document2
DESCRIPTION
kjadaadakdTRANSCRIPT
Bab II
Tinjauan Pustaka
2.1 Kesehatan Reproduksi Remaja
2.1.1 Definisi
Menurut departemen kesehatan Republik Indonesia, kesehatan reproduksi remaja adalah
suatu kondisi sehat yang menyangkut sistem, fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki
oleh remaja. Pengertian sehat disini tidak semata-mata berarti bebas penyakit atau bebas
dari kecacatan namun juga sehat secara mental serta sosial kultural.Sedangkan Kesehatan
reproduksi menurut WHO adalah suatu keadaan fisik, mental dan sosial yang utuh, bukan
hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan
sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya.1
2.1.2. Epidemiologi
Masalah Kesehatan Reproduksi pada remaja selain berdampak secara fisik, juga dapat
berpengaruh terhadap kesehatan mental dan emosi, keadaan ekonomi dan kesejahteraan
sosial dalam jangka panjang. Dampak jangka panjang tersebut tidak hanya berpengaruh
terhadap remaja itu sendiri, tetapi juga terhadap keluarga, masyarakat dan bangsa pada
akhirnya. Permasalahan prioritas kesehatan reproduksi pada remaja di Indonesia saat ini
diantaranya kehamilan yang tidak dikehendaki yang seringkali menjurus kepada aborsi
yang tidak aman dan dan komplikasinya, serta kehamilan dan persalinan usia muda yang
menambah risiko kesakitan dan kematian ibu dan bayi , masalah epenyakit menular
seksual termasuk HIV/AIDS, serta adanya tindak kekerasan seksual seperti pemerkosaan
pelecehan seksual dan transaksi seks komersial. 2
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ditemukan porsi kehamilan
di usia yang sangat muda (<15 tahun) yaitu sekitar 2,8 % lebih tinggi dibanding
pedesaan yaitu sekitar 2,55%. Perilaku seksual pranikah pada remaja laki-laki dan
perempuan di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2010 cenderung meningkat
pada umur 10-24 tahun, meskipun angkanya masih dibawah 5%. Kehamilan remaja
kurang dari 20 tahun memberi resiko kematian ibu dan bayi 2-4 kali lebih tinggi
dibanding kehamian pada ibu berusia 20-35 tahun.
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia pada tahun 2012
didapatkan 52% remaja perempuan, dan 51,3% remaja laki-laki memiliki pengetahuan
yang baik tentang kesehatan reproduksi. Di Provinsi DKI Jakarta sendiri didapatkan
61,1% remaja perempuan dan 73% remaja laki-laki memiliki pengetahuan yang baik
tentnag kesehatan reproduksi. Pada survei ini juga didapatkan sebanyak 16,9% remaja
perempuan dan 45,5% remaja laki-laki memiliki sikap yang masih kurang terhadap
kesehatan reproduksi, dan sebanyak 2,5% remaja perempuan dan 19,1 % remaja laki-
laki memiliki perilaku yang masih kurang terhadap kesehatan reproduksi. 2
2.1.3. Ciri-ciri perkembangan remaja
Menurut ciri perkembangannya, masa remaja dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:
1. Masa rewaja awal (10-12 tahun)
Ciri khas antara lain:
a. Lebih dekat dengan teman sebaya
b. Ingin bebas
c. Lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir abstrak
2. Masa remaja tengah (13-15 tahun)
Ciri khas antara lain:
a. Mencari identitas diri
b. Timbulnya keinginan untuk kencan
c. Mempunyai rasa cinta yang mendalam
d. Mengembangkan kemampuan berpikir abstrak
e. Berkhayal terhadap aktifitas seks
3. Masa remaja akhir (16-19 tahun)
Ciri khas antara lain:
a. Pengungkapan kebebasan diri
b. Lebih selektif dalam mencari teman sebaya
c. Mempunyai citra jasmani dirinya
d. Dapat mewujudkan rasa cinta
e. Mampu berpikir abstrak
Ciri-ciri perkembangan remaja perlu dipahami, agar penanganan masalah yang berkaitan
dengan kesehatan reproduksinya dapat dilakukan dengan lebih baik.3
2.1.4 Perubahan Fisik pada Masa Remaja
Terjadi pertumbuhan fisik yang cepat pada remaja, termasuk pertumbuhan organ-organ
reproduksi (organ seksual) untuk mencapai kematangan, sehingga mampu
melangsungkan fungsi reproduksi. Perubahan ini ditandai dengan munculnya tanda-tanda
sebagai berikut.1,3
Tanda-tanda seks primer, yaitu yang berhubungan langsung dengan organ seks :
Terjadinya haid pada remaja puteri (menarche)
Terjadinya mimpi basah pada remaja laki-laki
Tanda-tanda seks sekunder,yaitu:
Pada remaja laki-laki terjadi perubahan suara, tumbuhnya jakun, penis dan buah
zakar bertambah besar,terjadinya ereksi dan ejakulasi, dada lebih lebar, badan
berotot,tumbuhnya kumis,cambang,dan rambut di sekitar kemaluan dan ketiak.
Pada remaja puteri pinggul melebar, pertumbuhan Rahim dan vagina, payudara
membesar, tumbuhnya rambut di ketiak dan sekitar kemaluan (pubis).
2.1.5 Upaya Menjaga Kesehatan Reproduksi
Upaya menjaga kesehatan reproduksi wanita antara lain dengan menjaga kesahatan
vagina.Vagina perlu di jaga kesehatannya karena apabila terjadi infeksi akan sulit terjadi
kehamilan.bila infeksi vagina tidak segera diatasi,akan meluas ke organ reproduksi yang
lain,seperti endometrium.Beberapa cara yang dapat di lakukan untuk menjaga kesehatan
vagina adalah sebagai berikut:
1. selalu mebersihkan mulut vagina bagian luar setelah buang air.
2. .Bila menggunakan obat-obatan antiseptik,cukup 2 minggu sekali,yaitu di pertengahan
siklus menstruasi.
3. Usai di bersihkan,vagina di lap dengan tissue kering atau handuk khusus agar tidak
lembab.
4. Tidak menggunakan celana dari nylon melainkan celana dari bahan katun agar menyerap
keringat.
5. Menghetikan menahan kebiasaan buang air kecil.
6. Segera memeriksakan diri ke dokter apabila ada keluhan.
Sistem reproduksi pria juga perlu di jaga untuk mencegah infertilitas (ketidaksuburan).Beberapa
cara yang dapat di lakukan untuk menjaga kesehatan pada sistem reproduksi pria adalah sebagai
berikut:
1. Melakukan pemeriksaan organ reproduksi secara rutin agar kelainan dapat di tangani
lebih awal.
2. Melindungi testis selama beraktifitas,misalnya dengan tidak menggunakan pakaian terlalu
ketat.
3. Mengurangi kebiasaan mandi dengan air panas.
4. Menjalankan pola hidup sehat.
5. Menghindari minuman beralkohol dan merokok.
2.1.6 Perubahan kejiwaan pada masa remaja
Proses perubahan kejiwaan berlangsung lebih lambat dibandingkan perubahan fisik, yang
meliputi:
Perubahan emosi, sehingga remaja menjadi:
o Sensitif (mudah menangis, cemas, frustasi dan tertawa)
o Agresif dan mudah berekasi terhadap rangsangan luar yang berpengaruh,
sehingga misalnya menjadi lebih mudah berkelahi.
Perkembangan intelegensia, sehingga remaja menjadi:
o Mampu berpikir abstrak, senang memberikan kritik
o Ingin mengetahui hal-hal baru, sehingga muncul perilaku ingin mencoba-
coba.
Perilaku ingin mencoba hal yang baru apabila disertai dengan adanya rangsangan seksual
dapat membawa remaja masuk dalam hubungan seks pranikah dengan segala akibatnya.
Perilaku ingin mencoba-coba ini juga dapat mengakibatkan remaja mengalami
ketergantungan NAPZA (narkotika, psikotropik, dan zat adiktif lainnya, termasuk rokok
dan alcohol). 3
Dari segi kesehatan reproduksi, perilaku ingin mencoba hal atau kegiatan yang
berhubungan dengan bidang seks merupakan hal yang sangat rawan karena dapat
membawa akibat yang buruk dan merugikan masa depan remaja, khusunya remaja puteri.
2.1.7 Pengaruh buruk akibat terjadinya hubungan seks pranikah bagi remaja
Kematangan organ seks dapat berpengaruh buruk bila remaja tak mampu mengendalikan
rangsangan seksualnya, sehingga tergoda untuk melakukan hubungan seks pranikah. Hal
ini menimbulkan akibat yang dapat dirasakan buka saja oleh pasangan, khusunya remaja
puteri tetapi juga orang tua, keluarga bahkan masyarakat sekitar. Akibat hubungan seks
pranikah :
Bagi remaja
o Remaja pria menjadi tidak perjaka, dan remaja wanita tidak perawan
o Menambah risiko tertular penyakit menular seksual (PMS), seperti: gonorea
(GO), sifilis, herpes simpleks (genitalis), clamidia, kondiloma kuminata,
HIV/AIDS.
o Remaja puteri terancam kehamilan yang tidak dinginkan, pengguran
kandungan, yang tidak aman, infeksi organ reproduksi, anemia, kemandulan,
dan kematian karena pendarahan atau keracunan kehamilan.
o Trauma kejiwaan (depresi,rendah diri. Rasa berdosa, hilang harapan masa
depan).
o Kemungkinan hilangnya kesempatan untuk melanjutkan pendidikan dan
kesempatan bekerja
o Melahirkan bayi yang kurang/tidak sehat
Bagi keluarga
o Menimbulkan aib keluarga
o Menambah beban ekonomi keluarga
o Pengaruh kejiawaan bagi anak yang dilahirkan akibat tekanan masyarakat di
lingkungan.
Bagi masyarakat
o Meningkatnya remaja putus sekolah, sehingga kualitas masyarakat menurun
o Meningkatnya angka kematian ibu dan bayi
o Menambah beban ekonomi masyarakat, sehingga derajat kesejahteraan
masyarakat menurun
2.1.8 Kaitan antara Kesehatan Remaja dan Kesehatan Reproduksi Remaja
Kesehatan reproduksi remaja sulit dipisahkan dari kesehatan reamaja secara keseluruhan,
karena gangguan kesehatan remaja akan menimbulkan gangguan pula pada sistem
reproduksi.1,3
Berberapa keadaan yang berpengaruh buruk terhadap kesehatan remaja termasuk terhadap
kesehatan reproduksi remaja:
Masalah gizi
o Anemia
o Pertumbuhan yang terhambat pada remaja puteri, sehingga mengakibatkan
panggul sempit dan risiko untuk melahirkan bayi berat lahir rendah di kemudian
hari
Masalah pendidikan
o Buta huruf, yang mengakibatkan remaja tidak mempunyai akses terhadap
informasi yang dibutuhkannya, serta mungkin kurang mampu mengambil
keputusan yang terbaik untuk kesehatan dirinya
o Pendidikan rendah dapat mengakibatkan remaja kurang mampu memenuhi
kebutuhan fisik dasar ketika berkeluarga, dan hal ini akan berpengaruh buruk
terhadap derajat kesehatan diri dan keluarganya
Masalah lingkungan dan pekerjaan
o Lingkungan dan suasana kerja yang kurang memperhatikan kesehatan remaja
yang berkerja akan menganggu kesehatan remaja.
o Lingkungan sosial yang kurang sehat dapat menghambat bahkan merusak
kesehatan fisik, mental,dan emosional remaja
o Masalah seks dan seksualitas
o Pengetahuan yang tidak lengkap dan tidak tepat tentang masalah seksualitas,
misalnya mitos yang tidak benar
o Kurangnya bimbingan untuk bersikap positif dalam hal yang berkaitan dengan
seksualitas
o Penyalahgunaan dan ketergantungan napza, yang mengara kepada penularan
HIV/AIDS melalui jarum suntik dan melalui hubungan seks bebas. Masalah ini
semakin bertambahn sekarang ini.
o Penyalahgunaan seksual
o Kehamilan remaja
o Kehamilan pranikah/ di luar ikatan pernikahan
Masalah kesehatan reproduksi remaja
o Ketidak matangan secara fisik dan mental
o Risiko komplikasi dan kematian ibu dan bayi lebih besar
o Kehilangan kesempatan untuk pengembangan diri remaja
o Risiko bertambah untuk melakukan aborsi yang tidak aman
2.1.8 Pembinaan Kesehatan Reproduksi Remaja
Pembinaan kesehatan reproduksi remaja bertujuan untuk memberikan informasi dan
pengetahuan yang berhubungan dengan perilaku hidup sehat bagi remaja, di sampaing
mengatasi masalah yang ada. Dengan pengetahuan yang memadai dan adanya motivasi
untuk menjalani masa remaja secara sehati, para remaja diharapkan mampu memelihara
kesehatan dirinya agar dapat memasuki masa kehidupan berkeluarga dengan reproduksi
yang sehat.Pembekalan pengetahuan yang diperlukan remaja meliputi:
1. Perkembangan fisik, kejiwaan dan kematangan seksual remaja, pembekalan pengetahuan
tentang perubahan yang terjadi secara fisik, kejiwaan,dan kematangan seksual akan
memudahkan remaja untuk memahami serta mengatasi berbagai keadaan yang
membingukannya. Informasi tentang haid dan mimpi basah ,serta tentang alat reproduksi
remaja laki-laki dan perempuan perlu diperoleh saat remaja.1,3
2. Proses reproduksi yang bertanggung jawab, manusia secara biologis mempunyai
kebutuhan seksual. Remaja perlu mengendalikan naluri seksualnya,dan menyalurkannya
menjadi kegiatan yang positif, seperti olah raga dan mengembangkan hobi yang
membangun. Penyaluran yang berupa hubungan seksual dilakukan setelah berkeluarga,
dengan tujuan melanjutkan keturunan. 1,3
3. Pergaulan yang sehat antara remaja laki-laki dan perempuan, serta kewaspadaan terhadap
masalah remaja yang banyak ditemukan. Remaja memerlukan informasi tersebut agar
selalu waspada dan berperilaku reproduksi sehat dalam bergaul dengan lawan jenisnya.
Di samping itu remaja memerlukan pemberkalan tentang kiat-kiat untuk
mempertahankan diri secar fisik maupun psikhis dan mental dalam menghadapi berbagai
godaan, sepeti ajakan berhubungan seksual dan penggunaan NAPZA. 1,3
4. Persiapan pranikah, informasi tentang hal ini diperlukan agar calon pengantin lebih siap
secara mental dan emosional dalam memasuki kehidupan. 1,3
5. Kehamilan dan persalinan, serta cara pencegahannya,remaja perlu mendapat informasi
tentang hal ini,sebagai persiapan bagi remaja pria dan wanita dalam memasuki kehidupan
berkeluarga di masa depan. 1,3
2.2. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang terjadi setelah orang melakukan pengindraan
terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan pedoman dalam membentuk tindakan
seseorang (overt behavior). Berdasarkan pengalaman dan penelitian, didapatkan bahwa
perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak
didasari pengetahuan.4
Untuk pengukuran pengetahuan terhadap seseorang yaitu dengan menggunakan pertanyaan
baik lisan maupun tulisan. Adapun pertanyaan (test) yang dapat digunakan untuk
pengetahuan secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu pertanyaan
subjektif, misalnya pertanyaan essay dan pertanyaan objektif, misalnya pertanyaan pilihan
ganda (multiple choice), benar salah dan pertanyaan menjodohkan. Dari kedua jenis
pertanyaan tersebut, pertanyaan objektif khususnya pertanyaan pilihan ganda lebih disukai
untuk dijadikan sebagai alat ukur dalam pengukuran pengetahuan karena lebih mudah
disesuaikan dengan pengetahuan yang akan diukur dan lebih cepat dinilai. Pengukuran
pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi
materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau subyek dalam pengetahuan yang kita
ketahui atau kita ukur disesuaikan dengan tingkatannya. 4
2.3. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau
obyek, di mana hal ini tidak bisa dilihat dan hanya bisa ditafsirkan. Sikap merupakan
kecenderungan dalam diri individu untuk berkelakuan dengan pola tertentu, terhadap suatu
obyek akibat pendirian dan perasaan terhadap obyek tersebut, yang menjadi predisposisi
tindakan suatu perilaku. Sikap tidak sama dengan perilaku dan individu kerap kali
menunjukkan perilaku yang berbeda dengan sikapnya. Sikap seseorang dapat berubah
dengan diperolehnya informasi tentang obyek tertentu, yaitu dengan berdasarkan
pengalaman dan latihan sepanjang perkembangan individu. Sebagai makhluk sosial,
manusia tidak lepas dari pengaruh interaksi dengan orang lain (eksternal), selain makhluk
individual (internal).4,5
Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi adalah merupakan
predisposisi tindakan atau perilaku. Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2003) menjelaskan
bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yakni:
Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.
Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek.
Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave).
Menurut Notoatmodjo pengaruh pengetahuan terhadap perilaku dapat bersifat langsung
maupun melalui perantara sikap. Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam bentuk
praktek. Untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu perbuatan yang nyata (praktek)
diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan. Seperti halnya dengan
pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan dimana saling berunut, yaitu:
a. Menerima (Receiving) Menerima, diartikan bahwa orang (subjek) mau dan
memperhatikan stimulus yangdiberikan (objek).
b. Merespon (Responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
c. Menghargai (Valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan dengan orang lain terhadapsuatu masalah.
d. Bertanggungjawab (Responsible)Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang
telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.
Sikap yang sudah positif terhadap suatu objek, tidak selalu terwujud dalam tindakan nyata,
hal ini disebabkan oleh:
1. Sikap, untuk terwujud didalam suatu tindakan bergantung pada situasi pada saat
itu.
2. Sikap akan diikuti atau tidak pada suatu tindakan mengacu pula pada banyak atau
sedikitnya pengalaman seseorang.5
Pengukuran terhadap sikap ini dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung.
Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden
terhadap suatu objek dan secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-
pernyataan yang bersifat hipotesis, kemudian dikenakan pendapat responden.5
Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan seseorang dengan sikap seseorang
mengenai keseahtan reproduksi, seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Kusmatuti
dalam penelitian Hubungan antara pengetahuan dengan Sikap seksual Pranikah Remaja
terhadap 184 responden di Surakarta didapatkan nilai hitung chi square (55,662) lebih
besar dari nilai nilai table (5,991) sehinnga nilai p hitung< p tabel sehingga dapat diambil
kesimpulan adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan remaja dengan sikap
remaja terhadap kesehatan reproduksi.6
2.4. Perilaku
Perilaku merupakan hasil pengalaman dan proses interaksi dengan lingkungannya, yang
terwujud dalam pengetahuan, sikap dan tindakan sehingga diperoleh keadaan seimbang
antara kekuatan pendorong dan kekuatan penahan. Perilaku adalah faktor terbesar kedua
yang mempengaruhi derajat kesehatan.4
Secara sederhana, perilaku dapat diartikan sebagai suatu respon/reaksi seseorang terhadap
rangsangan dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat:
a. Pasif (tanpa tindakan).
Bentuk pasif terjadi di dalam diri seseorang dan tidak dapat dilihat oleh orang
lain, misalnya berpikir. Bentuk perilaku ini masih terselubung (covert behavior).
b. Aktif (dengan tindakan).
Respon dapat dilihat langsung oleh orang lain dan sudah tampak dalam bentuk
tindakan nyata (overt behavior). 4,5
Terbentuknya perilaku baru khususnya pada orang dewasa dapat dijelaskan sebagai
berikut.
a. Diawali dari cognitive domain, yaitu individu tahu terlebih dahulu terhadap
stimulasi berupa objek sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada individu.
b. Active domain, yaitu timbul respons batin dalam bentuk sikap dari individu
terhadap objek yang diketahuinya.
c. Berakhir pada psychomotor domain, yaitu objek yang telah diketahui dan disadari
sepenuhnya yang akhirnya menimbulkan respons berupa tindakan. 4,5
Terdapat hubungan antara serta sikap dengan perilaku dan pengetahuan dengan perilaku
hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Asna dalam penelitian Hubungan antara
Pengetahuan dan Sikap terhadap Kesehatan Reproduksi dengan Perilaku Seksual Pra nikah
Pada siswa di SMA Negeri 14 Kota Semarang Tahun Ajaran 2010/2011, yang dilakukan
pada 243 murid didapatkan adanya hubungan yang bermakna antara sikap dengan perilaku
kesehatan reproduksi didapatkan nilai p dari hasil hitung chi square adalah 0,032 (p<0,05)
sehingga dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara sikap dengan perilaku
responden terhadap kesehatan reproduksi. Pada penilitan lain yang dilakukan oleh Dwi
Astuti dalam penelitian Hubungan Pengetahuan Remaja tentang Kesehatan Reproduksi
Remaja dengan Perilaku Seksual kelas X1 di SMAN 1 Gebog Kudus pada 35 responden
juga didapatkan adanya hubungan antara tingkat pengtahuan dengan perilaku dimana
didapatkan nilai hitung lebih besarl (7,693) dari nilai tabel (5,991) sehingga p table<p
hitung. 7,8
2.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku
2.5.1 Keegiatan Penyuluhan
Kegiatan penyuluhan merupakan merupakan suatu cara kominukasi untuk memberikan
informasi terhadap lingkungan sekitar yang diteruskan melalui komunikasi dalam
kehidupan sehari-hari. Informasi ini bisa didapatkan dari berbagai hal misalnya media
massa, adanya penyuluhan, lingkungan sekitar yang tentunya mempengaruhi tingkat
pengetahuan seseorang. Semakin mudah dan banyak seseorang dapat mengakses informasi
tentu nya akan memiliki pengetahuan yang lebih baik. Menurut penelitian Massolo di
wilayah SMAN 1 Masohi pada tahun 2011 tentang adanya pengaruh penyuluhan
kesehatan reproduksi terhadap pengetahuan dan sikap remaja tentang seksual pra nikah
didapatkan hasil Nilai skor pengetahuan siswa pada kelompok eksperimen dan kontrol saat
pretest adalah 27,60 dan kontrol 33,40. Dan setelah post test nilai skor pada kelompok
eksperimen. Diketahui terdapat perbedaan antara sebelum dan sesudah penyuluhan pada
skor sikap karena nilai p < 0.05. Menurut penelitian yang di lakukan Mohammad Zainal
Fatah dalam Pengaruh Penyuluhan dengan Metode Ceramah dan Diskusi Kelompok
terhadap Perubahan Perilaku Reproduksi siswa SMU Negeri pada tahun 2005 memberikan
hasil nilai chi square P=0,002 (P<0,005) sehinga dapat disimpulkan ada hubungan yang
signifikan antara kegiatan penyuluhan dengan perilaku kesehatan reproduksi pada remaja,
yang mana di temukan adanya perbaikan perilaku pada anak yang mendapat penyuluhan
mengenai kesehatan reproduksi.9,10
2.5.2 Jenis Kelamin
Perubahan yang terjadi selama masa remaja tentu berbeda antara laki-laki dan perempuan.
Perbedaan ini tentu saja mempengaruhi tingkat pengetahuan,sikap,dan perilaku terhadap
kesehatan reproduksi remaja. Berdasarkan penilitan yang dilakukan Widyastuti terhadap
67 responden berusia 17 tahun dalam penelitian Personal dan Social yang Mempengaruhi
Sikap Remaja terhadap Hubungan Seks Pranikah didapatkan adanya hubungan yang
bernakna antara jenis kelamin dengan sikap terhadap seks pranikah dimana nilai P 0,002
(p<0,005). Hasil penelitian lain yang dilakukan Hidayangsih, Tjandarani, Mubasyiroh dan
Supanni dalam Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku berisiko remaja di kota
Makassar tahun 2009 memberikan hasil jenis kelamin memiliki hubungan yang bermakna
dengan perilaku berisiko kesehatan remaja, di-mana laki-laki temyata lebih berisiko dalam
berperilaku kesehatan daripada perempuan (p=0,000; OR = 5,363; 95% CI = 2,890 -
9,954). Proporsi perilaku seksual berisiko berat (risiko melakukan hubungan seksual bebas
yang bisa mengakibatkan kehamilan) lebih tinggi pada lakilaki karena secara sosial laki-
laki cenderung lebih bebas dibanding perempuan dan orang tua cenderung lebih protektif
pada anak perempuan. Pengekspresian dorongan seks pada laki-laki (hubungan seks)
terkesan lebih ditolerir dibandingkan jika hal tersebut dialami oleh kaum perempuan.11,12
2.5.2 Pendapatan keluarga
Tingkat status ekonomi remaja juga berpengaruh pada tingkat pengetahuan, sikap,dan
perilaku terhadap kesehatan reproduksi. Kenakalan remaja juga berkaitan erat dengan
kesehatan reproduksi remaja seperti melakukan hubungan seks pra nikah,dan pengunaan
obat-obatan terlarang, Berdasarkan penelitian deskriptif yang dilakukan oleh Cristedi
dalam sosial ekonomi keluarga dan hubungannya dengan kenakalan remaja di desa
lantasan baru kecamatan patumbak kabupaten deli serdang. Terlihat adanya gambaran
kenakalan remaja dari sosial ekonomi keluarga rendah yang lebih mendominasi.
kenakalan-kenakalan yang dilakukan oleh remaja ternyata dipengaruhi oleh latar belakang
sosial ekonomi, remaja yang berasal dari sosial ekonomi rendah sering melakukan
kenakalan remaja seperti berkelahi, membolos sekolah, mencuri, merokok, tawuran.
Sedangkan remaja dari sosial ekonomi tinggi sering melakukan kenakalan remaja seperti
berjudi, menonton film porno, melakukan seks bebas dan mengkonsumsi obat-obatan
terlarang.13
Berdasarkan penelitian yang di lakukan oleh Siti Maimunah dalam tahun 2015 penelitian
pengaruh faktor keluarga dalam perilaku seksual remaja terhadap 153 responden melalui
uji t-test didapatkan t hitung lebih besar 1,976 dibandingkan nilai batas kemakanaan 1,655
sehingga dapat disimpulkan status ekonomi orang tua mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap perilaku anak terhadap kesehatan reproduksi.11
2.5.3 Pendidikan Orangtua
Pendidikan dan pengalaman orang tua dalam perawatan anak akan mempengaruhi
persiapan mereka menjalankan pengasuhan. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk
menjadi lebih siap dalam menjalankan peran pengasuhan antara lain: terlibat aktif dalam
setiap pendidikan anak, mengamati segala sesuatu dengan berorientasi pada masalah anak,
selalu berupaya menyediakan waktu untuk anak-anak dan menilai perkembangan fungsi
keluarga dan kepercayaan anak.
Hasil riset dari Sir Godfrey Thomson menunjukkan bahwa pendidikan diartikan sebagai
pengaruh lingkungan atas individu untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang tetap
atau permanen di dalam kebiasaan tingkah laku, pikiran dan sikap. Orang tua yang sudah
mempunyai pengalaman sebelumnya dalam mengasuh anak akan lebih siap menjalankan
peran asuh, selain itu orang tua akan lebih mampu mengamati tanda-tanda pertumbuhan
dan perkembangan yang normal. 5
Berdasarkan penelitian yang di lakukan oleh Esti Mufidatul Chusna didapatkan nilai
significant p 0,294 (p>0.005) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak adanya pengaruh
positif dan signifikan antara pendidikan orangtua dengan tingkat pengetahuan anak.
Berdasarkan penelitian yang di lakukan oleh Siti Maimunah tahun 2015 dalam penelitian
pengaruh faktor keluarga dalam perilaku seksual remaja yang dilakukan terhadap 153
responden didapatkan t hitung lebih kecil 1,182 dibandingkan nilai batas kemakanaan
1,655 sehingga dapat disimpulkan pendidikan ibu tidak mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap perilaku anak terhadap kesehatan reproduksi.11,14
2.5.5 Kebiasaan
Berberapa masalah kesehatan dapat terjadi akibat kebiasaan atau perilaku yang tidak sehat
pada remaja. Salah satu masalah yang dapat terjadi adalah masalah kesehatan reproduksi
remaja. Terutama masalah kesehatan reproduksi yang berkaitan dengan hubungan seks
pranikah dan penyalahgunaan obat-obatan terlarang. Kebiasaan yang kurang sehat seperti
merokok dan meminum minuman alkohol terbukti mempunyai hubungan dengan masalah-
masalah kesehatan reproduksi remaja.
Berdasarkan penelitian survey yang dilakukan oleh Lestary,Sugiharti dalam perilaku
berisiko remaja di indonesia menurut survey kesehatan reproduksi remaja indonesia (skrri)
tahun 2007, Hasil analisis menunjukkan remaja yang merokok berpeluang 124 kali lebih
besar Untuk penyalah gunaan narkoba (p=0,000; OR=123,777; 95% CI =51,321-298,526).
Remaja yang merokok berpeluang 16 kali lebih besar untuk minum alkohol dibandingkan
dengan remaja yang tidak pernah merokok (p=0,000; OR=15,939; 95% CI=14,327-
17,733)Remaja yang minum alkohol berpeluang 38 kali lebih besar untuk penyalahgunaan
narkoba (p=0,000; OR=37,649; 95% CI=28,501-49,734). Remaja yang pernah melakukan
hubungan seksual pranikah berpeluang 12 kali lebih besar untuk penyalahgunaan narkoba
(p=0,000; OR=11,522; 95% CI=9,542-13,912). Hasil analisis dalam penelitian yang sama
juga menunjukkan bahwa remaja yang minum alkohol berpeluang 15,7 kali lebih besar
untuk hubungan seksual pranikah dibandingkan dengan remaja yang tidak pernah minum
alkohol (p=0,000; OR=15,739; 95% CI=13,111-18,894). 15
2.5.6 Tingkat religiusitas
Agama membentuk seperangkat moral dan keyakinan tertentu pada diri seseorang. Melalui
agama seseorang belajar mengenai perilaku bermoral yang menuntun mereka menjadi
anggota masyarakat yang baik. Seseorang yang menghayati agamanya dengan baik
cenderung akan berperilaku sesuai dengan norma. Tingkat religiusitas yang tinggi akan
menjauhkan perilaku seseorang untuk sesuai dengan moral yang diajarkan agamanya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Azinar M dalam penelitian perilaku seksual
pranikah beresiko terhadap kehamilan yang tidak diinginkan terdapat hubungan yang
signifikan antara tingkat religusitas seseorang dengan perilaku seks pranikah (P=0,0001).16
2.5.7 Status perkawinan orang tua
Hubungan yang harmonis pada orang tua akan berdampak pada sikap dan perilaku anak.
Hubungan yang harmonis akan memberikan contoh yang baik kepada anak untuk bertindak
sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat, hal ini juga sekaligus dapat mencegah
anak untuk berbuat kenakalan. Berdasarkan peneilitan yang dilakukan Nursal DGA dalam
penelitian factor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual murud SMU negeri
kota Padang tahun 2007 didapatkan hubungan yang signifikan antara status perkawinan
orang tua dengan perilaku seksual beresiko berat. Responden dengan struktur keluarga
tidak lengkap mempunyai peluang 3,75 kali untuk berperilaku seksual berisiko berat
dibanding struktur keluarga lengkap (95%CI=1,71-6,38).17
2.5.8 Pasangan kencan
Berhubungan dengan lawan jenis merupakan hal yang sering dilakukan oleh remaja.
Meningkatnya rasa ingin tahu dan ketetarikan akan lawan jenis mulai timbul pada masa
remaja, membuat remaja ingin berkencan dengan lawan jenis atau berpacaran. Pacaran
bukan merupakan hal yang asing bagi remaja saat ini bahkan sudah merupakan tuntutan
jaman dan jika tidak punya pacar akan dicap kuno dan tidak gaul. Perlu ditekankan pada
remaja bahwa pacaran bukan ajang uji coba seksual tapi merupakan proses mengenal dan
memahami lawan jenis yang nantinya akan menjadi pasangan hidupnya. Jumlah pacar
yang pernah dimiliki seorang remaja juga akan berpengaruh akan perilaku kesehatan
reproduksinya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nursal DGA dalam penelitian
factor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual murId SMU negeri di kota Padang
tahun 2007 didapatkan hubungan antara jumlah pacar yang pernah dimiliki dengan
perilaku seksual yang beresiko. Responden yang pernah memiliki pacar diatas tiga akan
berpeluang 6,54 kali berperilaku seksual beresiko (OR:6,54;95%CI=3,58-11,94).
Dalam penelitian yang sama juga dibahas mengenai lama pertemuan dengan teman kencan
dimana lama pertemuan yang beresiko (< 5 jam/minggu atau > 21 jam/ minggu) memiliki
hubungan yang signifikan dengan perilaku seksual yang beresiko (OR: 2,88; 95%CI=1,57-
5,31). Hal ini diakrenakan Waktu pertemuan yang terlalu sedikit ataupun terlalu lama
sangat memungkinkan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Jika terlalu singkat maka
waktu akan dimanfaatkan seefektif mungkin untuk saling melepas rindu, sedangkan jika
terlalu lama akan memberi kesempatan untuk berusaha mencoba-coba hal baru agar
pacarannya tidak membosankan.17
2.6 Kerangka Teori
Pengetahuan
Sikap
Perilaku
Anak SMP Terhadap Kesehatan Reproduksi Remaja
Akses Informasi
Status Ekonomi
Pendidikan Orangtua Jenis Kelamin
Kebiasaan
Pengetahuan
Sikap
Perilaku Anak SMP
Tentang Kesehatan Reproduksi Remaja
Akses Informasi
Pendidikan Orangtua
Jenis Kelamin
Status Ekonomi
2.7 Kerangka Konsep