3. aspek hukum dlm pemeriksaan - cetak

79
DIKLAT JABATAN FUNGSIONAL PEMERIKSA ASPEK HUKUM DALAM PEMERIKSAAN PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN TAHUN 2011

Upload: rendhy-prasetyo-hadi

Post on 05-Jul-2015

363 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

DIKLAT JABATAN FUNGSIONAL PEMERIKSA

ASPEK HUKUM DALAM PEMERIKSAAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

TAHUN 2011

Page 2: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak
Page 3: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI i

Kata Pengantar

Terbitnya Permenpan Nomor 17 tentang Jabatan Fungsional Pemeriksa (JFP) dan Angka Kreditnya merupakan titik awal perubahan peraturan dari jabatan fungsional auditor (JFA) ke JFP bagi para pemeriksa BPK. Momen ini dimanfaatkan BPK untuk mereformasi pengembangan sumber daya pemeriksa dengan meredefinisi kompetensi yang diperlukan oleh para pemeriksa di BPK. Peraturan BPK No. 4 Tahun 2010 tentang JFP menyatakan bahwa untuk memenuhi dan meningkatkan kompetensi dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan, para calon pemeriksa yang pertama kali diangkat dalam JFP wajib terlebih dahulu mengikuti diklat JFP. Sejalan dengan itu, berlakunya standar kompetensi yang telah disusun Biro SDM juga mendukung Pusdiklat untuk mengembangkan diklat berbasis kompetensi, yang dalam hal ini ditujukan bagi para pemeriksa. Standar kompetensi inilah yang menjadi landasan bagi pusdiklat dalam menata ulang desain kurikulum dan silabusnya, sehingga lebih terstruktur dan sesuai dengan masing-masing peran.

Kami menyadari arti penting modul ini dalam suatu proses diklat karena dari modul inilah tergambar dasar pengetahuan dan keahlian yang akan diberikan kepada peserta diklat. Kami juga terus berusaha menyempurnakan materi-materi diklat dengan perkembangan pengetahuan dan kondisi terkini, serta melatih tenaga instruktur secara berkala. Hal ini merupakan komitmen Pusdiklat yang berusaha menjunjung tinggi profesionalisme dalam melayani kebutuhan pengembangan SDM di BPK. Kami harapkan setelah menyelesaikan pendidikan dan pelatihan di Pusdiklat BPK, para peserta diklat merasakan manfaatnya dengan mengalami perubahan kompetensi yang semakin baik sesuai tugas dan tanggung jawab yang diemban. Pelaksanaan diklat berbasis kompetensi juga mendorong Pusdiklat semakin menyempurnakan metode pembelajaran yang digunakan serta didukung dengan laboratorium-laboratorium, untuk membantu peserta diklat merasakan kondisi yang menyerupai keadaan riil dalam pekerjaan.

Akhir kata, perkenankan kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT dan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan kontribusi terhadap pengembangan modul ini. Kami menyadari bahwa apa yang telah kami lakukan masih jauh dari sempurna. Masukan, kritik, dan saran dari peserta diklat, instruktur, dan narasumber sangat berguna dalam pengembangan kompetensi pemeriksa di BPK untuk mendukung tujuan kami, yaitu menjadi pusdiklat yang profesional, sebagai titik awal pembentukan SDM di BPK. Terima kasih.

Jakarta, Mei 2011 Plt. Kepala Pusdiklat

Dr. Cris Kuntadi, S.E.,,M.M., Ak.,C.P.A. NIP 196906241990031004

Page 4: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI ii

DAFTAR ISI

Hal.

Kata Pengantar ….………………………………………………………... i

Daftar Isi …….………………………………………………………..….. ii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Deskripsi Singkat Mata Pelajaran ........................................ 1

B. Tujuan Umum Pembelajaran 1

C. Metode Pembelajaran 1

D. Deskripsi Singkat Struktur Modul 2

BAB II DASAR-DASAR ILMU HUKUM .................... ....................... 3

A. Pengertian Hukum ..... ............................................................ 3

B. Hukum dan Kaedah Sosial .................................................... 5

C. Pengertian-pengertian Dasar dalam Hukum …….…...……. 7

D. Asas Hukum ……………..………………………………. 10

E. Pembidangan Hukum ……………………………………… 13

F. Penafsiran Hukum (Interpretasi Hukum) .. ............................ 18

G. Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan .......... .............. 19

H. Tuntutan Masyarakat atas Hukum ........ ................................. 21

BAB III ASPEK-ASPEK HUKUM DALAM PERENCANAAN

PEMERIKSAAN …………………….……………………….. 24

A. UUD 1945 ............................................................................. 24

B. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara .............. 25

C. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara ....... 26

D. UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan

dan Tanggung Jawab Keuangan Negara …………………… 26

E. UU No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan 26

BAB IV ASPEK-ASPEK HUKUM DALAM PELAKSAAN

PEMERIKSAAN …………………………………………… 27

A. Hubungan Aspek Hukum dan Standar Pemeriksaan .......... 27

B. Aspek Hukum dalam Perancangan Pemeriksaan untuk

Mendeteksi Terjadinya Penyimpangan dari Ketentuan

Peraturan Perundang-undangan, Kecurangan (Fraud),

Serta Ketidakpatutan (Abuse) .............................................. 29

Page 5: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI iii

C. Aspek Hukum dalam Pelaksanaan Pemeriksaan dan

Pemahaman terhadap Objek yang Akan Diperiksa .............. 32

BAB V ASPEK-ASPEK HUKUM DALAM PEMERIKSAAN

PADA PELAPORAN PEMERIKSAAN ...………………….. 63

A. Penyimpangan Administrasi ………………………………. 65

B. Pelanggaran atas Perikatan Perdata ..……………………... 67

C. Penyimpangan yang Mengandung Unsur Tindak Pidana .... 68

D. Ketidakpatutan yang Signifikan …………………………… 68

BAB VI ASPEK-ASPEK HUKUM DALAM TINDAK LANJUT

HASIL PEMERIKSAAN ……………………………………. 70

A. Kewajiban Terperiksa untuk Menindaklanjuti Hasil Pemeriksaan BPK ………………………………………… 70

B. Rumusan Unsur Pidana ………………………………….. 71

C. Tindak Lanjut Apabila Terdapat Unsur Pidana …………. 72

Daftar Pustaka …………….…………………………………………….. 73

Page 6: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 1 dari 74

BAB I

PENDAHULUAN

A. DESKRIPSI SINGKAT MATA PELAJARAN

Mata pelajaran ini diberiksan dalam rangka memberikan wawasan maupun

pengetahuan dan pemahaman dasar kepada para pemeriksa mengenai dasar-dasar

ilmu hukum yang terkait dengan pemeriksaan. Dengan demikian, pemeriksa dapat

mengerti, memahami dan mampu menjelaskan bagaimana menangani masalah-

masalah hukum dalam perencanaan, pelaksanaan, pelaporan pemeriksaan dan tindak

lanjut hasil pemeriksaan

B. TUJUAN UMUM PEMBELAJARAN

Agar peserta diklat dapat memahami dasar-dasar ilmu hukum yang terkait dengan

pemeriksaan sehingga diharapkan kelak dapat diterapkan dalam pelaksanaan tugas,

baik secara langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan hal tersebut.

C. METODE PEMBELAJARAN

Peserta didorong untuk berpartisipasi secara aktif melalui komunikasi dua arah.

Untuk metode yang digunakan merupakan kombinasi dari ceramah dan tanya jawab,

diskusi serta latihan soal & kasus.

Instruktur membantu peserta dalam memahami materi melalui ceramah dan dalam

proses ini peserta diberikan kesempatan untuk melakukan tanya jawab. Agar proses

pendalaman materi dapat berlangsung dengan baik, dilakukan pula diskusi

kelompok, sehingga peserta benar-benar dapat secara aktif terlibat dalam proses

belajar mengajar.

Dalam modul ini disertakan pula latihan soal & kasus untuk membantu peserta dalam

mempercepat dan mempermudah memahami materi.

Page 7: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 2 dari 74

D. DESKRIPSI SINGKAT STRUKTUR MODUL

Modul Aspek Hukum dalam Pemeriksaan ini disusun dengan kerangka bahasan

sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN: menguraikan penjelasan umum sebagai gambaran

menyeluruh atas isi modul meliputi : Deskripsi Singkat Mata Pelajaran, Tujuan

Pembelajaran, Metodologi Pembelajaran dan Deskripsi Singkat Struktur Modul.

BAB II DASAR-DASAR ILMU HUKUM : membahas mengenai pengertian

hukum, hukum dan kaedah sosial, pengertian dasar dalam hukum, asas hukum,

pembidangan hukum, penafsiaran hukum, tata urutan perundang-undangan, dan

tuntutan masyarakat akan hukum.

BAB III ASPEK-ASPEK HUKUM DALAM PERENCANAAN

PEMERIKSAAN : membahas mengenai peraturan perundang-undangan yang dapat

digunakan dalam melakukan perencanaan pemeriksaan.

BAB IV ASPEK-ASPEK HUKUM DALAM PELAKSANAAN

PEMERIKSAAN : membahas mengenai hubungan aspek hukum dan standar

pemeriksaan, aspek hukum dalam perancangan pemeriksaan untuk mendeteksi

terjadinya penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan, kecurangan

(fraud), serta ketidakpatutan (abuse), dan aspek hukum dalam pelaksanaan

pemeriksaan dan pemahaman terhadap objek yang akan diperiksa.

BAB V ASPEK-ASPEK HUKUM DALAM PEMERIKSAAN PADA

PELAPORAN PEMERIKSAAN : membahas mengenai penyimpangan

administrasi, pelanggaran atas perikatan perdata, penyimpangan yang mengandung

unsur tindak pidana, dan ketidakpatutan yang signifikan.

BAB VI ASPEK-ASPEK HUKUM DALAM TINDAK LANJUT HASIL

PEMERIKSAAN : membahas mengenai kewajiban terperiksa untuk

menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK, rumusan unsur pidana dan tindak lanjut

apabila terdapat unsur pidana.

Page 8: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 3 dari 74

BAB II

DASAR-DASAR ILMU HUKUM

Setelah mempelajari bab ini, peserta diharapkan mampu menjelaskan

dasar-dasar ilmu hukum yang diperlukan dalam pemeriksaan

A. Pengertian Hukum

Hukum sulit untuk diberi definisi yang tepat karena mempunyai segi dan bentuk

yang sangat banyak, sehingga sulit untuk dirangkum dalam suatu definisi. Adagium

ubi societas ibi ius (di mana ada masyarakat maka di situ ada hukum) cukup

memberikan gambaran bahwa hukum ada dalam bentuk/segi apapun di masyarakat.

Dr. W.L.G. Lemaire, dalam bukunya “Het Recht in Indonesia”, mengatakan bahwa

banyaknya segi dan luasnya isi hukum itu, tidak memungkinkan perumusan hukum

dalam suatu definisi tentang apakah sebenarnya hukum itu.1 Meskipun demikian,

beberapa Sarjana Hukum memberikan pendapat mengenai definisi hukum, antara

lain sebagai berikut.

1. Hukum adalah norma yang mengajak masyarakat untuk mencapai cita-cita serta

keadaan tertentu, tetapi tanpa mengabaikan dunia kenyataan dan oleh karenanya

ia juga digolongkan ke dalam norma kultur.2

2. Yang sesungguhnya disebut hukum adalah suatu jenis perintah. Tetapi, karena ia

disebut perintah, maka setiap hukum yang sesungguhnya, mengalir dari satu

sumber yang pasti … apabila suatu perintah dinyatakan atau diumumkan, satu

pihak menyatakan suatu kehendak agar pihak lain menjalankannya atau

membiarkan itu dijalankan … (Doktrin Austin)3.

3. Pada umumnya yang dimaksud dengan hukum adalah keseluruhan kumpulan

peraturan-peraturan atau kaedah-kaedah dalam suatu kehidupan bersama:

1 C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1984,

hal. 36. 2 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal. 27. 3 Friedmann dalam buku Ilmu Hukum karangan Satjipto Rahardjo, Citra Aditya Bakti, Bandung,

2000, hal. 28.

Page 9: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 4 dari 74

keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan

bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi.4

4. Hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan,

ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat, dan yang menjadi

pedoman bagi penguasa-penguasa negara dalam melakukan tugasnya.5

5. Hukum adalah aturan tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang daya

penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai

jaminan dari kepentingan bersama dan yang jika dilanggar menimbulkan reaksi

bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu.6

6. Hukum adalah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari

orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari orang

yang lain, menuruti peraturan hukum tentang kemerdekaan.7

7. Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah dan larangan-

larangan) yang mengurus tata-tertib suatu masyarakat dan karena itu harus

ditaati oleh masyarakat itu.8

Dari beberapa perumusan mengenai pengertian hukum yang diberikan oleh para

pakar hukum, dapat diambil kesimpulan bahwa hukum meliputi beberapa unsur

sebagai berikut.

1. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat.

2. Peraturan ini diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib.

3. Peraturan itu bersifat memaksa.

4. Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas.

4 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2003, hal. 40. 5 E.M. Meyers dalam buku Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia karangan C.S.T.

Kansil, Balai Pustaka, Jakarta, 1984, hal. 36. 6 Leon Duguit dalam buku Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia karangan C.S.T.

Kansil, Balai Pustaka, Jakarta, 1984, hal. 36. 7 Immanuel Kant dalam buku Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia karangan C.S.T.

Kansil, Balai Pustaka, Jakarta, 1984, hal. 36. 8 Utrecht dalam buku Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia karangan C.S.T. Kansil,

Balai Pustaka, Jakarta, 1984, hal. 38.

Page 10: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 5 dari 74

B. Hukum sebagai Kaedah Sosial

Untuk melindungi kepentingan manusia di dalam masyarakat terdapat beberapa

kaedah sosial. Kaedah sosial adalah ketentuan yang memberi batasan dalam

hubungan antar manusia (warga masyarakat) untuk memenuhi kebutuhan atau

kepentingannya, tanpa melanggar kepentingan yang lainnya.9 Tata kaedah tersebut

terdiri atas kaedah kepercayaan atau keagamaan, kaedah kesusilaan, kaedah sopan

santun dan kaedah hukum, yang dapat dikelompokkan sebagai berikut.10

1. Aspek Kehidupan Pribadi. Tata kaedah yang berkaitan dengan aspek kehidupan

pribadi dibagi menjadi:

a. Kaedah Kepercayaan atau Keagamaan. Kaedah ini ditujukan kepada

kehidupan beriman, yaitu kewajiban manusia kepada Tuhan dan kepada dirinya

sendiri. Sumber kaedah ini adalah ajaran-ajaran kepercayaan atau agama yang

oleh pengikut-pengikutnya dianggap sebagai perintah Tuhan. Tuhan-lah yang

mengancam pelanggaran-pelanggaran kaedah kepercayaan atau agama itu

dengan sanksi. Tujuan dari kaedah ini adalah penyempurnaan manusia, karena

ditujukan kepada umat manusia dan melarang manusia melakukan perbuatan

jahat. Tidak ditujukan kepada sikap lahir, tetapi kepada sikap batin manusia.

Hanya membebani manusia dengan kewajiban-kewajiban semata dan tidak

memberi hak.

b. Kaedah Kesusilaan. Kaedah ini berhubungan dengan manusia sebagai individu

karena menyangkut kehidupan pribadi manusia. Pendukung kaedah kesusilaan

adalah nurani individu, bukan manusia sebagai makhluk sosial atau sebagai

anggota masyarakat yang terorganisir. Kaedah ini ditujukan kepada umat

manusia agar terbentuk kebaikan akhlak pribadi guna penyempurnaan manusia

dan melarang manusia melakukan perbuatan jahat. Kaedah ini hanya

membebani manusia dengan kewajiban-kewajiban saja.

Sumber kaedah kesusilaan adalah dari manusia sendiri, jadi bersifat otonom

dan tidak ditujukan kepada sikap lahir, tetapi ditujukan kepada sikap batin

manusia. Batinnya sendirilah yang mengancam perbuatan yang melanggar

9 Marwan Mas, Pengantar Ilmu Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004, hal. 42. 10 Sudikno Mertokusumo, op.cit., hal. 5.

Page 11: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 6 dari 74

kaedah kesusilaan dengan sanksi. Tidak ada kekuasaan di luar dirinya yang

memaksakan sanksi itu.

2. Aspek Kehidupan Antar Pribadi. Tata kaedah yang berkaitan dengan aspek

kehidupan antar pribadi dibagi menjadi:

a. Kaedah Sopan Santun atau Adat. Kaedah ini didasarkan atas kebiasaan,

kepatutan atau kepantasan yang berlaku dalam masyarakat. Kaedah ini

ditujukan kepada sikap lahir pelakunya yang konkret demi penyempurnaan

atau ketertiban masyarakat dan bertujuan menciptakan perdamaian, tata tertib

atau membuat “sedap” lalu lintas antar manusia yang bersifat lahiriah.

Sopan santun lebih mementingkan yang lahir atau yang formal. Bahkan

seringkali sudah puas dengan sikap semu atau pura-pura saja. Sopan santun

menyentuh manusia tidak semata-mata sebagai individu, tetapi sebagai

makhluk sosial. Jadi, menyentuh kehidupan bersama.

Kaedah sopan santun membebani manusia dengan kewajiban-kewajiban saja.

Bila dilanggar, kekuasaan masyarakat yang secara tidak resmi-lah yang

mengancam dengan sanksi.

Daerah berlakunya kaedah sopan santun sempit, terbatas secara lokal atau

pribadi. Sopan santun di suatu daerah tidak sama dengan daerah lain. Berbeda

lapisan masyarakat berbeda pula sopan santunnya.

b. Kaedah Hukum. Kaedah hukum melindungi lebih lanjut kepentingan-

kepentingan manusia yang sudah mendapat perlindungan dari ketiga kaedah

lainnya. Selain itu, kaedah hukum juga melindungi kepentingan-kepentingan

manusia yang belum mendapat perlindungan dari ketiga kaedah tadi. Kaedah

hukum ditujukan kepada sikap lahir manusia. Tidak seorangpun dapat dihukum

karena apa yang dipikirkan atau dibatinnya (cogitationis poenam nemo patitut).

Kaedah ini berasal dari kekuasaan luar diri manusia yang memaksakan kepada

kita (bersifat heteronom). Masyarakat-lah yang secara resmi diberi kuasa untuk

memberikan sanksi atau menjatuhkan hukuman. Dalam hal ini, pengadilan-lah

sebagai lembaga yang mewakili masyarakat dalam menjatuhkan hukuman.

Selain membebani manusia dengan kewajiban, kaedah hukum juga memberi

hak.

Page 12: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 7 dari 74

Kaedah hukum sebagai salah satu kaedah sosial mempunyai dua sifat alternatif

sebagai berikut.11

1) Ada kemungkinan bersifat imperatif, yaitu secara apriori wajib ditaati.

Kaedah ini tidak dapat dikesampingkan dalam suatu keadaan konkret

hanya karena para pihak membuat perjanjian.

2) Ada kemungkinan bersifat fakultatif, yaitu tidak secara apriori mengikat

atau wajib ditaati. Kaedah hukum yang dalam keadaan konkret dapat

dikesampingkan oleh perjanjian yang dibuat oleh para pihak.

Kaedah hukum dapat dibedakan dari kaedah kepercayaan, kaedah kesusilaan

dan sopan santun, tetapi tidak dapat dipisahkan dengan yang lainnya, sebab

meskipun ada perbedaannya ada pula titik temunya. Isi masing-masing kaedah

saling memengaruhi satu sama lain, bahkan kadang-kadang saling

memperkuat.

C. Pengertian-pengertian Dasar dalam Hukum12

1. Subjek hukum adalah segala sesuatu yang menurut hukum dapat menjadi

pendukung (dapat memiliki) hak dan kewajiban. Dalam kamus Ilmu Hukum

disebut juga “orang” atau “pendukung hak dan kewajiban”. Dengan demikian,

subjek hukum memiliki kewenangan untuk bertindak menurut tata cara yang

ditentukan atau dibenarkan hukum. Adapun subjek hukum (orang) yang dikenal

dalam ilmu hukum adalah manusia dan badan hukum.

2. Objek hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum dan

dapat menjadi objek dalam suatu hubungan hukum. Menurut terminologi

(istilah) ilmu hukum, objek hukum disebut pula “benda atau barang”, sedangkan

“benda atau barang” menurut hukum adalah “segala barang dan hak yang dapat

dimiliki dan bernilai ekonomis”, dan dibedakan menjadi sebagai berikut.

a. Benda berwujud dan benda tidak berwujud (Pasal 503 KUH Perdata).

b. Benda bergerak dan benda tidak bergerak (Pasal 504 KUH Perdata).

11 Achmad Ali dalam buku Pengantar Ilmu Hukum karangan Marwan Mas, Ghalia Indonesia,

Jakarta, 2004, hal. 45. 12 Marwan Mas, op.cit., hal. 28.

Page 13: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 8 dari 74

3. Hak dan kewajiban bukan merupakan kumpulan peraturan atau kaedah,

melainkan merupakan perimbangan kekuasaan dalam bentuk hak individual di

satu pihak yang tercermin pada kewajiban pada pihak lawan. Kalau ada hak

maka ada kewajiban. Hak dan kewajiban ini merupakan kewenangan yang

diberikan kepada seseorang oleh hukum.13 Untuk terjadinya hak dan kewajiban

diperlukan terjadinya suatu peristiwa yang oleh hukum dihubungkan sebagai

akibat.14

Dalam kepustakaan ilmu hukum dikenal dua teori atau ajaran untuk menjelaskan

keberadaan hak, yaitu:

a. Belangen Theorie (Teori Kepentingan). Teori ini menyatakan bahwa hak

adalah kepentingan yang terlindungi.

b. Wilsmacht Theorie (Teori Kehendak). Teori ini menyatakan bahwa hak

adalah kehendak yang dilengkapi dengan kekuatan dan diberi oleh tata tertib

hukum kepada seseorang.

Selain kedua teori tersebut, dikenal pula “Teori Fungsi Sosial” yang menyatakan

bahwa tidak ada seorang manusiapun yang mempunyai hak. Sebaliknya, di

dalam masyarakat, bagi manusia hanya ada suatu tugas sosial. Tata tertib hukum

tidak didasarkan atas hak kebebasan manusia, tetapi atas tugas sosial yang harus

dijalankan oleh anggota masyarakat.

Berikut ini digambarkan berbagai pengertian hak yang dikemukakan oleh

sejumlah pakar hukum.

a. Van Apeldoorn menyatakan bahwa hak adalah kekuasaan (wewenang) yang

oleh hukum diberikan kepada seseorang (atau suatu badan hukum), dan yang

menjadi tantangannya adalah kewajiban orang lain (badan hukum lain) untuk

mengakui kekuasaan itu.

b. Satjipto Rahardjo menyatakan bahwa hak adalah kekuasaan yang diberikan

oleh hukum kepada seseorang dengan maksud untuk melindungi kepentingan

seseorang tersebut.

c. Fitzgerald mengemukakan bahwa suatu hak mempunyai lima ciri, yaitu:

13 Sudikno Mertokusumo, op.cit., hal. 42. 14 Ibid, hal. 49.

Page 14: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 9 dari 74

1) Diletakkan pada seseorang yang disebut sebagai pemilik atau subjek dari

hak tersebut.

2) Tertuju kepada orang lain, yaitu yang menjadi pemegang kewajiban.

3) Hak yang ada pada seseorang mewajibkan pihak lain untuk melakukan

(commision) atau tidak melakukan suatu perbuatan (ommision), disebut

isi hak.

4) Commision atau ommision menyangkut sesuatu yang disebut objek hak.

5) Menurut hukum, setiap hak mempunyai titel, yaitu suatu peristiwa

tertentu yang menjadi alasan melekatnya hak itu pada pemiliknya.

Kewajiban merupakan beban yang diberikan oleh hukum kepada subjek hukum.

4. Peristiwa hukum adalah semua kejadian atau fakta yang terjadi dalam

kehidupan masyarakat yang mempunyai akibat hukum. Satjipto Rahardjo

mengartikan peristiwa hukum sebagai suatu kejadian dalam masyarakat yang

menggerakkan suatu peraturan hukum tertentu, sehingga ketentuan-ketentuan

yang tercantum di dalamnya diwujudkan.

5. Perbuatan hukum adalah setiap perbuatan atau tindakan subjek hukum yang

ditujukan untuk menimbulkan akibat hukum yang sengaja dikehendaki oleh

subjek hukum. Unsur-unsur perbuatan hukum adalah kehendak dan pernyataan

kehendak yang sengaja ditujukan untuk menimbulkan akibat hukum.15

Perbuatan hukum menurut Ahmad Ali dibedakan atas:

a. Perbuatan hukum yang bersegi satu (twaazidge rechthandeling), yaitu

perbuatan hukum bersegi satu ini akibat hukumnya timbul dengan adanya

pernyataan kehendak dari satu pihak saja. Perbuatan ini diatur dalam BW

Pasal 35, 132, 280, 875, 10057, 1938 dan 1303.

b. Perbuatan hukum yang bersegi dua (tweezijdige rechthandeling), yaitu

perbuatan hukum yang bersegi dua ini akibat hukumnya timbul karena

pernyataan kehendak dari dua pihak atau lebih. Pihak di sini bisa manusia,

dan juga bisa badan hukum.16

15 Ibid, hal. 51. 16 Achmad Ali dalam bukunya, Menguak Tabir Hukum, PT Toko Gunung Agung Tbk, Jakarta 2002,

hal. 245-246.

Page 15: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 10 dari 74

6. Akibat hukum adalah akibat yang diberikan oleh hukum atas suatu tindakan

subjek hukum. Achmad Ali membedakan akibat hukum dalam tiga macam,

yaitu:

a. Akibat hukum berupa lahirnya, berubahnya atau lenyapnya suatu kaedah

hukum tertentu. Contoh:

1) Mencapai usia 21 tahun melahirkan keadaan hukum baru, dari tidak

cakap untuk bertindak menjadi cakap untuk bertindak.

2) Seorang dewasa yang ditaruh di bawah pengampuan karena gila,

melenyapkan kecakapannya untuk bertindak, setelah ia ditaruh di bawah

kuratele.

b. Akibat hukum berupa lahirnya, berubahnya atau lenyapnya suatu hubungan

hukum tertentu. Contoh:

Sejak pembeli barang telah membayar lunas hahrga barang dan penjual telah

menyerahkan tuntas barangnya, lenyaplah hubungan hukum jual beli antara

keduanya tadi.

c. Akibat hukum berupa sanksi, baik sanksi pidana maupun sanksi di bidang

hukum keperdataan. Contoh:

1) Di bidang hukum pidana dikenal macam-macam sanksi yang diatur oleh

Pasal 10 KUH Pidana.

2) Di bidang hukum perdata dikenal sanksi, baik terhadap perbuatan melawan

hukum maupun wanprestasi.17

D. Asas Hukum

Azas pembentukan peraturan perundang-undangan harus didasarkan pada

perhitungan bahwa peraturan perundang-undangan tersebut akan dapat berlaku

secara filosofis, yuridis, maupun sosiologis. Pada hakekatnya, hukum mempunyai

kepentingan untuk menjamin kehidupan sosial masyarakat karena antara hukum dan

masyarakat terdapat suatu interaksi. Hukum mempunyai tujuan antara lain untuk

17 Ibid, hal. 251-252.

Page 16: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 11 dari 74

menjamin keadilan, ketertiban dan kepastian hukum. Untuk itu, berlakunya kaedah

hukum dapat dikategorikan menjadi tiga macam, yakni:

1. Secara yuridis, berlakunya hukum adalah apabila penentuannya berdasarkan

kaedah yang lebih tinggi tingkatnya (teori stufenbouw-nya Kelsen). Dalam hal ini,

perlu diperhatikan apa yang dimaksudkan dengan efektivitas hukum yang berbeda

dengan hal berlakunya hukum, oleh karena efektivitas merupakan fakta.

2. Secara sosiologis, berlakunya hukum berintikan pada efektivitas hukum. Dalam

hal ini, ada dua teori, yaitu teori kekuasaan dan teori pengakuan.

3. Secara filosofis, berlakunya hukum berarti bahwa hukum tersebut sesuai dengan

cita-cita hukum sebagai nilai positif yang tertinggi.

Sementara itu, materi peraturan perundang-undangan termasuk di dalamnya

peraturan BPK dibentuk berdasarkan beberapa azas sebagai berikut.

1. Azas tata susunan peraturan perundang-undangan atau lex superior derogat lex

inferior adalah bahwa peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak

boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

2. Azas lex spesialis derogat lex generalis adalah bahwa peraturan perundang-

undangan yang lebih khusus mengenyampingkan peraturan perundang-undangan

yang lebih umum.

3. Azas lex posterior derogat lex priori adalah bahwa peraturan perundang-

undangan yang lahir kemudian mengenyampingkan peraturan perundang-

undangan yang lahir terlebih dahulu jika materi yang diatur peraturan perundang-

undangan tersebut sama.

4. Azas keadilan adalah bahwa setiap peraturan perundang-undangan harus

mencerminkan keadilan bagi setiap warga negara tanpa kecuali.

5. Azas kepastian hukum adalah bahwa setiap peraturan perundang-undangan harus

dapat menjamin kepastian hukum bagi Pemeriksa.

Terdapat beberapa pendapat mengenai apa yang disebut dengan asas hukum. Dari

pendapat para sarjana hukum, dapat disimpulkan bahwa asas hukum atau prinsip

hukum bukanlah peraturan hukum konkret, melainkan merupakan pikiran dasar yang

umum sifatnya atau merupakan latar belakang dari peraturan yang konkret yang

terdapat di dalam dan di belakang setiap sistem hukum yang terwujud dalam

peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif

Page 17: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 12 dari 74

dan dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat umum dalam peraturan konkret

tersebut.

Fungsi ilmu hukum adalah mencari asas hukum dalam hukum positif.18 Apabila

dalam sistem hukum terjadi pertentangan maka asas hukum akan tampil untuk

mengatasi pertentangan tersebut.19 Asas hukum dibagi menjadi asas hukum umum

dan asas hukum khusus, dengan penjelasan sebagai berikut.20

1. Asas Hukum Umum. Asas hukum umum ialah asas hukum yang berhubungan

dengan seluruh bidang hukum, seperti asas restitutio in integrum, asas lex

posteriori derogat legi priori (asas bahwa apa yang lahirnya tampak benar, untuk

sementara harus dianggap demikian sampai diputus lain) oleh pengadilan.

P. Scholten mengetengahkan bahwa terdapat lima asas hukum umum, yaitu: asas

kepribadian, asas persekutuan, asas kesamaan, asas kewibawaan, dan asas

pemisahan antara baik dan buruk. Empat asas yang pertama terdapat dalam setiap

sistem hukum. Masing-masing dari empat asas hukum tersebut ada

kecenderungan untuk menonjol dan mendesak yang lain. Keempat asas tersebut

didukung oleh pikiran bahwa dimungkinkan memisahkan antara baik dan buruk.

2. Asas Hukum Khusus. Asas hukum khusus berfungsi dalam bidang yang lebih

sempit seperti dalam bidang hukum perdata, hukum pidana, dan sebagainya, yang

sering merupakan penjabaran dari asas hukum umum, seperti asas pacta sunt

servanda, asas konsensualisme, asas yang tercantum dalam Pasal 1977 BW, atau

asas praduga tak bersalah.

Fungsi asas hukum dalam sistem hukum:21

1. Menjaga ketaatan asas atau konsistensi.

2. Menyelesaikan konflik yang terjadi di dalam sistem hukum.

3. Sebagai rekayasa sosial, baik dalam sistem hukum maupun dalam sistem

peradilan.

Dalam kepustakaan ilmu hukum, asas hukum juga tidak selamanya bersifat universal

karena ada beberapa asas hukum yang bersifat spesifik, yaitu sebagai berikut.

18 Sudikno Mertokusumo, op.cit., hal. 34. 19 Marwan Mas, op.cit., hal. 95. 20 Sudikno Mertokusumo, op.cit., hal. 36. 21 Marwan Mas, op.cit., hal. 96.

Page 18: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 13 dari 74

1. Asas the binding force of precedent, yaitu putusan hakim sebelumnya mengikat

hakim-hakim lain dalam perkara yang sama. Asas ini khusus dianut dalam sistem

hukum Anglo Saxon.

2. Asas nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali atau asas legalitas

(Pasal 1 Ayat (1) KUHP), yaitu tidak ada perbuatan yang dapat dihukum, kecuali

sebelumnya ada undang-undang yang mengatur. Asas ini hanya dianut oleh

masyarakat yang telah memiliki hukum tertulis.

3. Asas restitutio in integrum, yaitu ketertiban dalam masyarakat haruslah

dipulihkan pada keadaan semula apabila terjadi konflik. Asas ini digunakan dalam

masyarakat sederhana yang cenderung menghindari konflik, dan budaya

konformistis mewarnai berlakunya asas ini.

4. Asas cogatitionis poenam nemo patitur, yaitu tidak seorang pun dapat dihukum

karena apa yang dipikirkan dalam batinnya. Asas ini hanya berlaku pada

masyarakat yang menerapkan sistem hukum sekuler.

E. Pembidangan Hukum22

Pembidangan hukum dapat ditinjau berdasarkan bentuk, isi atau kepentingan yang

diaturnya, kekuatan berlakunya, fungsinya, hubungan yang diaturnya, sumbernya,

waktu berlakunya, tempat berlakunya, dan luas berlakunya.

1. Bentuk. Berdasarkan bentuknya, hukum dapat dibedakan menjadi dua jenis

sebagai berikut.

a. Hukum tertulis. Hukum tertulis dibedakan atas dua jenis, yaitu:

1) Hukum tertulis yang dikodifikasikan. Hukum tertulis yang dikodifikasikan

adalah hukum yang disusun secara lengkap, sistematis, teratur dan

dibukukan, sehingga tidak memerlukan lagi peraturan pelaksanaan.

2) Hukum tertulis yang tidak dikodifikasikan. Hukum tertulis yang tidak

dikodifikasikan adalah hukum yang meskipun tertulis tetapi tidak disusun

secara sistematis, lengkap dan masih terpisah-pisah, sehingga seringkali

masih memerlukan peraturan pelaksanaan dalam penerapannya.

22 Ibid, hal. 68.

Page 19: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 14 dari 74

b. Hukum tidak tertulis (hukum kebiasaan). Hukum tidak tertulis (hukum

kebiasaan) adalah hukum yang hidup dan diyakini oleh warga masyarakat

serta dipatuhi yang tidak dibentuk secara prosedur-formal, tetapi lahir dan

tumbuh di dalam masyarakat itu sendiri.

2. Isi atau Kepentingan yang Diaturnya. Berdasarkan isi atau kepentingan yang

diaturnya, hukum dapat dibedakan menjadi dua jenis sebagai berikut.

a. Hukum privat. Hukum privat adalah hukum yang mengatur kepentingan

pribadi dan cara mempertahankannya yang dapat dilakukan oleh masing-

masing individu. Hukum privat antara lain terdiri dari:

1) Hukum perdata (burgerlijkrecht). Hukum perdata adalah hukum yang

mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang lain,

dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan.23

2) Hukum dagang. Hukum dagang adalah hukum yang mengatur tingkah laku

manusia yang turut melakukan perdagangan dalam usahanya memperoleh

keuntungan.24 Hukum dagang merupakan hukum khusus di samping

hukum perdata. Ia tidak berdiri sendiri lepas dari hukum perdata, tetapi

melengkapi hukum perdata. Meskipun ketentuan hukum dagang sering

menyimpang dari ketentuan hukum perdata namun hukum perdata tetap

berlaku sebagai dasar umum bagi hukum dagang.25

3) Hukum perdata internasional. Hukum perdata internasional adalah hukum

yang mengatur hubungan hukum antara warga-warga negara suatu negara

dengan warga-warga negara dari negara lain dalam hubungan internasional

(hubungan antar bangsa).26

b. Hukum publik. Hukum publik adalah hukum yang mengatur kepentingan

publik atau kepentingan umum dan cara mempertahankannya sebagaimana

dilakukan oleh aparat negara. Hukum publik antara lain terdiri dari:

1) Hukum pidana. Hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang

pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan

23 C.S.T. Kansil, op.cit. hal. 214. 24 Ibid, hal. 304. 25 Sudikno Mertokusumo, op.cit., hal. 132. 26 C.S.T. Kansil, op.cit., hal. 460.

Page 20: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 15 dari 74

umum, perbuatan mana diancam dengan hukuman yang merupakan suatu

penderitaan atau siksaan.27

Hukum pidana dapat dibagi sebagai berikut.28

(a) Hukum pidana objektif (jus punale). Hukum pidana objektif adalah

semua peraturan yang mengandung keharusan atau larangan, terhadap

pelanggaran mana diancam dengan hukuman yang bersifat siksaan.

Hukum ini dapat dibagi ke dalam:

(1) Hukum pidana material. Hukum pidana material adalah hukum

yang mengatur tentang apa, siapa, dan bagaimana orang dapat

dihukum.

(2) Hukum pidana formal (hukum acara pidana). Hukum pidana

formal adalah hukum yang mengatur cara-cara menghukum

seseorang yang melanggar peraturan pidana (merupakan

pelaksanaan dari Hukum Pidana Material).

(b) Hukum pidana subjektif (jus puniendi). Hukum pidana subjektif

adalah hak negara atau alat-alat untuk menghukum berdasarkan

hukum pidana objektif.

(c) Hukum pidana umum. Hukum pidana umum adalah hukum pidana

yang berlaku terhadap setiap penduduk (berlaku terhadap siapapun

juga di seluruh Indonesia) kecuali anggota ketentaraan.

(d) Hukum pidana khusus. Hukum pidana khusus adalah hukum pidana

yang berlaku khusus untuk orang-orang tertentu. Contoh: Hukum

Pidana Militer dan Hukum Pidana Pajak.

2) Hukum administrasi negara atau hukum tata usaha negara. Hukum

administrasi negara atau hukum tata usaha negara adalah hukum yang

mengatur negara dalam keadaan bergerak. Objek hukum administrasi

bukanlah organisasi negara, melainkan hubungan yang timbul dari

kegiatan administrasi antara bagian-bagian negara dan antara negara dan

masyarakat. Termasuk bagian dari hukum administrasi adalah hukum

27 Ibid, hal. 257. 28 Ibid, hal. 264.

Page 21: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 16 dari 74

pajak atau hukum fiskal, yaitu yang mengatur kewajiban untuk membayar

pajak. 29

3) Hukum tata negara (constitutional law). Hukum tata negara adalah hukum

yang menitikberatkan pada pembagian kekuasaan dalam negara dan

pelaksanaan yang tertinggi dalam suatu negara.30 Hukum tata negara

melihat negara dalam keadaan statis, tidak bergerak. Diatur dalam

konstitusi dan peraturan-peraturan lain, bahkan ada yang merupakan

hukum tidak tertulis. Hukum tata negara lazimnya dibagi menjadi hukum

tata negara dalam arti luas dan dalam arti sempit. Hukum tata negara

dalam arti luas terdiri atas hukum tata negara dan hukum administrasi

negara, sedangkan hukum tata negara dalam arti sempit hanya meliputi

hukum tata negara yang mempelajari pembagian kekuasaan negara minus

hukum administrasi negara.

4) Hukum acara. Hukum acara adalah rangkaian kaedah hukum yang

mengatur cara-cara bagaimana mengajukan suatu perkara ke muka suatu

badan peradilan serta cara-cara hakim memberikan putusan; dapat juga

dikatakan, suatu rangkaian peraturan hukum yang mengatur tentang cara-

cara memelihara dan mempertahankan hukum material.31

5) Hukum internasional publik. Hukum internasional publik adalah hukum

yang mengatur hubungan antara negara yang satu dengan negara-negara

lain dalam hubungan internasional.32

3. Kekuatan Berlakunya. Berdasarkan kekuatan berlakunya, hukum dapat

dibedakan menjadi dua jenis sebagai berikut.

a. Hukum mengatur atau hukum volunteer. Hukum mengatur atau hukum

volunteer adalah hukum yang mengatur hubungan antar individu yang baru

berlaku apabila yang bersangkutan tidak menggunakan alternatif lain yang

dimungkinkan oleh hukum (undang-undang).

29 Sudikno Mertokusumo, op.cit., hal. 131. 30 A.V. Dicey dalam buku Pokok-pokok Hukum Tata Negara karangan Titik Triwulan Tutik,

Prestasi Pustaka, Jakarta, 2005, hal.3. 31 C.S.T. Kansil, op.cit., hal. 329. 32 Ibid, hal. 460.

Page 22: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 17 dari 74

b. Hukum memaksa atau hukum kompulser. Hukum memaksa atau hukum

kompulser adalah hukum yang tidak dapat dikesampingkan, baik berdasarkan

kepentingan publik maupun berdasarkan perjanjian, dan bersifat mutlak yang

harus ditaati.

4. Fungsinya. Berdasarkan fungsinya, hukum dapat dibedakan menjadi dua jenis

sebagai berikut.

a. Hukum materiil. Hukum materiil adalah hukum yang mengatur hubungan

antara anggota masyarakat yang berlaku umum tentang apa yang dilarang dan

apa yang dibolehkan untuk dilakukan.

b. Hukum formil. Hukum formil adalah hukum yang mengatur bagaimana cara

melaksanakan dan mempertahankan hukum materiil.

5. Hubungan yang Diaturnya. Berdasarkan hubungan yang diaturnya, hukum

dapat dibedakan menjadi dua jenis sebagai berikut.

a. Hukum objektif. Hukum objektif adalah hukum yang mengatur hubungan

antara dua orang atau lebih yang berlaku umum. Dengan demikian, hukum

objektif adalah isi atau substansi peraturannya.

b. Hukum subjektif. Hukum subjektif adalah kewenangan atau hak yang

diperoleh seseorang berdasarkan apa yang diatur oleh hukum objektif, di satu

pihak menimbulkan hak di pihak lain menimbulkan kewajiban.

6. Sumbernya. Berdasarkan sumbernya, hukum dapat dibedakan menjadi dua jenis

sebagai berikut.

a. Sumber hukum materi. Sumber hukum materi adalah sumber hukum yang

menentukan isi suatu peraturan hukum.

b. Sumber hukum formil. Sumber hukum formil adalah sumber hukum yang

menentukan bentuk dari suatu peraturan hukum.

7. Waktu Berlakunya. Berdasarkan waktu berlakunya, hukum dapat dibedakan

menjadi dua jenis sebagai berikut.

a. Ius constitutum (hukum positif). Ius constitutum adalah hukum yang berlaku

pada suatu tempat dan waktu tertentu.

Page 23: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 18 dari 74

b. Ius constituendum. Ius constituendum adalah hukum yang dicita-citakan

untuk diberlakukan atau hukum yang akan ditetapkan kemudian.

8. Tempat Berlakunya. Berdasarkan tempat berlakunya, hukum dapat dibedakan

menjadi dua jenis sebagai berikut.

a. Hukum nasional. Hukum nasional adalah hukum yang berlaku dalam batas-

batas wilayah suatu negara tertentu.

b. Hukum internasional. Hukum internasional adalah hukum yang mengatur

bagaimana hubungan antar negara dan berlakunya tidak dibatasi oleh wilayah

suatu negara.

9. Luas Berlakunya. Berdasarkan luas berlakunya, hukum dapat dibedakan

menjadi dua jenis sebagai berikut.

a. Hukum umum. Hukum umum adalah hukum yang berlaku bagi setiap orang

dalam masyarakat tanpa membedakan jenis kelamin, warga negara, agama,

suku, dan jabatan seseorang.

b. Hukum khusus. Hukum khusus adalah hukum yang berlakunya hanya bagi

segolongan orang-orang tertentu saja.

F. Penafsiran Hukum (Interpretasi Hukum)33

Di dalam memberi putusan, Hakim harus juga mempertimbangkan dan mengingat

perasaan keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dengan demikian perlu diadakan

penafsiran hukum. Ada beberapa macam penafsiran, antara lain:

1. Penafsiran tata bahasa (gramatikal), yaitu penafsiran berdasarkan pada bunyi

ketentuan undang-undang, dengan berpedoman pada arti perkataan-perkataan

dalam hubungannya satu sama lain dalam kalimat-kalimat yang dipakai oleh

undang-undang; yang dianut ialah semata-mata arti perkataan menurut tata bahasa

atau menurut kebiasaan, yakni arti dalam pemakaian sehari-hari.

2. Penafsiran sahih (otentik, resmi), yaitu penafsiran yang pasti terhadap arti kata-

kata itu sebagaimana yang diberikan oleh Pembentuk Undang-Undang.

3. Penafsiran historis, yaitu sejarah hukumnya dan sejarah undang-undangnya.

33 Ibid, hal. 66.

Page 24: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 19 dari 74

4. Penafsiran sistematis (dogmatis), yaitu penafsiran yang menilik susunan yang

berhubungan dengan bunyi pasal-pasal lainnya baik dalam undang-undang itu

maupun dengan undang-undang yang lain.

5. Penafsiran nasional, yaitu penafsiran menilik sesuai tidaknya dengan sistem

hukum yang berlaku.

6. Penafsiran teleologis, yaitu penafsiran dengan mengingat maksud dan tujuan

undang-undang itu.

7. Penafsiran ekstensif, yaitu memberi tafsiran dengan memperluas arti kata-kata

dalam peraturan itu.

8. Penafsiran analogis, yaitu memberi tafsiran pada sesuatu peraturan hukum dengan

memberi ibarat (kias) pada kata-kata tersebut sesuai dengan asas hukumnya,

sehingga sesuatu peristiwa yang sebenarnya tidak dapat dimasukkan, lalu

dianggap sesuai dengan bunyi peraturan tersebut.

9. Penafsiran a contrario (menurut pengingkaran), yaitu suatu cara menafsirkan

undang-undang yang didasarkan pada perlawanan pengertian antara soal yang

dihadapi dan soal yang diatur dalam suatu pasal undang-undang.

G. Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan

Saat ini, tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia diatur dalam

Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan. Dalam Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang tersebut disebutkan bahwa tata

urutan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia adalah sebagai

berikut.

1. Undang-Undang Dasar 1945

2. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

3. Peraturan Pemerintah

4. Peraturan Presiden

5. Peraturan Daerah

Selanjutnya, dalam Ayat (2) Pasal tersebut disebutkan bahwa yang dimaksud dengan

Peraturan Daerah adalah:

Page 25: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 20 dari 74

1. Peraturan Daerah Provinsi yang dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Provinsi bersama Gubernur.

2. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah Kabupaten/Kota bersama Bupati/Walikota.

3. Peraturan Desa atau peraturan setingkat, yang dibuat oleh Badan Perwakilan

Desa atau nama lainnya bersama Kepala Desa atau nama lainnya.

Menurut Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto terdapat enam asas peraturan

perundang-undangan, yaitu:34

1. Undang-undang tidak berlaku surut.

2. Undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi, mempunyai

kedudukan yang lebih tinggi pula (lex superior derogat legi inferiori).

3. Undang-undang yang bersifat khusus mengeyampingkan undang-undang yang

bersifat umum (lex specialis derogat legi generalis).

4. Undang-undang yang berlaku belakangan membatalkan undang-undang yang

berlaku terdahulu (lex posterior derogat legi priori).

5. Undang-undang tidak dapat diganggu gugat.

6. Undang-undang sebagai sarana untuk semaksimal mungkin dapat mencapai

kesejahteraan spiritual dan material bagi masyarakat maupun individu, melalui

pembaharuan atau pelestarian (asas welvaarstaat).

Selain itu, dalam Pasal 5 Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan diatur bahwa dalam membentuk peraturan

perundang-undangan harus berdasarkan pada asas pembentukan peraturan

perundang-undangan yang baik yang meliputi:

1. Kejelasan tujuan;

2. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat;

3. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan;

4. Dapat dilaksanakan;

5. Kedayagunaan dan kehasilgunaan; 34 Jazim Hamidi, Budiman N.P.D. Sinaga, Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dalam

Sorotan, Tatanusa, Jakarta, 2005, hal. 6.

Page 26: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 21 dari 74

6. Kejelasan rumusan; dan

7. Keterbukaan.

H. Tuntutan Masyarakat atas Hukum

Sistem hukum di Indonesia masih berpegang pada aliran positivisme. Dengan hanya

mengandalkan teori dan pemahaman hukum secara legalistik-positivistik, yang hanya

berbasis pada peraturan tertulis belaka, maka kita takkan pernah mampu menangkap

hakikat kebenaran.

Salah satu faktor penyebab sulitnya KKN diberantas di Indonesia adalah karena

berbagai putusan hakim yang mengadili berbagai kasus korupsi sudah terasing dari

rasa keadilan yang hidup di dalam masyarakatnya. Fenomena yang mencuat di dalam

penegakan hukum kita di Indonesia adalah keterpenjaraan di dalam paradigma

legalistik, formalistik, dan prosedural belaka.

Efektif atau tidaknya suatu ketentuan hukum, tidak hanya tergantung pada unsur

substansi hukumnya belaka, tetapi sebagaimana dikemukakan oleh Lawrence Meir

Friedman dalam Achmad Ali,35 juga ditentukan unsur struktur hukum dan kultur

hukum. Menurut Achmad Ali, 36 orang-orang Amerika yang berpikiran sekuler saja,

kini telah berteriak: “Kembalikan hukum ke akar moralitas, kultural, dan

religiusitasnya.” Orang-orang Amerika yang berpikiran “the critical legal studies

movement”, mengecam formalisme dan prosedural yang ditonjolkan selama ini

dalam penegakan hukum. Akar moralitas, kultural, dan religiusitas itu cocok dengan

nilai-nilai intrinsik yang mereka anut. Sepanjang aturan hukum yang ada tidak sesuai

dengan nilai-nilai intrinsik warga masyarakat maka ketaatan hukum yang muncul

hanyalah sekedar ketaatan yang bersifat compliance (taat hanya karena takut sanksi)

dan bukan ketaatan yang bersifat internalization (taat karena benar-benar

menganggap aturan hukum itu cocok dengan nilai intrinsik yang dianutnya).

Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional ditetapkan

bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik

agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara

35 Achmad Ali, Keterpurukan Hukum di Indonesia, Ghalia Indonesia, hal. 20. 36 Ibid, hal. 27.

Page 27: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 22 dari 74

yang demokratis serta bertanggung jawab. Jika tujuan pendidikan nasional

sebagaimana digariskan dalam UU No. 20 Tahun 2003 dan dikaitkan dengan praktik

hukum dewasa ini khususnya di bidang penegakan hukum maka sudah jelas bahwa

yang diharapkan dari lembaga pendidikan kedinasan adalah menghasilkan PNS yang

memiliki kecerdasan yang dapat menghubungkan antara kepentingan vertikal, yaitu

hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa dan hubungan horizontal dengan sesama

manusia (interaksi sosial). Untuk mencapai tujuan tersebut maka pendidikan

kedinasan perlu didukung dengan kurikulum di bidang hukum. Selain itu, kurikulum

tersebut tentunya tidak hanya terfokus pada pengembangan kualitas/kecerdasan

intelektual, tetapi juga harus banyak menyentuh kecerdasan emosi dan spiritual.

Sebagai akibatnya, iman dan takwa serta akhlak yang mulia tumbuh sehingga

berdampak pada moral yang baik. Hal ini juga tidak dapat lepas dari pemahaman

budaya hukum, yakni agar setiap unsur yang berada dalam lingkungan masyarakat

memiliki integritas moral.

Prof. Dr. Baharudin Lopa, S.H.,37 menjelaskan bahwa dalam membicarakan

persoalan integritas moral tak dapat dipisahkan dari budaya malu yang dimiliki

seseorang. Mengapa? Karena tidak mungkin seseorang tidak merasa malu melakukan

perbuatan tidak terpuji, kalau ia sudah bermoral sebagaimana diajarkan oleh agama

(Islam), yaitu bahwa malu itu adalah sebagian dari iman (moral). Hanya orang yang

bermoral yang malu melakukan perbuatan tidak terpuji tersebut. Mereka tidak

melakukan perbuatan itu, bukan karena takut ditangkap atau dihukum, tetapi karena

malu kepada sesama, terutama malu dan takut kepada Allah. Orang yang

berkepribadian seperti inilah yang mampu menjadi teladan. Sedangkan unsur

keteladanan ini sangat mutlak dimiliki oleh kalangan atas agar dicontoh dan diikuti

oleh seluruh jajarannya.” Lebih jauh, Baharudin Lopa menjelaskan bahwa “dalam

mencegah dan memberantas korupsi, tidak perlu terlalu banyak penyampaian kata-

kata, cukup sikap kita yang terpuji yang dilihat oleh sesama dan jajaran kita untuk

dijadikan teladan. Satu tingkah laku yang positif yang diperlihatkan oleh atasan

kepada bawahannya jauh lebih efektif daripada 2.000 kata.”

Jika pendapat Prof. Baharudin Lopa dikaitkan dengan penegakan hukum maka yang

perlu ditanamkan kepada jiwa seluruh masyarakat diawali dengan tindakan dispilin

dan kedisiplinan melahirkan kejujuran. Hal ini tentu dimulai dari kehidupan secara

37 Ibid, hal. 73.

Page 28: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 23 dari 74

pribadi sampai soal kedinasan. Korupsi dapat membudaya awalnya karena dalam diri

manusia sudah tidak disiplin, sehingga melahirkan ketidakjujuran baik pada

kehidupan diri sendiri, keluarga dan pada akhirnya merembet pada pelaksanaan tugas

kedinasan. Hal ini sesuai dengan ucapan seorang filsuf yang bernama Taverne,38

yaitu pernah menyatakan, “Berikanlah saya seorang Jaksa yang jujur dan cerdas,

berikanlah saya seorang hakim yang jujur dan cerdas, maka dengan UU yang paling

buruk pun, saya akan menghasilkan putusan yang adil.”

Pendapat Taverne tersebut jika dikaitkan dengan penegakan hukum, yaitu adanya

rasa keadilan, rasa kepastian hukum dan manfaat hukum, maka guna mewujudkan

hal yang dimaksud, yang diperlukan sekarang ini adalah kesadaran hukum yang

dimiliki lembaga perwakilan, aparatur penegak hukum dan masyarakat. Menurut

Solly Lubis,39 kesadaran hukum pada umumnya ditandai oleh tiga hal, yaitu:

1. Tingkat pengetahuan mengenai seluk beluk hukum yang berlaku, baik hukum

yang tertulis maupun hukum yang tidak tertulis, tegasnya semua aturan baik

yang ditetapkan secara resmi dari pihak pemerintah maupun pranata-pranata

sosial yang hidup dalam masyarakat itu.

2. Tingkat penghayatan atau pengertian mengenai peranan-peranan hukum, yakni

untuk apa perlunya hukum dalam rangka pemeliharaan tertib sosial, baik di

lingkungan kecil maupun besar.

3. Tingkat ketaatan atau kepatuhan terhadap hukum-hukum yang berlaku.

38 Ibid, hal. 68. 39 Solly Lubis, Politik dan Hukum di Era Reformasi, Mandar Maju, hal. 32.

Page 29: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 24 dari 74

BAB III

ASPEK HUKUM DALAM

PERENCANAAN PEMERIKSAAN

Setelah mempelajari bab ini, peserta diharapkan mampu menjelaskan

tentang aspek-aspek hukum yang terkait dalam perencanaan pemeriksaan.

Perencanaan pemeriksaan merupakan penjabaran dari strategi badan yang

memberikan arah tentang prioritas dan cakupan pemeriksaan dengan merumuskan

program kerja sesuai dengan sumber daya yang tersedia. Perencanaan pemeriksaan

dijabarkan dalam bentuk Rencana Kerja Pemeriksaan (RKP) yang disusun setiap

tahunnya untuk menentukan objek-objek yang akan diperiksa. Dalam hal penentuan

objek-objek yang akan diperiksa sudah terdapat aspek hukum tata negara. Aspek

hukum tata negara mengatur negara dalam keadaan statis. Aspek hukum tata negara

menetapkan perihal pembagian kekuasaan di antara lembaga-lembaga negara.

Penetapan RKP merupakan salah satu penjabaran dari tugas serta wewenang BPK.

Dalam hukum ketatanegaraan Indonesia, tugas yang diamanatkan oleh undang-

undang kepada BPK diatur dalam banyak peraturan perundang-undangan.

A. UUD 1945

Penetapan tugas BPK dalam UUD 1945 sebelum dilakukan amandemen diatur

dalam Pasal 23 Ayat (5) yang berbunyi:

“Untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu

Badan Pemeriksa Keuangan, yang peraturannya ditetapkan dengan undang-

undang. Hasil pemeriksaan itu diberitahukan kepada Dewan Perwakilan

Rakyat.”

Pasal tersebut masuk dalam Bab VIII tentang Hal Keuangan.

Page 30: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 25 dari 74

Dalam amandemen UUD 1945 (terakhir sampai dengan amandemen ke-4) perihal

BPK diatur dalam bab tersendiri, yaitu dalam Bab VIIIA yang di dalamnya terdiri

atas tiga pasal, terpisah dari Bab VIII tentang Hal Keuangan.

Pasal 23E berbunyi sebagai berikut.

“Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara

diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.”

Isi Pasal 23E tersebut menjadi titik pijak awal untuk pembahasan aspek hukum tata

negara dalam perencanaan pemeriksaan, dan pembahasan tugas serta wewenang

BPK pada umumnya. Pasal 23E UUD 1945 menjadikan BPK sebagai sebuah

lembaga yang memiliki tugas dalam melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan

tanggung jawab keuangan negara. Pasal tersebut tidak menjelaskan tentang keuangan

negara. UUD 1945 mendelegasikan pada UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan

Negara untuk menjelaskan pengertian keuangan negara. Kata-kata “bebas dan

mandiri” dalam Pasal 23E menunjukkan bahwa kedudukan BPK bukan di bawah

lembaga-lembaga negara lain, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif.

B. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

Penjabaran tugas BPK dalam UU No. 17 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 30 Ayat (1)

yang berbunyi:

“Presiden menyampaikan rancangan undang-undang tentang pertanggung-

jawaban pelaksanaan APBN kepada DPR berupa laporan keuangan yang telah

diperiksa oleh BPK, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran

berakhir.”

Serta Pasal 31 Ayat (1) yang berbunyi:

“Gubernur/Bupati/Walikota menyampaikan rancangan peraturan daerah

tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan

keuangan yang telah diperiksa oleh BPK, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan

setelah tahun anggaran berakhir.”

Dalam Penjelasan Umum UU No. 17 Tahun 2003 terdapat asas pemeriksaan

keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri, selain asas-asas lainnya.

Page 31: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 26 dari 74

C. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara

Pasal 60 Ayat (1) dan 61 Ayat (1) mengatur bahwa setiap kerugian negara dan

daerah wajib dilaporkan oleh atasan langsung dan diberitahukan kepada BPK.

Pasal 62 mengatur bahwa pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap

bendahara ditetapkan oleh BPK.

D. UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab

Keuangan Negara

UU No. 15 tahun 2004 seluruhnya berisi pengaturan perihal BPK sebagai lembaga

yang memiliki kekuasaan memeriksa pengelolaan dan pertanggungjawaban

keuangan negara melaksanakan tugas dan wewenangnya.

E. UU No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan

UU No. 15 Tahun 2006 mengatur tentang struktur kelembagaan dari BPK. Pasal 6

Ayat (1) menetapkan tentang ruang lingkup tugas BPK yang berbunyi sebagai

berikut.

“BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara

yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara

lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum,

Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola

keuangan negara.”

Berdasarkan tugas yang diberikan oleh undang-undang dan sebagaimana tertuang

dalam RKP, BPK setiap tahunnya menetapkan objek pemeriksaan berikut tujuan

pemeriksaannya. Penentuan objek-objek yang akan diperiksa oleh BPK harus

berpedoman pada lingkup tugas dan kewenangan BPK sesuai dengan kekuasaan

yang dimiliki berdasarkan kedudukan kelembagaan BPK dalam struktur

ketatanegaraan Indonesia.

Page 32: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 27 dari 74

BAB IV

ASPEK-ASPEK HUKUM DALAM PELAKSANAAN

PEMERIKSAAN

Setelah mempelajari bab ini, peserta diharapkan mampu

menjelaskan serta menerapkan aspek hukum dalam pelaksanaan pemeriksaan.

A. Hubungan Aspek Hukum dan Standar Pemeriksaan

Untuk melihat aspek-aspek hukum dalam pelaksanaan pemeriksaan maka perlu

diketahui terlebih dahulu keterkaitannya dengan Standar Pemeriksaan Keuangan

Negara (SPKN). Hal-hal yang diatur dalam SPKN yang terkait dengan aspek hukum

adalah sebagai berikut.

No. Standar Materi Keterangan

1. Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Keuangan

Merancang Pemeriksaan untuk Mendeteksi Terjadinya Penyimpangan dari Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan, Kecurangan (Fraud), Serta Ketidakpatutan (Abuse).

2. Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Kinerja

a. Pemahaman Program yang Diperiksa. Program pemerintah biasanya ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan dan terikat pada peraturan perundang-undangan yang lebih spesifik. Oleh karena itu, pemahaman terhadap landasan hukum yang mendasari suatu program menjadi hal yang penting dalam memahami program itu. Pemahaman tersebut merupakan langkah penting dalam mengidentifikasikan peraturan perundang-undangan yang penting untuk mencapai tujuan pemeriksaan.

b. Merancang Pemeriksaan untuk Mendeteksi Terjadinya Penyim-pangan dari Ketentuan Peraturan Perundang-undangan, Kecurangan (Fraud), Serta Ketidakpatutan (Abuse).

c. Kriteria. Kriteria adalah standar ukuran harapan mengenai apa yang

Sebagai contoh, peraturan perundang-undangan biasanya menetapkan apa yang harus dikerjakan, siapa yang harus mengerjakan, bagaimana cara mengerjakan, bagaimana men-capai tujuan, kelompok masyarakat yang memperoleh manfaat, dan berapa banyak biaya yang dapat dikeluarkan serta untuk apa saja biaya tersebut dikeluarkan.

Rencana pemeriksaan harus menyatakan kriteria yang akan digunakan. Dalam menentukan kriteria, pemeriksa harus menggunakan kriteria yang masuk akal, dapat dicapai, dan relevan dengan tujuan pemeriksaan.

Pemeriksa harus mengkomuni-kasikan kriteria tersebut kepada entitas yang diperiksa sebelum

Page 33: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 28 dari 74

No. Standar Materi Keterangan

seharusnya terjadi, praktik terbaik, dan benchmarks. Kinerja dibandingkan atau dievaluasi dengan kriteria ini. Kriteria, sebagai salah satu unsur temuan pemeriksaan, memberikan suatu hubungan dalam memahami hasil pemeriksaan.

d. Bukti. Bukti dapat digolongkan menjadi:

1) bukti fisik;

2) bukti dokumenter;

3) bukti kesaksian (testimonial);

4) bukti analisis.

atau pada saat dimulainya pemeriksaan.

Berikut ini adalah beberapa contoh kriteria:

a. Maksud dan tujuan yang ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan atau yang ditetapkan oleh entitas yang diperiksa.

b. Kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh entitas yang diperiksa.

3. Standar Pelaksanaan Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu

Merancang Pemeriksaan untuk Mendeteksi Terjadinya Penyimpangan dari Ketentuan Peraturan Perundang-undangan, Kecurangan (Fraud), Serta Ketidakpatutan (Abuse).

Berdasarkan uraian di atas, beberapa aspek hukum yang berkaitan dengan

pelaksanaan pemeriksaan baik untuk pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja,

dan pemeriksaan untuk tujuan tertentu meliputi:

1. Merancang pemeriksaan untuk mendeteksi terjadinya penyimpangan dari

ketentuan peraturan perundang-undangan, kecurangan (fraud), serta

ketidakpatutan (abuse).

2. Pemahaman terhadap objek yang akan diperiksa:

a. Peraturan perundang-undangan.

b. Objek pemeriksaan (Lembaga Negara, Pemerintah Daerah, BUMN dan

BUMD).

3. Hukum sebagai kriteria pemeriksaan.

4. Pembuktian.

5. Pemahaman atas kontrak dan perikatan.

Page 34: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 29 dari 74

B. Aspek Hukum dalam Perancangan Pemeriksaan untuk Mendeteksi

Terjadinya Penyimpangan dari Ketentuan Peraturan Perundang-undangan,

Kecurangan (Fraud), Serta Ketidakpatutan (Abuse)

Merancang suatu pemeriksaan berarti pula kita mulai mereka-reka suatu skema

mengenai langkah-langkah pemeriksaan yang akan dilaksanakan. Langkah-langkah

yang harus kita ketahui untuk dapat merancang atau mendeteksi terjadinya

penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan, kecurangan atau

ketidakpatutan adalah mengerti batasan tindakan melawan/melanggar hukum

dimaksud.

1. Onwetmatigeheid atau Perbuatan Melawan Peraturan Perundang-undangan.

Contoh:

Pemalsuan (Pasal 263 KUH Pidana). Barang siapa membuat surat palsu atau

memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau

pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal

dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut

seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsukan, diancam jika pemakaian tersebut

dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara

paling lama enam tahun.

Unsur-unsur delik dalam hukum pidana berkenaan dengan pemalsuan adalah:

a. Barang siapa

b. Membuat surat palsu atau memalsukan surat

c. Dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang

diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal

d. Dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat

tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu

2. Onrechtmatige atau Perbuatan Melawan Hukum Selain Undang-Undang.

Contoh:

Ketidakpatutan. Kepala Biro diberikan mobil dinas Ferrari. Secara singkat,

merancang langkah-langkah pemeriksaan setidaknya meliputi:

Page 35: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 30 dari 74

a. Menggambarkan tindakan apa yang harus dilakukan, misalnya: Cari!,

Dapatkan!, Hitung!;

b. Dokumen/data apa saja yang harus diperoleh, misalnya Data Pembelian

Barang pada bulan Januari sampai dengan Juni 2007;

c. Pada siapa data tersebut diperoleh, misalnya Kepala Bagian Pengadaan;

d. Apa tujuan langkah tersebut dilakukan, misalnya supaya kita memperoleh

data tentang nilai dan jumlah pembelian;

e. Dengan tindakan atau data apa kita harus melakukan cross check, misalnya

kemudian bandingkan data pembelian dengan data kontrak dan pemasukan

barang.

Dalam kaitannya dengan pemeriksaan investigatif, aspek hukum pidana harus

menjadi perhatian utama dalam penyusunan program pemeriksaan investigatif. Dasar

pemeriksaan investigatif ditetapkan dalam Pasal 13 UU No. 15 Tahun 2004 tentang

Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara yang berbunyi:

“Pemeriksa dapat melaksanakan pemeriksaan investigatif guna mengungkap

adanya indikasi kerugian negara/daerah dan/atau unsur pidana.”

Suatu pemeriksaan investigatif dilakukan berdasarkan adanya informasi-informasi

baik yang berasal dari pihak lain atau pun dari temuan-temuan pemeriksaan yang

terdahulu. Prioritas perhatian terhadap aspek hukum pidana memang lebih besar pada

penyusunan program pemeriksaan investigatif, namun bukan berarti dalam

penyusunan program pemeriksaan yang lain, aspek pidana lantas dikesampingkan.

Aspek hukum pidana tetap perlu diperhatikan dalam perencanaan pemeriksaan yang

lain, yaitu untuk mengantisipasi adanya unsur pidana dalam pelaksanaan kegiatan

dari entitas yang diperiksa.

Aspek hukum pidana menjadi kerangka inti dari langkah-langkah pemeriksaan

investigatif yang akan mengarahkan pemeriksaan pada bukti-bukti pemeriksaan yang

harus ada untuk mendukung temuan. Arah langkah-langkah pemeriksaan investigatif

berpedoman pada unsur-unsur tindak pidana yang mungkin terkait. Pemeriksaan

investigatif diusahakan untuk dapat mengumpulkan bukti-bukti yang memperkuat

adanya indikasi tindak pidana. Pengumpulan bukti-bukti tersebut diarahkan agar

Page 36: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 31 dari 74

dapat ditarik suatu simpulan bahwa semua unsur-unsur dalam suatu tindak pidana

telah terpenuhi.

Pasal 2 Ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 (UU TPK)

berbunyi sebagai berikut.

“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan

memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat

merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana penjara

seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling

lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua

ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar

rupiah).”

Unsur-unsur yang ada dalam Pasal 2 Ayat (1) UU TPK terdiri dari:

a. Setiap orang/pelaku

b. Secara melawan hukum

c. Memperkaya diri sendiri/orang lain

d. Dapat merugikan keuangan/perekonomian negara

Pasal 3 UU TPK berbunyi sebagai berikut.

“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang

lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan wewenang, kesempatan atau

sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat

merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara

seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling

lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp50.000.000,00

(lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar

rupiah).”

Unsur-unsur yang ada dalam Pasal 3 UU TPK terdiri dari:

a. Setiap orang/pelaku

b. Menguntungkan diri sendiri/orang lain

Page 37: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 32 dari 74

c. Menyalahgunakan wewenang, kesempatan/sarana yang ada padanya karena

jabatan/kedudukan

d. Dapat merugikan keuangan/perekonomian negara

Dalam perencanaan pemeriksaan investigatif, pemahaman atas unsur-unsur tindak

pidana korupsi sebagaimana terdapat pada Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 UU TPK

mutlak diperlukan. Berdasarkan unsur-unsur dalam pasal-pasal tersebut, pemeriksa

merancang langkah-langkah pemeriksaan yang diarahkan agar pada akhir

pemeriksaan pemeriksa mampu menggambarkan modus operandi dari kasus yang

diperiksanya.

Dalam praktik di lapangan seringkali terjadi orang yang melakukan perbuatan

melawan hukum telah mengganti kerugian yang terjadi atau berjanji akan

mengembalikan kerugian yang telah terjadi. Namun berdasarkan Pasal 4 UU TPK

dinyatakan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian

negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 dan 3. Pengembalian kerugian keuangan negara atau

perekonomian negara hanya merupakan salah satu faktor yang meringankan.

C. Aspek Hukum dalam Pelaksanaan Pemeriksaan dan Pemahaman Terhadap

Objek yang Akan Diperiksa

1. Pemahaman Objek Pemeriksaan

Objek pemeriksaan BPK terdiri dari:

a. Badan Usaha Milik Negara (BUMN). BUMN adalah badan usaha yang

seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui

penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang

dipisahkan.

Bentuk-bentuk BUMN yang diatur dalam UU No. 19 Tahun 2003 tentang

BUMN meliputi:

1) Perusahaan Perseroan. Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut

Persero, adalah BUMN yang berbentuk Perseroan Terbatas yang

modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51%

(lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik

Page 38: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 33 dari 74

Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. Termasuk di

dalamnya adalah Perusahaan Perseroan Terbuka, yang selanjutnya

disebut Persero Terbuka, yaitu Persero yang modal dan jumlah pemegang

sahamnya memenuhi kriteria tertentu atau Persero yang melakukan

penawaran umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan di

bidang pasar modal.

2) Perusahaan Umum. Perusahaan umum, yang selanjutnya disebut

Perum, adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak

terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa

penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus

mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.

Mengenai Persero dinyatakan sebagai berikut.

a) Pendirian Persero diusulkan oleh Menteri kepada Presiden disertai

dengan dasar pertimbangan setelah dikaji bersama dengan Menteri

Teknis dan Menteri Keuangan.

b) Terhadap Persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang

berlaku bagi perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam UU No. 1

Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.

c) Maksud dan tujuan pendirian Persero adalah:

i. Menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan

berdaya saing kuat;

ii. Mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan.

d) Organ Persero meliputi RUPS, Direksi, dan Komisaris.

e) Kewenangan RUPS meliputi:

i. Menteri bertindak selaku RUPS dalam hal seluruh saham Persero

dimiliki oleh negara dan bertindak selaku pemegang saham pada

Persero dan perseroan terbatas dalam hal tidak seluruh sahamnya

dimiliki oleh negara.

ii. Menteri dapat memberikan kuasa dengan hak substitusi kepada

perorangan atau badan hukum untuk mewakilinya dalam RUPS.

Page 39: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 34 dari 74

iii. Pihak yang menerima kuasa sebagaimana dimaksud dalam Ayat

(2), wajib terlebih dahulu mendapat persetujuan Menteri untuk

mengambil keputusan dalam RUPS mengenai perubahan jumlah

modal, perubahan anggaran dasar, rencana penggunaan laba,

penggabungan, peleburan, pengambilalihan, pemisahan, serta

pembubaran Persero, investasi dan pembiayaan jangka panjang,

kerja sama Persero, pembentukan anak perusahaan atau

penyertaan dan pengalihan aktiva.

f) Pengangkatan dan pemberhentian Direksi dilakukan oleh RUPS.

Mengenai Persero Terbuka berlaku ketentuan undang-undang ini dan UU

No. 1 Tahun 1995 sepanjang tidak diatur lain dalam peraturan perundang-

undangan di bidang pasar modal.

Mengenai Perum, ketentuannya adalah:

a) Pendirian Perum diusulkan oleh Menteri kepada Presiden disertai

dengan dasar pertimbangan setelah dikaji bersama dengan Menteri

Teknis dan Menteri Keuangan. Perum memperoleh status badan

hukum sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah tentang

pendiriannya.

b) Maksud dan tujuan pendirian Perum adalah menyelenggarakan usaha

yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang

dan/atau jasa yang berkualitas dengan harga yang terjangkau oleh

masyarakat berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat.

c) Untuk mendukung kegiatan dalam rangka mencapai maksud dan

tujuan sebagaimana dimaksud dalam poin 2), dengan persetujuan

Menteri, Perum dapat melakukan penyertaan modal dalam badan

usaha lain.

d) Organ Perum adalah Menteri, Direksi, dan Dewan Pengawas.

e) Kewenangan Menteri meliputi:

i. Menteri memberikan persetujuan atas kebijakan pengembangan

usaha Perum yang diusulkan oleh Direksi.

Page 40: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 35 dari 74

ii. Kebijakan pengembangan usaha sebagaimana dimaksud dalam

poin a) diusulkan oleh Direksi kepada Menteri setelah mendapat

persetujuan dari Dewan Pengawas.

iii. Menteri tidak bertanggung jawab atas segala akibat perbuatan

hukum yang dibuat Perum dan tidak bertanggung jawab atas

kerugian Perum melebihi nilai kekayaan negara yang telah

dipisahkan ke dalam Perum, kecuali apabila Menteri baik

langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk

memanfaatkan Perum semata-mata untuk kepentingan pribadi,

terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh

Perum; atau langsung maupun tidak langsung secara melawan

hukum menggunakan kekayaan Perum.

iv. Terkait dengan penggunaan laba setiap tahun buku, Perum wajib

menyisihkan jumlah tertentu dari laba bersih untuk cadangan.

Penyisihan laba bersih dilakukan sampai cadangan mencapai

sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari modal Perum.

Cadangan yang belum mencapai jumlah tersebut hanya dapat

dipergunakan untuk menutup kerugian yang tidak dapat dipenuhi

oleh cadangan lain. Penggunaan laba bersih Perum termasuk

penentuan jumlah penyisihan untuk cadangan ditetapkan oleh

Menteri.

v. Pengangkatan dan pemberhentian Direksi Perum ditetapkan oleh

Menteri sesuai dengan mekanisme dan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

b. Pemerintah Daerah. Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan

pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan

tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan

prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat

daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Selanjutnya dalam

Pemerintahan Daerah terdapat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang

Page 41: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 36 dari 74

selanjutnya disebut DPRD, adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai

unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

Beberapa pengertian yang berkaitan dengan Pemerintahan Daerah adalah:

1) Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom

untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan

kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-

undangan.

2) Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat

hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur

dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat

setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat

dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3) Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh

Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan

pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

4) Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh

Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada

instansi vertikal di wilayah tertentu.

5) Tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah

dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau

desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk

melaksanakan tugas tertentu.

6) Peraturan daerah selanjutnya disebut Perda adalah peraturan daerah

provinsi dan/atau peraturan daerah kabupaten/kota. Sedangkan Peraturan

kepala daerah adalah peraturan Gubernur dan/atau peraturan

Bupati/Walikota.

7) Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah

adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional,

demokratis, transparan, dan bertanggung jawab dalam rangka pendanaan

penyelenggaraan desentralisasi, dengan mempertimbang-kan potensi,

Page 42: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 37 dari 74

kondisi, dan kebutuhan daerah serta besaran pendanaan penyelenggaraan

dekonsentrasi dan tugas pembantuan.

8) Anggaran pendapatan dan belanja daerah, selanjutnya disebut APBD,

adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang ditetapkan

dengan peraturan daerah. Sedangkan Pendapatan daerah adalah semua

hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam

periode tahun anggaran yang bersangkutan. Belanja daerah adalah

semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan

bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.

c. Kementerian dan Departemen. Beberapa hal terkait dengan kementerian

dan departemen adalah sebagai berikut.

1) Kementerian Koordinator adalah unsur pelaksana Pemerintah yang

dipimpin oleh Menteri Koordinator yang berada di bawah dan

bertanggung jawab kepada Presiden yang terdiri dari Kementerian

Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Kementerian

Koordinator Bidang Perekonomian; dan Kementerian Koordinator

Bidang Kesejahteraan Rakyat.

2) Departemen adalah unsur pelaksana Pemerintah yang dipimpin oleh

Menteri yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden

untuk menyelenggarakan sebagian tugas pemerintahan dan

menyelenggarakan fungsi:

a) Perumusan kebijakan nasional, kebijakan pelaksanaan, dan kebijakan

teknis di bidangnya;

b) Pelaksanaan urusan pemerintahan sesuai dengan bidang tugasnya;

c) Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung

jawabnya;

d) Pengawasan atas pelaksanaan tugasnya;

e) Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran, dan pertimbangan di

bidang tugas dan fungsinya kepada Presiden.

d. Lembaga Negara dan Lembaga Pemerintah. Lembaga Pemerintah Non

Departemen (LPND) dalam Pemerintahan Republik Indonesia adalah

Page 43: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 38 dari 74

lembaga Pemerintah Pusat yang dibentuk untuk melaksanakan tugas

pemerintahan tertentu dari Presiden. Kepala LPND berada di bawah dan

bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Contoh:

1) Badan Intelijen Negara (BIN)

2) Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI)

Lembaga Negara adalah lembaga-lembaga Negara yang dibentuk dan diatur

oleh Undang-Undang Dasar 1945 untuk pelaksanaan fungsi legislatif,

eksekutif, yudikatif, auditif, dan lain-lain. Contoh:

1) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR);

2) Dewan Perwakilan Daerah (DPD);

3) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

e. Bank Indonesia. Bank Indonesia (BI) adalah Bank Sentral Republik

Indonesia. BI sebagai lembaga negara yang independen, bebas dari campur

tangan pemerintah dan/atau pihak-pihak lainnya, kecuali untuk hal-hal yang

secara tegas diatur dalam undang-undang ini. Tujuan BI adalah mencapai dan

memelihara kestabilan nilai rupiah.

BI mempunyai tugas:

1) Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, meliputi:

a) Menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan laju

inflasi yang ditetapkannya;

b) Melakukan pengendalian moneter dengan memperhatikan cara-cara

yang termasuk tapi tidak terbatas pada:

i. operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta

asing;

ii. penetapan tingkat diskonto;

iii. penetapan cadangan wajib minimum;

iv. pengaturan kredit atau pembayaran.

2) Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, meliputi:

Page 44: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 39 dari 74

(a) melaksanakan dan memberikan persetujuan dan izin atas

penyelenggaraan jasa sistem pembayaran;

(b) mewajibkan penyelenggaraan jasa sistem pembayaran untuk

menyampaikan laporan tentang kegiatannya;

(c) menetapkan penggunaan alat pembayaran.

3) Mengatur dan mengawasi bank.

BI menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas

kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank, melaksanakan

pengawasan bank, dan mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan

peraturan perundang-undangan.

Dalam melaksanakan tugasnya, BI dipimpin oleh Dewan Gubernur.

Dewan Gubernur terdiri atas seorang Gubernur, seorang Deputi Gubernur

Senior dan sekurang-kurangnya empat orang atau sebanyak-banyaknya

tujuh orang Deputi Gubernur. Dewan Gubernur dipimpin oleh Gubernur

dengan Deputi Gubernur Senior sebagai wakil.

f. Badan Layanan Umum (BLU)

BLU adalah instansi di lingkungan pemerintah pusat yang dibentuk untuk

memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang

dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan

dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan

produktivitas.

Kriteria BLU:

1) Bukan kekayaan negara/daerah yang dipisahkan, sebagai satuan kerja

instansi pemerintah;

2) Dikelola secara otonom dengan prinsip efisiensi dan produktifitas ala

korporasi;

3) Berperan sebagai agen dari menteri/pimpinan lembaga induknya:

a) Kedua belah pihak menandatangani kontrak kinerja;

b) Menteri/pimpinan lembaga bertanggung jawab atas kebijakan layanan

yang hendak dihasilkan;

Page 45: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 40 dari 74

c) BLU bertanggung untuk mrnyajikan layanan yang diminta.

Di lingkungan pemerintah di Indonesia, terdapat banyak satuan kegiatan yang

berpotensi untuk dikelola secara lebih efisien dan efektif melalui pola BLU.

Ada yang mendapatkan imbalan dari masyarakat dalam proporsi yang

signifikan terkait dengan pelayanan yang diberikan, dan ada pula yang

bergantung sebagian besar pada dana APBN/APBD. Satuan kerja yang

memperoleh pendapatan dari layanannya dalam porsi signifikan, dapat

diberikan keleluasaan dalam mengelola sumber daya untuk meningkatkan

pelayanan yang diberikan.

Pola pengelolaan keuangan BLU adalah memberikan fleksibilitas berupa

keleluasaan untuk menerapkan praktik-praktik bisnis yang sehat guna

meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan

kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Penyelenggaraan BLU berdasarkan praktik bisnis yang sehat, yaitu fungsi

organisasi berdasarkan kaedah-kaedah manajemen yang baik dalam rangka

pemberian layanan yang bermutu dan berkesinambungan.

Institusi yang dapat menerapkan BLU:

1) Instansi yang memberikan layanan kepada masyarakat;

2) Memenuhi persyaratan substantif, teknis dan administratif.

a) Persyaratan substantif. Instansi pemerintah yang memberikan layanan

umum, berupa:

i. Penyedia barang dan/atau jasa. Pelayanan bidang kesehatan,

penyelenggaraan pendidikan, serta pelayanan jasa penelitian dan

pengujian.

ii. Pengelolaan dana khusus. Pengelola dana bergulir untuk usaha kecil

dan menengah, pengelola penerusan pinjaman dan pengelola

tabungan pemerintah.

iii. Pengelola kawasan atau wilayah secara otonom. Otorita dan

Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu.

b) Persyaratan teknis:

Page 46: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 41 dari 74

i. Kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak

dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU

sebagaimana direkomendasikan oleh menteri/pimpinan

lembaga/kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah sesuai

dengan kewenangannya.

ii. Kinerja keuangan satker yang bersangkutan sehat sebagaimana

ditunjukkan dalam dokumen usulan penetapan BLU.

c) Persyaratan keuangan/administratif:

i. Pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja;

ii. Rencana strategis bisnis;

iii. Laporan keuangan pokok;

iv. Standar Pelayanan Minimum;

v. Laporan pemeriksaan terakhir atau pernyataan bersedia untuk

dipemeriksaan.

Pendapatan yang diperoleh BLU merupakan pendapatan negara/daerah.

Pendapatan tersebut dapat digunakan langsung untuk membiayai belanja

BLU yang bersangkutan.

Laporan unit-unit BLU dikonsolidasikan dan menjadi lampiran laporan

keuangan BLU. Laporan keuangan tersebut disampaikan kepada

menteri/pimpinan lembaga/kepala daerah paling lambat satu bulan setelah

periode laporan berakhir. Laporan keuangan BLU dikonsolidasikan dengan

laporan keuangan kementrian/lembaga/pemda dan dilakukan sesuai Standar

Akuntansi Pemerintahan. Rencana Kerja dan Anggaran (RKA), laporan

keuangan dan laporan kinerja BLU disusun sebagai bagian yang tidak

terpisahkan dari RKA, laporan keuangan dan laporan kinerja kementerian

yang bersangkutan (dikonsolidasikan pada instansi induk). Laporan keuangan

sebagai laporan pertanggungjawaban BLU diperiksa oleh pemeriksa

eksternal.

Page 47: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 42 dari 74

g. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)

BUMD adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya

dimiliki oleh daerah melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari

kekayaan daerah yang dipisahkan. Sedangkan kekayaan daerah yang

dipisahkan adalah sebagian dari kekayaan daerah yang berasal dari Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang dipisahkan untuk dijadikan

penyertaan modal daerah pada BUMD.

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, tidak

menyebutkannya secara spesifik keberadaan BUMD, namun Pasal 173

menyatakan bahwa:

1) Pemerintah daerah dapat melakukan penyertaan modal pada suatu Badan

Usaha Milik Pemerintah dan/atau milik swasta.

2) Penyertaan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditambah,

dikurangi, dijual kepada pihak lain, dan atau dapat dialihkan kepada

BUMD.

3) Penyertaan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan

sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pada Pasal 177 dinyatakan bahwa Pemerintah Daerah dapat memiliki BUMD

yang pembentukan, penggabungan, pelepasan kepemilikan, dan/atau

pembubarannya ditetapkan dengan peraturan daerah yang berpedoman pada

peraturan perundang-undangan.

Terdapat beberapa alasan untuk mendirikan suatu BUMD, yaitu antara lain:

1) Alasan ekonomis, yang biasanya dijadikan acuan pertama mendirikan

BUMD, adalah mengoptimalisasikan potensi ekonomi di daerah dalam

upaya menggali dan mengembangkan sumber daya daerah, memberikan

pelayanan masyarakat atau public services, dan mencari keuntungan atau

profit motive.

2) Alasan strategis mendirikan suatu BUMD adalah untuk mendirikan

lembaga usaha yang melayani kepentingan publik, namun masyarakat

dan swasta tidak mampu atau belum mampu melakukannya, baik karena

Page 48: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 43 dari 74

investasi yang sangat besar, risiko usaha yang sangat besar, maupun

karena eksternalitasnya sangat besar dan luas.

3) Alasan politis adalah untuk mempertahankan potensi ekonomi yang

mempunyai daya dukung politis bagi pemerintah daerah.

4) Alasan anggaran adalah alasan bahwa pemda perlu mempunyai sumber

pendapatan lain di luar pajak dan alokasi dana dari Pemerintah Pusat

untuk mendukung anggaran belanja dan pembangunan daerah.

Bentuk hukum BUMD ada dua, yaitu:

1) Perusahaan Daerah (PD)

a) Mengutamakan penyelenggaraan kemanfaatan umum (public service)

di samping mencari keuntungan sebagai sumber pendapatan asli

daerah, dengan tetap berpegang teguh pada:

i. Syarat-syarat efisiensi dan efektivitas;

ii. Prinsip-prinsip ekonomi perusahaan;

iii. Pelayanan yang baik kepada masyarakat.

b) Berstatus badan hukum yang dibentuk dengan peraturan daerah yang

berlaku dan mendapat pengesahan dari pejabat yang berwenang.

c) Mempunyai nama dan kekayaan sendiri serta kebebasan bergerak

seperti perusahaan swasta untuk melakukan/pengadaan suatu

perjanjian kontrak-kontrak dan hubungan-hubungan dengan

perusahaan lainnya.

d) Dapat dituntut dan menuntut dan hubungan hukumnya berlaku hukum

perdata.

e) Modal pangkal seluruhnya berasal dari APBD sebagai kekayaan

daerah yang terpisahkan dan tidak terdiri dari saham-saham serta

dapat memperoleh dana dari kredit-kredit dalam dan luar negeri atau

dari obligasi (dari masyarakat).

f) Secara finansial mampu berdiri sendiri, kecuali ditentukan lain oleh

undang-undang.

Page 49: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 44 dari 74

g) Dipimpin oleh suatu direksi dan tidak dibenarkan merangkap jabatan

lain.

h) Pegawai perusahaan diatur tersendiri di luar ketentuan-ketentuan yang

berlaku bagi pegawai negeri atau pegawai swasta.

i) Organisasi, tugas, wewenang, tanggung jawab, pertanggungjawaban

dan cara mempertanggungjawabkannya serta pengawasan dan

sebagainya diatur secara khusus yang pokok-pokoknya akan

tercerminkan dalam undang-undang yang mengatur pembentuk-

kannya serta peraturan pemerintah tentang pelaksanaannya.

2) Perusahaan Perseroan Daerah (Perseroda)

a) Maksud dan tujuan usahanya adalah untuk memupuk keuntungan

dalam arti baik pelayanan dan pembinaan organisasinya harus secara

efektif dan efisien dengan orientasi bisnis.

b) Status hukumnya sebagai badan hukum perdata yang berbentuk

perseroan terbatas.

c) Modal pangkal berasal dari APBD yang merupakan penyertaan modal

pemerintah daerah dan merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan

ditetapkan dengan peraturan daerah.

d) Membuka kemungkinan adanya kerja sama dengan swasta nasional

maupun asing, adanya pembelian/penjualan saham-saham obligasi.

e) Modal sebagaimana dimaksud pada poin (c) di atas adalah penyertaan

modal daerah dalam Perseroda, ditetapkan dengan peraturan daerah

dan berlaku setelah mendapat pengesahan pejabat yang berwenang.

f) Modal Perseroda dibagi atas saham-saham prioritas dan biasa atau

sejenis saham lainnya.

g) Perseroda dipimpin oleh suatu Direksi.

h) Pegawainya berstatus sebagai pegawai perusahaan swasta yang

diangkat dan diberhentikan oleh direksi setelah mendengar

pertimbangan dari dewan komisaris.

Page 50: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 45 dari 74

i) Peranan pemerintah daerah adalah sebagai pemegang saham

tergantung besar kecilnya jumlah saham yang dimiliki atau

berdasarkan perjanjian tersendiri antara mereka dengan

pemilik/pemegang saham lainnya.

h. Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran atas Beban Anggaran Pendapatan

dan Belanja Negara

Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran atas Beban Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara antara lain diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal

Perbendaharaan Nomor PER-66/PB/2005.

2. Kriteria Pemeriksaan

Kriteria pemeriksaan memberikan informasi yang dapat digunakan oleh pengguna

laporan hasil pemeriksaan untuk menentukan keadaan seperti apa yang

diharapkan. Kriteria akan mudah dipahami apabila dinyatakan secara wajar,

eksplisit, dan lengkap, dan sumber dari kriteria dinyatakan dalam laporan hasil

pemeriksaan. Kriteria adalah standar ukuran harapan mengenai apa yang

seharusnya terjadi, praktik terbaik, dan benchmarks.

Dalam pemeriksaan kinerja maka kinerja entitas dibandingkan atau dievaluasi

dengan kriteria ini. Kriteria, sebagai salah satu unsur temuan pemeriksaan,

memberikan suatu hubungan dalam memahami hasil pemeriksaan. Rencana

pemeriksaan harus menyatakan kriteria yang akan digunakan. Dalam menentukan

kriteria, pemeriksa harus menggunakan kriteria yang masuk akal, dapat dicapai,

dan relevan dengan tujuan pemeriksaan. Pemeriksa harus mengkomunikasikan

kriteria tersebut kepada entitas yang diperiksa sebelum atau pada saat dimulainya

pemeriksaan.

Hukum sebagai kriteria pemeriksaan berarti bahwa hukum (dalam pengertian

recht maupun wet) dapat menjadi tolok ukur untuk menilai apakah kondisi

tersebut sesuai dengan ketentuan atau tidak. Hukum sebagai kriteria pemeriksaan

lebih tepat digunakan dalam laporan kepatuhan. Ketentuan hukum yang dijadikan

kriteria seharusnya menggambarkan dan berkorelasi langsung dengan

permasalahan yang dituangkan dalam kondisi.

Sangat mungkin bahwa dalam semua jenis pemeriksaan di dalamnya akan

berkaitan dengan semua aspek hukum, baik perdata, pidana, dan tata usaha

Page 51: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 46 dari 74

negara, bahkan mungkin aspek hukum perdata internasional. Sedangkan aspek

hukum tata negara sangat kecil kemungkinannya terkait dalam pelaksanaan

pemeriksaan. Kecilnya kemungkinan atau bahkan tidak terkaitnya aspek hukum

tata negara dalam pelaksanaan pemeriksaan karena secara ketatanegaraan undang-

undang telah membatasi kekuasaan BPK hanya pada masalah pemeriksaan

pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara saja. Begitu pula dengan

aspek hukum acara. Aspek hukum acara nantinya baru akan terkait dalam tahap

tindak lanjut hasil pemeriksaan. Dengan memahami aspek hukum yang terkait

dalam program kegiatan entitas yang diperiksa dapat membantu pemeriksa

menetapkan semua kriteria yang diperlukan untuk kemudian menjadi dasar bagi

penetapan langkah-langkah pemeriksaannya.

Aspek hukum Tata Usaha Negara (TUN) terkait dalam semua jenis pemeriksaan

atas entitas pengelola APBN dan APBD. Tetapi dalam pemeriksaan atas entitas

BUMN/BUMD aspek hukum TUN dapat juga terkait apabila dalam suatu

kegiatan BUMN/BUMD tersebut melibatkan/terkait dengan tindakan tata usaha

negara/instansi pemerintah di dalamnya.

Identifikasi atas aspek hukum TUN dalam kegiatan entitas pengelola

APBN/APBD ditindaklanjuti dengan inventarisasi kriteria-kriteria yang

diperlukan. Sebagai contoh:

a. Untuk pemeriksaan laporan keuangan, kriteria yang diperlukan antara lain:

1) UU yang menetapkan APBN tahun anggaran yang diperiksa.

2) PP No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.

3) Keppres 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan APBN.

4) Perda yang menetapkan APBD tahun anggaran yang diperiksa.

5) Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan

Daerah.

b. Untuk pemeriksaan pengadaan barang/jasa, kriteria yang diperlukan antara

lain:

1) Keppres No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan

Barang/Jasa Pemerintah, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir

kali dengan Perpres No. 85 Tahun 2006.

Page 52: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 47 dari 74

2) Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah tentang Pengadaan Barang dan Jasa

Pemerintah.

3) Perda tentang tata cara pengadaan barang/jasa daerah yang diperiksa.

c. Untuk pemeriksaan pendapatan, kriteria yang diperlukan antara lain:

1) UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

sebagaimana telah beberapa kali diubah terahir kali dengan UU No. 16

Tahun 2000.

2) UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah.

3) PP No. 1 Tahun 2004 tentang Tata Cara Penyampaian Rencana dan

Laporan Realisasi PNBP.

4) PP No. 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah.

5) PP No. 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah.

6) Perda-perda yang mengatur pengelolaan pajak dan retribusi daerah yang

diperiksa.

d. Untuk pemeriksaan pengelolaan aset, kriteria yang diperlukan antara lain:

1) PP No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.

2) Perda yang mengatur perihal pengelolaan barang daerah yang diperiksa.

Dalam penyusunan program pemeriksaan entitas BUMN/BUMD bisa terkait

aspek hukum TUN apabila dalam suatu kegiatan entitas dimaksud dibiayai

langsung dari dana APBN/APBD, atau apabila dalam suatu kegiatannya

melibatkan tindakan tata usaha negara/instansi pemerintah. Sebagai contoh

apabila suatu kegiatan pengadaan barang/jasa di suatu BUMN/BUMD dibiayai

baik sebagian maupun seluruhnya dengan dana yang berasal dari APBN/APBD

maka kegiatan tersebut harus tunduk pada ketentuan-ketentuan dalam Keppres

No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa

Pemerintah, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir kali dengan Perpres

No. 85 Tahun 2006 maupun Perpres No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan

Barang dan Jasa Pemerintah.

Page 53: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 48 dari 74

Dalam menentukan kriteria harus pula dipertimbangkan apa yang ditetapkan

dalam Pasal 7 UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan yang antara lain menyebutkan jenis dan hierarki peraturan

perundang-undangan sebagai berikut.

a. Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang;

c. Peraturan Pemerintah;

d. Peraturan Presiden;

e. Peraturan Daerah.

f. Peraturan Daerah provinsi dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah

provinsi bersama dengan gubernur;

g. Peraturan Daerah kabupaten/kota dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah

kabupaten/kota bersama bupati/walikota

h. Peraturan Desa/peraturan yang setingkat dibuat oleh badan perwakilan desa

atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.

Untuk memahami lebih lanjut tentang pengertian-pengertian yang terdapat dalam

peraturan perundang-undangan maka dipergunakan teori penafsiran peraturan

perundang-undangan dan konstruksi hukum yang meliputi penafsiran gramatikal,

historis, sistematik, sosiologis/teleologis, otentik, interdisipliner, dan

multidisipliner.40

Selain ketentuan dan peraturan yang telah dituangkan dalam UU No. 10 Tahun

2004, terdapat peraturan-peraturan yang sifatnya intern atau bersifat teknis sesuai

dengan kebutuhan yang ada. Sebagai contoh, Juklak tentang Pembukuan, dan lain-

lain.

3. Pembuktian

Jenis bukti berdasarkan SPKN meliputi:

a. Bukti fisik diperoleh dari inspeksi langsung atau pengamatan yang dilakukan

oleh pemeriksa terhadap orang, aktiva, atau kejadian. Bukti tersebut dapat

40 Yudha Bhakti Ardhiwisastra, Penafsiran dan Konstruksi Hukum, Alumni, Bandung, 2000, hal. 9-

12.

Page 54: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 49 dari 74

didokumentasikan dalam bentuk memorandum, foto, gambar, bagan, peta, atau

contoh fisik.

b. Bukti dokumenter terdiri atas informasi yang diciptakan seperti surat, kontrak,

catatan akuntansi, faktur, dan informasi manajemen atas kinerja.

c. Bukti kesaksian diperoleh melalui permintaan keterangan, wawancara, atau

kuesioner.

d. Bukti analisis meliputi perhitungan, pembandingan, pemisahan informasi

menjadi unsur-unsur, dan argumentasi yang masuk akal.

Bukti pemeriksaan tersebut harus cukup, kompeten, dan relevan:

a. Bukti harus cukup untuk mendukung temuan pemeriksaan. Dalam menentukan

cukup tidaknya suatu bukti, pemeriksa harus yakin bahwa bukti yang cukup

tersebut akan bisa meyakinkan seseorang bahwa temuan pemeriksaan adalah

valid. Apabila memungkinkan, metode statistik bisa digunakan untuk

menentukan cukup tidaknya bukti pemeriksaan.

b. Bukti disebut kompeten apabila bukti tersebut valid, dapat diandalkan, dan

konsisten dengan fakta. Dalam menilai kompetensi suatu bukti, pemeriksa

harus mempertimbangkan beberapa faktor seperti apakah bukti telah akurat,

meyakinkan, tepat waktu dan asli.

c. Bukti disebut relevan, apabila bukti tersebut mempunyai hubungan yang logis

dan arti penting bagi temuan pemeriksaan yang bersangkutan.

Selain itu terdapat bukti yang lebih kuat dalam audit yaitu:

a. Bukti yang diperoleh dari pihak ketiga lebih kompeten dari pada bukti yang

diperoleh dari entitas yang diperiksa.

b. Bukti yang dikembangkan dari sistem pengendalian intern yang efektif, lebih

kompeten dibandingkan dengan yang diperoleh dari pengendalian yang lemah

atau yang tidak ada pengendaliannya.

c. Bukti yang diperoleh melalui pemeriksaan fisik, pengamatan, perhitungan, dan

inspeksi secara langsung oleh pemeriksa lebih kompeten dibandingkan dengan

bukti yang diperoleh secara tidak langsung.

Page 55: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 50 dari 74

d. Dokumen asli memberikan bukti yang lebih kompeten dibandingkan dengan

fotokopi atau tembusannya.

e. Bukti kesaksian yang diperoleh dalam kondisi yang memungkinkan orang

berbicara dengan bebas lebih kompeten dibandingkan dengan bukti kesaksian

yang diperoleh dalam kondisi yang dapat terjadi kompromi. Misalnya, kondisi

di mana terdapat kemungkinan orang diancam (diintimidasi). Bukti kesaksian

yang diperoleh dari individu yang tidak memihak atau mempunyai

pengetahuan yang lengkap mengenai bidang tersebut lebih kompeten

dibandingkan dengan bukti kesaksian yang diperoleh dari individu yang

memihak atau yang hanya mempunyai pengetahuan sebagian saja mengenai

bidang tersebut.

Pembuktian dari aspek hukum:

Membuktikan diartikan meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil

yang dikemukakan dalam suatu persengketaan. Dengan demikian, pembuktian

hanyalah diperlukan dalam persengketaan di muka Hakim atau Pengadilan.

Alat bukti menurut hukum antara lain:

a. Menurut Pasal 1866 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, alat-alat bukti

dalam perkara perdata terdiri atas:

1) Bukti tulisan;

2) Bukti dengan saksi-saksi

3) Persangkaan-persangkaan;

4) Pengakuan; dan

5) Sumpah.

b. Sedangkan dalam perkara pidana, menurut Pasal 295 Reglement Indonesia

yang Diperbaharui (RIB) hanya diakui sebagai alat-alat bukti yang sah adalah:

1) Kesaksian;

2) Surat-Surat

3) Pengakuan;

4) Petunjuk-petunjuk

Page 56: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 51 dari 74

c. Menurut Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, alat bukti

yang sah adalah:

1) Keterangan saksi;

2) Keterangan ahli;

3) Surat;

4) Petunjuk-petunjuk;

5) Keterangan Terdakwa.

Dalam hukum perdata, pembuktiannya bersifat formal, artinya bukti-bukti yang

ada secara formal merupakan bukti bagi hakim untuk membuktikan kebenaran

suatu permasalahan. Sedangkan dalam hukum pidana, pembuktiannya bersifat

material, artinya bukti-bukti formal yang ada belum cukup untuk membuktikan

kebenaran suatu permasalahan, karena hakim harus membuktikan sampai dengan

motif perbuatan tersebut dilakukan (material) sehingga menimbulkan keyakinan

hakim.

Kekuatan bukti hukum dapat diuraikan sebagai berikut.

a. Bukti Tulisan. Dari bukti-bukti tulisan, golongan yang sangat berharga untuk

pembuktian adalah akte. Akte adalah tulisan yang memang dengan sengaja

dibuat untuk dijadikan bukti tentang suatu peristiwa dan ditandatangani.

Bukti tulisan dapat dibagi menjadi dua, yaitu akte dan tulisan-tulisan lain.

Akte dibagi menjadi dua: (1) akte otentik dan (2) akte di bawah tangan. Akte

otentik adalah akte yang mempunyai kekuatan pembuktian istimewa.

Sementara itu, akte di bawah tangan adalah akte yang bukan merupakan akte

otentik.

Letak kekuatan pembuktian yang istimewa dari suatu akte otentik adalah:

1) Mempunyai kekuatan pembuktian formil, yaitu membuktikan antara para

pihak bahwa mereka sudah menerangkan apa yang ditulis dalam akte

tersebut.

2) Mempunyai kekuatan pembuktian materiil/mengikat, artinya

membuktikan bahwa antara para pihak yang bersangkutan sungguh-

sungguh telah terjadi peristiwa yang disebutkan di situ.

Page 57: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 52 dari 74

3) Membuktikan pada pihak ketiga bahwa apa yang telah dituangkan dalam

akte benar terjadi dan kedua belah pihak telah menghadap di muka

Pegawai umum (notaris) dan menetapkan kedudukan antara para pihak

satu sama lain pada kedudukan yang diuraikan dalam akte.

Kekuatan pembuktian tulisan-tulisan lain adalah sebagai alat bukti bebas,

artinya hakim tidak diharuskan menerima dan mempercayai. Hakim bebas

untuk mempercayai dan tidak mempercayai tulisan-tulisan tersebut.

b. Bukti dengan Saksi (Kesaksian). Saksi dapat secara kebetulan melihat atau

mengalami sendiri peristiwa yang harus dibuktikan di muka hakim, tetapi

dapat pula terjadi memang dengan sengaja diminta menyaksikan suatu

perbuatan hukum yang sedang dilakukan.

Semua orang yang cakap untuk menjadi saksi diwajibkan memberikan

kesaksian. Seseorang yang menolak panggilan untuk dijadikan saksi maka:

1) Dihukum untuk membayar biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk

memanggil saksi;

2) Secara paksa dibawa ke pengadilan;

3) Dimasukkan ke dalam penyanderaan (gijzeling dalam Pasal 140, 141, dan

148 RIB).

Seorang saksi dapat dibebaskan dari saksi jika:

1) Mempunyai pertalian daerah dalam garis samping dalam derajat kedua

atau semenda dengan salah satu pihak;

2) Mempunyai pertalian darah dalam garis lurus tak terbatas dan dalam

garis samping dalam derajat kedua dengan suami atau istri salah satu

pihak;

Dalil dalam hal kesaksian adalah “Unus testis nullus testis” artinya

keterangan seorang saksi saja, tanpa suatu alat bukti lain tidak boleh

dipercaya di muka pengadilan (Pasal 1905 KUH Perdata, Pasal 169 RIB atau

Pasal 306 RDS).

Page 58: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 53 dari 74

Kesaksian de auditu atau kesaksian dari pendengaran tidak berharga sebagai

suatu kesaksian, namun hal tersebut dapat dipergunakan sebagai persangkaan-

persangkaan dari mana disimpulkan terbuktinya suatu hal.

c. Persangkaan-persangkaan

Persangkaan adalah kesimpulan yang ditarik dari suatu peristiwa yang telah

dianggap terbukti ke arah suatu peristiwa yang belum terbukti. Oleh karena

itu persangkaan bukanlah alat bukti. Yang menarik kesimpulan tersebut

adalah hakim (disebut persangkaan hakim) dan undang-undang (persangkaan

undang-undang).

Persangkaan dilakukan apabila memang sangat sulit diperoleh saksi untuk

membuktikan terjadinya suatu kejadian. Contoh:

Apabila dapat dibuktikan bahwa terdapat dua orang laki-laki dan perempuan

yang dituduh melakukan perzinahan itu telah bersama-sama menginap dalam

satu kamar di mana hanya terdapat satu tempat tidur, maka dipersangkakan

bahwa mereka itu benar telah melakukan perzinahan.

Contoh persangkaan berdasarkan undang-undang adalah sebagai berikut.

1) Tiap anak yang dilahirkan sepanjang perkawinan yang sah, memperoleh si

suami sebagai bapaknya. Artinya dianggap sebagai anak bapaknya (Pasal

250 KUH Perdata).

2) Tiap-tiap tembok yang dipakai sebagai tembok batas antara dua

pekarangan, dianggap sebagai milik bersama, kecuali kalau ada suatu

alasan hak atau tanda-tanda yang menunjukkan sebaliknya (Pasal 633

KUH Perdata).

d. Pengakuan

Pengakuan bukanlah alat bukti. Pengakuan adalah dalil-dalil yang

dikemukakan oleh satu pihak dan hal tersebut diakui oleh pihak lawan.

Dengan diakuinya dalil-dalil tersebut maka pihak yang mengajukan dalil-dalil

tersebut dibebaskan dari pembuktian. Pengakuan berfungsi juga sebagai

pembatas luasnya perselisihan.

Pengakuan yang dilakukan di muka hakim memberikan suatu bukti yang

sempurna terhadap siapa yang telah melakukannya. Artinya, hakim harus

Page 59: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 54 dari 74

menganggap dalil-dalil yang telah diakuinya itu sebagai benar dan

meluluskan (mengabulkan) segala tuntutan atau gugatan yang didasarkan

pada dalil-dalil tersebut (Pasal 1925 KUH Perdata).

Pengakuan dibagi dua, yaitu:

1) Pengakuan dengan Kausal. Pengakuan yang dilakukan oleh suatu pihak

namun berdasarkan pengakuan tersebut maka kedua belah pihak akan

diperjumpakan kepentingan masing-masing.

Contoh:

Seorang yang mengaku bahwa dia telah melakukan jual beli dan

pengantaran barang, dan dia menyatakan sudah membayar maka hakim

harus memperhitungkan pengakuan tersebut untuk memperjumpakan

kepentingan penggugat.

2) Pengakuan dengan Kualifikasi. Pengakuan yang dilakukan oleh suatu

pihak namun dalam pengakuan tersebut dikemukakan suatu syarat

(kualifikasi) tertentu yang harus dilakukan supaya perbuatan hukum

tersebut dapat berlaku.

Contoh:

Seorang mengaku bahwa jual beli dan pengantaran barang, tetapi

dikemukakan bahwa jual beli tersebut dapat diberlakukan jika ia puas

dengan kualitas dan jumlah barangnya.

e. Sumpah

Sumpah dalam perkara perdata dipakai juga sebagai alat pembuktian.

Sumpah dibagi menjadi dua macam, yaitu:

1) Sumpah pemutus (decissoir). Sumpah pemutus adalah sumpah yang oleh

pihak yang satu diperintahkan kepada pihak pihak lawan yang

menggantungkan putusan perkara padanya.

2) Sumpah karena jabatan hakim. Sumpah yang oleh hakim karena

jabatannya, diperintahkan kepada salah satu pihak (Pasal 1929 KUH

Perdata).

Page 60: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 55 dari 74

4. Perihal Perjanjian

a. Perikatan dan Perjanjian

Perjanjian diatur dalam Buku III Burgerlijke Wetboek/BW/KUH Perdata.

Buku III KUH Perdata mengatur perihal Perikatan (Verbintenis). Perikatan

tidak sama dengan perjanjian. Perikatan adalah suatu hubungan hukum

(mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang, yang memberi hak pada

yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang

yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan itu.41 Pasal 1233 KUH

Perdata membagi perikatan menjadi dua berdasarkan sumbernya, yaitu:

1) Undang-Undang;

2) Perjanjian (Overeenkomst).

Adanya hubungan perikatan antara satu pihak dengan pihak lainnya

menimbulkan kewajiban berupa:42

1) Memberikan sesuatu;

2) Berbuat sesuatu;

3) Tidak berbuat sesuatu.

Pasal 1313 KUH Perdata memberi pengertian perjanjian sebagai suatu

perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap

satu orang lain atau lebih (asas pribadi/kepribadian).

Pada prinsipnya semua orang bebas membuat perjanjian. Hal tersebut dapat

disimpulkan dari isi Pasal 1338 KUH Perdata yang berbunyi:

“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-

undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian-perjanjian itu tidak

dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau

karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk

itu. Perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.”

Pengaturan Pasal 1338 KUH Perdata mengandung asas-asas perjanjian, yaitu:

1) Asas kebebasan berkontrak;

41 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, cetakan keenambelas, Jakarta: Intermasa, 1982, hal. 122 42 Pasal 1234 BW

Page 61: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 56 dari 74

2) Asas konsensualisme;

3) Asas pacta sunt servanda (perjanjian merupakan undang-undang bagi

yang membuatnya);

4) Asas itikad baik.

Asas kebebasan berkontrak dalam membuat perjanjian dibatasi oleh Pasal

1337 KUH Perdata yang berbunyi:

“Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang,

atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum.”

Ketentuan Pasal 1337 KUH Perdata ini pada dasarnya mengatur perihal

syarat “sebab yang halal” dalam sahnya perjanjian. Jadi apabila pelaksanaan

asas kebebasan berkontrak melanggar ketentuan Pasal 1337 KUH Perdata

maka perjanjian yang dibuat tersebut adalah tidak sah. Isi Pasal 1338 KUH

Perdata selain mengandung makna asas kebebasan berkontrak, juga

mengandung maksud bahwa perjanjian bersifat mengikat bagi para pihak

yang membuatnya.

Melalui kontrak terciptalah perikatan atau hubungan hukum yang

menimbulkan hak dan kewajiban pada masing-masing pihak yang membuat

kontrak. Dengan kata lain, para pihak terikat untuk mematuhi kontrak yang

telah mereka buat tersebut. Dalam hal ini fungsi kontrak sama dengan

perundang-undangan, tetapi hanya berlaku khusus terhadap para pembuatnya

saja. Secara hukum, kontrak dapat dipaksakan berlaku melalui pengadilan.

Hukum memberikan sanksi terhadap pelaku pelanggaran kontrak atau ingkar

janji (wanprestasi).

Dalam KUH Perdata terdapat aturan umum yang berlaku untuk semua

perjanjian dan aturan khusus yang berlaku hanya untuk perjanjian tertentu

saja (perjanjian khusus) yang namanya sudah diberikan undang-undang.

Contoh perjanjian khusus: jual beli, sewa menyewa, tukar-menukar, pinjam-

meminjam, pemborongan, pemberian kuasa dan perburuhan. Selain KUH

Perdata, masih ada sumber hukum kontrak lainnya di dalam berbagai produk

hukum seperti Undang-Undang Perbankan, Keputusan Presiden tentang

Lembaga Pembiayaan, dan jurisprudensi antara lain tentang sewa beli, serta

sumber hukum lainnya.

Page 62: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 57 dari 74

Aspek-aspek kebebasan berkontrak dalam Pasal 1338 KUH Perdata (BW),

yang menyiratkan adanya tiga asas yang seyogyanya dalam perjanjian:

1) Mengenai terjadinya perjanjian. Asas yang disebut konsensualisme,

artinya menurut BW perjanjian hanya terjadi apabila telah adanya

persetujuan kehendak antara para pihak (consensus, consensualisme).

2) Tentang akibat perjanjian. Bahwa perjanjian mempunyai kekuatan yang

mengikat antara pihak-pihak itu sendiri. Asas ini ditegaskan dalam Pasal

1338 Ayat (1) KUH Perdata yang menegaskan bahwa perjanjian dibuat

secara sah di antara para pihak, berlaku sebagai undang-undang bagi

pihak-pihak yang melakukan perjanjian tersebut.

3) Tentang isi perjanjian. Sepenuhnya diserahkan kepada para pihak

(contractsvrijheid atau partijautonomie) yang bersangkutan.

Dengan kata lain, selama perjanjian itu tidak bertentangan dengan hukum

yang berlaku, kesusilaan, mengikat kepentingan umum dan ketertiban, maka

perjanjian itu diperbolehkan.

Asas kebebasan berkontrak dijamin oleh Pasal 1338 Ayat (1) KUH Perdata

asalkan pembuatannya memenuhi syarat sahnya perjanjian.

b. Syarat Sahnya Kontrak

Dari bunyi Pasal 1338 Ayat (1) jelas bahwa perjanjian yang mengikat

hanyalah perjanjian yang sah. Pasal 1320 KUH Perdata menentukan empat

syarat sahnya perjanjian, yaitu harus ada kesepakatan, kecakapan, hal tertentu

dan sebab yang diperbolehkan.

1) Kesepakatan. Kesepakatan yang dimaksud adalah adanya rasa ikhlas atau

saling memberi dan menerima atau sukarela di antara pihak-pihak yang

membuat perjanjian tersebut. Kesepakatan tidak ada apabila kontrak

dibuat atas dasar paksaan, penipuan atau kekhilafan.

2) Kecakapan. Kecakapan di sini artinya para pihak yang membuat kontrak

haruslah orang-orang yang oleh hukum dinyatakan sebagai subjek

hukum. Pada dasarnya semua orang menurut hukum cakap untuk

membuat kontrak. Sementara itu, orang yang tidak cakap adalah orang-

Page 63: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 58 dari 74

orang yang ditentukan hukum, yaitu anak-anak, orang dewasa yang

ditempatkan di bawah pengawasan (curatele), dan orang sakit jiwa.

Anak-anak adalah mereka yang belum dewasa yang menurut UU No. 1

Tahun 1974 tentang Perkawinan belum berumur 18 (delapan belas)

tahun. Meskipun belum berumur 18 (delapan belas) tahun, apabila

seseorang telah atau pernah kawin dianggap sudah dewasa, berarti cakap

untuk membuat perjanjian.

3) Hal tertentu. Hal tertentu maksudnya adalah objek yang diatur kontrak

tersebut harus jelas, setidak-tidaknya dapat ditentukan. Jadi tidak boleh

samar-samar. Hal ini penting untuk memberikan jaminan atau kepastian

kepada pihak-pihak dan mencegah timbulnya kontrak fiktif. Jual beli

sebuah mobil, misalnya. Dalam jual beli tersebut harus jelas merk mobil,

buatan tahun berapa, warna, nomor mesin dan sasisnya, dan sebagainya.

Semakin jelas semakin baik. Tidak boleh jual beli sebuah mobil saja,

tanpa penjelasan lebih lanjut.

4) Sebab yang halal. Maksudnya isi kontrak tidak boleh bertentangan

dengan perundang-undangan yang sifatnya memaksa, ketertiban umum,

dan atau kesusilaan. Misalnya jual beli bayi adalah tidak sah karena

bertentangan dengan norma-norma tersebut.

Dari empat syarat tersebut dapat dikelompokkan menjadi:

1) Syarat subjektif:

a) Sepakat;

b) Cakap.

Tidak terpenuhinya syarat-syarat tersebut berakibat dapat dibatalkannya

perjanjian (vernieteg).

2) Syarat objektif:

a) Hal tertentu;

b) Sebab yang halal.

Page 64: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 59 dari 74

Tidak terpenuhinya syarat-syarat objektif berakibat perjanjian tersebut

batal demi hukum (null and void) dan perjanjian dianggap tidak pernah

terjadi.

c. Penyusunan Kontrak

Untuk menyusun suatu kontrak bisnis yang baik diperlukan adanya persiapan

atau perencanaan terlebih dahulu. Idealnya sejak negosiasi bisnis persiapan

tersebut sudah dimulai. Penyusunan suatu kontrak bisnis meliputi beberapa

tahapan sejak persiapan atau perencanaan sampai dengan pelaksanaan isi

kontrak.

Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut.

1) Prakontrak

a) Negosiasi;

b) Memorandum of Undersatnding (MoU);

c) Studi kelayakan;

d) Negosiasi (lanjutan).

2) Kontrak

a) Penulisan naskah awal;

b) Perbaikan naskah;

c) Penulisan naskah akhir;

d) Penandatanganan.

3) Pascakontrak

a) Pelaksanaan;

b) Penafsiran;

c) Penyelesaian sengketa.

Sebelum kontrak disusun atau sebelum transaksi bisnis berlangsung, biasanya

terlebih dahulu dilakukan negosiasi awal. Negosiasi merupakan suatu proses

upaya untuk mencapai kesepakatan dengan pihak lain. Dalam negosiasi inilah

proses tawar-menawar berlangsung.

Page 65: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 60 dari 74

Tahapan berikutnya pembuatan Memorandum of Understanding (MoU).

MoU merupakan pencatatan atau pendokumentasian hasil negosiasi awal

tersebut dalam bentuk tertulis. MoU walaupun belum merupakan kontrak,

penting sebagai pegangan untuk digunakan lebih lanjut di dalam negosiasi

lanjutan atau sebagai dasar untuk melakukan studi kelayakan atau pembuatan

kontrak.

Setelah pihak-pihak memperoleh MoU sebagai pegangan atau pedoman

sementara, dilanjutkan dengan tahapan studi kelayakan (feasibility study, due

diligent) untuk melihat tingkat kelayakan dan prospek transaksi bisnis

tersebut dari berbagai sudut pandang yang diperlukan, misalnya ekonomi,

keuangan, pemasaran, teknik, lingkungan, sosial budaya dan hukum. Hasil

studi kelayakan ini diperlukan dalam menilai apakah perlu atau tidaknya

melanjutkan transaksi atau negosiasi lanjutan. Apabila diperlukan, akan

diadakan negosiasi lanjutan dan hasilnya dituangkan dalam kontrak.

Penulisan naskah kontrak selain memerlukan kejelian dalam menangkap

keinginan berbagai pihak, juga memerlukan pemahaman terhadap aspek

hukum dan bahasa kontrak. Penulisan kontrak perlu mempergunakan bahasa

yang baik dan benar dengan berpegang pada aturan tata bahasa baku.

Penggunaan bahasa Indonesia maupun bahasa asing harus tepat, singkat, jelas

dan sistematis.

Format baku penulisan kontrak tidak ditentukan di dalam perundang-

undangan. Namun demikian, dalam praktik biasanya mengikuti suatu pola

umum yang merupakan anatomi dari sebuah kontrak, yaitu sebagai berikut.

1) Judul;

2) Pembukaan;

3) Pihak-pihak;

4) Latar belakang kesepakatan (recital);

5) Isi;

6) Penutupan.

Judul kontrak harus dirumuskan secara singkat, padat, dan jelas. Misalnya

Jual-Beli-Sewa, Sewa-Menyewa, Joint Venture Agreement atau License

Page 66: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 61 dari 74

Agreement. Berikutnya pembukaan terdiri dari kata-kata pembuka, misalnya

dirumuskan sebagai berikut.

Yang bertanda tangan di bawah ini atau Pada hari ini Senin tanggal dua

Januari tahun dua ribu, kami yang bertanda tangan di bawah ini.

Setelah itu, dijelaskan identitas lengkap pihak-pihak. Sebutkan nama

pekerjaan atau jabatan, tempat tinggal, dan bertindak untuk siapa. Bagi

perusahaan/badan hukum sebutkan tempat kedudukannya sebagai pengganti

tempat tinggal. Contoh penulisan identitas pihak-pihak pada perjanjian jual-

beli adalah sebagai berikut.

1. Nama ....; Pekerjaan ....; Bertempat tinggal di .... dalam hal ini

bertindak untuk diri sendiri/untuk dan atas nama .... berkedudukan di

.... selanjutnya disebut penjual;

2. Nama ....; Pekerjaan ....; Bertempat tinggal di .... dalam hal ini

bertindak untuk diri sendiri/selaku kuasa dari dan oleh karenanya

bertindak untuk atas nama .... berkedudukan di .... selanjutnya disebut

pembeli.

Pada bagian berikutnya diuraikan secara ringkas latar belakang terjadinya

kesepakatan (recital). Contoh rumusannya:

dengan menerangkan penjual telah menjual kepada pembeli dan pembeli

telah membeli dari penjual sebuah mobil/sepeda motor baru merek ....

tipe .... dengan ciri-ciri berikut ini: Engine No. .... Chasis ...., Tahun

Pembuatan .... dan Faktur Kendaraan tertulis atas nama .... alamat ....

dengan syarat-syarat yang telah disepakati oleh penjual dan pembeli

seperti berikut ini.

Pada bagian inti dari sebuah kontrak diuraikan panjang lebar isi kontrak yang

dapat dibuat dalam bentuk pasal-pasal, ayat-ayat, huruf-huruf, angka-angka

tertentu. Isi kontrak paling banyak mengatur secara detail hak dan kewajiban

pihak-pihak, dan bebagai janji atau ketentuan atau klausula yang disepakati

bersama. Jika semua hal yang diperlukan telah tertampung di dalam bagian isi

tersebut, kemudian dirumuskan penutupan dengan menuliskan kata-kata

penutup, misalnya:

Page 67: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 62 dari 74

Demikianlah perjanjian ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya.

Apabila pada pembukaan tidak diberikan tanggal, maka ditulis pada

penutupan, misalnya:

dibuat dan ditandatangani di .... pada hari ini .... tanggal ....

Di bagian bawah kontrak dibubuhkan tanda tangan kedua belah pihak dan

para saksi (kalau ada) di atas materai. Untuk perusahaan/badan hukum

memakai cap lembaga masing-masing.

Page 68: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 63 dari 74

BAB V

ASPEK-ASPEK HUKUM DALAM PEMERIKSAAN PADA

PELAPORAN PEMERIKSAAN

Setelah mempelajari bab ini, peserta diharapkan mampu

menjelaskan serta menerapkan aspek hukum dalam pelaporan pemeriksaan.

Laporan hasil pemeriksaan, menurut Pasal 16 UU No. 15 Tahun 2004 tentang

Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, memuat hal-hal

sebagai berikut.

1. Laporan hasil pemeriksaan keuangan memuat opini;

2. Laporan hasil pemeriksaan kinerja memuat temuan, kesimpulan, dan

rekomendasi;

3. Laporan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu memuat kesimpulan.

Aspek-aspek hukum yang terkait dalam pemeriksaan dituangkan dalam laporan hasil

pemeriksaan seperti tersebut di atas. Khusus dalam pemeriksaan kinerja, BPK juga

menentukan rekomendasi yang harus dilakukan oleh entitas yang diperiksa.

Rekomendasi yang ditetapkan bisa merupakan tindakan-tindakan korektif baik dari

aspek hukum tata usaha negara dan/atau perdata.

Untuk melihat aspek-aspek hukum dalam pelaporan pemeriksaan maka perlu

diketahui terlebih dahulu kaitan SPKN dengan aspek hukum. Hal-hal yang diatur

dalam SPKN yang terkait dengan aspek hukum dalam pelaporan pemeriksaan

adalah:

No. Standar Materi Keterangan

1. Standar Pelaporan Pemeriksaan Keuangan

Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan harus mengungkapkan bahwa pemeriksa telah melakukan pengujian atas kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berpengaruh langsung dan material terhadap penyajian laporan keuangan.

Laporan atas kepatuhan mengungkapkan: (1) ketidakpatuh-an terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan termasuk pengungkapan atas penyimpangan administrasi, pelanggaran atas perikatan perdata, maupun penyimpangan yang mengandung unsur tindak pidana; dan (2) ketidakpatutan yang signifikan.

Page 69: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 64 dari 74

No. Standar Materi Keterangan

2. Standar Pelaporan Pemeriksaan Kinerja

Pemeriksa harus melaporkan semua kejadian mengenai ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan ketidakpatutan yang ditemukan selama atau dalam hubungannya dengan pemeriksaan. Dalam keadaan tertentu, pemeriksa harus melaporkan adanya unsur penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut kepada pihak yang berwenang sesuai dengan prosedur yang berlaku di BPK.

Apabila berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh pemeriksa menyimpulkan bahwa telah terjadi atau mungkin telah terjadi kecurangan atau penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan serta ketidakpatutan, pemeriksa harus melaporkan hal tersebut. Dalam melaporkan kecurangan atau penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan, atau ketidakpatutan, pemeriksa harus menempatkan temuan tersebut secara lugas dan jelas dalam perspektif yang wajar.

3. Standar Pelaporan Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu

Standar Pemeriksaan mengharuskan pemeriksa untuk melaporkan kecurangan dan penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan kepada pihak yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Dalam hal pemeriksa menyimpulkan bahwa ketidakpatuhan atau penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan telah terjadi atau kemungkinan telah terjadi, maka BPK harus menanyakan kepada pihak yang berwenang tersebut dan atau kepada penasehat hukum apakah laporan mengenai adanya informasi tertentu tentang penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut akan mengganggu suatu proses penyidikan atau proses peradilan. Apabila laporan pemeriksaan akan mengganggu proses penyidikan atau peradilan tersebut, BPK harus membatasi laporannya, misalnya pada hal-hal yang telah diketahui oleh umum (masyarakat).

Berdasarkan uraian di atas, beberapa aspek hukum yang berkaitan dengan pelaporan

pemeriksaan baik untuk pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja dan

pemeriksaan untuk tujuan tertentu meliputi pengungkapan:

1. Ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan termasuk

pengungkapan atas penyimpangan administrasi, pelanggaran atas perikatan

perdata, maupun penyimpangan yang mengandung unsur tindak pidana.

Page 70: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 65 dari 74

2. Ketidakpatutan yang signifikan.

Laporan atas kepatuhan yang mengungkap ketidakpatuhan terhadap peraturan

perundang-undangan termasuk pengungkapan atas penyimpangan administrasi,

pelanggaran atas perikatan perdata, maupun penyimpangan yang mengandung unsur

tindak pidana dan ketidakpatutan yang signifikan merupakan tindakan melawan

hukum.

Perbuatan melawan hukum diartikan sebagai suatu perbuatan atau kealpaan yang

bertentangan dengan hak orang lain atau bertentangan dengan kewajiban hukum si

pelaku atau bertentangan baik dengan kesusilaan maupun dengan keharusan yang

harus diindahkan dalam pergaulan hidup terhadap orang lain atau benda. Perbuatan

melawan hukum sebagai suatu konsep tidak hanya perbuatan yang bertentangan

dengan undang-undang saja, tetapi juga berbuat atau tidak berbuat yang melanggar

hak orang lain atau bertentangan dengan kewajiban hukum, bertentangan dengan

kesusilaan maupun sifat berhati-hati sebagaimana patutnya dalam lalu lintas

masyarakat. Selain itu, kepatutan dimaksudkan apabila orang dalam

menyelenggarakan kepentingannya mengabaikan kepentingan orang lain dan

membiarkan kepentingan orang lain terlanggar begitu saja, maka orang itu

berperilaku tidak patut (ontbetamelijk) dan karenanya onrechtmatige.43

Untuk memahami laporan kepatuhan yang mengungkap ketidakpatuhan terhadap

peraturan perundang-undangan, di antaranya pengungkapan atas penyimpangan

administrasi, perikatan perdata, unsur tindak pidana dan ketidakpatutan yang

signifikan, maka perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut.

A. Penyimpangan Administrasi

Administrasi berasal dari bahasa Latin: ad = intensif, dan ministrare = melayani,

membantu, memenuhi.

Pengertian administrasi dalam bahasa Indonesia ada 2 (dua):

1. Administrasi berasal dari bahasa Belanda: “Administratie” yang merupakan

pengertian administrasi dalam arti sempit, yaitu sebagai kegiatan tata usaha kantor

43 Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum, Jakarta: Fakultas Hukum UI, 2003, hal. 21-22.

Page 71: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 66 dari 74

(catat-mencatat, mengetik, menggandakan, dan sebagainya). Kegiatan ini dalam

bahasa Inggris disebut: Clerical works (F.X.Soedjadi, 1989).

2. Administrasi dalam arti luas, berasal dari bahasa Inggris “Administration” , yaitu

proses kerja sama antara dua orang atau lebih berdasarkan rasionalitas tertentu

untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditentukan (S.P. Siagian, 1973)

Mengacu pada pengertian administrasi di atas maka apa yang dimaksud dengan

penyimpangan administrasi lebih khusus mengarah kepada penyimpangan atas

pengertian administrasi dalam arti sempit, yaitu penyimpangan dalam hal kegiatan

tata usaha kantor, khususnya catat mencatat (ketatausahaan) kantor.

Penyimpangan administrasi dapat berupa tindakan melawan hukum yang berkaitan

dengan masalah prosedural administratif pelaksanaan tugas sehari-hari. Apabila

penyimpangan tersebut menimbulkan/dapat menimbulkan kerugian negara maka

diatur pula ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun

1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah

dengan Undang Undang 20 Tahun 2001, yaitu:

1. Pasal 8:

“Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan

menjalankan suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk

sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga

yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat

berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu

dalam melakukan perbuatan tersebut”.

2. Pasal 9:

“Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas

menjalankan suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk

sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar

yang khusus untuk pemeriksaan administrasi”.

Page 72: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 67 dari 74

3. Pasal 10:

“Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas

menjalankan suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk

sementara waktu, dengan sengaja”:

a. Menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat

dipakai barang, akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk

meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang

dikuasai karena jabatannya; atau

b. Membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan,

atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar

tersebut; atau membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan,

merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau

daftar tersebut.

B. Pelanggaran atas Perikatan Perdata

Tidak dipenuhinya ketentuan (biasanya kewajiban) dalam perjanjian oleh salah satu

pihak dalam perjanjian disebut wanprestasi (berasal dari kata Belanda wanprestatie

artinya prestasi buruk). Wanprestasi sesuai dengan Pasal 1234 KUH Perdata berupa:

1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya, hukuman atau

akibatnya adalah pembayaran kerugian (ganti rugi);

2. Melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan,

hukuman atau akibatnya adalah pembatalan perjanjian atau disebut pemecahan

perjanjian;

3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat, hukuman atau akibatnya adalah

peralihan risiko atau pembayaran denda;

4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya, hukuman

atau akibatnya adalah membayar biaya perkara, jika diperkarakan di depan

pengadilan.

Untuk sampai kepada kesimpulan pelanggaran perdata maka:

1. Harus dapat dibuktikan adanya kesalahan atau kealpaan dari debitur;

Page 73: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 68 dari 74

2. Harus dibuktikan adanya akibat yang diterima oleh kreditur dan akibat/kerugian

itu memang terjadi karena hubungan kausal dengan tindakan debitur.

3. Pihak debitur memang dianggap mampu bertanggung jawab untuk melakukan

akibat tersebut.

C. Penyimpangan yang Mengandung Unsur Tindak Pidana

Penyimpangan yang mengandung unsur tindak pidana dapat dibagi menjadi dua hal,

yaitu penyimpangan yang mengandung unsur tindak pidana umum dan

mengandung unsur tindak pidana khusus. Penyimpangan yang mengandung unsur

tindak pidana umum merupakan pelanggaran dan kejahatan yang diatur dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), misalnya Pasal 362 KUHP (tentang tindak

pidana pencurian).

Sedangkan penyimpangan yang mengandung unsur tindak pidana dalam hal tindak

pidana khusus adalah penyimpangan yang mengarah kepada tindak-tindak pidana

yang diatur secara khusus di luar KUHP. Seperti tindak pidana bidang perpajakan,

perbankan dan tindak pidana korupsi. Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diatur

dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan

Undang-Undang No. 20 Tahun 2001, yang antara lain harus mengandung empat

unsur yaitu adanya subjek hukum yang bertanggungjawab, adanya tindakan melawan

hukum, adanya tindakan yang merugikan Keuangan Negara, dan adanya keuntungan

yang diterima oleh para pihak, korporasi, golongan atau kelompok tertentu.

D. Ketidakpatutan yang Signifikan

Sebagaimana telah diuraikan di atas, bertentangan dengan kepatutan yang berlaku

dalam lalu lintas masyarakat terhadap diri dan orang lain, dalam hal ini harus

dipertimbangkan kepentingan sendiri dan kepentingan orang lain dan mengikuti

sesuatu yang menurut masyarakat patut dan layak.

Perbuatan yang termasuk dalam kategori bertentangan dengan kepatutan adalah:

1. Perbuatan yang merugikan orang lain tanpa kepentingan yang layak;

Page 74: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 69 dari 74

2. Perbuatan yang tidak berguna yang menimbulkan bahaya bagi orang lain, yang

berdasarkan pemikiran yang normal perlu diperhatikan.

Bagi hakim, ketidakpatutan perlu memperhatikan juga rasa keadilan yang berlaku

dalam masyarakat sebagai salah satu pertimbangan untuk memutuskan perkara.

Page 75: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 70 dari 74

BAB VI

ASPEK-ASPEK HUKUM DALAM

TINDAK LANJUT HASIL PEMERIKSAAN

Setelah mempelajari bab ini, peserta diharapkan mampu

menjelaskan serta menerapkan aspek hukum dalam tindak lanjut pemeriksaan

Pasal 7 Ayat (2) Undang-Undang No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa

Keuangan menyatakan bahwa DPR, DPD, dan DPRD menindaklanjuti hasil

pemeriksaan sesuai dengan peraturan tata tertib masing-masing lembaga perwakilan.

Sementara itu, dalam Pasal 8 Ayat (1) dikemukakan bahwa untuk keperluan tindak

lanjut hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Ayat (1), BPK

menyerahkan hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan

negara kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 8 Ayat (2) Undang-Undang No. 15 Tahun 2006 menyatakan bahwa tindak

lanjut hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) diberitahukan secara

tertulis oleh Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota kepada BPK.

A. Kewajiban Terperiksa untuk Menindaklanjuti Hasil Pemeriksaan BPK

Pasal 20 Ayat (1) UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan

Tanggung Jawab Keuangan Negara menetapkan:

”Pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan.”

Rekomendasi yang harus ditindaklanjuti oleh pejabat dapat berupa tindakan korektif

terhadap kondisi yang menggambarkan adanya ketidakpatuhan terhadap peraturan

perundang-undangan. Tindakan korektif yang harus dilakukan tersebut sebagai

tindak lanjut atas rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan BPK tersebut

disesuaikan dengan aspek hukum yang terkait. Sebagai contoh:

1. Adanya kekurangan volume pekerjaan dalam kegiatan pengadaan barang, maka

tindak lanjutnya adalah meminta kelebihan/selisih pembayaran berdasarkan

Page 76: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 71 dari 74

perbandingan antara volume pekerjaan yang disepakati dalam kontrak dengan

volume pekerjaan yang senyatanya dikerjakan oleh pemborong, untuk disetorkan

kepada kas negara/daerah. Tindak lanjut ini terkait dengan aspek hukum perdata.

2. Apabila diketahui bahwa di suatu pemerintah daerah penyusunan laporan barang

tidak dilakukan secara berjenjang mulai dari laporan yang harus dibuat oleh

Kuasa Pengguna Barang dan Pengguna Barang. Perihal barang daerah dalam

Neraca daerah disusun hanya berdasarkan Laporan Barang Milik Daerah

(LBMD) yang dibuat oleh Pengelola Barang yang tidak didasarkan laporan

barang yang dibuat oleh Kuasa Pengguna Barang dan Pengguna Barang,

sehingga Neraca pemerintah daerah disusun dengan tidak merepresentasikan

keadaan barang daerah yang senyatanya. Tindak lanjut yang harus dilaksanakan

adalah kepala daerah bersangkutan harus memerintahkan kepada seluruh Kuasa

Pengguna Barang dan Pengguna Barang agar menyusun laporan barang untuk

kemudian menjadi dasar penyusunan LBMD, sehingga nilai barang daerah

dalam neraca daerah dapat lebih menggambarkan kondisi yang sesungguhnya.

Tindak lanjut ini terkait dengan aspek hukum tata usaha negara.

B. Rumusan Unsur Pidana

Selain ketentuan mengenai tindak lanjut sebagaimana telah dinyatakan di atas, tindak

lanjut atas hasil pemeriksaan BPK RI antara lain dinyatakan dalam Pasal 8 Ayat (3),

yang menyatakan bahwa apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK

melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan paling lama 1 (satu) bulan sejak diketahui adanya

unsur pidana tersebut.

Rumusan unsur pidana serupa dengan rumusan tentang delik (perbuatan pidana),

yaitu:

1. Delik meliputi beberapa unsur, yaitu diancam dengan pidana oleh hukum,

bertentangan dengan hukum, dilakukan oleh orang yang bersalah, dan orang itu

dipandang bertanggung jawab atas perbuatannya (Simons).

2. Kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum yang

patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan (Van Hamel).

Page 77: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 72 dari 74

Rumusan delik dalam suatu undang-undang sebagai berikut.

1. Subjek atau pelaku delik atau kualitas sebagai subjek hukum (Korporasi, Pegawai

Negeri).

2. Perbuatan yang dilakukan (inti dari delik).

3. Ketentuan sanksi.

C. Tindak Lanjut Apabila Terdapat Unsur Pidana

Apabila dalam pemeriksaan terdapat dugaan adanya unsur-unsur tindak pidana,

khususnya yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi, maka terhadap hasil

pemeriksaan tersebut dilakukan langkah-langkah sebagai berikut.

1. Meminta pertimbangan hukum dari Direktorat Utama Pembinaan dan

Pengembangan Hukum (Ditama Binbangkum). Selanjutnya, Ditama Binbangkum

memberikan pendapat hukum atas temuan dimaksud.

2. Pendapat hukum atas temuan dimaksud kemudian disampaikan kepada Badan.

3. Apabila Badan menyetujuinya maka atas nama BPK, temuan pemeriksaan

tersebut disampaikan kepada aparat yang berwenang (dhi. Kepolisian atau

Kejaksaan) untuk dilakukan proses secara hukum (penyelidikan/penyidikan).

Page 78: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 73 dari 74

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Rosa. Perbuatan Melawan Hukum. Fakultas Hukum UI, Jakarta: 2003.

Ali, Achmad. Keterpurukan Hukum di Indonesia. Ghalia Indonesia.

Ali, Achmad. Menguak Tabir Hukum. PT Toko Gunung Agung Tbk, Jakarta: 2002.

Ardhiwisastra, Yudha Bhakti. Penafsiran dan Konstruksi Hukum. Alumni, Bandung:

2000.

Hamidi, Jazim, Budiman N.P.D. Sinaga. Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan dalam Sorotan. Tatanusa, Jakarta: 2005.

Huijbers, Theo. Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah. Kanisius: 1982.

Kansil, C.S.T. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Balai Pustaka,

Jakarta: 1984.

Lubis, Solly. Politik dan Hukum di Era Reformasi. Mandar Maju.

Mas, Marwan. Pengantar Ilmu Hukum. Ghalia Indonesia, Jakarta: 2004.

Mertokusumo, Sudikno. Mengenal Hukum Suatu Pengantar. Liberty, Yogyakarta:

2003.

Rahardjo, Satjipto. Ilmu Hukum. Citra Aditya Bakti, Bandung: 2000.

Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Cetakan Keenambelas. Intermasa, Jakarta:

1982.

Tutik, Titik Triwulan. Pokok-pokok Hukum Tata Negara. Prestasi Pustaka, Jakarta:

2005.

Page 79: 3. Aspek Hukum Dlm Pemeriksaan - Cetak

Aspek Hukum dalam Pemeriksaan Buku Peserta

Pusdiklat BPK RI Hal. 74 dari 74

CATATAN PESERTA

Evaluasi Modul

Lembar yang disediakan ini dapat anda gunakan untuk membantu Pusdiklat dalam meningkatkan mutu modul pembelajaran

dengan menuliskannya kembali ke Lembar Evaluasi yang diberikan oleh Panitia Diklat diakhir kegiatan.

.

Agenda untuk pengembangan pribadi

Lembar yang disediakan ini dapat Saudara gunakan untuk membantu IDP Saudara(Individual Development Plan). Masukkan

rencana-rencana yang akan Saudara lakukan untuk memperdalam pemahaman anda atas hal-hal yang dibahas dipelajaran

ini.