina rata-rata 40 meter, namun secara pasif
misalnya karena angin atau terbawa kendaraan dapat berpindah lebih jauh. Aedes spp
tersebar luas di daerah tropis dan sub-tropis, di Indonesia nyamuk ini tersebar luas baik di
rumah maupun di tempat umum. Nyamuk Aedes spp dapat hidup dan berkembang biak
sampai ketinggian daerah ± 1.000 m dpl. Pada ketinggian diatas ± 1.000 m dpl, suhu
udara terlalu rendah, sehingga tidak memungkinkan nyamuk berkembangbiak.
- Variasi Musiman
Pada musim hujan populasi Aedes sp akan meningkat karena telur-telur yang tadinya
belum sempat menetas akan menetas ketika habitat perkembangbiakannya (TPA bukan
keperluan sehari-hari dan alamiah) mulai terisi air hujan. Kondisi tersebut akan
meningkatkan populasi nyamuk sehingga dapat menyebabkan peningkatan penularan
penyakit Demam Berdarah (Kementerian Kesehatan RI 2012)
7
2.1.5 Mekanisme Penularan
Virus DBD ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes SPP Nyamuk
lain mungkin bisa berperan sebagai vektor namun perlu penelitian lebih lanjut. Nyamuk
Aedes tersebut dapat mengandung virus DBD pada saat menggigit manusia yang sedang
mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum demam sampai 5 hari setelah demam timbul.
Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic
incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan
berikutnya. Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4-7 hari (intrinsic
incubation period) sebelum menimbulkan penyakit (Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen
PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam DBD, Edisi 2)
2.1.6 Faktor Resiko
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan dalam penularan penyakit
Chikungunya, yaitu: manusia, virus dan vektor perantara.
Beberapa faktor penyebab timbulnya KLB demam Chikungunya adalah:
1. Perpindahan penduduk dari daerah terinfeksi
2. Sanitasi lingkungan yang buruk.
3. Berkembangnya penyebaran dan kepadatan nyamuk (sanitasi lingkungan yang
buruk)
Ada gelombang epidemi 20 tahunan mungkin terkait perubahan iklim dan
cuaca. Anti bodi yang timbul dari penyakit ini membuat penderita kebal terhadap
serangan virus selanjutnya. Oleh karena itu perlu waktu panjang bagi penyakit ini
untuk merebak kembali (Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL;
Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2).
2.1.7 Patofisiologi DBD
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan virtemia. Hal
tersebut menyebabkan pengaktifan complement sehingga terjadi komplek imun Antibodi –
virus pengaktifan tersebut akan membetuk dan melepaskan zat (3a, C5a, bradikinin,
serotinin, trombin, Histamin), yang akan merangsang PGE2di Hipotalamus sehingga terjadi
termo regulasi instabil yaitu hipertermia yang akanmeningkatkan reabsorbsi Na+ dan air
sehingga terjadi hipovolemi.
Hipovolemi juga dapat disebabkan peningkatkan permeabilitas dinding pembuluh darah
yang menyebabkan kebocoran palsma. Adanya komplek imun antibodi – virus juga
menimbulkan Agregasi trombosit sehingga terjadi gangguan fungsi trombosit, trombositopeni,
coagulopati. Ketiga hal tersebut menyebabkan perdarahan berlebihan yang jika berlanjut
terjadi shock dan jika shock tidak teratasi terjadi Hipoxia jaringan dan akhirnya terjadi
Asidosis metabolik. Asidosis metabolik juga disebabkan karena kebocoran plasma yang
8
akhirnya tejadi perlemahan sirkulasi sistemik sehingga perfusi jaringan menurun jika tidak
teratasi terjadi hipoxia jaringan. Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari.
Virus hanya dapat hidup dalam sel yang hidup, sehingga harus bersaing dengan sel manusia
terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan
tubuh manusia.sebagai reaksi terhadap infeksi terjadi : (1)aktivasi sistem komplemen
sehingga dikeluarkan zat anafilaktosin yang menyebabkan peningkatan permiabilitas kapiler
sehingga terjadi perembesan plasma dari ruang intravaskular ke ekstravaskular, (2) agregasi
trombositmenurun, apabila kelainan ini berlanjut akan menyebabkan kelainan fungsi
trombosit sebagai akibatnya akan terjadi mobilisasi sel trombosit muda dari sumsum tulang
dan (3) kerusakan sel endotel pembuluh darah akan merangsang atau mengaktivasi faktor
pembekuan. Ketiga faktor tersebut akan menyebabkan peningkatan permiabilitas kapiler,
kelainan hemostasis yang disebabkan oleh vaskulopati; trombositopenia; dan kuagulopati
(Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 419).
2.1.8 Manifestasi Klinik DBD
Seperti pada infeksi virus yang lain, maka infeksi virus Dengue juga merupakan suatu
self limiting infectious disease yang akan berakhir sekitar 2-7 hari. Infeksi virus Dengue pada
manusia mengakibatkan suatu spectrum manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit
yang paling ringan, Dengue fever, Dengue hemorrhagic fever, dan Dengue shock syndrome
(Depkes, 2008).
a. Demam
Demam mendadak disertai dengan gejala klinis yang tidak spesifik seperti anoreksia,
lemah, nyeri pada punggung, tulang sendi, dan kepala. Pada umumnya gejala klinik ini
tidak mengkhawatirkan. Demam berlangsung antara 2-7 hari kemudian turun secara
lysis.
b. Perdarahan
Umumnya muncul pada hari kedua sampai ketiga demam bentuk pendarahan dapat
berupa uji rumole leed positif, petechiae, purpura, echimosis, epistasis, pendarahan gusi
dan yang paling parah adalah melena.
c. Hepatomegali
Hati pada umumnya da[at diraba pada pemulaan demam, kadang-kadang juga
ditemukannya nyeri, tetapi biasanya disertai ikterus
d. Shock
Shock biasanya terjadi pada saat demam menurun yaitu hari ketiga dan ketujuh sakit.
Shock yang terjadi dalam periode demam biasanya mempunyai prognosa buruk.
Penderita DBD memperlihatkan kegagalan peredaran darah dimulai dengan kulit yang
terasa lembab dan dingin pada ujung hidung jaridan kaki, sianosis sekitar mulut dan
akhirnya shock.
e. Trombositopenia
9
Trombositopenia adalah berkurangnya jumlah trombosit, apabila dibawah 150.000/mm3
biasanya ditemukan diantara hari ketiga sampai ketujuh sakit.
f. Kenaikan nilai hematokrit
Meningkatnya nilai hematokrit merupakan indicator yang peka terhadap terjadinya shock
sehingga perlu dilakukan pemeriksaan secara periodic.
Gejala klinik lain
Gejala klinik lain yang dapat menyertai penderita adalah epigastrium, muntah
muntah, diare, dan kejang-kejang (Depkes, 2008). Tanda dan Gejala :
a. Demam tinggi 2 – 7 hari disertai menggigil. kurang nafsu makan, nyeri pada
persendiaan, serta sakit kepala.
b. Terjadi penurunan trombosit dibawah 100.000 / mm 3.
c. Pendarahan dibawah kulit berupa : Bintik-bintik merah pada kulit , mimisan, gusi
berdarah , muntah darah dan BAB berdarah.
d. Nyeri perut ( ulu hati ) tapi tidak ada gejala kuning.
e. Mual dan muntah.
f. Terjadi syok atau pingsan pada hari ke 3 — 7 secara berulang— ulang. Dengan tanda
syok yaitu lemah, kulit dingin , basah dan tidak sadar.
Tanda Bahaya DBD :
a. Perdarahan gusi
b. Muntah darah
c. Penderita tidak sadar
d. Denyut nadi tidak teraba
(Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000;419).
2.1.9 Pemeriksaan Penunjang
2.1.9.1 Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan terutama untuk mendeteksi perubahan
hematologis. Parameter laboratorium yang dapat diperiksa antara lain:
a. Leukosit
Dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relative
(>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (>15% dari jumlah
total leukosit) yang pada fase syok meningkat.
b. Trombosit
umumnya terdapat trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/µl) pada hari ke
3 – 8
c. Hematokrit
10
Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan hematokrit
≥20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.
d. Hemostasis
Dilakukan pemeriksaan prothrombin time (PT), partial thromboplastin time
(aPTT), thrombin time (TT) atau fibrinogen pada keadaan yang dicurigai terjadi
perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
e. Protein/albumin
Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma. Nilai normal albumin
adalah 3-5,5 g/dl, nilai normal protein total adalah 5-8 g/dl (Price, 2003).
f. SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase)
Dapat meningkat. Nilai normal alanin aminotransferase adalah 0-40 IU/l. Menurut
Kalayanarooj (1997) anak dengan level enzim hati yang meningkat sepertinya
lebih rentan mengalami dengue yang parah dibandingkan dengan yang memiliki
level enzim hati yang normal saat didiagnosis.
g. Elektrolit
Sebagai parameter pemantauan pemberian cairan. Jumlah kalium normal serum
adalah 3,5-5,2 mEq/l, sedangkan natrium 135-145 mEq/l.
h. Golongan darah dan cross match
Bila akan diberikan transfusi darah dan komponen darah.
i. Imunoserologi
Dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue. IgM terdeteksi mulai hari
ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah 60-90 hari. IgG pada
infeksi primer mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder IgG mulai
terdeteksi pada hari ke-2.
2.1.10 Pencegahan dan Penatalaksanaan
- Pencegahan
a. Pencegahan primer penyakit demam berdarah :
1) Menghindari gigitan nyamuk di sepanjang siang hari (pagi sampai sore)
karena nyamuk aedes aktif di siang hari (bukan malam hari). Hal tersebut
dapat dilaksanakan dengan menghindari berada di lokasi-lokasi yang banyak
nyamuknya di siang hari, terutama di daerah yang ada penderita DBD nya.
Bila memang sangat perlu untuk berada di tempat tersebut.
2) Kenakan pakaian yang lebih tertutup, misalnya: celana panjang dan kemeja
lengan panjang.
3) Gunakan cairan/krim anti nyamuk (MOSQUITO REPELLANT) yang banyak
11
4) Semprotlah bagian-bagian rumah dan halaman yang merupakan tempat
berkeliarannya nyamuk terutama bila ada salah seorang penghuni yang
positif atau diduga menderita DBD, dengan obat semprot nyamuk (yang
banyak dijual di toko-toko) bila tampak nyamuk berkeliaran di pagi / siang
/sore hari.
b. Pencegahan sekunder penyakit demam berdarah:
Demam berdarah dapat dicegah dengan memberantas jentik-jentik nyamuk
Demam Berdarah (Aedes Aegypi) dengan cara melakukan PSN (Pembersihan
Sarang Nyamuk) Upaya ini merupakan cara yang terbaik, ampuh, murah, mudah
dan dapat dilakukan oleh masyarakat, dengan cara sebagai berikut:
1) Bersihkan (kuras) tempat penyimpanan air (seperti : bak mandi / WC,
drum, dan lain-lain) sekurang-kurangnya seminggu sekali. Gantilah air
di vas kembang, tempat minum burung, perangkap semut dan lain-lain
sekurang-kurangnya seminggu sekali
2) Tutuplah rapat-rapat tempat penampungan air, seperti tampayan, drum,
dan lain-lain agar nyamuk tidak dapat masuk dan berkembang biak di
tempat itu
3) Kubur atau buanglah pada tempatnya barang-barang bekas, seperti
kaleng bekas, ban bekas, botol-botol pecah, dan lain-lain yang dapat
menampung air hujan, agar tidak menjadi tempat berkembang biak
nyamuk. Potongan bamboo, tempurung kelapa, dan lain-lain agar
dibakar bersama sampah lainnya
4) Tutuplah lubang-lubang pagar pada pagar bambu dengan tanah atau
adukan semen
5) Lipatlah pakaian/kain yang bergantungan dalam kamar agar nyamuk
tidak hinggap disitu
6) Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan
bubuk ABATE ke dalam genangan air tersebut untuk membunuh jentik-
jentik nyamuk. Ulangi hal ini setiap 2-3 bulan sekali. Taburkan serbuk
abate (yang dapat dibeli di apotik) pada bak mandi dan tempat
penampung air lainnya, juga pada parit / selokan di dalam dan di sekitar
rumah, terutama bila selokan itu airnya tidak / kurang mengalir. Kolam /
akuarium jangan dibiarkan kosong tanpa ikan, isilah dengan ikan
pemakan jentik nyamuk.
c. Pencegahan tersier penyakit demam berdarah:
Pencegahan terutama ditekankan pada pengendalian nyamuk yang
berkesinambungan, terintegrasi dan dengan peran serta penuh dari
masyarakat. Hal ini memerlukan suatu usaha bersama dari masyarakat yang
12
terkoordinasi agar seluruh masyarakat menjadi waspada akan penyakit ini,
mampu mengenali penyakit ini, dan tahu bagaimana cara mengeliminasi
nyamuk Aedes. Setiap penduduk bertanggung jawab terhadap lingkungan
sekitarnya untuk dijaga agar bebas dari nyamuk Aedes. Pencegahan secara
massal di lingkungan setempat dengan bekerja sama dengan
RT/RW/Kelurahan dengan PUSKESMAS setempat dilakukan dengan
Pembersihan Sarang Nyamuk (PSN), Fogging, atau memutuskan mata rantai
pembiakan Aedes aegypti dengan Abatisasi.
2.1.11 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan di Komunitas
- Pembentukan Surveilan
Surveilans DBD adalah proses pengumpulan pengolahan analisis dan
interpretasi dan penyebarluasan informasi ke penyelenggara program dan
pihak / instansi terkait secara sistematis dan terus menerus tentang situasi
DBD dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan
penyakit tersebut agar dapat dilakukan tindakan penanggulangan secara
efektif dan efisien.
- Survei telur
Survei ini dilakukan dengan cara memasang perangkap telur (ovitrap) yang
dinding sebelah dalamnya dicat hitam, kemudian diberi air secukupnya.
Ovitrap berbentuk tabung yang dapat dibuat dari potongan bambu, kaleng
dan gelas platik/kaca. Ovitrap diletakkan di dalam dan di luar rumah atau
tempat yang gelap dan lembab. Cara kerja ovitrap adalah padel (berupa
potongan bilah bambu atau kain yang tenunannya kasar dan berwarna gelap)
yang dimasukkan kedalam tabung tersebut berfungsi sebagai tempat
meletakkan telur nyamuk. Setelah 1 minggu dilakukan pemeriksaan ada atau
tidaknya telur nyamuk di padel, kemudian dihitung ovitrap index.
Perhitungan ovitrap index adalah:
13
Ovitrap Index:
Jumlah padel dengan telur x 100%
Jumlah padel diperiksa
Untuk mengetahui gambaran kepadatan populasi nyamuk penular secara
lebih tepat, telur-telur padel tersebut dikumpulkan dan dihitung jumlahnya.
Kepadatan populasi nyamuk :
Jumlah telur = ……..telur per ovitrap
Jumlah ovitrap yang digunakan
Gambar 2.3 Contoh Ovitrap
- Survei jentik
Survei jentik dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1.) Memeriksa tempat penampungan air dan kontainer yang dapat menjadi habitat
perkembangbiakan nyamuk Aedes sp. di dalam dan di luar rumah untuk
mengetahui ada tidaknya jentik.
2.) Jika pada penglihatan pertama tidak menemukan jentik, tunggu kira-kira ½ -1
menit untuk memastikan bahwa benar-benar tidak ada jentik.
3.) Gunakan senter untuk memeriksa jentik di tempat gelap atau air keruh.
Metode survei jentik:
1) Single larva
Cara ini dilakukan dengan mengambil satu jentik di setiap tempat genangan air yang
ditemukan jentik untuk diidentifikasi lebih lanjut.
2) Visual
Cara ini cukup dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya jentik di setiap tempat
genangan air tanpa mengambil jentiknya. Biasanya dalam program DBD mengunakan cara
visual.
14
Ukuran-ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan jentik Aedes sp. :
Angka Bebas Jentik (ABJ) adalah persentase rumah dan/atau Tempat Umum
yang tidakditemukan jentik, pada pemeriksaan jentik berkala.
Indeks-indeks nyamuk yang digunakan:
Apabila ingin diketahui rata-rata umur nyamuk di suatu wilayah, dilakukan
pembedahan perut nyamuk-nyamuk yang ditangkap untuk memeriksa
keadaan ovariumnya di bawah mikroskop. Jika ujung pipa-pipa udara
(tracheolus) pada ovarium masih menggulung, berarti nyamuk itu belum
pernah bertelur (nuliparous). Jika ujung pipa-pipa udara sudah
terurai/terlepas gulungannya, maka nyamuk itu sudah pernah bertelur
(parous).
15
Untuk mengetahui rata-rata umur nyamuk, apakah merupakan nyamuk-
nyamuk baru (menetas) atau nyamuk-nyamuk yang sudah tua digunakan
indek parity rate.
Bila hasil survei entomologi suatu wilayah, parity rate-nya rendah
berarti populasi nyamuk-nyamuk di wilayah tersebut sebagian besar masih
muda. Sedangkan bila parity rate-nya tinggi menunjukkan bahwa keadaan
dari populasi nyamuk di wilayah itu sebagian besar sudah tua.
Untuk menghitung rata-rata umur suatu populasi nyamuk secara lebih
tepat dilakukan pembedahan ovarium dari nyamuk-nyamuk parous, untuk
menghitung jumlah dilatasi pada saluran telur (pedikulus).
Umur populasi nyamuk = rata-rata jumlah dilatasi x satu siklus
gonotropik
Contoh:
Bila jumlah dilatasi nyamuk rata-rata 3 dan siklus gonotropiknya 4 hari, maka
umur rata-rata nyamuk tersebut adalah: 3x4=12 hari. Semakin tua rata-rata
umur nyamuk semakin besar potensi terjadinya penularan di suatu wilayah.
- Pengendalian Vektor
Pengendalian vektor adalah upaya menurunkan faktor risiko penularan oleh
vektor dengan meminimalkan habitat perkembangbiakan vektor, menurunkan
kepadatan dan umur vektor, mengurangi kontak antara vektor dengan manusia serta
memutus rantai penularan penyakit.
Metode pengendalian vektor Chikungunya bersifat spesifik lokal, dengan
mempertimbangkan faktor–faktor lingkungan fisik (cuaca/iklim, permukiman, habitat
perkembangbiakan); lingkungan sosial-budaya (Pengetahuan Sikap dan Perilaku) dan
aspek vektor.
Pada dasarnya metode pengendalian vektor Chikungunya yang paling efektif
adalah dengan melibatkan peran serta masyarakat (PSM). Sehingga berbagai metode
pengendalian vektor cara lain merupakan upaya pelengkap untuk secara cepat
memutus rantai penularan.
a. Kimiawi
Pengendalian vektor cara kimiawi dengan menggunakan insektisida
merupakan salah satu metode pengendalian yang lebih populer di masyarakat
16
dibanding dengan cara pengendalian lain. Sasaran insektisida adalah stadium
dewasa dan pra-dewasa. Karena insektisida adalah racun, maka penggunaannya
harus mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan dan organisme bukan
sasaran termasuk mamalia. Disamping itu penentuan jenis insektisida, dosis, dan
metode aplikasi merupakan syarat yang penting untuk dipahami dalam kebijakan
pengendalian vektor. Aplikasi insektisida yang berulang di satuan ekosistem akan
menimbulkan terjadinya resistensi serangga sasaran.
Sasaran nyamuk dewasa adalah : Organophospat (Malathion, methyl
pirimiphos), Pyrethroid (Cypermethrine, lamda-cyhalotrine, cyflutrine,
Permethrine & S-Bioalethrine). Yang ditujukan untuk stadium dewasa yang
diaplikasikan dengan cara pengabutan panas/Fogging dan pengabutan
dingin/ULV
Sasaran jentik dengan menggunakan larvasida : golongan Organophospat
(Temephos).
b. Biologi
vektor dengan biologi menggunakan agent biologi seperti
predator/pemangsa, parasit, bakteri, sebagai musuh alami stadium pra dewasa
vektor Jenis predator yang digunakan adalah Ikan pemakan jentik (cupang,
tampalo, gabus, guppy, dll), sedangkan larva Capung, Toxorrhyncites,
Mesocyclops dapat juga berperan sebagai predator walau bukan sebagai metode
yang lazim untuk pengendalian vektor . Jenis pengendalian vektor biologi :
Parasit : Romanomermes iyengeri
Bakteri : Baccilus thuringiensis israelensis
Golongan insektisida biologi untuk pengendalian vektor (Insect Growth
Regulator/IGR dan Bacillus Thuringiensis Israelensis/BTi), ditujukan untuk
stadium pra dewasa yang diaplikasikan kedalam habitat perkembangbiakan
vektor. Insect Growth Regulators (IGRs) mampu menghalangi pertumbuhan
nyamuk di masa pra dewasa dengan cara merintangi/menghambat proses
chitin synthesis selama masa jentik berganti kulit atau mengacaukan proses
perubahan pupae dan nyamuk dewasa. IGRs memiliki tingkat racun yang
sangat rendah terhadap mamalia (nilai LD50 untuk keracunan akut pada
methoprene adalah 34.600 mg/kg ).
Bacillus thruringiensis (BTi) sebagai pembunuh jentik nyamuk/larvasida
yang tidak menggangu lingkungan. BTi terbukti aman bagi manusia bila
digunakan dalam air minum pada dosis normal. Keunggulan BTi adalah
menghancurkan jentik nyamuk tanpa menyerang predator entomophagus
dan spesies lain. Formula BTi cenderung secara cepat mengendap di dasar
17
wadah, karena itu dianjurkan pemakaian yang berulang kali. Racunnya
tidak tahan sinar dan rusak oleh sinar matahari. cenderung secara cepat
mengendap di dasar wadah, karena itu dianjurkan pemakaian yang
berulang kali. Racunnya tidak tahan sinar dan rusak oleh sinar matahari.
secara cepat mengendap di dasar wadah, karena itu dianjurkan pemakaian
yang berulang kali. Racunnya tidak tahan sinar dan rusak oleh sinar
matahari.
c. Manajemen lingkungan
Lingkungan fisik seperti tipe pemukiman, sarana-prasarana penyediaan air,
vegetasi dan musim sangat berpengaruh terhadap tersedianya habitat
perkembangbiakan dan pertumbuhan vektor. Nyamuk Aedes sp sebagai nyamuk
pemukiman mempunyai habitat utama di kontainer buatan yang berada di daerah
pemukiman. Manajemen lingkungan adalah upaya pengelolaan lingkungan
sehingga tidak kondusif sebagai habitat perkembangbiakan atau dikenal sebagai
source reduction seperti 3M plus (menguras, menutup dan mengubur, dan plus:
menyemprot, memelihara ikan predator, menabur larvasida dll); dan menghambat
pertumbuhan vektor (menjaga kebersihan lingkungan rumah, mengurangi tempat-
tempat yang gelap dan lembab di lingkungan rumah dll).
d. Pemberantasan Sarang Nyamuk / PSN
Pengendalian Vektor yang paling efisien dan efektif adalah dengan memutus
rantai penularan melalui pemberantasan jentik. Pelaksanaannya di masyarakat
dilakukan melalui upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah
Dengue PSN dalam bentuk kegiatan 3 M plus. Untuk mendapatkan hasil yang
diharapkan, kegiatan 3 M Plus ini harus dilakukan secara serempak dan terus
menerus/berkesinambungan. Tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku yang sangat
beragam sering menghambat suksesnya gerakan ini. Untuk itu sosialisasi kepada
masyarakat/individu untuk melakukan kegiatan ini secara rutin serta penguatan
peran tokoh masyarakat untuk mau secara terus menerus menggerakkan
masyarakat harus dilakukan melalui kegiatan promosi kesehatan, penyuluhan di
media masa, serta reward bagi yang berhasil melaksanakannya.
e. Operasional Pengendalian Vektor
- Pengabutan (fogging/ULV)
Pelaksana :Petugas dinas kesehatan kabupaten/kota, puskesmas dan
tenaga lain yang telah dilatih.
Lokasi : Meliputi seluruh wilayah terjangkit
Sasaran : Rumah dan tempat-tempat umum
18
Insektisida : Sesuai dengan dosis
Alat : Mesin fog atau ULV
Cara : Pengasapan/ULV dilaksanakan 2 siklus dengan interval
satu minggu (petunjuk fogging terlampir)
- Pemberantasan sarang nyamuk
Pelaksana :Masyarakat di lingkungan masing-masing
Lokasi :Meliputi seluruh wilayah terjangkit dan wilayah
sekitarnya dan merupakan satu kesatuan
epidemiologis
Sasaran : Semua tempat potensial bagi perindukkan nyamuk :
tempat penampungan air,barang bekas ( botol ,
pecahan gelas,ban bekas, dll) lubang pohon/tiang
pagar/pelepah pisang, tempat minum burung, alas pot,
dispenser, tempat penampungan air di bawah kulkas,
dibelakang kulkas dsb, di rumah/bangunan dan tempat
umum.
Cara : Melakukan kegiatan 3 M plus. (disesuaikan dengan
lokal spesifik daerah terjangkit).
- Larvadasi
Pelaksana :Tenaga dari masyarakat dengan bimbingan petugas
puskesmas/ dinas kesehatan kabupaten/kota
Lokasi : Meliputi seluruh wilayah terjangkit
Sasaran : Tempat penampungan air (TPA) di rumah dan
tempat-tempat umum
Insektisida : Sesuai dengan dosis. Disesuaikan dengan sirkulasi
pemakaian insektisida instruksi Dirjen PP dan PL
Cara : Larvasidasi dilaksanakan diseluruh wilayah KLB
(Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman
Pengendalian DBD, Edisi 2)
19
Penatalaksanaan penderita DBD (Mansjoer, 2001).
Gambar 2.4 Penatalaksanaan demam berdarah
2.2 Aplikasi teori model keperawatan anderson
2.2.1 Teori model keperawatan anderson
Sasaran keperawatan komunitas adalah seluruh masyarakat termasuk individu,
keluarga, dan kelompok beresiko tinggi seperti keluarga penduduk di daerah kumuh,
daerah terisolasi dan daerah yang tidak terjangkau termasuk kelompok bayi, balita dan
ibu hamil.
Menurut Anderson (1988) sasaran keperawatan komunitas terdiri dari tiga tingkat
yaitu:
a. Tingkat Individu
Perawat memberikan asuhan keperawatan kepada individu yang mempunyai
masalah kesehatan tertentu (misalnya DHF, ibu hamil) yang dijumpai di poliklinik,
Puskesmas dengan sasaran dan pusat perhatian pada masalah kesehatan dan
pemecahan masalah kesehatan individu.
b. Tingkat Keluarga
Sasaran kegiatan adalah keluarga dimana anggota keluarga yang mempunyai masalah
kesehatan dirawat sebagai bagian dari keluarga dengan mengukur sejauh mana
terpenuhinya tugas kesehatan keluarga yaitu mengenal masalah kesehatan, mengambil
keputusan untuk mengatasi masalah kesehatan, memberikan perawatan kepada anggota
20
keluarga, menciptakan lingkungan yang sehat dan memanfaatkan sumber daya
masyarakat untuk meningkatkan kesehatan keluarga.
Prioritas pelayanan perawatan kesehatan masyarakat difokuskan keluarga
rawan yaitu:
a. Keluarga yang belum terjangkau pelayanan kesehatan, yaitu keluarga dengan: ibu
hamil yang belum ANC, ibu nifas yang persalinannya ditolong oleh dukun dan
neonatusnya, balita tertentu, penyakit kronis menular yang tidak dapat diintervensi
oleh program, penyakit endemis, penyakit kronis tidak menular atau keluarga dengan
kecacatan tertentu (mental atau fisik).
b. Keluarga dengan resiko tinggi, yaitu keluarga dengan ibu hamil yang memiliki masalah
gizi, seperti anemia gizi berat (HB kurang dari 8 gr%) ataupun Kurang Energi Kronis
(KEK), keluarga dengan ibu hamil resiko tinggi seperti perdarahan, infeksi, hipertensi,
keluarga dengan balita dengan BGM, keluarga dengan neonatus BBLR, keluarga
dengan usia lanjut atau keluarga dengan kasus percobaan bunuh diri.
c. Keluarga dengan tindak lanjut perawatan.
d. Tingkat Komunitas
Dilihat sebagai suatu kesatuan dalam komunitas sebagai klien.
- Pembinaan kelompok khusus
- Pembinaan desa atau masyarakat bermasalah
2.2.2 Aplikasi terhadap Agregat DB
Dalam model keperawatan sebagai mitra (Gambar 2.1) ada 2 faktor sentral : pertama
fokus pada komunitas sebagai mitra ditandai dengan roda pengkajian komunitas dibagian
atas, dengan menyatukan anggota masyarakat sebagai intinya, dan kedua, penerapan
proses keperawatannya.
21
Gambar 2.6 Roda pengkajian komunitas, menggambarkan garis resistensi dan pertahanan
dalamstruktur komunitas
23
8 Subsistem :
1. Lingkungan
2. Pendidikan
3. Keamanan dan Transportasi
4. Politik dan Pemerintahan
5. Pelayanan Kesehatan dan Sosial
6. Komunikasi
7. Ekonomi
8. Rekreasi
KOMUNITAS
STRESOR
STRESOR
INTI
(INDIVIDU)
Inti dari roda pengkajian (Gambar 2.2 ) adalah individu yang membentuk
komunitas. Inti meliputi demografi, nilai, keyakinan, dan sejarah penduduk setempat.
Sebagai anggota masyarakat, penduduk setempat dipengaruhi oleh delapan
subsistem komunitas dan sebaliknya. Delapan subsistem ini terdiri atas lingkungan,
pendidikan, keamanan dan transportasi, politik dan pemerintahan, pelayanan
kesehatan dan sosial, komunikasi, ekonomi, dan rekreasi.
Garis tebal yang mengelilingi komunitas menunjukkan garis pertahanan
normal, atau tingkat kesehatan komunitas yang dicapai setiap saat. Garis pertahanan
normal meliputi berbagai ciri misalnya angka imunitas yang tinggi, moralitas bayi yang
rendah, atau tingkat pendapatan kelas menengah. Garis pertahanan normal juga
mencakup pola koping, disertai kemampuan menyelesaikan masalah. Hal ini
menunjukkan keadaan sehat dari komunitas.
Garis pertahanan fleksibel, digambarkan dengan garis putus-putus yang
mengelilingi komunitas dan garis pertahanan normal. Garis ini merupakan “buffer
zone” (area penengah) yang menunjukkan suatu tingkat kesehatan dinamis akibat
respon sementara terhadap stressor. Respon ini mungkin saja terjadi karena adanya
mobilisasi anggota masyarakat sekitar karena stressor lingkungan, seperti banjir, atau
stressor sosial seperti penjualan buku porno.
Kedelapan subsistem dibatasi dengan garis putus-putus untuk mengingatkan
kita bahwa subsistem tersebut tidak terpisah, tetapi saling mempengaruhi. Kedelapan
subsistem tersebut menjelaskan garis besar subsistem suatu komunitas dan
memberikan gambaran kerangka kerja bagi perawat kesehatan komunitas dalam
pengkajian.
Didalam komunitas, terdapat garis-garis resistensi, mekanisme internal yang
melakukan perlawanan terhadap stressor. Program rekreasi malam untuk anak-anak
muda dilakukan untuk mengurangi “vandalism” (perbuatan yang merusak) dan
kebebasan berbuat, dan diagnosis serta pengobatan penyakit menular seksual secara
gratis adalah merupakan contoh garis resistensi. Garis resistensi ada pada setiap
subsistem dan menunjukkan kekeuatan komunitas.
Stressor merupakan tekanan rangsangan yang menghasilkan ketegangan
yang potensial menyebabkan ketidakseimbangan dalam sistem. Stressor tersebut
dapat berasal dari luar komunitas (misalnya polusi udara dari industri terdekat) atau
dari dalam komunitas (misalnya penutupan suatu klinik). Stressor memasuki garis
pertahanan normal maupun fleksibel sehinggga menimbulkan gangguan dalam
komunitas. Pelayanan yang tidak mencukupi, tidak terjangkau atau mahal merupakan
stressor terhadap kesehatan komunitas.
24
Derajat reaksi merupakan jumlah ketidakseimbangan atau gangguan akibat
stressor yang mengganggu garis pertahanan komunitas. Derajat reaksi ini dapat dilihat
dari angka kematian dan kesakitan, pengangguran, statistik kriminalis, kejadian
endemik DBD dan lain-lain.Stressor dan derajat reaksi menjadi bagian dari diagnosa
keperawatan. Misalnya masalah dapat berupa peningkatan kejadian penyakit
pernapasan (derajat reaksi) sehubungan dengan polusi udara(stresor).
2.2.3 Pengkajian
Inti dan subsistem komunitas, baik garis pertahanan dan resistensi stressor
maupun derajat reaksi, merupakan parameter pengkajian perawat komunitas yang
memandang komunitas sebagai mitra. Dengan menganalisis data berdasarkan
parameter ini bersama dengan komunitas akan mengarahkan diagnosis
keperawatan komunitas.
2.2.3.1 Core
2.2.3.1.1 Demografi
Data demografi kelompok atau komunitas yang terdiri atas:umur, pendidikan, jenis
kelamin, pekerjaan, agama, nilai-nilai, dan keyakinan. Data demografi yang perlu dikaji dalam
masyarakat adalah populasi anak, usia remaja, dewasa, lansia, jenis kelamin, insiden
penyakit, angka kelahiran, angka kematian, dan populasi ibu hamil.
2.2.3.1.2 Nilai dan Kepercayaan
Bagian dari inti komunitas adalah nilai, keyakinan, dan praktik keagamaan
penduduk.Setiap komunitas bersifat unik dengan nilai, keyakinan, dan praktik keagamaan
yang mengakar pada tradisi dan secara kontinu berkembang serta tetap eksis karena
memenuhi kebutuhan masyarakat. Semua kelompok etnik mempunyai nilai dan keyakinan
yang berinteraksi dengan sistem komunitas untuk mempengaruhi kesehatan warganya.
Dalam masyarakat ditanyakan keyakinan terhadap sehat & sakit, tempat mereka berobat &
usaha menyembuhkan sakit atau meningkatkan derajat kesehatan.
2.2.3.1.3 Sejarah
Sejarah dalam komunitas adalah terkait dengan sejarah masyarakat, daerah
yang terkait dengan kesehatan yang pernah dialami oleh masyarakat.Tokoh masyarakat yang
disegani yang mengetahui sejarah daerah.
2.2.3.2 Subsistem
2.2.3.2.1 Lingkungan Fisik
Lingkungan adalah salah satu subsistem yang berpengaruh terhadap
kesehatan masyarakat. Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat perlu
25
ditingkatkan juga kebersihan lingkungan sekitar dengan menerapkan perilaku hidup
bersih dan sehat.
Data subsistem lingkungan yang perlu dikaji adalah lingkungan biologi (jenis
binatang peliharaan, letak kandang, jenis tanaman yang ditanam dirumah, dan manfaat
tanaman tersebut), kimia (sumber polusi, pembuangan dan pengelolaan limbah rumah
tangga dan kotoran ternak), fisik (tempat pembuangan sampah, pengelolaan sampah,
ketersediaan jamban, ventilasi rumah, sumber air, ketersediaan air bersih, dan alat
penerangan) , dan geografi (kondisi iklim di desa dan kondisi jalan menuju pelayanan
kesehatan).
2.2.3.2.2 Keamanan dan Transportasi
Di lingkungan tempat tinggal, apakah tidak menimbulkan stress. Yang perlu
dikaji adalah tindak kriminal yang paling sering, layanan perlindungan yang tersedia
(Hansip), tempat perlindungan dan pengaduan bila terancam rasa amannya (RT, RW,
Kades), tersediannya ambulan desa, tersedianya kendaraan umum (Ojek, Angkot),
tersediannya kendaraan pribadi (Mobil, Sepeda Motor), tersediannya jalan pintas, serta
penggunaan jalan umum.
2.2.3.2.3 Pelayanan Kesehatan dan Sosial
Pelayanan kesehatan dan sosial yang tersedia untuk melakukan deteksi dini
gangguan atau merawat dan memantau apabila gangguan sudah terjadi
Hal yang perlu dikaji dalam pelayanan kesehatan dan sosial adalah
ketersediaan tenaga kesehatan, jarak RS, ketersediaan klinik dan gawat darurat, mencari
pelayanan kesehatan, pemanfaatan posyandu, ketersediaan Pustu, jarak puskesmas,
pelaksanaan dalam 1 bulan, jenis pelayanan untuk ibu dan anak, keahlian kader,
penggunaan alat kontrasepsi, biaya, dan adanya jaminan kesehatan.
2.2.3.2.4 Ekonomi
Tingkat sosial ekonomi komunitas apakah sudah mencukupi, sehingga upaya
pelayanan kesehatan yang diberikan dapat terjangkau. Yang perlu dikaji adalah jumlah
pengeluaran rata-rata keluarga tiap bulan, ketersediaan lapangan kerja, alokasi
penghasilan untuk kesejahteraan ibu dan anak.
2.2.3.2.5 Pendidikan
Pendidikan penting dalam pengkajian karena untuk mengetahui apakah
terdapat sarana pendidikan yang dapat digunakan untuk meningkatkan pengetahuan
masyarakat terutama dalam peningkatan pengetahuan tentang kesehatan.
Yang perlu dikaji dalam subsistem pendidikan yaitu, kondisi sekolah (gedung
sekolah, ketersediaan kamar mandi, ,kebersihan, tempat sampah, kantin sekolah,
26
ventilasi kelas, tersedianya fasilitas kesehatan disekolah, penerapan pola perilaku hidup
sehat di sekolah (cuci tangan dan gosok gigi), pemeriksaan kesehatan berkala, dan
jajanan sekolah.
2.2.3.2.6 Politik dan Pemerintahan
Politik dan pemerintahan sangat berpengaruh terhadap kesehatan
masyarakat terutama dalam penyediaan sarana pelayanan kesehatan untuk menunjang
kesehatan masyarakat.
Di masyarakat yang perlu dikaji adalah adanya penanggung jawab PKK, adanya
jadwal pelaksana kegiatan PKK, rutinitas kegiatan PKK, program PKK, penanggung
jawab dasa wisma, program dasa wisma, rutinitas kegiatan dasawisma, tersedianya alat
transportasi ambulan desa, tersedianya kader-kader kesehatan tiap RT, dan adanya
pelatihan-pelatihan terhadap kader-kader kesehatan.
2.2.3.2.7 Komunikasi
Sistem komunikasi dalam masyarakat sangatlah penting dalam menerima
informasi terutama terkait dengan kesehatan. Sarana komunikasi apa saja yang dapat
dimanfaatkan di komunitas tersebut untuk meningkatkan pengetahuan terkait dengan
kesehatan (mis.televisi, radio, koran, atau leaflet yang diberikan kepada komunitas)
Dalam subsistem komunikasi yang perlu dikaji adalah penggunaan alat
komunikasi (telepon, handphone, tv, radio, koran dll), ketersediaan tempat untuk kegiatan
bersama warga, antusias warga dalam mendapatkan informasi kesehatan.
2.2.3.2.8 Rekreasi
Rekreasi disekitar daerah apakah terdapat masalah atau dapat menimbulkan
masalah kesehatan kepada masyarakat disekitarnya. Yang perlu dikaji dalam subsistem
rekreasi adalah ketersediaan fasilitas bermain anak-anak dan bentuk rekreasi yang
sering dilakukan.
Menurut Hendrik L. Blum ada empat faktor yang mempengaruhi kesehatan, yaitu
lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan.Lingkungan terdiri dari
lingkungan fisik dan lingkungan sosial.Lingkungan fisik yaitu lingkungan yang berkaitan
dengan fisik seperti air, udara, sampah, tanah, iklim, dan perumahan.Contoh di suatu
daerah mengalami wabah DBD karena banyaknya genangan air di musim
penghujan.Keturunan merupakan faktor yang telah ada pada diri manusia yang
dibawanya sejak lahir, misalnya penyakit asma.Keempat faktor tersebut saling berkaitan
dan saling menunjang satu dengan yang lainnya dalam menentukan derajat kesehatan
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.Lingkungan dalam paradigma keperawatan
berfokus pada lingkungan masyarakat, dimanalingkungan dapat mempengaruhi status
kesehatan manusia.Lingkungan disini meliputi lingkungan fisik, psikologis, sosial dan
budaya serta lingkungan spiritual.
27