asma dlm kehamilan

31
ASMA BRONKHIALE DALAM KEHAMILAN PENDAHULUAN Sampai sekarang belum ada kesepakatan tentang definisi asma yang dapat diterima semua ahli. Definisi yang banya dianut saat ini adalah yang dikemukakan oleh The American Thoracic Societyyaitu asma adalah suatu penyakit dengan cirri meningatnya respon trakhea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan napas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan. 1,2 Asma adalah penyakit paru yang heterogen dengan obstruksi saluran pernapasan yang sembuh sebagian atau total, spontan atau dengan terapi. Serangan umumnya singkat, walaupun jarang, asma dapat berakibat fatal. Secara tradisional asma dapat diklasifikasikan dua kelompok yaitu alergi ( ekstrinsik ) dan idiosinkrasi 1

Upload: vicky-g-oei

Post on 26-Nov-2015

53 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

sda

TRANSCRIPT

PENYAKIT ASMA DALAM KEHAMILAN

ASMA BRONKHIALE DALAM KEHAMILANPENDAHULUAN

Sampai sekarang belum ada kesepakatan tentang definisi asma yang dapat diterima semua ahli. Definisi yang banya dianut saat ini adalah yang dikemukakan oleh The American Thoracic Societyyaitu asma adalah suatu penyakit dengan cirri meningatnya respon trakhea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan napas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan. 1,2 Asma adalah penyakit paru yang heterogen dengan obstruksi saluran pernapasan yang sembuh sebagian atau total, spontan atau dengan terapi. Serangan umumnya singkat, walaupun jarang, asma dapat berakibat fatal. Secara tradisional asma dapat diklasifikasikan dua kelompok yaitu alergi ( ekstrinsik ) dan idiosinkrasi (intrinsik). Asma ekstrinsik merupakan asma yang dipicu oleh alergen atau mediator IgE. Umumnya terdapat pada orang dan / atau riwayat keluarga dengan penyakit alergi. Sedangkan asma intrinsik jika tidak ditemukan alergen spesifik sebagai pemicunya, dan terdapat pada pasien tanpa riwayat alergi dalam keluarganya 2,3Prevalensi asma terjadi pada 4-8% populasi umum. Pada kehamilan prevalensinya 1-4%. Di Indonesia prevalensi asma berkisar 5-7 %. 3,4,5 Kepustakaan lain menyatakan asma berpengaruh pada 1-9% wanita atau pada 200.000 - 376.000 kehamilan di Amerika setiap tahunnya. Rata - rata morbiditas dan mortalitas pada wanita hamil sebanding dengan populasi umum. Rata - rata mobilitas asma di Amerika adalah 2,1 per 100.000. 3Asma bronkial merupakan salah satu penyakit saluran napas yang sering dijumpai kehamilan dan persalinan. Pengaruh kehamilan terhadap timbulnya serangan asma selalu sama terhadap setiap penderita, bahkan pada seorang penderita asma, serangan tidak sama pada kehamilan pertama dan berikutnya. Penyakit ini menimbulkan yang serius pada wanita hamil. Asma yang tidak terkontrol dengan baik, dapat berpengaruh terhadap ibu dan janin.6,7Terdapat risiko yang jelas baik pada ibu maupun janin, bila gejala asma memburuk. Pada penelitian menyatakan asma dihubungkan dengan meningkatnya kematian perinatal dua kali lipat. Selain itu juga meningkatkan risiko komplikasi berupa hiperemesis, preeklampsia, dan perdarahan pada pasien yang mengidap asma, begitupula halnya terjadi peningkatan angka kematian neonatal dan persalinan prematur. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya penanganan aktif pasien hamil untuk menghindari eksaserbasi akut asma bronkhial.2ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Sampai saat ini patogenesis maupun etiologi asma belum diketahui dengan pasti. Berbagai teori tentang patogenesis telah diajukan, tetapi yang paling disepakati oleh para ahli adalah yang berdasarkan gangguan saraf autonom dan sistem imun. 1Asma saat ini dipandang sebagai penyakit inflamasi saluran napas. Adanya inflamasi hiperaktivitas saluran napas dijumpai pada asma baik pada asma alergi maupun non-alergi. Oleh karena itu dikenal dua jalur untuk mencapai keadaan tersebut. Jalur imunologi utama didominasi oleh IgE dan jalur saraf otonom. Pada jalur IgE , masuknya allergen kedalam tubuh akan diolah oleh APC (Antigen Presenting Cells), untuk selanjutnya hasil olahan alergen akan dikomunikasikan kepada sel Th (T penolong). Sel ini akan memberikan instruksi melalui interleukin atau sitokin agar sel-sel plasma membentuk serta sel- sel radang lain seperti mastosit, makrofag, sel epitel, eosinifil, neotrofil, trombosit, serta limfosit untuk mengeluarkan mediator-mediator inflamasi seperti histamin prostaglandin (PG), leukotrin (LT), platelet activating factor (PAF), bradikinin, tromboksin (TX) dan lain-lain akan mempengaruhi organ sasaran menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding vaskuler, edema saluran napas, infiltrasi sel-sel radang, sekresi mukus, dan fibrosis sub epitel sehingga menimbulkan hiperreaktivitas saluran napas (HSN). Jalur non- alergi selain merangsang sel inflamasi, juga merangsang sistem saraf otonom dengan hasil akhir berupa inflamasi dan hiperreaktivitas saluran napas.5Hiperreaktivitas saluran napas diduga sebagian didapat sejak lahir. Berbagai keadaan dapat meningkatkan hiperreaktivitas saluran napas yaitu : inflamasi saluran napas, kerusakan epitel, mekanisme neurologis, gangguan intrinsik, dan obstruksi saluran napas.5PATOFISIOLOGI

Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus, penyumbatan mukus, edema dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisioiogis saluran napas menyempit pada fase tersebut. Hal ini menyebabkan udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi. Selanjutnya terjadi peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional (KRF), dan pasien akan bernapas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total (KPT). Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan lancar. Untuk mempertahankan hiperinflasi ini diperlukan otot bantu napas.5

Gangguan yang berupa obstruksi saluran napas dapat dinilai secara obyektif dengan VEP1 (Volume Ekspirasi Paksa detik pertama) atau APE (Arus Puncak Ekspirasi), sedang penurunan KVP (Kapasitas Vital Paksa) menggambarkan derajat hiperinflasi paru. Penyempitan saluran napas dapat terjadi, baik pada saluran napas besar, sedang maupun kecil. Gejala mengi (wheezing) menandakan adanya penyempitan disaluran napas besar, sedangkan penyempitan pada saluran napas kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan dibanding mengi.5Perubahan fungsi paru pada kehamilan meliputi 20% karena peningkatan kebutuhan oksigen dan metabolisme ibu, 40% peningkatan ventilasi semenit dan peningkatan tidal volume.3 Terdapat sejumlah perubahan fisiologik dan struktural terhadap fungsi paru selama kehamilan. Hiperemia, hipersekresi dan edema mukosa dan saluran pernapasan merupakan akibat dari meningkatnya kadar estrogen. Pada uterus gravid terjadi peningkatan ukuran lingkar perut, diafragma meninggi, dan semakin dalamnya sudut antar kosta. Wanita hamil mengalami peningkatan tidal volume, volume residu, serta kapasitas residu fungsional, penurunan volume balik ekspirasi, sementara kapasitas vital tidak berubah. Hiperventilasi alveolar terjadi bila PCO2 menurun dari 34-40 mmHg menjadi 27-34 mmHg, yang biasanya terlihat pada umur kehamilan 12 minggu. Seperti yang diperkirakan, frekuensi terjadinya serangan eksaserbasi asma puncaknya pada umur kehamilan sekitar enam bulan, gejala yang berat biasanya terjadi antara umur kehamilan 24 minggu - 36 minggu.2Jelasnya patofisiologi asma adalah sebagai berikut:21. Kontraksi otot pada saluran napas meningkatkan resistensi jalan napas2. Peningkatan sekresi mukosa dan obstruksi saluran napas3. Hiperinflasi paru dengan peningkatan volume residu4. Hiperaktivitas bronkial, yang diakibatkan oleh histamin, prostaglandin dan leukotrin.Degranulasi sel mast menyebabkan terjadinya asma dengan cara pelepasan mediator kimia, yang memicu peningkatan resistensi jalan napas dan spasme bronkus. Pada kasus kehamilan alkalosis respiratori tidak bisa dipertahankan diawal berkurangnya ventilasi, dan terjadilah asidosis. Akibat perubahan nilai gas darah arteri pada kehamilan (penurunan PCO2 dan peningkatan pH). Pasien dengan perubahan nilai gas darah arteri secara signifikan merupakan faktor risiko terjadinya hipoksemia maternal, hipoksia janin yang berkelanjutan. dan gagal napas.2GEJALA KLINIS

Pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan pada waktu serangan tampak penderita bernapas cepat dan dalam, gelisah duduk dengan tangan menyangga kedepan. 5Gambaran klinis asma klasik adalah serangan episodik batuk, mengi. dan sesak napas. Pada awal serangan sering gejala tidak jelas, seperti rasa berat didada, dan pada asma alergi mungkin disertai pilek atau bersin, Meskipun pada mulanya batuk tanpa disertai sekret. tetapi pada perkembangan selanjutnya pasien akan mengeluarkan sekret baik yang mukoid, putih kadang-kadang purulent.5Wanita hamil dengan eksaserbasi asma akan mengeluh dispnu. batuk yang produktif atau tidak. atau rasa tertekan di dada. Gejala yang ada bisa bertambah buruk pada malam hari dan didahului sebelumnya rinitis alergi atau penyakit yang disebabkan oleh virus. Pada pemeriksaan fisis biasanya frekuensi pernapasan pasien biasanya meningkat, nadi yang cepat dan peningkatan tekanan darah. Pada auskultasi, suara pernapasan berkurang, terdengar ronki, wheezing, dan waktu pernapasan memanjang. Sebagai tambahan biasanya pasien menggunakan otot bantu napas.2Pada tahun 1993, The National Asthma Education Program ( NAEP ), membagi dalam tiga kategori atau kelompok yaitu ringan, sedang, dan berat, berdasarkan eksaserbasi gejala (wheezing. batuk, dispne atau ketiganya). Pembagian ini juga berdasarkan pada episode perlangsungan asma tiap minggu, fungsi paru-paru, frekuensi serangan asma pada malam hari, dan gangguan terhadap aktivitas sehari-hari. 1,8Sedangkan menurut berat ringannya gejala, asma dapat dibagi menjadi empat tahap yaitu: 51. Asma intermitten

Gejala intermitten (kurang dari sekali seminggu), serangan singkat (beberapa jam sampai beberapa hari), gejala asma pada malam hari kurang dari 2 kali sebulan, diantara serangan pasien bebas gejala dan fungsi paru normal, nilai APE dan KVP1 > 80% dari hasil prediksi, vanabilitas 80% dari nilai prediksi, variabilitas 20-30%3. Asma persisten sedang

Gejala setiap hari, serangan mengganggu aktifltas dan tidur, serangan asma pada malam hari lebih dari 1 kali seminggu, nilai APE atau KVP, antara 60-80% nilai prediksi, variabilitas >30%

4. Asma persisten berat

Gejala terus menerus. sering mendapat serangan, gejala asma malam sering, aktifitas fisik terbatas karena gejala asma, nilai APE atau KVP1 60% nilai prediksi, variabilitas > 30%.

DIAGNOSIS

Diagnosis asma tergantung pada informasi yang didapatkan dari beberapa sumber lain dari anamnesis pasien asma, pemeriksaan fisis, tes laboratorium, dan tes fungsi paru. Walaupun tidak ada tes laboratorium yang dapat memastikan diagnosis, tes fungsi paru penting mengetahui reversibilitas penyakit, progresifitasnya dan sebagai petunjuk pelaksanaan.1Pada riwayat penyakit akan dijumpai keluhan batuk, sesak, mengi, atau rasa berat di dada. Tetapi kadang- kadang pasien hanya mengeluh batuk-batuk saja yang umumnya timbul pada malam hari atau sewaktu kegiatan jasmani. Adanya penyakit alergi yang lain nada pasien maupun keluarganya, dapat membantu diagnosis. Yang perlu diketahui adalah faktor-faktor pencetus terjadinya asma. 5EFEK KEHAMILAN PADA ASMA

Walaupun keadaan hiperresponsif bronkus berkurang selama kehamilan, penelitian terhadap perubahan beratnya asma selama kehamilan menunjukkan hasil yang jauh berbeda. Gejala asma bervariasi berdasarkan beratnya penyakit selama kehamilan. Dilaporkan sekitar 1/3 wanita dengan gejala asma yang memberat dari sebelum hamil, 1/3 mengalami perbaikan atau dengan gejala minimal, dan 1/3 lainnya mengatakan gejala asma tidak berubah selama kehamilan.9,10Pasien asma memasuki kehamilan dengan masalah napas dan fungsi paru yang terbatas. Pada semua wanita hamil terjadi perubahan kapasitas dan fungsi paru, dan tekanan pada dinding toraks yang disebabkan oleh ekspansi dari uterus.Faktor yang berperan terhadap variasi berat ringannya asma pada kehamilan adalah meliputi peningkatan kadar kortisol bebas dalam darah, penurunan tonus bronco motor, dan peningkatan konsentrasi cAMP (cyclic adcnosin monophosphate) serum. Perubahan-perubahan yang terjadi ini dapat memperbaiki keadaan asma, tetapi pada kehamilan dimana faktor-faktor lainnya meningkat seperti paparan terhadap antigen fetus dan perubahan imunitas yang diperantarai cell--mediated immunity. dapat memperburuk gejala asma. Asma dapat terjadi akibat komplikasi sinusitis dan rinitis yang terjadi pada sekitar 35% wanita hamil, tetapi dilatasi pembuluh darah dan edema mukosa saluran pernapasan bagian atas (rinitis vasomotor pada kehamilan) tidak mempengaruhi saluran napas bagian bawah.9Perubahan fisiologis saluran pernapasan selama kehamilan dapat mempengaruhi keadaan asma. Perubahan kadar gas darah akibat asma akut dapat menyebabkan alkalosis respirarori fisiologis pada kehamilan, sehingga kadar PCO:2 yang normal atau meningkat akibat asma akut menunjukkan efek yang lebih membahayakan saluran pernapasan pada keadaan hamil dibanding keadaan tidak hamil.9Dispnu pada kehamilan harus dibedakan dengan dispnu akibat asma. Dan tentu saja, penderita asma selama kehamilan akan mengalami dispnu yang lebih berat selama kehamilan, yang dapat mengakibatkan hipoksia berat pada ibu dan janin.9Merupakan hal yang sulit untuk memprediksi wanita mana yang penyakit asmanya memburuk selama hamil, namun ada beberapa hal yang dapat digunakan untuk memprediksi keadaan ini, antara lain beratnya keluhan asma sebelum hamil, tidak ditemukannya penurunan konsentrasi IgE selama kehamilan. Pada sebagian besar wanita, keluhan asma biasanya menyerupai pada keadaan sebelum hamil, tetapi pada beberapa kasus dapat menjadi lebih buruk dibanding sebelum hamil.

EFEK ASMA PADA KEHAMILAN

Pengeluaran janin merupakan saat penting yang membutuhkan oksigenasi segera dan hal ini bergantung pada suplai oksigen dan arteri ibu, venous return, cardiac output, dan arkulasi uteroplasenter. Mekanisme kompensasi bagi janin untuk melawan kondisi kekurangan oksigen adalah mempertahankan kadar Hb 16g/dL dan PO2 22 mmHg.9Asma yang tidak terkontrol baik atau asma yang berat dapat mengancam janin oleh karena mengakibatkan hipoksia yang berat pada ibu dan penurunan sirkulasi darah ke uterus. 9 Kelompok wanita ini mempunyai risiko tinggi melahirkan bayi berat Janin rendah (BBLR) dan bayi prematur, hipoksia neonatal, komplikasi selama persalinan, dengan tingkat mortalitas perinatal dan maternal yang tinggi pula. Yang termasuk dalam kelompok ini antara lain hiperemesis gravidarum. perdarahan maternal, dan preeklampsia.1,9,10,11Oleh karena akibat yang ditimbulkan asma selama kehamilan, maka dianggap yang disertai asma adalah kehamilan risiko tinggi. Namun bayi yang lahir dan dari wanita yang menderita asma (misalnya dari wanita dengan asma yang terkontrol) menunjukkan tidak ada perbedaan dalam hal berat bayi, nilai apgar, dan tingkat kelainan kongenital, dibandingkan dengan wanita yang tidak menderita asma. 9PENANGANAN

Penanganan asma pada kehamilan harus dilakukan secara cepat, dengan tujuan menghilangkan gejala dan menjaga fungsi normal paru. Prinsip penanganan penderita inpartu disertai asma sama dengan penanganan asma pada penderita yang tidak harmil. Beberapa aspek penting dalam penanganan asma meliputi pencegahan. monitoring fungsi paru, dan terapi farmakologi.1,9Pencegahan dan tes fungsi paru

Pencegahan yang dianjurkan meliputi menghindari rangsangan potensial atau faktor pencetus, imunoterapi yang teratur sebelum kehamilan, dan memperoleh vaksin influenza. Tes fungsi paru khususnya VEP1 ( Volume Ekspirasi Paksa detik pertama), merupakan tes terbaik untuk menilai beratnya penyakit. APE ( Arus Puncak Ekspirasi ) berkaitan dengan VEP1 dan indikator ini mudah diukur dengan spirometer. Pada penderita asma berat yang inpartu dianjurkan untuk memeriksa APE dua kali sehari di rumah. Hal ini membantu penanganan dengan membandingkan nilai balas sebelum menggunakan agonis dan untuk mendeteksi secara jelas perubahan kearah kekambuhan asma.1Penilaian untuk janin berupa:1,2 1. Ultrasonografi : untuk mengetahui pertumbuhan janin lebih dini

2. Monitoring jantung janin3. Non Stress Test : digunakan untuk meyakinkan bahwa janin dalam keadaan baik4. Kartu gerak janin harian: memonitor gerakan janin. dengan mencatat setiap gerakan janinPerawatan daruratPasien yang hamil dengan eksaserbasi berat penyakit asma membutuhkan perhatian karena kegawatan janin akibat hipoksia ibu. Lakukan ABC, dan tempatkan pasien dengan monitor jantung dan oximetry pulse. Lakukan intubasi bila ada indikasi untuk mencegah hipoksia pada fetus. Intubasi dan ventilasi mekanik dilakukan pada pasien yang hampir atau telah mengalami gagal napas atau pada penderita yang tidak mempunyai respon terhadap pengobatan dan bemanifestasi terjadinya gagal napas dan asidosis.3Penanganan asma pada wanita hamil termasuk pemberian oksigen untuk mempertahankan kadar PaO2 > 60 mmHg, atau saturasi oksigen sebesar 95%. Ketidakmampuan mempertahankan PaO2 > 60 mmHg merupakan indikasi untuk melakukan intubasi, dan kemungkinan persalinan darurat jika bayi belum aterm. Pada semua pasien dengan gejala yang jelas, pemeriksaan gas darah arteri dan penggunaan oximetry pulse harus dilakukan. Pada pasien dengan gejala yang nyata dan dengan kehamilan yang viabel, dianjurkan melakukan fetal monitoring (untuk pemantauan denyut hitung janin secara berkelanjutan). Adanya gambaran denyut jantung abnormal >160 x/menit atau