250090153 syok hipovolemik 1
DESCRIPTION
.....TRANSCRIPT
SYOK HIPOVOLEMIK
1. A. Pengertian
Syok hipovolemik disebut juga syok preload yang ditamdai dengan menurunnya volume intravaskuler
oleh karena perdarahan. Syok hipovolemik juga bisa terjadi karena kehilangan cairan tubuh yang lain.
Menurunnya volume intravaskuler menyebabkan penurunan volume intraventrikel kiri pada akhir distol
yang akibatnya juga menyebabkan menurunnya curah jantung (cardiac output). Keadaan ini juga
menyebabkan terjadinya mekanisme kompensasi dari pembuluh darah dimana terjadi vasokonstriksi
oleh katekolamin sehingga perfusi makin memburuk. Pada luka bakar yang luas, terjadi kehilangan
cairan melalui permukaan kulit yang hangus atau di dalam lepuh. Muntah hebat atau diare juga dapat
mengakibatkan kehilangan cairan intravaskuler. Pada obstruksi, ileus dapat terkumpul beberapa liter
cairan di dalam usus. Pada diabetes atau penggunaan diuretic kuat dapat terjadi kehilangan cairan
karena dieresis yang berlebihan. Kehilangan cairan juga dapat ditemukan pada sepsis berat,
pancreatitis akut, atau peritonitis purulenta difus. Pada syok hipovolemik, jantung akan tetap sehat
dan kuat, kecuali jika miokard sudah mengalami hipoksia karena perfusi yang sangat berkurang.
Respon tubuh terhadap perdarahan tergantung pada volume, kecepatan dan lama perdarahan. Bila
volume intravaskuler berkurang, tubuh akan selalu berusaha mempertahankan perfusi organ-organ
vital (jantung dan otak) dengan mengorbankan perfusi organ yang lain seperti ginjal, hati dan kulit
akan terjadi perubahan-perubahan hormonal melalui system rennin-angiotensin-aldosteron, system
ADH, dan system saraf simpatis. Cairan interstitial akan masuk ke dalam pembuluh darah untuk
mengembalikan volume intravascular, dengan akibat terjadi hemodilusi (dilusi plasma protein dan
hematokrit) dan dehidrasi interstitial. Dengan demikian tujuan utama dalam mengatasi syok
perdarahan adalah menormalkan kembali volume intravascular dan interstitial. Bila deficit volume
intravascular hanya dikoreksi dengan memberikan darah maka masih tetap terjadi deficit interstistial,
dengan akibatnya tanda-tanda vital yang masih belum stabil dan produksi urin yang berkurang.
Pengambilan volume plasma dan interstitial ini hanya mungkin bila diberikan kombinasi cairan koloid
(darah, plasma, dextran, dan sebagainya) dan cairan garam seimbang.
DERAJAT SYOK
a) Syok Ringan
Penurunan perfusi hanya pada jaringan dan organ non vital seperti kulit, lemak, otot rangka, dan
tulang. Jaringan ini relatif dapat hidup lebih lama dengan perfusi rendah, tanpa adanya perubahan
jaringan yang menetap (irreversible). Kesadaran tidak terganggu, produksi urin normal atau hanya
sedikit menurun, asidosis metabolik tidak ada atau ringan.
b) Syok Sedang
Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun (hati, usus, ginjal). Organ-organ ini tidak dapat
mentoleransi hipoperfusi lebih lama seperti pada lemak, kulit dan otot. Pada keadaan ini terdapat
oliguri (urin kurang dari 0,5 mg/kg/jam) dan asidosis metabolik. Akan tetapi kesadaran relatif masih
baik.
c) Syok Berat
Perfusi ke jantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme kompensasi syok beraksi untuk menyediakan
aliran darah ke dua organ vital. Pada syok lanjut terjadi vasokontriksi di semua pembuluh darah lain.
Terjadi oliguri dan asidosis berat, gangguan kesadaran dan tanda-tanda hipoksia jantung (EKG
abnormal, curah jantung menurun).
1. B. Etiologi
Syok hipovolemik disebabkan oleh penurunan volume darah efektif. Kekurangan volume darah sekitar
15 sampai 25 persen biasanya akan menyebabkan penurunan tekanan darah sistolik; sedangkan
deficit volume darah lebih dari 45 persen umumnya fatal. Syok setelah trauma biasanya jenis
hipovolemik, yang disebabkan oleh perdarahan (internal atau eksternal) atau karena kehilangan cairan
ke dalam jaringan kontusio atau usus yang mengembang kerusakan jantung dan paru-paru dapat juga
menyokong masalah ini secara bermakna. Syok akibat kehilangan cairan berlebihan bias juga timbul
pada pasien luka bakar yang luas (john a.boswick,1998:44).
Syok hipovolemik yang dapat disebabkan oleh hilangnya cairan intravaskuler, misalnya terjadi pada:
1) Kehilangan darah atau syok hemoragik karena perdarahan yang mengalir keluar tubuh seperti
hematotoraks, ruptura limpa, dan kehamilan ektopik terganggu.
2) Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan darah yang besar.
Misalnya, fraktur humerus menghasilkan 500–1000 ml perdarahan atau fraktur femur menampung
1000–1500 ml perdarahan.
3) Kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan protein plasma atau
cairan ekstraseluler, misalnya pada:
Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis.
Renal: terapi diuretik, krisis penyakit Addison.
Luka bakar (kombustio) dan anafilaksis.
Pada syok, konsumsi oksigen dalam jaringan menurun akibat berkurangnya aliran darah yang
mengandung oksigen atau berkurangnya pelepasan oksigen ke dalam jaringan. Kekurangan oksigen di
jaringan menyebabkan sel terpaksa melangsungkan metabolisme anaerob dan menghasilkan asam
laktat. Keasaman jaringan bertambah dengan adanya asam laktat, asam piruvat, asam lemak, dan
keton (Stene-Giesecke, 1991). Yang penting dalam klinik adalah pemahaman kita bahwa fokus
perhatian syok hipovolemik yang disertai asidosis adalah saturasi oksigen yang perlu diperbaiki serta
perfusi jaringan yang harus segera dipulihkan dengan penggantian cairan. Asidosis merupakan urusan
selanjutnya, bukan prioritas utama (www.medicastore.com).
1. C. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis tergantung pada penyebab syok (kecuali syok neurogenik) yang meliputi :
1. Sistim pernafasan : nafas cepat dan dangkal
2. Sistim sirkulasi : ekstremitas pucat, dingin, dan berkeringat dingin, na-
di cepat dan lemah, tekanan darah turun bila kehilangan darah menca-
pai 30%.
3. Sistim saraf pusat : keadaan mental atau kesadaran penderita bervariasi
tergantung derajat syok, dimulai dari gelisah, bingung sampai keadaan
tidak sadar.
4. Sistim pencernaan : mual, muntah
5. Sistim ginjal : produksi urin menurun (Normalnya 1/2-1 cc/kgBB/jam)
6. Sistim kulit/otot : turgor menurun, mata cowong, mukosa lidah kering.
Individu dengan syok neurogenik akan memperlihatkan kecepatan denyut jantung yang normal atau
melambat, tetapi akan hangat dan kering apabila kulitnya diraba. (www.medicastore.com)
Syok secara klinis didiagnosa dengan adanya gejala-gejala seperti berikut:
1) Hipotensi: tekanan sistole kurang dari 80 mmHg atau TAR (tekanan arterial rata-rata) kurang
dari 60 mmHg, atau menurun 30% lebih
2) Oliguria: produksi urin kurang dari 20 ml/jam.
Perfusi perifer yang buruk, misalnya kulit dingin dan berkerut serta pengisian kapiler yang jelek. Gejala
syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi premorbid, besarnya volume cairan
yang hilang, dan lamanya berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan tubuh merupakan faktor kritis
respons kompensasi. Pasien muda dapat dengan mudah mengkompensasi kehilangan cairan dengan
jumlah sedang dengan vasokonstriksi dan takhikardia. Kehilangan volume yang cukp besar dalam
waktu lambat, meskipun terjadi pada pasien usia lanjut, masih dapat ditolerir juga dibandingkan
kehilangan dalam waktu yang cepat atau singkat.
Apabila syok telah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan hipovolemia, penurunan darah
lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali dalam beberapa menit. Adalah penting untuk mengenali
tanda-tanda syok, yaitu:
v Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian kapiler selalu berkaitan
dengan berkurangnya perfusi jaringan.
v Takhikardia: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respons homeostasis penting
untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi berfungsi mengurangi
asidosis jaringan.
v Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah sistemik dan curah
jantung, vasokonstriksi perifer adalah faktor yang esensial dalam mempertahankan tekanan darah.
Autoregulasi aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak di bawah 70
mmHg.
v Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik. Oliguria pada orang
dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30 ml/jam.
Pada penderita yang mengalami hipovolemia selama beberapa saat, dia akan menunjukkan adanya
tanda-tanda dehidrasi seperti: (1) Turunnya turgor jaringan; (2) Mengentalnya sekresi oral dan
trakhea, bibir dan lidah menjadi kering; serta (3) Bola mata cekung.
Akumulasi asam laktat pada penderita dengan tingkat cukup berat, disebabkan oleh metabolisme
anaerob. Asidosis laktat tampak sebagai asidosis metabolik dengan celah ion yang tinggi. Selain
berhubungan dengan syok, asidosis laktat juga berhubungan dengan kegagalan jantung
(decompensatio cordis), hipoksia, hipotensi, uremia, ketoasidosis diabetika (hiperglikemi, asidosis
metabolik, ketonuria), dan pada dehidrasi berat
1. D. Patofisiologi
Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu :
1. Fase Kompensasi
Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga timbul gangguan perfusi
jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan gangguan seluler. Mekanisme kompensasi dilakukan
melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan otot skelet dan penurunan
aliran darah ke tempat yang kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk menimbulkan
vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan konservasi air. Ventilasi meningkat untuk
mengatasi adanya penurunan kadar oksigen di daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi
peningkatan detak dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah jantung dan peningkatan
respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke ginjal menurun, tetapi karena
ginjal mempunyai cara regulasi sendiri untuk mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika
tekanan darah menurun, maka filtrasi glomeruler juga menurun.
1. Fase Progresif
Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan tubuh. Faktor utama
yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi mencukupi sehingga terjadi gangguan seluler
di seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah arteri menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan
bertambah nyata, gangguan seluler, metabolisme terganggu, produk metabolisme menumpuk, dan
akhirnya terjadi kematian sel. Dinding pembuluh darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi
sehingga terjadi bendungan vena, vena balik (venous return) menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler
diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat
menyebabkan trombosis kecil-kecil sehingga dapat terjadi koagulopati intravasa yang luas (DIC =
Disseminated Intravascular Coagulation). Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan
pusat vasomotor dan respirasi di otak. Keadaan ini menambah hipoksia jaringan. Hipoksia dan anoksia
menyebabkan terlepasnya toksin dan bahan lainnya dari jaringan (histamin dan bradikinin) yang ikut
memperjelek syok (vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan anoksia usus
menimbulkan penurunan integritas mukosa usus, pelepasan toksin dan invasi bakteri usus ke sirkulasi.
Invasi bakteri dan penurunan fungsi detoksikasi hepar memperjelek keadaan. Dapat timbul sepsis, DIC
bertambah nyata, integritas sistim retikuloendotelial rusak, integritas mikro sirkulasi juga rusak.
Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik.
Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi peningkatan asam laktat ekstraseluler dan timbunan asam
karbonat di jaringan.
1. Fase Irevesibel
Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak dapat diperbaiki. Kekurangan
oksigen mempercepat timbulnya ireversibilitas syok. Gagal sistem kardiorespirasi, jantung tidak
mampu lagi memompa darah yang cukup, paru menjadi kaku, timbul edema interstisial, daya respirasi
menurun, dan akhirnya anoksia dan hiperkapnea (www.els.co.id).
1. E. Komplikasi
2. Kegagalan multi organ akibat penurunan alilran darah dan hipoksia jaringan yang berkepanjangan.
3. Sindrom distress pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus kapiler karena hipoksia.
4. DIC (Koagulasi intravascular diseminata) akibat hipoksia dan kematian jaringan yang luas sehingga
terjadi pengaktifan berlebihan jenjang koagulasi.
Efek Dari Syok Seluler
Saat sel-sel tubuh kekurangan pasokan darah dan oksigen maka kemampuan metabolisme energy
pada sel-sel tersebut akan terganggu. Metabolisme energy pada sel-sel tersebut akan terganggu.
Metabolisme terjadi di dalam tempat nutrient secara kimiawi dipecahkan dan disimpan dalam bentuk
ATP (adenosine tripospat). Sel-sel menggunakan simpanan energy ini untuk melakukan berbagai
fungsi seperti transport aktif, kontraksi otot, sintesa biokimia dan melakukan fungsi seluler khusus
seperti konduksi impuls listrik.
Pada keadaan syok, sel-sel tidak mendapat pasokan darah yang adekuat dan kekurangan oksigen dan
nutrient, karena sel-sel harus menghasilkn energy melalui anaerob dan nutrient, karena sel-sel harus
menghasilkan energy melalui anaerob. Metabolisme ini menghasilkan tingkat energy yang rendah dari
sumber nutrient, dan lingkungan intraseluler yang bersifat asam. Karena perubahan ini, fungsi sel
menurun. Sel membengkak dan membrannya menjadi lebh permiabel, sehingga memungkinkan
elektrolit dan cairan untuk merembes dari dalam sel. Pompa kalium-natrium menjadi terganggu.
Struktur sel (mitokondria dan lisosom) menjadi rusak dan terjadi kematian sel
Respon Vaskuler
Oksigen melekat pada molekul hemoglobin dalam sel-sel darah merah dan dibawa ke sel-sel tubuh
melalui darah. Jumlah oksigen yang dikirimkan ke sel-sel bergantung pada aliran darah ke area
spesifik dan pada konsentrasi oksigen. Darah secara continue didaur ulang kembali melalui paru-paru
untuk direoksigenasi dan untuk menyingkirkan produk-produk akhir metabolism seluler seperti
karbondioksida. Otot jantung memberikan pompa yang dikeluarkan untuk mengeluarkan darah segar
yang dioksigenasi ke luar jaringan tubuh. Vaskulatur dapat berdilatasi dan berkontraksi sesuai dengan
mekanisme pengatur pusat dan local. Mekanisme pengaturan pusat menyebabkan dilatasi dan
konstriksi vaskuler untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat. Mekanisme pengaturan
local, disebut sebagai otoregulasi, menyebabkan vasodilatasi/vasokontriksi dalam berespon terhadap
bahan kimia yang dilepaskan oleh sel-sel yang mengkomunikasikan kebutuhannya akan oksigen dan
nutrient.
Pengaturan Tekanan Darah
Tiga komponen utama system sirkulatori yaitu: volume darah, pompa jantung, dn vaskulatur harus
berespon secara efektif terhadap kompleks system umpan balik neural, kimiawi, dan hormonal untuk
mempertahankan tekanan darah yang adekuat dan akhirnya memberikan perfusi jaringan.
Mekanisme utama yang mengatur tekanan darah melalui baroreseptor (tekanan darah) terletak pada
sinus karotis dan arkus aorta. Reseptor tekanan ini menghantarkan impuls ke pusat saraf simpatik
yang terletak di medulla otak. Pada kejadian turunnya tekanan darah, ketokolamin (epinefrin dan
norepinefrin) dilepaskan dari medulla adrenal yang menyebabkan peningkatan frekuensi jantung dan
vasokontriksi, dengan demikian memulihkan tekanan darah.
Maka dapat disimpulkan bahwa volume darah yang adekuat, pompa jantung yang efektif dan
vaskulatur yang efektif penting untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi jaringan. Jika salah
satu dari ketiga komponen ini gagal, tubuh dapat mengkompensasi dengan meningkatkan kerja kedua
komponen lain. Jika mekanisme kompensasi tidak mampu lagi mengkompensasi system yang gagal,
maka jaringan tubuh tidak memperoleh perfusi yang adekuat dan syndrome syok dimulai. Kecuali jika
intervensi cepat dilakukan, syok akan berlanjut dan menyebabkan kegagalan organ dan kematian
(Brunner & Suddarth,2001).
1. F. Pemeriksaan Penunjang
2. Pada anamnesis Pasien mungkin tidak bisa diwawancara sehingga riwayat sakit mungkin hanya
didapatkan dari keluarga, teman dekat atau orang yang mengetahui kejadiannya, cari : Riwayat
trauma (banyak perdarahan atau perdarahan dalam perut), Riwayat penyakit jantung (sesak nafas),
Riwayat infeksi (suhu tinggi), Riwayat pemakaian obat ( kesadaran menurun setelah memakan obat)
3. Pemeriksaan fisik Kulit
4. Suhu raba dingin (hangat pada syok septik hanya bersifat sementara, karena begitu syok berlanjut
terjadi hipovolemia). Warna pucat (kemerahan pada syok septik, sianosis pada syok kardiogenik dan
syok hemoragi terminal)
Basah pada fase lanjut syok (sering kering pada syok septik).
5. Tekanan darah
6. Hipotensi dengan tekanan sistole < 80 mmHg (lebih tinggi pada penderita yang sebelumnya mengidap
hipertensi, normal atau meninggi pada awal syok septic)
7. Status jantung
8. Takikardi, pulsus lemah dan sulit diraba.
9. Status respirasi
10. Respirasi meningkat, dan dangkal (pada fase kompensasi) kemudian menjadi lambat (pada syok
septik, respirasi meningkat jika kondisi menjelek)
11. Status Mental
12. Gelisah, cemas, agitasi, tampak ketakutan. Kesadaran dan orientasi menurun, sopor sampai koma.
Fungsi Ginjal Oliguria, anuria (curah urin < 30 ml/jam, kritis)
13. Fungsi Metabolik
14. 13. Asidosis akibat timbunan asam laktat di jaringan (pada awal syok septik dijumpai alkalosis
metabolik, kausanya tidak diketahui). Alkalosis respirasi akibat takipnea. Sirkulasi Tekanan vena
sentral menurun pada syok hipovolemik, meninggi pada syok kardiogenik. Keseimbangan Asam Basa
Pada awal syok pO2 dan pCO2 menurun (penurunan pCO2 karena takipnea, penurunan pO2 karena
adanya aliran pintas di paru). Pemeriksaan Penunjang Darah (Hb, Hmt, leukosit, golongan darah),
kadar elektrolit, kadar ureum, kreatinin, glukosa darah. Analisa gas darah, EKG.
.
1. G. Penatalaksanaan
1. Pastikan jalan nafas pasien dan nafas dan sirkulasi dipertahankan. Beri bantuan ventilator tambahan
sesuai kebutuhan.
2. Perbaiki volume darah sirkulasi dengan penggantian cairan dan darah cepat sesuai ketentuan untuk
mengoptimalkan preload jantung, memperbaiki hipotensi, dan mempertahankan perfusi jaringan.
1) Kateter tekan vena sentra dimasukkan dalam atau didekat atrium kanan untuk bertindak
sebagai petunjuk penggantian cairan. Pembacaan tekanan vena sentral kontinu (CVP) memberi
petunjuk dan derajat perubahan dari pembacaan data dasar; kateter juga sebagai alat untuk
penggantian volume cairan darurat.
2) Jarum atau kateter IV diameter besar dimasukkan kedalam vena perifer. Dua atau lebih kateter
mungkin perlu untuk penggantikan cairan cepat dan pengembalian ketidakstabilan hemodinamik;
penekanan pada penggantian volume.
Buat jalur IV diameter besar dimasukkan ke vena periver. Dua tau lebih kateter mungkin perlu untuk
penggantian cairan cepat dan pengembalian ketidakstabilan hemodinamik; penekanan pada
penggantian volume.
Ambil darah untuk spesimen; garis darah arteri, pemeriksaan kimia, golongan darah dan pencocokan
silang, dan hemtokrit.
Mulai infus IV dengan cepat sampai CVP meningkat pada tingkat pada tingkat yang memuaskan diatas
pengukuran dasar atau sampai terdapat perbaikan pada kondisi klinis pasien.
3) Infus larutan Ringer Laktat digunakan pada awal penangana karena cairan ini mendekati
komposisi elektrolit plasma, begitu juga dengan osmolalitasnya, sediakan waktu untuk pemeriksaan
golongan darah dan pencocokkan silang, perbaiki sirkulasi, dan bertindak sebagai tambahan terapi
komponen darah.
4) Mulai tranfusi terapi komponen darah sesuai program, khususnya saat kehilangan darah telah
parah atau pasien terus mengalami hemoragi.
5) Kontrol hemoragi; hemoragi menyertai status syok. Lakukan pemeriksaan hematokrit sering bila
dicurigai berlanjutnya perdarahan
6) Pertahankan tekanan darah sistolik pada tingkat yang memuaskan dengan memberi cairan dan
darah sesuai ketentuan.
1. Pasang kateter urine tidak menetap: catat haluaran urine setiap 15-30 menit, volume urine
menunjukkan keadekuatan perfusi ginjal.
2. Lakukan pemeriksaan fisik cepat untuk menentukan penyebab syok.
3. Pertahankan surveilens keperawatan terus menerus terhadap pasien total-tekanan darah, denyut
jantung, pernafasan, suhu kulit, warna, CVP, EKG, hematokrit, Hb, gambaran koagulasi, elektrolit,
haluaran urine-untuk mengkaji respon pasien terhadap tindakan. Pertahankan lembar alur tentang
parameter ini; analisis kecenderungan menyatakan perbaikan atau pentimpangan pasien.
4. Tinggikan kaki sedikit untuk memperbaiki sirkulasi serebral lebih baik dan mendorong aliran darah
vena kembali kejantung (posisi ini kontraindikasi pada pasien dengan cidera kepala). Hindarkan gejala
yang tidak perlu.
5. Berikan obat khusus yang telah diresepkan (misalnya inotropik seperti dopamen) untuk meningkatkan
kerja kardiovaskuler.
6. Dukung mekanisme devensif tubuh
1) Tenangkan dan nyamankan pasien: sedasi mungkin perlu untuk menghilangkan rasa khawatir.
2) Hilangkan nyeri dengan kewaspadaan penggunaan analgesik atau narkotik.
3) Pertahankan suhu tubuh.
Terlalu panas menimbulkan vasodilatasi yang merupakan mekanisme kompensasi tubuh dari
vasokontriksi dan meningkatnya hilangnya caiiran karena perspirasi.
Pasien yang mengalami septik harus dijaga tetap dingin: demam tinggi meningkatkan efek metabolik
selular terhadap syok.
1. H. Asuhan Keperawatan
Pengkajian emergency nursing, secara umum terdiri dari : primary survey, sekundery survey, dan
tersier survey. Primery survey meliputi: airway, breathing, circulation, disability, dan exposure.
Sekundery survey meliputi pengkajian fisik. Sedangkan tersier survey dilakukan selain pengkajian
primery dan sekundery survey, semisal riwayat penyakit keluarga.
1. Primari survay
Pemeriksaaan jasmaninya diarahkan kepada diagnosis cidera yang mengancam nyawa dan meliputi
penilaian dari A,B,C,D,E. Mencatat tanda vital awal (baseline recordings) penting untuk memantau
respon penderita terhadap terapi. Yang harus diperiksa adalah tanda-tanda vital, produksi urin dan
tingkat kesadaran. Pemeriksaan penderita yang lebih rinci akan menyusul bila keadaan penderita
mengijinkan. Metode pengkajian dalam primary survey ini yaitu: cepat, ermat, dan tepat yang
dilakukan dengan melihat (look), mendengar (listen), dan Merasakan (feel).
a) Airway dan breathing
Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan cukupnya pertukaran ventilasi dan
oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 95%.
Airway (jalan napas):
Ada tiga hal utama dalam tahapan airway ini yaitu look, listen, dan feel. Look atau melihat yaitu
perawat melihat ada tidaknya obstruksi jalan napas, berupa agitasi: (hipoksemia), penurunan
kesadaran (hipercarbia), pergerakan dada dan perut pada saat bernapas (see saw-rocking respiration),
kebiruan pada area kulit perifer pada kuku dan bibir (sianosis), adanya sumbatan di hidung, posisi
leher, keadaan mulut untuk melihat ada tidaknya darah. Tahapan kedua yaitu listen atau mendengar,
yang didengar yaitu bunyi napas. Ada dua jenis suara napas yaitu suara napas tambahan obstuksi
parsial, antara lain: snoring, gurgling, crowing/stidor, dan suara parau(laring) dan yang kedua yaitu
suara napas hilang berupa obstruksi total dan henti napas. Terakhir yaitu Feel, pada tahap ini perawat
merasakan aliran udara yang keluar dari lubang hidung pasien.
Breathing (bernapas):
Pada tahap look (melihat), yang dilakukan yaitu: melihat apakah pasien bernapas, pengembangan
dada apakah napasnya kuat atau tidak, keteraturannya, dan frekuensinya. Pada tahap
listen( mendengar) yang didengar yaitu ada tidaknya vesikuler, dan suara tambahan napas. Tahap
terakir yaitu feel, merasakan pengembangan dada saat bernapas, lakukan perkusi, dan pengkajian
suara paru dan jantung dengan menggunakan stetoskop.
b) Sirkulasi – kontrol perdarahan
Pengkajian circulation, yaitu hubungan fungsi jantung, peredaran darah untuk memastikan apakah
jantung bekerja atau tidak. Pada tahap look atau melihat, yang dilakukan yaitu mengamati nadi saat
diraba, berdenyut selama berapa kali per menitnya, ada tidaknya sianosis pada ekstremitas, ada
tidaknya keringat dingin pada tubuh pasien, menghitung kapilery reptile, dan waktunya, ada tidaknya
akral dingin. Pada tahap feel, yang dirasakan yaitu gerakan nadi saat dikaji (nadi radialis, brakialis,
dan carotis),Lakukan RJP bila apek cordi tidak berdenyut. Pada tahapan lesson, yang didengar yaitu
bunyi aliran darah pada saat dilakukan pengukuran tekanan darah.
Termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan perdarahan yang jelas terlihat, memperoleh akses
intra vena yang cukup, dan menilai perfusi jaringan. Perdarahan dari luka luar biasanya dapat
dikendalikan dengan tekanan langsung pada tempat pendarahan. PASG (Pneumatick Anti Shock
Garment) dapat digunakan untuk mengendalikan perdarahan dari patah tulang pelvis atau ekstremitas
bawah, namun tidak boleh menganggu resusitasi cairan cepat. Cukupnya perfusi jaringan menentukan
jumlah cairan resusitasi yang diperlukan. Mungkin diperlukan operasi untuk dapat mengendalikan
perdarahan internal.
c) Disability – pemeriksaan neurologi
Yang dikaji pada tahapan ini yaitu GCS (Glasgow Coma Scale), dan kedaan pupil dengan menggunakan
penlight. Pupil normal yaitu isokor, mengecil: miosis, melebar: dilatasi.Dilakukan pemeriksaan
neurologi singkat untuk menentukan tingkat kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, fungsi
motorik dan sensorik. Informasi ini bermanfaat dalam menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan
kelainan neurologi dan meramalkan pemulihan.perubahan fungsi sistem saraf sentral tidak selalu
disebabkan cidera intra kranial tetapi mungkin mencerminkan perfusi otak yang kurang. Pemulihan
perfusi dan oksigenasi otak harus dicapai sebelum penemuan tersebut dapat dianggap berasal dari
cidera intra kranial.
GLASGOW COMA SCALE
Kemampuan membuka mata:
Spontan 4
Dengan perintah 3
Dengan nyeri 2
Tidak berespon 1
Kemampuan Motorik
Dengan perintah 6
Melokalisasi nyeri 5
Menarik area yang nyeri 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi 2
Tidak berespons 1
Kemampuan Verbal
Berorientasi 5
Bicara membingungkan 4
Kata-kata tidak tepat 3
Suara tidak dapat dimengerti 2
Tidak ada respon 1
(Brunner & Sudarth,2001: 2091)
d) Exposure – pemeriksaan lengkap
Setelah mengurus prioritas-prioritas untuk menyelamatkan jiwanya, penderita harus ditelanjangi dan
diperiksa dari ubun-ubun sampai jari kaki sebagai bagian dari mencari cidera.
e) Dilasi lambung – dikompresi.
Dilatasi lambung sering kali terjadi pada penderita trauma, khususnya pada anak-anak dan dapat
mengakibatkan hipotensi atau disritmia jantung yang tidak dapat diterangkan, biasanya berupa
bradikardi dari stimulasi saraf fagus yang berlabihan. Distensi lambung membuat terapi syok menjadi
sulit. Pada penderita yang tidak sadar distensi lambung membesarkan resiko respirasi isi lambung, ini
merupakan suatu komplikasi yang bisa menjadi fatal. Dekompresi lambung dilakukan dengan
memasukan selamh atau pipa kedalam perut melalui hidung atau mulut dan memasangnya pada
penyedot untuk mengeluarkan isi lambung. Namun, walaupun penempatan pipa sudah baik, masih
mungkin terjadi aspirasi.
f) Pemasangan kateter urin
Katerisasi kandung kenving memudahkan penilaian urin akan adanya hematuria dan evaluasi dari
perfusi ginjal dengan memantau produksi urine. Darah pada uretra atau prostad pada letak tinggi,
mudah bergerak, atau tidak tersentuh pada laki-laki merupakan kontraindikasi mutlak bagi
pemasangan keteter uretra sebelum ada konfirmasi kardiografis tentang uretra yang utuh.
1. Sekunderisurvey
Harus segera dapat akses kesistem pembulu darah. Ini paling baik dilakukan dengan memasukkan dua
kateter intravena ukuran besar (minimun 16 gaguage) sebelum dipertimbangkan jalur vena sentral
kecepatan aliran berbanding lurus dengan empat kali radius kanul, dan berbanding terbalik dengan
panjangnya (hukum poiseuille). Karena itu lebih baik kateter pendek dan kaliber besar agar dapat
memasukkan cairan terbesar dengan cepat.
Tempat yang terbaik untuk jalur intravena bagi orang dewasa adalah lengan bawah atau pembulu
darah lengan bawah. Kalau keadaan tidak memungkinkan pembuluh darah periver, maka digunakan
akses pembuluh sentral (vena-vena femuralis, jugularis atau vena subklavia dengan kateter besar)
dengan menggunakan tektik seldinger atau melakukan vena seksi pada vena safena dikaki,
tergantung tingkat ketrampilan dokternya. Seringkali akses vena sentral didalam situasi gawat darurat
tidak bisa dilaksanakan dengan sempurna atau pu tidak seratus persen steril, karena itu bila keadaan
penderita sedah memungkinya, maka jalur vena sentral ini harus diubah atau diperbaiki.
Juga harus dipertimbangkan potensi untuk komplikasi yang serius sehubungan dengan usaha
penempatan kateter vena sentral, yaitu pneumo- atau hemotorak, pada penderita pada saat itu
mungkin sudah tidak stabil.
Pada anak-anak dibawah 6 tahun, teknik penempatan jarum intra-osseus harus dicoba sebelum
menggunakan jalur vena sentral. Faktor penentu yang penting untuk memilih prosedur atau caranya
adalah pengalaman dan tingkat ketrampilan dokternya.
Kalau kateter intravena telah terpasang, diambil contoh darah untuk jenis dan crossmatch,
pemerikasaan laboratorium yang sesuai, pemeriksaan toksikologi, dan tes kehamilan pada wanita usia
subur. Analisis gas darah arteri juga harus dilakukan pada saat ini. Foto torak haris diambil setelah
pemasangan CVP pada vena subklavia atau vena jugularis interna untuk mengetahui posisinya dan
penilaian kemungkinan terjadinya pneumo atau hemotorak.
Adapun pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain pada kulit, tekanan darah, status jantung, status
respirasi, status mental, dan fungsi ginjal(oliguri, anuria).
1. Tersierisurvey
Yang dilakukan pada tersiery survey, antara lain:
1. Riwayat Kesehatan
2. Riwayat trauma (perdarahan)
3. Riwayat penyakit jantung
4. Riwayat penyakit infeksi
5. Riwayat pemakaian obat
6. Hasil laboratorium
7. Fungsi metabolic
Asidosis akibat timbunan asam laktat di jaringan (pada awal syok septic dijumpai alkalosis metabolic)
1. Keseimbangan asam-basa
Pada awal syok PO2 dan PCO2 menurun (penurunan PCO2 karena takipnea, penurunan PO2 karena
adanya aliran pintas ke paru).
Terapi awal cairan
Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal. Jenis cairan ini mengisi intravaskuler dalam
wakti singkat dan juga menstabilkan volume vaskuler dengan cara menggantikan kehilangan cairan
berikutnya kedalam ruang intersisial dan intraseluler. Larutan Ringer Laktat adalah cairan pilihan
pertama. NaCl fisiologis adalah pilihan kedua. Walaupun NaCL fisiologis merupakan pengganti cairan
terbaik namun cairan ini memiliki potensi untuk terjadinya asidosis hiperkloremik. Kemungkinan ini
bertambah besar bila fungi ginjalnya kurang baik.
1. I. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pola nafas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru.
2. Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan suplay darah ke jaringan.
3. Nyeri b/d penurunan suplai oksigen ke otak
4. Gangguan keseimbangan cairan b/d mual, muntah.
5. Gangguan pola eliminasi urine b/d Oliguria.
6. Kurangnya pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai pengobatan.
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
8. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan dispnea
9. Nutrisi kurang dari kebutuhn tubuh berhubungn dengan mual dan muntah, penurunan pemasukan oral
10. Hipertermia berhubungan dengan efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus
DIARE CAIR AKUT
1. 1. Pengertian Diare
Diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang abnormal (>3 kali/hari), serta perubahan
isi/volume (>200gr/hari) dan konsistensi feces cair (Brunner & Suddarth, 2002). Diare adalah
peningkatan jumlah, volume, keenceran dan frekuensi buang air besar (medicastore.com)
1. 2. Klafisifikasi Diare sbb:
1. Diare Akut
Diare akut merupakan penyebab awal penyakit pada anak dengan umur <5 tahun, defikasi dapat
terjadi dan dapat mengakibatan kefatalan kira-kira pada 400 anak tiap tahun di Amerika Serikat.
(Kleinman, 1992 dalam Wholey & Wong’s, 1994)
Diare akut adalah BAB dengan frekuensi meningkat >3 kali/hari dengan konsistensi tinja cair, bersifat
mendadak dan berlangsung dalam waktu kurang dari 1 minggu. Diare akut lebih banyak disebabkan
oleh agent infectius yang mencakup virus, bakteri dan pathogen parasit.
1. Diare Kronik
Kondisi dimana terjadi peningkatan frekuensi BAB dan peningkatan knsistensi cair dengan durasi 14
hari atau lebih (Wholey & Wong’s, 1994)
1. 3. Penyebab diare, Penyakit diare dapat disebabkan oleh:
1. Infeksi oleh karena penyebaran kuman yang menyebabkan diare. Terdiri atas : virus (rotavirus), bakeri
(E.colli, Salmonella, Shigella, Vibrio, Campylobavter, jejuni, dll) dan penyebab lain seperti parasit
(Entamuba hystolitica).
Kuman penyebab diare biasanya menyebarkan melalui feces oral antara lain melalui
makanan/minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita.
1. Malabsobsi : Gangguan dalam pencernaan makanan
2. Alergi makanan dan keracunan makanan
3. Imunodefisiensi/imunosupresi(kekebalan menurun)
Keadadan ini biasanya berlangsung sementara setelah infeksi virus (campak) dan mungkin
berlangsung lama seperti pada penderita AIDS
1. Faktor lingkungan dan prilaku
1. 4. Faktor Predisposisi
1. Usia
Anak dengan umur lebih muda mempunyai kemungkinan terjadi diare lebih besar kemunkinan diare
berat juga lebih besar. Diare lebih banyak pada usia infant.
2. Penurunan setatus kesehatan
Anak dengan kondisi yang lemah lebih tinggi kemungkinan terjadi diare dan lebih banyak diare berat
3. lingkungan
diare lebih banyak terjadi dimana kondisi sanitasi kurang, fasilitas kesehatan kurang memadai,
persiapan dan penyajian makanan, pendidikan tentang perawatan kesehatan tidak adekuat.
1. 5. Patofisiologi
Mikroorganisme masuk GIT
Berkembangang baik setelah berhasil melewati swar asam lambung
Membentuk toksin (endotoksin)
Rangsangan untuk membentuk mikroorganisme / makanan tersebut
DIARE
Peningkatan cairan intra luminal menyebabkan terangsangnya usus secara mekanis karena
meningkatkan volume, sehingga motilitas usus meningkat, sebaliknya bila waktu henti makanan di
usus terlalu cepat akan menyebabkan waktu sentu makanan dengan mukosa usus sehingga
penyerapan elektrolit, air dan zat-zat lain terganggu. Sehingga transport cairan dan elektrolit intestinal
tidak normal.
1. 6. Gejala & Manisfestasi Klinis Diare
Gejala Klinis :
Anak cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang sampai tidak ada sama sekali
Tinja/feses menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah
Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare
Bila sudah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, maka timbulah dehidrasi bahkan syok hipovolemik
Manifestasi Klinis
No Agen penyebab Karakteristik
1. Viral Agent
1. Rotavirus
1. Norwalk
Fever 38 atau lebih Nausea, vomiting abdominal pain Diare bisa lebih 1 minggu
Fiver, loss of apetit Abdominal pain
Diare dan malaise
2.Bacterial Agent
1. E.colli
1. Salmonella grup gram positif
1. S. thypi
1. Shigella group gram negative
1. Campylobacter jejuni
1. Vibrio cholera group
Diare cair disertai mucus dan darah vomiting abdominal distention, diare dengan fever.
Nausea, vomiting, colic abdominal, diare disertai darah dan mucus. Fiver, hiperaktif perisstaltik and
mild abdominal tenderness.
Headache and cerebral manifestation. Ireguler fiver, headache, malaise, letargi, fatigue, abdominal
pain, anoreksia, weight loss develop.
Fever 40 derajat and cramping , abdominal pain, konvulsi, headache, delirium, diare disertai mucus
bisa bercampur darah, abdominal pain inright lower quadrant, vomiting.
Fever, abdominal cramping periumbilical, diare desertai darah, vomiting.
Diare cair dengan cramp, iritasi anal, feses disertai darah dan mucus.
3.Food Poisoning
1. Staphylococcus
1. Clostridium perfringens
1. Clostridium botulinum
Nausea, vomiting, severe abdominal cramps, shok dapat terjadi pada kasus berat, demam ringan.
Modeate to severe crampy, mid epigastric pain.
Nausea, vomiting, diare, dry mounth dan disfagia.
1. 7. Komlikasi
Kehilangan air dan elektrolit : dehirasi, asidosi metabolic, hipoklasemia dan syok
Masalah gizi : maldigesti, malabsorbsi, kehilangan zat gizi langsung katabolisme.
Artimia jantung
1. 8. Diagnosis
Diagnosis didasarkan pada definisi di atas tetapi perlu dilakukan pengkajian tentang :
1. Riwayat diare sekarang, meliputi : lama kurang dari 1 minggu, frekuensi, konsistensi, muntah, demam,
BAK 6 jam terakhir, tindakan yang telah dilakukan
2. Riwayat diare sebelumnya
3. Riwayat penyakit penyerta saat ini
4. Riwayat imunisasi
5. Riwayat makanan sebelum diare
6. Pemeriksaan laboratorium
Specimen feces : plymorfonuklear leukosit sebagai gambaran infeksi
ELISA : untuk mengkonfirmasikan infeksi parasit
PH <6 dan penurunan substansi menunjukan malabsorbsi KH dan deficiency lactose sekunder
Test urin : menentukan dehidrasi
Peningkatan Hmt, Hb, creatinin, dan BUN umumnya ditemukan pada DCA
1. 9. Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda vital
Berat badan dan panjang badan untuk menentukan status gizi
Tanda-tanda dehidrasi
Peeriksaan chepalo caudal : ubun-ubun besar pada bayi, turgor kulit, kelembaban mukosa, air mata,
konjungtiva, dada : jantung dan paru, abdomen;peristaltik usus, integrasi kulit area perianal
Kemungkinan komlikasi lain
1. 10. Tatalaksanana Pemberian Makanan
Makanan sangat penting untuk penderita diare, makanan diberikan sesegera mungkin termasuk susu,
susu buatan khusus (rendah lactose) hanya diberikan atas indikasi yang jelas. Prisisp pemberian
makanan untuk penderita diare antara lain:
ASI tidak dihentikan seotimal mungkin
Kualitas dan kiantitas mencukupi
Mudah diabsorbsi
Tidak merangsang
Diberikan dlam porsi kecil tapi sering
1. 11. Tatalaksana Diare
Dasar-dasar penatalaksanaan terdiri dari 5 D :
Dehidrasi
Diagnosis
Diit
Defisiensi disakarida
Drugs
Management terapetik langsung untuk korelasi keseibangan cairan dan elektrolit dan mencegah
terjadinya malanutrisi. Untuk infant dan anak dengan DCA disertai dehidrasi, yang pertama harus
dilakukan adalah ORT (oral rehidrasi therapy). Pada kasus dehidrasi berat dan syok diberikan cairan
paranteral.
1. 12. Dehidrasi
Akibat dari diare yang terus menerus adalah kekurangan cairan (dehidrasi)
Tanda-tanda dehidrasi berat :
Letergis atau tidak sadar mata cekung
Tidak bisa minum atau malas minum
Cubitan kulit perut kemblinya sangat lama
Tanda-tanda dehidrasi ringan/sedang :
Gelisah, rewel/mudah marah
Mta cekung
Haus, minum dengan lahap
Cubitan kulit perut kembalinya lambat
tanda dehidrasi : tidak ditemukan tanda-tanda seperti diatas :
Penanganan dehidrasi ringan :
1. Beri cairan tambahan (sebanyak anak mau)
ASI tetap diberikan bagi anak yang masih menyusu
Oralit
Larutan gula garam
Cairan makanan (air tijin, kuah sayur atau air matang )
1. Lanjutkan pemberian makan
2. Pergi ke pusat pelanyanan kesehatan
Penanganan Dehidrasi Sedang/Ringan
1. Pemberian cairan tambahan seperti penanganan dehidrasi ringan
2. Pemberian oralit secra intensif selama periode 3 jam
3. Ulangi penilaian dan klasifikasikan derajat dehidrasinya
Penanganan dehidrasi berat
Rujuk segera ke pusat pelanyanan kesehatan untuk pengobatan IV/lanjutan
1. 13. Rehidrasi
Dasar-dasar rehidrasi
1. Jumlah cairan yang hilang
Dehidrasi ringan : 0 – 5 % atau rata-rata 25 ml/kg BB
Dehidrasi sedang : 5 – 10 % atau rata-rata 75 ml/kg BB
Dehidrasi berat : 10 – 15 % atau rata-rata 125 ml/kg BB
1. Tonisitas cairan
Isotonis : kadar Na + : 131 – 150 meq/L
Hipertonis : kadar Na + :>150 meq/L
Hipotonik : <131 meq/L
Oral Rehidrasi Solution (ORS) diberikan pada kasus lebih lanjut misalnya pada infant dengan dehidrasi
isotonic, hipotonik dan hiprtonik. Nutrient bases solution ini dapat munurunkan vomiting, penurunan
kehilangan volume cairan (Wong, 1994). Komposisi ORS tampak pada table-2. setelah rehedrasi pada
infant, ORS dapat digunakan selama mempertahankan terapi cairan dan sebagai solution alternative
dengan cairan rendah sodium seperti ASI dan susu formula bebas lactose.
Setiap kali BAB diganti dengan 1:1 ORS jika feses tidak diketahui, perkiraan ORS adalah 10 ml/kgBB
atau 0,5 sampai 1 gelas ORS setiap kali BAB. ORS berguna untuk kasus dehidrasi dan muntah.
Seseorang anak dengan harus diberikan tambahan cairan 1 sendok kecil atau 5-10 cc setiap 1-5 menit,
lebih jelasnya tapak pada table-3.
Table-2
FormulaNa+
(mEq/L)
K+
(mEq/L)
CL
(mEq/L)
Base
(mEq/L)
Glukosa
(g/L)
Pedialyte45 20 35 30 (citrate) 25
Rehydralyte75 20 65 30 25
Infalyte(M.Johnson)50 25 45 34 (citrate) 30
WHO90 20 80 30 (bikarbonat) 20
Table-3
DEGREE
OFDEHYDRATION
SIGN SYMPTOM REHYRATION
THERAPY
REPLACEMENTOF
STOOL LOSSES
MAINTENANCE
THERAPY
Mild (5-6% ) Peningkatan rasa
haus
ORS
50ml/kgBBSelam 4
jam
ORS 10ml/kgBB (for
infant)/150-
250ml(for older
children)
ASI, formula bebas
lactose
Moderate (7-9%) Penurunan turgor
kulit, merman
mukosa kering,
mata cekung
ORS
100ml/kgBBSelama
4 jam
ORS 10ml/kgBB(for
older children)
setiap kali BAB
ASI, formula bebas
lactose
Severe (>9%) Tanda sm dg
moderatDehydras
i di+ peningkatan
nadi, sianosis, RR,
lethargy,coma
Intravena fluit (RL)
40ml/kgBB?hari
sampai nadi
normal kemudian
50-100ml/kgBB
ORS 10ml/kgBB (for
infrant)/150-
250ml(for older
children) setiap kali
BAB
ASI, formula bebas
lactose
1. 14. Pencegahan Diare
1. Meningkatkan pemberian ASI
2. Memperbaiki pemberian makanan pendamping ASI
3. Mengunkan air bersih yang cukup
4. Mencuci tangan dengan sabun
5. Menggunkan jamban yang benar
6. Membuang tija bayi dan anak-anak yang tepat
7. Imunisasi campak
2. 15. Prinsip Penatalaksanaan Diare
1. Mencegah terjadinya dehidrasi
Mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah dengan memberikan minuman lebih
banyak cairan rumah tangga yang dianjurkan, bila tidak mungkin berikan air matang
1. Mengobati dehidrasi
Bila terjadi dehedrasi (terutama pada anak) penderita harus dibawa ke petugas kesehatan atau sarana
kesehatan untuk mendapatkan pengobatan yang cepat dan tepat
1. Memberi makan
Berikan makan selama serangan diare untuk memberikan gizi pada penderita terutam anak agar tetap
kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI harus lebih
sering diberi ASI. Anak yang minum susu formula diberikan lebih sering biasanya anak usia 6 bulan
atau lebih termasuk bayi yang telah memdapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang
mudah dicerna sedikit-sedikit tetapi sering. Setelah diare berheti, pemberian ekstra makanan
diteruskan selam 2 minggu untuk membantu memulihkan berat badan anak
1. Mengobati masalah lain
Apabila ditemukan penderita diare disertai dengan penyakit lain, maka diberikan pengobatan sesuia
indikasi dengan tetap mengutamakan rehidrasi. Tidak ada obat yang aman dan efektif untuk
menghentikan diare.
16. Diagnosa keperawatan yang sering muncul
1. Ketidakseimbangan volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan
cairan melalui diare dan intake yang tidak adekuat
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningakatan peristaltik
usus yang menyebabkan waktu penyerapan menurun
3. Resiko infeksi
4. Ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan kehilangan elektrolit melalui tinja / diare
5. PK : Hipo/hipernatremi
6. PK : Hipe/hiperkalemi
7. Resiko kerusakan intergritas kluit
8. PK : Asidosis Metabolik
1. Rencan keperawatan
1. Risiko terjadinya defisit volume cairan b.d. kegagalan mekanisme regulatory Timbang BB setiap hari
dengan menggunakan skala dan pada waktu yang sama.
- Monitor intake dan output cairan/24 jam.
- Pantau TD, nadi dan tekanan arteri rerata.
- Evaluasi turgor kulit, membran mukosa, keadaan fontanel
- Kaji lokasi tempat masuknya cairan IV/jam.
- Pantau pemeriksaan lab. Sesuai indikasi : Ht dan kalium serum
- Berikan infus parenteral.
2. Resiko injuri b/d infeksi mikroorganisme Kaji tanda-tanda komplikasi lanjut
Kaji status kardiopulmonar
Kolaborasi untuk pemantauan laboratorium: monitor darah rutin
Kolaborasi untuk pembereian antibiotic
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Manajemen Nutrisi
1. Kaji adanya alergi makanan.
2. Kaji makanan yang disukai oleh klien.
3. Kolaborasi team gizi untuk penyediaan nutrisi terpilih sesuai dengan kebutuhan klien.
4. Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan nutrisinya.
5. Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung cukup serat untuk mencegah konstipasi.
6. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.
7. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.
Monitor Nutrisi
1. Monitor BB setiap hari.
2. Monitor respon klien terhadap sitiasi yang mengharuskan klien makan.
3. Monitor interaksi orang tua dan anak selama makan.
4. Monitor lingkungan selama makan.
5. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak bersamaan dengan waktu klien makan.
6. Monitor adanya mual muntah.
7. Monitor adanya gangguan dalam proses mastikasi/input makanan misalnya perdarahan, bengkak dsb.
8. Monitor intake nutrisi dan kalori.
9. Monitor kadar energi, kelemahan dan kelelahan.
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, ed-3, jakarta, Media Auskkulapius FK UI
Greenberg, Cindy Smith, 1988, Nursing Care Planninng Guides For Children, Baltimore, Williams &
Wilkins
Betz, Cecily, 1997, Buku Saku Keperawatan Pediatri, jakarta, EGC
NANDA, 2001, Nursing Diagnosis: Definition & Classification 2001-2002, Philadelphia, North American
Nursing Diagnosis Association
Price, Sylvia A, 1995, Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit, Jakarta, EGC
DIARE CAIR AKUT
1. 1. Pengertian Diare
Diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang abnormal (>3 kali/hari), serta perubahan
isi/volume (>200gr/hari) dan konsistensi feces cair (Brunner & Suddarth, 2002). Diare adalah
peningkatan jumlah, volume, keenceran dan frekuensi buang air besar (medicastore.com)
1. 2. Klafisifikasi Diare sbb:
1. Diare Akut
Diare akut merupakan penyebab awal penyakit pada anak dengan umur <5 tahun, defikasi dapat
terjadi dan dapat mengakibatan kefatalan kira-kira pada 400 anak tiap tahun di Amerika Serikat.
(Kleinman, 1992 dalam Wholey & Wong’s, 1994)
Diare akut adalah BAB dengan frekuensi meningkat >3 kali/hari dengan konsistensi tinja cair, bersifat
mendadak dan berlangsung dalam waktu kurang dari 1 minggu. Diare akut lebih banyak disebabkan
oleh agent infectius yang mencakup virus, bakteri dan pathogen parasit.
1. Diare Kronik
Kondisi dimana terjadi peningkatan frekuensi BAB dan peningkatan knsistensi cair dengan durasi 14
hari atau lebih (Wholey & Wong’s, 1994)
1. 3. Penyebab diare, Penyakit diare dapat disebabkan oleh:
1. Infeksi oleh karena penyebaran kuman yang menyebabkan diare. Terdiri atas : virus (rotavirus), bakeri
(E.colli, Salmonella, Shigella, Vibrio, Campylobavter, jejuni, dll) dan penyebab lain seperti parasit
(Entamuba hystolitica).
Kuman penyebab diare biasanya menyebarkan melalui feces oral antara lain melalui
makanan/minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita.
1. Malabsobsi : Gangguan dalam pencernaan makanan
2. Alergi makanan dan keracunan makanan
3. Imunodefisiensi/imunosupresi(kekebalan menurun)
Keadadan ini biasanya berlangsung sementara setelah infeksi virus (campak) dan mungkin
berlangsung lama seperti pada penderita AIDS
1. Faktor lingkungan dan prilaku
1. 4. Faktor Predisposisi
1. Usia
Anak dengan umur lebih muda mempunyai kemungkinan terjadi diare lebih besar kemunkinan diare
berat juga lebih besar. Diare lebih banyak pada usia infant.
2. Penurunan setatus kesehatan
Anak dengan kondisi yang lemah lebih tinggi kemungkinan terjadi diare dan lebih banyak diare berat
3. lingkungan
diare lebih banyak terjadi dimana kondisi sanitasi kurang, fasilitas kesehatan kurang memadai,
persiapan dan penyajian makanan, pendidikan tentang perawatan kesehatan tidak adekuat.
1. 5. Patofisiologi
Mikroorganisme masuk GIT
Berkembangang baik setelah berhasil melewati swar asam lambung
Membentuk toksin (endotoksin)
Rangsangan untuk membentuk mikroorganisme / makanan tersebut
DIARE
Peningkatan cairan intra luminal menyebabkan terangsangnya usus secara mekanis karena
meningkatkan volume, sehingga motilitas usus meningkat, sebaliknya bila waktu henti makanan di
usus terlalu cepat akan menyebabkan waktu sentu makanan dengan mukosa usus sehingga
penyerapan elektrolit, air dan zat-zat lain terganggu. Sehingga transport cairan dan elektrolit intestinal
tidak normal.
1. 6. Gejala & Manisfestasi Klinis Diare
Gejala Klinis :
Anak cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang sampai tidak ada sama sekali
Tinja/feses menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah
Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare
Bila sudah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, maka timbulah dehidrasi bahkan syok hipovolemik
Manifestasi Klinis
No Agen penyebab Karakteristik
1. Viral Agent
1. Rotavirus
1. Norwalk
Fever 38 atau lebih Nausea, vomiting abdominal pain Diare bisa lebih 1 minggu
Fiver, loss of apetit Abdominal pain
Diare dan malaise
2.Bacterial Agent
1. E.colli
1. Salmonella grup gram positif
1. S. thypi
1. Shigella group gram negative
1. Campylobacter jejuni
1. Vibrio cholera group
Diare cair disertai mucus dan darah vomiting abdominal distention, diare dengan fever.
Nausea, vomiting, colic abdominal, diare disertai darah dan mucus. Fiver, hiperaktif perisstaltik and
mild abdominal tenderness.
Headache and cerebral manifestation. Ireguler fiver, headache, malaise, letargi, fatigue, abdominal
pain, anoreksia, weight loss develop.
Fever 40 derajat and cramping , abdominal pain, konvulsi, headache, delirium, diare disertai mucus
bisa bercampur darah, abdominal pain inright lower quadrant, vomiting.
Fever, abdominal cramping periumbilical, diare desertai darah, vomiting.
Diare cair dengan cramp, iritasi anal, feses disertai darah dan mucus.
3.Food Poisoning
1. Staphylococcus
1. Clostridium perfringens
1. Clostridium botulinum
Nausea, vomiting, severe abdominal cramps, shok dapat terjadi pada kasus berat, demam ringan.
Modeate to severe crampy, mid epigastric pain.
Nausea, vomiting, diare, dry mounth dan disfagia.
1. 7. Komlikasi
Kehilangan air dan elektrolit : dehirasi, asidosi metabolic, hipoklasemia dan syok
Masalah gizi : maldigesti, malabsorbsi, kehilangan zat gizi langsung katabolisme.
Artimia jantung
1. 8. Diagnosis
Diagnosis didasarkan pada definisi di atas tetapi perlu dilakukan pengkajian tentang :
1. Riwayat diare sekarang, meliputi : lama kurang dari 1 minggu, frekuensi, konsistensi, muntah, demam,
BAK 6 jam terakhir, tindakan yang telah dilakukan
2. Riwayat diare sebelumnya
3. Riwayat penyakit penyerta saat ini
4. Riwayat imunisasi
5. Riwayat makanan sebelum diare
6. Pemeriksaan laboratorium
Specimen feces : plymorfonuklear leukosit sebagai gambaran infeksi
ELISA : untuk mengkonfirmasikan infeksi parasit
PH <6 dan penurunan substansi menunjukan malabsorbsi KH dan deficiency lactose sekunder
Test urin : menentukan dehidrasi
Peningkatan Hmt, Hb, creatinin, dan BUN umumnya ditemukan pada DCA
1. 9. Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda vital
Berat badan dan panjang badan untuk menentukan status gizi
Tanda-tanda dehidrasi
Peeriksaan chepalo caudal : ubun-ubun besar pada bayi, turgor kulit, kelembaban mukosa, air mata,
konjungtiva, dada : jantung dan paru, abdomen;peristaltik usus, integrasi kulit area perianal
Kemungkinan komlikasi lain
1. 10. Tatalaksanana Pemberian Makanan
Makanan sangat penting untuk penderita diare, makanan diberikan sesegera mungkin termasuk susu,
susu buatan khusus (rendah lactose) hanya diberikan atas indikasi yang jelas. Prisisp pemberian
makanan untuk penderita diare antara lain:
ASI tidak dihentikan seotimal mungkin
Kualitas dan kiantitas mencukupi
Mudah diabsorbsi
Tidak merangsang
Diberikan dlam porsi kecil tapi sering
1. 11. Tatalaksana Diare
Dasar-dasar penatalaksanaan terdiri dari 5 D :
Dehidrasi
Diagnosis
Diit
Defisiensi disakarida
Drugs
Management terapetik langsung untuk korelasi keseibangan cairan dan elektrolit dan mencegah
terjadinya malanutrisi. Untuk infant dan anak dengan DCA disertai dehidrasi, yang pertama harus
dilakukan adalah ORT (oral rehidrasi therapy). Pada kasus dehidrasi berat dan syok diberikan cairan
paranteral.
1. 12. Dehidrasi
Akibat dari diare yang terus menerus adalah kekurangan cairan (dehidrasi)
Tanda-tanda dehidrasi berat :
Letergis atau tidak sadar mata cekung
Tidak bisa minum atau malas minum
Cubitan kulit perut kemblinya sangat lama
Tanda-tanda dehidrasi ringan/sedang :
Gelisah, rewel/mudah marah
Mta cekung
Haus, minum dengan lahap
Cubitan kulit perut kembalinya lambat
tanda dehidrasi : tidak ditemukan tanda-tanda seperti diatas :
Penanganan dehidrasi ringan :
1. Beri cairan tambahan (sebanyak anak mau)
ASI tetap diberikan bagi anak yang masih menyusu
Oralit
Larutan gula garam
Cairan makanan (air tijin, kuah sayur atau air matang )
1. Lanjutkan pemberian makan
2. Pergi ke pusat pelanyanan kesehatan
Penanganan Dehidrasi Sedang/Ringan
1. Pemberian cairan tambahan seperti penanganan dehidrasi ringan
2. Pemberian oralit secra intensif selama periode 3 jam
3. Ulangi penilaian dan klasifikasikan derajat dehidrasinya
Penanganan dehidrasi berat
Rujuk segera ke pusat pelanyanan kesehatan untuk pengobatan IV/lanjutan
1. 13. Rehidrasi
Dasar-dasar rehidrasi
1. Jumlah cairan yang hilang
Dehidrasi ringan : 0 – 5 % atau rata-rata 25 ml/kg BB
Dehidrasi sedang : 5 – 10 % atau rata-rata 75 ml/kg BB
Dehidrasi berat : 10 – 15 % atau rata-rata 125 ml/kg BB
1. Tonisitas cairan
Isotonis : kadar Na + : 131 – 150 meq/L
Hipertonis : kadar Na + :>150 meq/L
Hipotonik : <131 meq/L
Oral Rehidrasi Solution (ORS) diberikan pada kasus lebih lanjut misalnya pada infant dengan dehidrasi
isotonic, hipotonik dan hiprtonik. Nutrient bases solution ini dapat munurunkan vomiting, penurunan
kehilangan volume cairan (Wong, 1994). Komposisi ORS tampak pada table-2. setelah rehedrasi pada
infant, ORS dapat digunakan selama mempertahankan terapi cairan dan sebagai solution alternative
dengan cairan rendah sodium seperti ASI dan susu formula bebas lactose.
Setiap kali BAB diganti dengan 1:1 ORS jika feses tidak diketahui, perkiraan ORS adalah 10 ml/kgBB
atau 0,5 sampai 1 gelas ORS setiap kali BAB. ORS berguna untuk kasus dehidrasi dan muntah.
Seseorang anak dengan harus diberikan tambahan cairan 1 sendok kecil atau 5-10 cc setiap 1-5 menit,
lebih jelasnya tapak pada table-3.
Table-2
FormulaNa+
(mEq/L)
K+
(mEq/L)
CL
(mEq/L)
Base
(mEq/L)
Glukosa
(g/L)
Pedialyte45 20 35 30 (citrate) 25
Rehydralyte75 20 65 30 25
Infalyte(M.Johnson)50 25 45 34 (citrate) 30
WHO90 20 80 30 (bikarbonat) 20
Table-3
DEGREE
OFDEHYDRATION
SIGN SYMPTOM REHYRATION
THERAPY
REPLACEMENTOF
STOOL LOSSES
MAINTENANCE
THERAPY
Mild (5-6% ) Peningkatan rasa
haus
ORS
50ml/kgBBSelam 4
jam
ORS 10ml/kgBB (for
infant)/150-
250ml(for older
children)
ASI, formula bebas
lactose
Moderate (7-9%) Penurunan turgor
kulit, merman
mukosa kering,
mata cekung
ORS
100ml/kgBBSelama
4 jam
ORS 10ml/kgBB(for
older children)
setiap kali BAB
ASI, formula bebas
lactose
Severe (>9%) Tanda sm dg
moderatDehydras
i di+ peningkatan
nadi, sianosis, RR,
lethargy,coma
Intravena fluit (RL)
40ml/kgBB?hari
sampai nadi
normal kemudian
50-100ml/kgBB
ORS 10ml/kgBB (for
infrant)/150-
250ml(for older
children) setiap kali
BAB
ASI, formula bebas
lactose
1. 14. Pencegahan Diare
1. Meningkatkan pemberian ASI
2. Memperbaiki pemberian makanan pendamping ASI
3. Mengunkan air bersih yang cukup
4. Mencuci tangan dengan sabun
5. Menggunkan jamban yang benar
6. Membuang tija bayi dan anak-anak yang tepat
7. Imunisasi campak
2. 15. Prinsip Penatalaksanaan Diare
1. Mencegah terjadinya dehidrasi
Mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah dengan memberikan minuman lebih
banyak cairan rumah tangga yang dianjurkan, bila tidak mungkin berikan air matang
1. Mengobati dehidrasi
Bila terjadi dehedrasi (terutama pada anak) penderita harus dibawa ke petugas kesehatan atau sarana
kesehatan untuk mendapatkan pengobatan yang cepat dan tepat
1. Memberi makan
Berikan makan selama serangan diare untuk memberikan gizi pada penderita terutam anak agar tetap
kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI harus lebih
sering diberi ASI. Anak yang minum susu formula diberikan lebih sering biasanya anak usia 6 bulan
atau lebih termasuk bayi yang telah memdapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang
mudah dicerna sedikit-sedikit tetapi sering. Setelah diare berheti, pemberian ekstra makanan
diteruskan selam 2 minggu untuk membantu memulihkan berat badan anak
1. Mengobati masalah lain
Apabila ditemukan penderita diare disertai dengan penyakit lain, maka diberikan pengobatan sesuia
indikasi dengan tetap mengutamakan rehidrasi. Tidak ada obat yang aman dan efektif untuk
menghentikan diare.
16. Diagnosa keperawatan yang sering muncul
1. Ketidakseimbangan volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan
cairan melalui diare dan intake yang tidak adekuat
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningakatan peristaltik
usus yang menyebabkan waktu penyerapan menurun
3. Resiko infeksi
4. Ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan kehilangan elektrolit melalui tinja / diare
5. PK : Hipo/hipernatremi
6. PK : Hipe/hiperkalemi
7. Resiko kerusakan intergritas kluit
8. PK : Asidosis Metabolik
1. Rencan keperawatan
1. Risiko terjadinya defisit volume cairan b.d. kegagalan mekanisme regulatory Timbang BB setiap hari
dengan menggunakan skala dan pada waktu yang sama.
- Monitor intake dan output cairan/24 jam.
- Pantau TD, nadi dan tekanan arteri rerata.
- Evaluasi turgor kulit, membran mukosa, keadaan fontanel
- Kaji lokasi tempat masuknya cairan IV/jam.
- Pantau pemeriksaan lab. Sesuai indikasi : Ht dan kalium serum
- Berikan infus parenteral.
2. Resiko injuri b/d infeksi mikroorganisme Kaji tanda-tanda komplikasi lanjut
Kaji status kardiopulmonar
Kolaborasi untuk pemantauan laboratorium: monitor darah rutin
Kolaborasi untuk pembereian antibiotic
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Manajemen Nutrisi
1. Kaji adanya alergi makanan.
2. Kaji makanan yang disukai oleh klien.
3. Kolaborasi team gizi untuk penyediaan nutrisi terpilih sesuai dengan kebutuhan klien.
4. Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan nutrisinya.
5. Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung cukup serat untuk mencegah konstipasi.
6. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.
7. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.
Monitor Nutrisi
1. Monitor BB setiap hari.
2. Monitor respon klien terhadap sitiasi yang mengharuskan klien makan.
3. Monitor interaksi orang tua dan anak selama makan.
4. Monitor lingkungan selama makan.
5. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak bersamaan dengan waktu klien makan.
6. Monitor adanya mual muntah.
7. Monitor adanya gangguan dalam proses mastikasi/input makanan misalnya perdarahan, bengkak dsb.
8. Monitor intake nutrisi dan kalori.
9. Monitor kadar energi, kelemahan dan kelelahan.
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, ed-3, jakarta, Media Auskkulapius FK UI
Greenberg, Cindy Smith, 1988, Nursing Care Planninng Guides For Children, Baltimore, Williams &
Wilkins
Betz, Cecily, 1997, Buku Saku Keperawatan Pediatri, jakarta, EGC
NANDA, 2001, Nursing Diagnosis: Definition & Classification 2001-2002, Philadelphia, North American
Nursing Diagnosis Association
Price, Sylvia A, 1995, Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit, Jakarta, EGC