28-51-1-sm
TRANSCRIPT
JURNAL ILMIAH
PERLINDUNGAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT TERHADAP PENCEMARAN LINGKUNGAN OLEH PT. CAHAYA ENERGI MANDIRI (CEM) DI PEMUKIMAN WARGA RT. 03 KELURAHAN PULAU ATAS
KECAMATAN SAMBUTAN KOTA SAMARINDA
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Memperoleh
Gelar Kesarjanaan Dalam Ilmu Hukum
Diajukan oleh :
YAUMUL ARHAM NIM 0710015213
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA 2012
PERLINDUNGAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT TERHADAP
PENCEMARAN LINGKUNGAN OLEH PT. CAHAYA ENERGI MANDIRI
(CEM) DI PEMUKIMAN WARGA RT. 03 KELURAHAN PULAU ATAS
KECAMATAN SAMBUTAN KOTA SAMARINDA
ABSTRAKSI
Yaumul Arham. 2012. Perlindungan Hukum Kepada Masyarakat Terhadap Warga RT. 03 Kelurahan Pulau Atas Kecamatan Sambutan Kota Samarinda. Program Studi Ilmu Hukum Konsentrasi Lingkungan Fakultas Hukum Universitas Mulawarman. Pembimbing Utama La Sina, Pembimbing Pendamping Siti Kotijah. Latar Belakang : lingkungan hidup merupakan bagian yang mutlak dari kehidupan manusia. Dengan kata lain, lingkungan hidup tidak lepas dari kehidupan manusia, masalah lingkungan semakinlama semakin besar, dan serius. Pada mulanya masalah lingkungan hidup merupakan masalah alami, yakni peristiwa-peristiwa yang terjadi sebagai bagian dari proses natural. Tujuan Penelitian : (1) untuk mengetahui dan menganalisa perlindungan hukum kepada masyarakat terhadap pencemaran lingkungan di pemukiman warga RT. 03 Kelurahan Pulau Atas Kecamatan Sambutan Kota Samarinda. (2) untuk mengetahui dan menganalisa upaya dan kendala yang dilakukan oleh PT. Cahaya Energi Mandiri terhadap pencemaran lingkungan di pemukiman warga RT. 03 Kelurahan Pulau Atas Kecamatan Sambutan Kota Samarinda. Metode atau jenis penelitian : penelitian ini menggunakan penelitian yuridis empiris. Penelitian yuridis empiris adalah penelitian hukum positif tidak tertulis mengenai perilaku anggota masyarakat dalam hubungan hidup masyarakat. Hasil penelitian : (1) harus adanya perlindungan hukum mengenai dampak lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan pertambangan bagi masyarakat terhadap pencemaran lingkungan oleh PT. Cahaya Energi Mandiri (CEM) di pemukiman warga RT. 03 Kelurahan Pulau Atas Kecamatan Sambutan Kota Samarinda (2) pemerintah daerah yang terkait yaitu badan lingkungan hidup daerah mengenai permasalahan pencemaran lingkungan berupa udara telah melaksanakan kegiatan verifikasi pengaduan untuk memeriksa kebenaran pengaduan warga RT. 03 Kelurahan Pulau Atas mengenai pencemran lingkungan, melaksanakan sesuai kewenangan, tugas dan fungsi pokoknya dan melaporkan beberapa hasil yang telah di sepakati antara kedua belah pihak. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji lebih dalam tentang kasus pencemaran lingkungan berupa udara antara PT. Cahaya Energi Mandiri dengan warga RT. 03 Kelurahan Pulau Atas Kecamatan Sambutan Kota Samarinda. Ada beberapa upaya perlindungan hukum yang diberikan Pemerintah Daerah yang terkait berupa Badan Lingkungan Hidup daerah kepada masyarakat RT. 03 Kelurahan Pulau Atas, mempunyai tugas dan fungsinya dalam membantu menyelesaikan kasus antara perusahaan dan warga yang di rugikan, mengenai permasalahan pencemaran lingkungan berupa udara telah melaksanakan kegiatan verifikasi pengaduan untuk memeriksa kebenaran pengaduan warga, melaksanakan tugas sesuai kewenangan, tugas dan fungsi pokoknya dan melaporkan beberapa hasil yang telah di sepakati antara kedua belah pihak yang bersengketa. Keyword : Perlindungan Hukum, Pencemaran, Kesepakatan
PENDAHULUAN
Hak dasar warga Negara untuk memperoleh lingkungan yang memadai
maupun jaminan konstitusi untuk hidup dan memperoleh lingkungan hidup yang baik
pula, dalam hal ini misalnya kebersihan lingkungan, kesehatan lingkungan dan
perlindungan lingkungan secara implisit tanggung jawab pemerintah dan pemerintah
daerah, berkaitan dengan pencemaran lingkungan.
Lingkungan hidup merupakan bagian yang mutlak dari kehidupan manusia.
Dengan kata lain, lingkungan hidup tidak lepas dari kehidupan manusia. Masalah
lingkungan semakin lama semakin besar, meluas dan serius. Pada mulanya masalah
lingkungan hidup merupakan masalah alami, yakni peristiwa-peristiwa yang terjadi
sebagai bagian dari proses natural.
Dalam pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara menyebutkan pencemaran udara ialah masuknya zat
atau dimasukannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh
kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai tingkat tertentu hingga
menyebabkan udara ambient tidak dapat memenuhi fungsinya Pencemaran udara,
yang salah satunya dari kegiatan penambangan, pada tahun-tahun terakhir ini muncul
ketengah-tengah masyarakat dengan sangat efektif terlihat dari pemberitaan media
masa maupun laporan-laporan masyarakat kepada lembaga-lembaga pemerintah.
Bahkan diantaranya disertai tuntutan ganti rugi terhadap pengusaha pertambangan
yang diduga telah mencemarkan lingkungan.
Kota Samarinda sebagai Ibu Kota Propinsi Kalimantan Timur, merupakan kota
yang sangat kaya akan sumber daya alam, namun eksplorasi sumber daya alam itu
menimbulkan permasalahan klasik khususnya dibidang pencemaran lingkungan salah
satunya di akibatkan karena pertambangan Kota Samarinda.
Kota Samarinda pada tahun 2008 hingga 2011, ada 76 ijin kuasa pertambangan
dan 5 Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu bara (PKP2B), konsesinya
meliputi 71 persen atau 50.742.76 hektar dari luas kota Samarinda. Sekitar 25% atau
16,294 hektar dari luas Kota Samarinda, merupakan daerah rawa yang cocok untuk
resapan air yang sekarang berubah fungsi, mautnya batubara dalam laporan hasil
studi Jatam dan Walhi.
Mengenai masalah pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh
pertambangan ini banyak terjadi di Kota Samarinda, khususnya warga RT. 03
Kelurahan Pulau Atas Kecamatan Sambutan yang mengalami dampak lingkungan
berupa penyebaran debu batubara akibat kegiatan, penyimpanan dan pemuatan
batubara ke kapal ponton. Selain itu juga dampak getaran dan kebisingan akibat
operasional kendaraan pengangkutan batubara oleh PT. Cahaya Energi Mandiri
(CEM). Kegiatan penambangan PT. Cahaya Energi Mandiri (CEM) tersebut
menggunakan sistem ijin Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara
(PKP2B), dan fakta dan hasil temuan verifikasi yaitu pemukiman warga RT. 03
Kelurahan Pulau Atas berdekatan dengan jalan hauling dan jarak dari jalan hauling
tersebut kurang lebih 50-100 m dari pemukiman warga RT. 03 Kelurahan Pulau Atas.
PERUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana perlindungan hukum Pemerintah Kota Samarinda terhadap masyarakat
atas pencemaran lingkungan di pemukiman warga RT. 03 Kelurahan Pulau Atas
Kecamatan Sambutan Kota Samarinda ?
2. Apa Kendala dan upaya yang dilakukan oleh PT. Cahaya Energi Mandiri (CEM)
untuk mengatasi pencemaran lingkungan di pemukiman`warga RT. 03 Kelurahan
Pulau Atas Kecamatan Sambutan Kota Samarinda ?
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian yang penulis lakukan pada penelitian ini dengan menggunakan jenis
penelitian yuridis empiris. Penelitian yuridis empiris adalah penelitian hukum positif
tidak tertulis mengenai perilaku (behavior) anggota masyarakat dalam hubungan
hidup masyarakat. Penelitian yang lebih banyak berinteraksi dengan kondisi
dilapangan yang berhubungan dengan Perlindungan hukum terhadap pencemaran
lingkungan.
WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 12 Desember 2011 dan berakhir tanggal 24 Juni
2012 dengan mengambil lokasi di kantor Badan Lingkungan Hidup (BLHD) Kota
Samarinda.
Sumber Data:
1. Data primer, adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan berupa:
Pemerintah Kota Samarinda Badan Lingkungan Hidup, Masyarakat RT.03
Kelurahan Pulau Atas Kecamatan Sambutan Kota Samarinda dan PT. Cahaya
Energi Mandiri (CEM) di daerah Kelurahan Pulau Atas Kecamatan Kota
Samarinda.
2. Data skunder adalah sumber yang peneliti butuhkan diperoleh dari buku buku,
majalah, literatur, hasil penelitian, terdiri dari buku-buku, majalah, literatur dan
jurnal yang terkait dengan masalah yang di teliti.
Metode Pengambilan Data:
1. Data primer diperoleh melalui penelitian lapangan dengan metode : observasi,
wawancara, kuisoner.
2. Data sekunder, diperoleh melalui : Studi Kepustakaan, Studi Dokumentasi
Metode Pengumpulan Data dan Analisis Data
1. Pengelolahan Data
Teknik dalam pengumpulan data yang penulis gunakan dalam beberapa cara
untuk memperoleh data serta penyelesaianya, antara lain :
a. Metode wawancara dengan sumber data utama yaitu :
(1) Masyarakat RT 03 Kelurahan Pulau Atas Kecamatan Sambutan
Samarinda;
(2) Pemerintah Daerah Kota Samarinda yaitu Badan Lingkungan Hidup
Daerah; dan
(3) PT. Cahaya Energi Mandiri (CEM) di daerah Kelurahan Pulau Atas
Kecamatan Samarinda.
b. Metode observasi atau pengamatan langsung pada lokasi yaitu pertambangan
di RT 03 Kelurahan Pulau atas Kecamatan Sambutan.
c. Kepustakaan yaitu cara pengumpulan bahan masukan literatur dan peraturan
perundang-undangan yang erat kaitannya dengan apa yang dibahas dalam
penulisan ini.
d. Studi dokumen yaitu mengkaji dokumen berupa peraturan perundang-
undangan.
2. ANALISIS DATA
Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif, artinya penelitian yang
bermaksud untuk membuat (deskripsi) mengenai situasi-situasi akan kejadian-
kejadian, selanjutnya dipisahkan berdasarkan meteri bab per bab sehingga
memudahkan penyusunan. Selanjutnya dianalisis dan dijadikan dasar dalam
membuat suatu kesimpulan terhadap Perlindungan Hukum tentang Pencemaran
Lingkungan Oleh PT. Cahaya Energi Mandiri (CEM) di Pemukiman Warga RT.
03 Kelurahan Pulau Atas Kecamatan Sambutan Kota Samarinda.
PEMBAHASAN
1. Perlindungan hukum Pemerintah Kota Samarinda terhadap masyarakat atas
pencemaran lingkungan
Perlindungan hukum adalah tempat berlindung bagi setiap orang yang
membutuhkan, dan perlindungan adalah suatu proses cara perbuatan untuk
melindungi seseorang. Hukum adalah peraturan secara resmi dan dianggap
mengikat, yang di kukuhkan oleh pemerintah, dan berkaitan dengan undang-
undang peraturan untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat serta berpatokan
pada kaidah-kaidah ketentuan mengenai peristiwa yang tertentu, dan
keputusan/pertimbangan yang di tetapkan oleh hakim di pengadilan.
Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap
subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif
maupun yang bersifat refresif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Dengan
kata lain perlindungan hukum sebagai suatu konsep hukum dapat memberikan
suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian. Dalam hal ini
perlindungan hukum terhadap masyarakat tentang pencemaran udara akibat
pertambangan merupakan suatu upaya yang harus dilaksanakan demi terciptanya
konsep hukum yang dimana hukum tersebut memberikan suatu keadilan,
ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian yang dimana konsep tersebut
harus berjalan demi memberikan perlindungan hukum khususnya akibat
pencemaran lingkungan hidup agar tetap terjaga.
Pasal 3 Undang-Undang 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, menyatakan bahwa, tujuan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup adalah sebagai berikut:
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bertujuan:
a. Melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
b. Menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia;
c. Menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan
kelestarian ekosistem;
d. Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidupp;
e. Mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan
lingkungan hidup;
f. Menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan
generasi masa depan;
g. Menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas
lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia;
mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara
bijaksana;
h. Mewujudkan pembangunan berkelanjutan; dan
i. Mengentisipasi isu lingkungan global.
Pasal 4 Undang-Undang 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, menyatakan ruang lingkup perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup adalah sebagai berikut;
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup meliputi;
a. Perencanaan
b. Pemanfaatan;
c. Pengendalian;
d. Pemeliharaan;
e. Pengawasan; dan
f. Penegakan hukum.
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia, secara
mendasar diatur di dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup. Tujuan dan sasaran utama dari
ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam Undang-undang dimaksud adalah
pengelolaan secara terpadu dalam pemanfaatan, pemulihan, dan pengembangan
lingkungan hidup. Tujuan dan sasaran utama tersebut, sedikit banyak
dilatarbelakangi oleh adanya kenyataan bahwa, telah terjadi eksplorasi dan
eksploitasi tidak mengenal batas oleh manusia terhadap sumber daya alam yang
mengakibatkan rusak dan tercemarnya lingkungan hidup.
Kerusakan lingkungan hidup yang terjadi dalam skala nasional setidaknya
dapat dilihat pada angka deforestasi yang mencapai 2,84 juta hektar per tahun.
Akibat deforestasi, hutan di Indonesia sekarang diperkirakan hanya tinggal sekitar
55 (limapuluh lima) juta hektar. Dalam skala lokal, salah satunya adalah
pencemaran udara Balangan di Propinsi Kalimantan Selatan. Pencemaran udara
tersebut merupakan dampak dari aktivitas pertambangan batubara PT ADARO
Indonesia yang terjadi tidak lama setelah Kementerian Lingkungan Hidup RI
memberikan penghargaan kepada PT. ADARO Indonesia dalam Program
Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup
Tahun 2009 dengan peringkat hijau.
Kasus di atas hanyalah sedikit gambaran kerusakan dan pencemaran
lingkungan hidup yang terjadi di Indonesia. Jadi, sudah seyogyanya ditelaah
kembali ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang penegakan hukum
lingkungan hidup, khususnya penegakan hukum lingkungan hidup dengan
menggunakan sarana hukum pidana.
Mediasi penal pada hakikatnya adalah sebuah mekanisme penyelesaian
perkara tindak pidana melalui forum perundingan antara pelaku dan korban tindak
pidana dengan dibantu seorang mediator penal, untuk membuat kesepakatan yang
bersifat win-win solution.
Metode yuridis dalam arti luas merupakan penelaahan hukum dengan
tidak hanya melihat hubungannya di dalam perangkat norma belaka, tetapi lebih
melihat kepada pentingnya manfaat sosial dari pembentukan norma-norma
(hukum). Sebagaimana yang dikemukakan Sudarto bahwa, metode yuridis dalam
arti sempit (yuridis tradisional) yang bekerja dengan sistem pengertian yang
dogmatis dan asumsi-asumsi yang formil belaka, sulit sekali untuk dapat
memecahkan persoalan dan mengatur masyarakat.
Dengan melihat kondisi penegakan hukum pidana terhadap perbuatan
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang terlah berlangsung selama
ini, sudah seyogyanya mediasi penal dijadikan alternatif penyelesaian perkara
tindak pidana lingkungan hidup di luar pengadilan.
Menjadikan mediasi penal sebagai alternatif penyelesaian perkara tindak
pidana lingkungan hidup selain bermanfaat bagi lingkungan hidup, sejalan dengan
perkembangan hukum dalam tataran global, sejalan pula dengan hukum yang
hidup dan berkembang dalam tataran lokal, yakni masyarakat adat di Indonesia
yang telah memiliki mekanisme penyelesaian perkara melalui perundingan atau
permusyawarahan untuk mencapai kesepakatan.
Pasal 2 Undang-Undang 32 Tahun 2009 tetang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup” Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
dilaksanakan berdasarkan asas:
a. Tanggung jawab Negara;
b. Kelestarian dan keberlanjutan;
c. Keserasian dan keseimbangan;
d. Keterpaduan;
e. Manfaat;
f. Kehati-hatian;
g. Keadilan;
h. Ekoregion;
i. Keanekaragaman hayati;
j. Pencemar membayar;
k. Partisipatif;
l. Kearipan lokal;
m. Tata kelola pemerintah yang baik; dan
n. Otonomi daerah.
Hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat perlu adanya bingkai
yuridis dalam rangka perlindungan hukum bagi masyarakat di bidang lingkungan
hidup. Konsep tersebut sudah termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945, dan
juga ada pada Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(PPLH). Hak ini sebenarnya juga telah ada di beberapa negara, misalnya Amerika
: The Right to decent enviroment, Belanda: het recht op een goed en schoon milleu,
Jepang : a Right to sunshine dan environmental right, Filipina : the right to healthy
environment. Bahwa berdasarkan Konferensi Stockholm, hak ini diformulasikan
sebagai hak asasi.
Masih perlu dijabarkan lebih lanjut tentang masalah tata laksana dan
perlindungan hukum yang dijaminnya. Dalam konteks Indonesia, hak tersebut
tidak lah dituangkan dalam konstitusi juga dituangkan dalam peraturan Per
Undang-Undangan setingkat lebih rendah yaitu Undang-undang. Memang benar
bahwa hak atas lingkungan yang baik dan sehat adalah hak perseorangan namun
tidak merupakan hak asasi pada tingkat Undang-Undang Dasar, tapi hak biasa
pada tingkat Undang-undang. Di dalam Perlindungan dan Penegakan Lingkungan
Hidup (PPLH), hak atas lingkungan yang baik dan sehat diformulasikan sebagai
hak klasik sekaligus sebagai hak asasi sosial. Dari sudut bentuk dan isinya, bersifat
sebagai hak asasi klasik, yang menghendaki penguasa menghindarkan diri dari
campur tangan terhadap kebebasan individu untuk menikmati lingkungan
hidupnya. Sedangkan dari pengelolaan segi bekerjanya termasuk hak asasi sosial,
dalam hal ini diimbangi dengan kewajiban pemerintah untuk menerapkan
kebijakan dan melakukan tindakan untuk mendorong upaya pelestarian lingkungan
hidup. Sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah upaya
sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup
dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang
meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan
penegakan hukum.
Penegakan hukum lingkungan dapat dimaknai sebagai penggunaan atau
penerapan instumen-instrumen dan sanksi-sanksi dalam lapangan hukum
administrasi, hukum pidana dan hukum perdata dengan tujuan memaksa subjek
hukum yang menjadi sasaran mematuhi peraturan perundang-undangan
lingkungan hidup. Penggunaan instrumen dan sanksi hukum administrasi
dilakukan oleh instansi pemerintah dan juga oleh warga atau badan hukum
perdata. Gugatan Tata Usaha Negara (TUN) merupakan sarana hukum
administrasi Negara yang dapat digunakn oleh warga atau badan hukum perdata
terhadap instansi atau pejabat pemerintah yang menerbitkan keputusan tata usaha
Negara yang secara formil atau meteril bertentangan peraturan perundang-
undangan lingkungan. Penggunaan sanksi-sanksi hukum pidana hanya dapat
dilakukan oleh instansi-instansi pemerintah, penggunaan insrtumen hukum perdata
yaitu gugatan perdata, dapat dilakukan oleh warga, badan hukum perdata dan juga
instansi pemerintah. Namun, jika dibandingkan diantara ketiga bidang hukum,
sebagian besar norma-norma hukum lingkungan termasuk ke dalam wilayah
hukum administrasi Negara.
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Makroman adalah salah satu Kelurahan di Kecamatan Sambutan Kota
Samarinda Makroman bergabung dengan kota Samarinda sejak pisah dari Kutai
Kertanegara. Kelurahan Makroman adalah tujuan pertama aliran trasmigran dari
pulau Jawa ke Kalimantan Timur. Awalnya ada 11 rombongan, hingga
rombongan terakhir masuk tahun 1974, totalnya 17 rombongan yang menempati
wilayah Makroman. Awalnya, makroman adalah kawasan rawa yag dikelilingi
perbukitan. yang sebenarnya tak cocok untuk bertanam Padi dataran rendah,
seperti biasa dilakukan orang Jawa. Itulah sebabnya, pada awal kedatangannya
setelah menggarap lahan, mereka memutuskan membuka lahan baru ke kawasan
yang lebih kedalam makroman kelurahan pulau atas, yang datarannya lebih tinggi,
bukan kawasan rawa
PT Cahaya Tiara Mandiri didirikan pada tahun 2006 dan bisnisnya yang
memfokuskan pada aktivitas perdagangan investasi dan batubara
Pada awal 2008, PT Cahaya Energi Mandiri didirikan dan menemukan cadangan
ekonomis baru dari sumber daya batubara yang akan ditambang di 1.600 hektar
yang terletak antara Kecamatan Samarindaa Utara dan Kecamatan Samarinda Ilir,
PT. Cahaya Energi Mandiri, luasnya 1680,68 hektar, menambang pada dua block
produksinya sepanjang 2005 dan 2009 sekitar 1,55 juta ton per tahun.
Sebagai wujud tanggung jawab untuk melaksanakan pembangunan yang
berwawasan lingkungan, maka rencana pembangunan batubara yang akan
dilaksanakan oleh PT. Cahaya Energi Mandiri akan berpegang pada peraturan-
peraturan kelestarian lingkungan, baik ditinjau dari aspek teknis, sosial maupun
ekologi.
Untuk mewujudkan hal tersebut hal tersebut, maka disusunlah Analisis
Dampak Lingkungan ( ANDAL) ini. ANDAL ini menjadi pedoman dalam
penyusunan RKL dan RPL penambang batubara PT. Cahaya Energi Mandiri di
wilayah Kuasa Pertambangan (KP). Eksplorasi KW 05. BB010.08 dan KW. 05.
BB013.08 berdasarkan SK Walikota Samarinda No. 545/279/HK-KS/2008 dan
545/278/HK-KS/2008 seluas 1680,68 Ha di wilayah administrasi Kecamatan
Samarinda Utara dan Samarinda Ilir Kota Samarinda Propinsi Kalimantan Timur.
Penyusunan dokumen Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL)
pertambangan batubara ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Penegakan Lingkungan hidup, Peraturan Pemerintah
Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL), Kep-MENLH Nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis Usaha dan/atau
Kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL, Surat Keputusan Menteri Energi
dan Sumberdaya Mineral Nomor 1453.K/29/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis
Penyelenggaraan Tugas Pemerintah dibidang Pertambangan Umum Lampiran IV.
Identitas Pemrakarsa :
1. Nama Perusahaan : PT. Cahaya Energi Mandiri
2. Kantor Pusat : JL. P. Antasari II No. 6 Samarinda
Telp. 0541 – 733509
3. Direktur utama : Bachtiar, SE.
Adapun visi dan misi PT. Cahaya Energi Mandiri (CEM)
untuk menjadi bisnis yang terintegrasi lokal terkemuka di bidang energi dan
sumber daya dengan kehadiran pasar yang kuat secara global
Membangun bisnis yang berkelanjutan di sektor pertambangan dan perkebunan
dan nilai yang berkembang untuk semua pemangku kepentingan, Tumbuh rakyat
kita dan menarik sumber daya berbakat, Terus mengembangkan masyarakat lokal
dan kelestarian lingkungan konservasi di setiap lokasi operasional bisnis kami.
Komponen Kegiatan Pertambangan Batubara PT. Cahaya Energi Mandiri
Kegiatan penambangan PT. Cahaya Energi Mandiri (CEM) terdari atas 3
(tiga) tahap yaitu tahap persiapan, tahap operasi penambangan dan tahap pasca
operasi. Kegiatan yang dilaksanakan dalam tiap-tiap tahap di uraikan sebagai
berikut :
1. Tahap Persiapan, terdiri dari :
a. Pembebasan Lahan
Setelah Kuasa Pertambangan (KP) eksploitasi di peroleh kegiatan akan
dilanjutkan dengan pembebasan lahan-lahan yang termasuk dalam wilayah
kuasa pertambangan ekploitasi, baik lahan yang di tambang maupun lahan yang
akan dipergunakan untuk pembangunan sarana dan prasarana. Ganti rugi akan
dilakukan sesuai dengan kesepakatan dengan pemilik lahan dan sesuai
peraturan yang telah ditetapkan pemerintah.
b. Penerimaan Tenaga Kerja
Untuk melaksanakan kegiatan selanjutnya, PT. Cahaya Energi Mandiri (CEM)
akan melakukan rekruitmen tenaga kerja, baik tenaga kerja teknis maupun
administratif.
c. Mobilisi Peralatan
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, dalam pelakasanaan kegiatan tambang
batubara, PT Cahaya Energi Mandiri akan menggunakan beberapa peralatan
yang didatangkan dari luar wilayah kuasa pertambangan.
d. Pembersihan lahan
Kegiatan pembersihan lahan dilakukan unutk mempermudah kegiatan pada
tahap operasi, terutama penggalian tanah penutup, over burden dan penggalian
batubara. Pembersih lahan dilakukan dengan memotong pepohonan dan
membersihkan semak belukar yang ada pada lokasi rencana kegiatan.
1. Tahap Operasi, terdiri dari :
a. Pengupasan dan Penumpukan Tanah Pucuk
Untuk dapat menggali batubara, sebelumnya dilakukan pengupasan tanah pucuk
yang relatif subur dan kemudian di tumpuk pada lahan yang telah disiapkan,
untuk mempergunakan kembali pada saat back filing dan reklamasi/rehabilitasi
lahan.
b. Penggalian dan Penumpukan Tanah Penutup
Penggalian tanah penutup/over burden dilakukan untuk membuka lapisan
batubara sehingga mudah di tambang. Tanah penutup ini kemudian ditumpuk di
disposal area, untuk dipergunakan kembali pada saat back filing dan
reklamasi/rehabilitasi lahan.
c. Penambangan Batubara
Setelah tanah penutup terkupas dilanjutkan dengan penambangan atau penggalian
batubara sesuai dengan design pit yang telah ada.
2. Tahap Pasca Operasi
a. Reklamasi atau Rehabilitasi Lahan
Kegiatan reklamasi/rehabilitasi lahan dilakukan untuk mengembalikan kondisi
lahan setelah penambangan. Kegiatan utamanya adalah pengambilan tanah
penutup dan tanah pucuk (back filling) ke dalam lubang bekas tambang.1
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Harus adanya perlindungan hukum mengenai dampak lingkungan yang
diakibatkan oleh kegiatan pertambangan bagi masyarakat khususnya perlindungan
hukum kepada masyarakat terhadap pencemaran lingkungan oleh PT. Cahaya Energi
Mandiri (CEM) Di Pemukiman Warga RT. 03 Kelurahan Pulau Atas Kecamatan
Sambutan Samarinda
Pemerintah daerah yang terkait yaitu Badan Lingkungan Hidup Daerah
mengenai permasalahan pencemaran lingkungan berupa udara telah melaksanakan
kegiatan verifikasi pengaduan untuk memeriksa kebenaran pengaduan warga RT 03
Kelurahan Pulau Atas mengenai pencemarann lingkungan, melaksanakan sesuai
kewenangan, tugas dan fungsi pokoknya dan melaporkan beberapa hasil yang telah di
sepakati antara kedua belah pihak.
1 Profil PT. Cahaya Energi Mandiri tahun 2008
Saran
Perlu adanya sosialisasi peraturan-peraturan atau Undang-Undang perlindungan
hukum mengenai pencemaran lingkungan agar masyarakat umum dapat memahami
lebih dalam lagi permasahan yang terkait dalam perlindungan hukum lingkungan dan
pengendalian dampak lingkungan hidup Pemerintah Kota Samarinda beserta instansi
yang terkait yang berkompeten dalam hal ini Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota
Samarinda diharapkan mampu lebih proaktif dan lebih ketat dalam hal pengawasan,
agar dapat meminimalisir terjadinya kerusakan lingkungan, yang berujung pada
pencemaran lingkungan.
Pemerintah Kota beserta instansi terkait dalam ini Badan Lingkungan Hidup
(BLH) Kota Samarinda dapat mengakomodir atas semua tuntutan masyarakat yang
dirugikan atau yang terkena dampak langsung, sebagai akibat yang berdampak
lingkungan yang di timbulkan oleh perusahaan hingga tuntutan terpenuhi semua,
sehingga dapat menyelesaikan permasalahan pencemaran lingkungan secara tepat.
Daftar Pustaka
Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra aditya.
Kanisius, 1992, Polusi Air Dan Udara, Penerbit Kanisius (Anggota
IKAPI), Yogyakarta.
M.L Tobing. 1983, Ikhtisar Hukum Lingkungan Hidup, Penerbit Erlangga,
Jakarta.
Nanang Sudrajat, 2010, Teori dan Praktek Pertambangan Indonesia,
Cetakan Pertama, Jakarta.
Otto Soemarwoto, 2009, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan,
Yogyakarta Gadjah Mada.
Peter Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian, Citra Aditya Bakti,
Bandung.
Salim Hs, 2006, Hukum Pertambangan Indonesia, PT. Raja Grafindo
Persada.
Slamet Riyadi, 1982, Pencemaran Udara, Penerbit Usaha Nasional,
Surabaya.
Sukanda Husin, 2009, Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Penerbit
Sinar Grafika, Jakarta.
Sumadi Suryabrata, 2003, Metode Penelitian, Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Soejono D, 1983, Pencemaran Hukum Terhadap Pencemaran Lingkungan
Akibat Industri , Penerbit Alumni, Bandung.
Sembiring Sulaiman N, 1999, Kajian Hukum dan Kebijakan Pengelolaan
Kawasan Konservasi di Indonesia.
Takdir Rahmadi, 2011, Hukum Lingkungan Di Indonesia, Raja Grapindo
Persada, Jakarta.
A. Peraturan Peundang-undangan
Republik Indonesia, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945.
Republik Indonesia, Undang-undang Negara Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara
Republik Indonesia tahun 2009 Nomor 140).
Republik Indonesia, Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 4
Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang
Wilayah Pertambangan.
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara.
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 75 tahun 2001 tentang
Ketentuan Pokok Pertambangan.
Republik Indonesia, Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 09
tahun 2010 Tentang Tata cara Pengaduan Dan Penanganan Pengaduan
Akibat Dugaan Pencemaran Dan/Atau Perusakan Lingkungan Hidup.
Republik Indonesia, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 48
Tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan